Anda di halaman 1dari 51

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Politik pendidikan atau the politics of education adalah kajian tentang
relasi antara proses munculnya berbagai tujuan pendidikan dengan cara – cara
penyampaiannya. Kajian ini lebih terfokus pada kekuatan yang
menggerakkan perangkat pencapaian tujuan pendidikan dan bagaimana serta
kemana perangkat tersebut akan diarahkan. Kajian politik pendidikan
terkonsentrasi pada peranan Negara dalam bidang pendidikan, sehingga dapat
menjelaskan asumsi dan maksud dari berbagai strategi perubahan pendidikan
dalam suatu masyarakat secara lebih baik.
Kajian politik pendidikan dapat memberikan pemahaman yang lebih
baik tentang kaitan antara berbagai kebutuhan politik Negara dengan isu – isu
praktis sehari hari di sekolah; tentang kesadaran kelas; tentang berbagai
bentuk dominasi dan subordinasi yang sedang dibangun melalui jalur
pendidikan. Banyak sekali pandangan politik pendidikan yaitu menurut Ki
Hajar Dewantara dan beberapa pandangan politik pendidikan masa sekarang.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat ditarik suatu rumusan masalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana pandangan politik pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara?
2. Bagaimana pandangan politik pendidikan pada masa sekarang?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Mendeskripsikan pandangan politik pendidikan menurut Ki Hajar
Dewantara.
2. Mendeskripsikan pandangan politik pendidikan pada masa sekarang.

1
D. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui pandangan politik pendidikan menurut Ki Hajar
Dewantara.
2. Untuk mengetahui pandangan politik pendidikan pada masa sekarang.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Politik Pendidikan Menurut Ki Hajar Dewantara


1. Pengajaran Bagi Rakyat Kita Kurang dan Mengecewakan
Pengajaran pertama kali yang diterima dari pemerintah sangat kurang
dan sangat mengecewakan sebagai alat pendidikan. Sebelum adanya H.I.S
rakyat kita mengenal adanya sekolah bumiputera yang rendah sekali
pengajarannya dan hanya kaum priyayi saja yang boleh menuntut pelajaran di
sekolah Belanda. Sedangkan rakyat umu tidak dapat menuntut pendidikan
yang dapat mengarahkan pada kehidupan yang layak.
Setelah itu muncullah H.I.S yang menjadi harapan rakyat dapat
mencapai pendidikan yang layak untuk mencapai derajat penghidupan yang
lebih baik. Namun nyatanya anak-anak keluaran H.I.S masih kurang
kepandaiannya dan masih sangat mentah dalam mencari pekerjaan.
Kebanyakan mereka hanya cakap sebagai jurutulis atau jurutulis pembantu
dengan gaji yang sama dengan gaji jongos atau koki.
Singkatnya, keadaan H.I.S tidak mungkin bisa menjadikan anak-anak
keluaran H.I.S dapat melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi. Pemerintah
tidak akan dapat memberikan kepuasan kepada rakyat, karena mereka banyak
mengurusi kepentingan golongan lain. Oleh karena itu, kita wajib berusaha
sendiri untuk:
a. Memperbanyak sekolah-sekolah bagi anak-anak kita di seluruh Indonesia
b. Memperbaiki pelajarannya, hingga anak-anak kita dengan mudah dapat
menuntut pelajaran yang lebih tinggi
c. Mendidik anak-anak kita, agar mereka merasa bangga sebagai anak
rakyat.
Pengajaran H.I.S bagi anak-anak kita tidak hanya menimbulkan
“egoisme” dan “individualisme” saja, tetapi juga “membelandakan” anak-
anak dan menjadikan mereka kaum budak. Sehingga timbul pertanyaan “jika
kita tidak suka pada sistem sekolah model Eropa, sistem apakah yang harus

3
kita pakai?”. Dan jawabannya adalah “Sistem Nasional”. Sistem baru dalam
pendidikan di Eropa itu bukan sistem baru bagi kita, tetapi sistem nasional
yang asalnya dari nenek moyang kita.

2. Nomenklatur Dalam Pendidikan Kebangsaan


a. Indung-indung (bagi perempuan dan laki-laki sama), yaitu tingkatan
“Taman-Anak”.
b. Ulu duntung (perempuan uban-uban) untuk tingkatan “Taman-Muda”.
c. Cekel (dedunyik atau dunyik untuk perempuan), untuk tingkatan “Taman-
Dewasa”
d. Cantrik (perempuan : mentrik) untuk tingkatan “Taman-Guru”
e. Manguyu (sontrang) yaitu guru muda.
f. Jejanggan (bidang) yaitu tingkatan pengajar atau pemimpin yang
bertanggung jawab sepenuhnya atas Taman Siswa.
g. Hajar, pendita dengan macam-macam sebutan (Begawan, reshi, dll) yaitu
tingkatan guru tertua.
h. Putut atau Endang dan wasi atau dahyang yaitu nama orang yang hidup
dalam pertapaan. Kedudukannya setara dengan cantrik atau mentrik, yaitu
tingkatannya mahasiswa. Sedangkan wasi atau dahyang disamakan dengan
manguyu atau sontrang, yaitu mereka yang sudah tamat belajar namun
belum menjadi pemimpin (doctorandus atau doctoranda).
Dengan menghidupkan kata-kata yang dulu sudah pernah dipakai,
ketika bangsa kita belum merdeka dan tidak berderajat rendah, maka dengan
mudah kita memutus pertalian kolonial yang seringkali mengikat pengajaran
dan pendidikan nasional kita.

3. Mobilisasi Intelektuil Nasional Untuk Mengadakan Wajib Belajar


a. Azas Kulturil dan Sosial
1) “Methode-Keluarga” yaitu laku-pengajar. Maksud dari metode ini
adalah mobilisasi intelektuil nasional dalam melaksanakan wajib belajar
bagi rakyat, untuk memberantas buta huruf dengan semboyan “tiap
rumah menjadi perguruan, tiap intelektuil menjadi guru”.

4
2) “Methode Keluarga” adalah metode nasional. Karena pada jaman
dahulu terpakai umum dan ternyata dapat mempercepat pengajaran
membaca dan menulis hingga ke daerah kerajaan Jawa (Yogyakarta dan
Surakarta).
b. Dasar-dasar Metode
1) Laku-pengajaran atau method ialah methode yang berdasarkan pada
sifat dan tabiat jiwa manusia, yang menurut ilmu cara barat dinamakan
“Globaliteits-methode” yang didasarkan pada “Globaliteits-
psychologie”.
2) Globaliteits psychologie mengajarkan bahwa jiwa manusia itu adalah
keadaan yang bersifat bulat, dalam mana bagian-bagian jiwa (angan-
angan, rasa, kemauan, dan lain-lain) tidak berdiri sendiri dan terpisah-
pisah, akan tetapi menjadi satu bulatan yang sempurna.
3) Dasar pertama dari globaliteits psychologie yaitu mengajarkan bahwa
jumlah semua bagian itu belum dapat menyamai utuhnya benda.
4) Dasar kedua mengajarkan bahwa kebulatan jiwa itu menyebabkan
manusia itu selalu memandang dan menghendaki pemandangan serta
memasukkan segala keadaan ke dalam jiwanya itu.
5) Sesudah keutuhan itu masuk ke dalam jiwa, barulah jiwa meminta
pandangan dari bagian-bagiannya (analisa).
6) Dengan begitu terjadi sendiri susunan alam yang lambat laun menjadi
luas dan masing-masing alam bersifat sempurna (konsentris).
7) Tabiat global yang murni itu terdapat dalam jiwa kanak-kanak dalam
windu ke-1, windu ke-2 mulai selektif.

4. Hubungan Internasional
Indonesia kedatangan seorang ahli pendidik yang terkenal di seluruh
dunia yaitu dr. Maria Montessori. Montessori memiliki system yang memiliki
dasar yang fundamental yaitu “vrijheid en spontaniteit van het individu” yang
artinya kebebasan dan spontanitas dari seseorang. Kemerdekaan hidup yang
seluas-luasnya, megurangi penguasa dari guru dan orang tua terhadap hidup
anak-anaknya, kembali pada kodrat anak-anak yakni mengakui penguasa dari

5
yang mengadakan hidup. Indonesia berharap kedatangan beliau bisa
memberikan pencerahan bahwa aliran kemerdekaan di dalam pendidikan
anak-anak itu bukan aliran orang-orang yang mendapat cap merah, cap
politik, cap anti Belanda (aliran Taman Siswa), akan tetapi aliran
kemanusiaan belaka, yang mencari hidup selamat dan bahagia dengan cara
meneguhkan kemerdekaan diri dalam hubungan tertib damai dengan alamnya.

5. Taman Madya (S.M.A. Nasional)


Pada tahun 1932, di bawah pimpinan tuan R. Soeratmoko dengan
bantuan Ir. Anwari dan saudara-saudara intelktuil lainnya, mencoba
mendirikan “H.B.S” (Hoogere Burger School) yaitu sekolah menengah 5
tahun sesudah Sekolah Rendah Belanda. Kemudian nama H.B.S. itu diberikan
usulan dengan mengganti nama menjadi Taman Madya. Selanjutnya diadakan
rapat pendirian dengan hasil sebagai berikut:
a. Taman Madya mulai 1 Agustus yang akan dating didirikan dan segala
urusan diserahkan pada ibu pawiyatan Taman Siswa di Mataram
b. Yang diadakan pertama kali adalah bagian alam pasti bukan bagian sastra
dan pengajaran bekal terjun dalam masyarakat seperti jurnalistik,
ekonomi, dll.
c. Mendirikan badan penyokong dalam arti yang umum.

6. Hubungan Perguruan Kita Dengan Luar-Negeri


Pemuda-pemuda keluaran Taman Dewasa mencoba mencari hubungan
dengan sekolah-sekolah di luar negeri. Ada yang meneruskan ke India,
Jepang, Philipina, bahkan sebagian dari mereka ada yang tinggal di negeri-
negeri tersebut. Banyak pula dari mereka yang kembali ke perguruan Taman
Siswa dan masuk dinas gupermen.
Pada waktu dalam keadaan perang, hubungan dengan luar negeri
menjadi sulit. Sejak adanya perang dunia selalu diumumkan segala hubungan
yang kadang-kadang terjadi dengan perguruan kita. Surat-surat, majalah,
barang cetak yang berasal dari luar negeri selalu diumumkan, begitu juga
dengan kunjungan-kunjungan dari luar negeri. Siapapun boleh berkunjung

6
asalkan tidak memakai kita sebagai alat permusuhan internasional. Dan
segala kunjungan tersebut selalu diumumkan di pers.

7. Pengajaran di Jawa
a. Soal pengajaran rakyat harus dianggap sebagai satu-satunya soal
defensibility yang maha penting
b. Rencana belanja untuk pengajaran rakyat harus sebesar-besarnya
c. Untuk memperbesar hasil, dalam arti lahir dan batin, dari pengajaran
rakyat, haruslah dasar keberatan yang penuh dengan semangat
keduniawian (materialism), semnagat kenadlaran (intelektualism), serta
semangat perseorangan (individualism) dengan demokrasi Barat yang
memecah belah segala kekuatan tenaga, diganti dengan dasar semangat
ketimuran sebagai berikut:
1) Pengajaran rakyat harus bersemangat keluhuran budi manusia, karena
itu harus mementingkan segala nilai kebatinan (mental culture) dan
menghidupkan semangat idealism.
2) Pengajaran rakyat harus mendidik ke arah kecerdasan budi pekerti
(character building).
3) Pengajaran rakyat harus mendidik ke arah kekeluargaan yakni merasa
bersama-sama hidup, bersama-sama susah, bersama-sama
tanggungjawab, dsb.

Adapun sifat pengajarannya adalah sebagai berikut:


1) Tiap-tiap orang harus dapat kesempatan untuk menuntut pengajaran
yang sesuai dengan dasar kecakapannya, mulai pada sekolah-sekolah
rendah sampai sekolah-sekolah yang tinggi.
2) Sebaiknya pemerintah mempergunakan tenaga rakyat dengan jalan
menyokong sekolah-sekolah partikelir yang banyak terdapat di pulau
Jawa.
3) Hendaknya pemberantasan buta huruf dilaukan dengan segiat-giatnya
terhadap orang dewasa, khususnya terhadap pemuda yang tak pernah
bersekolah. Sehingga pemerintah diharapkan mengadakan kewajiban

7
mengajar bagi mereka yang dapat melakukan pemberantasan buta
huruf.
4) Agar pengajaran dapat berfaedah bagi nusa dan bangsa, maka syarat
kebudayaan dan kemasyarakatan harus dipentingkan.
5) Hendaknya diadakan kesempatan untuk memasukkan pengjaran yang
berhubungan dengan keyakinan, misalnya ajaran agama.
6) Hendaknya daerah yang mempunyai bahasa yang masih terpelihara
untuk hiduo berkebudayaan diberikan hak untuk memakainya sebagai
bahasa pengantar.
7) Tiap-tiap sekolah bpada tingkatannya yang pertama harus bersamaan
sifat dengan daerahnya masing-masing, perluasan harus terjadi
berangsur-angsur, kemajuan hidup yang kelaknya dapat mewujudkan
persatuan yang kokoh.

Tentang bentuk pengajarannya adalah sebagai berikut:


1) Tingkatan pengajaran hendaknya dibentuk demikian:
a) Sekolah pertama, 3 tahun untuk yang akan meneruskan ke sekolah
rakyat, yang tidak mneruskan disambung dengan 1 tahun pengajaran
kemasyarakatan.
b) Sekolah rakyat 3 tahun atau 4 tahun bagi mereka yang tidka
meneruskan pengajarannya.
c) Sekolah menengah pertama, 3 tahun dibagi menjadi 2 bagian, yaitu
bagian umum (untuk meneruskan pengajaran ke sekolah menengah
tinggi) dan bagian khusus/vak (pertanian, perdagangan, pertukangan,
sekolah guru, dan lain-lain).
d) Sekolah menengah tinggi, 3 tahun, dibagi juga seperti umum, khusus
dan vak.
e) Sekolah luhur, umumnya 3 tahun dan dibagi menjadi “university”
untuk ilmu pengetahuan khusus dan sekolah vak luhur.
2) Pengajaran khusus untuk anak-anak kecil sebelum umur 7 tahun, untuk
anak-anak buta dan tuli, anak-anak yang IQ rendah, dan lain
sebagainya.

8
3) Hendaknya pemerintah menyokong berdirinya kursus-kursus yang
diadakan oleh tenaga rakyat, baik yang diperuntukkan bagi pengajaran
umum maupun pengajaran khusus.

Isi pengajarannya adalah sebagai berikut:


1) Yang harus diajarkan pada anak yaitu segala pengetahuan serta
kepandaian yang perlu atau sedikitnya berfaedah untuk kepentingan
kebudayaan atau kemasyarakatan.
2) Harus disesuaikan dengan umur anak-anaknya (sesuai dengan tingkatan
sekolahnya), serta dengan suasana khusus bagi satu-satunya tempat
(social atmosphere), misalnya rencana pengajaran di daerah
pegunungan harus ada bedanya dengan yang di daerah pantai atau di
daerah pertanian.
3) Harus diadakan rencana pengajaran umum yang diwajibkan sebagai
minimum program untuk semua sekolah di seluruh negeri. Di samping
ini juga boleh diadakan pengajaran khusus yang berhubungan dengan
batin (agama).

8. Pemberantasan Buta Huruf


Pertama, perkumpulan perempuan yang di dalam Kongres Puteri
Indonesia mewajibkan anggota masing-masing membatu memberantas buta
huruf. Kedua, pemimpin pemuda-pemuda juga. Ketiga, partai dan kumpulan
rakyat, misalnya rukun tani yang terbesar di seluruh Jawa Timur, sudah
mengadakan peraturan yang boleh disamakan dengan kewajiban mengajar
membaca dan menulis.
Hendaknya Pemerintah menyokong dengan jalan sebagai berikut:
a. Mengadakan pimpinan yang teratur (coordinate) antara usaha di masing-
masing daerah di seluruh Jawa dan Madura.
b. Menyediakan alat-alat, misalnya buku pengajaran yang sama buat tanah
Jawa dan biayanya.

9
c. Mempergunakan tenaga rakyat yang semenjak datangnya Dai Nippon
sebenarnya ingin membantu pemerintah tetapi tidak tahun jalannya
bagaimana.

9. Pembukaan Taman Tani Taman Siswa


Rencana untuk mendirikan sekolah-sekolah perusahaan pertanian,
kepandaian puteri, perdagangan, teknik, kesenian, jurnalistik,
kemasyarakatan, berhubung dengan beberapa keadaan harus diperkecil
sehingga dalam rancangan yang terakhir hanya tinggal maksud untuk
mendirikan sekolah pertanian, sekolah kepandaian puteri, sekolah ekonomi
(dagang).
Tiba-tiba datang perang Asia Timur yang maha dahsyat dan dating pada
saat menetapkan hidup matinya bangsa-bangsa Asia. Pimpinan Taman Siswa
segera menetapkan sikapnya untuk bekerja sama dengan Pemerintah
Balatentara Dai Nippon serta membantu memperkuat barisan di belakang
garis perang dengan jalan mengusahakan pendidikan dan pengajaran.
Berhubung aliran pemerintah sudah ditetapkan menjadi system
pendidikan dan pengajaran yang harus kita hormati, yaitu untuk
mengusahakan sendiri segala pendidikan dan pengajaran pemuda agar semua
dapat dipersatukan dan dikerahkan untuk kemenangan akhir, maka pimpinan
Taman Siswa berunding dengan pimpinan cabang di seluruh Jawa dan
menetapkan sikap terus membantu Pemerintah dalam usaha pendidikan dan
pengajaran dan diperbolehkan menyerahkan dengan ikhlas usaha-usaha
lainnya yang dipegang sendiri oleh pemerintah. Kita percaya bahwa
pemerintah akan menuntun kita ke arah kemuliaan Nusa dan Bangsa.
Akhirnya, dapat berdirinya sekolah pertanian “Taman Tani” disebabkan
karena sikap baik dari pihak Pemerintah, baik dari daerah Yogyakarta
Koochi, maupun dari Pemerintah Pusat. Karena kebaikan mereka juga,
sebagian besar murid dapat diterima di berbagai sekolah-sekolah lanjutan
Pemerintah. Guru-guru juga banyak yang diterima menjadi pegawai negeri.
Kemudian Gunseikan member hadiah istimewa yaitu uang sejumalah 20.000

10
rupiah untuk pendirian Taman Tani. Hal ini membuktikan perhatian yang
sangat besar dari pimpinan Dai Nippon.

10. Dasar Pendidikan dan Maksud Tujuan Pengajaran


a. Tentang Dasar Pendidikan
1) Peliharalah dan kuatkanlah rasa cinta Nusa dan Bangsa dalam hati
murid-murid dengan memasukkan semangat kebangsaan dalam segala
pengajaran, serta menghapuskan segala isi pengajaran yang dapat
melemahkan semangat.
2) Adakanlah upacara dan peraturan yang dapat menambah rasa cinta,
bangga, dan setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dan
hendaknya mengibarkan Sang Merah Putih dan menyanyikan lagu
Indonesia Raya sebagai penjaga semangat patriot Indonesia.
3) Gunakanlah segala tenaga dan kekuatan badan seperti Gakukotai,
Seinendan, dan sebagainya untuk memperkuat usaha gerakan
kebangsaan.

b. Tentang Maksud dan Tujuan Pengajaran


1) Hendaknya selalu diusahakan memperbaiki segala peraturan pengajaran
hingga dapat memenuhi syarat-syarat dan ukuran-ukuran internasional.
2) Bahasa yang diajarkan pada sekolah rendah hanya bahasa Indonesia dan
bahasa daerah, sedangkan untuk sekolah menengah selain bahasa itu
perlu juga bahasa Inggris sebagai bahasa internasional dan bahasa
Jerman untuk keperluan perluasan ilmu pengetahuan yang sebaiknya
diajarkan di sekolah menengah tinggi.
3) Daftar pengajaran di sekolah menengah putri harus tidak berbeda
dengan yang digunakan di sekolah menengah laki-laki yaitu mengenai
pengetahuan umum. Perbedaannya hanya boleh dalam hal pekerjaan
keputrian.
4) Diperbolehkan untuk sekolah menengah laki-laki dan perempuan
belajar bersama asalakan ada pengawasan kesosialan yang cukup tetapi

11
dilakukan menurut cara “tut wuri handayani” yaitu dengan cara
kekeluargaan, jangan dengan kekerasan.
5) Untuk memajukan semangat pendidikan dalam hidup keluarga,
sebaiknya sekolah kepandaian puteri diadakan pelajaran ilmu
pendidikan dan pengajaran sehingga sekolah kepandaian puteri menjadi
sekolah guru kanak-kanak.
6) Hendaknya kerugian murid dan pelajar selama 3,5 tahun ini diperbaiki
secara berangsur-angsur tetapi secepat mungkin sehingga derajat
tingkatan sekolah masing-masing kembali sediakala.
7) Mengingat terbatasnya guru dan buku-buku yang ada, hendaknya
pengajaran bahasa asing dilakukan dengan cara yang praktis dan
dengan syarat yang ada.

11. Pendidikan
Pendidikan tidak hanya bersifat pembangunan tetapi merupakan
perjuangan. Pendidikan berarti memelihara hidup tumbuh ke arah kemajuan.
Pendidikan adalah usaha kebudayaan yang berazas keadaban, yakni
memajukan hidup agar mempertinggi derajat kemanusiaan.
Ada yang mengira bahwa Negara kita yang kini merdeka tidak ada
tempat lagi untuk inisiatif partikelir dalam usaha pendidikan dan pengajaran.
Hal ini adalah pernyataan yang salah. Republik kita merupakan Negara yang
berdasar kedaulatan rakyat. Hal ini berarti bahwa tiap-tiap aliran hidup, baik
yang berdasar ideology kebatinan maupun kemasyarakatan berhak untuk
mewujudkan cita-cita dan gerakannya dengan jalan usaha pendidikan. Tidak
berbeda dengan jalan bergerak dalam partai-partai politik. Di dalam undang-
undang dasar Negara demokratis selalu ada peraturan tentang kebebasan
pengajaran di bawah pengawasan pemerintah.

12. Dasar dan Azas-Azas Pembaharuan Pengajaran


a. Dasar
1) Bersama-sama dengan lahirnya UUD RI, karena hasrat usaha
pemimpin-pemimpin rakyat yang bergabung di dalam “Badan

12
Penyelidik Kemerdekaan” dan pada pertengahan bulan ke-VII tahun
1945 secara “theoritische staatsgreep” melepaskan diri dari kekuasaan
pemerintah bala tentara Jepang, maka dapat tersusunlah pula rencana-
rencana yang mengenai usaha-usaha ekonomi, keuangan, pertahanan
serta pengajaran di Indonesia, yang akan berdiri sebagai Negara yang
merdeka. Sungguhpun rencana-rencana itu berbentuk sebagai “Undang-
undang” dan hanya merupakan “peninjauan”, akan tetapi cukup lengkap
dan tegaslah dasar-dasar dan azasnya untuk menjadi pedoman umum.
2) Setelah “panitia kecil” bagian pendidikan dan pengajaran yang terdiri
dari anggota-anggota: (1) Prof. Dr. Hoesein Djajadiningrat, (2) Prof. Dr.
Asikin, (3) Prof. Ir. Roosen, (4) Ki Bagoes Haji Hadi Koesoemo, (5)
Kiai Hadji Maskur, dan Ki Hadjar Dewantara sebagai ketuanya-
memajukan laporannya kepada panitia lengkap dan sesudah diadakan
perundingan secukupnya, maka laporan tersebut dengan beberapa
perubahan dapat disyahkan dengan resmi.
3) Kewajiban pemerintah terhadap pengajaran rakyat ada tercantum di
dalam UUD fatsal ke-31 yang menetapkan, bahwa (a) tiap-tiap warga
Negara berhak mendapat pengajaran, dan (b) bahwa pemerintah
mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistim pengajaran nasional,
yang diatur dengan undang-undang. Fatsal dalam Undang-Undang
Dasar ini nyatalah mengandung maksud akan adanya “kewajiban
belajar” di kelak kemudian hari dan keharusan mendasarkan segala
usaha pendidikan dan pengajaran pada dasar kebangsaan. Lihatlah pula
fatsal 32 dan 36 UUD hal Kebudayaan dan Bahasa.
4) Ada pula fatsal-fatsal di dalam UUD yang harus diingat dengan fatsal
27 ayat 1, tentang Persamaan kedudukan segala warga Negara di dalam
hukum dan pemerintahan, serta ayat 2 tentang Hak warga Negara atas
pekerjaan dan penghidupan yang alayak bagi kemanusiaan. Pula fatsal
34 UUD yang menetapkan bahwa fakir miskin dan anak-anak terlantar
dipelihara oleh Negara. Nyatalah di sini bahwa sifat bentuk pengajaran
dan pendidikan tak boleh membeda-bedakan orang-orang atau
golongan-golongan rakyat yang satu dengan yang lain, harus menjamin

13
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, serta mewajibkan
pemeliharaan anak-anak yang terlantar.
5) Teranglah dari fatsal-fatsal dalam UUD yang tersebut itu, bahwa
pendidikan dan pengajaran di dalam Republik Indonesia harus
berdasarkan kebudayaan dan kemasyarakatan bangsa Indonesia menuju
ke arah kebahagiaan hidup batin serta keselamatan hidup lahir.

b. Azas-azas Pembaharuan Pengajaran


1) Dengan Undang-undang kewajiban belajar, atau peraturan lain, jika
keadaan di suatu daerah memaksa, Pemerintah memelihara pendidikan
kecerdasan akal-budi ntuk segenap rakyat dengan cukup dan sebaik-
baiknya, seperti ditetapkan dalam UUD fatsal 31.
2) Dalam garis-garis adab kemanusiaan,seperi terkandung di dalam segala
pengajaran agama, maka pendidikan dan pengajaran nasional bersendi
kepada agama dan kebudayaan bangsa serta menuju ke arah keselaman
dan kebahagiaan masyarakat.
3) Kebudayaan bangsa ialah kebudayaan yang timbul sebagai buah usaha
budi daya rakyat Indonesia seluruhnya. Kebudayaan lama dan asli yang
terdapat sebagai puncak kebuadayaan di daerah-daerah di seluruh
Indonesia terhitung sebagai kebudayaan bangsa. Usaha kebudayaan harus
menuju ke arah kemajuan adab, budaya dan persatuan, tidak menolak
bahan-bahan baru dari kebudayaan asing yang dapat
memperkembangkan atau memperkaya bangsa sendiri, serta
mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Indonesia.
4) Untuk dapat memperhatikan serta memelihara kepentingan-kepentingan
khusus dengan sebaik-baiknya, teristimewa yang berdasarkan agama
dan/atau kebudayaan, maka pihak rakyat diberi kesempatan yang cukup
luas untuk mendirikan sekolah-sekolah partikelir, yang
penyelenggaraannya sebagian atau sepenuhnya boleh dibiayai oleh
pemerintah. Pengawasan dari pemerintah atas usaha sekolah-sekolah
partikelir itu hanya mengenai syarat-syarat untuk menjamin kebaikan
pelajaran dan ketenteraman umum.

14
5) Tentang susunan pelajaran pengetahuan umum harus ditetapkan suatu
daftar pengajaran minimum yang menetapkan luas tingginya pelajaran
pengetahuan dan kepandaian umum serta pula pendidikan budi pekerti,
teristimewa pendidikan keprajuritan. Syarat-syarat itu diwajibkan untuk
semua sekolah-sekolah, baik kepunyaan negeri maupun partikelir.
6) Susunan sekolah diatur sebagai berikut:
a) Mulai tingkatan sekolah rakyat sampai tingkatan sekolah menengah
tinggi diadakan sekolah pengetahuan umum dan sekolah kepandaian
khusus (Vakschool)
b) Untuk murid-murid yang tidak meneruskan pelajarannya maka ditiap-
tiap sekolah rakyat diadakan kelas sambungan “kelas masyarakat”.
c) Tia-tiap sekolah pengetahuan umum mempunyai hubungan lanjutan
dengan sekolah kepandaian khuus
d) Sekolah-sekolah menengah dan menengah tinggi dibagi menjadi
bagian A (dari alam) dan B (dari bagian Budaya).
e) Pada sekolah menengah pertama atau menengah tinggi puteri daftar
pelajaran yang mengenai pengetahuan umum sama dengan daftar
pelajaran sekolah yang sejenis untuk anak laki-laki. lamanya pelajaran
dimasing-masing tingkatan sekolah (pertama, rakyat, dan menengah
tinggi) ialah 3 tahun.
f) Tentang sekolah khusus, yakni sekolah kepandaian, maka untuk
kepentingan masyarakat dan kebudayaan harus diadakan sekolah-
sekolah khusus yang cukup. Misalnya: sekolah rumah tangga dsb.
Sekolah kesusastraan, musik, melukis, mengukir dsb.
g) Sekolah-sekolah untuk mendidik guru harus dipentingkan, karena
untuk memperluas pengajaran dan pendidikan yang sehebat-hebatnya
dalam hal pertuangan, tehnik, dagang, pelayaran, perikanan, kesehatan
harus diadakan usaha-usaha mendidik guru dengan secara kilat.
h) Untuk mendapatkan tenaga-tenga pemimpin/penyelenggara harus
diadakan universitet dan/atau sekolah-sekolah tinggi yang cukup.
i) biaya belajar harus serendah-rendahnya dan hendaknya ada
pembebasan uang belajar untuk mereka yang tidak mampu.

15
7) Tentang pelajaran bahasa dan kebudayaan, dengan mengisi fatsal-fatsal
32 dan 36 UUD dan fatsal ke-3 dalam garis-garis besarnya sebagai
berikut.
a) Bahasa indonesia diajarkan dengan cukup dan dipakai sebagai bahasa
perantaraan (pengantar)
b) Didaerah yang mempunyai bahasa sendiri, diwajibkan mengjarkan
bahasa persatuan mulai kelas 3 pada sekolah pertama
c) Disekolah menengah tinggi bagian budaya diajarkan bahasa arab dan
sanskerta
d) Bahasa asing yang perlu untuk menuntut pelajaran diajarkan disekolah
menengah atau menengah tinggi.
8) Selain didalam sekolah harus dipentingkan juga pendidikan rakyat
dengan jalan sebagai berikut.
a) Latihan keprajuritan
b) Pendidikan yang ditujukan untuk orang-orang dewasa
c) Pendidikan khusus kepada kaum wanita
d) Memperbanyak bacaan
9) Mendirikan balai bahasa Indonesia
10) Mengirim pelajar-pelajar ke seluruh dunia

13. Sanggup dan Mampu Memilih Kebudayaan Yang Baik Untuk Bangsa
Indonesia
Kebudayaan adalah buah budi manusia yang beradab, dan buah
perjuangan manusia terhadap dua kekuatan, yang selalu mengelilingi hidup
kita, yaitu kekuatan kodarat alam dan jaman/masyarakat dai tiap-tiap bangsa.
Ini menyebabkan selalu nampaknya corak-corak dan warna-warna yang
khusus pada kebudayaan pada masing-masing bangsa.
Ada dua syarat yang harus kita penuhi dalam memilih sebuah
kebudayaan, yaitu ambillah dari kebudayaan asing segala apa yang: 1) dapat
memperkembangkan, yaitu memajukan kebudayaan kita sendiri, dan 2) yang
dapat memperkaya, yaitu menambah kebudayaan bangsa kita.

16
Ki Hajar Dewantara berpendapat bahwa Indonesia tidak bisa
dpersatukan dengan Belanda, karena kita berlainan hidup dan
penghidupannya. Menurut Ki Hajar Dewantara, “jurang antara Indonesia dan
Belaanda tidak bisa dilenyapkam dengan apapun juga; jurang itu makin lama
makin besar; dan itu baik; jurang tadi harus menjadi besar, hingga menyamai
samudera yang memisahkan Indonesia dan Netherland; barulah nanti
Indonesia dan Belanda sebagai sahabat, bisa berjabat tangan”.
Demikianlah pendirian Ki Hajar Dewantara tentang hubungan antara
Indonesia dan Netherland, baik dalam soal politik maupun yang mengenai
kebudayaan.

14. Tentang Differensiasi Pengajaran di S. M. U. A dan Reorganisasi S. M.


U. A I dan II di Yogyakarta
a. Diferensiasi pengajaran pada tingkatan S. M. U. A mengandung maksud
menyesuaikan dasar kewajiban murid dengan aliran pengajaran masing-
masing, agar memudahkan kemajuan serta berkembangnya aal budinya
menurut kodratnya masing-masing.
b. Diferensiasi itu telah dilakukan untuk aliran A (Kesusasteraan), B (Ilmu
alam dan pasti), dan C (untuk pekerjaaan administrasi dan lan-ain.
c. Penghargaan lebih rendah atau lebih tinggi itu sebenarnya tida terkandung
dalam maksud diferensiasi karena semata-mata di dalam hal itu hanya
dihubingkan dengan jenisnya ilmu-ilmu yang harus dipelajari.
d. Yang pertama kali harus diingat bahwa pemilihan aliran pengajaran
(Studie keuze) itu sering kali dilakukan oleh para abiturienten S. M.
e. Yang kedua bahwa mereka yang memilih aliran A itu tidak hanya mereka
yang tidak mempunyai bakat untuk ilmu pasti-alam, namun ada juga yang
memilih aliran A itu , semata-mata karena tertarik oleh ilmu kesusasteraan.
f. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, alangkah baiknya differensiasi itu
dilakukan sebagai berikut;
1) Pada tingkatan kelas 1 belum diadakan perpisahan aliran; baru pada
penghabisan tahun pengajaran (akan naik ke kelas 2).

17
2) Pada penghabisan pengajaran dikekas 2 (akan naik ke kelas 3), masih
diadakan saringan pula, sebab saringan yang pertama (akhir kelas 1)
boleh jadi belum tepat.
3) Sesudah tamat kelas 3 maka hendaknyalah diadakan saringan tentang
pemberian ijazah, dengan mengadakan ijazah 4 macam: 1. ijazah A, 2.
Ijazah B, 3. Ijazah C, 4. Ijazah D, yaitu dengan disebutkan: “tamat
belajar, tidak untuk meneruskan pelajaran ke perguruan tinggi”.
g. Untuk meneruskan pelajaran keperguruan tinggi (universitiet) maka ijasah
S. M. U. A bagian A (kesusasteraan) tidak memberi hak untuk memasuki
facultiet yang membutuhkan pengetahuan banyak dalam ilmu pasti dan
ilmu alam.
h. Sebaliknya bgi mereka yng berijzah B (alam dan pasti), dan ingin
memasuki facultiet-facultiet yang membutuhkan ilmu bahasa-bahasa,
janganlah diberi hak begitu saja untuk memasuki facultiet-facultiet yang
dimaksudkan itu.
i. Untuk dapat memperbaiki atau meyempurnakan pelajaran dalam S. M. U.
A bagian kesusasteraan, lagi pula untuk memberi penghargaan sama
dengan bagian pasti dan alam, serta untuk memberi alasan menempuh
“aanvullend examen” bagi para pemegang izah b yang hendak beralih
kelairan kesusateraan pada perguruan tinggi khusus, maka perlu sekali
pada S.M.U.A bagian kesusateraan diberi pengajaran bahasa-bahasa lebih
banyak dari pada di bagian pasti-alam.
j. Segala apa yang termaktub di atas ialah padangan tentang differensiasi
S.M.U.A pada umummnya, dan khususnya ialah bahan-bahan dan alsa-
alsan untuk menasihatkan kepada jawatan pengajaran “wiyata praja”,
hendaknya S.M.U.A ke-1 dan ke-II dala organisasinya dipersatukan, dan
dalam differensiasinya dibagi menjadi bagian kesusateraan dan bagian
pasti dan alam paling sedikitnya. Dan jika mungkin ditambah dengan
bagian C (administrasi dsb) dengan mengingati fatsal 6, ayat a, b, dan c.

18
15. Pembaharuan Pengajaran
Kewajiban pemerintah tentang pengajaran rakyat tercantum dalam
UUD fatsal 31. Dalam UUD ini nyatalah mengandung maksud akan adanya
“kewajiban belajar” di kemudian hari dan keharusan mendasarkan segala
usaha pendidikan dan pengajaran pada dasar kebangsaan.
Tentang dasar kebangsaan ini yang ada hubungannya dengan
pendidikan dan pengajaran mempunyai arti kulturil, maka fatsal 32 UUD
dengan singkat tetapi terang menetapkan “pemerintah memajukan
kebudayaan nasional Indonesia”, dan fatsal 36 tentang bahasa yang kita pakai
sebagai bahasa resmi ialah bahasa Indonesia.
Adapula fatsal-fatsal dalam UUD yanga harus dingat dalam segala
rencana untuk mengatur sifat, bentuk da nisi pengajaran, diantaranya fatsal
27 ayat 1 dan 2 serta fatsal 34.
Yang tersebut diatas adalah bekal-bekal yang dipakai oleh “panitia
pengajaran” dari “Badan Penyelidik Kemerdekaan”.
Pembangunan pengajaran termasuk dalam lingkungan yang paling
perlu. Sebagai petunjuk untuk mendapat koordinasi anatara segala usaha
pendidikan dan pengajaran baik dari pihak badan pengajaran negeri maupun
partikellir.

16. Pendidikan Rakyat Secara Kilat dan Serentak


a. Sejak lahir Indonesia, maka di segala lapangan hidup dan penghidupan
rakyat kita seluruhnya terjadi pelbagai pembaharuan, maka rakyat perlu
disesuaikan dengan alam dan jaman baharu dengan cara kilat dan
serentak.
b. Segala pendidikan itu sebenarnya adalah usaha yang meminta waktu
panjang (op lang termijn) untuk memperoleh hasil yang tetap.
c. Kemajuan secara kilat yang harus dilaksanakan terhadap cara hidup dan
penghidupan rakyat kita, hendaknya yang mengenai perikehidupan
seutuhnya, baik hidup jasmani maupun rohaninya, atau lahir dan batinnya.
d. Cara untuk melaksanakan usaha pendidikan rakyat secara kilat dan
serentak, dengan maksud yang tersebut di atas hendaknya mengingati

19
salah satu syarat pendidikan yaitu yang khusus dan biasa dilakukan
terhadap anak-anak atau orang-orang yang belum memiliki kecerdasan
fikiran dan oleh karenanya belum mampu berfikir baik. Syarat pendidikan
yang khusus itu ialah: pemberian contoh dan pembiasaan, termasuk puka
latihan-latihan yang dilakukan dengan tetap di bawah pengawasan.
e. Untuk kepentingan tersebut di atas, hedaknya Dewan Pertimbangan
Agung mempertimbangkan kepada pemerintah supaya Kementerian
Pendidikan, pengajaran dan kebudayaan bersama-sama dengan
Kementerian kesehatan, Kementerian Agama, Kementerian Sosial dan
Kementerian Penerangan diminta mengadakan usaha bersama guna
memecahkan soal pendidikan rakyat secara kilat itu untuk keselamatan
dan kebahagiaan rakyat kita.

17. Kedudukan Sekolah Partikelir di dalam Republik


a. Di dalam Negara yang demokratis, maka tiap-tiap penduduk berhak untuk
memelihara aliran hidupnya masing-masing.
b. Pemeliharaan cita-cita hidup yang beraneka warna, biasanya dilaksanakan
dengan pendidikan dan pengajaran.
c. Meskipun sifat, bentuk, dan laku pendidikan dan pengajaran itu pada
dasarnya menjadi hak dan kewajiban tiap-tiap orang tua terhadap
anaknya, namun dalam prakteknya tidak mungkin tiap orang tua
menyelenggarakan sendiri segala usaha pendidikan dan pengajaran bagi
anaknya, terpaksa mereka mempersatukan diri dengan orang-orang yang
bersamaam atau hampir sama aliran hidupnya, bersama-sama
mewujudkan sistim pendidikan dan pengajaran sebagai suatu golongan
yang khusus “sekolah partikulir” yang disebut “private school” (Inggris)
atau “bijzondere school” (Belanda).
d. Segala biaya yang umum dari sekolah partikulir itu sebetulnya harus
ditanggung oleh pemerintah menurut peraturan keuangan yang sama,
biaya-biaya yang dipikul oleh masing-masing badan yang
menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran yang khusus itu.

20
e. Sekolah negeri berkewajiban memberikan pendidikan dan pengajaran
yang umum yang diwajibkan pula untuk sekolah partikulir.
f. Di dalam sekolah negeri hanya boleh diberikan sebagai “pengetahuan
umum” dan dalam dasar-dasarnya yang pokok saja, yang kiranya dapat
memajukan berkembangnya budi pekerti pada umumnya, jadi selaku
“ethic” umum yaitu “adab dan kesusilaan”.
g. Pemerintah tetap berhak dan berkewajiban mengawasi segala usaha
perguruan partikulir supaya sekolah-sekolah partikulir itu berkualitet yang
sebaik-baiknya dan menguntungkan Negara serta rakyatnya.

18. Satu Bangsa Satu Kebudayaan


Rasa bersatu ialah rasa satu jenis, dan rasa inilah yang sebenarnya
tetap hidup dalam jiwa kita sebagai inti kesatuan kebangsaan kita dalam arti
global dan integral. “Kesatuan kebangsaan” itu harus terwujud sebagai
kesatuan Negara yang merdeka, namun janganlah dilupakan bahwa
kemerdekaan poltik akan kosong belaka, bila tidak berisikan hidup dan
penghidupan yang merdeka pula. Dan hidup serta penghidupan itulah yang
sepenuhnya dan seluruhnya merupakan kebudayaan bangsa yang harus “satu”
dan “merdeka” pula. Untuk menyatukan serta memerdekakan kebudayaan
bangsa kita, maka diselenggarakan konggres pendidikan Antar Indonesia,
kemudian dijelaskan bahwa pendidikan dan pengajaran itu adalah usaha
kebudayaan semata-mata bahwa perguruan itu ialah taman persemayan benih-
benih kebudayaan bagi suatu bangsa.
Berhubung dengan tertariknya seluruh masyarakat dalam usaha
pendidikan, maka tiap-tiap perguruan partikelir dan negeri selalu
dihubungkan secara erat dengan masyarakat di masing-masing lingkunganny,
yang di kenal dengan “tripusat systeem” yaitu bersatunya perguruan,
keluarga, murid dan para murid sendiri.
Sedangkan syarat-syarat persatuan adalah sebagai berikut:
a. Janganlah menyatukan apa yang tidak dapat dipersatukan
b. Janganlah menyatukan apa yang tidak perlu dipersatukan

21
c. Kesatuan dalam dasar dan azas dalam pokok-pokoknya cukuplah, bahkan
itu satu-satunya syarat untuk dapat menggalang persatuan yang kokoh dan
abadi.

19. Pengajaran Agama dalam Sekolah


a. “Agama dalam pengajaran sekolah” adalah soal lama dan terus menerus
menjadi persoalan yang sulit.
1) Tentang sifat pokoknya (pemeliharaan rasa ketuhanan) sebetulnya
tidak ada yang antithese (sebagian rakyat indonesia berjiwa religius)
2) Pengajaran agama, hakikat “religi” diwujudkan dengan syariat agama
yang pasti dan tertentu.
3) Tiap-tiap golongan agama sudah selayaknya memajukan tuntutan
masing-masing menurut keagamaannya sendiri.
4) Menurut rencana dari pihak pemerintah RI, memang semua aliran
agama dapat kesempatan untuk pemeliharaan agamanya masing-
masing itu di dalam sekolah.
5) Ada golongan yang tidak mufakat pelajaran agama dimasukkan dalam
daftar pelajaran sebagai “imperative” vak, ada pula yang menuntut
pelajaran tersebut hendaknya ditempatkan di luar jam pelajaran.
b. Pemerintah Republik Indonesia pernah mengadakan usaha-usaha untuk
memecahkan soal itu:
1) Putusan bersama dari kementerian pendidikan pengajaran dan
kebudayaan dengan kementerian agama untuk membentuk panitia
penasehat pengajaran agama di sekolah-sekolah negeri.
2) Perbincangan panitia tersebut ialah pemberian pengajaran agam itu
sebagai “ethic” dengan menggunakan bahan dari semua agama.
3) Pemerintah RI membentuk “panitian penasehat pembentukan UU
pokok pengajaran yang diketuai oleh Ki Hajar Dewantara.
c. Didalam dunia taman siswa tentang hal itu diatur sebagai berikut :
1) Agama: tiap-tiap murid dan guru bebas, saling menghormati.
2) Agama: dimasukkan sebagai ethic (budi pekerti).

22
3) Di daerah-daerah yang nyata penduduknya hidup secara adat islam,
dibolehkan memberi pengajaran agama di dalam jam pelajaran, tetapi
tidak boleh dengan paksaan.
d. Karena terbukti pengajaran agama tidak mungkin diadakan persetujuan
yang utuh dan sempurna, maka:
1) Ketetapan dalam hal itu diserahkan kepada pemerintah, baik pusat
maupun daerah, sebagai soal politik.
2) Di sini terbukti baiknya ada kebebasan mendirikan sekolah-sekolah
partikulir dalam negeri yang demokratis.
3) Saya anjurkan di mana-mana dalam dalam jaman persatuan ini: a)
jangan menyatukan apa yang tak mungkin disatukan, b) jangan
menyatukan apa yang tak perlu disatukan, c) satukanlah pokok-
pokoknya saja yang menjadi syarat satu-satunya untuk dapat
menggalang kesatuan yang kokoh dan abadi.
4) Janganlah secara paksaan diri atau tekanan yang berat, mengadakan
“compromise” secara “coute que coute”, sebab: a) compromise berarti
persetujuan yang dapat diadakan dengan melepaskan tuntutan-
tuntutan dari kedua belah pihak, b) jika syarat atau tuntutan yang
dilepaskan tadi bersifat penting, persatuan itu tidak mungkin dapat
merupakan persatuan yang “kokoh dan abadi”, akan tetapi berupa
persatuan “rapuh”, kemudian akan lemah dan pecah-belah karena dari
semula sudah mengandung benih-enih perpecahan, dan c) soal
pengajaran agama di dalam sekolah terbukti adalah soal yang tidak
perlu dipersatukan.
e. Saya mengharap dengan sepenuh harapan, mudah-mudahan dapat
ditetapkan suatu cara “gescheiden samengaan”, yakni tetap bersatu, tetap
melalui jalan sendiri-sendiri.

20. Belajar Sambil Bekerja dan Berlatih Mengabdi Masyarakat


a. Keinginan anak-anak untuk meneruskan ke arah pelajaran umum, seakan-
akan mereka segan memasuki sekolah vak lanjutan berdasarkan perasaan

23
dan pertimbangan di dalam jiwa serta pengaruh dari luar baik yang
disadari maupun yang tidak disadari.
1) Nafsu kodrati untuk mempertahankan dirinya dengan jalan
memajukan dan mempertinggi hidup dirinya.
2) Keinginan untuk memasuki sekolah vak pada tingkatan yang lebih
tinggilah yang menyebabkan mereka mempertangguh pemilihan
kepandaian khusus.
3) Keinginan yang berhubungan dengan soal pilihan kerja harus
disalurkan dengan syarat-syarat pemilihan vak, yaitu: a) sesuai dengan
dasar-dasar rokhani dan jasmani, b) harus sesuai dengan kepandaian
dan kecerdasan si pekerja, c) harus sesuai dengan kepentingan
masyarakat.
4) Tentang pengaruh dari luar, system pendidkkan dan pengajaran sejak
kekuasaan penjajahan bangsa Belanda sampai jaman kemerdekaan
bangsa indonesia sekarang Nampak sifat-sifatnya yang terkenal yaitu ;
a) intelektualistik (berpikir semata-mata hanya untuk mengetahui dan
tidak untuk diamalkan), b) individualistis (mengagngkan hidup sendiri
dan tidak mementingkan hidup bersama), dan c) materialistis
(mengutamakan kenikmatan hidup kebendaan dan tidak menghargai
nilai-nilai kebatinan).
5) Selain itu, suasana di seluruh dunia umumnya yaitu meluasnya 3 sifat
tersebut diatas harus kita masukkan kedalam pandangan kita sebagai
orientasi.
6) Untuk itu perlulah kita menggunakan segala pengaruh kejiwaan agar
dapat menyokong perkembangan budi pekerti anak-anak kearah
prikeadaban manusia pada umumnya, seperti yang dimaksudkan oleh
pengajaran agama, kesusilaan dan metode lainnya.
7) Pemerintah lebih menghargai kecerdasan umum berdasarkan ijazah
diatas kepandaian vak
b. Usaha untuk mengurangi bahaya intelektualisme dengan cara : Memajukan
kepanduan dengan pelbagai gerakan pemuda yang berdasarkan pendidikan

24
sosial, dengan memperkembangkan semangat olahraga dan kesenian,
pengejaran budi pekerti dll
c. Ada metode-metode pengajaran yang ditujukan kearah tujuab yang pasti
dan dilakukan secara kongkret yang khusus dimaksudkan untuk memberi
semangat kepada anak-anak yang terkenal sebagai metode “arbeitschule”
dengan semboyan “bekerja sambil belajar”.
1) Kebaikan sistem arbeitschule ialah dapat mendorong anak-anak untuk
bekerja, melkaukan pelbagai pekrjaan kepandaian dan kesenian yang
dapat digunakan untuk pencaharian nafka. Tidak baikanya adalah anak-
anak yang mempunyai bakat meneruskan pelajaran dalam aliran ilmu
pengetahuan, biasanya tidak diketahui atau tidak berkesempatan luas
untuk mengembangkan bakatnya tadi.
2) “Belajar sambil bekerja” dalam arti: belajar masih nomer satu bagi
anak-anak akan tetapi diberi latihan bekerja.
d. Keinginan meneruskan pelajaran kesekolah-sekolah pengajran umum serta
keseganan memasuki sekolah-sekolah vak lanjutan, sebaiknya diadakan
usaha sebagai berikut.
1) Hendaknya dikelas VI sekolah rakyat diberikan pelajaran dan praktek
bekerja
2) Maksud dari pelajaran dan praktek bekerja tadi untuk mendekatkan
anak-anak kepada alam pekerjaan, mmbeiasakan anak-anak pada
pengabdian kepada masyarakat yakni mencukupkan kebutuhan
masyarakat yang beraneka (pertanian, pertukangan dan sebagainya).

21. Ikhtisar Perkembangan Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia


a. Jaman VOC dan Hindia Belanda
Pada hakikatnya pemerintah Hindia Belanda merupakan konsolidasi,
yakni penetapan dari apa yang dilakukan VOC. Dalam jaman VOC bangsa
belanda menganggap tanah air kita semata-mata sebagai obyek
perdagangan mencarai dan mendapat keuntungan materil yang sebesar-
besarnya. Pendidikan dan pengajaran diserahkan kepada para pendeta
Kristen, kemudian ada instruksi kepada pihak rakyat hendaknya diberi

25
pelajaran membaca, menulis dan berhitung seperlunya saja untuk
mendidik orang-orang pembantu dalam emmperbesar keuntungan
perusahaanya sendiri.
Pada tahun 1818, diadakan peraturan pemerintah pokok semacam
Undang-undang Dasar (Regeeringsreglement), mulai disebut-sebut tentang
pemeliharaan pengajaran, tetapi tidak pernah dilaksanakan. Tahun 1836
Regeeringsreglement (R.R.) diubah dan tidak disebut-sebut lagi tentang
pengajaran. Dalam R.R. 1854 terdapat fatsal-fatsal mengenai pendidikan
dan pengajaran, diantaranya fatsal 125 yang berbunyi “pengajaran negeri
adalah hal yang senantiasa menjadi perhatian gubernur jenderal”. Fatsal
selanjutnya membuktikan jiwa kolonialisme pemerintah Hindia-Belanda,
yaitu Fatsal 126 menetapkan bahwa “pemberian pengajaran kepada anak-
anak bangsa Eropa dibolehkan secara bebas”. Fatsal 127 berbunyi
selengkapnya “sedapat-dapat harus ada pemberian pengajaran rendah dari
pemerintah yang mencukupi keperluan penduduk bangsa Eropa.
Bagaimana sikap pemerintah Hindia-Belanda terhadap anak-anak
Indonesia? Fatsal 128 menyebutkan “untuk rakyat gubernur jenderal
diserahi mendirikan sekolah-sekolah . lain tidak”. Pada waktu itu ada
beberapa bupati mendirikan “sekolah-sekolah kabupaten” hanya untuk
mendidik calon-calon pegawai. Kemudian lahir Peraturan Pengajaran
untuk Bumiputera, lalu didirikan sekolah guru di Surakarta, kemudian
pindah ke Magelang, lalu ke Bandung (1866) dengan berangsur-angsur
didirikan sekolah-sekolah Bumiputera hanya mempunyai tiga kelas.
Maksud tujuan dari segala usaha itu tetap untuk mendidik calon-
calon pegawai negeri dan pembantu-pembantu perusahaan-perusahaan
kepunyaan Belanda. Maksud dan tujuan tersebut tidak berubah ketika
pemerintah memberi kelonggaran kepada anak-anak Indonesia untuk
memasuki “Europeesche Lagere School”, karena yang diperbolehkan
hanya calon-calon murid “Dokter Jawa, Sekolah Raja dan Sekolah Guru”.
b. Jaman Ethik dan Kebangunan nasional
Ethische politiek timbul pada permulaan abad ke-XX, sebagai
akibat Kebangunan Nasional sebagai haluan “kolonial lunak” yang dalam

26
sisitim pendidikannya tetap menunjukkan sifat “intelektualistis,
individualistis, dan materialistis”, sekali-sekali tidak mengandung cita-cita
kebudayaan. Sekolah-sekolah yang didirikan bangsa kita sendiri juga tidak
dapat melepaskan diri dari belenggu intelektualisme, individualisme,
materialism, dan kolonialisme tadi.
Baru pada tahun 1920 timbullah cita-cita baru yang menghendaki
perubahan radikal dalam lapangan pendidikan dan pengajaran yang
seakan-akan merupakan gabungan kesadaran “kulturil dan politik”.
Idaman kemerdekaan nusa dan bangsa sebagai jaminan kemerdekaan dan
kebebasan kebudayaan bangsa itulah pokoknya sistim pendidikan dan
pengajaran yang pada tahun 1922 dapat tercipta oleh “Taman Siswa” di
Yogyakarta. Aliran Taman Siswa itu terkandung dalam jiwa rakyat di
seluruh tanah air dengan berdirinya perguruan-perguruan taman siswa
seluruh kepulauan Indonesia (Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi,
Nusatenggara dan Maluku), juga sekolah keagamaan (Islam, Kristen,
Katolik), asalkan berani berdiri sebagai sekolah partikelir yang tidak
mendapat subsidi dari pemerintah Hindia-Belanda. Dengan begitu,
gerakan pendidikan berlaku sejalan dengan gerakan politik. Hal ini yang
menyebabkan banyaknya orang-orang bekas murid nasional tadi kini
bermanfaat dan efisien ikut serta dalam usaha kenegaraan, baik dalam
gerakan revolusi, maupun dalam usaha pembangunan bangsa dan Negara.
c. Jaman Jepang
Jaman Jepang boleh dianggap sebagai penjelmaan jiwa penjajah
secara mentah-mentah. Hasrat yang mengeksploitasi bangsa dan Negara
kita, berdasarkan imperialism dan kapitalisme, di lapangan ekonomi,
social, kebudayaan, dan di lapangan hidup dan penghidupan seutuhnya.
Sekolah-sekolah menengah partakelir semuanya ditutup, kaum
terpelajar banyak yang disiksa bahkan dibunuh secara besar-besaran di
Borneo dengan tujuan untuk menguasai Indonesia zonder bangsa
Indonesia. Sisat bung karno dan bung hatta dengan “PUTERA” nya untuk
dapat memelihara semanagat nasional yang disetujui oleh pemerintah
“balatentara nippon”. Saat bagsa Jepang jatuh dan bangsa Indonesia

27
melakukan “coup de etat”, mulai secara teoritis dalam lingkungan Panitia
Penyelidik Kemerdekaan, sampai kekuasaan kenegaraan dapat direbut
secara revolusi semata-mata.
d. Rencana P.P. & K pada Jaman Persiapan Kemerdekaan
1) Dengan Undang-undang kewajiban belajar, atau peraturan lain, jika
keadaan di suatu daerah memaksa, Pemerintah memelihara pendidikan
kecerdasan akal-budi ntuk segenap rakyat dengan cukup dan sebaik-
baiknya, seperti ditetapkan dalam UUD fatsal 31.
2) Dalam garis-garis adab kemanusiaan,seperi terkandung di dalam segala
pengajaran agama, maka pendidikan dan pengajaran nasional bersendi
kepada agama dan kebudayaan bangsa serta menuju ke arah keselaman
dan kebahagiaan masyarakat.
3) Kebudayaan bangsa ialah kebudayaan yang timbul sebagai buah usaha
budi daya rakyat Indonesia seluruhnya. Kebudayaan lama dan asli
yang terdapat sebagai puncak kebuadayaan di daerah-daerah di seluruh
Indonesia terhitung sebagai kebudayaan bangsa. Usaha kebudayaan
harus menuju ke arah kemajuan adab, budaya dan persatuan, tidak
menolak bahan-bahan baru dari kebudayaan asing yang dapat
memperkembangkan atau memperkaya bangsa sendiri, serta
mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Indonesia.
4) Untuk dapat memperhatikan serta memelihara kepentingan-
kepentingan khusus dengan sebaik-baiknya, teristimewa yang
berdasarkan agama dan/atau kebudayaan, maka pihak rakyat diberi
kesempatan yang cukup luas untuk mendirikan sekolah-sekolah
partikelir, yang penyelenggaraannya sebagian atau sepenuhnya boleh
dibiayai oleh pemerintah. Pengawasan dari pemerintah atas usaha
sekolah-sekolah partikelir itu hanya mengenai syarat-syarat untuk
menjamin kebaikan pelajaran dan ketenteraman umum.
5) Tentang susunan pelajaran pengetahuan umum harus ditetapkan suatu
daftar pengajaran minimum yang menetapkan luas tingginya pelajaran
pengetahuan dan kepandaian umum serta pula pendidikan budi pekerti,
teristimewa pendidikan keprajuritan. Syarat-syarat itu diwajibkan

28
untuk semua sekolah-sekolah, baik kepunyaan negeri maupun
partikelir.
6) Susunan sekolah diatur sebagai berikut:
a) Mulai tingkatan sekolah rakyat sampai tingkatan sekolah menengah
tinggi diadakan sekolah pengetahuan umum dan sekolah
kepandaian khusus (Vakschool)
b) Untuk murid-murid yang tidak meneruskan pelajarannya maka
ditiap-tiap sekolah rakyat diadakan kelas sambungan “kelas
masyarakat”
c) Tia-tiap sekolah pengetahuan umum mempunyai hubungan
lanjutan dengan sekolah kepandaian khusus.
d) Sekolah-sekolah menengah dan menengah tinggi dibagi menjadi
bagian A (dari alam) dan B (dari bagian Budaya).
e) Pada sekolah menengah pertama atau menengah tinggi puteri daftar
pelajaran yang mengenai pengetahuan umum sama dengan daftar
pelajaran sekolah yang sejenis untuk anak laki-laki. lamanya
pelajaran dimasing-masing tingkatan sekolah (pertama, rakyat, dan
menengah tinggi) ialah 3 tahun.
f) Tentang sekolah khusus, yakni sekolah kepandaian, maka untuk
kepentingan masyarakat dan kebudayaan harus diadakan sekolah-
sekolah khusus yang cukup. Misalnya: sekolah rumah tangga dsb.
Sekolah kesusastraan, musik, melukis, mengukir dsb.
g) Sekolah-sekolah untuk mendidik guru harus dipentingkan, karena
untuk memperluas pengajaran dan pendidikan yang sehebat-
hebatnya dalam hal pertuangan, tehnik, dagang, pelayaran,
perikanan, kesehatan harus diadakan usaha-usaha mendidik guru
dengan secara kilat.
h) Untuk mendapatkan tenaga-tenga pemimpin/penyelenggara harus
diadakan universitet dan/atau sekolah-sekolah tinggi yang cukup.
i) biaya belajar harus serendah-rendahnya dan hendaknya ada
pembebasan uang belajar untuk mereka yang tidak mampu.

29
7) Tentang pelajaran bahasa dan kebudayaan, dengan mengisi fatsal-fatsal
32 dan 36 UUD dan fatsal ke-3 dalam garis-garis besarnya sebagai
berikut.
a) Bahasa indonesia diajarkan dengan cukup dan dipakai sebagai
bahasa perantaraan (pengantar)
b) Didaerah yang mempunyai bahasa sendiri, diwajibkan mengjarkan
bahasa persatuan mulai kelas 3 pada sekolah pertama
c) Disekolah menengah tinggi bagian budaya diajarkan bahasa arab
dan sanskerta
d) Bahasa asing yang perlu untuk menuntut pelajaran diajarkan
disekolah menengah atau menengah tinggi.
8) Selain didalam sekolah harus dipentingkan juga pendidikan rakyat
dengan jalan sebagai berikut.
a) Latihan keprajuritan
b) Pendidikan yang ditujukan untuk orang-orang dewasa
c) Pendidikan khusus kepada kaum wanita
d) Memperbanyak bacaan
9) Mendidirikan balai bahasa Indonesia
10) Mengirim pelajar-pelajar keseluruh dunia

e. Sesudah Roda pemerintahan RI Berputar


Sesudah roda pemerintah jepang meninggalkan kantor-kantor besar
pemerintahannya, dan pemerintah republik Indonesia menduduki tempat-
tempat tersebut maka menteri PPK yang pertama menyiarkan beberapa
pedoman tentang penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran berdasarkan
renvana yang termaktub. Pengibaran sang merah putih tiap hari dihalaman
sekolah, melagukan lagu Indonesia raya, memberi semangat kebangsaan
kepada anak-anak sekolah itulah instruksi yang diberikan kepada kepala
sekolah.
Kewajiban pemerintah tentang pengajaran rakyat tercantum dalam
UUD fatsal ke-31 yang menetapkan :
1) Tiap warga Negara berhak mendapat pengajaran

30
2) Bahwa pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem
pengajaran nasional, yang diatur dengan Undang-undang.
Tentang dasar kebangsaan yang dalam hubungannya denga
pendidikan dan pengajaran mempunyai arti kulturil, maka fatsal 32
menetapkan pemerintah memajukan kebudayaan nasional Indonesia.
Sedangkan fatsal 36 dalam konstitusi kita dalam bahasa yang kita pakai
sebagai bahasa resmi ialah bahasa Indonesia. Ada pula fatsal-fatsal
didalam UUD yang harus diingat dalam segala rencana untuk mengatur
bentuk serta isi pengajaran bagi rakyat, yaitu fatsal 27 ayat 1 menetapkan
kesamaan kedudukan sekalian warga Negara atas pekerjaan dan
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan dan fatsal 34 menetapkan
bahwa fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara.
Kesimpulan dari fatsal-fatsal dalam UUD yang ada hubungannya
dengan maksud dan tujuan pendidikan dan pengajaran semua itu ialah
bahwa pendidikan dan pengajaran dalam republik Indonesia harus
berdasarkan kebudayaan serta kemasyarakatan bangsa Indonesia, bersifat
demokratis merata bagi segenap rakyat, akhirnya menuju kearah
keselamatan dan kebahagian hidup lahir dan batin.
f. Usaha-Usaha Pemerintah yang Kongkrit
Pada tanggal 12 april 1946 menteri P.P dan K Mr. Soewandi
membentuk P.P.P.R.I (Panitian Penyelidik Pendidikan dan Pengajaran
Republik Indonesia) yang bertugas meninjau seluruh usaha pendidikan
dan pengajaran. Dengan hasil menteri Mr. soewandi telah melakukan
berbagai perbaikan dalam usaha kementriaanya. Yang kemudian dicetak
dalam buku yang agak tebal, akan tetapi tidak pernah disiarkan secara
luas berhubung dengan adanya “clash” ke-1 dan ke-2.
Pada tahun 1948 menteri P.P dan K Mr. Ali Sastroamodjojo
membentuk “Panitia Pembantu Undang-Undang Pokok Pendidikan
Pengajaran” yang diketuaia oleh Ki Hadjar Dewantara. Hasil pekerjaan
panitia tersebut setelah diperbaiki oleh B.P. K.N.I.P. kemudian disahkan
oleh acting presiden Mr. Assaat di Yogyakarta. Waktu itu kementrian P.P
dan K dibawah pimpinan menteri Ki Mangunsarkoro. Menurut pernyatan

31
orang tentang undang-undang pokok pengajaran Republik Indonesia itu
sering disebut dengan nama sifat “nasional” dan “demokratis”.

g. Gerakan dan Usaha Partikelir


Jika pihak sekolah-sekolah partikelir tidak ketinggalan dalam
usahanya menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran bagi rakyat,
“Taman Siswa” hidup giat kembali bersam-sama denga badan-badan
pendidkan dan pengajaran lainnya. Kini sudah menjadi keinsyafan umum
bahwa negara yang demokratismengangap perlu adanya “sekolah-sekolah
partikelir”. Tidak hanya semata-mata untuk membantu usaha-usaha
pemerintah guna perluasan pendidikan dan pengajran, namun atas dasar
dan pertimbangan bahwa tiap aliran ideologis baik yang bertali dengan
keyakinan “kebatinan” maupun “kemasyarakatan” berhak untuk
memelihara usaha dan pendidikan dan pengajran yang disarkan atas
keyakinan atau kepercayaan masing-masing.

22. Taman Siswa dan Shanti Niketan


PM India Pandit Jawaharlal Nehru menyatakan kepada pihak
kementrian penerangan bahwa beliau tertarik oleh segala apa yang telah
dilihatnya di taman siswa sebagai perguruan tinggi nasional dapatlah dihargai
sama dengan Shanti Niketan (tempat yang damai) ciptaan Rabindranath
Tagore seorang penyair dan ahli kesusasteraan yang sangat terkenal. Sebagai
penghargaan pandit menghadiahkan uang sejumlah F. 5000 dengan
keterangan bahwa uang itu dikeluarkan dari kantongnya sendiri tidak selku
perdana menteri India.
Persamaan taman siswa dan shanti niketan adalah :
a. Pendirian tagore tentang “nasionalisme”sama dengan pendirian taman
siswa, sebab menurut taman siswa “kebangsaan” itu adalah bentuk khusus
dari pada “peri kemanusiaan”. Tak sekali-kali “kebangsaan” itu boleh
dilepaskan dari dasar peri kemanusiaan.
b. Dalam dasar-dasar kebangsaan dan peri kemanusiaan, kebudayaan,
kemerdekaan, kodarat alam, sedangkan pendidikan dan pengajaran di

32
taman siswa dan di shanti niketan, dengan sengaja dan sistematis, sedapat-
dapat dilepaskan dan dibebaskan dari corak-warna isstem kebaratan, yang
penuh dengan semangat intellectual, individualism dan materialisme.
c. Azas taman siswa ialah kontinu atau bersambung denga alam
kebudayaannya sendiri, konvergen dengan semua aliran kebudayaan
sedunia, akhirnya konsentris bersatu dalam alam kebudayaan universal.
Sedangkan perbedaan taman siswa dengan shanti niketan adalah:
a. Dalam shanti niketan ada bagian yang disebut “visva bharati” yaitu
universitet internaisonal, yang berazaskan perdamaian dunia dan
pertemuan antara timur dan barat. Sedangkan taman siswa sejak lahirnya
berdiri dan berusaha sebagai badan nasional yang mempersatukan diri
denagn rakyat yang dalam gelombang gerakannya bercita-cita
kemerdekaan.
b. Dalam bentu lahirnya, yaitu bahwa shanti niketan memiliki tanah-tanah
dan rumah-rumah dan harta benda pada umumnya, sedangkan taman siswa
senantiasa hidup dalam kemelaratan harta benda.
c. Shanti niketan hanya ada satu di bolpur, sebaliknya taman siswa tersebar
diseluruh tanah air Indonesia denagn begiru sebenarnya taman siswa lebih
luas, lebih besar dan lebih melingkungi rakyat, sehingga sebenarnya dalam
arti “nasional” boleh disebut menjadi milik rakyat dan bangsa.
Berkat kemandirian taman siswa, senantiasa mempertahankan dasar-
dasar dan azas kebangsaan tadi, maka tidak saja taman siswa dapat
menghidupkan kembali pelbagi cara belajar, cara mendidik bahakan cara-cara
hidup pada umumnya yang baik-baik, dan amat berguna bagi rakyat
seluruhnya, bahkan disamping itu taman siswa dapat mengisi jiwa anak-anak
dengan rasa bangga karena mereka insyaf termasuk dalam suatu bangsa yang
beradab, karena memiliki kebudayaan sendiri. Itulah kiranya jasa yang
terbesar dari taman siswa sebagai Perguruan Nasional.

23. Subsidi Sekolah Partikelir


Sejak bangsa kita menjadi bangsa yang merdeka, sekolah partikelir
sangat perlu untuk pembangunan pada umumnya. Yang tiap orang dapat

33
mengerti ialah tidak mungkin pemerintah mencukupi kebutuhan rakyat akan
belajar dan bersekolah, jika tidak dibantu oelh sekolah-sekolah partikelir.
Dalam Negara yang demokratis dan mengutamakan hak-hak asasi
manusia, harus ada kesempatan yang sebeasar-besarnya bagi tiap-tiap
golongan yang ber-ideologi untuk mendirikan sekolah-sekolah guna
memelihara cita-cita kebatinannya itu. Hal ini telah diakui oleh pemerintah
yang dibuktikan dengan adanya kesanggupan dari pihak kementrian PP dan K
untuk memberi subsidi kepada sekolah-sekolah partikelir.
Untuk dapat melaksanakan azas-azas kemerdekaan, kebebasan dan
demokrasi juga mempercepat perluasan pendidikan dan pengajaran diseluruh
tanah air, maka sangat perlu pemerintah mengadakan peraturan subsidi secara
luas dan besar-besaran. Ki Hadjar Dewantara menganjurkan garis-garis pokok
sebagai berikut:
a. Tiap-tiap sekolah partikelir sebenarnya melakukan pekerjaan yang
sebetulnya adalah kewajiban pemerintah
b. Pemerintah wajib untuk tiap-tiap anak yang bersekolah di sekolah
partikelir, mengeluarkan boaya yang sama dengan biaya bagi anak-anak
yang bersekolah di sekolah negeri.
c. Janganlah dalam peraturan subsidi itu termuat syarat-syarat pembetasan
selain ketertiban dan keamanan umum serta pemeliharaan mutu
pengajaran. Dalam hal ini pemerintah berhak dan wajib mengawasi usaha
sekolah-sekolah partikelir tersebut.
d. Janganlah memaksakan kepada sekolah-sekolah partikelir sesuatu
peraturan yang diwajibkan untuk sekolah-sekolah negeri, selain
pertanggung jawaban tata usaha.
e. Tentang pemeliharaan ketertiban dan keamanan umum hendaknya diingat
isi UUD mengenai kebebasan warga Negara dalam hal-hal yang disebut
“hak asasi”.
f. Tentang pemeliharaan mutu pengajaran jangan diabaikan adanya
pendirian-pendirian khusus mengenai system pendidikan dan pengajaran
baik mengenai paedagogik ataupun metodik maupun yang berhubungan
dengan syarat-syarat pengakuan resmi atau kecakapan seorang guru.

34
g. Apabila pemerintah ingin mendorongan syart-syarat khusus untuk
dijadikan syarat-syarat umum, sebaiknya dalam peraturan subsidi diadakan
tiga jenis subsidi yaitu: a) untuk sekola-sekolah partikelir yang 100% di
biayai oleh pemerintah, dapat menguasi 100%. b) untuk sekolah yang
dapat subsidi menurut perhitungan jumlah murid, pemerintah hanya
berhak mengawasi ketertiban dan keamanan umum serta terpeliharanya
mutu pengajaran. c) untuk sekolah-sekolah yang hanya minta dan
mendapat bantuan untuk keperlua-keperluan yang bersifat khusus,
pemerintah jangan bercampur tangan selain secara umum.

24. Badan Konggres Pendidikan Indonesia


Kongres pendidikan nasional yang pertama di Solo pada tahun 1935,
dibawah pimpinan bapak Wurjaningrat, pihak taman siswa menganjurkan
sistem “TRIPUSAT” dengan KH Dewantara selaku pemrasaran.
Perbincangan berkisar pada soal dasar-dasar pendidikan pada umumnya,
dimana nampak jelas keinginan untuk meninjau kembali sistem pendidikan
dan pengajaran yang masih berjiwa kolonial serta menggantinya dengan sifat
dan bentuk-bentuk nasional baik dalam arti politik maupun kulturil.
Kedua, pada tahun 1946 (jaman Republik Indonesia) diadakan pula
kongres pendidikan di Solo atas inisiatif pemimpin-pemimpin gerakan
Pendidikan dan Kebudayaan (diantaranya Mr. Sunarjo Kolopaking, Sdr.
Sutedja Brajanegara, dll). Pokok pembicaraan yakni “pendidikan berdasarkan
kebudayaan nasional” yang diserahkan kepada pihak taman siswa dengan Ki
Hadjar Dewanatara sebagai pemrasarannya.
Ketiga, pada tahun 1949 (jaman B.F.O) di Yogyakarta diselenggarakan
kongres pula oleh anggota B.K.P.I. (Badan Kongres Pendidikan Indonesia,
sedangkan pemimpinnya adalah Ki Hadjar Dewantara. Kongres tersebut
dianggap sebagai permulaaan pembicaraan pelbagai soal-soal yang praktis.
Keempat, pada tanggal 8-9 Nopember 1953 B.K.P.I. telah mengadakan
konferensi di Jakarta dengan topik pembicaraan mengenai perbaikan SR dan
SM, tentang perlindungan anak-anak yang tidak lulus dalam ujian sekolah

35
lanjutan dan “studiekeuze” yaitu pemilihan jurusan melanjutkan pelajaran
bagi murid-murid SR dan SM.

25. Sistim Pendidikan Guru Secara Integral


Dalam jaman peralihan kita dihadapkan pada kenyataan-kenyataan
yang kita harus berani memandangnya dengan riil dan objektif. Kenyataan
yang sukar dan sulit serta yang berhubungan dengan menghebatnya kehausan
dan kelaparan akan pendidikan dan pengajaran dikalangan rakyat kita
umumnya. Kekurangan perumahan atau ruangan-ruangan untuk dijadikan
kelas-kelas bagi murid yang tak terthitung jumlahnya tadi masih juga dapat
diatasi. Dengan semboyan “tiap-tiap ruangan rumah dijadikan ruangan
sekolah”. Sedangkan apabila tidak ada guru taman siswa pernah
menganjurkan semboyan “tiap-tiap orang yang cukup pengetahuan dan
kepandaian hendaknya menjadi guru” (kita lebih mementingkan “kecakapan”
daripada “ijazah”).
Pada jaman modern kesukaran dan kesulitan dalam soal pendidikan dan
pengajaran dapat diatasi dengan harus adanya skema pendidikan guru yang
integral, yang sesuai dengan segala kebutuhan rakyat seumumnya. Pertama,
haruslah kita ingat pada azas kita, teraktub dalam program perjuangan tahun
1922 yaitu bahwa meluasnya pendidikan dan pengajaran adalah lebih perlu
dari pada meningkatnya. Janganlah kita mempertinggi pengajran, kalau untuk
itu kita harus mengorbankan perluasan pengajaran bagi rakyat murba.
Kemajuan kearah “vertikal” itu dengan sendiri akan menyusul sebagai
perkembangan kodrati apabila perluasan “horizontal” sudah berlangsung
dengan baik. Sejarah perkembangan perguruan taman siswa membuktikan
kebenaran pendirian tersebut.
Pada sistem pendidikan guru-guru didalam taman siswa, mereka dididik
terus sampai pada batas kemungkinannya bagi mereka masing-masing, jangan
sampai mereka berhenti di tengah jalan. Yang dapat belajar satu tahun dengan
baik, diberi ijasah “guru muda”, yang keluaran kelas II dapat menerima ijazah
“guru dewasa”, sedangkan yang tamat kelas III diangkat menjadi “guru
pemimpin”. Kalau mereka dapat ditempatkan ditempat yang mereka capai

36
(sekalipun tidak setingkat dengan cita-cita mereka semula) mereka masih
dapat ikut serta dalam usaha pembangunan.
Paralel dengan pandangan kita tentang pendidikan “guru umum” sudah
sejak lama kita mengadakan pendidikan “guru indria” untuk keperluan
pendidikan anak-anak.dengan mengingat bahwa para abiturientnya nantinya
akan menuntun anak-anak dibawah umur 6 tahun juga dapat membantu
mengajar di taman anak dan dikelas-kelas rendah di taman muda, maka
murid-murid taman guru indria tidak saja diberi pelajaran “mengemong”
semata-mata yakni menuntun segala kesibukan, keinginan, tingkah laku,
pekerjaan, menyanyi, menggambar, berbicara, bermain dan lain lain yang
termasuk hidupnya anak-anak. Berhubung dengan perkembangan perguruan
kita maka berturut-turut taman guru indria tadi kita tambah satu tahun lagi,
lalu 2 tahun sesudah taman dewasa. Dengan begitu kita mengikuti
perkembangan SGTK kepunyaan pemerintah, sesudah kongres yang terakhir
mengambil putusan tentang harus adanya “konvergensi” anatara taman guru
dengan sekolah-sekolah guru negeri. Jadi jelaslah disini adanya system
pendidikan guru dalam taman siswa yang bersifat “integral” sesuia dengan
segala kebutuhan baik dari perguruan kita maupun dari pelajar sendiri adan
atau orang tuanya. Dengan begitu system kita mempunyai sifat “luwes” yani
dapat mencukupi macam-macam keperluan.
Kalau pemerintah mendidik orang-orang “ahli” yang “berpengetahuan”
atau berilmu dalam soal pedagogic dan psikologi anak-anak, maka ada jalan
lain yang lebih baik dan efisien yang tidak memberatkan, yaitu yang pertama,
dapatlah diadakan diferensiasi dalam system pendidikan di SGA mislanya
pada tingkatan kelas II atau kelas III. Sehingga tamatan kelas III SGA nanti
merupakan dua golongan abiturient, yang satu menjadi guru umum dan kelak
menjadi pemimpin-pemimin sekolah, sedangkan yang lain yang akan
bertugas disekolah-sekolah taman kanak-kanak sebagai guru biasa atau
pemimpinnya, namun dapat pula ditempatkan disekolah-sekolah rakyat
sebagai guru umum. Kedua, ialah mengadakan “spesialisasi” yaitu sescara
system kursus-kursus B-I untuk mendidik calon-calon guru pada SGTK.

37
Alangkah baiknya apabila taman siswa dapat menyempurnakan
pendidikan taman guru indrianya sesuai dengn dasar-dasar pikiran diatas tadi,
yaitu secara “integral”, tetap dipersatukan dengan taman guru umum seperti
yang kini ada. Sehingga taman guru kita seutuhnya terdiri atas taman guru A,
taman guru B dan taman guru C untuk mendidik calon-calon guru sekolah
tani, guru sekolah dagang dan sebagainya.

26. Pengajaran Kepandaian dalam Taman Siswa, Guru dan Serimpi, Tani
dan wartawan.
Mulai dulu hingga sekarang Taman Siswa perguruan untuk memberi
pengetahuan serta kecakapan dalam sifatnya yang umum guna menyokong
perkembangan jiwa raga anak-anak sesuai dengan bakatnya masing-masing
agar kelak dapat mencapai hidup dan penghidupan yang setinggi-tingginya
dan yang bermanfaat sebesar-besarnya bagi dirinya serta masyarakatnya.
Pada dasarnya kita mengumakan pendidikan dan pengajaran menurut dasar
azas kulturil,belum sampai kita memasukkan usaha pendidikan dan
pengajaran kepandaian khusus seperti sekolah VAK.
Taman Siswa tidak mengabaikan pengjaran kepandaian hal ini dapat
dibuktikan dengan berdirinya berbagai perguruan kita diantaranya Taman
Masyarakat, Taman Kerti, Taman Tani, dan kursus-kursus VAK lainnya.
Taman Siswa bermaksud mendorong anak-anak untuk bekerja, untuk memilih
pekerjaan yang sesuai dengan bakatnya, untuk menginsyafi akan
kewajibannya mencari nafkah agar nantinya dapat mencapai hidup merdeka,
tidak menjadi tanggungan orang lain.
Mengingat keadaan negeri kita seharusnya kita mempunyai sekolah-
sekolah tani, pelayaran, perdangangan, pertukangan, kesehatan, perobatan,
kesenian dan lain lain yang diperlukan untuk tiap-tiap Negara yang merdeka.
Apabila tidak sanggup untuk menyelenggrakan pendidikan VAK tadi
hendaknya memberi bantuan secukupnya untuk pembangunan tersebut dan
menganjurkan kepada murid-murid untuk memasuki sekolah-sekolah VAK
itu baik kepunyaan pemerintah maupun partikellir. Taman Siswa menganggap

38
sebagai tugasnya yang pertama yaitu mengganti sistem pendidikan dan
pengajaran yang berjiwa dan beraga “colonial” dengan sistem baru yang
“nasional dan kulturil”.
Jangan dilupakan adanay pelajaran tarian-tarian jawa umumnya,
khususnya “bedoyo dan srimpi” di bawah pimpinan guru-guru dari krido
bekso wiromo sejak tahun 1931 berdiri dengan nama taman kesenian bahkan
sudah mengadakan ujian serta memberikan ijasah-ijasah guru srimpi dengan
resmi.
Selain itu termasuk pula mendirikan sekolah VAK untuk pertanian
mulai dengan cara eksperimentil di jaman jepang. Berhubung denga
kesukaran-kesukaran yang bermacam-macam maka rencana taman tani tidak
dapat dilaksanakan.
Ada lagi soal pengajaran VAK yang pernah kami majukan dalam
lingkungan Taman Siswa yaitu tentang kemungkinan mengadaka pengajaran
jurnalistik sebagai bagian “differensiasi” dalam taman madya atau taman guru
kita dengan beberapa kepentingan yang dapat kita pertimbangkan :
a. Seorang “wartawan” adalah seorang “pendidik”, ia mendidik pembaca-
pembacanya, masyarakat dan mempengaruhi perkembangan kebudayaan
b. Banyak anak-anak kita memangku jabatan jurnalistik karena sebagai putra
taman siswa mereka merasa patut dan senang, sanggup dan mampu
bekerja sebagai juranalis.
c. Alangkah baiknya apabila kita mengadakan pendidikan khusus bagi anak-
anak yang berbakat kewartawanan itu.
d. Tentang rencana pelajarannya hanya sedikit perbedaan dengan isi
pelajaran di taman guru bagian “budaya” dengan mengganti pelajaran-
pelajaran yang khusus mengenai pendidikan dan pengajaran bagi anak-
anak menjadi pelajaran yang mengenai hidup orang-orang dewasa dan
masyarakat serta tehnik jurnalistik.
e. Dengan memberi “status taman guru C” kepada taman wartawan maka
biayanya tidak akan memberi kesukaran yanga tidak dapat diatasi.
f. Bagian pendidikan wartawan akan mendekatkan hidup Taman Siswa
dengan masyarakat kebangsaan kita sebagai badan perguruan nasional.

39
27. Kebudayaan dan Pengajaran Dalam Hubungan Antara Negara
a. Bagi tiap-tiap bangsa, hubungannya serta pergaulannya dengan bangsa-
bangsa lain berarti perluasan lingkungan hidup dan penghidupan serta
pengetahuan dan pengalamannya.semua itu mengakibatkan perkembangan
serta kemajuan hidupnya, baik lahir maupun batin. Dan hendaknya
dipahami bahwa bangsa-bangsa yang mengasingkan diri dalam “isolasi”,
baik karena dihinggapi penyakit “puas akan diri sendiri” ataupun
“inferioriteits complexen”, maupun berdasarkan sesuatu ideologi yang
sangat mengikat hidup batinnya, biasanya tetap dalam kehidupan dan
penghidupan yang serba sederhana atau terbelakang.
b. Beberapa tuntunan kebijaksanaan agar memperoleh keuntungan yang
besar dan memperkecil kerugian dalam pertukaran kebudayaan dengan
bangsa lain, yakni:
1) Hanya mengambil bahan dan benda kebudayaan bangsa lain yang
perlu atau baik.
2) Menolak/menghalang-halangi sedapat mungkin masuknya segala apa
yang merugikan.
3) Mengutamakan “azas Tri-kon” dalam memudahkan , menyelamatkan
dan menyempurnakan bahan dan benda kebudayaan dari bangsa lain
kedalam kebudayaan bangsa kita, yakni :
a) “kontinuitet” yang berarti bahwa garis hidup kita dijaman
sekarang harus merupakan “lanjutan, terusan” dari hidup kita
dijaman yang silam, jangan “ulangan” ataupun “tiruan” hidup
bangsa lain.
b) “konvergensi” dalam arti keharusan untuk menghindari “hidup
menyendiri”, (isolasi) dan untuk menuju kearah pertemuan dengan
hidupnya bangsa-bangsa lain sedunia.
c) “konsentrisitet” yang berarti bahwa sesudah kita “bersatu” dengan
bangsa-bangsa lain sedunia, janganlah kita kehilangan
“kepribadian” kita sendiri, sungguhpun kita sudah bertitik-pusat
satu, namun didalam lingkaran-lingkaran yang “konsentris” itu,
kita tetap masih mempunyai sirkel sendiri.

40
4) Mengutamakan “asimilasi” daripada “asosiasi” yakni kita mengambil
bahan-bahan kebudayaan dari luar, tetapi kita sendirilah yang
memasak bahan tersebut hingga menjadi makanan baru, lezat rasanya
dan menyehatkan.
5) Janganlah dilupakan, bahwa kebudayaan adalah kemurahan Tuhan
yang diberikan kepada umat manusia untuk keselamatan serta
kebahagian hidup di dunia ini.
c. Cita-cita tersebut diatas hendaknya diusakan dengan terlaksanaya system
pendidikan dan pengajaran yang sebagai “tempat pesemaian” benih-
benih kebudayaan bangsa yang mengandung unsus-unsur “kulturil-
nasional” dengan pengertian pada tingkatan tertinggi SMA samapi
permulaan Perguruan Tinggi hendaknya par pelajar diberi kesempatan
mendapat bekal guna mendekati alam internasional secara konvergensi.
Untuk itu pemberian pengjaran Bahasa Inggris di semua sekolah
menengah perlu diadakan penambahan untuk mempelajari bahasa-bahasa
asing lainnya baik secara “aplikasi” maupun dengan mendirikan “sekolah
bahasa-bahasa asing”
d. Bahasa asing yang dimaksud bukanlah hanya bahasa “barat” seperti
Perancis, Jerman, Inggris, Belanda namun juga bahasa “timur” yang perlu
seperti Arab, Urdu, Tiongkok, dll.
e. Penyebaran pelajar di luar negeri janganlah hanya pada tingkatan
“universitair”, tetapi juga pada tingkatan “pengajaran menengah”
khususnya “kejujuran” atau “keahlian” terutama dilapangan teknik yang
bersifat “idieel” maupun “materiil”.
f. Perlu juga diadakan pertukaran guru dan pelajar, baik pada tingkatan
tinggi maupun tingkatan menengah.
g. Berhubung dengan suksesnya pengiriman misi-misi kebudayaan serta
rombongan kesenian ke luar negeri, maka perlu melanjutkan eksperimen-
eksperimen dengan maksud untuk mempertinggi penghargaan bangsa-
bangsa di dunia terhadap Indonesia.

41
28. Pendidikan dan Pengajaran untuk Seluruh Indonesia
a. Setelah Indonesia berdiri sebagai Negara kesatuan yang merdeka dan
berdaulat, sedangkan tercapainya status itu sesudah tiga setengah abad
hidup terpecah belah di bawah penguasaan bangsa asing, maka sudah
seharusnya rakyat Indonesia memperbarui secara integral seluruh system
pendidikan dan pengajarannya.
1) Dalam melaksanakan pembaharuan yang integral itu hendaknya selalu
diingat segala kepentingan anak didik, kepentingan yang bertali
dengan kodratnya keadaan, sedangkan segala bentuk dan wirama
(yakni caranya mewujudkan) hidup dan penghidupan disesuaikan
dengan dasar dan azas hidup kebangsaan.
2) Janganlah memperbaharui apa yang tidak perlu diperbaharui, dan ini
harus diinsyafi demi kepentingan evolusi bangsa kita yang menuntut
adanya kontinuited, konvergensi, dan konsentrisitid, yakni bertitik
pusat 1 namun masih tetap memiliki lingkaran hidup sendiri yang asli.
Ingatlah semboyan dan lambang Negara kita, Bhinneka Tunggal Ika.
3) Sebagai Negara yang merdeka dan berdaulat sudah semestinya
pembaharuan pendidikan dan pengajaran harus ditujukan kearah
terdapatnya jaminan-jaminan untuk berkembangnya hidup dan
penghidupan rakyat, kulturil dan maatschaappelijk dalam garis-garis
kebangsaan.
4) Sebagai Negara “kesatuan”, maka untuk seluruh rakayat indonesia dan
segenap rakyatnya harus ada kesatuan pendidikan dan pengajaran
dalam arti kesamaan dalam sifat-sifatnya yang pokok.
5) Disamping kesatuan dalam arti yang umum dan luas, ada pula
kesatuan-kesatuan yang khusus dan terbatas yang terdapat di desa-
desa, kampung-kampung, kota-kota dan daerah-daerah kepulauan atau
propinsi.
b. Di dalam memberi hak dan kesempatan yang sama bagi segenap rakyat,
perlu diadakan differensiasi untuk memperbesar effisiensi, baik
kemanfaatan bagi anak-anak didik maupun bagi masyarakat dan Negara.

42
c. Dengan diakuinya dasar-dasar demokrasi dan kebebasan rakyat untuk
menganut kepercayaan batinnya masing-masing dan mewujudkannya
adalam hidup dan penghidupannya maka tiap-tiap golongan yang
mendukung kepercayaan itu harus diberi hak seluas-luasnya untuk
memelihara pendidikan dan pengajaran menurut alirannya masing-masing.
Pemerintah hanya berkewajiban menjaga jangan sampai perwujudan
aliran-aliran tersebut bertentangan dengan ketertiban dan kedamaian
umum di dalam masyarakat. Pemerintah juga berkewajiban menjaga
jangan sampai mutu pendidikan dan pengajaran baik yang diadakan oleh
pemerintah maupun partikellir tidak memenuhi syarat-syarat dalam
minimum lerplan seperti dalam pasal ke-II no 5.

29. Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan bagi Golongan-golongan


Minoritet
Sebenarnya pengertian minoritet bagi kami masih berbau “kolonial”,
sekalipun lahir dan tumbuhnya serta terpakainya perkataan tadi ada di dalam
jaman Indonesia sudah merdeka sebagai Negara dan bangsa, merdeka dengan
memakai dasar Pancasila, diantaranya dasar demokrasi dan keadilan sosial.
Dr. Setyabudi dan saya sendiri (Ki Hajar D) mengusahakan pendidikan
dan pengajaran, maka dapatlah kita menetapkan pendirian sebagai berikut:
a. Harus ada kebebasan tentang pemberian pengajaran.
b. Pemerintah mengusahakan pengajaran umum yang nasional dan
demokratis dengan mementingkan keperluan masyarakat dan budaya.
c. Golongan-golongan partikelir bebas untuk mendirikan sekolah-sekolah
guna memelihara ideologinya masing-masing, dan pemerintah wajib
memberi bantuan secukupnya serta mengawasi dengan mengingat
kepentingan khusus yang bertali dengan ideology-ideologi golongan-
golongan tersebut.

43
B. Politik Pendidikan Pada Masa Sekarang
1. Gambaran Politik Pendidikan Di Indonesia
Setiap periode perkembangan pendidikan nasional adalah persoalan
penting bagi suatu bangsa karena perkembangan tersebut menentukan tingkat
penguasaan ilmu pengetahuan dan teknolgi, karakteristik, dan kesadara
politik yang banyak mempengaruhi masa depan bangsa tersebut. Setiap
periode perkembangan pendidikan adalah faktor politik dan kekuatan politik
karena pada hakikatnya pendidikan adalah cerminan aspirasi, kepentingan,
dan tatanan kekuasaan kekuatan – kekuatan politik yang sedang berkuasa.
Ada empat strategi pokok pembangunan pendidikan nasional, yaitu :
a. Peningkatan pemerataan kesempatan pendidikan
b. Peningkatan relevansi pendidikan dengan pembangunan
c. Peningkatan kualitas pendidikan
d. Peningkatan efisiensi pengelolaan pendidikan.
Sketsa penyelenggaraan pendidikan di Negara ini dapat dibagi atas
enam periode perkembangan, yaitu :
a. Periode pertama adalah periode awal atau periode prasejarah yang
berlangsung hingga pertengahan tahun 1800an. Pada masa ini
penyelenggaraan pendidikan di tanah air mengarah pada sosialisasi nilai –
nilai agama dan pembangunan keterampilan hidup. Penyelenggaraan
pendidikan pada periode ini dikelola dan dikontrol oleh tokoh – tokoh
agama.
b. Periode kedua adalah periode kolonial Belanda yang berlangsung dari
tahun 1800an hingga tahun 1945. Pada periode ini penyelenggaraan
pendidikan ditanah air diwarnai oleh proses modernisasi dan pergumulan
antara aktivitas pendidikan pemerintahan colonial dan aktivitas pendidikan
kaum pribumi. Disatu pihak, pemerintah colonial berusaha menempuh
segala cara untuk memastikan bahwa berbagai kegiatan pendidikan tidak
bertentangan dengan kepentingan kolonialisme dan mencetak para pekerja
yang dapat diekploitasi untuk mendukung misi sosial, politik, dan
ekonomi pemerintah kolonial.

44
c. Periode ketiga adalah periode pendudukan Jepang yang berlangsung dari
tahun 1942 hingga tahun 1945. Berbagai kegiatan pendidikan pada periode
ini diarahkan pada upaya mendiseminasi nilai – nilai dan semangat
nasionalisme serta mengobarkan semangat kemerdekaan ke seluruh
lapisan masyarakat. Salah satu aspek perkembangan dunia pendidikan
pada masa periode ini adalah dimulainya penggunaan Bahasa Indonesia
sebagai bahasa pengantar dalam lingkungan pendidikan formal.
d. Periode keempat adalah periode Orde Lama yang berlangsung dari tahun
1945 hungga tahun 1966. Pada periode ini kegiatan pendidikan di tanah air
lebih mengarah pada pemantapan nilai – nilai nasionalisme, identitas
bangsa, dan pembangunan fondasi ideologis kehidupan berbangsa dan
bernegara. Tujuan utama pendidikan pada periode ini adalah nation and
character building dan kendali utama penyelenggaraan pendidikan
nasional dipengang oleh tokoh – tokoh nasionalis.
e. Periode kelima adalah periode Orde Baru yang berlangsung dari tahun
1967 hingga tahun 1998. Pada periode ini pendidikan menjadi instrument
pelaksanaan program pembangunan di berbagai bidang, khususnya bidang
pedagogi, kurikulum, organiasi, dan evaluasi pendidikan diarahkan pada
akselerasi pelaksanaan pembangunan. Karena focus utama pembagunan
nasional pada era Orde Baru adalah pada bidang ekonomi.
f. Periode keenam adalah periode Reformasi yang dimulai pada tahun 1998.
Pada periode ini semangat desentralisasi, demokratisasi, dan globalisasi
yang dibawa oleh gerakan reformasi sehingga penataan system pendidikan
nasional menjadi menu utama. Dengan menelusuri prinsip – prinsip
penerapan yang diatur dalam berbagai peraturan perundang – undangan
terkait.

2. Politik Pendidikan di Indonesia Pada Masa Sekarang


Kekuasaan sebagai inti dalam berpolitik untuk mengurus urusan rakyat,
sedangkan penyadaran sebagai inti proses pendidikan untuk pembebasan.
Kedua kata antara politik dan Pendidikan adalah suatu kesatuan yang tidak

45
bisa terpisahkan dalam kehidupan nyata. Karena memang politik itu adalah
pendidikan, dan pendidikan adalah politik itu sendiri (John Dewey).
Jika demikian halnya, maka kekuasan dalam artian kata politik untuk
mengurus kepentingan rakyat harus membuat sistem pendidikan yang
membebaskan. Membebaskan karena Pendidikan adalah proses untuk
memanusiakan manusia (Ki Hajar Dewantoro). Dengan demikian segala
bentuk pendidikan yang berdasarkan pada penjajahan harus dihapuskan
karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan. (UUD 1945).
Pendidikan di Indonesia masih dehumanistik (tidak membebaskan)
karena manajemen pendidikan nasional dalam pusaran kekuasaan (H.A.R.
Tilaar). Kebebasan dalam bernalar dihapuskan yang ada hanya penghafalan
materi yang sangat teoritis, sehingga kita tak mampu membayangkan
bagaimana wujud nyatanya ilmu itu.
Pendidikan yang membebaskan adalah pendidikan yang menghargai
proses dalam mengembangkan potensi yang ada pada peserta didik. Bahwa
segala bentuk pemaksaan dan hukuman pasti akan berakhir dengan kegagalan
(Evaluasi dan Remedial). Kegagalan pada peserta didik akan berdampak pada
terciptanya manusia yang mudah stress, frustasi, dan penghayal. Bahayanya
keadaan demikian akan memicu kerusakan moral, tindakan yang buruk, dan
pengangguran.
Arti pendidikan yang sebenarnya yaitu proses memanusiakan manusia
untuk bisa menjadi manusia yang bisa menyelesaikan permasalahan hidupnya
dengan cara yang baik sesuai dengan hati nurani (kata hati yang terdalam).
Maka dari itu, ikhtiar memanusiakan kembali manusia (humanisasi)
merupakan pilihan mutlak. Humanisasi satu-satunya pilihan bagi
kemanusiaan, karena walaupun dehumanisasi adalah kenyataan yang terjadi
sepanjang sejarah peradaban manusia dan tetap merupakan suatu
kemungkinan ontologis dimasa mendatang, ia bukanlah suatu keharusan
sejarah. Secara dialektis, suatu kenyataan tidak mesti menjadi suatu
keharusan. Jika kenyataan menyimpang dari keharusan, maka menjadi tugas
manusia untuk merubahnya agar sesuai dengan apa yang seharusnya (the
man’s ontological vocation).

46
Masyarakat pendidikan tersadar bahwa SDM produk dari sistem
pendidikan nasional kita tidak bisa bersaing dalam persaingan global
sehingga kita hanya mampu mengekspor tenaga kerja PRT, sebaliknya tenaga
skill pun di dalam negeri harus bersaing dengan tenaga skill dari luar.
Dibutuhkan keputusan politik dan kemauan politik yang sungguh-sungguh
untuk mengubah sistem pendidikan di Indonesia menjadi pembangun budaya
bangsa. Sayang ahli-ahli pendidikan kita lebih berorientasi kepada teksbook
dibanding melakukan ujicoba sistem di lapangan.
Pendidikan bermutu memang mahal, tetapi kenaikan anggaran
pendidikan di APBN menjadi 20% pun tidak banyak membantu jika
kreatifitas Depdiknas, hanya pada proyek-proyek pendidikan bukan pada
pengembangan pendidikan. Namun dalam kenyataannya tidak menunjukkan
suatu relevansi yang nyata. Bahkan riil, anggaran pendidikan hanya berkisar
10% dari APBN, dan itu pun hanya untuk membiayai anggaran rutin seperti
penyediaan alat-alat belajar, gaji guru dan karyawan dan sebagainya.
Swasta mempunyai peluang untuk melakukan inovasi pendidikan tanpa
terikat aturan birokrasi yang jelimet, tetapi menjadi sangat menyedihkan
ketika dijumpai banyak lembaga pendidikan swasta yang orientasinya pada
bisnis pendidikan. Sekolah-sekolah international diperlukan sebagai respon
terhadap globalisasi, tetapi pembukaan sekolah international oleh asing sangat
riskan dari segi budaya bangsa karena filsafat pendidikannya berbeda.
Penyelenggara pendidikan di negara maju memahami persis bahwa
fitrah manusia memang berbeda-beda, sebagaimana halnya sifat alam.
Penghargaan akan talenta dan keunikan SDM dihargai sedemikian tinggi
sehingga tidak heran apabila atlet atau penyanyi memiliki penghasilan berkali
lipat lebih besar daripada bankir, birokrat, apalagi politisi. Ibarat tanaman
tropis tidak dapat tumbuh baik di iklim dengan empat musim, manusia juga
memiliki berbagai karakter sehingga tidak dapat disamaratakan.
Pendidikan Nasional semakin menyimpan banyak persoalan dan sampai
sekarang belum terselesaikan. Banyak kasus pendidikan yang sempat menjadi
keprihatinan kita bersama, seperti kasus contek massal, kasus penggusuran
sekolah-sekolah yang secara tidak langsung menjadi indikasi bagi

47
keberlangsungan Pendidikan Nasional yang masih terseok-seok. Proses
penyelenggaraan Pendidikan Nasional masih sering terbentur dengan
berbagai kendala, baik dari segi kebijakan, sistem sosial dan kesadaran kita
sendiri. Dengan kata lain terdapat problem kebijakan pemerintah yang tidak
memiliki komitmen dalam menyelenggarakan pendidikan dan problem visi
Pendidikan Nasional yang masih belum bisa berpihak pada rakyat jelata.

48
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian pada bab sebelumnya dapat ditarik suatu
kesimpulan bahwa untuk jaman sekarang pemerintah hendaknya mengadakan
sekolah negeri umum untuk semua warga Negara dengan tidak membedakan
golongan-golongannya, golongan “asli” ataupun “warga Negara baru”.
Golongan-golongan tersebut diberikan kesempatan secara bebas untuk
mendirikan sekolah-sekolah denga alasan yang berhubungan dengan
kebudayaan. Dan wajib mementingkan segala mata pelajaran yang perlu bagi
tiap-tiap warga negara. Janganlah sekali-sekali di sekolah tersebut ada
kesempatan bagi golongan-golongan tersebut untuk melakukan “infiltrasi”
kepolitikan secara langsung atau dengan berselimut kebudayaanatau pelajaran
lainnya. Sekolah-sekolah bagi warga Negara “baru” tadi bersifat “Nasional”
Indonesia semata-mata.
Pendidikan di Indonesia masih dehumanistik (tidak membebaskan)
karena manajemen pendidikan nasional dalam pusaran kekuasaan (H.A.R.
Tilaar). Kebebasan dalam bernalar dihapuskan yang ada hanya penghafalan
materi yang sangat teoritis, sehingga kita tak mampu membayangkan
bagaimana wujud nyatanya ilmu itu. Dengan kata lain pendidikan nasional
kita masih terdapat problem kebijakan pemerintah yang tidak memiliki
komitmen dalam menyelenggarakan pendidikan dan problem visi Pendidikan
Nasional yang masih belum bisa berpihak pada rakyat jelata.

B. Saran
Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun terhadap
penulisan makalah ini. Dan penulis juga berharap pemerintah kita lebih bijak
dalam membangun dan mengembangkan sistem pendidikan nasional agar
pendidikan dapat terselenggara secara merata tanpa ada pengecualian status

49
sosial. Dan proses pengajaran juga diharapkan tidak hanya bersifat teoritis,
tetapi berupa ilmu terapan yang bisa diaplikasikan langsung secara nyata.

50
DAFTAR PUSTAKA

Ki Hajar Dewantara.1977.Pendidikan.Yogyakarta:Majelis Luhur Persatuan


Taman Siswa.
http://bsy09.blogdetik.com. Diakses tanggal 30 November 2014
http://noordyah.wordpress.com. Diakses tanggal 1 Desember 2014
http://m.kompasiana.com. Diakses tanggal 1 Desember 2014

51

Anda mungkin juga menyukai