Anda di halaman 1dari 25

SEJARAH FILSAFAT ISLAM (AL-KINDI, AL-FARABI, IBNU SINA, IBNU

RUSY, DAN PEMIKIRANNYA)

Oleh
Wahyu Widiyansih, Irawan Setiawan dan Nur Hafizi

Mahasiswa Program Studi Pendidikan Agama Islam


IAI Nusantara Batang Hari

Abstract
Islamic philosophy is often also called Arabic philosophy and Muslim
philosophy, philosophy is a systematic study of life, the universe, ethics,
morality, knowledge, thoughts and political ideas carried out in the Islamic
world or Muslim civilization and related to Islamic teachings . In Islam there
are two terms that are closely related to the notion of philosophy -
philosophy (literally "philosophy") which refers to the study of philosophy,
natural science and logic, and Kalam (literally means "to speak") which
refers to the study of religious theology. Most philosophers today are not
familiar with Muslim philosophers who, borrowing the term Mulyadhi
Kertanegara, are labeled "minor philosophers". So far, the study of Islamic
philosophy has never been separated from discussing figures around al-
Kindi, al-Farabi, Ibn Sina, Ibn Rasy, and many others.

Keywords: Islamic philosophy: the history of Al-Kindi, Al-Farabi, Avicenna,


and Ibn Rusy.
Abstrak
Filsafat islam sering juga disebut filsafat arab dan filsafat muslim, filsafat
merupakan suatu kajian sistematis terhadap kehidupan, alam semesta,
etika, moralitas, pengetahuan, pemikiran, dan gagasan politik yang
dilakukan di dalam dunia islam atau peradaban umat Muslim dan
berhubungan dengan ajaran-ajaran islam. Dalam islam terdapat dua istilah
yang erat kaitannya dengan pengertian filsafat - falsafah (secara harfiah
“filsafat”) yang merujuk pada kajian filosofi, ilmu pengetahuan alam dan
logika, dan Kalam (secara harfiah berarti “berbicara”) yang merujuk pada
kajian teologi keagamaan. Sebagian besar filsuf saat ini kurang mengenal
pribadi-pribadi filsuf muslim yang meminjam istilah mulyadhi Kertanegara
mendapat label “filsuf kecil” (minor philosopher)1. Selama ini kajian filsafat
islam tak pernah lepas dari pembahasan tokoh-tokoh seputar al-Kindi, al-
Farabi, Ibnu Sina, Ibnu Rasy, dan banyak lagi lainnya.

Kata Kunci : filsafat islam: sejarah Al-Kindi, Al-Farabi, Ibnu Sina, dan Ibnu
Rusy.

1 Amroeni Drajat, Filsafat Islam Buat Yang Pengen Tahu, (Medan:Erlangga,2006) hlm.3
A. PENDAHULUAN
Dinamika pemikiran dalam dunia islam tetap berkembang sampai
sekarang. Kenyataan ini dimungkinkan terjadi berkat doktrin yang
menghargai akal setinggi mungkin sebagai salah satu sumber pengetahuan
dan kebenaran. Bahkan, Al-Quran dan hadis tidak jarang menyuarakan
urgensi penalaran, penelitian, dan pemikiran. Konstribusi para filsuf di
negeri-negeri islam terhadap perkembangan tradisi intelektual Barat,
seperti yang dapat kita lihat misalnya dalam tulisan Nicholas Rescher,
profesor filsafat di Universitas pittsburg. Rescher menampilkan nama-nama
filsuf seperti al-Kindi, Yahya ibnu Adi, Ibnu Sina, Ibnu Shalah, dan Ibnu
Assal. Dalam perkembangan selanjutnya, cakupan filsafat islam itu
diperluas kepada segala aspek ilmu-ilmu yang terdapat dalam khasanah
pemikiran keislaman, seperti ilmu kalam, ushul fiqih, dan tasawuf dan ilmu-
ilmu fikir lainnya.

B. PEMBAHASAN
1. Sejarah Lahirnya Filsafat Islam
Secara literal filsafat berasal dari kata philo artinya “cinta” dan Sophia
artinya “kebijaksanaan” dalam Bahasa Yunani kata itu memiliki pengertian
dan makna yang lebih dibandingkan “wisdom” dalam Bahasa inggris
moderen. Dalam Lisanul ‘Arab kata falsafat berakar dari kata falsafa, yang
memiliki arti al-hikmah.2
Awal mula lahir filsafat barat diperkirakan sekitar abad ke-7 SM. Ada
pula yang berpendapat bahwa filsafat baru muncul sekitar abad ke-6 SM.
Perbedaan pendapat mengenai kepastian abad kelahiran filsafat
merupakan hal wajar mengingat pada saat itu tidak ada dokumen yang
menjelaskan secara detail tentang tanggal, bulan dan tahun Thales
berfilsafat.
Filsafat mulai hadir ketika orang-orang kala itu sudah memikirkan,
memperbincangkan dan mendiskusikan tentang alam sekitarnya, dan

2
Heris Hermawan dan Yaya Sunarya, filsafat islam (Bandung: CV Insan Mandiri, 2021) hal.1

2
berupaya untuk melepaskan diri dari dogma-dogma agama yang dinilai
meningkat. Namun ada pertanyaan yang mendasar yang sering dilontarkan
tentang alasan awal mula perkembangan filsafat di Yunani. Mengapa tidak
berkembang di daerah lain? Alasan yang tepat untuk menjawab hal itu
adalah kala itu bangsa Yunani merupakan bangsa yang tidak mengenal
kasta pendeta sehingga pola kehidupan mereka menjadi lebih bebas.
Berbeda dengan daerah yang lain seperti Mesir dan Babilonia, meski pada
saat itu sekitar tahun 4000 SM telah terdapat peradaban penting pada
kedua daerah tersebut (Burhanuddin, 2018).3

2. Para Filsuf Muslim dan Pemikirannya


a. Al-Kindi (185-260 H/801-873 M)
1) Biografi
Nama lengkapnya Abu Yusuf Ya’qub Ibnu Iahaq ibnu Sabbah ibnu
Imran ibnu Ismail al-ASH’ats ibnu Qais al-Kindi adalah filsuf muslim
pertama. Kindah merupakan salah satu suku arab besar pra-islam.4
Kakeknya al-Asy’ats Ibn Qais memeluk Islam dan dianggap sebagai salah
seorang sahabat Nabi. Bersama beberapa perintis muslim, kakeknya
pindah ke Kufah dan bermukim disana secara turun temurun. Ayahnya
Ishaq Ibn al-Shabbah, diangkat menjadi gubernur Kufah pada masa
Khalifah al-Mahdi dan Harun al-Rasyid. Pada waktu itu, Kufah dan juga
Basrah merupakan dua pusat kebudayaan Islam yang sangat menonjol.
Kufah lebih semarak dengan studi-studi ‘aqliah dan di dalam lingkungan in-
telektual inilah al-Kindi lahir dan melewatkan masa kanak-kanaknya.5
Al-Kindi secara khusus dikenal sebagai Failasuf al-‘Arab (filsuf bangsa
Arab). Penamaan ini bukan hanya dalam pengertian etnisatas dasar ia
berasal dari daerah Semenanjung Arabia, tetapi juga dalam pengertian

3
Saibatul Hamdi, Mengelaborasi Sejarah Filsafat Barat Dan Sumbangsih Pemikiran Para
Tokohnya, diakses tanggal, 2 juli 2021,
http://download.garuda.kemdikbud.go.id/article.php?article=2355265&val=22697&title=
Mengelaborasi/Sejara/20Filsafat/Barat%20dan%20Sumbangsih%20Pemikiran%20Para
%20Tokohnya hal.155
4 Amroeni Drajat,Op.cit., hal 9.
5 Ris’an Rusli, Filsafat Islam Telaah Tokoh dan pemikirannya, (Jakarta:Kencana,2021)

hlm.5

3
kultural. Ia menghidangkan filsafat Yunani kepada kaum muslimin setelah
pikiran-pikiran asing itu “diislamkan”, jika tidak boleh disebut “diarahkan”.
Di masa kecilnya, sebagaimana anak-anak muslim lainya, al-Kindi
belajar membaca dan menghafal Al-Quran, di samping mempelajari tata
Bahasa arab, kesusasteraan dan ilmu hitung yang merupakan kurikulum
dalam Pendidikan anak-anak muslim kala itu. Setelah dewasa, al-Kindi
tampaknya tertarik kepada ilmu pengetahuan dan filsafat yang kepada
keduanya ia mengabadikan seluruh sisa hidupnya, terutama setelah ia
pindah ke Baghdad. Di sana ia mulai mengadakan hubungan yang ekstensif
dengan sarjana-sarjana non-Muslim yang semasa dengannya, bahkan
tanpa segan ia mendanai usaha penerjemahan karya-karya Yunani ke
dalam Bahasa arab.
2) Karya-karyanya.
Al-Kindi merupakan filsuf yang produktif, dan penulis yang ensiklopedis
dalam filsafat dan ilmu pengetahuan. Akan tetapi jumlah karangan al-Kindi
tidak dapat diketahui dengan pasti karena sebagian besar karyanya telah
hilang. Ibn al-Nadim memperkirakan jumlah karangan al-kindi tidak kurang
dari 242 buah (kebanyakan berupa surat-surat pendek) dan terbagi kepad
17 kelompok, yaitu filsafat, logika, ilmu hitung, musik, astronomi, geometri,
medis, astrologi, dialektika, psikologi, politik, meteorologi, dimensi, benda-
benda pertama, spesies logam tertentu, kimia dan lain-lain.6
3) Pemikirannya
a) Hubungan Antara Falsafat dan Agama
Hubungan antara falsafat dan agama merupakan suatu masalah yang
ramai diperdebatkan sejak zaman al-Kindi. Para ahli agama pada umumnya
menolak keabsahan (kesakhihan) filsafat karena diantara pemikiran
filosofis jelas ada yang menunjukkan pertentangan dengan ajaran agama
yang di pahami saat itu.
Menurut al-Kindi, falsafah adalah “ilmu tentang hakikat segala sesuatu
yang dipelajari orang menurut kadar kemampuannya”. Bagian yang paling
penting dan tinggi martabatnya adalah ilmu ketuhanan (al-Rububiyah) yang

6 Ibid., hal. 6-9

4
disebut al-Kindi sebagai al-Falsafat al-Ula (falsafat pertama). Penyebabnya
karena filsafat pertama atau metafisika adalah “ilmu yang membahas
tentang Realitas Pertama yang merupakan sebab bagi segala realitas. Dari
itu al-Kindi menegaskan bahwa mempelajari “falsafat pertama” ini akan
membuat seseorang semakin lebih sempurna, karena pengetahuan
seseorang tentang “sebab” jauh lebih mulia dari pada pengetahuan tentang
“akibat”
Demikian pendirian al-KIndi tentang arti dan maksud falsafat,
khususnya tentang falsafat pertama. Antara falsafat dan agama tidak
mungkin timbul pertentangan sebab masing-masing keduanya
mengandung dalam dirinya kebenaran yang menyakinkan.7
Menurut Al-Kindi, keselarasan agama dengan filsafat di dasarkan pada
tiga alasan, yaitu agama merupakan bagian filsafat, kebenaran wahyu yang
diturunkan kepada nabi dan kebenaran filsafat saling bersesuaian, dan
menuntut ilmu, secara logika, dianjurkan oleh agama. Dengan demikian
orang yang menolak filsafat sama dengan menolak kebenaran, dan yang
menolak kebenaran sama dengan kekafiran. Al-Kindi mengibaratkan orang
yang menolak kebenaran dengan orang yang memperdagangkan agama
dan sekaligus tidak lagi beragama, sehingga berhak disebut kafir8.
b) Falsafat al-Nafs
Demikian pemikiran al-Kindi menegaskan tentang al-Nafs (jiwa), adalah
“substansi tunggal (jauhar basith) yang berciri ilahi rohani, tidak
Panjang,dan tidak lebar. Substansinya terpancar dari Tuhan, persis
sebagaimana sinar matahari. Dan maksud dari penjelasan diatas ialah jiwa
bersifat kekal dan akan tinggal selama-lamanya di alam tinggi mulia.
Karenanya ia berbeda dari badan dan mempunyai wujud sendiri. Argument
yang dimajukan al-kindi adalah bahwa badan mempunya hawa nafsu dan
sifat pemarah, sedangkan jiwa menentang keduanya.9

b. Al-Farabi (285-339 H/870-950)

7 Ibid; hal 10-11.


8 Hasan Bakti Nasution, Filsafat Umum, (Jakarta: Gaya Media Pratama,2001) hlm.116
9 Ris’an Rusli,Op.cit., hal.14

5
1) Biografinya
Nama lengkap ialah Abu Nasr Muhammad bin Muhammad bin
Tharkhan bin Auzalagh Al- Farabi, lahir di Farab, provinsi Transoxiana,
Turkestan, tahun 257 H/870 M.10 Dari seorang ayah Persia dan ibu Turki.
Karena itu, berbeda dengan Al-Kindi, Al-farabi bukan keturunan Arab,
melainkan campuran Persia-Turki. Beliau dikenal juga dengan nama abu
Nasher, atau Avempes dalam literatur Barat.
Sebagai anak pejabat, Al-Farabi memperoleh didikan ber-bagai disiplin
ilmu, yaitu bahasa, sastera, logika, filsafat kepada guru-guru terkenal,
seperti Abu Bakar al-Saraj, Bisyh Mattius bin Yunus, Yuhana Ibn Hailam.
Dan lain-lain. Awal karirnya bermula ia berkenalan dengan sultan dinasti
Hamadan di Aleppo, yaitu Sayfud Daulah al-Hamdani. perkenalan ini
membawanya sebagai ulama istana.11

2) Karya-karyanya
Beliau adalah filsuf besar muslim yang banyak menyusun karya filsafat,
bahkan memadukan beberapa kejanggalan-kejanggalan, terutama antara
Plato dan Aristoteles. Pemikiran ini di tulis dalam buku Al-Jam’u Bayna
Ra’yay al-Hakimayn; Aflaton wa Aristo, Ulasannya yang mendalam
terhadap karya Artitoles menyebabkan dia digelar sebagai Aristoteles
kedua (Aristo al-tsaniy). Selain karya diatas, karya penting lainnya ialah :

a) Ara’u Ahl Madinah al-Fadhilah, berisikan kajian politik, terutama tentang


konsep negara ideal;

b) Maqalat fi Ma’ani al-‘Aql,berisi ulasan tentang akal;

c) Al-ibanah ‘An Ghardhi Aristo fi Kitabi Ma Ba;da al-Thabi’ah, berisikan


ulasan mengenai metafisika Aristoteles. Konon karya ini sangat
membantu Ibn Sina didalam memahami konsep metafisika Aristoteles;

d) Al-Masa’il al-Falsafiyah wa Ajiwibah ‘Anha, berisikan kajian tenteng


problematika filsafat serta solusinya;

10 Khudori Soleh, Filsafat Islam dari klasik hingga kontemporer, (Yogyakarta:Ar-Ruzz


Media,2016) hal.91
11 Hasan Bakti Nasution, Op.cit., hal118

6
e) Dan lain-lain.

3) Pemikirannya
Seperti dijelaskan di atas, pemikiran Al-Farabi mencakup beberapa
aspek, namun dibatasi pada tiga masalah utama, sebagai berikut:
a) Kesatuan Filsafat.
Menurut Al-Farabi, pemikiran para filsuf Yunani (Khusus-nya Plato dan
Aristoteles), pada hakikatnya merupakan suatu kesatuan yang sistematik,
sehingga tidak terdapat pertetangan di antara kedua toko tersebut.
Pemikiran ini dituangkan dalam karyanya Al-Jam’u Bayna Ra’yay al-
Hakimayn: Aulton wa Aristo. (pemaduan di antara dua filsuf Yunani, yaitu
Plato dan Aristoteles).
b) Ketuhanan
Membicarakan ketuhanan, Al-Farabi mengatakan: “Allah adalah wujud
yang tidak mempunyai hole (matter,benda) dan tidak mempunyai form
(shurah,bentuk), yang sifatnya asali; dan tanpa permulaan serta selalu riada
akhir. Untuk membuktikan kesempurnaan wujud Tuhan, al-Farabi membagi
wujud kepada dua tingkatan yaitu:
(1) Wujud yang ada atau mungkin ada karena/ disebabkan yang lainnya
(al-wujudu bighairihi) seperti cahaya matahari ada karena ada
matahari atau manusia karena ada yang mencinpatakan, jadi
keberadaanya ditentukan yang lain.

(2) Wujud yang mengada dengan sendirinya (al-wujudu binafsihi) yaitu


wujud yang tabiatnya menghendaki wujud-nya bahkan ia
menyebabkan adanya wujud lain. Wujud inilah yang paling sempurna,
yang disebut Al-Farabi sebagai Tuhan.12

c) Peciptaan Alam (Emanasi)


Emanasi adalah salah satu pemikiran penting Al-farabi berkaitan
dengan realitas wujud (ontology). Teori ini berusaha memecahkan
masalah-masalah yang dilontarkan plato (427-347 sm) dan artitoles (384-
322 SM), yakni hubungan antara Tuhan yang gaib dengan alam yang

12 Ibid., Hal 118-120

7
empiris, antara substansi dan aksidensi atau yang tetap dan yang berubah,
antara yang esa dan yang banyak. Menurut al-Farabi, seluruh realitas yang
ada ini, spiritual maupupun material, atau sinar keluar dari matahari atau
panas muncul dari api. Pancaran atau emanasi ini memunculkan wujud-
wujud secara berurutan dan berjenjang. Maksudnya, wujud-wujud yang
muncul tersebut tidak berada pada derajat yang sama melainkan
bertingkat-tingkat secara hieraki. Dimana wujud yang keluar lebih dahulu
dan dekat dengan sebab pertama dianggap lebih mulia dibandingkan
wujud-wujud lain yang baru muncul kemudian, dan begitu seterusnya;
semakin jauh dari sebab pertama berarti semakin rendah nilai dan
posisinya.13
Akan tetapi, menurut Al-Farabi, emanasi tersebut memang begitulah
adanya tanpa ada tujuan-tujuan pribadi dari tuhan, seperti demi
kehormatan, kenikmatan, atau kesempurnaa, karena Tuhan adalah
Mahasegalanya atas dirinya sendiri. Ia tidak butuh yang lain. Dan dalam
pandangan Al-Farabi, setiap linkungan langit berarti mempunyai intelek dan
ruh yang merupakan sumber gerak. Ruh adalah penggerak lingkungan dan
intelek adalah pemberi kekuatan gerak pada ruh. Ruh bergerak kepada
kesempurnaan sesuai dengan kehendak intelek.karena itu, hastrat ruh
adalah sumber abadi dan perputaran intelek adalah juga hastrat abadi. 14

c. Ibn Sina (370-428 H/980-1037 M)

1) Biografinya
Nama lengkapnya Abu Ali Al-Husein Ibn Abdllah Ibn Hasan Ibn Ali,
dengan sebutan Ibn Sina lahir pada tahun 980 H/1037 M,Ia adalah filsuf
Muslim ternama dengan penguasaan filsafat Aristoteles dan Neo-Platonis
yang sangan memumpuni.15 Ibn Sina merupakan filsuf besar yang digelar
sebagai “Mahaguru” (syaikh al-rais). Kadang disebut juga dengan
Aristoteles Baru. Yang pasti, Ibn Sina merupakan tokoh terpenting dari
aliran peripatetik Islam.

13 Khudori Soleh, Op.cit., hal. 97-98


14 Ibid., hal 99-101.
15 Amroeni Drajat, Op.cit., hal. 46

8
Filsuf ini lahir di desa Afsyanah, dekat Bukhara Persia Utara tahun 370
H/ 980 M dan wafat di Hamazan 57 tahun kemudian, yaitu tahun 428 H/
1037 M. Sejak kecil Ibn Sina menampakkan kecerdasan yang luar biasa.
Usia 10 tahun misalnya, sudah hafal al-Quran, usia 16 tahun sudah
menguasai berbagai disiplin ilmu, dan pada usia 18 tahun sudah menjadi
guru. Kepopulerannya terutama dalam bidang kedokteran dengan karyanya
yang berjudul Qanun fi al-Thibb yang kemudia diterjemahkan dalam bahasa
Latin dengan judul Qanon of medicine. Keahliannya ini terbukti dengan
keberhasilannya menyembuhkan Syams al-Daulah dati dinasti Buwaihi
(1015-1022) dan Nuh Ibn Mansur, pengusaha Bukhara, pada tahun 387
H.16

2) Karya-karyanya
Selain bidang kedokteran dengan buku Qanun fi al-Tahibb di atas, Ibn
Sina juga ahli dalam bidang fisika, metafisika, logika, dan astronomi. Karya-
karya terpenting di antaranya:

a) Al-Syifa, berisikan kajian logika, matematika dan filsafat, terdiri dari 18


jilid. Diringkas dengan nama Al-Najah (penyelamat);

b) Al-Isyarat wa al- Tanbihat, berisikan kajian logika, filsafat dan tasawuf;

c) Dan lain-lain.

3) Pemikirannya
Dari sekian pemikiran Ibn Sina, kajian dibatasi pada tiga bidang,
sebagai berikut:

a) Penciptaan alam
Kajian tentang penciptaan alam masih merupakan bagian dari
pemikiran Ibn Sina, sebagai kelanjutan dari pemikiran Al-Farabi, seperti
tertuang dalam teori emanasi Al-Farabi. Sebagai kelanjutan, maka
pemikirannya merupakan penyempurnaan dari pemikran sebelumnya.
Kesempur-naan terletak pada adanya jiwadari setiap benda-benda akal.

16 Hasan Bakti Nasution, Op.cit., hal.134

9
Hal ini tekait dengan pemikiran tentang jiwa yang mendapat tempat yang
strategis dalam sistem pemikiran Ibn Sina.17
Secara umum terdapat persamaan diantara teori emanasi Al-Farabi
dan Ibn Sina. Perbedaannya hanya terletak pada obyek pemikiran akal. Al-
Farabi hanya satu obyek, yaitu Tuhan (dan akal-akal di atasnya),
sedangkan Ibn Sina menetapkan dua obyek pemikiran akal, yaitu dirinya
sebagai wajibal wujud lighairihi ( SWWLG) yang melahirkan benda= benda
akal, dan dirinya sebagai wajhibal wujud lizatihi (SWWLZ) yang melahirkan
jiwa-jiwa planet.
b) Jiwa
Pemikiran Ibn Sina paling intens ialah mengenai jiwa, yang diartikannya
sebagai “kesempurnaan awal bagi jisim yang organik”. Selanjutnya Ibn Sina
membagi daya-daya jiwa kepada tiga tingkatan, sebagai berikut:
(1) Daya jiwa nabati (tumbuh-tumbuhan) yang mem-punyai daya: makan
(al-ghaziyah), daya menu-mbuhkan (al-munammiyah) dan daya
mengembang biak (al-muwallidah);

(2) Daya jiwa hewani, yaitu selain daya nabati di atas juga memiliki dua
daya lagi, yaitu:
(a) Daya pendorong untuk memperoleh (al-muharrikah), baik baik dalam
bentuk kelezatan (syahwaniyah) maupun untuk mempertahankan diri
(ghadabiyah);

(b) Daya mengetahui (al-mudrikah), yaitu daya yang mampu menagkap


informasi dari luar diri manusia (al-mudrikah minal kharij), dan dari
dalam diri manusia (al-mudrikah minad dakhil).

(3) Daya jiwa insani, yaitu selain semua daya yang terdahulu, juga
mempunyai daya berfikir (an-nafs an-nathiqah), baik dalam bentuk
praktis (al-amilah), maupun teoritis (al-alimah). Daya teoritis ini
kemudian terbagi kepada akal material, akal yang terlatih, akal aktual
dan akal mustafad.

17 Ibid; Hal.135

10
(c) Akal
Kelanjutan dari kajian jiwa diatas ialah kajian mengenai akal. Pemikiran
Ibn Sina tentang akal dapat dilihat pada skema berikut.

SKEMA AKAL MENURUT IBN SINA

Akal Manusia
(the human intellect) Fikiran aktif
(the Active intellect)

2. Akal Dasar
(Potensial intellect)

3. Akal Pengetahuan
(intellect in habit)

4. Akal Tulen
(Actual intellect)

5. Akal daya upaya


(Discursive intellect
Or Acquired Inrellect)

1. Akal daya upaya sederhana


(Akal aktif, akal kenabian)

Dari gambar ini dapat di ketahui bahwa akal menurut Ibn Sina memiliki
tingkatan sesuai dengan obyek pemikirannya, pertama, akal dasar sebagai
potensi yang selalu siap berpikir. Kedua, akal pengetahuan yaitu akal
potensial yang teraktual ketika menghadapi obyek pemikiran. Ketiga, akal
tulen, yaitu ketika senantiasa teraktual dalam kehidupan. Keempat, akal
daya upaya, baik yang dimiliki manusia maupun nabi. Akal ini berfungsi di
dalam menghadapi obyek pemikiran yang non material (metafisik).18

d. Ibn Rusyd (520-595 H/1198 M)


1) Biografinya

18 Ibid., Hal. 137-135

11
Nama lengkapnya ialah Abu Al-walid Muhammad Ibn Ahmad Ibn
Ahmad ibn Rusyd, lahir di kota Kordoba, Andalus (spanyol sekarang), tahun
1126 M, dari keluarga bagsawan dan terpelajar. Ibn Rusyd sendiri dikenal
sebagai orang yang mempunyai minat besar pada keilmuan. 19 Di Barat ia
dikenal dengan nama Averroes. Kecuali ahli dalam bidang filsafat beliau
juga ahli bidang hukum islam. Hal ini dapat dicermati pada bukunya Bidayat
Al-Mujtahis. Sedang keahlian dalam filsafat tidak diragukan lagi, terutama
ulasannya yang akurat terhadap karya Aristoteles, sehingga Dante (1265-
1321 M) dalam bukunya Devina commendia (Komedi Ketuhanan) memberi
gelar sebagai Commentator (Pengulas Aristoteles ) dan digelar pula
sebagai “Penyelamat Filsafat di Barat” dengan upaya defenisinya terhadap
serangan al-Ghazali, dengan karyanya yang berjudul Tahafut al-Tahafut.
2) Karya-karyanya
Uraian diatas menampilkan informasi sekilas karya-karya Ibn Rusyd.
Karya beliau yang lain mencakup:
a) Tahafut al-Tahafut (kehancuran orang yang menghancurkan). Karya ini
berisi pembelaan terhadap filsafat yang diserang oleh imam Ghazali.
b) Bidayat al-mujtahid = Buku ini berisikan kajian fiqh perban-dingan.
c) Dan lain-lain.
3) Pemikirannya.
Ibn Rusyd merupakan filsuf penting yang pemikirannya mencakup
aneka aspek. Namun dalam uraian ini dibatasi pada dua masalah, yaitu
hubungan agama dan filsafat dan pembahasan causalitas (sebab akibat).
Kemudian dilanjutkan dengan pembelaanya terhadap filsafat dalam bentuk
serangan balik terhadap Imam Ghazali.
a) Hubungan Agama dengan filsafat
Filsafat telah mengalami kehancuran total dengan serangan al-Ghazali
melalui tulisannya Tahafut al-falasifah dan para loyalisnya, maka di belahan
Barat semangat kefilsafatan tumbuh berkat ulasan-ulasan Ibn Rusyd agar
malapetaka ini dapat dihindari, maka sumber malapetaka ini harus

19 Khudori Soleh, Op.cit., hal .122

12
dipadamkan, dan untuk itu Ibn Rusyd menulis buku Thafut al-tahafut
(kehancuran para penentang filsafat). Buku Tahafut al-falasifah tersebut
menurut Ibn Rusyd, bukanlah analisa filsafat melainkan analisa sufistis.
Karena hanya merupakan analisa sufistis yang tidak terlepas dari perasaan,
maka menurutnya, buku ini adalah gambaran dari masanya, bukan cetusan
dari pemikirannya yang sesungguhnya.
Di dalam membicarakan hubungan agama dengan filsafat, dalam
karyanya Fashl al-Maqal, Ibn Rusyd mengatakan bahwa syari’at tidak
bertentangan dengan filsafat, bahkan syari’at mengajak manusia untuk
mengadakan kajian kefilsafatan, seperti yang terdapat dalam berbagai nash
Al-Qur’an, maka peran agama dalam hal ini hanya meluruskan.
(1) Kausalitas
Konsep kausalitas membicarakan adanya sebeb akibat pada setiap
kejadian yang ada dalam alam ini. Problem yang menarik perhatian para
filsuf ialah.
(a) Apakah sebab yang menjadikan itu langsung dari Tuhan atau hanya
sebahagian saja?
(b) Ataukah Tuhan hanya sebagai sebab universal, sehingga terdapat
sebab lain di antara Tuhan dengan suatu peristiwa (sebab perantara/
menengah).
Di dalam menghadapi dua kemungkinan di atas Ibn Rusyd mengajukan
pemikiran yang relatif sama dengan aliran Muktazilah, yaitu pada prinsip
“tuhan tidak menciptakan akibat (accident) melainkan hanya menciptakan
sebab (substansi). Karena itu, terjadinya suatu peristiwa (akibat) tidak
langsung dari tuhan, melainkan melalui “Intermidiate Cause”, yaitu
substansi. Hal ini di dasarkan pada prinsip bahwa ketika Tuhan
menciptakan sesuatu sekaligus telah memberikannya kemampuan untuk
berbuat (melahirkan peristiwa), sesuai dengan konsep determinisme.20

20 Hasan Bakti Nasution, Op.cit., hal.149-151

13
C. KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan yang tertulis diatas, maka dapat
disimpulkan sebagai berikut:
filsafat Islam (Islamic philosophy) merupakan suatu kajian sistematis
terhadap kehidupan, alam semesta, etika, moralitas, pengetahuan,
pemikiran, dan gagasan politik yang dilakukan dalam peradaban umat
Muslim, yang berhubungan dengan ajaran-ajaran Islam.
Al-Kindi adalah filosof muslim pertama yang mengkonstruksi
pemikiran filsafat Islam secara sistematis dan jelas. Pemikiran filosofis Al-
Kindi merupakan cerminan doktrin-doktrin yang ia terima dari sumber-
sumber klasik Yunani dan warisan pemikiran Neo-Platonis (sebutan yang
diberikan untuk hasil pemikiran Plotinus, orang filosof abad pertengahan)
yang dipadukan dengan keyakinan Islam.
Al-Farabi adalah filososf muslim yang meletakkan dasar-dasar filsafat
Islam secara sistematis dan rinci untuk memudahkan pemahaman bagi
orang orang setelahnya, pemikiran filsafatnya dipengaruhi oleh pemikiran
filsafat Yunani. Menurutnya alam ini terjadi dari sebab wujud pertama
(Allah) yang melimpah secara bertingkat dan disebut emanasi, sedangkan
untuk memperoleh kebenaran para filosof memperolehnya dengan
menggunakan kekuatan akal sedangkan para Nabi memperolehnya melalui
wahyu yang dituangkan kepada manusia pilihan-Nya.
Ibnu Sina sosok filosof muslim terkemuka, karena corak berfikir
filosofisnya banyak diilhami cara berfikir filsafat Plato daan Aritoteles.
Namun demikian, ia tidak meninggalkan jati dirinya sebagai seorang filosof
muslim. Ia telah berhasil menampilkan pemikiran filosofis dengan coraknya
tersendiri yang belum pernah ada dalam wacana pemikiran para filosof
Yunani sebelumnya.menjelaskan bahwa filsafat dan agama (Islam)
memiliki keterkaitan yang erat yang saling berselaras sebagai bagian dari
Ilmu pengetahuan.
Ibnu Rusyd integrasi antara agama dan filsafat dalam pandangan.
Dalam peradaban klasik telah terjadi perdebatan dan pergulatan panjang
yang disebabkan oleh perbedaan pendapat antara filsuf dan ahli hukum.

14
Satu pihak filosof mendasarkan pemikirannya pada pemikiran akal,
sedangkan pihak lain berargumen berdasarkan wahyu. Ibnu Rusyd,
seorang filosof muslim yang sangat menyukai ilmu pengetahuan, berusaha
memadukan filsafat dan agama. Ibnu Rusyd mengatakan bahwa Filsafat
dan Agama saling berkaitan dan memiliki tujuan yang sama, yaitu mencari
kebenaran. Filsafat adalah produk pikiran manusia dan Agama didasarkan
pada wahyu Tuhan. Secara epistemologis, metode yang ditempuh Ibnu
Rusyd dalam rangka menyatukan agama dengan filsafat, yaitu dengan cara
Ta'wil dan Qiyas.

D. DAFTAR PUSTAKA

Amroeni Drajat. Filsafat Islam Buat Yang Pengen Tahu. Medan: Erlangga.
2006.

Ris’an Rusli. Filsafat Islam Telaah Tokoh dan pemikirannya. Jakarta:


Kencana. 2021.

Hasan Bakti Nasution. Filsafat Umum. Jakarta: Gaya Media pratama. 2001.

Khudori Soleh. Filsafat Islam dari klasik hingga kontemporer. Yogyakarta:


Ar-Ruzz Media. 2016.

Heris Hermawan dan Yaya Sunarya, filsafat islam. Bandung: CV Insan


Mandiri, 2021.

Saibatul Hamdi, Mengelaborasi Sejarah Filsafat Barat Dan Sumbangsih


Pemikiran Para Tokohnya. diakses tanggal 2 juli 2021
http://download.garuda.kemdikbud.go.id/article.php?article=235526
5&val=22697&title=Mengelaborasi/Sejara/20Filsafat/Barat%20dan
%20Sumbangsih%20Pemikiran%20Para%20Tokohnya

15
LEMBARAN REFERENSI

16
17
18
19
20
21
22
23
24
25

Anda mungkin juga menyukai