Anda di halaman 1dari 14

TOKOH-TOKOH DAN PEMIKIRAN FILSAFAT ISLAM

Makalah diajukan sebagai Tugas Mata Kuliah Filsafat Pendidikan Islam

Dosen Pengampu :
Andri Ardiansyah, M. Pd.

Disusun oleh:
Syabila Putri Alamsyah 191105010331
Wynda Widiyantie 191105010275

UNIVERSITAS IBN KHALDUN BOGOR


FAKULTAS AGAMA ISLAM
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
2021 M / 1443 H
KATA PENGANTAR

        Alhamdulillah Penulis panjatkan puji syukur dengan berkat rahmat Allah SWT, yang
telah memudahkan Penulis dalam menyelesaikan tugas makalah ini dengan baik. Shalawat dan
salam semoga dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, Rasulullah terakhir yang diutus
dengan membawa syari’ah yang mudah, penuh rahmat, dan membawa keselamatan dalam
kehidupan dunia dan akhirat.
Makalah “ TOKOH-TOKOH DAN PEMIKIRAN DALAM FILSAFAT ISLAM ”
ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Pendidikan Islam. Penulis  telah
berusaha semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan yang ada agar makalah ini dapat
tersusun sesuai harapan. Sesuai dengan fitrahnya, manusia diciptakan Allah sebagai makhluk
yang tak luput dari kesalahan dan kekhilafan, maka dalam makalah yang penulis susun ini belum
mencapai tahap kesempurnaan.
Terakhir penulis mengucapkan Jazakumullah akhsanal jaza. Mudah-mudahan makalah
ini dapat memberikan manfaat untuk kita semua dalam kehidupan sehari-hari. Adapun kritik dan
saran sangat penulis harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Bogor, 24 Mei 2022

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Filsafat islam merupakan filsafat yang seluruh cendikiawannya adalah muslim. Ada
sejumlah perbedaan besar antara filsafat islam dengan filsafat lain. Pertama, meski
semula filsuf-filsuf muslim klasik menggali kembali karya filsafat yunani terutama
aristoteles, dan plotinus, namun kemudian menyesuaikannya dengan ajaran agama islam.
Kedua, islam adalah agama tauhid. Maka, bila dalam filsafat lain masih mencari tuhan,
dalam filsafat islam justru tuhan sudah ditemukan. Dalam arti bukan berarti sudah usang.
filsuf islam lebih memusatkan perhatiannya kepada manusia, dan alam, karena
sebagaimana diketahui, pembahasan tuhan hanya akan menjadi sebuah pembahasan yang
tak pernah ada finalnya. Namun ilmu filsafat mendapat krtikan dan tantangan dari
kalangan ulama-ulama agama (islam) timbul sikap menolak terhadap keseluruhan filsafat
karena alasan-alasan yang dihubungkan dengan agama. Ini dapat dilihat pada sistem
pendidikan di al-azhar mesir yang dilarang secara keras ilmu filsafat, akan tetapi pada sisi
lain jauh pada masa dinasti abbasiyah memerintahkan muslim untuk mempelajari filsafat
untuk dapat berargumentasi dengan non muslim menggunakan logika atas perdebatan al-
qur’an maupun hadits nabi.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Siapa nama tokoh filsafat islam dan karya-karyanya ?
2. Apa pandangan para filsuf muslim tentang filsafat ?
3. Siapakah Filsuf Muslim yang Paling berpengaruh di Dunia Filsafat ?

C. TUJUAN MASALAH
1. Dapat mengetahui siapa saja tokoh filsafat islam dan karyanya
2. Dapat memahami tentang filsafat para pandangan filsuf muslim
3. Dapat mengetahui filsuf muslim yang berpengaruh
BAB II
PEMBAHASAN

A. TOKOH-TOKOH FILSAFAT DALAM ISLAM


1. BIOGRAFI AL-KINDI
Al kindi, yang memiliki nama lengkap Abu Yusuf Ya’qub Ibn Ishaq Ibn Sabbah
Ibn Imran ibn Isma’il al-Ash’ats bin Qais al-Kindi ( 185/801-206/873) adalah
filsuf muslim pertama. Nama al-kindi dinisbatkan pada salah satu suku besar Arab
pra-Islam, yakni Kindah. Kakeknya, al-Ash’ats bin Qais, adalah seorang muslim
dan bahkan dianggap sebagai sahabat nabi, sementara ayahnya, Ishaq as-Sabbah,
adalah Emir Kufah ketika Daulah Abbasiyah diperintah oleh mahdi. Tidak ada
informasi yang pasti mengenai kapan al-Kindi dilahirkan. Para ahli
memperkirakan bahwa ia lahir pada 185 H/801 M, sekitar satu dasawarsa sebelum
khalifah Harun Rasyid meninggal. Al-kindi lahir pada puncak kemajuan
intelektual dan sosial politik Bani Abbasiyah. Pada masa itu, buku-buku ilmu
pengetahuan sangat mudah didapat dan Bait al-Hikmah berperan sebagai pusat
kegiatan penerjemahan. Antusiasme pemerintah terhadap kegiatan penerjamahan
tercermin dari besarnya imbalan yang diberikan untuk sebuah karya terjemahan,
yakni dengan emas seberat buku itu.

PEMIKIRAN FILSAFAT AL-KINDI


Al-Kindi juga dikenal sebagai filosof islam pertama. Atas jasa-jasanya, ia berhasil
menyatukan pemikiran islam dan filsafat yunani yang sangat mengandalkan
logika. Bahkan untuk mewujudkan impiannya itu, ia membangun sebuah institusi
(lembaga) yang bergerak di bidang perpaduan pemikiran yunani dan peradaban
arab. Memang terjadi pertentangan antara filsafat yunani dan agama-agama di
Arab (Timur Tengah). Semua diawali dari penerjemahan buku-buku filsafat
yunani ke dalam bahasa Arab dilakukan oleh orang Nasrani Suryani pada masa
Khalifah al-Rasyid dan al-Ma’mun. Padahal waktu itu pemikiran Yunani sebagai
“Musuh” yang harus dilawan. Al-Kindi tampil untuk mendamaikan semua itu.
a) TALFIQ
Al-Kindi berusaha memadukan (Talfiq) antara agama dan filsafat.
Menurutnya filsafat adalah pengetahuan yang benar (knowledge of truth).
Al-Qur’an yang membawa argumen-argumen yang lebih menyakinkan
dan benar tidak mungkin bertentangan dengan kebenaran yang dihasilkan
oleh filsafat. Karena itu mempelajari filsafat dan berfilsafat tidak dilarang
bahkan teologi bagian dari filsafat, sedangkan umat islam diwajibkan
mempelajari teologi. Bertemunya agama dan filsafat dalam kebenaran dan
kebaikan sekaligus menjadi tujuan dari keduanya. Agama disamping
wahyu mempergunakan akal, dan filsafat juga mempergunakan akal. Yang
benar pertama bagi al-Kindi ialah Tuhan. Filsafat dengan demikian
membahas tentang tuhan dan agama ini pulalah dasarnya. Filsafat yang
paling tinggi ialah filsafat tentang Tuhan.
Dengan demikian, orang yang menolak filsafat maka orang itu
menurut al-Kindi telah mengingkari kebenaran, kendatipun ia
menganggap dirinya paling benar. Disamping itu karena pengetahuan
tentang kebenaran termasuk pengetahuan tentang tuhan, tentang ke-Esaan-
Nya, tentang apa yang baik dan berguna, dan juga sebagai alat untuk
berpegang teguh kepadanya dan untuk menghindari hal-hal sebaliknya.
Kita harus menyambut dengan gembira kebenaran dari manapun
datangnya sebab, “ tidak ada yang lebih berharga bagi para pencari
kebenaran daripada kebenaran itu sendiri”. Karena itu tidak wajar
merendahkan dan meremehkan orang yang mengatakan dan
mengajarkannya. Tidak ada seorang pun akan rendah dengan sebab
kebenaran, sebaliknya semua orang akan menjadi mulia karena kebenaran.
Jika diibaratkan maka orang yang mengingkari kebenaran tersebut tidak
beda dengan orang yang memperdagangkan agama, dan pada hakikatnya
orang itu tidak lagi beragama.
Pengingkaran terhadap hasil-hasil filsafat karena adanya hal-hal
yang bertentangan dengan apa yang menurut mereka telah mutlak
digariskan al-Qur’an. Hal semacam ini menurut al-Kindi, tidak dijadikan
alasan untuk menolak filsafat, karena hal itu dapat dilakukan ta’wil.
Namun demikian, tidak bisa dipungkiri perbedaan antara keduanya, yaitu :
1) Filsafat termasuk humaniora yang dapat dicapai filosof dengan berpikir,
belajar, sedangkan agama adalah ilmu ketuhanan yang menempati tingkat
tertinggi karena diperoleh tanpa melalui proses belajar, dan hanya diterima
secara langsung oleh para Rasul dalam bentuk wahyu.
2) Jawaban filsafat menunjukkan ketidakpastian (semu) dan memerlukan
berpikir atau perenungan. Sedangkan agama lewat dalil-dalilnya dibawa
Al-Qur’an memberi jawaban secara pasti dan menyakinkan dengan
mutlak.
3) Filsafat mempergunakan metode logika, sedangkan agama
mendekatinya dengan keimanan.
Walaupun Al-Kindi termasuk pengikut rasionalisme dalam arti umum,
tetapi ia tidak mendewa-dewakan akal.
b) JIWA
Tentang jiwa, menurut al-Kindi, tidak tersusun, mempunyai arti penting,
sempurna dan mulia. Subtansi ruh berasal dari subtansi Tuhan. Hubungan
ruh dengan tuhan sama dengan hubungan cahaya dengan matahari. Selain
itu jiwa bersifat spiritual, ilahiyah, terpisah dan berbeda dari tubuh.
Sedangkan jisim mempunyai sifat hawa nafsu dan pemarah. Antara jiwa
dan jisim, kendatipun berbeda tetapi saling berhubungan dan saling
memberi bimbingan. Argumen yang diajukan al-Kindi tentang perlainan
ruh dari badan ialah ruh menentang keinginan hawa nafsu dan pemarah.
Sudah jelas bahwa yang melarang tidak sama dengan yang dilarang.
Dengan pendapat al-Kindi tersebut, ia lebih dekat kepada
pemikiran Plato ketimbang penadapat Aristoteles. Aristoteles
menagatakan bahwa jiwa adalah baharu, karena jiwa adalah bentuk bagi
badan. Bentuk tidak bisa tinggal tanpa materi, keduanya membentuk
kesatuan insensial, dan kemusnahan badan membawa kepada kemusnahan
jiwa. Sedangkan plato berpendapatbahwa kesatuan antara jiwa dan badan
adalah kesatuan accidental dan temporer. Binasanya badan tidak
mengakibatkan lenyapnya jiwa. Namun al-Kindi tidak menyetujui Plato
yang mengatakan bahwa jiwa berasal dari ide. Al-Kindi berpendapat
bahwa jiwa mempunyai tiga daya, yakni : daya bernafsu, daya pemarah,
dan daya berpikir. Kendatipun bagi al-Kindi jiwa adalah qadim, namun
keqadimannya berbeda dengan qadimnya tuhan, qadimnya jiwa karena
diqadimkan oleh tuhan.

KARYA- KARYA AL-KINDI


Al-kindi dikenal juga sebagai penulis buku yang aktif. Diperkirakan karya buku
yang telah ditulisnya tidak kurang dari 270 buah yang membahas berbagai bidang
keilmuan dan persoalan umat. Berikut ini beberapa karya al-Kindi yang terkenal :
a. Kitab al-Kindi ilaa al-Mu’tashim Billah fi al-Falsafah al-Ula ( buku ini
membahas tentang kajian filsafat pertama )
b. Kitab al-Falsafah al-Dakhilat wa al-Masa’il al-Manthiqiyyah wa al-Muqtashah
wa ma Fawqa al-Thabi’iyyah ( membahas kajian filsafat dan berbagai masalah
yang berhubungan dengan logika, muskil, dan metafisika)
c. Risalah al-Hikmiyah fi Asrar al-Ruhaniyyah ( membahas berbagai rahasia
spritual dengan bahasa filosofis )
d. Risalah fi Annahu al-Jawahir la Ajsam ( mengkaji tentang subtansi-subtansi
tanpa badan )

2. BIOGRAFI AL-FARABI
Muhammad bin Muhammad bin Tarkhan Abu Nasr al-farabi, lahir di wasij dekat
Farab, dikawasan ma wara’a an-nahr (Transoxiana) pada tahun 258 H/870 M.
Dan meninggal pada tahun 339 H/950 M. Biografi al-Farabi tidak ketahui dengan
pasti, sebab ia tidak menulis biografinya sendiri seperti halnya filsuf lain. Namun
demikian, biografi al-Farabi masih dapat dijumpai pada karya Ibn Khalikan,
Wafarat al-A’yan, sekalipun menurut sebagian ahli terdapat kelemahan yang perlu
di kaji ulang. Dari data yang terhimpun menunjukkan bahwa al-Farabi berasal
dari keluarga keturunan Turki, anak seorang jenderal, dan ia pernah menjadi
hakim.
Pendidikan dasar al-farabi dimulai dengan mempelajari ilmu agama dan
bahasa, yang meliputi Al-Qur’an, hadits, tafsir, fiqh, bahasa Arab, Persia, dan
Turki. Ia juga belajar matematika, falsafah, dan melakukan pengembaraan untuk
belajar ilmu-ilmu lain.

PEMIKIRAN FILSAFAT AL-FARABI


a) pemaduan pendapat plato dan aristoteles
Al-farabi melihat adanya perbedaan pendapat antara kedua tokoh filsafat tersebut.
Akan tetapi perbedaan itu menurut dia hanyalah dalam lahirnya saja, dan tidak
mengenai pesoalan pokok, karena kedua tokoh tersebut adalah sumber dan
pencipta filsafat. Apa yang dikatakan oleh kedua filosof tersebut juga satu, dan
oleh karena itu maka pikiran-pikiran filsafatnya tidak mungkin berbeda. Kalau
ada perbedaan, maka tidak lebih dari tiga kemungkinan yaitu :
Definisi filsafat itu sendiri tidak benar. Pendapat orang banyak tentang pikiran
filsafat dari kedua filosof tersebut tidak benar.
Pengetahuan kita tentang adanya perbedaan antara keduanya tidak benar.
Menurut al-Farabi, definisi filsafat yang diberikan oleh plato dan
aristoteles tidak berbeda, yaitu mengetahui wujud karena ia wujud, seperti yang
sering dikatakan dalam karangannya masing-masing. Pendapat orang banyak
tentang pikiran-pikiran filsafat keduanya, dan kedudukannya dalam dunia islam
filsafat juga tidak diragukan kebenarannya. Tinggallah kemungkinan yang ketiga
yaitu bahwa perbedaan antara kedua filosof tersebut hanya dalam lahirnya saja.
Perbedaan lahir yang tidak sebenarnya itu boleh jadi dikarenakan: (1) cara hidup
masing-masing; (2) gaya bahasa karangan-karangannya; (3) sistem pemikirannya.
Akan tetapi dalam pembahasan berikut ini akan nampak kepada kita
bahwa ketiga perkara tersebut tidak cukup menimbulkan perbedaan-perbedaan
pokok pada pemikiran islam filsafat keduanya.

b) Jiwa
Adapun jiwa, Al-Farabi juga dipengaruhi oleh filsafat Plato, Aristoteles dan
Plotinus. Jiwa bersifat ruhani, bukan materi, terwujud setelah adanya badan dan
tidak berpindah-pindah dari suatu badan ke badan lain. Kesatuan antara jiwa dan
jasad merupakan kesatuan secara accident, artinya antara keduanya mempunyai
substansi yang berbeda dan binasanya jasad tidak membawa binasanya jiwa. Jiwa
manusia disebut al-nafs al-nathiqah, yang berasal dari alam ilahi, sedangkan jasad
berasal dari alam khalq, berbentuk, beruapa, berkadar, dan bergerak. Jiwa
diciptakan tatkala jasad siap menerimanya.

c) Politik
Pemikiran al-farabi tentang politik banyak dipengaruhi oleh konsep plato. Al-
Farabi mengatakan bahwa bagian-bagian sesuatu negeri sangat erat hubungannya
satu sama lain dan saling bekerja sama, laksana anggota-anggota badan dimana
apabila salah satunya menderita maka lain-lain anggota pun ikut merasakannya
pula. Kesenangan pribadi harus dikenal dalam masyarakat yang baik.

KARYA-KARYA AL-FARABI
Al-Farabi dikenal sebagai “guru kedua” setelah Aristoteles, sang “guru pertama”.
Dia adalah filosof Islam pertama yang berupaya menghadapkan, mepertalikan,
dan sejauh mungkin menyelaraskan politik (yunani) klasik dengan islam. Berikut
ini karya-karyanya dalam bidang humaniora : Syarh Kitab al-Khathabah li
Aristhuthalis (Uraian atas Buku retorika karya Aristoteles); Kitab fi al-Khathabah
(Buku tentang Retorika); Kitab fi Shina’ah al-Kitabah (Kitab tentang Seni
Menulis); Kitab fi al-Syi’r wa al-qawafi (Kitab tentang Syair dan Rima
persajakan); Kalam fi ma yashluhu an yudhama lahu al-muaddib (Wacana tentang
Apa yang seharusnya Dimiliki Seorang Pendidik); dan karya-karya tulis lainnya
dalam filsafat moral, ilmu musik, ilmu pemerintahan, dan strategi militer, di
samping Kitab Ihsha al-‘ulum wa tartibiha (Kitab tentang Cabang-Cabang ilmu
dan Klasifikasinya), yang dua kali diterjemahkan ke dalam bahasa Latin.[5]
Tahsil as-Sa’adah (Mencari Kebenaran)
3. BIOGRAFI IBNU SINA
Abu Ali al-Husayn bin Abdullah bin Sina atau yang secara umum dikenal dengan
nama Ibnu Sina atau Avicenna (bahasa latin yang terditorsi dari bahasa Hebrew
Aven Sina) adalah seorang ensklopedis, filsuf, fisiologis, dokter, ahli matematika,
astronomer dan sastrawan. Bahkan, di beberapa tempat ia lebih terkenal sebagai
sastrawan dari pada seorang filsuf. Dia adalah ilmuan dan filsuf muslim yang
sangat terkenal dan salah seorang ilmuan dan filsuf terbesar sepanjang masa.
Diakui oleh semua orang bahwa pikirannya merepretasikan puncak Filsafat Arab.
Dia dipanggil oleh orang arab sebutan asy-Syaikh ar-Rais.
Ia lahir di Afshanah, desa kecil dekat bukhara, 370 H/980 M, dan wafat di
hamdan, 428 H/1037 M. Ia adalah putra seorang pegawai tinggi pada Dinasti
Samaniah (204-395 H/819-1005 M). Pada usia yang sama, ia mengawali prosesi
sebagai seorang dokter dan menjadi sangat populer ketika ia berhasil mengobati
Nuh bin manshur (976-997 M), salah seorang penguasa Dinasti Samaniah. Karena
kemampuan dan jasa-jasanya kepada penguasa, maka kemudian ia diangkat
sebagai menteri pada Dinasti Hamdani (293-394 H/905-1005) selama dua
periode, namun pada akhirnya ia dipecat dari jabatannya sebagai menteri, dan
dipenjarakan, karena pemikirannya dianggap merugikan penguasa.

PEMIKIRAN FILSAFAT IBNU SINA


a) Kenabian
Sejalan dengan teori kenabian dan kemukjizatan, ibnu sina membagi manusia
kedalam empat kelompok. Mereka yang kecakapan teoritisnya telah mencapai
tingkat penyempurnaan yang sedemikian rupa sehingga mereka tidak lagi
membutuhkan guru sebangsa manusia, sedangkan kecakapan praktisnya telah
mencapai suatu puncak yang sedemikian rupa sehingga berkat kecakapan
imajinatif mereka yang tajam mereka mengambil bagian secara langsung
pengetahuan tentang peristiwa-peristiwa masa kini dan akan datang. Kemudian
mereka memiliki kesempurnaan daya intuitif, tetapi tidak mempunyai daya
imajinatif. Lalu orang yang daya teoritisnya sempurna tetapi tidak praktis.
Terakhir adalah orang yang mengungguli sesamanya hanya dalam ketajaman daya
praktis mereka.
Nabi muhammad memiliki syarat-syarat yang dibutuhkan seorang nabi,
yaitu memiliki imajinasi yang sangat kuat dan hidup, bahkan fisiknya sedemikian
kuat sehingga ia mampu mempengaruhi bukan hanya pikiran orang lain,
melainkan juga seluruh materi pada umumnya. Dengan imajinatif yang luar biasa
kuatnya, pikiran Nabi, melalui keniscayaan psikologis yang mendorong,
mengubah kebenaran-kebenaran akal murni dan konsep-konsep menjadi imaji-
imaji dan simbol-simbol kehidupan yang demikian kuat sehingga orang yang
mendengar atau membacanya tidak hanya menjadi percaya tetapi juga terdorong
untuk berbuat sesuatu. Apabila kita lapar atau haus, imajinasi kita menyuguhkan
imaji-imaji yang hidup tentang makanan dan minuman. Pelambagan dan pemberi
sugesti ini, apabila ini berlaku pada akal dan jiwa Nabi, menimbulkan imaji-imaji
yang kuat dan hidup sehingga apapun yang dipikirkan dan dirasakan oleh jiwa
Nabi, ia benar-benar mendengar dan melihatnya.
b) Tasawuf
Tasawuf, menurut ibnu sina tidak dimulai dengan zuhud, beribadah dan
meninggalkan keduniaan sebagaimana yang dilakukan orang-orang sufi
sebelumnya, ia memulai tasawuf dengan akal yang dibantu oleh hati. Dengan
kebersihan hati dan pancaran akal, lalu akal akan menerima ma’rifah dari al-
Af’al. Dalam pemahaman bahwa jiwa-jiwa manusia tidak berbeda lapangan
ma’rifahnya dan ukuran yang dicapai mengenai ma’rifah, tetapi perbedaanya
terletak pada ukuran persiapannya untuk berhubungan dengan akal fa’al.
Mengenai bersatunya tuhan dan manusia atau bertempatnya tuhan dihati
diri manusia tidak diterima oleh ibnu sina, karena manusia tidak bisa langsung
kepada tuhannya, tetapi melalui prantara untuk menjaga kesucian Tuhan. Ia
berpendapat bahwa puncak kebahagiaan itu tidak tercapai, kecuali hubungan
manusia dengan Tuhan, karena manusia mendapat sebagian pancaran dari
perhubungan tersebut. Pancaran dan sinar tidak langsung keluar dari Allah tetapi
melalui akal fa’al.

KARYA-KARYA IBNU SINA


Pemikiran keagamaan ibnu Sina sangatlah mendalam dan tajam. Pemikiran
keagamaan seperti inilah yang mempengaruhi pandangan filsafat, dan keyakinan
keagamaan yang secara simultan mewarnai alam pikiran Ibnu Sina sehingga
melahirkan beberapa karya besar, baik berupa buku, buku saku, dan kumpulan
surat-surat yang semuanya tidak kurang dari 276 buah, dan beberapa diantaranya
sampai saat ini masih dipakai sebagai rujukan universitas-universitas ternama
barat. karya-karya filsafat Ibnu Sina seperti kitab an-Najat dan As-Shifa’[9] ,
Mantiq Al Masyriqin (Logika Timur), al-isyarat wat-Tanbihat, al-Hikmat al-
Masyriqiyyah, al-Qanun atau Canon of Medicine.

4. BIOGRAFI AL-GHAZALI
Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali ath-Thusi asy-Syafi’i (lahir
di Thus : 1058 / 450 H – Meninggal di Thus ; 1111 / 14 Jumadil Akhir 505 H :
umur 52-53 Tahun) adalah seorang filosof dan teolog muslim Persia, yang dikenal
sebagai algazel di dunia barat abad pertengahan.
Ia berkunyah Abu Hamid karena salah seorang anaknya bernama Hamid.
Gelar dia al-Ghazali ath-Thusi berkaitan dengan ayahnya bekerja sebagai
pemintal bulu kambing dan tempat kelahirannya yaitu Ghazalah di Bandar Thus,
Khurasan Persia (Iran). Sedangkan gelar Syafi’i menunjukkan bahwa dia
bermazhab Syafi’i. Ia berasal dari keluarga yang miskin. Ayahnya mempunyai
cita-cita yang tinggi yaitu ingin anaknya menjadi orang alim dan saleh. Imam al-
Ghazali adalah seorang ulama, ahli pikir, ahli filsafat Islam yang terkemuka yang
banyak memberi sumbangan bagi perkembangan kemajuan manusia. Ia pernah
memegang jawatan sebagai Naib Kanselor di Madrasah Nizhamiya, pusat
pengajian tinggi di Baghdad. Imam al-Ghazali meninggal dunia pada 14 Jumadil
Akhir tahun 505 Hijriah bersamaan dengan tahun 1111 Masehi di Thus.
Jenazahnya di kebumikan di tempat kelahirannya.

PEMIKIRAN AL-GHAZALI
Pikiran al-Ghazali telah mengalami perkembangan sepanjang hidupnya dan penuh
kegoncangan batin, sehingga sukar diketahui kesatuan dan kejelasan corak
pemikirannya, seperti yang terlihat dari sikapnya terhadap filosof-filosos dan
terhadap aliran-aliran akidah pada masanya.
Sikapnya terhadap filosof-filosof dalam bukunya tahafut al-falasifah dan
Al-Munqidh min adh-Dhalal, al-Ghazali menentang filosof-filosof Islam. Bahkan
mengkafirkan mereka dalam tiga soal : (1) pengingkaran kebangkitan jasmani; (2)
membataskan Ilmu Tuhan kepada Hal-hal yang besar saja; dan (3) kepercayaan
tentang qadimnya alam dan kezalimannya. Akan tetapi dalam bukunya yang lain,
yaitu Mizan al- Amal, dikatakan bahwa ketiga-tiga persoalan tersebut menjadi
kepercayaan orang-orang tasawuf juga. Juga dalam bukunya al-Madlnun ‘Ala
Ghairi Ahlihi ia mengakui qadimnya alam. Kemudian dalam Al-Munqidh min
adh-Dhalal ia menyatakan bahwa kepercayaan yang dipeluknya ialah kepercayaan
orang-orang tasawuf.
Akan tetapi dalam bukunya yang lain lagi, Mi’raj as-Salikin ia menentang
orang-orang tasawuf yang mengatakan adanya kebangkitan rohani saja. Jadi al-
Ghazali menentang kepercayaan dalam tiga soal tersebut dalam beberapa
bukunya, tetapi mempercayai dalam buku-bukunya yang lain. Tafisran para
pembahas disini berbeda-beda. Menurut Ibnu Tufail, perlawanan tersebut
memang suatu kontradiksi benar-benar dari pikiran al-Ghazali. Menurut Ibnu
Shanah, karena al-Ghazali dari aliran ahlusunnah, maka pikiran-pikiran dan buku-
buknya yang berlawanan dengan aliran ini dianggap bukan dari al-Ghazali, seperti
buku al-Madlnun ‘Ala Ghairi Ahlihi.
Menurut dr.Zaki Mubarak dalam bukunya al-Akhlaq ‘Indaal-Ghazali,
perbedaan pendapat tersebut disebabkan karena perkembangan pikiran al-Ghazali,
mulai dari seorang murid biasa, kemudian menjadi murid yang cemerlang
namanya, meningkat menjadi guru, bahkan menjadi guru yang tenar-kenamaan.
Akhirnya menjadi kritikus yang kuat dari menguasai dan mneyikapi macam-
macam pendapat, kemudian menjadi pengarang besar yang membanjiri dunia
dengan pembahasan dan buku-bukunya.

KARYA-KARYA AL-GHAZALI
Al-Munqidh min adh-Dhalal (penyelamat dari kesesatan) kitab ini merupakan
sejarah perkembangan alam pikiran Al Ghazali sendiri dan merefleksikan
sikapnya terhadap beberapa macam ilmu serta jalan mencapai Tuhan. Al-Iqtishad
fi al-I`tiqad (modernisasi dalam aqidah) Al ikhtishos fi al ‘itishod (kesederhanaan
dalam beri’tiqod), Al-Risalah al-Qudsiyyah, Kitab al-Arba'in fi Ushul ad-Din,
Mizan al-Amal, Ad-Durrah al-Fakhirah fi Kasyf Ulum al-Akhirah, Maqasid al-
Falasifah (tujuan para filusuf), sebagai karangan yang pertama dan berisi
masalah-masalah filsafat, Tahafut al-Falasifah, buku ini membahas kelemahan-
kelemahan para filosof masa itu, yang kemudian ditanggapi oleh Ibnu Rusd dalam
buku Tahafut al-Tahafut (The Incoherence of the Incoherence), al-Madlnun ‘Ala
Ghairi Ahlihi.

5. BIOGRAFI IBNU RUSYD


Abu Walid Muhammad bin Rusyd lahir di Kordoba (Spanyol) pada tahun 520
Hijriah (1128 Masehi). Ayah dan kakek Ibnu Rusyd adalah hakim-hakim terkenal
pada masanya. Ibnu Rusyd kecil sendiri adalah seorang anak yang mempunyai
banyak minat dan talenta. Dia mendalami banyak ilmu, seperti kedokteran,
hukum, matematika, dan filsafat. Ibnu Rusyd mendalami filsafat dari Abu Ja'far
Harun dan Ibnu Baja.
Ibnu Rusyd adalah seorang jenius yang berasal dari Andalusia dengan
pengetahuan ensiklopedik. Masa hidupnya sebagian besar diberikan untuk
mengabdi sebagai "Kadi" (hakim) dan fisikawan. Di dunia barat, Ibnu Rusyd
dikenal sebagai Averroes dan komentator terbesar atas filsafat Aristoteles yang
memengaruhi filsafat Kristen pada abad pertengahan, termasuk pemikir semacam
St. Thomas Aquinas. Banyak orang mendatangi Ibnu Rusyd untuk
mengkonsultasikan masalah kedokteran dan masalah hukum.

PEMIKIRAN FILSAFAT IBNU RUSYD


a) Pemikiran Epistimologi Ibn Rusyd
Dalam kitabnya Fash al Maqal ini, Ibn Rusyd berpandangan bahwa mempelajari
filsafat bisa dihukumi wajib. Dengan dasar argumentasi bahwa filsafat tak
ubahnya mempelajari hal-hal yang lantas orang berusaha menarik pelajaran/
hikmah/ ‘ibrah darinya, sebagai sarana pembuktian akan adanya Tuhan Sang
Pencipta. Semakin sempurna pengetahuan seseorang tentang maujud atau tentang
ciptaan Tuhan, maka semakin sempurnalah ia bisa mendekati pengetahuan
tentang adanya Tuhan. Jika kemudian seseorang dalam pemikirannya semakin
menjauh dengan dasar-dasar Syar’i maka ada beberapa kemungkinan pertama, ia
tidak memiliki kemampuan / kapasitas yang memadai berkecimpung dalam dunia
filsafat, kedua, ketidakmampuan dirinya mengendalikan diri untuk tidak terseret
pada hal-hal yang dilarang oleh agama dan yang ketiga, ketiadaan pendamping /
guru yang handal yang bisa membimbingnya memahami dengan benar tentang
suatu objek pemikiran tertentu.

b) Pemikiran Metafisika
Dalam masalah ketuhanan, Ibn Rusyd berpendapat bahwa Allah adalah penggerak
pertama ( Muharrik al-Awwal). Sifat positif yang dapat diberikan kepada Allah
ialah “akal”, dan “Maqqul” wujud Allah ialah Esa-Nya. Wujud dan ke-Esa-an
tidak berbeda dari zat-Nya. Konsepsi Ibn Rusyd tentang ketuhanan jelas sekali
merupakan Aristoteles, Plotinus, al-Farabi, dan Ibn Sina, disamping keyakinan
agama islam yang dipeluknya. Mensifati Tuhan “Esa” merupakan ajaran islam,
tetapi menamakan Tuhan sebagai penggerak Pertama, tidak pernah dijumpai
dalam pemahaman Islam sebelumnya.

KARYA-KARYA IBNU RUSYD


Buku-buku yang lebih penting dan yang sampai kepada kita ada empat, yaitu :
a) Bidayatul-Mujtahid, ilmu fiqih. Buku ini bernilai tinggi, karena berisi
perbandingan empat mazhabi dalam fiqh denga menyebutkan perbandingan-
perbandingannya.
b) Faslul-Maqal fi ma baina al-Hikmati was-Syari’at min al-ittisal (ilmu kalam).
Buku ini dimaksudkan untuk menunjukkan adanya persesuaian antara filsafat dan
syari’at, dan sudah pernah diterjemahkan ke dalam bahasa jerman pada tahun
1895 M oleh Muler, orientalis asal Jerman.
c) Manahij al-Adillah fi aqaidi Ahl al-Millah (Ilmu kalam). Buku ini menguraikan
tentang pendirian aliran-aliran ilmu kalam dan kelemahan-kelemahannya, dan
sudah pernah diterjemahkan ke dalam bahasa jerman, juga oleh Muler, pada tahun
1895.
d) Tahafut at-Tahafut, suatu buku yang terkenal dalam lapangan filsafat dan ilmu
kalam, dan dimasukkan untuk membela filsafat dari serangan al-Ghazali dalam
bukunya tahafut al-falasifah. Buku tahafut at-tahafut berkali-kali diterjemahkan
kedalam bahasa jerman, dan terjemahannya ke dalam bahasa inggris oleh van den
berg terbit pada tahun 1952 M.
BAB III
PENUTUP

A. SIMPULAN
Filsafat islam merupakan pengaruh dari filsafat yunani namun tujuan dalam filsafat islam
bukanlah untuk menentang al-hikmah yang hakiki. Banyak cendikiawan muslim yang
berusaha mengeluarkan hasil pemikirannya yang merupakan suatu korelasi dalam syari’at
islam. Ilmu filsafat pada mulanya ialah suatu ilmu yang ditentang keras akan tetapi
dengan munculnya filsuf-filsuf muslim yang berusaha mendudukan ilmu filsafat ini
dengan islam menjadikan ilmu filsafat menjadi ilmu yang seharusnya dipelajari umat
muslim sebagai pijakan dalam berargumen dan menegaskan apa yang telah disampaikan
dalam al-qur’an.

B. SARAN
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis akan lebih
fokus dan details dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber-sumber
yang lebih banyak yang tentunya dapat dipertanggung jawabkan.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Hanafi, Pengantar Filsafat Islam (Jakarta, PT Bulan Bintang : 1996)


Ahmad Zainul Hamdi, tujuh filsuf muslim pembuka pintu gerbang filsafat barat modern
(yogyakarta, lkis pelangi aksara, 2004)
Badiatul Muchlisin, 105 Tokoh Penemu & Perintis Dunia(Jakarta, PT Buku Kita : 2009)
George A. Makdisi, Cita Humanisme Islam, Terj. A. Syamsu Rizal & Nur Hidayah sunt. Dedi
Slamet Riyadi (Jakarta : PT Seramabi Ilmu Semesta, 2005)
https://menantikau.wordpress.com/kumpulan-makalah/metodologi-studi-islam/tokoh-tokoh-
filsafat-islam-dan-pemikirannya/ diunduh pada tanggal 01 desember 2017 pukul 11:20
WIB
https://id.wikipedia.org/wiki/Abu_Hamid_Muhammad_al-Ghazali#Filsafat di unduh pada
tanggal 18 November 2017 pukul 11:35 WIB
Muhammad Sholikhin, filsafat dan metafisika dalam islam (jakarta, PT. Buku Kita :2008)
Syamsuddin Arif, Orientalis & Diabolisme Pemikiran (Jakarta, Gema Insani Pers : 2008)

Anda mungkin juga menyukai