Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

INKAR SUNNAH VERSI KHAWARIJ DAN PANDANGAN MEREKA


TERHADAP SUNNAH

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Inkar Sunnah


Dosen Pengampu Syarif Hidayatullah. M. Pd.

Disusun Oleh:
Asep Milah

PROGRAM STUDI ILMU HADITS


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI)
PERSATUAN ISLAM GARUT
2019
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah subhanahu wa ta’ala yang telah
memberikan karunia-Nya yang tak terhingga. Dengan rahmat-Nya Allah
senantiasa memberikan pelbagai hal yang dibutuhkan oleh manusia, sekian
dari banyaknya kebutuhan manusia, Allah memberikan kepada manusia
pengetahuan yang mencangkup segala apa yang dibutuhkannya. Dengan
ilmu yang Allah limpahkan tentunya membuka tabir akan suatu
pengetahuan yang berguna untuk membedakan antara yang baik dan
buruk.
Dalam perkembangan dunia islam bercorak atau beragam akan
aliran-aliran yang berkembang semenjak Nabi Muhammad SAW wafat,
salah satu aliran yang muncul adalah aliran khawarij yang mana khwarij
ini adalah pasukan yang membersamai Sahabat Ali bin Abi Thalib
kemudian mereka membelot dari pasukan Ali bin Abi Thalib karena
ketidakpuasan terhadap keputusan pada perang siffin yang dikenal dengan
tahkim (arbitrase).
Allhamdulilah akhirnya penulis berhasil menyelesaikan tugas
makalah “Inkar Sunnah Versi Khawarij dan Pandangan Khawarij
Terhadap Sunnah” walaupun dalam prosesnya tidak mudah dan penulis
sadar akankekurangannya. Semoga karya tulis ini bermanfaat bagi penulis
maupun bagi para pembaca.

Garut, Oktober 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................... I

DAFTAR ISI ......................................................................................................... II

BAB I .................................................................................................................... 1

PENDAHULUAN ................................................................................................ 1

A. Latar Belakang Masalah ............................................................................ 1

B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 2

C. Tujuan Penulisan ....................................................................................... 2

BAB II ................................................................................................................... 3

PEMBAHASAN ................................................................................................... 3

A. Apa Itu Khawarij ....................................................................................... 3

B. Apa Penyebab Kelompok Khawarij Mengingkari Sunnah ....................... 6

C. Bagaimana Pandangan Khawarij Terhadap Sunnah ................................. 11

BAB III ................................................................................................................. 14

PENUTUP ............................................................................................................. 14

A. Kesimpulan ............................................................................................... 14

B. Saran .......................................................................................................... 14

DAFTAR FUSTAKA ........................................................................................... 15

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Semenjak Nabi Muhammad SAW wafat sistem pengolahan pemerintahan
itu diserahkan pada generasi berikutnya, yakni dilanjutkan oleh para sahabat
yang disebut dengan Khalifah Rasyidun. Dari khalifah pertama yang
dinobatkan kepada Abu Bakar dengan sistem musyawarah, kemudian yang
kedua kepada Umar Ibn Khatab dengan. Pada dekade berikutnya kepemimpina
khalifah jatuh pada Utsan Ibn Affan, Utsman kemudian berakhir dengan di
bunuh (masa fitnah) pertama. Dan ke-khalifah-an berlanjut dan ternobatkan
oleh Ali Ibn Abi Thalib, pada masa itu kemudian terjadi pemberontakan Aisyah
terhadap Ali agar membunuh kembali orang yang telah membunuh Utsman.
Peristiwa berlanjut hingga terjadi perang antara Ali dan Muawiyah, dalam
perang tersebut kemudian di akhiri dengan perjanjian damai antara pasukan Ali
dan Muawiyyah dengan mengirimkan dua utusan atau juru damai dari
keduanya.
Setelah keputusan itu di umumkan ternyata dari pasukan Ali ada yang
tidak bisa menerima keputusan tersebut, merasa tidak puas dan mereka
akhirnya membelot keluar dari barisan muslimin, oleh para ulama pasukan yang
keluar ini disinyalir akan terjadinya huru hara pertama dalam islam sehingga
kelompok yang keluar ini dinamakan khawarij. Selanjutnya khawarij ini banyak
menimbulkan kejanggalan dan membuat tidak aman pada kehidupan
masyarakat. Oleh sebabnya muncul pula polemik yang berkelanjutan selain itu
pelbagai sekte-sekte muncul dari khwarij ini bercabang dan mempunya fatwa
yang berbeda-beda, dari kacamata yang berbeda ini mungkin kita menemukan
suatu yang dapat ditarik garis kesamaannya? Ataukah perbedaan mereka ini
karena atas dasar pendapat kelompoknya masing-masing? Ternyata setelah
diselidiki akan perbedaan tersebut mereka memang berbeda karena pada
dasarnya kelompok ini berpisah dan keluar dari pasukan Ali mempunyai tujuan
politik. Jadi wajar muncul perbedaan antara satu dengan yang lainnya dan

1
perbedaan itu lahir untuk menguatkan hujjah-nya sendiri. Kemudian apakah
mungkin mereka dalam fatwa keyakinan dengan memakai sunnah atau hadits
Nabi? Ternyata dari pendapatnya pun memang tidak sesuai dengan Ahl al-
Sunnah wa al-Jamaah yang mengikuti sunnah Nabi. Nah, dari sini penulis
sedikit akan membahas tema tengan Inkar Sunnah Versi Khawarij dan
Pandangan Mereka Terhadap Sunnah, karena faktor di atas penulis akan
memberi sedikit gambaran pada rumusan masalah di bawah, insya allah.

B. Rumusan Masalah
Dari sekilas pembahasan di atas untuk lebih memerinci pembahasan maka
penulis akan membatasi pembahasan dengan beberapa rumusan masalah,
sebagai berikut:

1. Apa itu Khawarij?


2. Apa Saja Penyebab Sekte Khawarij Mengingkari Sunnah Nabi?
3. Bagaimana Inkar Sunnah Versi Khawarij?
4. Bagaimana Pandangan Sekte Khawarij Terhadap Sunnah Nabi?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisannya yaitu untuk memberikan sedikit
penjelasan tentang masalah-masalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui Apa Itu Khawarij


2. Mengetahui Apa Saja Penyebab Sekte Khawarij Mengingkari
Sunnah Nabi
3. Mengetahui Bagaimana Inkar Sunnah Versi Khawarij
4. Mengetahui Bagaimana Pandangan Sekte Khawarij Terhadap
Sunnah Nabi

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Apa itu Khawarij
Sedikit perlu di bahas tentang apa itu khawarij karena nantinya berkaitan
dengan pembahasan selanjutnya, dengan penjelasan yang singkat dan
mengambil pendapat yang umumnya saja. Sebagai berikut.
Khawarij adalah orang yang keluar dari kepemimpinan yang haq yang
telah disepakati oleh seluruh atau kebanyakan orang mereka dinamakan
khawarij.1 Termasuk para khalifaur Rasyidin. sedangkan pendapat lain
menyatakan bahwa yang dimaksud khawarij adalah di nisbatkan kepada
siapapun orang yang mengingkari dan keluar dari kepemimpinan Ali ibn Abi
Thalib dan mengingkari pemimpin-pemimpin berikutnya yang sesuai haq.2

B. Apa Saja Penyebab Sekte Khawarij Mengingkari Sunnah Nabi


Dari pembahasan ini kita akan bisa mengetahui apa saja penyebab mereka
mengingkari sunnah. Dengan beberapa bukti yang bisa membuktikannya dan
tidak terlepas dari faktor yang mendorongnya. Jika secara kongkrit atau
langsung faktor utama mereka mengingkari sunnah ini tidak terlepas dari
pengingkaran mereka terhadap sunnah bermula dari keluarnya mereka dari
pasukan Ali Ibn Abi Thalib saat mereka tidak merasa puas dengan gencatan
senjata yang terjadi antara pasukan Ali Ibn Abi Thalib dengan pasukan
Muawiyyah pada perang shifin. Padahal semula keputusan tahkim atau
arbitrase ini asalnya adalah ajuan dari sekte khawarij itu sendiri, dengan
langkah mengirimkan juru damai dari kedua kubu. Khalifah Ali pada awalnya
hendak mengutus Abdullah Ibn Abbas, namun khawarij ini menentangnya
dengan alasan Abdullah ibn Abbas adalah masih keluarga Ali, kemudian
khawarij mengajukan Abu Musa al-Asy’ari yang mereka harapkan agar bisa

1
Ghalib Ibn Aliy ‘Awaajiy, Al-Khawarij Taarihum Waraauhum al-‘Itiqadiyyah wa Mauqif
al-Islami Minha, (1997), hlm. 21.
2
Asy-Syahrastani, Aliran-aliran Teologi Dalam Sejarah Umat Manusia, dari. “Al-Milal
wa al-Nihal”, terjemahan oleh Asywadie Syukur (ed. Surabaya: PT Bina Ilmu, 2003), hlm. 101.

3
menentukan keputusan berdasarkan Al-Qur’an. Sesudah mendengar
keputusannya yang tak sesuai dengan ekspektasi mereka akhirnya mereka
keluar dari barisan Muslimin (pasukan Ali ibn Abi Thalib).3
dari peristiwa tersebut, salah satu bukti ketika perdamaian itu di umumkan
kemudian mereka memberontak dengan mengemukakan statemant, “Buat apa
kita menerima keputusan itu padahal tidak ada hukum selain dari pada hukum
Allah”.4 Adapun ketika mereka di datangi oleh Ibnu Abbas mereka
pendapatnya antara lain, “penetapan hukum hanyalah milik Allah, lantas apa
berhak mereka memutuskan hukum tersebut”.5 hal ini terlihat dari tiga alasan
dan sebab pokok mereka keluar dari pasukan Ali ibn Abi Thalib. Pertama:
Dia telah mengangkat penengah terkait urusan Allah SWT. Kedua: Dia
berperang tapi tidak mau menawan tawanan dan tidak mengambil Ghanimah.
Ketiga: Dia telah mencopot dari darinya Amirul Mukminin.
Kemudian indikasi lainnya dapat dilihat ketika mereka berkumpul di
rumah Abdullah bin Wahb ar-Rashibi, berkhutbah dengan anjuran zuhud dan
memotivasi untuk meraih akhirat dan memerintah melaksanakan amar makruf
nahyi munkar, dan menjas kepada Ali ibn Abi Thalib akan keadaannya yang
dzalim, selain itu beberapa pengikut tokoh lainnya seperti Harqus Ibn Zuhair,
“janganlah terlena dengan perhiasan dunia sehingga masih menetap di
dalamnya (tidak mau pergi terlena). Hal ini dikatakan ketika mereka masih
berada di kawasan khalifah Ali dan untuk semakin menguatkan tekad para
pengikutnya untuk berlepas dari khalifa Ali ibn Abi Thalib untuk pergi ke
madain menjadikan tempat basis kekuatan mereka.”6 Setelah itu, tokoh yang
terpilih sebagai pemimpin mereka berujar dengan firman Allah SWT, sebagai
berikut:

3
Ibid., hlm. 101-102.
4
Ibid.,
5
Ali Muhammad Ash-Shalabi, Sejarah, Ideologi dan Penyimpangan Menurut
Pandangan Ahlu al-Sunnah wa al-Jama’ah, dari. “Fikrul Khawarij Wasy Syi’ah fi Mizani Ahlis
Sunnah wal Jama’ah”, terjemahan oleh Cep Mohammad Faqih (ed, Jakarta Timur: Umul Qura,
2006), hlm. 39.
6
Ibid., hlm. 49-50.

4
 
  
  
  
  
    
   
   
  

Artinya:
“Hai Daud, Sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di
muka bumi, Maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil
dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu
dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat darin jalan Allah akan
mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan. (Qs.
Shaad [38] : 26).
   
   

Artinya:
“Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah,
Maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” (Qs. Al-Maidah [5] : 44)
   
   

Artinya:
“Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan
Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim.” (Qs. Al-Maidah [5] :
45)

5
  
  
 

Artinya:
“Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan
Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik.” (Qs. Al-Maidah [5] :
47)
Dengan ayat-ayat ini pula mereka jadikan patokan bahwa, pemegang
otoritas hukum hanya Allah, tidak ada hukum yang otoritasnya benar dan
tidak bisa dijadikan pegangan jika suatu hukum di putuskan oleh manusia
(penengah), sedang hal ini bertentangan dengan hal-hal yang telah tertera
dalam al-Qur’an itu sendiri, bahwa Allah telah menyerahkan hukum-Nya
dengan mengangkat beberapa orang barang berharga seperempat dirham,
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu membunuh binatang
buruan ketika kamu sedang ihram. Barangsiapa di antara kamu
membunuhnya dengan sengaja, Maka dendanya ialah mengganti dengan
binatang ternak seimbang dengan buruan yang dibunuhnya, menurut putusan
dua orang yang adil di antara kamu. QS. Al-Maidah [5] : 95. Itu merupakan
hukum yang diputuskan oleh manusia.

C. Bagaimana Inkar Sunnah Versi Khawarij


Dari pertanyaan di atas data yang mungkin factual dapat disajikan tidak
secara langsung menyebutkan bagaimana inkar sunnah versi khawarij,
melainkan merujuk pada kenyataan paham-paham khawarij dari pelbagai
alirannya sebagai berikut.
1. Paham akan Imamah yang menurutnya boleh selain dari Qurasy, setiap
orang yang mereka angkat yang mampu adil dan menjauhi kejahatan
adalah pemimpin yang salah, namun jika imam berubah prilakunya
dan meninggalkan kebenaran maka ia wajib untuk dibunuh.

6
Kemudian, pandangannya terhadap khalifah Ali ibn Abi Thalib yang
sudah melakukan banyak kekeliruan menerima hukum selain hukum
Allah dalam peristiwa arbitrase.7
2. Mengkafirkan Ali ibn Abi Thalib, mengkafirkan orang-orang yang
tidak mau ikut perang, enggan berhijrah, boleh membunuh anak-anak
perempuan para penentangnya ketika perang, tidak mengakui
hukuman rajam terhadap pezina karena tidak ada hukumnya dalam al-
Qur’an, membebaskan hukuman cambuk bagi orang yang menuduh
lelaki berbuat zina karena hukum itu hanya berlaku bagi orang yang
menuduh perempuan berzina, anak orang musyrik dan orangtuanya di
neraka, dosa besar dan dosa kecil dapat berlaku pada diri para Nabi
dan terhitung kufur, setiap orang yang melakukan dosa besar mereka
telah kafir (sudah keluar dari islam).8
3. Paham yang mengharuskan mengenal Allah, para rasul, haram
membunuh sesama muslim, mengakui secara umum apa yang
diturunkan oleh Allah, semua ini wajib bagi orang muslim
mengenalinya kejahilan tidak dijadikan alasan. Akan tetapi kejahilan
ini berlaku bagi penetapan hukum halal dan haram, seperti mujtahid
yang salah dalam penetapan hukum.9

7
Kelompok yang mempunyai paham ini adalah sekte al-Muhakamiyah orang khawarij
yang pertama dari kelompok ini bernama Zu al-Khuwarisah dan yang terakhirnya adalah Zu al-
Tsadiyah. Sedangkan orang yang pertama mereka angkat sebagai Imamnya adalah ‘Abdullah
ibn Wahab al-Rasibi, peristiwa pembaitannya dilakukan di rumah Zaid ibn Husain dan orang
yang mengikuti atau menyaksikan pembaiatannya ialah ‘Abdullah ibn al-Kawa, Urwah ibn Jarir,
Yazid ibn Ahim al-Muharibi, beserta kelompok lainnya.
8
Kelompok yang menganut paham ini adalah sekte Al-Zariqah, kelompok pendukung
Abu Rasyid Nafi ibn Al-Azraq (60H), yang memberontak terhadap pemerintahan Ali ibn Abi
Thalib, ia berhasir melarikan diri dari Bashrah ke Akhwaz kemudian mereka berhasil mengusai
daerah itu beserta daerah-daerah yang lainnya seperti kirman di masa Abdullah ibn Zubair
sesudah berhasil membunuh gubernurnya.
9
Kelompok ini adalah sekte an-Najdaat al-Aziriah, an-Najdat adalah kelompok yang
mengikuti pemikiran seorang yang bernama Najdah ibn Amir Al-Hanafi yang dikenal dengan
panggilan Ashim yang menetap di Yaman. Kelompok ini sebenarnya lahir dari kelompok
azariqah yang bernama Fudhaik yang memberontak terhadap kepemimpinan Nafi ibn Al-Azraq
kemudian ditengah perjalannya ia bertemu dengan ‘Athiah ibn al-Ashwad al-Hanafi yang
bergabung menentang al-Azraq kemudian mengangkat Najdah, alasan mereka mengangkat

7
4. Seorang yang belum balig belum bisa disebut muslim, kriteria muslim
untuk mengenal Allah dan mengenal apa yang di bawa oleh Rasul-Nya
ialah ketika ia sudah balig dan yakin, kepemimpinan hanya di tanga
Allah, mengetahui hukum syara itu hanya boleh secara global agar
asumsinya yakni agar tidak terjerumus pada perbuatan yang terlarang,
menahan diri terhadap sesuatu yang belum jelas serta tidak
menjalankan perintah kecuali apa yang sudah diperintahkan, iman
cukup pengakuan dalam hati, tidak ada yang lebih haram melainkan
dari apa yang telah Allah haramkan dalam wahyu-Nya pada pendapat
ini, al-Qur’an yang mereka jadikan sandaran adalah surah al-An’an
ayat 145, sebagai berikut.
     
  
 
Artinya:
“Katakanlah: "Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan
kepadaKu, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak
memakannya.”
Jelas bahwa pada ayat ini apa yang haram itu adalah apa yang
disebutkan dalam al-Qur’an, hal yang tidak Al-Qur’an sebutkan adalah
halal hukumnya.10

Najdah ini karena hukum yang diputuskan oleh al-Azraq ini bertentangan seperti orang yang
tidka mengikuti peperangan adalah kafir, dan hukum yang lainnya. Akan tetapi di sisi lain
merekapun berontak terhadap Najdah dan terjadi perselisihan antara Fudaik dan ‘Athiah dan
saling mengklaim hanya kelompoknya yang paling benar, faktor yang membuat mereka
berontak dan berselisih yakni ketika pertempuran yang dipimpin oleh putra Najdah di Qutaif
mereka membunuh lelaki dewasa, menawan anak-anak, perempuan merampas harta mereka
dan menjadikan sebagai hak miliknya, sedang antara Fudaik dan ‘Athiah ini ada yang
membenarkan adapula yang tidak.
10
Kelompok ini bernama Baihasiah adalah kelompok yang mengikuti pendapat Abu
Baihas al-Haisham ibn Jabir salah satu suku dari bani Sa’ad Dhubai’ah. Di masa khalifah al-
Walid. Orang yang selalu dicari oleh al-Hajaj akan tetapi berhasil bersembunyi di Madinah, ia
pun berhasil ditangkap oleh khalifah al-Walid, dipenjarakan di hukum potong tangan dan
kakinya kemudian di bunuh. Sekte ini terbagi lagi menjadi beberapa cabang yang antara satu

8
5. Berhijrah tidak wajib tapi termasuk kepada keutamaan dan orang yang
melakukan dosa di vonis kafir. Tidak boleh menyatakan kafir terhadap
anak orang muslim setelah ia di ajak untuk masuk islam, mengingkari
surah Yusuf dengan asumsi tidak mungkin al-Qur’an memuat cerita
seperti itu.11

dengan kelompok lainnya mereka selalu berselisih. Cabang al-Baihasiah adalah al-Auniah
yang terbagi lagi menjadi du. Pertama: kelompok yang menyatakan orang yang keluar hijrah
ia kafir, kelompok yang menyatakan mereka masih muslim. Akan tetapi ada kesamaan yang
dapat dijadikan patokan dari mereka yaitu mereka sepakat bahwa jika negeri itu diduduki
oleh orang-orang kafir maka seluruh penduduknya ialah kafir. Juga banyak kelompok ini
yang memiliki paham yang sepaham dengan Shahib an-Najran dikatakan seorang muslim itu
apabila ia telah bersyahadat. Mereka adapula yang sepaham dengan Mu’tazilah bahwa Allah
menyerahkan seluruh perbuatan kepada manusia, dan memang pendapat mereka ini selalu
berbeda. Adapun hal lainnya dalam penetapan hukum mereka akan melaksanakan jika
hukum tersebut sudah di jelaskan oleh pemimpin mereka.
11
Kelompok ini bernama al-‘Ajaridah merupakan kelompok yang dipimpin oleh Abd
al-Karim ‘Araj yang isi ajarannya mirip dengan ajaran an-Najdah. Kelompok ini terbagi pula
kepada beberapa kelompok kecil yang memiliki ajaran masing-masing, seperti. Pertama:
ash-Shalthiah yang mengikuti ajaran-ajaran Utsman ibn Abi Shalt atau Shalt ibn Shalt,
meyakini bahwa seorang anak muslim dikatakan muslim setelah menerima islam sebagai
agamanya. Kedua: kelompok al-Maimuniyyah yang mengikuti ajaran Maimun ibn Khalid.
Namun termasuk kelompok khawarij al-Jaridah, kolompok ini membolehkan mengawini cucu
dari anak perempuan, anak perempuan dari keponakan laki-laki, atau keponakan
perempuan, yang diharamkan hanya anak peremuan, anak saudara laki-laki/perempuan.
Ketiga: kelompok al-Hamziyyah berdasarkan ajaran Hamzah ibn Adrak. Pendapatnya sama
denga al-Maimun bahwa qadar (dalam pendapat maimun bahwa perbuatan baik dari Allah
sedang buruk dari manusia), menurutnya kepala negara boleh dipimpin oleh dua orang
selama baik. Keempat: kelompok al-Khalafiyyah kelompok yang mengikuti Khallaf al-Khariji,
ada di daerah Kirman, dalam pendapatnya perbuatan buruk dan baik itu berasal dari Allah.
Akan tetapi, mereka menarik kembali pendapatnya sehingga menyatakan, “ kalau Allah
menyiksa seseorang sedangkan perbuatannya bukan berasal dari padanya maka Allah telah
zalim.” Kelima: kelompok Athrafiyyah kelompok yang sependapat dengan al-Hamziyyah
kelompok yang berkeyakinan bahwa perbuatan buruk dan baik itu sesuai dengan
pertimbangan akal manusia, ppemimpin kelompok ini bernama Galib ibn Syazik berada di
daerah sijistan. Keenam: kelompok Asy-Syu’abiyyah pendirinya ialah Syuaib ibn Muhammad
dan bersama Maimun tergolong Ajaridah dan memisahkan diri dari ajaridah ketika
mengeluarkan fatwanya bahwa perbuatan baik dan buruk itu berasal dari Allah sedangkan
manusia hanya Kasabnya saja, menerima balasan atas perbuatannya sebagai pertanggung
jawaban atas baik dan buruknya. Ketujuh: kelompok al-Hamziyyah, pengikut Hazim ibn Ali
sepaham dengan Syu’aib pendapat atau keyakinannya ialah Allah adalah perumus perbuatan
baik dan buruk, sedangkan manusia tidak memiliki qudrah sendiri, kemudian masalah
kepemimpinan kelompok ini menyatakan bahwa Allah tidak akan memberika jabatan kecuali
pada orang yang sudah diketahui oleh Allah, dsb.

9
6. Melarah membunuh, mencuri dan harus mengajak ketika sudah diajak
tidak mengindahkan maka mereka wajib di bunuh.12 Muslimah boleh
dikawini orang musyrik, mengambil zakat dari hamba sahaya,
penyerahan zakat hanya kepada ashnaf-nya saja saat sedang taqiah.13
Orang yang meninggalkan shalat adalah kafir, kafirnya bukan karena
ia meninggalkan shalat tapi karena ia jahil terhadap Allah, Allah
membimbing orang sampai menuju kematiannya bukan atas
perbuatannya.14
7. Orang yang berbuat dosa besar adalah kafir tapi bukan kafir musryrik
(menolak agama), namun kafir yang kufur nikmat, perintah dalam al-
Qur’an berlaku umum karena tidak menunjukan khusus, jadi
konotasinya hanya satu yakni semua golongan (umum). Orang yang
berzina, mencuri, mabuk dianggap kafir tapi terbebas dari musyrik,
orang yang tidak mengakui kenabian Muhammad adalah ahl-Kitab dan
tidak dikatakan seorang mukmin, karena syariat Muhammad boleh
ditinggalkan ketika al-Qur’an sudah turun. Mukmin sedangkan orang
yang mengamalkan al-Qur’an adalah orang beriman jika tidak maka
kafir.15
8. Kelompok yang tidak mengkafirkan orang-orang yang terlibat dalam
peperangan selama masih seakidah dan muslim, tidak ada hukuman
had, taqiah dilarang apabila pada ucapan akan tetapi diperbolehkan
dalam perbuatan.16

12
Ini merupakan pendapat salah satu kelompok yang lahir dari sekte khawarij Ath-
Tsa’alibah yang sependapat dengan pendapat Abd al-Karim ibn ‘Araj. Kelompok ini bernama
al-Akhnasiyyah.
13
Kelompok ini bernama al-Rusyadiyyah yakni cabang kedua dari khwarij Ath-
Tsa’alibah.
14
Kelompok ini bernama al-Mukaramiyyah kelompok yang mendukung pemikiran
Mukram ibn ‘Abdullah al-‘Ajali, cabang keempat dari dari khwarij Ath-Tsa’alibah.
15
Kelompok khawarij Ibhadiyyah yang memberontak terhadap pemerintahan
Marwan ibn Muhammad.
16
Kelompok ini bernama Ash-Shufriyyah az-Ziyadiyyah kelompok yang mengikuti
pemikiran Zayad ibn Ashfar.

10
Dapat diambil kesimpulan bahwa dengan pelbagai macam pemahaman
mereka dari sekte-sektenya masing-masing, secara garis besar mereka
memiliki kesaamaan yaitu dalam perkara pen-takfir-an pada peristiwa siffin
para sahabat seperti Ali, Utsman dan juru damai yang diutus dari dua kubu
tersebut Abu Musa al-Asy’ari dan Amr ibn Ash beserta kelompok lainnya
yang menyetujuinya, hal ini disinyalir oleh Abul Hasan al-Asy’ari, sedangkan
dalam mengkafirkan pelaku dosa besar tidak dapat dijadikan titik temu yang
mempersamakan mereka, sebab dalam pengkafiran pelaku dosa besar ini
mereka berbeda-beda, bahkan ada kriterianya. Seperti sekte Najdaat vonis
kafir untuk pelaku dosa yang ancamannya tidak khusus adapun jika dosa itu
tertera dalam nash seperti had bagi pezina maka ia tidak benar. 17
Sedangkan jika pada keingkaran mereka terhadap sunnah mereka
berbeda-beda pula, ada yang ekstem meninggalkan sunnah Nabi, mereka ada
yang berhukum hanya kepada al-Qur’an, adapula yang sebagian pendapat-
pendapatnya yang sama dengan ahl al-sunnah, seperti aliran Ibadhiyah satu
dari cabangnya yang dianggap oleh ibadhiyah sendiri dengan vonis kafir sekte
Haritsiyah.18 Mungkin diantara mereka ada yang menolak sunnah secara
keseluruhan adapula yang menolaknya sebagian seperti menolak hujjah-hujah
yang kaitannya dengan tauhid.19

D. Bagaimana Pandangan Sekte Khawarij Terhadap Sunnah Nabi


Dalam pembahasan ini ada beberapa pendapat tentang bagaimana
pandangan sekte khawarij terhadap sunnah. Sebagai berikut:
Pertama: pendapat yang disinyalir oleh Dr. Mustthafa as-Siba’i.
Bagaimanapun keadaannya, hal-hal yang terjadi pada perselisihan antara para
sahabat telah mengakibatkan masing-masing kelompok Khawarij dan Syi’ah

17
Abdul Qahir al-Bagdadi, Dirasatul Firaq Kupas Tuntas Sekte-sekte Klasik dalam
Islam, dari. “Al-Firaq Bainal Firaq.” Diterjemahkan oleh Umar Mujtahid, (Jawa Tengah:
Pustaka al-Hadyu al-Muhammadi, 2015), cet ke-2, hlm. 81-82.
18
Ibid., hlm. 117.
19
Ibid., hlm. 118.

11
melahirkan pandangan-pandangan tertentu tentang para sahabat yang berbeda
dengan kebanyakan kaum muslimin lainnya. Kaum khawarij, dengan berbagai
pecahannya yang selalu berselisih itu, memandang para sahabat sebelum
terjadinya peristiwa fitnah adalah jujur semua, akan tetapi setelah terjadinya
fitnah mereka mengkafirkan Ali, Utsman, mereka yang terlibat dalam
peristiwa “perang jamal”. (perang antara Ali dan Aisyah, istri Nabi), dan
dalam tahkim (perdamaian antara Ali dan Muawiyyah di shiffin) serta siapa
saja yang menerima tahkim itu dan yang membenarkannya. Dengan tegas
menyatakan bahwa, kaum khawarij menolak hadits-hadits sebagian besar
sahabat setelah fitnah, karena para sahabat itu menerima tahkim dan
mengikuti para pemimpin yang jahat dalam pandangan mereka. Sehingga para
sahabat itu tidak termasuk golongan yang bisa dipercaya.20
Kedua: pendapat ini disinyalir oleh Prof. Dr. Mushthafa al-A’zami
sekaligus mengkritik pendapat yang dilontarkan Dr. Musthafa al-Siba’i.
bahwa sebenarnya kaum Khawarij ini memakai sunnah dan mempercayainya
sebagai sumber hukum yang kedua. Hanya saja ada sumber-sumber yang
menyebutkan bahwa mereka menolak Hadits yang diriwayatkan oleh
sejumlah sahabat tertentu, khususnya setelah peristiwa tahkim. Menurutnya
pendapat di atas perlu ditinjau kembali, sebab jelas kitab-kitab tulisan-tulisan
khawarij sudah punah bersama punahnya golongan itu, kecuali kelompok
Ibhadiyah yang masih termasuk kelompok khawarij, berdasarkan kitab-kitab
yang ditulis oleh kelompok ini ternyata mereka menerima Hadits Nabi dan
meriwayatkan hadits-hadits yang berasal dari Ali, Utsman, ‘Aisyah, Abu
Hurairah, Anas ibn Malik, dan lain-lain. Sedang sikap mereka terhadap
Hadits Ahad, hal itu semua sudah jelas seperti yang mereka tulis dalam Ushul
Fiqih. As-Salimi menuturkan, “Mana yang lebih dahulu dipakai apabila ada
Hadits Ahad berlawanan maksudnya dengan qiyas? Al-Musannif

20
Musthafa as-Shiba’I, Sunnah dan Peranannya Dalam Penetapan Hukum Islam,
Sebuah Pembelaan Kaum Sunni, dari. “Al-Sunnah wa Makanathua fi al-Tasyri’ al-Islami”.
Terjemahan oleh Nurcholish Madjid (ed. Jakarta: Pustaka Firdaus, 1991), hlm. 103.

12
menyebutkan, dalam hal ini ada tiga pendapat. 1), mayoritas sahabat-sahabat
kami dan ahli-ahli ilmu kalam memprioritaskan hadits tersebut daripada qiyas,
jadi mengamalkan hadits tersebut lebih utama daripada mengamalkan qiyas.
Ini juga pendapat mayoritas ahli fikih golongan kami. Oleh karena itu,
pendapat yang mengatakan bahwa seluruh golongan khawarij menolak hadits
yang diriwayatkan oleh sahabat Nabi baik belum maupun sesudah peristiwa
tahkim adalah tidak benar.21
Dalam upaya penilaian khawarij sebagai kelompok yang menyalahi
sunnah ini diperlukan pertimbangan, menurut Andi Rahman bahwa penilaian
secara langsung ini sebuah keniscayaan yang tidak bisa dipungkiri, adalah
dalam kelompok itu terdiri dari individu-individu yang pasti memiliki
perbedaan pandangan dan keyakinan yang masing-masing berbeda. Tidak
benar jika penilaian itu hanya disematkan kepada prilaku perorangan yang
dikaitkan dengan afiliasi kelompok tersebut. karena bisa saja orang dalam satu
kelompok meanstream sedang ia sendiri tidak meanstream maka tidak bisa ia
di sebut demikian (meanstream), begitu pula sebaliknya orang yang tidak
berafiliasi khawari tapi penyimpangan dan kesimpangsiurannya sama dengan
khawarij ia bisa disebut orang yang menyimpa22ng. Maka orang yang
menolak kehujjahan sunnah baik mengaku khawrij atau tidak ia tetap
termasuk orang yang telah keluar dari islam.

21
Muhammad Mushthafa Azami, Hadits Nabawi dan Sejarah Kodifikasinya, dari.
“Dirasat fi al-Hadits al-Nabawi wa Tarikh Tadwinih”, terjemahan oleh Mustafa Ali Yaqub,
(ed. Pejaten Barat: Pustaka Pirdaus, 2014), hlm. 42-43.
22
Andi Rahman, Argumentasi Otoritas dan Bantahan Sunnah Terhadap Inkar Sunnah,
(Tangerang: Maktabah Mafaza, 2014), hlm. 48-49.

13
BAB III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Secara global dapat kita simpulkan bahwa khawarij ialah kelompok orang
yang keluar dari pasukan Ali yang tidak mengakui terhadap kepemimpinan
yang haq. Sekte khawarij adalah sekte yang terdiri atas pelbagai cabang dan
memiliki pemahaman masing-masing, bahkan antara yang satu dan yang
lainnya berselisih. Dari pemahaman dasar mereka adalah orang yang
membawa panji untuk berhukum hanya dengan hukum yang telah ditetapkan
oleh Allah. Sehingga pandangan mereka terhadap sunnah ada meniadakannya
dengan cukup mengambil hukum yang tertera dalam al-Qur’an baik itu
hukum yang berkenaan dengan haram maupun halal.
Adapun pandangan mereka terhadap sunnah ada yang menyatakan bahwa
mereka menolak hadits-hadits dari orang-orang yang terlibat pada peristiwa
tahkim, adapula yang menyebutkan mereka masih menerima sebagian sunnah
Nabi seperti sekte khawarij Ibadhiyah.

B. Penutup
Pada makalah ini semoga pembaca dapat mengambil manfaatnya, adapun
kekurangan tak terlepas dari keterbatasan data yang didapatkan oleh penulis,
untuk itu kritik dan sarannya, terbuka demi pelurusan atau kelengkapan yang
bisa saja dalam data lain ada yang membahas dari segi yang belum ditemukan
pada makalah ini. Terimakasih.

14
DAFTAR FUSTAKA
Aliy Ibn, G. (1997). Al-Khawarij Taarihum Waraauhum al-
‘Itiqadiyyah wa Mauqif al-Islami Minha.
Syukur, A. (Ed.). (2003). Al-Milal wa al-Nihal. Surabaya: PT Bina
Ilmu.
Faqih Muhammad, C. (Ed.). (2006). Fikrul Khawarij Wasy Syi’ah fi
Mizani Ahlis Sunnah wal Jama’ah. Jakarta Timur: Umul Qura.
Madjid, N. (Ed.). (1991). Al-Sunnah wa Makanathua fi al-Tasyri’ al-
Islami. Jakarta: Pustaka Firdaus.
Ali Yaqub, M. (Ed.). (2014). Dirasat fi al-Hadits al-Nabawi wa Tarikh
Tadwinih. (rev. ed.). Pejaten Barat: Pustaka Pirdaus.
Rahman, A. (2014). Argumentasi Otoritas dan Bantahan Sunnah
Terhadap Inkar Sunnah. Tangerang: Maktabah Mafaza.
Mujtahid, U. (Ed.). (2015). Al-Firaq Bainal Firaq. (rev. ed.). Jawa
Tengah: Pustaka al-Hadyu al-Muhammadi.

15

Anda mungkin juga menyukai