Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH

TENTANG

BIOGRAFI AL-KINDI

DISUSUN OLEH:
MADINA AYUNDA
RENALDY MADANI PUTRA
RIASRI WULANDARI
M. FIKRI
M. DERY FIRMANSYAH

KELAS XI IPS 1

SMA NEGERI 1 TEMBILAHAN


TAHUN PELAJARAN 2018/2019
BIOGRAFI AL-KINDI
1. PENDAHULUAN
Dalam literatur studi keislaman, nama al-Kindi disebut-sebut sebagai peletak
dasar filsafat Islam. Usaha al-Kindi kemudian diteruskan oleh al-Farabi, Ibnu Sina dll.
Namun, kalangan orientalis menganggap bahwa kerangka kajian filsafat Islam seluruhnya
dari Yunani. Pandangan ini mengisyaratkan bahwa filsafat Islam tidaklah orisinil.
Anggapan ini tidak sepenuhnya diterima, pasalnya para filosuf Muslim seperti al-Kindi
dsb. telah mengubah pemikiran Yunani agar sesuai dengan prinsip-prinsip ajaran Islam.
Oleh karena itulah, penulis berusaha melihat bagaimana upaya al-Kindi dalam
mentransmisikan filsafat Yunani ke dalam prinsip-prinsip ajaran Islam, khususnya filsafat
metafisika. Namun sebelum itu akan penulis ulas biografinya terlebih sebagai upaya
memahami pribadi al-Kindi.
AL-KINDI adalah orang Islam pertama yang muncul dengan gagasan-gagasan
filsafat dan dianggap sebagai representasi awal dari sederatan filosof muslim yang muncul
kemudian. Al-Kindi juga merupakan filosof berkebangsaan Arab pertama, sehingga ia
kerap pula disebut sebagai Failasuf al-Arab. Ia muncul dengan ide tentang adanya
kesamaan kebenaran antara agama dengan filsafat, sehingga menurutnya tidak perlu ada
petentangan antara keduanya.
Al-Kindi dikenal sangat luas wawasannya. Dari filsafat, eksakta hingga
kebudayaan dikuasainya. Para ilmuwan Barat, semisal Geronemo Cardano (1501-1576)
dan Roger Bacon (1214-1294), menilainya sebagai seorang pemikir paling cerdik dalam
sejarah dunia, pakar tanpa tandingan dalam bidang optik, filsuf jenius bangsa Arab.
Nama lengkap Al-Kindi adalah Abu Yusuf Ya’qub bin Ishak bin Ash-Shabah bin
Imran bin Ismail bin Al-Asy’ats bin Qays Al-Kindi. Dalam membuktikan adanya Tuhan
dengan jalan filsafat, ia memberikan argumen tentang baharu (fana)-nya alam ini.
Sedangkan gagasannya tentang jiwa, Al-Kindi mengatakan bahwa jiwa merupakan jauhar
basith, yang mempunyai wujud tersendiri terpisah dari badan, serta substansinya adalah
berasal dari substansi Allah Swt.
2. BIOGRAFI AL-KINDI
Lahir
Al-Kindi dilahirkan di Kufah pada 800 M. Ia
berasal dari kalangan bangsawan Irak, tepatnya dari
suku Kindah. Ia hidup di Basra dan meninggal di
Baghdad pada 876 M. Al-Kindi gemar mengkaji dan
mempelajari filsafat Aristoteles. Karena itu, konsep
pemikirannya, terutama dalam bidang sains dan
psikologi banyak dipengaruhi filosof Yunani kuno itu.
Beberapa karya filosof Yunani ia terjemahkan ke
dalam bahasa Arab (Cemill al-Hajj, Al-Mawsu’ah al-
Muyassarah fi Fikri al-Falsafi wa al-Ijtima’I, Beirut).

Dewasa, Kejayaan & Pemikiran


Al-Kindi mengawali aktivitas intelektualnya di dua kota besar Irak, Kufah dan
Basrah. Ia menghafal Alquran, mempelajari tata bahasa Arab, Sastra, Matematika, Fikih,
Ilmu Kalam. Ia tertarik dengan ilmu filsafat setelah pindah ke Baghdad. Karya-karya
filsafat Yunani dikuasainya setelah ia menguasai bahasa tersebut. Ia juga memperbaiki
karya terjemahan bahasa Arab seperti Enneads-nya Plotinus oleh Al-Hims.
Kegiatan filsafat Al-Kindi yang berpusat di sekitar gerakan penerjemahan yang
sudah dimulai dan didukung oleh khalifah Abbasiyah, yaitu Abu Ishaq Al-Mu’tasim bin
Harun (833-842). Intelektualitas Al-Kindi diakui tidak hanya dunia timur, akan tetapi
Barat juga mengapresiasi karyanya. Beberapa karangannya telah diterjemahkan ke dalam
bahasa Latin oleh Geran, yang kemudian mempengaruhi tradisi keilmuan Eropa pada abad
pertengahan.
Beberapa karya Al-Kindi baik yang ditulis sendiri atau oleh orang lain adalah
Kitab Kimiya’ al-‘Ithr, Kitab fi Isti’mal al-‘Adad al-Hindi, Risalah fi al-Illah al-Failai al-
Madd wa al-Fazr, Kitab al-Su’aat, The Medical Formulary of Aqrabadhin of al-Kindi, al-
Kindi’s Metaphysics: a Translation fo Yaqub ibn Ishaq al-Kindi’s Treatise “On First
Philosophy (Dedi Supriyadi, Pengantar Filsafat Islam; Konsep Filsuf dan Ajarannya,
Bandung, 2009).
Masalah hubungan filsafat dan agama merupakan diskursus yang sangat ramai
diperbincangkan pada zaman Al-Kindi. Ulama-ulama ortodoks umumnya menolak
keabsahan taori-teori filsafat, karena produk pemikiran filsafat melahirkan pertentangan
dengan ajaran-ajaran agama. Dalam kondisi inilah Al-Kindi muncul dan memposisikan
diri sebagai pembela filsafat dari serangan pihak yang tidak setuju.
Ia muncul dengan gagasan kesamaan kebenaran antara filsafat dengan agama,
sehingga menurutnya tidak perlu dipertentangkan, karena pada keduanya membawa
kebenaran yang sama. Filsafat, menurutnya, adalah ilmu tentang hakikat segala sesuatu
yang dipelajari orang sesuai kadar kemampuannya, yang mencakup ilmu ketuhanan
(rububiyyah), ilmu keesaan (wahdaniyyah), ilmu keutamaan (fadhilah), dan semua ilmu-
ilmu yang bermanfaat.
Dari pembagian tersebut yang paling penting dan tinggi derajatnya adalah ilmu
ketuhanan yag disebutnya sebagai filsafat pertama (al-falsafah al-‘ula), karena filsafat
pertama merupakan ilmu yang membahas tentang kebenaran pertama (ilmu ‘l-haqqi’ l-
awwal) yang merupakan sebab bagi semua kebenaran. Dalam pandangan itulah Al-Kindi
mengatakan bahwa mempelajari ilmu rububiyyah akan membuat seorang filosof lebih
sempurna, karena pengetahuan seseorang tentang “sebab” jauh lebih mulia daripada
pengetahuan tentang akibat.
Penekanan Al-Kindi tentang ilmu filsafat sebagai dasar pemikiran filsafat terletak
pada pemanfaatan akal secara maksimal. Agama bukanlah sesuatu yang tidak dapat
dipahami oleh akal, meskipun dasar pijakan berfikirnya berbeda.
Menyangkut hal itu, Al-Kindi memberikan pemikirannya sebagai berikut:
Sesungguhnya sabda orang yang benar, yaitu Nabi Muhammad saw dan apa yang
disampaikannya dari Allah Swt dapat diketahui semuanya dengan (memakai) analogi
akali (al-maqayis al-‘aqliyyah). Hanya orang-orang yang tidak memiliki citra akal serta
telah meletakkan diri pada kejahilan yang menolak ilmu falsafah.
Dari ungkapan ini, dapat dilihat konsistensi Al-Kindi dalam menempatkan filsafat
dan penekanannya pada fungsi akal sebagai hal penting dari usaha memahami ajaran
agama secara kaffah. Namun perlu ditegaskan pula bahwa lahirnya filsafat dalam Islam
tak lepas dari warisan kebudayaan non-Islam terutama unsur-unsur Helenisme. Artinya
bahwa tradisi berfilsafat Al-Kindi pun merupakan bawaan dari kebudayaan dimaksud.
Al-Kindi memang merupakan representasi pertama dan terakhir dari seorang
murid Aristoteles di dunia timur. Corak berfikir Al-Kindi bersifat ekletisisme, sehingga
dalam corak berfikir filsafatnya terdapat unsur-unsur pikiran Aristoteles dan juga Plato.
Unsur Aristoteles yaitu pembagian filsafat kepada teori dan amalan, sedangkan unsur
Plato adalah defenisinya.
Namun, sebagaimana konsistensi Al-Kindi dalam proyek rekonsiliasi antara
agama (Islam) dengan filsafat, dalam teori-teori filsafat yang jauh lebih praktis, Al-Kindi
tidak secara instan menerima dan mengikuti pemikiran para filosof Yunani, malainkan
menganalisis lebih dalam dan menyesuaikannya dengan doktrin agama.
Dalam membicarakan masalah kejadian alam, misalnya; Al-Kindi tidak
sependapat dengan Aristoteles yang mengatakan bahwa alam itu abadi. Ia tetap
berkeyakinan bahwa alam adalah ciptaan Allah, yang diciptakan dari tiada dan akan
berakhir menjadi tiada (creation ex nihilio). Sebagai seorang muslim, Al-Kindi tidak
kehilangan kepribadiannya berhadapan dengan pendapat filosof yang dianutnya.
Lebih dari itu, Al-Kindi termasuk ulama yang mempertahankan ajaran adanya
kebangkitan jasmani setelah mati. Manusia dibangkitkan tidak hanya ruhnya, tetapi juga
jasmaninya (di akherat nanti). Al-Kindi juga mendukung keyakinan tentang terjadinya
mukjizat pada seorang Nabi atau Rasul, keabsahan wahyu Nabi, serta kepastian akan
terjadinya hari kiamat (hari dihancurkannya dunia oleh Tuhan).
Menyangkut dengan hakikat Allah, Al-Kindi mengungkapkan bahwa Allah adalah
wujud yang hak (al-iniyyah al-haqqah), yang tidak ada ketiadaan selama-lamanya, yang
selalu demikian wujudnya secara abadi. Ia selalu ada, dan selalu mustahil tidak ada. Oleh
karenanya Tuhan adalah wujud yang sempurna. Bagi Al-Kindi, Tuhan adalah unik, ia
hanya satu, dan tidak ada yang serata dengan-Nya. Dialah Yang Benar Pertama (al-haqq
al-awwal) dan Yang Benar Tunggal (al-haqq al-wahid). Selain dari-Nya mengandung arti
banyak.
Soal sifat Tuhan yang juga ramai diperdebatkan di kalangan mutakallimun zaman
itu, Al-Kindi tampaknya lebih cenderung pada mazhab Mu’tazilah yang lebih
menonjolkan keesaan sebagai satu-satunya sifat Tuhan. Al-Kindi memandang keesaan itu
sebagai suatu sifat Allah yang khas. Menurutnya, Allah itu esa dalam bilangan dan esa
dalam zat. Esensi-Nya tidak mengandung kejamakan, tidak ada sesuatu yang dapat
menandingi dan menyerupai-Nya. Allah itu azali yang tidak boleh tidak ada

Wafat
Menurut pendapat Al-Khalili, Al-Kindi wafat pada tahun 260 H (874). Sedangkan
menurut sumber lain, dia wafat pada tahun 260 H (874 M). Ada juga yang mengatakan
bahwa dia wafat pada tahun 252 H (866 M).
3. KARYA-KARYA AL-KINDI
Sebagai seorang filsuf yang sangat produktif, berdasarkan informasi yang
diperoleh dari Tony Aboud, selama hidupnya al-Kindi kira-kira telah merampungkan
sekitar 200 hingga 270 buku dan artikel dalam berbagai bidang ilmu. Dalam bidang
filsafat di antaranya adalah:
 Kitab al-Kindi ila al-Mu’tashim Billah fi al-Falsafah al-Ula (tentang filsafat pertama);
 Kitab al-Falsafah al-Dakhilat wa al-Masa’il al-Manthiqiyyah wa al-Muqtashah wa ma
Fawqa al-Thabi’iyyah (tentang filsafat yang diperkenalkan dan masalah-masalah
logika dan muskil serta metafisika);
 Kitab fi Annahu la Tanalu al-Falsafah illa bi ‘Ilmi al-Riyadliyyah (tentang filsafat
tidak dapat dicapai kecuali dengan ilmu pengetahuan dan matematika);
 Kitab fi Qashd Aristhathalis fi al-Maqulat (tentang maksud Aristoteles dalam kategori-
kategorinya);
 Kitab fi Ma’iyyah al-‘Ilm wa Aqsamihi (tentang ilmu pengetahuan dan
klasifikasinya);
 Risalah fi Hudud al-Asyya’ wa Rusumiha (tentang definisi benda-benda dan
uraiannya);
 Risalah fi Annahu Jawahir la Ajsam (tentang substansi-substansi tanpa badan);
 Kitab fi Ibarah al-Jawami’ al-Fikriyah (tentang ungkapan-ungkapan mengenai ide-ide
komprehensif);
 Risalah al-Hikmiyah fi Asrar al_ruhaniyah ( sebuah tulisan filosofis tentang rahasia
spiritual);
 Risalah fi al-Ibanah ‘an al-‘Illat al-Fa’ilat al-Qaribah li al-Kawn wa al-Fasad (tentang
penjelasan mengenai sebab dekat yang aktif terhadap alam kerusakan).
4. PENUTUP
Dari pemaparan singkat di atas, terlihat bahwa al-Kindi, filosuf muslim paripatetik
pertama, selalu berupaya untuk menselaraskan filsafat Yunani dengan ajaran Islam dengan
cara mengadopsi mana yang sesuai dan membuang atau merubah mana yang tidak sesuai
dengan akidah Islam. Usaha al-Kindi itu adalah proses islamisasi filsafat Yunani. Jadi
tidaklah benar jika dikatakan bahwa seluruh kerangka kajian filsafat Islam seluruhnya
berasal dari Yunani, sebagaimana yang dituduhkan oleh orientalis.
Al-Kindi tak sekedar menerjemahkan karya-karya filsafat Yunani, namun dia
juga menyimpulkan karya-karya filsafat Helenisme. Salah satu kontribusinya yang besar
adalah menyelaraskan filsafat dan agama.
”Al-Kindi adalah salah satu dari 12 pemikir terbesar di abad pertengahan,” cetus
sarjana Italia era Renaissance, Geralomo Cardano (1501-1575). Di mata sejarawan Ibnu
Al-Nadim, Al-Kindi merupakan manusia terbaik pada zamannya. Ia menguasai beragam
ilmu pengetahuan. Dunia pun mendapuknya sebagai filosof Arab yang paling tangguh.

Anda mungkin juga menyukai