Anda di halaman 1dari 7

Makalah

USHUL FIQH

Tentang :

“ NASAKH DAN MANSUKH “

Dosen Pembimbing :
Didi Suardi, LC, MA.EK

Disusun Oleh :
Kelompok 10 (sepuluh) :
1. Muhamad Firman Maulana (2122030018)
2. Muhamad Fauzan (2122030022)
3. Axl bayhaqi kedang (2122040041)
4. Fhajar Rhamadan (2122030057)

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI SYARIAH ISLAMIC VILLAGE

Jl.Qadr Raya No.12,Kelapa. Dua,Kec. Kelapa Dua,Kota Tangerang,Banten


PEMBAHASAN

A. Pengertian Nasakh-Mansukh

Nasakh-Mansukh berasal dari kata naskh. dari segi etimologi, istilah ini dipakai
untuk beberapa pengertian: pembatalan, penghapusan, pemindahan dan
pengubahan. dari Abu Hasyim, pengertian majazinya merupakan pemindahan atau
pengalihan.

Diantara pengertian etimologi itu ada yang dibakukan menjadi pengertian


terminologis. perbedaan terma yang terdapat antara ulama mutaqaddim
menggunakan ulama mutaakhkhir terkait pada sudut pandangan masing-masing asal
segi etimologis istilah naskh itu.

Ulama mutaqaddim memberi batasan naskh sebagai dalil syar'I yang ditetapkan
kemudian, tidak hanya untuk ketentuan/hukum yang mencabut ketentuan/hukum
yang sudah berlaku sebelumnya, atau mengubah ketentuan/hukum yang pertama
yang dinyatakan berakhirnya masa pemberlakuannya, sejauh hukum tersebut tidak
dinyatakan berlaku terus menerus, tapi juga mencakup pengertian pembatasan (qaid)
bagi suatu pengertian bebas (muthlaq). Juga dapat mencakup pengertian
pengkhususan (makhasshish) terhadap suatu pengertian umum ('am). Bahkan juga
pengertian pengecualian (istitsna). Demikian pula pengertian syarat dan sifatnya.

Sebaliknya ulama mutaakhir memperciut batasan-batasan pengertian tersebut


untuk mempertajam perbedaan antara nasikh dan makhasshish atau muqayyid,
dan lain sebagainya, sehingga pengertian naskh terbatas hanya untuk ketentuan
hukum yang datang kemudian, untuk mencabut atau menyatakan berakhirnya masa
pemberlakuan ketentuan hukum yang terdahulu, sehingga ketentuan yang
diberlakukan ialah ketentuan yang ditetapkan terakhir dan menggantikan
ketentuan yang mendahuluinya. Dengan demikian tergambarlah, di satu pihak naskh
mengandung lebih dari satu pengertian, dan di lain pihak dalam perkembangan
selanjutnya- naskh membatasinya hanya pada satu pengertian
Dalam kitab Mabadiyul Awwal karangan Syaikh Abdul hamid hakim pengertian
Al-Nasikh secara bahasa berarti menghilangkan, menghapus, atau memindah.Dalam
Tinjauan syara al-nasikh adalah menghilangkan atau membatalkan hukum syara yang
telah ditetapkan terlebih dahulu dengan dalil syara yang baru.

B. Rukun Naskh

1. Adat naskh adalah pernyatan yang menunjukan adanya pembatalan hukum yang
telah ada.
2. Nasikh yaitu dalil kemudian yang menghapus hukum yang telah ada. pada
hakikatnya, nasikh itu berasal dari ALLAH, karena dialah yang membuat hukum dan
dia pula lah yang menghapusnya.
3. Mansukh, hukum yang dibatalkan, dihapuskan dan dipindahkan.
4. Mansukh anh, yaitu orang yang membebani hukum.

C. Syarat-syarat Naskh

1. Hukum yang mansukh adalah hukum syara`. Nasakh hanya terjadi pada perintah dan
larangan. Nasakh tidak terdapat dalam akhlak, ibadah, akidah, dan juga janji dan
ancaman Allah.
2. Dalil yang dipergunakan untuk penghapusan hukum tersebut adalah kitab syar`i yang
datang kemudian.
3. Dalil yang mansukh hukumnya tidak terikat atau dibatasi oleh waktu tertentu. Sebab,
jika demikian hukum akan berakhir dengan waktu tersebut

D. Macam-macam Naskh

A. Naskh rosmi wa baqoil hukmi


Artinya menghilangkan tulisan tapi hukumnya tetap ada
Contoh : Tentang hukum razam bagi yang berzina
Nabi SAW bersabda :

‫الشيخ والشيخة اذا زنيا فارمجوهام البتة‬


Sahabat `umar RA berkata bahwa sesungguhnya kami telah membaca hadits dan
bahwasanya nabi SAW telah memberlakukan hukum ranjam terhadap dua orang
yang berzina muhshon. Maksud lafal ‫ محصنين‬dalam hadits diatas adalah ‫الشيخ والشيخجة‬

B. Naskh hukmi wa baqoi rosmi


Artinya Tulisan dan bacaan ayatnya masih tetap ada dan masih boleh dibaca, tetapi
isi hukum ajarannya sudah di-nasakh, sehingga sudah tidak boleh diamalkan lagi.

Contoh QS. al-Baqarah (2): 240.

‫ون َأ ْز َوا ًجا َو ِص َّي ًة َأِّل ْز َواهِج ِ م َّمتَاعًا( ىَل الْ َح ْولِ غَرْي َ خ َْراجٍ ۚ فَ ْن خ ََر ْج َن‬
َ ‫َواذَّل ِ َين ي ُ َت َوف َّ ْو َن ِمنمُك ْ َوي َ َذ ُر‬
‫ِإ‬ ‫ِإ‬ ‫ِإ‬
ٍ ‫فَاَل ُجنَ َاح عَلَ ْيمُك ْ يِف َما فَ َعلْ َن يِف َأن ُف ِسه َِّن ِمن َّم ْع ُر‬
‫وف ۗ َواهَّلل ُ َع ِز ٌيز َح ِك ٌمي‬
Artinya: Dan orang-orang yang akan meninggal dunia di antara kamu dan
meninggalkan isteri, hendaklah berwasiat untuk isteri-isterinya, (yaitu) diberi
nafkah hingga setahun lamanya dan tidak disuruh pindah (dari rumahnya). akan
tetapi jika mereka pindah (sendiri), Maka tidak ada dosa bagimu (wali atau waris
dari yang meninggal) membiarkan mereka berbuat yang ma`ruf terhadap diri
mereka. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

Dalam surat Al-baqoroh ayat 240 ini istri-istri yang dicerai harus beridah selama 1
tahun, kemudian Allah menasakh hukum ayat tersebut, Sehingga, keharusan idah 1
tahun sudah tidak berlaku lagi, sekalipun lafal naskh ayatnya masih tetap ada dan
boleh dibaca

Ayat ini di nasikh dengan QS. al-Baqarah (2): 234.

َ ‫اذَّل ِ َين يُ َت َوف َّ ْو َن ِمنمُك ْ َوي َ َذ ُر‬


‫ون َأ ْز َوا ًجا يَرَت َ ب َّ ْص َن ِبَأن ُف ِسه َِّن َأ ْرب َ َع َة َأ ْشهُ ٍر َو َعرْش ً ا‬
Artinya: ``Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan
isteri-isteri (hendaklah para isteri itu) menangguhkan dirinya (ber`iddah) empat
bulan sepuluh hari.

C. Naskhul amraini ma’an


Artinya menghilangkan keduanya secara bersamaan.
Contoh: penghapusan ayat yang mengharamkan nikah dengan saudara sepersusuan
karena bersama-sama menyusu kepada seorang ibu dengan sepuluh susuan, yang di nasakh
dan diganti dengan lima kali susuan.

Seperti hadits riwayat Muslim dari `aisyah ra.

‫اكن ِفامي انزل عرش رضعات معلومات حيرمن‬

Hadits yang menerangkan bahwa yang dapat menyebabkan haramnya sebuah


pernikahan sepuluh kali susushan yang diketahui ini kemudian dinasikh dengan
hadits yang menerangkan lima kali susuan yang mengharamkan:

‫خبمس معلومات حيرمن‬


Me-nasikh al-Kitab (ayat Al-Quran) dengan al-Kitab (ayat al-Quran lain) juga
diperbolehkan, seperti dalam ayat tentang `iddah perempuan sebagaimana yang
diterangkan diatas.

D. Naskh sunnah bil kitab


Artinya Menghilangkan sunnah rosul dengan kitab (Al-qur’an)
Contoh: Sholat menghadap Baitul maqdis kemudian di nasakh kan oleh ayat A-
lquran surat Al-baqoroh : 144

‫(ِل َوهْج َ َك َش ْط َر الْ َم ْسجِ ِد الْ َح َرا ِم ۚ َو َح ْي ُث َما ُكنمُت ْ فَ َولُّوا ُو ُجو َهمُك ْ َش ْط َر ُه‬1ِّ ‫فَ َو‬
Artinya: ``Sungguh kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, Maka
sungguh kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. palingkanlah
mukamu ke arah Masjidil Haram. dan dimana saja kamu berada, palingkanlah
mukamu ke arahnya. dan Sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang
diberi Al Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil
Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa
yang mereka kerjakan.``

E. Naskh sunnah bil kitab


Artinya menghilangkan sunnah rosul dengan sunnah
Contoh : Ziarah sabda Nabi SAW :

(‫كنت هنيتمك عن زايرة( القرب فزورها‬


"Dahulu aku melarang kamu dari berziarah kubur, maka sekarang hendaklah kamu
berziarah (kubur)." (HR Muslim)

Sebagian ulama` juga ada yang berpendapat tentang diperbolehkannya menasikh al-
kitab dengan al-sunah.

Seperti firman Allah QS al-Baqarah :(2) 180,

ِ ‫ُك ِت َب عَلَ ْيمُك ْ َذا َحرَض َ َأ َحدَ مُك ُ الْ َم ْو ُت ن تَ َركَ َخرْي ً ا الْ َو ِص َّي ُة ِللْ َوادِل َ ْي ِن َواَأْل ْق َرب َِني اِب لْ َم ْع ُر‬
‫وف ۖ َحقًّا عَىَل‬
‫ِإ‬ ‫ِإ‬
‫الْ ُمتَّ ِق َني‬
Artinya: ``Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan
(tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-
bapak dan karib kerabatnya secara ma`ruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang
yang bertakwa.``

Ayat diatas dinaskh oleh sabda Nabi SAW:


‫الوصية لورث رواه الرتمذي وابن ماجه‬

Artinya: ``Tidak ada wasiat bagi ahli waris.`` (HR. al-Tirmidzi dan Ibn Majjah.)

F. Hikmah Nask dan Mansukh

1. Menjaga kemaslahatan hamba


2. Menguji kualitas keimanan mukallaf dengan cara adanya perintah yang kemudian
dihapus
3. Pengembangan pensyariatan hukum sampai kepada tingkat kesempurnaan seiring
dengan perkembangan dakwahdan kondisi manusia itu sendiri
4. Merupakan kebaikan dan kemulian bagi umat, sebab apabila ketentuan nasikh lebih
berat daripada ketentuan mansukh, berarti mengandung konsekuensi pertambahan
pahala, sebaliknya, jika ketentuan dalam nasikh lebih mudah daripada ketentuan
mansukh, itu berarti kemudahan bagi umat.

Anda mungkin juga menyukai