Anda di halaman 1dari 16

SEJARAH PERADABAN EKONOMI ISLAM

Tema: Peradaban islam abad (6H-12M Nama Kelompok :


dan 7H/13m)  Muhamad fauzan (2122030022)
 Nasirrudin Thusi (485H/1093M)  Muhamad firman maulan (2122030018)
 Ibnu Rusyd  Dian fitri (2122030064)
 Ibnu Taimiyah (661-728H/1263-1328M)  Dewi Zahra (21220400420)
 Nur azizah (2122030071)
dimulai dari abad 6 M sampai dengan abad 12 M. Sebut saja Al Farabi, Abu Bakr Al-Razi, Ibnu Sina dan
Imam Ghazali, mereka adalah salah satu dari sekian banyak cendekiawan muslim yang berpengaruh dalam
kemajuan ilmu filsafat, sains dan teknologi. Pada masa tersebut, kendali peradaban dunia berada pada tangan
umat Islam (golden age).Dalam acara seminar yang bertajuk “Integritas Sains dan Perdaban Islam,” tersebut,
peserta juga diberikan wacana oleh Dr Wendi Zarman mengenai pandangan kaum intelektual muslim yang
saat itu mampu melampaui hegemoni sains dunia barat. “Sebenarnya banyak faktor-faktor pemicu kejayaan
sains di dunia islam. Diantaranya adalah kesungguhan dalam mempraktekkan ajaran Islam sebagaimana
tertuang dalam al-Qur’an dan Sunnah. Lalu adanya motivasi agama, dimana al-Qur’an banyak berisi anjuran
untuk menuntut ilmu, membaca, melakukan observasi, esplorasi, ekspedisi dan berfikir ilmiah rasional. Serta
faktor sosial dan politik yang sangat mendukung perkembangan budaya ilmu dan tradisi ilmiah pada
masanya,”
Nasirrudin Thusi

Ilmuwan serba bisa. Julukan itu rasanya amat pantas disandang Nasiruddin Al-Tusi.
Sumbangannya bagi perkembangan ilmu pengetahuan modern sungguh tak ternilai
besarnya.Selama hidupnya, ilmuwan Muslim dari Persia itu mendedikasikan diri untuk
mengembangkan beragam ilmu seperti, astronomi, biologi, kimia, matematika, filsafat,
kedokteran, hingga ilmu agama Islam.Sarjana Muslim yang kemasyhurannya setara dengan teolog
dan filsuf besar sejarah gereja, Thomas Aquinas, itu memiliki nama lengkap Abu Ja'far
Muhammad ibn Muhammad ibn Al-Hasan Nasiruddin Al-Tusi.
Ia lahir pada 18 Februari 1201 M di Kota Tus yang terletak di dekat Meshed, sebelah timur laut
Iran. Sebagai seorang ilmuwan yang amat kondang di zamannya, Nasiruddin memiliki banyak
nama. Antara lain Muhaqqiq Al-Tusi, Khuwaja Tusi, dan Khuwaja Nasir.Nasiruddin lahir di awal
abad ke-13 M, ketika dunia Islam tengah mengalami masa-masa sulit. Pada era itu, kekuatan
militer Mongol yang begitu kuat menginvasi wilayah kekuasaan Islam yang amat luas. Kota-kota
Islam dihancurkan dan penduduknya dibantai habis tentara Mongol dengan sangat kejam.
Menurut JJ O'Connor dan EF Robertson, pada masa itu dunia diliputi kecemasan. Hilangnya
rasa aman dan ketenangan itu membuat banyak ilmuwan sulit untuk mengembangkan ilmu
pengetahuan.Nasiruddin pun tak dapat mengelak dari konflik yang melanda negerinya. Sejak
kecil, Nasiruddin digembleng ilmu agama oleh ayahnya yang berprofesi sebagai seorang ahli
hukum di Sekolah Imam Keduabelas.Selain digembleng ilmu agama di sekolah itu, Nasiruddin
juga mempelajari beragam topik ilmu pengetahuan lainnya dari sang paman. Menurut
O'Connor dan Robertson, pengetahuan tambahan yang diperoleh dari pamannya itu begitu
berpengaruh pada perkembangan intelektual Nasiruddin.
Pengetahuan pertama yang diperolehnya dari sang paman antara lain logika, fisika, dan
metafisika. Selain itu, Nasiruddin juga mempelajari matematika pada guru lainnya. Ia begitu
tertarik pada aljabar dan geometri .Ketika menginjak usia 13 tahun, kondisi keamanan kian tak
menentu. Pasukan Mongol di bawah pimpinan Jengis Khan yang berutal dan sadis mulai
bergerak cepat dari Cina ke wilayah barat. Sebelum tentara Mongol menghancurkan kota
kelahirannya, dia sudah mempelajari dan menguasai beragam ilmu pengetahuan.
Karya Nashiruddin Terkait EkonomiKarya Nashiruddin dalam bidang ekonomi dapat
ditemukan dalam kitabnya yang berjudul ahlaqe-nasiri (nasirin ethics). Ia menyebutkan
ekonomi sebagai political economy, sebagaimana terungkap dalam kata, siyasah e-mudun
yang digunakan.Secara singkat, Nashiruddin sangat menekankan pentingnya tabungan dan
mengutuk konsumsi yang berlebihan serta pengeluaran-pengeluaran untuk aset-aset yang
tidak produktif.Selain itu, ia memandang pentingnya pembangunan pertanian sebagai
fondasi ekonomi pembangunan secara keseluruhan dan untuk menjamin kesejahteraan
masyarakat.

Nasiruddin TusiIa menyatakan bahwa spesialisasi dan pembagian tenaga kerja telah
menciptakan surplus ekonomi sehingga memungkinkan terciptanya kerjasama dalam
masyarakat untuk saling menyediakan barang dan jasa. Jika proses ini dibiarkan secara
alamiah, kemungkinan manusia akan saling bertindak tidak adil. Oleh karena itu,
diperlukan suatu strategi (siyasah/politik) yang mendorong manusia untuk saling
bekerjasama.Tusi sangat menekankan pentingnya tabungan dan mengutuk konsumsi yang
berlebihan untuk aset tidak produktif. Ia memandang pentingnya pertanian sebagai pondasi
pembangunan ekonomi. ia juga merekonmendasikan pengurangan pajak yang tidak sesuai
syariah islam.
IBNU RUSYID

Ibnu Rusyd lahir di kordoba dari keluarga yang melahirkan hakim-hakim terkenal; kakeknya
adalah qadhi al-qudhat (hakim kepala) dan ahli hukum terkenal di kota itu. Pada tahun 1169 ia
bertemu dengan khalifah ABU YAQUB YUSUF, yang terkesan dengan pengetahuan Ibnu
Rusyd. Sang khalifah kemudian mendukung Ibnu Rusyd dan banyak karya Ibnu Rusyd adalah
proyek yang ditugaskannya. Ibnu Rusyd juga beberapa kali menjabat sebagai hakim di Sevilla
dan Kordoba. Pada 1182, ia ditunjuk sebagai dokter istana dan hakim kepala di Kordoba.
Setelah wafatnya Abu Yusuf pada tahun 1184, ia masih berhubungan baik dengan istana,
hingga 1195 saat dia dikenai berbagai tuduhan dengan motif politik. Pengadilan lalu
memutuskan bahwa ajarannya sesat dan Ibnu Rusyd diasingkan ke Lucena. Setelah beberapa
tahun di pengasingan, istana memanggilnya bertugas kembali, tetapi tidak berlangsung lama
karena Ibnu Rusyd wafat.
Ibnu Rusyd adalah pendukung ajaran filsafat Aristoteles (Aristotelianisme). Ia berusaha
mengembalikan filsafat dunia Islam ke ajaran Aristoteles yang asli. Ia mengkritik corak 
Neoplatonisme yang terdapat pada filsafat pemikir-pemikir Islam sebelumnya seperti 
Al-Farabi dan Ibnu Sina, yang ia anggap menyimpang dari filsafat Aristoteles. Ia membela
kegiatan berfilsafat dari kritik yang dilancarkan para ulama Asy'ariyah seperti Al-Ghazali.
Ibnu Rusyd berpendapat bahwa dalam agama Islam berfilsafat hukumnya boleh, bahkan bisa
jadi wajib untuk kalangan tertentu. Ia juga berpendapat bahwa teks Quran dan Hadis dapat
diinterpretasikan secara tersirat atau kiasan jika teks tersebut terlihat bertentangan dengan
kesimpulan yang ditemukan melalui akal dan filsafat. Dalam bidang fikih, ia menulis 
Bidayatul Mujtahid yang membahas perbedaan mazhab dalam hukum Islam. Dalam
kedokteran, ia menghasilkan gagagan baru mengenai fungsi retina dalam penglihatan,
penyebab strok, dan gejala-gejala penyakit Parkinson, serta menulis buku yang kelak
diterjemahkan menjadi sebuah buku teks standar di Eropa.
Ibnu Rusyd menulis banyak tafsir terhadap karya-karya Aristoteles, yang kemudian
diterjemahkan ke dalam bahasa Ibrani dan bahasa Latin dan beredar di Eropa. Terjemahan
karya-karya Ibnu Rusyd memicu para pemikir Eropa Barat untuk kembali mengkaji karya-
karya Aristoteles dan pemikir Yunani lainnya, setelah lama diabaikan sejak jatuhnya
kekaisaran Romawi. Pendapat-pendapat Ibnu Rusyd juga menimbulkan kontroversi di dunia
Kristen Latin, dan menginspirasi sebuah gerakan filsafat yang disebut Averroisme. Salah satu
doktrinnya yang kontroversial di dunia Barat adalah teori yang disebut "kesatuan akal" (unitas
intellectus dalam bahasa Latin), yang menyatakan bahwa semua manusia bersama-sama
memiliki satu akal atau "intelek". Karya-karyanya dinyatakan sesat oleh Gereja Katolik Roma
pada tahun 1270 dan 1277, dan pemikir Kristen Thomas Aquinas menulis kritik-kritik tajam
terhadap doktrin Ibnu Rusyd. Sekalipun demikian, Averroisme tetap memiliki pengikut di
dunia Barat hingga abad ke-16.
Di dalam kitabnya, Fashul Maqal…, Ibnu Rusyd menandaskan bahwa logika harus dipakai sebagai
dasar segala penilaian tentang kebenaran. Disamping itu Ibnu Rusyd juga mengritik pada kelemahan
akal manusia sendiri dalam memecahkan masalah yang gaib dan aneh yang berhubungan dengan
agama. Filsafat diwajibkan atau paling tidak dianjurkan dalam agama (agama dalam pengertian ini
dianggap sama denan Syari‟ah, terutama Islam) sebab fungsi filsafat hanyalah membuat spekulasi
atas yang maujud dan memikirkannya selama membawa kepada pengetahuan akan Sang Pencipta.

Al-Qur‟an memerintahkan manusia untuk berpikir (I’tibar) dalam banyak ayatnya seperti:
“Berpikirlah, wahai yang bisa melihat.” Al-I’tibar merupakan suatu ungkapan Qur‟ani yang berarti
sesuatu yang lebih dari sekadar spekulasi atau refleksi (nazar). Agama sejalan dengan filsafat 
tujuan dan tindakan filsafat sama dengan tujuan dan tindakan agama  jika yang tradisional itu (al-
mangul) ternyata bertentangan dengan yang rasional (al-ma’qul), maka yang tradisional harus
ditafsirkan sedemikian rupa supaya selaras dengan yang rasional
Pokok tujuan syariat Islam yang sebenarnya menurut Ibnu Rusyd ialah pengetahuan yang
benar dan amal perbuatan yang benar (al-ilmulhaq wal-amalul-haq). Ibnu Rusyd bermaksud
mengadakan kompromi antara filsafat dan agama yang sepintas saling berlawanan satu sama
lain.
Menurut Ibnu Rusyd sebab pertama (prima causa) atau penggerak pertama itulah yang disebut
Tuhan. Ibnu Rusyd menetapkan bahwa tiap-tiap sesuatu mempunyai sebab (illat) yang
mempengaruhi apa yang datang sesudahnya, dan yang terpengaruh oleh apa yang ada
sebelumnya, danbegitu seterusnya sampai kepada sebab yang pertama. Menurut Ibnu rusyd,
apabila kita membaca Al-Qur‟an dan memahaminya benar-benar, akan nampak kepada kita
penunjukkannya kepada sifat kenabian, sebab Al-Qur‟an berisi pengetahuan-pengetahuan gaib
yang tidak dikenali oleh Nabi Muhammada saw. Sebelum menerima wahyu, dan susunan serta
gaya bahasanya tidak sama dengan ragam bahasa selurh orang Arab
Ibnu Taimiyah

Ibnu Taimiyah lahir di zaman ketika Baghdad adalah pusat kekuasaan dan cara melakukan
sesuatu budi Islam pada masa Dinasti Abbasiyah. Ketika berusia enam tahun (tahun 1268),
Ibnu Taimiyah dibawa ayahnya ke Damaskus disebabkan serbuan tentara Mongol atas Irak.
Perkembangan dan hasrat keilmuanSemenjak kecil sudah terlihat tanda-tanda kecerdasannya.
Begitu tiba di Damaskus, dia segera menghafalkan Al-Qur’an dan mencari berbagai cabang
pengetahuan pada para ulama, hafizh dan berbakat hadits negeri itu.
Kecerdasan serta daya otaknya membikin para tokoh ulama tersebut tercengang. Ketika
umurnya belum mencapai belasan tahun, dia sudah menguasai pengetahuan ushuluddin dan
mendalami bidang-bidang tafsir, hadits, dan bahasa Arab. Dia sudah mengkaji Musnad Imam
Ahmad hingga sebagian kali, kesudahan Kutubu Sittah dan Mu’jam At-Thabarani Al-Kabir.
Beliau adalah orang yang keras pendiriannya dan teguh berpijak pada garis-garis yang sudah
dipastikan Allah, mengikuti segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Dia
pernah berkata: ”Jika dibenakku masih berfikir suatu masalah, sedangkan hal itu adalah
masalah yang muskil untukku, maka diri sendiri akan beristighfar seribu kali atau lebih atau
kurang. Hingga dadaku diwujudkan menjadi luas dan masalah itu terpecahkan. Hal itu diri
sendiri lakukan baik di pasar, di masjid atau di madrasah. Keseluruhan tidak menghalangiku
untuk berdzikir dan beristighfar hingga terpenuhi cita-citaku.”
Beliau juga pernah memimpin suatu pasukan untuk melawan pasukan Mongol di Syakhab,
dekat kota Damaskus, pada tahun 1299 Masehi dan dia memperoleh kemenangan yang
gemilang. Pada Februari 1313, dia juga berperang di kota Jerussalem dan memperoleh
kemenangan. Dan sesudah kariernya itu, dia tetap mengajar sebagai profesor yang ulung.
ibnu Taymiyyah amat menguasai pengetahuan rijalul hadits (perawi hadits) yang berguna
dalam menelusuri Hadits dari periwayat atau pembawanya dan Fununul hadits (macam-macam
hadits) baik yang lemah, cacat atau shahih. Dia memahami semua hadits yang termuat dalam 
Kutubus Sittah dan Al-Musnad. Dalam mengetengahkan ayat-ayat sebagai hujjah (dalil), dia
memiliki kehebatan yang luar biasa, sehingga dapat mengetengahkan kesalahan dan
kelemahan para mufassir atau berbakat tafsir. Tiap malam dia menulis tafsir, fiqh, pengetahuan
'ushul sambil mengomentari para filusuf.
Ibnu Taimiyah wafatnya di dalam penjara Qal`ah Dimasyq disaksikan oleh salah seorang
muridnya Ibnul Qayyim, ketika dia masih membaca Al-Qur'an surah Al-Qamar yang
berbunyi "Innal Muttaqina fi jannatin wanaharin"] . Dia tidak kekurangan di penjara ini
selama dua tahun tiga bulan dan sebagian hari, mengalami sakit dua puluh hari lebih. Dia
wafat pada tanggal 20 Dzulhijjah 728 H, dan dikuburkan pada waktu Ashar di samping
kuburan saudaranya, Syaikh Jamal Al-Islam Syarafuddin. Jenazahnya disalatkan di masjid
Jami` Bani Umayah sesudah salat Zhuhur dihadiri para pejabat pemerintah, ulama, tentara
serta para penduduk.
Ibnu TaimiyahBeliau banyak membahas pentingnya persaingan dalam pasar yang bebas,
peranan market supervisor. Negara harus mengimplementasikan aturan main sehingga
prosdusen, pedagang, dan para agen ekonomi lainnya dapat melakukan transaksi secara jujur
dan fair. Meski demikian, negara harus membatasi dan menghambat kepemilikan individual
yang berlebihan. Negara juga bertanggung jawab atas pemenuhan kebutuhan dasar
rakyatnya.Aspek mikro yang dikaji oleh beliau misalnya tentang beban pajak tidak langsung
yang dapat digeserkan oleh penjual kepada pembeli dalam bentuk harga beli yang lebih tinggi.
Beliau juga telah mengingatkan resiko yang dimungkinkan timbul jika menggunakan standar
logam ganda (di Barat kemudian disebut Hukum Gresham). Beliau juga membahas peranan
permintaan dan penawaran terhadap penentuan harga pada pasar kompetitif yang menjadi
dasar penentuan keuntungan yang wajar.
Pemikiran Ekonomi Ibnu Taimiyah
Kompensasi dan Harga
Dua istilah yang sering ada dalam pembahasan Ibnu Taimiyah tentang masalah harga, yaitu:
1) Kompensasi yang setara („iwad al-mitsl) diukur dan ditaksir oleh hal- hal yang setara dan
itulah esensi dari keadilan (nafs al-„adl); harga yang setara (tsaman al-mitsl). Ibnu Taimiyah
membeda- kan ada
2 (dua) jenis harga, yaitu: a) Harga yang tak adil/terlarang dengan b) harga yang
adil/disukai.12 Harga yang setara itu sebagai harga yang adil. Jadi dua kata: “adil” dan
“setara” digunakan saling mengganti.
Konsep Ibnu Taimiyah tentang kom- pensasi yang adil („iwad al-mitsl) dan harga yang adil
(tsaman al-mitsl) tidaklah sama. Kompensasi yang adil adalah penggantian sepadan yang
merupakan nilai harga yang setara dari sebuah benda menurut adat kebiasaan. Kompensasi
yang setara diukur dan ditaksir oleh hal-hal yang setara tanpa ada tambahan dan pengurangan.
Penggunaan kata kompensasi yang adil setara untuk membongkar masalah moral atau
kewajiban hukum berkaitan dengan barang-barang, dan bukan merupakan kasus nilai tukar,
tetapi sebagai kompensasi atau pelaksanaan se- buah kewajiban.14 Sedangkan harga yang adil
adalah nilai harga di mana orang-orang menjual barangnya dapat diterima secara
KHAMSAMIDA 

Anda mungkin juga menyukai