Anda di halaman 1dari 24

VARIASI-VARIASI DALAM MENGAJAR

DisusunOleh:
MUHAMMAD SYARIF HIDAYATTULLAH (1720202087)

SHINTA NUJUMIA (1720202100)

Dosen Pengampu :

Irja Putra Pratama, M.Pd.I

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUHAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI (UIN)
RADEN FATAH PALEMBANG
2019
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Belajar adalah proses berfikir. Belajar berpikir menekankan kepada


proses mencari dan menemukan pengetahuan melalui interaksi antara
individu dengan lingkungan. Dalam pembelajaran berpikir proses
pendidikan disekolah tidak hanya menekankan kepada akumulasi
pengtahuan materi pelajaran, akan tetapi yang di utamakan adalah
kemampuan siswa untuk memperoleh pengetahuan sendiri (self
regulated).1

Salah satu komponen belajar mengajar adalah keterampilan dasar


mengajar yang termasuk didalamnyaketerampilan mengadakan variasi
yang berguna untuk mengatasi kejenuhan atau kebosanan yang dialami
siswa dalam kegiatan atau proses pembelajaran.2 Dan juga untuk
mengatasi kondisi ruangan yang tidak nyaman, performance guru kurang
disukai peserta didik serta materi yang di ajarkan kurang menarik. Dengan
memperbaiki gaya mengajar saja belum dapat mengatasi persoalan yang
terjadi namun, dengan harapan bervariasinya proses pembelajaran yang
diberikan akan membuat siswa nyaman melaksanakan pembelajaran
dikelas dan kelas menjadi lebih kondusif.

Oleh karena itu, makalah ini disusun pemateri untuk memecahkan


persoalan tersebut. Berbagai hal yang berkaitan dengan keterampilan
variasi mengajar akan dicantumkan pemateri dalam makal

1
Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2013), hlm. 219.
2
Zainal Asri, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Rineka Cipta 2012), hlm. 86.

1
PEMBAHASAN

A. Pengertian Variasi dan Tujuan Variasi Belajar Mengajar


1. Pengertian Variasi

Pengembangan variasi belajar mengajar merupakan upaya yang


terencana dan sistematis dalam menggunakan berbagai komponen yang
memengaruhi kegiatan belajar mengajar. Istilah variasi dalam kamus
istilah populer diartikan sebagai “selingan” atau pergantian.

Menurut pendapat Pupuh Fathurrohman mengartikan “variasi”


sebagai keanekaan yan membuat sesuatu tidak monoton. Dalam hal ini,
variasi dapat berwujud perubahan-perubahan atau perbedaan-perbedaan
yang sengaja diciptakan/dibuat untuk memberikan kesan yang unik.
Dalam kaitannya dengan kegiatan belajar mengajar, variasi merupakan
keanekaragaman dalam penyajian kegiatan pembelajaran.

Sedangkan menurut pendapat Soetomo mengadakan variasi dalam


proses pembelajaran dapat di artikan sebagai perubahan cara/gaya
penyampaian yang satu kepada cara/gaya penyampaian yang lain, dengan
tujuan menghilangkan kebosanan/kejenuhan siswa saat belajar, sehingga
menjadikan aktif berpartisipasi dalam belajarnya.

Dapat disimpulkan bahwa variasi dalam belajar merupakan suatu


kegiatan proses pembelajaran yang menggunakan berbagai macam cara
guna untuk meningkatkan perhatian peserta didik, dan untuk
membangkitkan keinginan dan kemauan belajar peserta didik3.

3
Abdul Majid, Strategi Pembelajaran, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya,2013), hlm.
261.

2
2. Tujuan Variasi Belajar Mengajar

Kemapuan mengadakan variasi dalam proses pembelajaran


meliputitiga aspek, yaitu variasi dalam gaya mengajar, varisi dalam
menggunakan media dan bahan ajar, dan variasi dalam interaksi antara
guru dengan siswa. Secara rinci, ada beberapa tujuan dan manfaat dari
mengadakan variasi dalam kegiatan pembelajaran, diantaranya sebagai
berikut:

a. Meningkatkan Perhatian Siswa


Dengan perhatian penuh yang diberikan oleh seorang guru
diharapkan siswa akan mampu menguasai materi yang diberikan guru.
Perhatian siswa dalam kegiatan pembelajaran sangat penting, karena
dengan perhatian yang diberikan siswa terhadap materi pelajaran akan
mendukung tercapainya tujuan pembelajaran. Apabila perhatian siswa
berkurang, apalagi kalau tidak memperhatikan sama sekali, maka akan
sulit untuk mengerti dan memahami apa yang disampaikan oleh guru.
Oleh karena itu, berbagai penjelasan, saran, bimbingan, dan tugas
yang diberikan guru akan menarik perhatian para siswa jika berbagai
hal yang diberikan oleh guru dilakukan dengan berbagai variasi.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka guru harus melakukan
kombinasi, variasi, dan pengembangan dalam hal penggunaan metode,
gaya mengajar, perhatian kepada siswa, suara, kontak pandang, dan
sebagaianya yang memengaruhi kegiatan belajar mengajar.
b. Memotivasi Siswa
Dalam konteks ini, variasi mengajar yang diberikan guru sengat
berkontribusi besar dalam membantu siswa agar lebih termotivasi
dalam belajar. Seseorang siswa tidak dapat belajar dengan baik dan
tekun jika tidak ada motivasi dalam dirinya. Bahkan kalau tanpa
motivasi , seseorang siswa tidak akan melakukan kegiatan belajar.

3
Oleh karena itu, tugas guru adalah membantu dan membangkitkan
motivasi belajar siswa melalui kegiatan belajar yang bervariasi4.
Motivasi (motivation) adalah keseluruhan dorongan, keinginan,
kebutuhan, dan daya yang sejenis yang menggerakan perilaku
seseorang (Wahab, 2008). Dalam arti yang lebih luas, motivasi
diartikan sebagai pengaruh dari energy dan arahan terhadap perilaku
yang meliputi; kebutuhan, minat, sikap, keinginan, dan perangsangan
(incentives).
Adapun fungsi motivasi menurut Djamarah (2002;123-124),
sebagai berikut5; 1) motivasi sebagai pendorong perbuatan, 2)
motivasi sebagai penggerak perbuatan, 3)motivasi sebagai pengaruh
perbuatan.
c. Menjaga Wibawa Guru
Guru hendaknya menyadari bahwa kehadirannya sewaktu
mengajar tidak sepenuhnya menyenangkan siwa. Banyak guru yang
kehadirannya dikelas disambut dengan senyum kecut, ditertawai,
bahkan ada kalanya siswa menggunjing, baik secara langsung maupun
tidak lansung.
Untuk menghindari berbagai kejadian yang dapat merendahkan
wibawa guru, salah satunya guru harus mampu mengajar dengan
penuh percaya diri, memiliki kesiapan mental dan intelektual,
memiliki kekayaan metode, keleluasaan teknik, dan sebagainya.
Dengan kata lain guru harus memiliki bentuk dan model pengajaran
yang bervariasi.
d. Memberikan Kemungkinan Pilihan dan Fasilitas Belajar
Individual
Sebagai seorang guru dituntut untuk mempunyai berbagai
keterampilan yang mendukung tugasnya dalam mengajar. Penguasaan

4
Rohmalina Wahab,Psikologi Belajar, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2015), hlm.
127.
5
Rohmalina Wahab, Psikolog Pendidikan, (Palembang: PT. Garfika Talindo Press,
2015), hlm.194.

4
metode mengajar yang dituntut kepada guru tidak hanya satu atau dua
metode, tetapi lebih banyak dari itu. karena diakui, penguasaan
metode mengajar dalam jumlah yang banyak lebih memungkinkan
guru untuk melakukan pemilihan metode, mana yang akan dipakai
dalam rangka menunjang tugasnya mengajar dikelas. Penguasaan
terhadap bagaimana menggunakan media merupakan keterampilan
lain yang juga diharuskan bagi seorang guru. Demikian juga
penguasaan terhadap berbagai pendekatan dalam mengajar dikelas.
Penguasaan dari ketiga keterampilan tersebut (metode, media, dan
pendekatan). Memudahkan bagi guru melakukan pengembangan
variasi mengajar. Tetapi jika sebaliknya, maka sulitlah bagi guru
mengembangankan variasi mengajar untuk menciptakan lingkungan
belajar yang kondusif.
e. Mendorong Anak Didik Untuk Belajar
Menyediakan lingkungan belajar adalah tugas guru. Kewajiban
belajar adalah tugas anak didik. Kedua kegiatan ini menyatu dalam
sebuah interaksi pengajaran yang disebut interaksi edukatif.
Lingkungan pengajaran yang kondusif adalah lingkungan yang
mampu mendorong anak didik untuk selalu belajar hingga berakhirnya
kegiatan belajar mengajar.6
Belajar memerlukan motivasi sebagai pendorong bagi anak didik
adalah motivasi intrinsik yang lahir dari kesadaran akan pentingnya
ilmu pengetahuan. Namun sayangnya jarang ditemukan bahwa semua
anak hadir di dalam kelas selalu membawa motivasi yang berbeda.
Perbedaan motivasi itu terlihat dari sikap dan perbuatan mereka
ketika menerima materi pelajaran dari guru. Pada satu sisi ada anak
didik yang senang menerima materi pelajaran tertentu, tetapi di lain
pihak ada juga anak didik yang kurang senang menerima materi
pelajaran tertentu. Gejalanya terlihat ada anak didik yang malas
mencatat, malas memperhatikan penjelesan guru, dan sebagainya.

6
Ibid,,.hlm,195

5
Gejala adanya anak didik yang kurang senang menerima pelajaran
dari guru tidak harus terjadi, karena hal itu akan menghambat proses
belajar mengajar. Di sinilah diperlukan peranan guru, bagaiamana
upaya menciptakan lingkungan belajar yang mampu mendorong anak
didik untuk senang dan bergairah belajar7.
f. Menggunakan Variasi
Para pendidik telah lama mengetahui bahwa variasi akan
meningkatkan motivasi dan pembelajaran siswa dan para peneliti
telah mendukung kepercayaan ini. Guru yang efektif
menggunakan variasi dalam hampir semua aspek dalam perilaku di
dalam kelas termasuk perilaku non-verbal, pendekatan instruksi,
pengetahuan kelas, pertanyaan, tipe tugas dan bahasa tubuh.
Instruksi yang berbeda adalah pendekatan yang secara spesifik
dimaksudkan untuk memberikan kesematan strategi yang bervarisi
berdasarkan pada siswa8.

B. Prinsip dan Kearifan Variasi Mengajar

Pengunaan variasi mengajar harus tersusun berdasarkan rencana


yang jelas yang didasarkan pada rujukan tujuan pembelajaran. Untuk
mencapai keharusan tersebut, maka seorang guru dituntut memiliki
kearifan dalam mengunakan variasi mengajar.

Beberapa langkah untuk mewujudkan kearifan tersebut adalah


sebagai berikut :

1. Variasi pengajaran yang diselenggarakan harus menunjang dan dalam


rangka merealisasikan tujuan pembelajaran;

7
Abdul Majid, Strategi Pembelajaran, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya,2013), hlm.
262-265.
8
Donald R. Cruickshank, Deborah Brainer Jenkins, Kim K. Metcalf, Perilaku Mengajar,
(Jakarta, PT. Salemba Humanika, 2014), hlm.129.

6
2. Pengunaan variasi mengajar harus lancar dan berkesinambungan, tidak
menggangu proses belajar mengajar, dan anak didik akan lebih
memerhatikan berbagai proses pengejaran secara utuh;
3. Pengunaan variasi mengajar harus bersifat terstruktur, terencana, dan
sistematik;
4. Pengunaan variasi mengajar harus luwes (tidak kaku), sehingga
kehadiran variasi itu semakin mengoptimalkan kegiatan belajar
mengajar.

Kearifan itulah yang setidaknya diperlukan seseorang guru saat


menggunakan variasi mengajar. Kearifan ini menunjukan bahwa dalam
penggunaan variasi mengajar, hendaknya guru memerhatikan keberadaan
siswa, situasi, dan kondisi lingkungan9.

C. Komponen-komponen Variasi Mengajar


Pada uraian terdahulu telah disingugung bahwa komponen-
komponen variasi mengajar itu di bagi ke dalam tiga kelompok besar,
yaitu variasi gaya mengajar, variasi media dan bahan, serta variasi
interaksi. Uraian yang mendalam dari ketiga komponen tersebut adalah
berikut ini:

1. Variasi Gaya Mengajar


Variasi ini pada dasarnya meliputi variasi suara, variasi gerakan
anggota badan, dan variasi perpindahan posisi guru dalam kelas. Bagi
siswa, variasi tersebut dilihat sebagai sesuatu yang energik, antusias,
bersemanggat, dan semuanya memiliki relevansi dengan hasil belajar.
Prilaku guru seperti itu dalam proses belajar mengajar akan menjadi
dinamis dan mempertinggi kominikasi anatara guru dan anak didik,
menarik perhatian anak didik, menolong penerimaan bahan pelajaran dan

9
Syaiful Bahri Djamarah, Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT. Rineka
Cipta, 2010), hlm.161-162.

7
memberi stimulasi. Variasi dalam gaya mengajar ini adalah sebagai
berikut:
a. Variasi Suara
Suara guru dapat bervariasi dalam intonasi, nada, volume, dan
kecepatan. Guru dapat mendramatisasi suatu peristiwa, menunjukan hal-
hal yang diangap penting, berbicara secara pelan dengan seseorang anak
didik, atau berbicara secara tajam dengan anak didik yang kurang
perhatian, dan seterusnya.
b. Penekanan (focusing)
Untuk memfokuskan perhatian anak didik pada suatu aspek yang
penting atau aspek kunci, guru dapat menggunakan “penekanan secara
verbal” misalnya, “Perhatikan baik-baik!”
c. Pemberian Waktu (Pausing)
Untuk menarik perhatian anak didik, dapat dilakukan dengan
mengubah yang bersuara menjadi sepi, dari suatu kegiatan menjadi tanpa
kegiatan atau diam.
d. Kontak Pandang
Bila guru berbicara atau berinterakasi dengan anak didik,
sebaiknya mengarahkan pandangannya ke seluruh kelas, menatap mata
setiap anak didik untuk dapat membentuk hubungan yang positif dan
menghindari hilangnya kepribadian.
e. Gerakan Angota Badan (gesturing)
Variasi dalam mimik, gerakan kepala atau badan merupakan
bagian yang penting dalam komunikasi. Tidak hanya untuk menarik
perhatian saja, tetapi juga menolong dalam menyampaikan arti
pembicaraan.10
2. Variasi Media dan Bahan Ajaran
Tiap anak didik mempunyai kemampuan indra yang tidak sama,
baik pendengaran maupun penglihatannya, demikian juga kemampuan
berbicara. Ada yang lebih enak atau senang membaca, ada yang lebih suka

10
Ibid.,,hlm.164

8
mendegarkan dulu baru membaca, dan sebaliknya. Dengan variasi
pengunaan media, kelemahan indra yang dimiliki tiap anak didik
misalnya, guru dapat memulai dengan berbicara terlebih dahulu, kemudian
menulis di papan tulis, dilanjutkan dengan melihat contoh konkret.
Dengan variasi seperti itu dapat memberi stimulasi terhadap indra anak
didik.
Ada tiga komponen dalam variasi penggunaan media, yaitu media
pandangan, media dengar, dan media taktil. Bila guru dalam menggunakan
media variasi dari satu ke yang lain, atau variasi bahan atau ajaran dalam
satu komponen media, akan banyak sekali memerlukan penyesusaian indra
anak didik, membuat perhatian anak didik menjadi lebih tinggi, memberi
motivasi untuk belajar, mendorong berpikir dan meningkatkan
kemampuan belajar. Guna memudahkan pemahaman mengenai media
pandang, media dengar, dan media taktil ini dapat diikuti uraian berikut :
a. Variasi Media Pandang
Pengunaan media pandang dapat diartikan sebagai penggunaan alat
dan bahan ajaran khusus untuk komunikasi seperti buku, majalah, globe,
peta, majalah dinding, film, film strip, TV, radio, recorder, gambar, grafik,
model, demonstrasi dan lain-lain.
b. Variasi Media Dengar
Pada umumnya dalam proses belajar mengajar di kelas, suara guru
adalah alat utama dalam komunikasi, dan ini telah pernah disinggung.
Variasi dalam pengunaan media dengan memerlukan sekali saling
bergantian atau kombinasi dengan media pandang dan media taktil.11
c. Variasi Media Taktil
Komponen terakhir dari keterampilan menggunakan variasi media
dan bahan ajaran adalah pengunaan media yang memberikan kesempatan
kepada anak didik untuk menyentuh dan memanipulasi benda atau bahan
ajaran. Dalam hal ini akan melibatkan anak didik dalam kegiatan
penyusunan atau pembuatan model, yang hasilnya dapat disebutkan

11
Ibid.,,hlm.165-166

9
sebagai “media taktil.” Kegiatan tersebut dapat dilakukan secara individu
ataupun kelompok kecil.

3. Variasi Interaksi
Variasi dalam pola interkasi antara guru dengan anak didiknya
memiliki rentangan yang bergerak dari dua kutub, yaitu:
a. Anak didik berkerja atau belajar secara bebas tanpa campur tangan dari
guru.
b. Anak didik mendengarkan dengan pasif. Situasi didominasi oleh guru,
di mana guru berbicara kepada anak didik.

Diantara kedua kutub itu hanya memungkinkan dapat terjadi.


Misalnya, guru berbicara dengan sekelompok kecil anak didik melalui
mengajukan berberapa pertayaan atau guru bebincang dengan anak didik
secara individual, atau guru menciptakan situasi sedemikian rupa sehingga
antara anak didik dapat saling tukar menukar pendapat melalui penampilan
diri, demonstrasi, atau diskusi12.

D. Gaya Mengajar
1. Pengertian Mengajar
Agar kita memiliki pedoman yang lebih luas tentang mengajar
maka sebaiknya kita mencoba membahas pengertian mengajar itu
bersumber dari 3 pendapat yang kita pandang sebagai pendapat yang lebih
menonjol.
1) Mengajar ialah menyampaikan pengetahuan kepada siswa didik atau
murid di sekolah. Kriteria ini sejalan dengan pendapat dari teori
pendidikan yang bersikap pada mata pelajaran yang di sebut formal
atau tradisional. Implikasi dari pengertian tersebut anatara lain sebagai
berikut:

12
Ibid,,.hlm.265-267.

10
a) Pengajaran dipandang sebagai persiapan hidup.
Masa depan kehidupan siswa bukan ditentukan oleh orang dewasa.
Orang dewasalah yang paling mengetahui apa dan bagaimana kehidupan
itu. Karena itu, orang dewasa/orang tua punya kewajiban penuh untuk
menentukan akan dijadikan apa sang anak itu. Sekolah itu berfungsi
mempersiapkan anak agar dapat hidup di dalam masyarakat yang akan
datang.
b) Pengajaran adalah suatu proses penyampaian.
Cara menyampaikan pengetahuan yang paling tepat ialah dengan
menggunakan metode imposisi, yakni dengan jalan menuangkan ilmu
pengetahuan kepada siswa. Untuk ini maka guru lebih senang
menggunakan metode formal step dari J. Herbart di mana unsur asosiasi
dan recall memegang peranan yang penting. Selain dari itu, metode tugas
dalam bentuk pemberian tugas mempelajari halaman, latihan pokok-pokok
atau bab-bab tertentu dari buku teks. Tugas-tugas yang bersumber dari
buku yang dipelajari oleh siswa dengan pengawasan atau tanpa
pengawasan oleh guru.
c) Penguasaan pengetahuan adalah tujuan utama.
Anggapan yang mendasari perumusan tersebut, ialah barang-siapa
menguasai pengetahuan maka dialah yang berkuasa, knowledge is power,
demikian moto mereka. Pengetahuan itu bersumber dari mata pelajaran-
mata pelajaran di sekolah. Sesungguhnya mata pelajaran-mata pelajaran
itu bersumber dari pengalaman-pengalaman orang dewasa sejak masa
lampau yang berlangsung sepanjang kehidupan manusia.
d) Guru dianggap yang paling berkuasa.
Peranan guru di sekolah sangat dominan. Dia dapat menentukan
segala sesuatu yang dianggapnya tepat untuk disajikan kepada murid-
muridnya. Guru dipandang sebagai orang yang paling mengetahui, karena
guru adalah yang paling pandai. Dia yang menyampaikan tugas-tugas,
memberikan latihan-latihan, dan penilaian. Jadi, guru memegang peran
yang paling utama di kelas.

11
2) Mengajar adalah mewariskan kebudayaan kepada genarasi muda
melalui lembaga pendidikan sekolah. Perumusan ini bersifat lebih
umun jika dibandingkan dengan perumusan pertama, namun antara
keduanya terdapat dalam pikirian yang seirama. Impikasi dari rumusan
ini adalah sebagai berikut:
a) Pendidikan bertujuan membentuk manusia berbudaya.
Para siswa hidup dalam pola kebudayaan masyarakatnya. Manusia
berbudaya ialah manusia yang mampu hidup dalam pola tersebut. Para
siswa dididik agar memiliki kemampuan demikian yang memiliki
kepribadian sesuai dengan kehidupan budaya masyarakatnya itu.
b) Pengajaran baarti suatu proses perwarisan.
Para siswa di pandang sebagai keturunan orang tua dan orang tua
adalah keturunan neneknya dan seterusnya, demikian terjadi proses
turun-temurun. Dengan sendirinya, apa yang dimiliki oleh nenek
moyang pada masa lampau itu harus diturunkan kepada turunan
berikutnya, dalam arti diwariskan secara saksama. Cara pewarisan itu
ada berbagai macam bentuk, seperti melalui pengajaran melalui media
lainnya, melalui hubungan pribadi, dan lain-lain. Kalau melalui
pengajaran maka prosedur yang telah dikemukakan dalam perumusan
pertama berlaku dan dilaksanakan dengan bentuk teknik yang sama.
c) Bahan pengajaran bersumber dari kebudayaan.
Yang termasuk kebudayaan ialah kebiasaan berpikir dan berbuat
manusia, seperti: kehidupan keluarga, cara menyediakan makan,
bahasa, pemerintahan, ukuran moral, kepercayaan dan keagamaan,
serta bentuk-bentuk ekspresi seni. Kebudayaan merupakan kumpulan
dari pada warisan sosial di dalam masyarakat, berdasarkan pengertian
ini13.

13
Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2006), hlm.44-
46.

12
3) Mengajar adalah menyampaikan pengetahuan pada anak didik.
Menuru pengertian ini bearti tujuan belajar dari siswa itu hanya
sekedar ingin mendapatkan atau menguasai pengetahuan. Sebagai
konsenkuensi pengertian semacam ini dapat membuat suatu
kecenderungan anak menjadi pasif, karena hanya menerima informasi
atau pengetahuan yang diberikan oleh gurunya. Sehingga
pengajarannya bersifat teacher centered, jadi guru lah yang memegang
posisi kunci dalam proses belajar mengajar di kelas. Guru
menyampaikan pengetahuan, agar anak didik mengetahui tentang
pengetahuan yang disampaikan oleh guru14. Oleh karena itu,
pengajaran seperti ini ada juga yang menyebutnya dengan pengajaran
yang intelektualistis.

2. Macam – macam gaya mengajar guru


Macam-macam gaya mengajar guru yaitu15 ;
a. Gaya Mengajar Klasik
Guru dengan mengajar gaya klasik masih menerapkan konsepsi
sebagai satu satunya cara belajar dengan berbagai konsenkuensi yang
diterimanya. Guru masih mendominasi kelas dengan tanpa memberi
kesempatan pada siswa untuk aktif, sehingga akan menghambat siswa
dalam proses pembelajaran. Gaya mengajar klasik tidak sepenuhnya
disalahkan saat kondisi kelas mengharuskan seorang guru berbuat
demikian, yaitu kondisi kelas yang mayoritas siswanya pasif. Dalam
pembelajaran, peran guru sangat dominan, karena dia harus
menyampaikan materi pembelajaran. Oleh karena itu, guru harus ahli
(expert) pada bidang pelajaran yang diampuhnya. Dalam model
pembelajaran seperti ini, siswa cenderung bersikap pasif (hanya menerima
materi pembelajaran).

14
Sardirman A.M. , Interaksi dan Motivasi Belajar, (Depok: PT. Raja Grafindo Persada,
2016), hlm. 47.
15
Abdul Majid, Strategi Pembelajaran, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya,2013),
hlm.277-280.

13
b. Gaya Mengajar Teknologis
Guru yang menerapkan gaya mengajar teknologis sering menjadi
bahan perbincangan yang tidak pernah selesai. Argumentasinnya bahwa
setiap guru dengan gaya mengajar tersebut mempunyai watak yang
berbeda-beda; kaku, keras, moderat, dan fleksibel. Gaya mengajar
teknologis ini mensyaratkan seorang guru untuk berpegang pada berbagai
sumber media yang tersedia. Guru mengajar dengan memerhatikan
kesiapan siswa dan selalu memberikan stimulant untuk mampu menjawab
segala persoalan yang dihadapi guru memberi kesempatan kepada siswa
untuk mempelajari pengetahuan yang sesuai dengan minat masing-masing,
sehingga memberi banyak manfaat pada diri siswa.
c. Gaya Mengajar Personalisasi
Pembelajaran personalisasi dilakukan berdasarkan atas minat,
pengalaman, dan pola perkembangan mental siswa. Dominasi
pembelajaran ada ditangan siswa, dimana siswa dipandang sebagai suatu
pribadi. Guru yang menerapkan gaya mengajar personalisasi menjadi salah
satu kunci keberhasilan pencapaian prestasi belajar siswa. Guru tidak
hanya memberikan materi pelajaran untuk membuat siswa lebih pandai,
melainkan agar siswa menjadikan dirinya lebih pandai. Guru dengan gaya
mengajar personalisasi ini akan selalu meningkatkan belajar siswa dan
senantiasa memandang siswa seperti dirinya sendiri. Guru tidak dapat
memaksakan siswa untuk menjadikan sama dengan gurunya, karena siswa
tersebut mempunyai minat, bakat dan kecenderungan masing-masing. 16
d. Gaya Mengajar Interaksional
Dalam pembelajaran interaksional peran guru sangat dominan.
Guru dan siswa berupaya memodifikasi berbagai idea atau ilmu yang
dipelajari untuk mencari bentuk baru berdasarkan kajian yang dipelajari,
guru dengan gaya mengajar interkasional lebih mengedepankan dialog
dengan siswa sebagai bentuk interaksi yang dinamis. Guru dan siswa atau
siswa dengan siswa saling ketergantungan, artinya mereka sama-sama

16
Ibid.,,hlm.282

14
menjadi subjek pembelajaran, dan tidak ada yang dianggap paling baik
atau paling jelek.

3. Konsep Dasar Mengajar


konsep dasar mengajar adalah sebagai berikut:
a. Proses pengajaran berorientasi pada guru (teacher centered)
Dalam kegiatan belajar mengajar, guru memegang peran yang
sangat penting. Begitu pentingnya peran guru, maka biasanya proses
pengajaran hanya akan berlangsung manakala ada guru, dan tak mungkin
ada proses pembelajaran tanpa guru. Sehubungan dengan proses
pembelajaran yang berpusat pada guru, maka minimal ada tiga peran
utama yang harus dilakukan guru, yaitu guru sebagai perencana, sebagai
penyampai informasi, dan guru sebagai evaluator. Sebagai perencana
pengajaran, sebelum proses pengajaran guru harus menyiapakan berbagai
hal yang diperlukan, seperti misalnya materi pelajaran apaa yang harus
disampaikan, bagaimana cara menyampaikannya, media apa yang harus
digunakan dan lain sebagainya.
Dalam melaksanakan peran nya sebagai penyampai informasi,
sering guru menggunakan metode ceramah sebagai metode utama. Metode
ini merupakan metode yang di anggap ampuh dalam proses pengajaran.
Karena pentingnya metode ini, maka biasanya guru sudah merasa
mengajar apabila sudah melakukan ceramah, dan tidak mengajar jika tidak
melakukan ceramah. Sedangkan, sebagai evaluator guru juga berperan
dalam menentukan alat evalusi keberhasilan pengajaran. Biasanya kriteria
keberhasilan proses pengajaran diukur dari sejauh mana siswa dapat
menguasai materi pelajaran yang disampaikan guru.
b. Siswa sebagai objek belajar
Konsep mengajar sebagai proses menyamapaikan materi pelajaran
menempatkan siswa sebagai objek yang harus menguasai materi pelajaran.
Mereka dianggap sebagai organisme yang pasif, yang belum memahami
apa yang harus di pahami, sehingga melalui proses pengajaran mereka di

15
tuntut memahami segala sesuatu yang diberikan guru. Peran siswa adalah
sebagai penerima informasi yang diberikan guru. Jenis informasi dan
pengetahuan yang harus dipelajari kadang-kadang tidak berpijak dari
kebutuhan siswa, baik dari segi pengembangan bakat maupun dari minat
siswa, akan tetapi berangkat dari pandangan apa yang menurut guru
dianggap baik dan bermanfaat.
c. Kegiatan pengajaran terjadi pada tempat dan waktu tertentu
Proses pengajaran berlangsung pada tempat tertentu, misalnya
terjadi di dalam kelas dengan penjadwalan yang ketat, sehingga siswa
hanya belajar manakala ada kelas yang telah di desain sedemikian rupa
sebagai tempat belajar. Adanya tempat yang telah ditentukan, sering
proses pengajaran terjadi sangat formal. Siswa duduk di bangku berjejer,
dan guru di depan kelas. Demikian juga halnya dengan waktu yang diatur
sangat ketat. Misalnya, manakala waktu belajar suatu materi pelajaran
tertentu telah habis, maka segera siswa akan belajar materi lain sesuai
dengan jadwal yang telah diterapkan .
d. Tujuan utama pengajaran adalah penguasaan materi pelajaran
Keberhasilan suatu proses pengajaran diukur dari sejauh mana
siswa dapat menguasai materi pelajaran yang di sampaikan guru. Materi
pelajaran itu sendiri adalah pengetahuan yang bersumber dari mata
pelajaran yang diberikan di sekolah. Sedangkan, mata pelajaran itu sendiri
adalah pengalaman-pengalaman manusia masa lalu yang disusun secara
sistematis dan logis kemudian di uraikan dalam buku-buku pelajaran dan
selanjutnya isi buku itu yang harus dikuasi oleh siswa17.
4. Manfaat Gaya Mengajar Guru Bagi Murid

Dengan mengetahui gaya belajar siswa guru dapat menyesuaikan


gaya mengajarnya dengan kebutuhan siswa, misalnya dengan mengunakan
berbagai gaya mengajar sehingga murid-murid semuanya dapat
memperoleh cara yang efektif baginya. Khususnya jika akan dijalankan

17
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan,
(Jakarta: PT. Kencana Media, 2016), hlm. 95-100.

16
pengajaran individual, gaya belajar murid perlu diketahui. Agar dapat
memperhatikan gaya belajar siswa, guru harus menguasai ketrampilan
dalam berbagai gaya mengajar dan harus sangup menjalankan berbagai
peranan, misalnya sebagai ahli bahan pelajaran, sumber informasi,
instruktur, pengaturan pelajaran, dan evaluator. Ia harus sangup
menentukan metode mengajar belajar yang paling serasi, bahan yang
sebaiknya dipelajari secara individual menurut gaya belajar masing-
masing, serta bahan untuk seluruh kelas18.

5. Perlunya Perubahan Paradigma Tentang Mengajar


Mengajar adalah terjemahan dari teach secara deslriptif mengajar
diartikan sebagai proses penyampaian informasi atau pengetahuan dari
guru kepada peserta didik. Proses penyampaian ini sering juga dianggap
sebagai proses menstransfer ilmu. Dalam konteks ini transfer tidak
diartikan dengan pemindahan seperti mentransfer uang, maka jumlah uang
yang dimiliki seseorang akan berkurang bahkan hilang setelah ditransfer
pada orang lain. Pandangan mengajar yang hanya sebatas menyampaikan
ilmu pengetahuan itu, dianggap sudah tidak sesuai lagi dengan keadaan.
Mengapa demikian? Minimal ada tiga alasan penting. Alasan inilah yang
kemudian menuntut perlu terjadinya perubahan paradigma mengajar dari
mengajar hanya sebatas menyampaikan materi pelajaran kepada mengajar
sebagai proses mengatur lingkungan.

Pertama, siswa bukan orang dewasa dalam bentuk mini, akan tetapi
mereka adalah organisme yang sedang berkembang. Agar mereka dapat
melaksanakan tugas-tugas perkembangannya, dibutuhkan orang dewasa
yang dapat mengarahkan dan membimbing mereka agar tumbuh dan
berkembang secara optimal. Oleh karena itulah kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi khususnya teknologi informasi yang
memungkinkan setiap siswa dapat dengan mudah mendapatkan berbagai

18
S. Nasution, Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar, (Jakarta: PT. Bumi
Aksara, 2015), hlm. 115.

17
informasi, tugas dan tanggung jawab guru bukan semakin sempit akan
tetapi semakin komplek. Guru bukan saja dituntut untuk lebih aktif
mencari informasi yang dibutuhkan, akan tetapi ia juga harus mampu
menyeleksi berbagai informasi, sehingga dapat menunjuk tanpa ada siswa
informasi yang dianggap perlu dan penting untuk kehidupan mereka. Guru
harus menjaga siswa agar tidak terpengaruh oleh berbagai informasi yang
dapat menyesatkan dan menggangu pertumbuhan dan perkembangan
mereka. Karena itulah, kemajuan teknologi menuntut peran guru. Guru
tidak lagi memposisikan diri sebagai sumber belajar yang bertugas
menyampaikan informasi, akan tetapi harus berperan sebagai pengelola
sumber belajar untuk dimanfaatkan siswa itu sendiri.

Kedua, ledakan ilmu pengetahuan mengakibatkan kecenderungan


setiap ornag tidak mungkin dapat menguasai setiap cabang keilmuan.
Begitu hebatnya perkembangan ilmu biologi, ilmu ekomoni, hukum, dan
lain sebagianya. Apa yang dulu tidak pernah terbanyangkan, sekarang
menjadi kenyataa. Dalam bidang teknologi, begitu hebatnya orang
menciptkan benda-benda mekanik yang bukan hanya diam, tapi bergerak
bahkan dapat terbang menembus angkasa luar. Demkian juga kehebatan
para ahli yang begerak dalam bidang kesehatan yang mampu
mengcangkok organ tubuh manusia sehingga menambah, harapan hidup
manusia. Semua dibalik kehebatan-kehebatan itu, bersumber dari apa yang
kita sebut sebagai pengetahuan. Abad pengetahuan itulah yang seharusnya
menjadi dasar perubahan. Bahwa belajar, bukan hanya sekedar menghapal
informasi, menghapal rumus-rumus, akan tetapi bagaimana menggunakan
informasi dan pengetahuan itu untuk mengasah kemampuan berpikir.19

19
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses
Pendidikan,(Jakarta: PT. Kencana Media, 2016), hlm. 103-106

18
Ketiga, penemuan-penemuan baru khusunya dalam psikologi
mengakibatkan pemahaman baru terhadap konsep perubahan tingkah laku
manusia dewasa, ini anggapan manusia sebagai organisme yang pasif yang
perilakunya dapat ditentukan oleh lingkungan seperti yang dijelaskan
dalam aliran behavioristik, telah banyak ditinggalkan orang. Orang sekaran
percaya, bahwa manusia adalah organisme yang meiliki potensi seperti
yang dikembangkan oleh aliran kognitif wholistik. Potensi itulah yang
akan menentukan perilaku manusia. Oleh karena itu proses pendidikan
bukan lagi memberikan stimulus, akan tetapi usaha mengembangkan
potensi yang dimiliki. Di sini, siswa tidak lagi dianggap sebagai objek,
akan tetapi sebagai subjek belajar yang harus mencari dan mengkontruksi
kan pengetahuannya seendiri. Pengetahuan itu tidak diberikan , akan tetapi
dibangun oleh siswa.20

Ketiga hal diatas menuntut perubahan makna dalam mengajar.


Mengajar tidak hanya diartikan sebagai proses menyampaikan materi
pembelajaran, atau memberikan stimulus sebanyak-banyknya kepada
siswa, akan tetapi mengajar juga dipandang sebagi proses mengatur
lingkungan agar siswa belajar sesuai dengan kempuan dan potensi yang
dimilikinya. Pengaturan lingkungan adalah proses menciptakan iklim yang
baik seperti penataan lingkungan, penyediaan alat dan sumber pelajaran,
dan hal-hal lain yang memungkinkan siswa betah dan merasa senag belajar
sehingga mereka dapat berkembang secara optimal sesuai dengan bakat,
minat, dan potensi yang dimilikinya.

6. Makna Mengajar Dalam Standar Proses Pendidikan


Mengajar dalam konteks standar proses pendidikan tidak hanya
sekedar menyampaikan materi pelajaran,akan tetapi juga dimaknai sebagai
proses mengatur lingkungan supaya siswa belajar. Makna lain mengajar
sering diistilahkan dengan “pembelajaran”. Hal ini mengisyaratkan bahwa

20
Ibid.,,hlm. 107

19
dalam proses belajar mengajar siswa harus dijadikan sebagai pusat dari
kegiatan.
Hal ini dimaksudkan untuk membentuk watak, peradaban, dan
meningkatkan mutu pendidikan peserta didik. Pembelajaran perlu
memberdayakan semua potensi peserta didik untuk menguasai
kompetensi yang diharapkan pemberdayaan diarahkan untuk mendorong
pencapaian kompetensi dan perilaku khusus supaya setiap individu mampu
menjadi pembelajar sepanjang hayat dan mewujudkan masyarakat belajar.
Dalam implementasinya, walaupun istilah yang digunakan
“pembelajaran”, tidak berarti guru harus menghilangkan peranannya
sebagai pengajar. Sebab secara konseptual pada dasarnya dalam istilah
mengajar itu juga bermakna membelajarkan siswa. Dalam konteks proses
pendidikan ditunjukkan oleh beberapa ciri yang dijelaskan berikut ini:

a. Pembelajaran adalah proses berfikir.

Belajar adalah proses berfikir. belajar berfikir menekankan kepada


proses mencari dan menemukan pengatahuan melalui interaksi antara
individu dengan lingkungan. Dalam pembelajaran berfikir proses
pendidikan disekolah tidak hanya menekankan kepada akumulasi
pengetahuan materi pelajaran, tetapi yang diutamakan adalah kemampuan
siswa untuk memperoleh pengetahuannya sendiri.

b. Proses pembelajaran adalah memanfaatkan potensi otak.

Pembelajaran berfikir adalah pemanfaatan dan penggunaan otak


secara maksimal menurut beberapa ahli, otak manusia terdiri dari dua
bagian, yaitu otak kanan dan otak kiri. Masing-masing belahan otak
memiliki spesialisasi dalam kemampuan-kemampuan tertentu. Proses
berfikir otak kiri bersifat logis dan rasional. Sedang cara berfikir otak
kanan bersifat acak dan holistik kedua belah otak perlu dikembangkan
secara optimal dan seimbang.

20
c. Pembelajaran berlangsung sepanjang hayat.

Belajar adalah proses yang terus-menerus, yang tidak pernah berhenti


dan tidak terbatas pada dinding kelas. Hal ini berdasarkan pada asumsi
bahwa sepanjang kehidupannya manusia akan dihadapkan pada masalah
dan tujuan yang ingin dicapainya21.

21
Ibid, ,hlm. 107.

21
PENUTUP

Kesimpulan

Variasi mengajar dapat diartikan sebagai inovasi yang diberikan


oleh guru dalam dalam proses pembelajaran yang dapat diamati dari
berbagai aspek, sehingga peserta didik tidak cepat merasa bosan dengan
proses pembelajaran tersebut.

Oleh karena itu, variasi dan gaya mengajar penting diaplikasikan


dikarenakan mampu menarik perhatian peserta didik dalam proses
pembelajaran sehingga mampu membangkitkan antusiasme belajar peserta
didik dan dapat menghindarkan kebosanan atau sifat monoton dalam
proses belajar maupun mengajar.

22
DAFTAR PUSTAKA

A.M Sardirman, 2016. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta:


PT.Raja Grafindo Persada.

Asri Zainal, 2012. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Cruickshank R. Donald, Jenkins Bainer Deborah, Metcalf K. Kim, 2014.


Perilaku Mengajar. Jakarta: PT. Selemba Humanika.

Djamarah Bahri Syaiful, Zain Aswan, 2010. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta:
PT. Rineka Cipta.

Hamalik Oemar, 2006. Proses Belajar Mengajar. Jakarta, PT. Bumi Aksara.

Majid Abdul, 2013. Strategi Pembelajaran. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.

Nasution S, 2015. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar. Jakarta:


PT. Bumi Aksara.

Sanjaya Wina, 2013. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada


Media Group.

Sanjaya Wina, 2016. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses


Pendidikan. Jakarta: PT. Kencana Media Grup.

Wahab Rohmalina, 2015. Psikologi Belajar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Wahab Rohmalina, 2015. Psikologi Pendidikan. Palembang: PT. Grafika Telindo


Press.

23

Anda mungkin juga menyukai