Dosen Pengampu:
Dr. Iksan, M.Pd.I
Disusun Oleh:
Nur Qomariyah (201912120417)
Istifadah (201912120418)
Sugianto (201912120423)
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya penulis dapat
menyelesaikan makalah tentang “Scope and Squence” ini guna memenuhi tugas
mata kuliah Pengembangan Kurikulum. Selamat dan sejahtera kita curahkan
kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikut – pengikut
beliau.
Harapan kami, semoga makalah ini dapat membantu dan memahami bagi
siapapun yang membacanya dan bermanfaat bagi dunia pendidikan dalam
menambah wawasan serta pengetahuan pengembangan kurikulum tentang “Scope
and Squence” bagi pembaca. Kami telah berusaha menyusun makalah ini
sesempurna mungkin, tetapi kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih jauh
dari kata sempurna.
Tim Penulis
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
4
Ibid; h. 231-233
Bahan pelajaran yang dipilih karena dianggap berharga bagi manusia
dalam hidupnya dan kehidupan sehari-harinya. Pendidikan harus relevan
dengan kebutuhan masyarakat yang ada. Franklin Bobbitt menganalisis bahwa
kegiatan-kegiatan orang dewasa dalam masyarakat agar kegiatan tersebut bisa
diajarkan kepada anak-anak mereka. Namun apa yang baik sekarang belum
tentu baik pula untuk masa depan yang akan datang. Kebutuhan dan sifat
perkembangan anak kurang mendapat perhatian yang utama dari bahan ajaran
tersebut.
Bahan pelajaran dipilih karena sesuai dengan kebutuhan dan minat anak.
Kebutuhan menurut tafsiran orang dewasa, misalnya setiap anak harus belajar
menulis, membaca, sejarah, dan sebagainya. Kebutuhan berdasarkan
perkembangan anak, apa yang benar-benar dirasakan perlu dikembangkan.
Dalam memilih bahan pelajaran dalam pembelajaran anak perlu kita
perhatikan menurut pendapat Hilda Taba yakni bahwa untuk mencapai suatu
tujuan pendidikan kita sebaga pendidik tidak cukup hanya memperhatikan isi
atau bahan pelajaran akan tetapi juga proses pelajaran atau pengalaman
belajart terhadap anak-anak. Dan menurut Hilda taba juga bahwa bahan
pelajaran itu tidak boleh dipisahkan dari pengalaman belajar anak-anak.
Karena lebih baik pelajaran dipusatkan pada sejumlah pokok yang terbatas
yang dapat mengembangkan keterampilan mental anak-anak daripada
berusaha meliputi sejumlah bahan yang luas yang dimana bahan pelajaran
tersebut hanya menghafal secara mendangkal tetapi tidak mengembangkan
kesanggupan mental anak-anak.
Dalam penentuan bahan pelajaran orang-orang yang menyusun kurikulum
dipengaruhi oleh aliran-aliran yang dianutnya. Mereka yang
mengutamakan subject curriculumakan mementingkan bahan yang terkandung
dalam disiplin. Penganut aliran “progresif” akan menentukan bahan pelajaran
terutama berdasarkan minat anak atau pemuda. Mereka yang mengutamakan
fungsi sosial sekolah mengambil aspek-aspek kehidupan sosial yang
berdasarkan untuk menentukan bahan pelajaran. Dalam pembinaan kurikulum
sebaiknya kita perhatikan semua faktor yang turut mempengaruhinya, yaitu
faktor anak, masyarakat, maupun disiplin dalam ilmu pengetahuan.
D. Prosedur Menentukan Bahan Pelajaran
Beberapa cara yang dipilih itu bergantung pada nilai-nilai yang dijunjung
tinggi oleh mereka orang-orang yang menentukan kurikulum. Serasi atau
tidaknya bahan pelajaran yang diajarkan kepada anak-anak itu bergantung
pada tujuan yang ingin dicapai. Berikut ini beberapa prosedur yang diikuti
dalam menentukan bahan pelajaran :
1. Prosedur menerima otoritas para ahli
Langkah pertama ialah terlebih dahulu merumuskan tujuan pendidikan
agar dapat ditentukan bahan pelajaran yang sekiranya paling serasidan sesuai
untuk tujuan pendidikan yang ingin dicapai. Tujuan pendidikan dapat
ditentukan berdasarkan atas undang-undang dan dokumen-dokumen resmi,
dapat juga berdasarkan studi tentang sosiologi, politik, sejarah, dan
sebagainya. Kemudian diadakan diskusi bersama untuk merumuskan bahan
pelajaran dengan jelas dalam mencapai tujuan-tujuan pendidikan itu.
Di dalam praktek sering terjadi pengarang buku pelajaran lah yang
menentukan bahan pelajaran itu. Prosedur semacam ini banyak diikuti di
lingkungan sekitar kita, karena banyak sekali keuntungannya. Buku pelajaran
harus mempunyai scope dan sequence tertentu, jadi sudah jelas apa yang harus
diajarkan dan bagaimana yang sesuai dengan urutannya. Akan tetapi prosedur
ini juga tidak membangkitkan kreativitas pada guru.
2. Prosedur eksperimental
Prosedur eksperimental ini Bahan pelajarannya dapat ditentukan secara
eksperimental dengan cara mengadakan penelitian hingga mengetahui apakah
bahan itu memang serasi untuk mencapai sasarannya. Biasanya metode
prosedur eksperimental ini banyak digunakan untuk menyelidiki keserasian
bahan yang khusus untuk tujuan yang spesifik agar dapat menguasai faktor-
faktor yang mempengaruhi dan keilmiahannya dapat dipertahankan.
Untuk tujuan-tujuan yang lebih umum, metode ini kurang menyesuaikan
dengan keadaan karena sulitnya menguasai semua faktor, termasuk pribadi
guru dan pengalaman keseharian pada anak. Juga perlu dipikirkan, hingga kita
mengetahui manakah hasil penelitian sekarang yang berlaku untuk masa yang
akan datang karena mempengaruhi setiap selera anak terhadap cerita-cerita
tertentu dan dapat berubah karena perkembangan zaman yang sekarang.
3. Prosedur ilmiah atau analitis
Bahan pelajaran dapat ditentukan dengan menganalisis situasi-situasi di
mana bahan pelajaran itu diperlukan.Dapat dianalisis kegiatan manusia
dewasa dalam kehidupannya sehari-hari, dapat pula dianalisis berbagai
jabatan, misalnya jabatan jururawat, guru penerbang dan sebagainya.Dengan
mengetahui kegiatan, ketrampilan, sikap, pengetahuan dan kompetensi-
kompetensi yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan itu dengan baik,
dapat pula ditentukan bahan pelajaran yang serasi untuk itu.
Analisis pekerjaan atau kegiatan dapat dilakukan dengan berbagai cara,
antara lain mengadakan wawancara tentang segala macam tugas seorang
pekerja, melakukan pekerjaan itu sendiri, atau mengobservasi pekerja
melakukan tugasnya.
Analisis memecahkan keseluruhan tugas dalam kegiatan-kegiatan yang
lebih terinci, sehingga identitas keseluruhan lenyap.Yang dianalisis ialah
keadaan sekarang yang tidak menunjukan keadaan seharusnya.Namun metode
analisis ini sangat berfaedah untuk menentukan bahan pelajaran bagi tugas dan
jabatan yang jelas dan terbatas unsure-unsurnya.
4. Prosedur konsensus
Dapat memperoleh prosedur konsensus itu biasa dengan cara meminta
pendapat orang-orang yang dianggap berwewenang, antara lain pakar ahli
dalam bidang studi tertentu, tokoh-tokoh masyarakat, perusahaan dan
sebagainya.
Namun prosedur konsensus ini berdasarkan tabulasi dan suara terbanyak
belum menjamin dalam menentukan kurikulum keserasian pada bahan
pelajaran. Sesudah ditabulasi tidak lagi diadakan diskusi antara mereka yang
mengisi daftar pertanyaan itu dan interpretasinya jadi terserah pada para
pengolahnya.
5. Prosedur-prosedur lainnya
Prosedur-prosedur lainnya yakni (a) social functions procedure, (b) persistent
life situation procedure dan (c) adolescent needs or problems procedure.5
a. Prosedur fungsi-fungsi sosial
Siswa itu merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dari
masyarakat, untuk menjadi anggota masyarakat yang baik seorang siswapun
harus melakukan proses penyesuaian diri (sosialization) atau bisa disebut
dengan proses masyarakat dimana dalam proses tersebut siswa harus terlebih
dahulu mengetahui serta mengenal, mempelajarai dan menyesuaikan tingah
lakunya terhadap norma-norma sosial yang berlaku.6
Fungsi-fungsi sosial itu seperti kehidupan sehari-hari contohnya: perlindungan
dan pengawetan hidup, milik, dan sumber alam, produksi, konsumsi,
komunikasi dan transport, dan sebagainya. Itu semua adalah pokok-pokok
sebagai pegangan untuk menentukan bagaimana kegiatan-kegiatan dalam
belajar penyesuaian diri.
Kurikilum seperti ini mengutamakan aspek sosial dan tidak seberapa
menonjolkan pada soal kebutuhan dan minat pelajar, dan juga tidak
mengabaikannya.
b. Prosedure “persistent life situations”
Menurut taraf perkembangan dalam dunia yang kompleks dan dinamis
ini., Prosedur ini memperhatikan kebutuhan dan masalah pada minat anak dan
pemuda. Persistent yakni menetap pada hakikatnya yang sama, dulu, sekarang
maupun di masa mendatang di mana saja akan tetap, akan tetapi situasinya
berbeda-beda dan berubah-ubah.
5
Ibid; h. 237-240
6
Iskandar Wiryokusumo dan Usman Mulyadi, Dasar-dasar Pengembagan Kurikulum, Jakarta:
Bina Aksara, 1988, h, 51.
c. Prosedur kebutuhan atau masalah pemuda
Menurut Prosedur ini antara kebutuhan yang dieprlukan pemuda dengan
masalah – masalah yang mereka hadapi sekarang itu bertitik tolak belakang.
Prosedur ini pernah diterapkan dalam “the Eight Year Study” yang
mengadakan percobaan ini di 30 sekolah menengah di Amerika Serikat.
Dimana Ross Mooney pada saat itu mengumpulkan 132 masalah pemuda yang
digolongkannya dalam 11 bidang, yakni: (1) kesehatan dan perkembangan
jasmani, (2) keuangan, kondisi hidup dan pekerjaan, (3) kegiatan sosial dan
rekreasi, (4) berpacaran, sek dan perkawinan, (5) hubungan sosial-psikologis,
(6) hubungan pribadi-psikologis, (7) moral dan agama, (8) rumah tangga dan
keluarga, (9) masa depan: pekerjaan dan pendidikan, (10) penyesuaian dengan
pelajaran sekolah, (11) kurikulum dan pengajaran.7 Kebutuhan tersebut harus
diketahui oleh para pendidik atau guru dalam membimbingnya agar mudah
untuk memberikan penyesuaian bagi anak-anak.8
E. Menentukan Sequence Dalam Kurikulum
“Scope” mengenai bahan apa yang akan diajarkan, yaitu ruang lingkup atau
luas bahan pelajaran, jenis dan bentuk pengalaman-pengalaman dalam belajar,
terletak pada berbagai tingkat perkembangan anak guna untuk mencapai tujuan-
tujuan pendidikan.
Dengan “sequence” dimaksud pemberian urutan pengalaman dalam belajar.
Sering ini diartikan sebagai kapan pengalaman belajar atau bahan pelajaran itu
harus diberikan, atau disempitkan menjadi di kelas berapa bahan pelajaran tertentu
harus diajarkan kepada anak-anak.
Scope dan sequence sangat erat hubungannya dalam penyusunan kurikulum
seperti suatu bagian dari penyusunan kurikulum yang tidak bisa dihindari , oleh
sebab itu tiap bahan harus diberikan pada waktu yang setepat-tepatnya. Menurut J
Bruner mengatakan bahwa prinsip-prinsip setiap mata pelajaran dapat diajarkan
kepada setiap orang pada setiap usaha dalam suatu bentuk tertentu, oleh sebab itu
ide-ide pokok yang mendasari setiap ilmu sebenarnya sangatlah sederhana.
Sedang J Piaget juga membuktikan bahwa bahan pelajaran yang semula tidak
berhasil bahkan anak-anak lebih cepat dapat berfikir secara formal daripada yang
diduga semula.
Dua Pendekatan
Untuk menentukan urutan bahan pelajaran terdapat dua macam
pendekatan, yaitu :
1. Menentukan bahan pelajaran untuk kelas-kelas tertentu
7
S. Nasution, Asas-asas Kurikulum, Jakarta: Bumi Aksara, 1994, h. 240-241
8
Ibid; Iskandar Wiryokusumo dan Usman Mulyadi, h. 53.
Pendekatan ini yang diutamakan ialah bahan pelajaran kepada anak
diaman anak tersebut harus menyesuaikan diri dengan bahan pelajaran yang
ada di dalam kelasnya.
2. Menyesuaikan bahan pelajaran bisa dengan taraf perkembangan anak
Agar dapat menentukan bahan pelajaran yang sesuai untuk anak belajar, pada
tahap pertama kita perlu menyelidiki tingkat pengetahuan dan kemampuan
kepada anak tersebut
Faktor-faktor dalam penempatan bahan pelajaran
1. Taraf kesulitan bahan pelajaran
Pada umumnya, terlebih dahulu memberikan yang mudah dan sederhana
pada bahan pelajaran daripada yang sukar dan kompleks. Karena tak selalu
mudah dalam menentukan manakah yang mudah dan manakah yang sukar.
Namun bahan pelajaran memang mempunyai tingkat-tingkat kesukaran.
Makin banyak unsur yang terlibat dalam suatu masalah, makin kompleks
problema seperti itulah makin tinggi taraf kesulitan untuk mennetukan bahan
pelajaran. Karena pada kenyataannya dalam penempatan bahan pelajaran perlu
mempertimbangkan taraf kesulitan bahan pelajaran yang akan diberikan
kepada anak-anak.9
2. Apersepsi atau pengalaman lampau
Sesuatu yang baru hanya dapat di pahami berdasarkan pengetahuan atau
pengalaman yang telah dimiliki. Karena itu diusahakan adanya kelanjutan
dalam bahan pelajaran. Pelajaran yang lampau menjadi syarat untuk
memahami pelajaran baru.
Dalam memperoleh pemahaman, individu belajar melalui pengalaman.
Cara coba-coba untuk memperoleh pemahaman erupakan suatu yang penting,
karena menghasilkan pengalaman yang dapat direorganisasi manakala
menghadapi situasi yang sama.
Dalam mempelajari matematika misalnya, tidak hanya dilakukan dengan
mempelajari jawaban soal, tetapi yang paling penting adalah mengalami
proses memperoleh penyelesaian soal sehingga diperoleh pemahaman
terhadap keberadaan soal itu dan mengapa penyelesaian atau jawabannya itu
demikian.10
3. Kematangan anak
Kematangan diakibatkan oleh perkembangan intern, pertumbuhan syarat
atau fisiologis dan di anggap tak dapat di pengaruhi banyak oleh faktor-faktor
luar.Dalam teori sering kita katakan bahwa bahan pelajaran harus disesuaikan
dengan kematangan anak, tanpa sebenarnya mengetahuinya dengan jelas.
9
S. Nasution, Asas-asas Kurikulum, Jakarta: Bumi Aksara, 1994, h. 244-245.
10
Muhammad Ali, Pengembangan Kurikulum Sekolah, Bandung: Sinar Baru, 1992, h. 41.
4. Usia mental anak
Kita ketahui bahwa anak-anak berlainan kemampuan mentalnya.
Memberikan bahan yang sama kepada anak yang tinggi dan rendah
intelegensinya pasti merugikan anak, sehingga bahan pelajaran diberikan
menurut sequence yang sesuai dengan kesanggupan anak.
5. Minat anak
Minat anak menjadi faktor utama dalam penentuan bahan dan urutannya
disekolah yang “child centered”.Dalam penempatan bahan pelajaran minat
anak sudah sewajarnya perlu diperhatikan, apalagi minat yang timbul sebagai
akibat perkembangan anak.Minat dapat timbul berdasarkan pengatahuan yang
diperoleh dari pelajaran-pelajaran lampau.11
Beberapa hal dapat diusahakan untuk membangkitkan motif belajar pada
anak yaitu pemilihan bahan pengajaran yang berarti bagi anak, menciptakan
kegiatan belajar yang dapat membangkitkan dorongan untuk menemukan
(discovery), menerjemahkan apa yang akan diajarkan dalam bentuk pikiran
yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak. Sesuatu bahan pengajaran
yang berarti bagi anak disajikan dalam bentuk yang sesuai dengan tingkat
kemampuan berpikir anak, dan disampaikan dalam bentuk anak lebih aktif,
anak banyak terlibat dalam proses belajar dapat membangkitkan motif belajar
yang lebih berjangka panjang.12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Scope yaitu ruang lingkup keseluruhan pengelaman belajar yang akan
diberikan kepada siswa yang sudah berbentuk bidang studi, misal bidang
studi IPA untuk SMP (biologi) yang diperinci menjadi pokok bahasan dan
sub pokok bahasan yang mengandung ruang lingkup bahannya sendiri.
Sequence atau urutan yaitu susunan bahan pelajaran atau pengalaman
belajar menurut aturan tertentu secara berurutan.
2. Dalam menentukan scope, yaitu apa yang harus diajarkan merupakan
masalah yang semakin sulit seiring berjalannya waktu. Beberapa
penyebabnya antara lain : Bahan pelajaran cepat bertambah luas karena
eksplosi ilmu pengetahuan, Belum ada kriteria yang pasti tentang bahan
apa yang perlu diajarkan, Matapelajaran yang tradisional tidak lagi
memadai, Mata pelajaran baru ditambahkan sedangkan matapelajaran
lama masih disampaikan sehingga beban belajar anak bertambah berat.
11
Ibid;S. Nasution, h. 242-246.
12
Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum, Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2000, h. 146.
3. Ada sejumlah kriteria yang digunakan untuk memilih bahan pelajaran,
namun setiap kriteria ini mempunyai kelemahan. Kriteria tersebut antara
lain : Bahan pelajaran harus dipilih berdasarkan tujuan yang hendak
dicapai, Bahan pelajaran dipilih karena dianggap berharga sebagai warisan
generasi lampau, Bahan pelajaran yang dipilih karena dianggap berharga
bagi manusia dalam hidupnya.
4. Berikut ini beberapa prosedur yang diikuti dalam penentuan bahan
pelajaran : Prosedur menerima otoritas para ahli, Prosedur eksperimental,
Prosedur ilmiah atau analitis, Prosedur konsensus.
5. Scope dan sequence erat hubungannya dalam penyusunan kurikulum, oleh
sebab tiap bahan harus diberikan pada waktu yang setepat-tepatnya.J
Bruner mengatakan bahwa prinsip-prinsip tiap mata pelajaran dapat
diajarkan kepada setiap orang pada setiap usaha dalam suatu bentuk
tertentu oleh sebab ide-ide pokok yang mendasari setiap ilmu sebenarnya
sederhana.J Piaget membuktikan bahwa anak-anak lebih cepat dapat
berfikir secara formal daripada yang diduga semula.
DAFTAR PUSTAKA
1. http://filsafatmeningkatkantarafhidup.blogspot.com/2012/06/scope-and-
squence-pengembangan.html?view=timeslide
2. http://robbinadani.blogspot.com/2015/05/bab-i-pendahuluan-a.html
3. file:///C:/Users/sugie99/Downloads/43-Article%20Text-78-1-10-
20181025.pdf