Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam sejarah agama islam telah tercatat adanya firqah-firqah


(golongan dilingkungan umat islam antara satu sama yang lain bertentangan
pahamnya secara tajam yang sulit untuk diperdamaikan, apalagi untuk
dipersatukan. Hal ini sudah menjadi fakta dalam sejarah yang tidak bisa
dirubah lagi, dan sudah menjadi ilmu pengetahuan yang termaktub dalam
kitab-kitab agama, terutama dalam kitab-kitab ushulludin. Barang siapa yang
membaca kitab-kitab ushuluddin akan menjumpai didalamnya perkataan-
perkataan: Syi’ah, Khawarij, Qodariyah, Jabariyah, Sunny (Ahlussunnah wal
Jamaah), Asy-Ariah, Maturidiah, dan lain-lain.
Umat islam yang berpengetahuan agama tidak heran melihat dan
membaca hal ini karena Nabi Muhammad SAW sudah mengabarkan pada
masa hidup beliau. Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulallah SAW
bersabda:
“Orang-orang Yahudi terpecah kedalam 71 atau 72 golongan,
demikian juga orang-orang Nasrani, dan umatku akan terbagi kedalam 73
golongan.” HR. At-Tirmidzi.
Dari Auf bin Malik, berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda:
“Yahudi telah terpecah menjadi 71 golongan, satu golongan di surga dan 70
golongan di neraka. Dan Nashara telah berpecah belah menjadi 72 golongan,
71 golongan di neraka dan 1 golongan di surga. Dan demi Allah yang jiwa
Muhammad ada dalam tangan-Nya umatku ini pasti akan berpecah belah
menjadi 73 golongan, 1 golongan di surga dan 72 golongan di neraka.” Lalu
beliau ditanya: “Wahai Rasulullah siapakah mereka?” Beliau menjawab: “Al
Jamaah.” HR Sunan Ibnu Majah.
Munculnya fenomena aliran sesat tidak terlepas dari problem
psikologis baik para tooh pelopornya, pengikutnya serta masyarakat secara

1
keseluruhan. Problem aliran sesat mengindikasikan adanya anomali nilai-
nilai di masyarakat. Berdasarkan problem inilah makalah mengenai sejarah
firqah-firqah dalam islam ini kami buat.

1.2. Tujuan
a. Untuk mengetahui sejarah timbulnya firqah dalam islam
b. Untuk mengetahui sebab-sebab timbulnya firqah dalam islam
c. Untuk mengetahui firqah-firqah yang berpengaruh dalam islam
d. Untuk mengetahui sikap Nahdlatul Ulama terhadap firqah-firqah

2
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1. Sejarah Timbulnya Firqah dalam Islam

Agama islam yang dibawa oleh Rasulullah SAW merupakan satu


kesatuan yang utuh dari tiga unsure, yaitu Iman, Islam dan Ihsan. Iman
artinya aqidah atau kepercayaan, Islam artinya syari’ah atau amalan-amalan,
sedangkan Ihsan artinya akhlaq atau nilai-nilai. Ketiganya telah diterapkan
dan diamalkan oleh Rasulullah SAW beserta para sahabatnya secara terpadu
dan berkesinambungan. Antara ketiganya tidak ada yang lebih ditonjolkan
dengan mengesampingkan yang lain. Dalam agama islam tidak ada yang
dipertentangkan, karena sesungguhnya agama islam itu bukan merupakan
bahan pertentangan. Apabila terjadi hal-hal yang kurang dapat dipahami,
maka seluruh persoalan itu dikembalikan kepada Rasulullah SAW.

Setelah Rasulullah SAW wafat, bibit-bibit perselisihan diantara umat


Islam mulai tampak. Yang pertama kali terlihat adanya perselisihan adalah
perselisihan para sahabat mengenai wafat tidaknya Rasulullah SAW, tempat
dimana beliau dimakamkan, dan siapa yang layak menggantikan beliau
sebagai pemimpin umat islam. Dari ketiga masalah ini, yang kemudian
berkembang menjadi perselisihan yang menyebabkan timbulnya firqah-firqah
di kalangan umat Islam adalah tentang pengganti beliau sebagai pemimpin
umat.

Sahabat Anshar memandang bahwa jabatan Khalifah harus dari


kalangan mereka, karena merekalah yang telah menyambut, menolong dan
melindungi da’wah nabi, sehingga Islam bisa berkembang pesat. Sementara
itu kelompok sahabat muhajirin berpendapat, bahwa khalifah harus dari
kalangan mereka, karena mereka lebih dahulu memeluk Islam dan bangsa
Arab tidak akan beragama Islam kalau tidak karena jasa-jasa orang Quraisy.
Dilain pihak sahabat Rasulullah yang berpendapat bahwa kekhalifahan harus
berada di tangan Bani Hasyim, khususnya Ali bin Abi Thalib, karena
kelebihan-kelebihan yang dimiliki oleh Ali bin Abi Thalib diatas semua

3
keluarga Bani Hasyim. Beliau adalah orang yang pertama masuk Islam dan
membelanya secara terang-terangan, disamping memiliki pengetahuan yang
luas dan memahami seluk beluk agama Islam.

Perselisihan tentang masalah khalifah ini akhirnya dapat diatasi dengan


terpilihnya Sayyidina Abu Bakar Asshiddiq dan kemudian diteruskan oleh
Umar bin Khatthab yang menjadi Khalifah dengan dukungan luas dari
seluruh umat Islam. Akan tetapi pada masa kekhalifahan Utsman bin Affan,
khususnya pada masa-masa akhir pemerintahannya, perselisihan masalah
khalifah ini muncul kembali, sehingga memicu timbulnya perpecahan dan
firqah dikalangan umat Islam secara lebih serius.

Pada saat itu muncul seorang Yahudi kelahiran Yaman yang bernama
Abdullah bin Saba, ia mengaku telah masuk Islam dengan sengaja
menghembuskan api perpecahan diantara sesame umat islam. Ia dengan
gencar mempropagandakan semangat anti Khalifah Ustman melalui
ajarannya “Al Wishayah”. Ia mengajarkan bahwa kekhalifahan itu
merupakan bagian dari syari’at Islam, sehingga pembentukannya haruslah
berdasarkan wasiat dari Rasulullah, di mana Rasulullah telah mewasiatkan
kekhalifahan itu kepada Ali bin Abi Thalib. Propaganda Abdullah bin Saba’
ini tumbuh dengan subur dibeberapa wilayah kekuasaan Islam seperti Mesir,
Kufah, dan Bashrah. Sejak itu muncullah aliran Syi’ah dan selanjutnya
disusul aliran-aliran lain sebagai reaksi terhadap aliran Syi’ah.

Dengan demikian, dapat diketahui bahwa akar persoalan yang melatar


belakangi timbulnya firqah-firqah di kalangan umat Islam adalah masalah
khilafah atau masalah politik. Dari akar permasalahan ini kemudian timbul
usaha membentengi ajaran dengan rumusan-rumusan hujjah/ argumentasi.
Maka lahirlah firqah-firqah atau madzhab-madzhab baik di bidang aqidah,
fiqih maupun akhlaq/ tasawuf.

2.2. Sebab-sebab Timbulnya Firqah dalam Islam

Adapun sebab-sebab yang melatarbelakangi timbulnya firqah-firqah dalam


Islam secara rinci adalah sebagai berikut:

4
1. Fanatisme Kesukuan Bangsa Arab
Pada masa Rasulullah SAW fanatisme kesukuan bangsa Arab
dapat diredam. Hal ini merupakan keberhasilan beliau dalam memerangi
fanatisme kesukuan, karena pada hakikatnya ajaran Islam menentang
segala bentuk fanatisme. Hal ini berlanjut sampai masa pemerintahan
Utsman bin Affan dan baru pada akhir masa pemerintahannya kekuatan
fanatisme itu bangkit kembali dengan timbulnya pertentangan antara Bani
Umaiyah dan Bani Hasyim.
2. Perebutan Jabatan Khalifah
Perbedaan pendapat tentang masalah siapa yang paling berhak
menggantikan Rasulullah SAW dalam memimpin umatnya telah timbul
sejak beliau wafat. Tetapi pada saat itu pertentangan dapat diredam karena
kekuatan iman dan rasa toleransi yang sangat besar antara sesama para
sahabat.
Akan tetapi pertentangan tersebut tumbuh kembali dan semakin
tajam setelah berkembang pada masalah apakah jabatan khalifah itu
menjadi hak dari semua unsure dalam kabilah Quraisy atau keturunan
tertentu saja, atau bahkan hak bagi setiap orang Islam.
3. Masuknya Pemeluk Agama Lain ke Agama Islam
Sebagai akibat dari perluasan wilayah dakwah Islam, penganut
berbagai agama terdahulu seperti Yahudi, Nasrani dan Majusi banyak
yang memeluk agama Islam. Dalam benak mereka masih tersisa tradisi
dan pemikiran keagamaan yang mereka anut sebelumnya, sehingga
mempengaruhi pemikiran keislaman.
4. Penerjemahan Buku Filsafat
Pada masa akhir pemerintahan Daulah Bani Umaiyah, umat Islam
mulai melakukan penerjemahan buku-buku filsafat. Usahakan
penerjemahan buku-buku filsafat sangat berpengaruh terhadap timbulnya
perbedaan pendapat dalam Islam. Pemikiran Islam banyak dipengaruhi
oleh pertentangan antar madzhab filsafat tentang alam, materi dan
metafisika. Sejak itu lahirlah para filosuf dan ulama kalam yang
menggunakan pemikiran filsafat di bidang aqidah Islam.

5
5. Adanya Ayat Mustasyabihat
Dalam Al-qur’an terdapat ayat-ayat muhkamat dan mutasyabihat.
Yang dimaksud dengan muhkamat adalah ayat-ayat yang sudah jelas arti
dan maksudnya, sedangkan mutasyabihat adalah ayat-ayat yang arti dan
maksudnya belum jelas. Terhadap ayat-ayat mutasyabihat ini banyak
ulama yang berusaha mencari ta’wilnya. Akibatnya mereka berbeda
pendapat mengenai makna yang dimaksud.
6. Istinbath (Penggalian) Hukum Syar’i
Sumber asli syari’at Islam adalah Al Qur’an dan Al Hadits yang
nash-nashnya bersifat umum dan global, sementara persoalan yang
dihadapi umat terus berkembang. Karenanya untuk menetapkan hukum
setiap persoalan tersebut diperlukan penggalian hukum-hukum syar’i. Para
ulama dalam menggali hokum syar’i menggunakan metode yang berbeda,
sesuai dengan pemikiran dan logikanya sendiri-sendiri. Oleh sebab itu,
maka timbullah hasil istinbath yang berbeda.
7. Munculnya Para Pendongeng
Para pendongeng mulai dikenal di dunia Islam pada masa
pemerintahan Khalifah Utsman bin Affan. Karena banyak cerita bohong
dan khurafat yang disampaikannya, maka pada masa khalifah Ali bin Abi
Thalib para pendongeng ini diberantas. Mereka muncul kembali pada
masa Khilafah Bani Umayah, dan terus berkembang di masyarakat. Cerita
dongeng mereka menyebabkan masuknya cerita-cerita Israiliyah dan
khayal ke dalam kitab-kibat tafsir dan sejarah Islam.

2.3. Firqah-firqah yang Berpengaruh dalam Islam

Akidah islam yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW bercorak


monolitik, yakni hanya satu bentuk ajaran tanpa adanya perbedaan dan
perdebatan. Para sahabat dengan tekun mempelajarinya dan menanyakan hal-
hal yang belum mereka pahami dari wahyu yang ditrima oleh Rasulullah.
Sepeninggal rasulullah, umat islam membaiat sayyidina Abu Bakar
As-siddiq menjadi khalifah, kemudian membaiat sayyidina Uma bin Khattab
sebgai penggantinya. Pada masa pemerintahan kedua khalifah ini

6
pembahasan masalah-masalah akidah belum muncul dipermukaan. Dalam
masalah ini mereka masih berpegang pada pemahaman sebagaimana yang
diajarkan Rasulullah SAW. Mereka melakukan pemahaman ayat-ayat Al-
Qur’an dengan makna apa adanya tanpa memeberikan ta’wil.karena itu
selama dua masa tersebut tidak ada persoalan-persoalan serius dalam masalah
aqidah.
Akan tetapi pada periode berikutnya timul persoalan politik yang
berakibat terbunuhnya kgalifah Usman bin Affan. Persoalan tersebut
mencapai klimaks pada masa pemerintahan khalifah Ali bin Abi Thalib dan
terjadi perang saudara yang menyebabkan umat islam terpecah belah.
Perpecahan politik ini berakibat munculnya berbagai pemikiran dalam
masalah akidah, sehingga perkembangan perdebatan-perdebatan yang
panjang dan menimbulkan berbagai aliran (Firqah) dalam Islam.
Sementara itu, perkembangan islam keberbagai daerah mengharuskan
umat islam berhadapan dengan pemeluk agama lain, seperti Majusi
(Zoroaster), Yahudi dan Nasrani. Mereka sudah lama berkenalan dengan
filsafat, sehingga untuk menghadapinya, umat islam dituntut menjelaskan
sistem keimanan secara rasional agar mereka dapat menerima dan
memahaminya.
Dari keterangan tersebut diketahui ada dua factor yang menyebabkan
timbulnya firqah-firqah dalam islam, yaitu :
a. Factor Internal dengan munculnya firqah-firqah dalam islam pasca
Khulafaur Rasyidin, yang banyak memperdebatkan masalah-masalah
akidah.
b. Factor eksternal, yaitu pergaulan umat islam dengan non-muslim yang
mendorong timbulnya kajian keimanan dengan pendekatan filsafat atau
dalil aqli.

Untuk mengetahui masing-msing Firqah dan perbedaannya dengan


Ahlussunnah Wal Jamaah, dibawah ini diuraikan beberapa firqah yang
pernah berpengaruh dalam dunia Islam, yaitu :

7
1. Khawarij
Pada tahun 37 H/ 657 M terjadi perang Sifin antara pasukan
Khalifah Ali bin Abi Thalib melawan pasukan yang dipimpin oleh
Mu’awiyyah bin Abi Sufyan. Dinamakan demikian, karena perang ini
terjadi di kota Shiffin.
Ketika peperangan sedang memuncak dan pasukan Mu’awiyyah
semakin terdesak, tiba-tiba beberapa orang diantara mereka mengangkat
mushaf dengan ujung tombak sebagai tanda mengajak damai dengan
bertahkim kepada Allah SWT. Semula Khalifah Ali bin Abi Thalib ingin
tetap melanjutkan peperangan sampai ada pihak yang kalah dan menang.
Akan tetapi sekelompok orang dari pasukan beliau menuntut agar
menerima tahkim, sehingga akhirnya beliau menerimanya.
Tahkim dilaksanakan di Daumatul Jandal dan masing-masing
pihak mengangkat seorang hakim. Mu’awiyyah memilih Amr bin Ash
dan Khalifah Ali diwakili oleh Abu Musa Al Asy’ari. Majelis Tahkim itu
berakhir dengan keputusan yang menguntungkan pihak Mu’awiyyah bin
Abi Sufyan. Akibatnya, sekelompok orang dari pihak pendukung
Khalifah Ali bin Abi Thalib berbalik menentang dan menuntut beliau
agar bertobat, karena dianggap telah melakukan dosa lantaran menerima
keputusan tahkim. Mereka dengan lantang mengumandangkan “Tidak
ada hakim selain Allah” (laa haakima illallah).
Khalifah Ali bin Abi Thalib menolak menuntut mereka, sehingga
mereka menyatakan keluar dari barisan pendukung Khalifah Ali. Karena
itu dalam sejarah, mereka dikenal dengan sebutan Khawarij (orang-orang
yang keluar). Jadi yang dimaksud dengan Khawarij adalah golongan yang
keluar dari barisan pembela Khalifah Ali bin Abi Thalib setelah terjadi
peristiwa tahkim.
Selanjutnya mereka berhimpun di Harura, dekat kota Kufah
dengan mengangkat Abdullah bin Abdul Wahab Arrasabi sebagai imam.
Karena itu mereka dikenal dengan Al Haruriyah. Mereka juga dikenal
dengan “Al Muhakkimah”, karena mereka bersemboyan “Tidak ada
hakim selain Allah” dan “Tidak ada hukum selain hukum Allah”.

8
Diantara ajaran-ajaran Khawarij yang bertentangan dengan
Ahlusunnah wal Jamaah (Thoha, As’ad. 2005):
a) Hanya mengakui sahnya Khalifah Abu Bakar As Shiddiq, Umar bin
Khatthab dan enam tahun pertama masa Khalifah Utsman bin Affan.
b) Mengutuk Sayyidatina A’isyah r.a. Ummil Mu’minin, karena
melakukan pemberontakan terhadap Khalifah Ali bin Abi Thalib
dalam “Perang Jamal”.
c) Dengan mudah mengafirkan orang Islam yang tidak sefaham, dan
menghalalkan nyawa atau jiwanya untuk dibunuh dan hartanya untuk
dirampas.
d) Amal ibadah termasuk rukun iman sehingga orang yang tidak
mengerjakan shalat, puasa, zakat, dan lain-lain dianggap kafir, begitu
juga orang yang mengerjakan dosa dan meninggal dunia sebelum
bertaobat.

Adapun ajaran Khawarij yang bertentangan dengan Ahlusunnah


Wal Jamaah antara lain (Thoha, As’ad. 2006):
a. Seseorang yang berdosa besar tidak lagi disebut muslim sehingga
harus dibunuh. Mereka juga beranggapan bahwa seorang muslim
dapat menjadi kafir apabila ia tidak mau memerangi atau membunuh
muslim lain yang telah dianggap kafir.
b. Setiap muslim wajib bergabung dengan mereka dan jika tidak maka
wajib diperangi karena hidup didalam “darul harbi” (negara musuh),
sedangkan golongan mereka sendiri dianggap berada dalam “darul
Islam” (negara Islam).
c. Adanya “al-wa’du wal Wa’id” (janji dan ancaman) mengaharuskan
orang-orang yang baik masuk surge dan orang jahat masuk neraka.
d. Al Qur’an adalah makhluk dan ayat-ayat mutasyabihad wajib di ta;wil
e. Manusia bebas menentukan perbuatannya sendiri bebas dari campur
tangan.

9
Golongan Khawarij dikenal memiliki sifat keras (ekstrim) dalam
beragama. Pada masa sekarang, secara riil mereka sudah tidak ada.
Namun jalan pikiran mereka masih berpengaruh terhadap sebagian kecil
umat Islam.

Dari uraian diatas, diketahui bahwa cirri-ciri orang Khawarij


adalah sebagai berikut :
a. Mudah mengafirkan orang yang tidak sefahan dengan mereka,
sekalipun orang itu menganut agama Islam.
b. Orang yang benar hanyalah yang mereka pahami dan amalkan,
sedangkan yang dipahami dan diamalkan pihak lain dianggap salah
c. Orang Islam yang tersesat dan menjadi kafir harus dibawa kembali
keajaran Islam yang sebenarnya sesuai yang mereka pahami dan
amalakan
d. Pemerintah yang tidak sepaham dengan mereka dianggap sesat,
sehingga wajib diganti dengan Imam dari golongan mereka sendiri.
e. Mereka bersifat fanatic dan tidak segan-segan menggunakan
kekerasan dan membunuh untuk mencapi tujuan.

2. Syi’ah
Secara harfiyah kata Syiah berarti kelompok, pengikut atau
pendukung. Sedang menurut istilah dipergunakan untuk menunjuk para
pengikut Khalifah Ali bin Abi Thalib (Syi’atu Ali) serta keturunannya.
Inti ajaran Syi’ah adalah masalah imamah yang ketentuannya harus
berdasarkan ketetapan syara’. Dan yang berhak menjadi imam (Khalifah)
adalah sayyidina Ali bin Abi Thalib sesuai wasiat Rasulullah SAW. Dari
ajaran tersebut, kemudian melahirkan beberapa faham keagamaan yang
berkaitan dengan masalah aqidah dan ibadah.
Menurut (Thoha, As’ad. 2005) sebagian ajaran Syi’ah bertentangan
dengan ajaran Ahlussunnah wal Jamaah, misalnya :
a) Nabi telah berwasiat bahwa yang menggantikan beliau sebagai imam
adalah Sayyidina Ali bin Abi Thalib. Karena itu, tampilnya Abu

10
Bakar As Shiddiq, Umar bin Khattab dan Utsman bin Affan sebagai
khalifah dianggap tidak sah dan telah merampas hak Sayidina Ali.
b) Imam sebagai pengganti Nabi adalah kepala negara sekaligus
pemimpin agama. Seorang imam bersifat ma’shum artinya tidak
pernah berbuat dosa dan tidak boleh diganggu gugat.
c) Imam mendapatkan wahyu dari Allah SWT, sekalipun tidak melalui
malaikat Jibril. Karena itu fatwa seorang imam sama kedudukannya
dengan wahyu yang disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW dan
yang mengingkarinya dianggap telah murtad.
d) Sebagian golongan Syi’ah beranggapan bahwa Sayyidina Ali
memiliki sifat-sifat ketuhanan. Paham ini dikembangkan oleh Syi’ah
Ghulat yang banyak dipengaruhi oleh paham Mujassimah.
e) Menghalalkan nikah muth’ah, yaitu akad nikah yang dibatasi dengan
waktu tertentu, misalnya seminggu, sebulan dan seterusnya.
f) Tidak menerima ijma’ dan qiyas sebagai salah satu sumber hokum
Islam.

Menurut (Thoha, As’ad. 2006) diantara ajaran Syi’ah yang


bertentangan dengan Ahlusunnah Wal Jamaah adalah :
a. Ahli bait hanyalah keturunan Ali bin Abi Thalib dan Fathimah dan
merekalah yang berhak memperoleh wasiat kepemimpinan
peninggalan Nabi Muhammad SAW. Karena itu kekhalifahan Abu
Bakar Assidiq, Umar bin Khattab dan Usman bin Affan tidak sah.
b. Imam memiliki sifat ma’shum (terpelihara dari dosa dan kesalahan)
dan masih menerima wahyu dari Allah SWT
c. Percaya kepada Imam merupakan salah satu rukun Iman
d. Kelak diakhir jaman akan tampil seorang Imam yang disebut “Al
Mahdi Al Muntadzar”

Dalam perkembangannya, Syi’ah terpecah menjadi beberapa


golongan antara lain: Syi’ah Azzaidiyah, Syi’ah Imamiyah atau
Ja’fariyah, Syi’ah Ismailiyah dan Syi’ah Ghulat. Dewasa ini aliran Syiah
tersebar di beberapa negara, seperti: Iran, Irak, Afganistan, Pakistan,

11
India, Libanon, Bahrain, Kuwait serta beberapa negara di Eropa dan
Amerika.

3. Mu’tazilah
Mu’tazilah adalah aliran dalam ilmu kalam yang muncul di
Bashrah pada abad ke-2 Hijrah atau ke-8 Masehi. Pendirinya bernama
Washil bin Atha’, seorang tabi’in yang memisahkan diri dan keluar dari
majlis pengajian gurunyaHasan Al Bashri di Masjid Raya Bashrah.
Mu’tazilah berasal dari kata I’tazalah yang artinya memisahkan diri.
Nama lain golongan ini adalah “Muaththilah” karena mengingkari (tidak
mengakui sifat-sifat Tuhan.
Mu’tazilah dikenal sebagai golongan yang menganut kebebasan
berfikir dan mendewakan akal (rasio). Dalam mengembangkan
pahamnya, mereka menyukai perdebatan atau mujadalah. Aliran
Mu’tazilah mempunyai lima prinsip utama yaitu:
a) Attauhid, artinya Allah itu Maha Esa tanpa memiliki sifat lainnya.
Karena apabila Tuhan bersifat, maka Tuhan bukan Dzat yang Qadim
dan ada sesuatu yang menyamai-Nya.
b) Al Adl, artinya Tuhan yang Maha Adil. Karena keadilan-Nya, Tuhan
memberikan kekuasaan kepada manusia untuk menentukan baik dan
buruk, sehingga ia bisa mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Apabila tidak demikian berarti Tuhan memberikan beban (taklif)
kepada manusia, maka Dia tidak adil.
c) Al Wa’d wal Wa’id, artinya Tuhan pasti melaksanakan janji dan
ancaman-Nya. Tuhan wajib memberikan pahala kepada manusia yang
berbuat baik, dan wajib menyiksa orang berbuat buruk, serta
mengampuni orang yang bertobat sebelum mati.
d) Al Manzilah Bainal Manzilatain, artinya posisi diantara iman dan
kufur. Orang mukmin yang melakukan dosa besar dan belum bertobat
sebelum meninggal dunia, maka dia bukan orang mukmin dan bukan
orang kafir. Di akhirat, dia akan kekal di neraka.

12
e) Al Amru bil Ma’ruf wan Nahyu anil Munkar (menyuruh berbuat baik
dan mencegah perbuatan kemunkaran) merupakan kewajiban secara
aqli bagi semua orang Islam.

Diantara ajaran Mu’tazilah yang bertentangan dengan Ahlussunnah


wal Jamaah adalah:

a) Baik dan buruk ditentukan oleh manusia sendiri bukan oleh Tuhan.
b) Kedudukan Al Qur’an dan Assunnah dibawah akal manusia. Mereka
mendahulukan akal dari pada Al Qur’an dan Al Hadits.
c) Al Qur’an adalah makhluq, sama dengan makhluq-makhluq yang lain.
d) Tuhan tidak mempunyai sifat, seperti sifat Maha Mendengar, Maha
Mengetahui, dan lain-lain. Tetapi Tuhan Mendengar, Mengetahui dan
sebagainya dengan Dzat-Nya.
e) Tuhan tidak bisa dan tidak boleh dilihat walaupun di surga.
f) Arasy, Kursi, Mizan, Shirath, Telaga Kautsar, siksa kubur dan Syafaat
itu tidak ada.
g) Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW dengan jasad dan rohnya adalah
tidak masuk akal, Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW adalah mimpi
belaka.
h) Tuhan wajib membalas manusia yang berbuat kebajikan dan
menyiksa orang yang berbuat kejahatan.
i) Surga dan neraka itu tidak kekal, dan sekaran belum ada.
j) Perbuatan manusia itu diciptakan manusia sendiri, tanpa campur
tangan Tuhan.

Pada masa sekarang, secara riil golongan Mutazilah sudah tidak


ada. Namun jalan pikiran mereka masih berpengaruh terhadap sebagian
umat Islam.

4. Wahabiyah
Nama Wahabiyah dinisbatkan atau dikaitkan dengan nama
pendirinya yaitu Muhammad bin Abdul Wahab (1115-1201 H/ 1703-
1787 M) Aliran ini mengaku sebagai golongan Ahlussunnah wal Jamaah

13
dengan megikuti hasil pikiran Imam Ahmad bin Hanbal menurut
penafsiran Ibnu Taimiyah. Karena itu ajarannya dalam bidang aqidah
tidak jauh berbeda dengan ajaran Ibnu Taimiyah.
Ajaran Wahabiyah dapat disimpulkan dalam bidang tauhid dan
bidang ibadah. Dalam bidang tauhid, Wahabiyah berpendirian sebagai
berikut:
a) Penyembahan dan permohonan kepada selain Allah adalah salah dan
barang siapa yang berbuat demikian wajib dibunuh.
b) Orang yang mencari ampunan Tuhan dengan mengunjungi kuburan
orang-orang shaleh termasuk golongan musyrik.
c) Termasuk kufur adalah:
 Memberikan suatu ilmu yang tidak berdasarkan Al Qur’an dan
Assunnah, atau ilmu yang bersumber dari akal pikiran semata-
mata.
 Mengingkari qadar dalam semua perbuatan.
 Menafsirkan Al Qur’an dengan jalan ta’wil.
d) Termasuk syirik adalah memberikan tambahan kata sayyidina kepada
nabi pada waktu shalat.
e) Memakai “tasbih” sebagai alat penghitung dalam berdzikir adalah
larangan.
f) Sumber syari’at Islam dalam hal halal haram hanyalah Al Qur’an dan
Assunnah. Pendapat ulama tentang halal haram tidak dapat dijadikan
pegangan selama tidak didasarkan atas kedua sumber tersebut.
g) Pintu ijtihad tetap terbuka dan siapapun dapat melakukannya.

Hal-hal yang dipandang bid’ah dan harus diberantas diantaranya adalah:

a) Wanita ikut serta mengiring jenazah


b) Mengadakan perkumpulan dan pertemuan untuk berdzikir
c) Berdoa dengan tawassul
d) Membangu kubah (cungkup) diatas kuburan
e) Berziarah kubur/ makam

14
f) Kebiasaan sehari-hari seperti merokok, berfoto, minum kopi,
memakai cincin, memakai sutra bagi kaum lelaki dan lain-lain.
5. Ahlussunnah wal Jamaah
Istilah Ahlussunnah wal Jamaah sebenarnya sudah ada sejak zaman
Rasulullah SAW. Akan tetapi Ahlussunnah sebagai suatu gerakan
pemurnian ajaran islam muncul kembali pada abad ke-3 Hijriyah. Ulama
yang dianggap berjasa mempopulerkan kembali istilah Ahlussunnah wal
Jamaah ialah Imam Abul Hasan Al Asy’ari dan Imam Abu Manshur Al
Maturidi. Karena itu jika disebut golongan Ahlussunnah wal Jamaah,
maka yang dimaksud adalah golongan Asy’ariyah dan Maturidiyah
(golongan pengikut Al Asy’ari dan Al Maturidi).
Sebagai gerakan pemurnian ajaran Islam dalam bidang aqidah,
golongan Ahlussunnah wal Jamaah selalu berpedoman pada dalil naqli
(Al Qur’an dan Al Hadits) dan dalil aqli (hasil penalaran). Artinya dalil
aqli tetap dipergunakan untuk membuktikan kebenaran sesuatu yang
terdapat dalam Al Qur’an dan Al Hadits. Setelah diketahui kebenarannya
melalui dalil naqli. Dengan kata lain, dalil aqli hanya dipergunakan
sebagai pembantu untuk memahami dan mendukung lahirnya suatu nash.

Selain itu, di antara golongan Ahlussunnah wal jama;ah ada yang


disebut “salaf” (generasi pendahulu mulai dari sahabat, tabi’in dan tabii
tabi’in) dan “khalaf” (generasi yang datang kemudian sesudah masa tabiit
tabi’in). Di antara keduanya terdapat pandangan yag berbeda, terutama
dalam menyikapi ayat-ayat mutasyabbihat yang terdapat dalam Al
Qur’an.

Generasi salaf mempercayai kebenaran ayat-ayat tersebut tanpa


mau memperdebatkan arti sebenarnya. Mereka memahaminya secara
umum, mengartikannya dengan dalil-dalil naqli dan tidak
menakwilkannya. Imam Malik pernah ditanya tentang arti kata “istiwa”
bagi Allah. Pertanyaan itu dijawabnya:

15
Artinya : “ Kata “Istimewa” itu sudah dimaklumi artinya,
sedangkan bagaimana caranya tidak ada yang tahu. Beriman terhadap
kebenaran masalah tersebut adalah wajib, sedangkan mempertanyakannya
bid’ah”

Sedangkan generasi khalaf yang muncul pada abad ke-3 Hijriyah


menerima penggunaan dalil aqli di samping dalil naqli. Artinya mereka
tidak hanya menggunakan pendekatan naqli tetapi menggunakan
penafsiran yang sesuai dengan ke-Maha Agungan Allah dan menjauhi
sikap penterupaan (tasybih) terhadap Allah dengan makhluknya.
Penafsiran ini disebut dengan “ta’wil”. Dengan demikian dapat diketahui
bahwa salah satu ciri Ahlussunnah wal Jamaah adalah “At Tawassuth”
yakni bersikap tengah-tengah dalam metode dan pola berfikir.

Dalam Ilmu Kalam yang dianggap sebagai tokoh penyusun ajaran


teologi Ahlussunnah wal Jamaah adlah Imam Abdul Hasan Asy’ari dan
Imam Abu Manshur Al Maturidi. Dalam kitab “Ittihafu Sadatil
Muttaqin”, Imam Muhammad bin Muhammad Al Husni Az Zabidi
berkata :

Artinya : “Apabila disebut kaum Ahlussunnah wal Jamaah, maka


maksudnya alah pengikut paham Asy’ariyah dan Maturidiyah”.

Antara keduanya terdapat persamaan yaitu mendasarkan pemikiran


teologis pada dalil naqli dan dalil aqli. Bedanya hanyalah terletak pada
porsi yang diberikan kepada akal. Dalam hal ini Imam Al Maturidi
memberikan porsi lebih besar dari pada yang diberikan oleh Imam Al
Asy’ari.

Ajaran Ahlussunnah wal Jamaah dalam bidang aqidah adalah:


a) Iman adalah mengikrarkan dengan lisan, dan membenarkan dengan
hati. Sedangkan iman yang sempurna adalah mengikrarkan dengan

16
lisan, membenarkan dengan hati dan mengerjakan dengan anggota
badan.
b) Allah memiliki sifat-sifat Jalal (kebesaran), Jamal (keindahan) dan
Kamal (kesempurnaan). Sedangkan yang wajib diketahui oleh setiap
mukmin adalah sifat wajib sebanyak 20 siifat, sifat mustahil
sebanyak 20 sifat dan 1 sifat jaiz Allah SWT.
c) Allah SWT dapat dilihat dengan mata kepala kelak di akhirat atau
surga.
d) Al Qur’an sebagai perwujudan Kalamullah yang qadim adalah
qadim, sedangkan Al Qur’an yang berupa huruf dan suara adalah
baru.
e) Allah SWT tidak berkewajiban membuat yang baik dan yang terbaik,
mengutus para rasul, memberi pahala kepada yang taat, dan
menjatuhkan siksa kepada orang yang durhaka.
f) Kebaikan dan keburukan tidak dapat diketahui oleh akal semata.
g) Allah SWT menciptakan perbuatan manusia.
h) Pertanyaan Malaikat Munkar dan Nakir, siksa kubur, rahmat kubur,
kebangkitan di akhirat, pengumpulan manusia di Mahsyar,
timbangan amal perbuatan manusia, shirath kesemuanya adalah
benar adanya.
i) Tidak ada tempat di akhirat selain surga dan neraka dan keduanya
adalah makhluq ciptaan Allah SWT.
j) Orang mukmin yang mengerjakan dosa besar dan meninggal dunia
sebelum sempat bertaubat akan masuk neraka sampai selesai
menjalani siksaan dan akhirnya masuk surga.
k) Nabi Muhammad SAW diutus oleh Allah SWT menyampaikan
agama-Nya dengan diberi kekuatan mu’jizat.
l) Diantara para sahabat Rasulullah SAW ada sepuluh orang yang
dijamin masuk surga.
6. Qadariyah dan Jabariyah
Qadariyah dan Jabariyah sebenarnya bukan aliran, tetapi
merupakan paham tentang kekuasaan Allah dan kemampuan manusia.

17
Kedua faham ini ikut mempegaruhi aliran-aliran yang ada seperti
Mu’tazilah, Asy’ariyah, Maturidiyah, Wahabiyah dan sebagainya.
Secara harfiyah Qadariyah berarti kuasa, sedangkan Jabariyah berarti
terpaksa. Paham Qadariyah berpendapat bahwa semua perbuatan manusia
adalah karena kehendak dan kemampuannya sendiri, bebas dari
kekuasaan dan iradah Allah SWT. Manusia dengan kemauan dan
kemampuannya dapat berbuat baik atau buruk tanpa ada kekuatan dan
kekuasaan lain yang memaksanya.
Sedangkan Jabariyah berpendapat bahwa manusia tidak
mempunyai daya, tidak mempunyai upaya dan tidak ada ikhtiyar sama
sekali dalam perbuatannya. Semua perbuatan manusia itu hanya majbur
(terpaksa) diluar kemauan dan kemampuannya. Manusia tinggal
menerima apa adanya dalam pengendalian Tuhan.
Paham Qadariyah untuk pertama kalinya dipropagandakan oleh Ma’bad
Al Juhaini dan Ghailan Ad Dimasyqi. Sedangkan paham Jabariyah
dipelopori oleh Jahm bin Shafwan, Jabban bin Sam’an dan Jaad bin
Dirham.

2.4. Sikap Nahdlatul Ulama terhadap Firqah-firqah


Nahdlatul Ulama didirikan untuk membela, mengembangkan serta
memperjuangkan Ahlussunnah wal Jamaah sebagai satu-satunya aliran yang
memiliki pola pikir ditengah-tengah seluruh aliran. Oleh sebab itu dalam
menyikapi firqah-firqah dalam islam, Nahdlatul Ulama memilih “sikap at
tawassuth wal i’tidal” (moderat dan tegas) sebagaimana yang dikembangkan
oleh Ahlussunnah wal Jamaah.
Memang Nahdlatul Ulama tidak sepaham dengan aliran selain
Ahlussunnah wal Jamaah, tetapi tidak menghukuminya telah keluar dari
Islam dan menjadi kafir. Karena kufur adalah urusan Allah semata. Dengan
kata lain, aliran-aliran tersebut tetap berada dalam garis Islam, selama masih
berpedoman pada Al Qur’an dan Al Hadits.
Nahdlatul Ulama menyatakan diri sebagai pengikut aliran
Ahlussunnah wal Jamaah. Karena itu setiap warganya harus melaksanakan

18
aqidah, syariah dan akhlaq yang telah dirumuskan oleh Ahlussunnah wal
Jamaah secara istiqamah. Akan tetapi dalam hubungannya dengan nilai-nilai
kemasyarakatan, Nahdlatul Ulama bersikap toleran terhadap aliran-aliran
yang lain. Bagi Nahdlatul Ulama, firqah-firqah yang ada dalam Islam itu
adalah suatu perbedaan. Dan Nahdlatul Ulama menghargai adanya
perbedaan.

19
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Sejarah timbulnya firqah dalam islam terjadi setelah Rasulullah SAW


telah wafat, bibit-bibit perselisihan diantara umat Islam mulai tampak yaitu
perselisihan para sahabat mengenai wafat tidaknya Rasulullah SAW, tempat
dimana beliau dimakamkan, dan siapa yang layak menggantikan beliau
sebagai pemimpin umat islam. Ketiga masalah ini berkembang menjadi
perselisihan yang menyebabkan timbulnya firqah-firqah di kalangan Islam.

Sebab-sebab yang menjadikan timbulnya firqah yaitu; fanatisme


kesukuan bangsa Arab, perebutan jabatan khalifah, masuknya pemeluk
agama lain ke agama Islam, penerjemahan buku filsafat, adanya ayat
Mustasyabihat, istinbath (penggalian) hukum Syar’i, munculnya Para
pendongeng.

Firqah-firqah yang berpengaruh dalam islam yaitu Khawarij, Syi’ah,


Mu’tazilah, Wahabiyah, Ahlussunnah wal Jama’ah, Qadariyah dan Jabariyah.

3.2. Saran

Nahdlatul Ulama menyatakan sebagai pengikut aliran Ahlussunnah


wal Jamaah. Oleh karena itu harus melaksanakan aqidah, syariah dan akhlaq
yang dirumuskan oleh Ahlussunnah wal Jamaah secara istiqamah. Tetapi
hubungannya dengan nilai-nilai kemasyarakatan, NU bersikap toleran
terhadap aliran-aliran yang lain. Bagi NU, firqah-firqah yang ada dalam
Islam itu adalah suatu perbedaan dan NU menghargai adanya perbedaan.

20

Anda mungkin juga menyukai