DisusunOleh:
MUHAMMAD SYARIF HIDAYATTULLAH (1720202087)
Dosen Pengampu :
Latar Belakang
1
Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2013), hlm. 219.
2
Zainal Asri, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Rineka Cipta 2012), hlm. 86.
1
PEMBAHASAN
3
Abdul Majid, Strategi Pembelajaran, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya,2013), hlm.
261.
2
2. Tujuan Variasi Belajar Mengajar
3
Oleh karena itu, tugas guru adalah membantu dan membangkitkan
motivasi belajar siswa melalui kegiatan belajar yang bervariasi4.
Motivasi (motivation) adalah keseluruhan dorongan, keinginan,
kebutuhan, dan daya yang sejenis yang menggerakan perilaku
seseorang (Wahab, 2008). Dalam arti yang lebih luas, motivasi
diartikan sebagai pengaruh dari energy dan arahan terhadap perilaku
yang meliputi; kebutuhan, minat, sikap, keinginan, dan perangsangan
(incentives).
Adapun fungsi motivasi menurut Djamarah (2002;123-124),
sebagai berikut5; 1) motivasi sebagai pendorong perbuatan, 2)
motivasi sebagai penggerak perbuatan, 3)motivasi sebagai pengaruh
perbuatan.
c. Menjaga Wibawa Guru
Guru hendaknya menyadari bahwa kehadirannya sewaktu
mengajar tidak sepenuhnya menyenangkan siwa. Banyak guru yang
kehadirannya dikelas disambut dengan senyum kecut, ditertawai,
bahkan ada kalanya siswa menggunjing, baik secara langsung maupun
tidak lansung.
Untuk menghindari berbagai kejadian yang dapat merendahkan
wibawa guru, salah satunya guru harus mampu mengajar dengan
penuh percaya diri, memiliki kesiapan mental dan intelektual,
memiliki kekayaan metode, keleluasaan teknik, dan sebagainya.
Dengan kata lain guru harus memiliki bentuk dan model pengajaran
yang bervariasi.
d. Memberikan Kemungkinan Pilihan dan Fasilitas Belajar
Individual
Sebagai seorang guru dituntut untuk mempunyai berbagai
keterampilan yang mendukung tugasnya dalam mengajar. Penguasaan
4
Rohmalina Wahab,Psikologi Belajar, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2015), hlm.
127.
5
Rohmalina Wahab, Psikolog Pendidikan, (Palembang: PT. Garfika Talindo Press,
2015), hlm.194.
4
metode mengajar yang dituntut kepada guru tidak hanya satu atau dua
metode, tetapi lebih banyak dari itu. karena diakui, penguasaan
metode mengajar dalam jumlah yang banyak lebih memungkinkan
guru untuk melakukan pemilihan metode, mana yang akan dipakai
dalam rangka menunjang tugasnya mengajar dikelas. Penguasaan
terhadap bagaimana menggunakan media merupakan keterampilan
lain yang juga diharuskan bagi seorang guru. Demikian juga
penguasaan terhadap berbagai pendekatan dalam mengajar dikelas.
Penguasaan dari ketiga keterampilan tersebut (metode, media, dan
pendekatan). Memudahkan bagi guru melakukan pengembangan
variasi mengajar. Tetapi jika sebaliknya, maka sulitlah bagi guru
mengembangankan variasi mengajar untuk menciptakan lingkungan
belajar yang kondusif.
e. Mendorong Anak Didik Untuk Belajar
Menyediakan lingkungan belajar adalah tugas guru. Kewajiban
belajar adalah tugas anak didik. Kedua kegiatan ini menyatu dalam
sebuah interaksi pengajaran yang disebut interaksi edukatif.
Lingkungan pengajaran yang kondusif adalah lingkungan yang
mampu mendorong anak didik untuk selalu belajar hingga berakhirnya
kegiatan belajar mengajar.6
Belajar memerlukan motivasi sebagai pendorong bagi anak didik
adalah motivasi intrinsik yang lahir dari kesadaran akan pentingnya
ilmu pengetahuan. Namun sayangnya jarang ditemukan bahwa semua
anak hadir di dalam kelas selalu membawa motivasi yang berbeda.
Perbedaan motivasi itu terlihat dari sikap dan perbuatan mereka
ketika menerima materi pelajaran dari guru. Pada satu sisi ada anak
didik yang senang menerima materi pelajaran tertentu, tetapi di lain
pihak ada juga anak didik yang kurang senang menerima materi
pelajaran tertentu. Gejalanya terlihat ada anak didik yang malas
mencatat, malas memperhatikan penjelesan guru, dan sebagainya.
6
Ibid,,.hlm,195
5
Gejala adanya anak didik yang kurang senang menerima pelajaran
dari guru tidak harus terjadi, karena hal itu akan menghambat proses
belajar mengajar. Di sinilah diperlukan peranan guru, bagaiamana
upaya menciptakan lingkungan belajar yang mampu mendorong anak
didik untuk senang dan bergairah belajar7.
f. Menggunakan Variasi
Para pendidik telah lama mengetahui bahwa variasi akan
meningkatkan motivasi dan pembelajaran siswa dan para peneliti
telah mendukung kepercayaan ini. Guru yang efektif
menggunakan variasi dalam hampir semua aspek dalam perilaku di
dalam kelas termasuk perilaku non-verbal, pendekatan instruksi,
pengetahuan kelas, pertanyaan, tipe tugas dan bahasa tubuh.
Instruksi yang berbeda adalah pendekatan yang secara spesifik
dimaksudkan untuk memberikan kesematan strategi yang bervarisi
berdasarkan pada siswa8.
7
Abdul Majid, Strategi Pembelajaran, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya,2013), hlm.
262-265.
8
Donald R. Cruickshank, Deborah Brainer Jenkins, Kim K. Metcalf, Perilaku Mengajar,
(Jakarta, PT. Salemba Humanika, 2014), hlm.129.
6
2. Pengunaan variasi mengajar harus lancar dan berkesinambungan, tidak
menggangu proses belajar mengajar, dan anak didik akan lebih
memerhatikan berbagai proses pengejaran secara utuh;
3. Pengunaan variasi mengajar harus bersifat terstruktur, terencana, dan
sistematik;
4. Pengunaan variasi mengajar harus luwes (tidak kaku), sehingga
kehadiran variasi itu semakin mengoptimalkan kegiatan belajar
mengajar.
9
Syaiful Bahri Djamarah, Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT. Rineka
Cipta, 2010), hlm.161-162.
7
memberi stimulasi. Variasi dalam gaya mengajar ini adalah sebagai
berikut:
a. Variasi Suara
Suara guru dapat bervariasi dalam intonasi, nada, volume, dan
kecepatan. Guru dapat mendramatisasi suatu peristiwa, menunjukan hal-
hal yang diangap penting, berbicara secara pelan dengan seseorang anak
didik, atau berbicara secara tajam dengan anak didik yang kurang
perhatian, dan seterusnya.
b. Penekanan (focusing)
Untuk memfokuskan perhatian anak didik pada suatu aspek yang
penting atau aspek kunci, guru dapat menggunakan “penekanan secara
verbal” misalnya, “Perhatikan baik-baik!”
c. Pemberian Waktu (Pausing)
Untuk menarik perhatian anak didik, dapat dilakukan dengan
mengubah yang bersuara menjadi sepi, dari suatu kegiatan menjadi tanpa
kegiatan atau diam.
d. Kontak Pandang
Bila guru berbicara atau berinterakasi dengan anak didik,
sebaiknya mengarahkan pandangannya ke seluruh kelas, menatap mata
setiap anak didik untuk dapat membentuk hubungan yang positif dan
menghindari hilangnya kepribadian.
e. Gerakan Angota Badan (gesturing)
Variasi dalam mimik, gerakan kepala atau badan merupakan
bagian yang penting dalam komunikasi. Tidak hanya untuk menarik
perhatian saja, tetapi juga menolong dalam menyampaikan arti
pembicaraan.10
2. Variasi Media dan Bahan Ajaran
Tiap anak didik mempunyai kemampuan indra yang tidak sama,
baik pendengaran maupun penglihatannya, demikian juga kemampuan
berbicara. Ada yang lebih enak atau senang membaca, ada yang lebih suka
10
Ibid.,,hlm.164
8
mendegarkan dulu baru membaca, dan sebaliknya. Dengan variasi
pengunaan media, kelemahan indra yang dimiliki tiap anak didik
misalnya, guru dapat memulai dengan berbicara terlebih dahulu, kemudian
menulis di papan tulis, dilanjutkan dengan melihat contoh konkret.
Dengan variasi seperti itu dapat memberi stimulasi terhadap indra anak
didik.
Ada tiga komponen dalam variasi penggunaan media, yaitu media
pandangan, media dengar, dan media taktil. Bila guru dalam menggunakan
media variasi dari satu ke yang lain, atau variasi bahan atau ajaran dalam
satu komponen media, akan banyak sekali memerlukan penyesusaian indra
anak didik, membuat perhatian anak didik menjadi lebih tinggi, memberi
motivasi untuk belajar, mendorong berpikir dan meningkatkan
kemampuan belajar. Guna memudahkan pemahaman mengenai media
pandang, media dengar, dan media taktil ini dapat diikuti uraian berikut :
a. Variasi Media Pandang
Pengunaan media pandang dapat diartikan sebagai penggunaan alat
dan bahan ajaran khusus untuk komunikasi seperti buku, majalah, globe,
peta, majalah dinding, film, film strip, TV, radio, recorder, gambar, grafik,
model, demonstrasi dan lain-lain.
b. Variasi Media Dengar
Pada umumnya dalam proses belajar mengajar di kelas, suara guru
adalah alat utama dalam komunikasi, dan ini telah pernah disinggung.
Variasi dalam pengunaan media dengan memerlukan sekali saling
bergantian atau kombinasi dengan media pandang dan media taktil.11
c. Variasi Media Taktil
Komponen terakhir dari keterampilan menggunakan variasi media
dan bahan ajaran adalah pengunaan media yang memberikan kesempatan
kepada anak didik untuk menyentuh dan memanipulasi benda atau bahan
ajaran. Dalam hal ini akan melibatkan anak didik dalam kegiatan
penyusunan atau pembuatan model, yang hasilnya dapat disebutkan
11
Ibid.,,hlm.165-166
9
sebagai “media taktil.” Kegiatan tersebut dapat dilakukan secara individu
ataupun kelompok kecil.
3. Variasi Interaksi
Variasi dalam pola interkasi antara guru dengan anak didiknya
memiliki rentangan yang bergerak dari dua kutub, yaitu:
a. Anak didik berkerja atau belajar secara bebas tanpa campur tangan dari
guru.
b. Anak didik mendengarkan dengan pasif. Situasi didominasi oleh guru,
di mana guru berbicara kepada anak didik.
D. Gaya Mengajar
1. Pengertian Mengajar
Agar kita memiliki pedoman yang lebih luas tentang mengajar
maka sebaiknya kita mencoba membahas pengertian mengajar itu
bersumber dari 3 pendapat yang kita pandang sebagai pendapat yang lebih
menonjol.
1) Mengajar ialah menyampaikan pengetahuan kepada siswa didik atau
murid di sekolah. Kriteria ini sejalan dengan pendapat dari teori
pendidikan yang bersikap pada mata pelajaran yang di sebut formal
atau tradisional. Implikasi dari pengertian tersebut anatara lain sebagai
berikut:
12
Ibid,,.hlm.265-267.
10
a) Pengajaran dipandang sebagai persiapan hidup.
Masa depan kehidupan siswa bukan ditentukan oleh orang dewasa.
Orang dewasalah yang paling mengetahui apa dan bagaimana kehidupan
itu. Karena itu, orang dewasa/orang tua punya kewajiban penuh untuk
menentukan akan dijadikan apa sang anak itu. Sekolah itu berfungsi
mempersiapkan anak agar dapat hidup di dalam masyarakat yang akan
datang.
b) Pengajaran adalah suatu proses penyampaian.
Cara menyampaikan pengetahuan yang paling tepat ialah dengan
menggunakan metode imposisi, yakni dengan jalan menuangkan ilmu
pengetahuan kepada siswa. Untuk ini maka guru lebih senang
menggunakan metode formal step dari J. Herbart di mana unsur asosiasi
dan recall memegang peranan yang penting. Selain dari itu, metode tugas
dalam bentuk pemberian tugas mempelajari halaman, latihan pokok-pokok
atau bab-bab tertentu dari buku teks. Tugas-tugas yang bersumber dari
buku yang dipelajari oleh siswa dengan pengawasan atau tanpa
pengawasan oleh guru.
c) Penguasaan pengetahuan adalah tujuan utama.
Anggapan yang mendasari perumusan tersebut, ialah barang-siapa
menguasai pengetahuan maka dialah yang berkuasa, knowledge is power,
demikian moto mereka. Pengetahuan itu bersumber dari mata pelajaran-
mata pelajaran di sekolah. Sesungguhnya mata pelajaran-mata pelajaran
itu bersumber dari pengalaman-pengalaman orang dewasa sejak masa
lampau yang berlangsung sepanjang kehidupan manusia.
d) Guru dianggap yang paling berkuasa.
Peranan guru di sekolah sangat dominan. Dia dapat menentukan
segala sesuatu yang dianggapnya tepat untuk disajikan kepada murid-
muridnya. Guru dipandang sebagai orang yang paling mengetahui, karena
guru adalah yang paling pandai. Dia yang menyampaikan tugas-tugas,
memberikan latihan-latihan, dan penilaian. Jadi, guru memegang peran
yang paling utama di kelas.
11
2) Mengajar adalah mewariskan kebudayaan kepada genarasi muda
melalui lembaga pendidikan sekolah. Perumusan ini bersifat lebih
umun jika dibandingkan dengan perumusan pertama, namun antara
keduanya terdapat dalam pikirian yang seirama. Impikasi dari rumusan
ini adalah sebagai berikut:
a) Pendidikan bertujuan membentuk manusia berbudaya.
Para siswa hidup dalam pola kebudayaan masyarakatnya. Manusia
berbudaya ialah manusia yang mampu hidup dalam pola tersebut. Para
siswa dididik agar memiliki kemampuan demikian yang memiliki
kepribadian sesuai dengan kehidupan budaya masyarakatnya itu.
b) Pengajaran baarti suatu proses perwarisan.
Para siswa di pandang sebagai keturunan orang tua dan orang tua
adalah keturunan neneknya dan seterusnya, demikian terjadi proses
turun-temurun. Dengan sendirinya, apa yang dimiliki oleh nenek
moyang pada masa lampau itu harus diturunkan kepada turunan
berikutnya, dalam arti diwariskan secara saksama. Cara pewarisan itu
ada berbagai macam bentuk, seperti melalui pengajaran melalui media
lainnya, melalui hubungan pribadi, dan lain-lain. Kalau melalui
pengajaran maka prosedur yang telah dikemukakan dalam perumusan
pertama berlaku dan dilaksanakan dengan bentuk teknik yang sama.
c) Bahan pengajaran bersumber dari kebudayaan.
Yang termasuk kebudayaan ialah kebiasaan berpikir dan berbuat
manusia, seperti: kehidupan keluarga, cara menyediakan makan,
bahasa, pemerintahan, ukuran moral, kepercayaan dan keagamaan,
serta bentuk-bentuk ekspresi seni. Kebudayaan merupakan kumpulan
dari pada warisan sosial di dalam masyarakat, berdasarkan pengertian
ini13.
13
Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2006), hlm.44-
46.
12
3) Mengajar adalah menyampaikan pengetahuan pada anak didik.
Menuru pengertian ini bearti tujuan belajar dari siswa itu hanya
sekedar ingin mendapatkan atau menguasai pengetahuan. Sebagai
konsenkuensi pengertian semacam ini dapat membuat suatu
kecenderungan anak menjadi pasif, karena hanya menerima informasi
atau pengetahuan yang diberikan oleh gurunya. Sehingga
pengajarannya bersifat teacher centered, jadi guru lah yang memegang
posisi kunci dalam proses belajar mengajar di kelas. Guru
menyampaikan pengetahuan, agar anak didik mengetahui tentang
pengetahuan yang disampaikan oleh guru14. Oleh karena itu,
pengajaran seperti ini ada juga yang menyebutnya dengan pengajaran
yang intelektualistis.
14
Sardirman A.M. , Interaksi dan Motivasi Belajar, (Depok: PT. Raja Grafindo Persada,
2016), hlm. 47.
15
Abdul Majid, Strategi Pembelajaran, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya,2013),
hlm.277-280.
13
b. Gaya Mengajar Teknologis
Guru yang menerapkan gaya mengajar teknologis sering menjadi
bahan perbincangan yang tidak pernah selesai. Argumentasinnya bahwa
setiap guru dengan gaya mengajar tersebut mempunyai watak yang
berbeda-beda; kaku, keras, moderat, dan fleksibel. Gaya mengajar
teknologis ini mensyaratkan seorang guru untuk berpegang pada berbagai
sumber media yang tersedia. Guru mengajar dengan memerhatikan
kesiapan siswa dan selalu memberikan stimulant untuk mampu menjawab
segala persoalan yang dihadapi guru memberi kesempatan kepada siswa
untuk mempelajari pengetahuan yang sesuai dengan minat masing-masing,
sehingga memberi banyak manfaat pada diri siswa.
c. Gaya Mengajar Personalisasi
Pembelajaran personalisasi dilakukan berdasarkan atas minat,
pengalaman, dan pola perkembangan mental siswa. Dominasi
pembelajaran ada ditangan siswa, dimana siswa dipandang sebagai suatu
pribadi. Guru yang menerapkan gaya mengajar personalisasi menjadi salah
satu kunci keberhasilan pencapaian prestasi belajar siswa. Guru tidak
hanya memberikan materi pelajaran untuk membuat siswa lebih pandai,
melainkan agar siswa menjadikan dirinya lebih pandai. Guru dengan gaya
mengajar personalisasi ini akan selalu meningkatkan belajar siswa dan
senantiasa memandang siswa seperti dirinya sendiri. Guru tidak dapat
memaksakan siswa untuk menjadikan sama dengan gurunya, karena siswa
tersebut mempunyai minat, bakat dan kecenderungan masing-masing. 16
d. Gaya Mengajar Interaksional
Dalam pembelajaran interaksional peran guru sangat dominan.
Guru dan siswa berupaya memodifikasi berbagai idea atau ilmu yang
dipelajari untuk mencari bentuk baru berdasarkan kajian yang dipelajari,
guru dengan gaya mengajar interkasional lebih mengedepankan dialog
dengan siswa sebagai bentuk interaksi yang dinamis. Guru dan siswa atau
siswa dengan siswa saling ketergantungan, artinya mereka sama-sama
16
Ibid.,,hlm.282
14
menjadi subjek pembelajaran, dan tidak ada yang dianggap paling baik
atau paling jelek.
15
tuntut memahami segala sesuatu yang diberikan guru. Peran siswa adalah
sebagai penerima informasi yang diberikan guru. Jenis informasi dan
pengetahuan yang harus dipelajari kadang-kadang tidak berpijak dari
kebutuhan siswa, baik dari segi pengembangan bakat maupun dari minat
siswa, akan tetapi berangkat dari pandangan apa yang menurut guru
dianggap baik dan bermanfaat.
c. Kegiatan pengajaran terjadi pada tempat dan waktu tertentu
Proses pengajaran berlangsung pada tempat tertentu, misalnya
terjadi di dalam kelas dengan penjadwalan yang ketat, sehingga siswa
hanya belajar manakala ada kelas yang telah di desain sedemikian rupa
sebagai tempat belajar. Adanya tempat yang telah ditentukan, sering
proses pengajaran terjadi sangat formal. Siswa duduk di bangku berjejer,
dan guru di depan kelas. Demikian juga halnya dengan waktu yang diatur
sangat ketat. Misalnya, manakala waktu belajar suatu materi pelajaran
tertentu telah habis, maka segera siswa akan belajar materi lain sesuai
dengan jadwal yang telah diterapkan .
d. Tujuan utama pengajaran adalah penguasaan materi pelajaran
Keberhasilan suatu proses pengajaran diukur dari sejauh mana
siswa dapat menguasai materi pelajaran yang di sampaikan guru. Materi
pelajaran itu sendiri adalah pengetahuan yang bersumber dari mata
pelajaran yang diberikan di sekolah. Sedangkan, mata pelajaran itu sendiri
adalah pengalaman-pengalaman manusia masa lalu yang disusun secara
sistematis dan logis kemudian di uraikan dalam buku-buku pelajaran dan
selanjutnya isi buku itu yang harus dikuasi oleh siswa17.
4. Manfaat Gaya Mengajar Guru Bagi Murid
17
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan,
(Jakarta: PT. Kencana Media, 2016), hlm. 95-100.
16
pengajaran individual, gaya belajar murid perlu diketahui. Agar dapat
memperhatikan gaya belajar siswa, guru harus menguasai ketrampilan
dalam berbagai gaya mengajar dan harus sangup menjalankan berbagai
peranan, misalnya sebagai ahli bahan pelajaran, sumber informasi,
instruktur, pengaturan pelajaran, dan evaluator. Ia harus sangup
menentukan metode mengajar belajar yang paling serasi, bahan yang
sebaiknya dipelajari secara individual menurut gaya belajar masing-
masing, serta bahan untuk seluruh kelas18.
Pertama, siswa bukan orang dewasa dalam bentuk mini, akan tetapi
mereka adalah organisme yang sedang berkembang. Agar mereka dapat
melaksanakan tugas-tugas perkembangannya, dibutuhkan orang dewasa
yang dapat mengarahkan dan membimbing mereka agar tumbuh dan
berkembang secara optimal. Oleh karena itulah kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi khususnya teknologi informasi yang
memungkinkan setiap siswa dapat dengan mudah mendapatkan berbagai
18
S. Nasution, Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar, (Jakarta: PT. Bumi
Aksara, 2015), hlm. 115.
17
informasi, tugas dan tanggung jawab guru bukan semakin sempit akan
tetapi semakin komplek. Guru bukan saja dituntut untuk lebih aktif
mencari informasi yang dibutuhkan, akan tetapi ia juga harus mampu
menyeleksi berbagai informasi, sehingga dapat menunjuk tanpa ada siswa
informasi yang dianggap perlu dan penting untuk kehidupan mereka. Guru
harus menjaga siswa agar tidak terpengaruh oleh berbagai informasi yang
dapat menyesatkan dan menggangu pertumbuhan dan perkembangan
mereka. Karena itulah, kemajuan teknologi menuntut peran guru. Guru
tidak lagi memposisikan diri sebagai sumber belajar yang bertugas
menyampaikan informasi, akan tetapi harus berperan sebagai pengelola
sumber belajar untuk dimanfaatkan siswa itu sendiri.
19
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses
Pendidikan,(Jakarta: PT. Kencana Media, 2016), hlm. 103-106
18
Ketiga, penemuan-penemuan baru khusunya dalam psikologi
mengakibatkan pemahaman baru terhadap konsep perubahan tingkah laku
manusia dewasa, ini anggapan manusia sebagai organisme yang pasif yang
perilakunya dapat ditentukan oleh lingkungan seperti yang dijelaskan
dalam aliran behavioristik, telah banyak ditinggalkan orang. Orang sekaran
percaya, bahwa manusia adalah organisme yang meiliki potensi seperti
yang dikembangkan oleh aliran kognitif wholistik. Potensi itulah yang
akan menentukan perilaku manusia. Oleh karena itu proses pendidikan
bukan lagi memberikan stimulus, akan tetapi usaha mengembangkan
potensi yang dimiliki. Di sini, siswa tidak lagi dianggap sebagai objek,
akan tetapi sebagai subjek belajar yang harus mencari dan mengkontruksi
kan pengetahuannya seendiri. Pengetahuan itu tidak diberikan , akan tetapi
dibangun oleh siswa.20
20
Ibid.,,hlm. 107
19
dalam proses belajar mengajar siswa harus dijadikan sebagai pusat dari
kegiatan.
Hal ini dimaksudkan untuk membentuk watak, peradaban, dan
meningkatkan mutu pendidikan peserta didik. Pembelajaran perlu
memberdayakan semua potensi peserta didik untuk menguasai
kompetensi yang diharapkan pemberdayaan diarahkan untuk mendorong
pencapaian kompetensi dan perilaku khusus supaya setiap individu mampu
menjadi pembelajar sepanjang hayat dan mewujudkan masyarakat belajar.
Dalam implementasinya, walaupun istilah yang digunakan
“pembelajaran”, tidak berarti guru harus menghilangkan peranannya
sebagai pengajar. Sebab secara konseptual pada dasarnya dalam istilah
mengajar itu juga bermakna membelajarkan siswa. Dalam konteks proses
pendidikan ditunjukkan oleh beberapa ciri yang dijelaskan berikut ini:
20
c. Pembelajaran berlangsung sepanjang hayat.
21
Ibid, ,hlm. 107.
21
PENUTUP
Kesimpulan
22
DAFTAR PUSTAKA
Djamarah Bahri Syaiful, Zain Aswan, 2010. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta:
PT. Rineka Cipta.
Hamalik Oemar, 2006. Proses Belajar Mengajar. Jakarta, PT. Bumi Aksara.
Majid Abdul, 2013. Strategi Pembelajaran. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.
Wahab Rohmalina, 2015. Psikologi Belajar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
23