Anda di halaman 1dari 10

SEGI – SEGI KESELARASAN FILSAFAT DENGAN AGAMA

MENURUT AL-KINDI
Paper Halaqoh
Disajikan pada tanggal 25 Maret 2020

Pengasuh:
Prof. Dr. Kyai H. Achmad Mudlor, SH

Disusun Oleh:
Anbiya Maulida
Mahasiswa Semester II
Program Studi Peternakan
Fakultas Peternakan
Universitas Brawijaya

Halaqoh Ilmiah
LEMBAGA TINGGI PESANTREN LUHUR MALANG
Maret 2020
A. Pendahuluan

Istilah filsafat dan agama mengandung pengertian yang dipahami secara


berlawanan oleh banyak orang. Filsafat merupakan bagian dari hasil berpikir
dalam mencari hakikat segala sesuatu secara sistematis, radikal, dan
universal. Sedangkan agama bertolak dari wahyu, maka agama banyak terkait
dengan pengalaman. Filsafat membahas sesuatu yang dilihat dari kebenaran
yang diukur, apakah sesuatu itu logis atau tidak. Sedangkan agama tidak
selalu mengukur dari segi logisnya. Adanya perbedaan antara filsafat dan
agama itulah yang kemudian mendorong para filsuf Arab untuk
mempertemukan agama dengan filsafat.

Al- Kindi adalah seorang filsuf Arab pertama yang mempertemukan


antara agama dan filsafat karena keduanya sama – sama merupakan ilmu
tentang kebenaran, sehingga di antara keduanya tidak ada perbedaan. Apabila
ada perbedaan, maka itu hanya dalam aspek cara, sumber, dan ciri – cirinya
saja. Tujuan filsafatnya adalah mencari yang benar. Mencari yang benar itu
menurut Al-Kindi tidak lain sama halnya dengan yang dipraktikkan dalam
mempelajari agama. Sama halnya dengan al- Kindi seorang filsuf bernama
Skolastik berpandangan bahwa akal berasal dari Allah, seperti halnya wahyu
yang jadi pondasi iman. Karenanya, akal tidak mungkin bertentangan dengan
iman.

Pemikiran filsafat Al-Kindi merupakan refleksi doktrin – doktrin yang


diperolehnya dari sumber – sumber Yunani klasik dan warisan Neo Platonis
yang dipadukan dengan keyakinan agama islam. Hal tersebut nampak jelas
pada jalan pikirannya, ilmu filsafat yang pertama yang meliputi ketuhanan,
keesaan, keutamaan, dan ilmu – ilmu lain yang diajarkan oleh Rasul untuk
mengetahui bagaimana cara memperoleh hal – hal yang berguna dan
menjauhkan hal – hal yang merugikan. Pemikiran filsafat yang mendasari
keseluruhan pemikiran al- Kindi tersebut dapat ditemukan di dalam Risalah
Fi al-Hudud al-Asyya. Di dalam risalah tersebut terdapat ringkasan definisi –
definisi dari filsafat Yunani dalam bentuk yang sederhana.
B. Pembahasan
1. Biografi Al – Kindi
Abu Yusuf Ya’qub ibn ‘Ishaq as-Sabbah al-Kindi atau lebih
dikenal al-Kindi lahir di Kufah pada tahun 801 M dan meninggal pada
tahun 873 M. Nama al-Kindi sendiri berasal dari marga atau suku
leluhurnya, salah satu suku besar zaman pra-Islam. Beliau lahir dari
keluarga bangsawan, terpelajar, dan kaya. Pada zaman Nabi Muhammad
Saw, buyutnya al-Kindi yang bernama Ismail al-Ash’ats ibn Qais telah
memeluk agama Islam dan menjadi sahabat rosul yang gugur sebagai
shuhada bersama Sa’ad ibn Abi Waqqas dalam peperangan kaum
muslimin dengan Persia di Irak. Ayahnya, ‘Ishaq as-Sabbah adalah
seorang gubernur Kufah pada masa pemerintahan al-Mahdi (775 M – 785
M) dan al-Rasyid (786 M – 809 M).
Di masa kanak – kanaknya al-Kindi sudah menghafal al-Qur’an,
mempelajari tata bahasa Arab, kesusastraan Arab, Fiqh, Kalam, dan ilmu
menghitung. Ia mulai mempelajari mengenai filsafat pada saat ia
meninggalkan Kufah dan berdomisili di Bagdad. Di kota ini al-Kindi
banyak menerjemahkan buku filsafat, meringkasnya dengan teori – teori,
dan menjelaskan hal – hal yang sulit dimengerti. Hal itu dapat dilakukan
karena al – Kindi diyakini menguasai secara baik bahasa Yunani dan
Syiria, bahasa induk karya – karya filsafat itu (Madani, 2015). Tetapi ada
beberapa pendapat yang menyatakan bahwa al –Kindi kurang menguasai
bahasa Yunani.
Berkat kecerdasannya, ia berhasil merevisi beberapa terjemahan
pemikiran Yunani ke dalam bahasa Arab yang sudah dilakukan oleh
orang lain, seperti terjemahan buku Enneads karya Plotinus oleh seorang
penerjemah Kristen yang bernama Na’ima Al – Himsi yang
disalahpahami oleh orang – orang Arab yang menganggap buku tersebut
karya Aristoteles. Dalam karya – karya al – Kindi jelas menunjukkan
bahwa ia tertarik pada pemikiran Aristoteles dan Plato. Melalui
terjemahan yang didapatnya, ia mempelajari karya Aristoteles yang
berjudul Metaphysics, Categorie, De Interpretatione, Analytica
Potseriora dan Eudemus.
Berkat kelebihan dan reputasinya dalam filsafat dan keilmuan, al -
Kindi kemudian bertemu dan berteman baik dengan khalifah al –
Makmun (813 – 833 M), seorang khalifah dari Bani Abbas yang sangat
gandrung pemikiran rasional dan filsafat (Soleh, 2016). Al- Makmun
mengajaknya bergabung dengan kalangan cendekiawan yang bergiat
dalam usaha pengumpulan dan penerjemahan karya – karya Yunani.
Oleh karenanya, menurut Ahmad Fuad al-Ahlawi sebagaimana dikutip
dari Zar (2004) al-Kindi termasuk salah seorang dari empat besar
penerjemah terbaik Baghdad bersama Hunain Ibn Ishaq, Sabit Ibn Qurra,
dan Umar Ibn al-Farkhan al-Thabari.
Atas kontribusi al – Kindi para ilmuwan muslim yang pada zaman
dahulu sangat menentang filsafat akhirnya perlahan mulai mempelajari
ilmu filsafat. Mereka khawatir jika mempelajari filsafat akan
menyebabkan berkurangnya rasa hormat kepada Tuhan. Al –Kindi
menjembatani kesenjangan antara pendekatan – pendekatan intelektual
setengah hati dengan disiplin filsafat yang keras dari rekan – rekan
muslim sezamannya.
2. Menyelaraskan filsafat dengan agama menurut al – Kindi
Jika dilihat dari sejarah, filsafat jauh lebih dahulu munculnya
dibandingkan dengan Islam yang dibawa oleh nabi Muhammad SAW.
Islam muncul di Arab pada abad 6 Masehi , sedangkan filsafat telah
muncul di Yunani sekitar abad ke-5 SM. Pada abad ke-8 Masehi al-Kindi
mencoba untuk menyelaraskan filsafat dan agama dengan cara
menerjemahkan buku filsafat Yunani ke dalam bahasa Arab. Pada saat itu
al-Kindi menghadapi kesulitan, yaitu sulit untuk menyampaikan alasan
filosofis ke dalam bahasa Arab dan adanya serangan yang dilancarkan
oleh kalangan tertentu yang menganggap jika filsafat itu termasuk bid’ah.
Al – Kindi berpendapat filsafat adalah ilmu tentang hakikat segala
sesuatu yang dipelajari orang menurut kadar kemampuannya, yang
mencakup ilmu ketuhanan (rububiyyah), ilmu keesaan (wahdaniyah),
ilmu keutamaan (fadhilah), semua ilmu – ilmu yang bermanfaat dan
bagaimana cara memperolehnya, serta bagaimana cara menjauhi perkara
– perkara yang merugikan (Sudarsono, 197924) yang dikutip dari
(Aravik dan Ari, 2019). Definisi tersebut didapat dari peringkasan
literartur Yunani yang dapat ditemukan di dalam risalah Fi al-Hudud al-
Asyya. Sedangkan tujuan filsafat dalam teori adalah mengetahui
kebenaran, dan dalam praktik adalah mengamalkan kebenaran/kebajikan.
Dalam al-Falsafah al-Ula al-Kindi menulis
“ Kita hendaknya tidak merasa malu untuk mengakui sebuah
kebenaran dan mengambilnya dari manapun dia berasal, meski
dari bangsa – bangsa terdahulu ataupun dari bangsa asing. Bagi
para pencari kebenaran, tidak ada yang lebih berharga kecuali
kebenaran itu sendiri. Mengambil kebenaran dari orang lain
tersebut tidak akan menurunkan atau merendahkan derajat
sang pencari kebenaran, melainkan justru menjadikannya
terhormat dan mulia”.

Pernyataan seperti itu juga pernah disampaikan oleh Khalifah Ali ibn Ali
Thalib (599-661 M) yang menyatakan bahwa al – hikmah (Pengetahuan
atau kebenaran) adalah milik umat yang tercecer, karena ia harus
diambil di manapun ditemukan.

Agama dan filsafat sama – sama membutuhkan akal, filsafat


bersandar pada kemampuan akal (rasionalitas) yang tidak berbeda
dengan agama yang juga memerlukan akal sebagai alat untuk memahami
ajarannya. Ini berarti, al – Kindi menaruh hormat yang tinggi pada
anugerah akal dengan cara memaksimalkan kerja akal dalam mencapai
pengetahuan akan kebenaran (Basri, 2013). Filsafat merupakan
pengetahuan tentang kebenaran, dan al-Qur’an yang membawa argumen
– argumen yang lebih meyakinkan dan benar tidak mungkin bertentangan
dengan kebenaran yang dihasilkan filsafat. Filsafat yang paling mulia
adalah filsafat pertama (Tuhan), oleh karenanya pembahasan tentang
Tuhan paling tinggi kedudukannya. Hal tersebut menunjukkan bahwa
pemikiran al – Kindi sangat terpengaruh oleh aliran Mu’tazilah yang
sangat berpegang teguh terhadap al-Qur’an dan kekutan akal, terutama di
dalam mengemukakan pendapatnya yang berhubungan dengan masalah
Ketuhanan, di samping pengaruh filsafat Yunani.

Dalam karyanya Kammiyah Kutub Aristhateles memaparkan


perbedaan antara doktrin agama dan filsafat sebagai berikut :

1. Filsafat merupakan bagian dari humaniora yang dicapai para filsof


melalui proses panjang pembelajaran, sedangkan agama adalah ilmu
ketuhanan yang menempati tingkatan tertinggi karena diperoleh tanpa
proses pembelajaran dan hanya diterima secara langsugn oleh para
Rasul melaui proses pewahyuan.
2. Jawaban filsafat menunjukkan ketikpastian dan memerlukan
perenungan yang mendalam. Sedangkan agama lewat kitab suci
memberikan jawaban yang pasti dan mendalam dan meyakinkan.
3. Filsafat menggunakan metode logika, sedangkan agama mendekati
persoalan manusia dengan keimanan.
3. Konsep Filsafat Ketuhanan (Metafisika)
Al – Kindi merupakan filsof islam pertama yang membahas bukti
filosofis tentang Tuhan. Etafisika enurut al – Kindi adalah ilu penetahuan
tentan sesuatu yan tidak ererak. Atau ilu penetahuan tentan hal – hal
Illahiyah. Menurutnya, alam semesta seberapapun luasnya adalah
terbatas dan segala yang terbatas tidak mungkin tidak mempunyai titik
awal yang tidak terbatas. Al – Kindi berpendapat bahwa Tuhan adalah
wujud yang sempurna, bukan sepeti benda – benda fisik yang dapat
dilihat dengan indera, tidak tersusun dari materi dan bentuk, tidak meiliki
aspek mahiah karena Tuhan tidak termasuk genus atau spesies karena
Tuhan hanya satu dan tidak ada yang serupa dengan Tuhan. Dialah Yang
benar Pertama (al-haqq al-awwal) dan Yang benar Tunggal (al-Haqq al-
Wahid).
Al – Kindi mengemukakan tiga jalan untuk membuktikan adanya
Tuhan, yaitu pertama, tidak mungkin ada benda yang ada dengan
sendirinya, jadi wajib ada yang menciptakan dari ketiadaan menjadi ada
dan pencipta itu adalah Tuhan. Kedua, tidak mungkin ada keseragaman
tanpa adanya keragaman. Tergabungnya keragaman dan keseragaman ini
karena sebab, sebab pertama itu adalah Tuhan. Ketiga, kerapian alam tak
mungkin terjadi tanpa ada yang merapikan(mengaturnya). Jalan yang
terakhir ini, oleh sebagian filsuf dianggap sebagai dalil paling efektif
untuk membuktikan adanya Tuhan. Selain itu, adanya Tuhan juga
dibuktikan al – Kindi dengan 3 dalil empiris, yaitu pertama, Baharunya
alam menurut al – Kindi dapat diketahui dalam tiga argumen, yakni
gerak, zaman (waktu), dan benda. Alam ini adalah baru ada permulaan
dalam waktu, demikian pula alam ini ada akhirnya, yang sebelumnya
tidak ada menjadi ada oleh karenanya alam ini harus ada yang
menciptakan (creation ex nihilo). Argumen tersebut sejalan dengan
pikiran Aristoteles tentang causa prima dan penggerak pertama. Benda
untuk menjadi ada harus ada gerak, masa gerak menunjukkan adanya
zaman.
Kedua, tentang dalil keanekaan alam wujud, al-Kindi mengatakan
bahwa tidak mungkin keanekaan alam wujud ini tanpa ada kesatuan,
demikian pula sebaliknya tidak mungkin ada kesatuan tanpa keanekaan
alam inderawi atau yang dapat dipandang sebagai inderawi. Oleh
karenanya, sebab itu adalah diluar wujud itu sendiri, eksistensinya lebih
tinggi, lebih mulia, dan lebih dulu adanya. Sebab ini, tidak lain adalah
Allah Swt.
Ketiga, kerapian alam menurut al-Kindi bahwa alam empiris ini
tidak mungkin teratur dan terkendali begitu saja tanpa ada yang mengatur
dan mengendalikannya. Pengatur dan pengendalinya tentu yang berada di
luar alam dan tidak sama dengan alam. Zat itu tidak terlihat, tetapi dapat
diketahui dengan melihat tanda-tanda atau fenomena yang terdapat di
alam ini. Zat itulah yang disebut dengan Allah Swt dalil ini terkenal
dengan nama ”illat tujuan” yang telah dibicarakan oleh Aristoteles
sebelumnya. Mengenai dalil keteraturan alam wujud sebagai bukti
adanya Tuhan, al- kindi mengatakan bahwa keteraturan alam inderawi
tidak mungkin terjadi kecuali dengan adanya zat yang tidak terlihat, dan
zat yang tidak terlihat itu tidak mungkin diketahui adanya kecuali dengan
adanya keteraturan dan bekas- bekas yang menunjukkan ada-Nya yang
terdapat dalam alam ini. Argumen demikian ini disebut argumen teologik
yang pernah juga digunakan Aristoteles, tetapi juga bisa diperoleh dari
ayat-ayat Al-Qur’an.
Al – Kindi berpendapat bahwa Tuhan adalah pencipta tetapi bukan
penggerak pertama seperti yang dikatakan oleh Aristoteles. Al – Kindi
percaya bahwa Tuhan yang diyakini dalam agamanya lebih dari sekedar
penggerak pertama yang tidak digerakkan. Bagi al – Kindi, Tuhan adalah
penyebab segalanya dan penyebab kebenaran. Untuk menyatakan bahwa
Tuhan adalah penyebab segala kebenaran adalah sama saja dengan
menyatakan bahwa Tuhan adalah penyebab dari semua ini.
C. Kesimpulan
Al – Kindi lahir di Kufah pada tahun 801 M dan meninggal pada tahun 873
M. Beliau lahir dari keluarga bangsawan, terpelajar, dan kaya. Di kota
Baghdad al-Kindi banyak menerjemahkan buku filsafat, meringkasnya
dengan teori – teori, dan menjelaskan hal – hal yang sulit dimengerti. Dalam
karya – karyanya jelas menunjukkan bahwa ia tertarik pada pemikiran
Aristoteles dan Plato. Filsafat menurut al-Kindi adalah ilmu tentang hakikat
segala sesuatu yang dipelajari orang menurut kadar kemampuannya, yang
mencakup ilmu ketuhanan (rububiyyah), ilmu keesaan (wahdaniyah), ilmu
keutamaan (fadhilah), semua ilmu – ilmu yang bermanfaat dan bagaimana
cara memperolehnya, serta bagaimana cara menjauhi perkara – perkara yang
merugikan. Filsafat merupakan pengetahuan tentang kebenaran, dan al-
Qur’an yang membawa argumen – argumen yang lebih meyakinkan dan
benar tidak mungkin bertentangan dengan kebenaran yang dihasilkan filsafat.
DAFTAR PUSTAKA

Aravik, H., & Amri, H. 2019. Menguak Hal-Hal Penting Dalam Pemikiran
Filsafat al-Kindi. SALAM: Jurnal Sosial dan Budaya Syar-i. Vol.6(2) :
191-206.

Basri, H. 2013. Filsafat Islam. Jakarta: Direktorat J endral Pendidikan Islam


Kementrian Agama Republik Indonesia.

Madani, A. B. 2015. Pemikiran Filsafat al-Kindi. LENTERA. Vol.17 (2) : 106-


117.

Soleh, K. A. 2013. Filsafat Islam : Dari Klasik Hingga Kontemporer.


Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Zar, S. 2004. Filsafat Islam; Filsof dan Filsafatnya. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.

Anda mungkin juga menyukai