BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Politik pendidikan atau the politics of education adalah kajian tentang relasi antara proses
munculnya berbagai tujuan pendidikan dengan cara – cara penyampaiannya. Kajian ini lebih
terfokus pada kekuatan yang menggerakkan perangkat pencapaian tujuan pendidikan dan
bagaimana serta kemana perangkat tersebut akan diarahkan. Kajian politik pendidikan
terkonsentrasi pada peranan Negara dalam bidang pendidikan, sehingga dapat menjelaskan
asumsi dan maksud dari berbagai strategi perubahan pendidikan dalam suatu masyarakat secara
lebih baik.
Kajian politik pendidikan dapat memberikan pemahaman yang lebih baik tentang kaitan
antara berbagai kebutuhan politik Negara dengan isu – isu praktis sehari hari di sekolah; tentang
kesadaran kelas; tentang berbagai bentuk dominasi dan subordinasi yang sedang dibangun
melalui jalur pendidikan. Banyak sekali pandangan politik pendidikan yaitu menurut Ki Hajar
Dewantara dan beberapa pandangan politik pendidikan masa sekarang.
Sementara itu, arah politik pendidikan Indonesia masih mosaik, yang ditunjukkan oleh
kebijakan, perencanaan, dan penganggaran yang kurang berpijak pada bumi dan budaya
Indonesia, kurang selaras dengan kekayaan, karakteristik, dan kebutuhan Indonesia. Misalnya,
Indonesia sangat membutuhkan teknologteknolog mineral pertambangan, minyak dan gas bumi
(migas), batubara, pertanian, peternakan, perikanan, dan kelautan, tetapi kebijakan ke arah itu
tidak jelas. Sebagian besar perusahaan tambang dan migas dikuasai oleh negaranegara asing.
Importasi beras, kedelai, buahbuahan, daging, obat-obatan, dan bahkan garamyodium pun sangat
marak. Padahal, itu semua dapat dipenuhi oleh Indonesia asal didukung oleh pendidikan yang
selaras dengan kebutuhan Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
II.1. A. Konsep Politik Pendidikan
Politik berasal dari kata politic (Inggris) yang menunjukkan sifat pribadi atau perbuatan.
Dalam kamus berarti acting or judgeing wisely, welljudged prudent. Kata politik diambil dari
kata latin politicus atau bahasa Yunani (Greek) politicos yang bermakna relating to a citizen.
Kata ituberasal juga dari kata polis yang searti dengan city “kota”. Politic kemudian diserap ke
dalam bahasa Indonesia, yaitu, segala urusan dan tindakan(kebijakan, siasat, dan sebagainya)
mengenai pemerintahan suatu Negara atau terhadap Negara lain, tipu muslihat atau kelicikan,
dan juga dipergunakan sebagai nama bagi sebuah disiplin pengetahuan, yaitu ilmu politik.
Menurut Deliar Noer, politik adalah segala aktifitas atau sikap yang berhubungan dengan
kekuasaan dan yang bermaksud untuk mempengaruhi,dengan jalan mengubah atau
mempertahankan, suatu macam bentuk susunan masyarakat.Sedikit berbeda dengan Deliar Noer,
Miriam Budiardjo berpendapat bahwa, pada umumnya dikatakan bahwa politik (politices) adalah
bermacam-macam kegiatan dalam suatu system politik (atau Negara) yang menyangkut proses
menentukan tujuan-tujuan dari system itu dan melaksanakan tujuan-tujuan itu.
Dalam istilah, kata politik, pertama kali dikenal dari buku Plato yang berjudul politeia,
yang dikenal juga dengan Republik. Berikutnya muncul karya Aristoteles yang berjudul Politeia.
Kedua karya itu dipandang sebagai pangkal pemikiran politik yang berkembang kemudian.
Dari sekian definisi yang ada paling tidak dapat ditemukan dua kecenderungan
pendefinisian politik. Pertama, pandangan yang mengaitkan politik dengan Negara, yakni dengan
urusan pemerintahan pusat atau pemerintahan daerah. Kedua, pandangan yang mengaitkannya
dengan masalah kekuasaan, otoritas dan atau dengan konflik
Sedangkan kata pendidikan berasal dari kata didik yang mendapat awalan pen- dan
akhiran –an, dan berarti perbuatan, hal, dan cara. Menurut Ki Hajar Dewantara pendidikan
merupakan tuntutan bagi pertumbuhan anak.Artinya, pendidikan menuntut segala kekuatan
kodrat yang ada pada diri anak, agar mereka sebagai manusia sekaligus sebagai anggota
masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya.
Maka, politik pendidikan adalah segala kebijakan pemerintah suatu Negara dalam bidang
pendidikan yang berupa peraturan perundangan atau lainnya untuk menyelenggarakan
pendidikan demi tercapainya tujuan negara
b. Dasar-dasar Metode
1) Laku-pengajaran atau method ialah methode yang berdasarkan pada sifat dan tabiat jiwa
manusia, yang menurut ilmu cara barat dinamakan “Globaliteits-methode” yang didasarkan pada
“Globaliteits-psychologie”.
2) Globaliteits psychologie mengajarkan bahwa jiwa manusia itu adalah keadaan yang bersifat
bulat, dalam mana bagian-bagian jiwa (angan-angan, rasa, kemauan, dan lain-lain) tidak berdiri
sendiri dan terpisah-pisah, akan tetapi menjadi satu bulatan yang sempurna.
3) Dasar pertama dari globaliteits psychologie yaitu mengajarkan bahwa jumlah semua bagian
itu belum dapat menyamai utuhnya benda.
4) Dasar kedua mengajarkan bahwa kebulatan jiwa itu menyebabkan manusia itu selalu
memandang dan menghendaki pemandangan serta memasukkan segala keadaan ke dalam
jiwanya itu.
5) Sesudah keutuhan itu masuk ke dalam jiwa, barulah jiwa meminta pandangan dari bagian-
bagiannya (analisa).
6) Dengan begitu terjadi sendiri susunan alam yang lambat laun menjadi luas dan masing-masing
alam bersifat sempurna (konsentris).
7) Tabiat global yang murni itu terdapat dalam jiwa kanak-kanak dalam windu ke-1, windu ke-2
mulai selektif.
4. Hubungan Internasional
Indonesia kedatangan seorang ahli pendidik yang terkenal di seluruh dunia yaitu dr.
Maria Montessori. Montessori memiliki system yang memiliki dasar yang fundamental yaitu
“vrijheid en spontaniteit van het individu” yang artinya kebebasan dan spontanitas dari
seseorang. Kemerdekaan hidup yang seluas-luasnya, megurangi penguasa dari guru dan orang
tua terhadap hidup anak-anaknya, kembali pada kodrat anak-anak yakni mengakui penguasa dari
yang mengadakan hidup. Indonesia berharap kedatangan beliau bisa memberikan pencerahan
bahwa aliran kemerdekaan di dalam pendidikan anak-anak itu bukan aliran orang-orang yang
mendapat cap merah, cap politik, cap anti Belanda (aliran Taman Siswa), akan tetapi aliran
kemanusiaan belaka, yang mencari hidup selamat dan bahagia dengan cara meneguhkan
kemerdekaan diri dalam hubungan tertib damai dengan alamnya.
7. Pengajaran di Jawa
a. Soal pengajaran rakyat harus dianggap sebagai satu-satunya soal defensibility yang maha
penting
b. Rencana belanja untuk pengajaran rakyat harus sebesar-besarnya
c. Untuk memperbesar hasil, dalam arti lahir dan batin, dari pengajaran rakyat, haruslah dasar
keberatan yang penuh dengan semangat keduniawian (materialism), semnagat kenadlaran
(intelektualism), serta semangat perseorangan (individualism) dengan demokrasi Barat yang
memecah belah segala kekuatan tenaga, diganti dengan dasar semangat ketimuran sebagai
berikut:
1) Pengajaran rakyat harus bersemangat keluhuran budi manusia, karena itu harus mementingkan
segala nilai kebatinan (mental culture) dan menghidupkan semangat idealism.
2) Pengajaran rakyat harus mendidik ke arah kecerdasan budi pekerti (character building).
3) Pengajaran rakyat harus mendidik ke arah kekeluargaan yakni merasa bersama-sama hidup,
bersama-sama susah, bersama-sama tanggungjawab, dsb.
1) Dalam melaksanakan pembaharuan yang integral itu hendaknya selalu diingat segala
kepentingan anak didik, kepentingan yang bertali dengan kodratnya keadaan, sedangkan segala
bentuk dan wirama (yakni caranya mewujudkan) hidup dan penghidupan disesuaikan dengan
dasar dan azas hidup kebangsaan.
2) Janganlah memperbaharui apa yang tidak perlu diperbaharui, dan ini harus diinsyafi demi
kepentingan evolusi bangsa kita yang menuntut adanya kontinuited, konvergensi, dan
konsentrisitid, yakni bertitik pusat 1 namun masih tetap memiliki lingkaran hidup sendiri yang
asli. Ingatlah semboyan dan lambang Negara kita, Bhinneka Tunggal Ika.
3) Sebagai Negara yang merdeka dan berdaulat sudah semestinya pembaharuan pendidikan dan
pengajaran harus ditujukan kearah terdapatnya jaminan-jaminan untuk berkembangnya hidup
dan penghidupan rakyat, kulturil dan maatschaappelijk dalam garis-garis kebangsaan.
4) Sebagai Negara “kesatuan”, maka untuk seluruh rakyat indonesia dan segenap rakyatnya
harus ada kesatuan pendidikan dan pengajaran dalam arti kesamaan dalam sifat-sifatnya yang
pokok.
5) Disamping kesatuan dalam arti yang umum dan luas, ada pula kesatuan-kesatuan yang khusus
dan terbatas yang terdapat di desa-desa, kampung-kampung, kota-kota dan daerah-daerah
kepulauan atau propinsi.
Sketsa penyelenggaraan pendidikan di Negara ini dapat dibagi atas enam periode perkembangan,
yaitu :
a. Periode pertama adalah periode awal atau periode prasejarah yang berlangsung hingga
pertengahan tahun 1800an. Pada masa ini penyelenggaraan pendidikan di tanah air mengarah
pada sosialisasi nilai – nilai agama dan pembangunan keterampilan hidup. Penyelenggaraan
pendidikan pada periode ini dikelola dan dikontrol oleh tokoh – tokoh agama.
b. Periode kedua adalah periode kolonial Belanda yang berlangsung dari tahun 1800an hingga
tahun 1945. Pada periode ini penyelenggaraan pendidikan ditanah air diwarnai oleh proses
modernisasi dan pergumulan antara aktivitas pendidikan pemerintahan colonial dan aktivitas
pendidikan kaum pribumi. Disatu pihak, pemerintah colonial berusaha menempuh segala cara
untuk memastikan bahwa berbagai kegiatan pendidikan tidak bertentangan dengan kepentingan
kolonialisme dan mencetak para pekerja yang dapat diekploitasi untuk mendukung misi sosial,
politik, dan ekonomi pemerintah kolonial.
c. Periode ketiga adalah periode pendudukan Jepang yang berlangsung dari tahun 1942 hingga
tahun 1945. Berbagai kegiatan pendidikan pada periode ini diarahkan pada upaya mendiseminasi
nilai – nilai dan semangat nasionalisme serta mengobarkan semangat kemerdekaan ke seluruh
lapisan masyarakat. Salah satu aspek perkembangan dunia pendidikan pada masa periode ini
adalah dimulainya penggunaan Bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar dalam lingkungan
pendidikan formal.
d. Periode keempat adalah periode Orde Lama yang berlangsung dari tahun 1945 hungga tahun
1966. Pada periode ini kegiatan pendidikan di tanah air lebih mengarah pada pemantapan nilai –
nilai nasionalisme, identitas bangsa, dan pembangunan fondasi ideologis kehidupan berbangsa
dan bernegara. Tujuan utama pendidikan pada periode ini adalah nation and character building
dan kendali utama penyelenggaraan pendidikan nasional dipengang oleh tokoh – tokoh
nasionalis.
e. Periode kelima adalah periode Orde Baru yang berlangsung dari tahun 1967 hingga tahun
1998. Pada periode ini pendidikan menjadi instrument pelaksanaan program pembangunan di
berbagai bidang, khususnya bidang pedagogi, kurikulum, organiasi, dan evaluasi pendidikan
diarahkan pada akselerasi pelaksanaan pembangunan. Karena focus utama pembagunan nasional
pada era Orde Baru adalah pada bidang ekonomi.
f. Periode keenam adalah periode Reformasi yang dimulai pada tahun 1998. Pada periode ini
semangat desentralisasi, demokratisasi, dan globalisasi yang dibawa oleh gerakan reformasi
sehingga penataan system pendidikan nasional menjadi menu utama. Dengan menelusuri prinsip
– prinsip penerapan yang diatur dalam berbagai peraturan perundang – undangan terkait.
Sampai saat ini, realitas politik pendidikan di negara kita masih belum sepenuhnya
merdeka. Hal ini bisa kita lihat dari komitmen pemerintah yang masih rendah dalam
mewujudkan akses dan pemerataan pendidikan dasar yang bebas biaya, belum terpenuhinya
anggaran pendidikan sebesar 20%, kurangnya penghargaan terhadap profesionalisme dan
kesejahteraan guru,rendahnya mutu dan daya saing pendidikan, upaya otonomi pendidikan yang
masih setengah hati, dan sebagainya.
Kesenjangan partisipasi pendidikan juga masih terjadi, terutama antara penduduk miskin
dan penduduk kaya. Meskipun pemerintah telah menyediakan bantuan operasional sekolah
(BOS) untuk jenjang pendidikan dasar, masih ditemukan adanya beberapa sekolah yang masih
menarik berbagai iuran, sehingga memberatkan orang tua, terutama bagi keluarga miskin.
Kesenjangan partisipasi pendidikan tersebut terlihat makin mencolok pada jenjang pendidikan
menengah dan pendidikan tinggi.
Selain itu, ada beberapa agenda yang perlu diperhatikan untuk menentukan arah dan
masa depan politik pendidikan, diantaranya adalah,Pertama, menghapus dikotomi dualisme
penyelenggaraan pendidikan. Pemerintah wajib menyelenggarakan pendidikan secara demokratis
dan berkeadilan serta tidak diskriminatif. Pendidikan yang berada di bawah naungan Kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan dan Kementrian Agama harus berjalan seimbang dalam hal mutu,
kualitas dan kemajuannya.Sehingga tidak ada lagi pandangan bahwa pendidikan keagamaan
terkesan tidak bermutu dan terbelakang.
Kedua, peningkatan anggaran pendidikan. Kita semua menyadari, bahwa untuk memajukan
dunia pendidikan nasional, pemenuhan alokasi anggaran pendidikan minimal 20% dari APBN
dan APBD adalah menjadi keniscayaan, jika kita betul-betul serius ingin mencerdaskan
kehidupan bangsa. Dan, UUD 1945 Pasal 31 ayat (4) telah mengamanahkannya. Namun
persoalannya kemudian ketika anggaran pendidikan sudah 20% seringkali tidak tetap sasaran.
Ketiga, pembebasan biaya pendidikan dasar dan menengah. Pemerintah dan pemerintah daerah
harus punya kemauan kuat untuk bisa membebaskan siswa dari biaya operasional pendidikan
untuk tingkat sekolah dasar dan menengah.
Keempat, perbaikan kurikulum. Pendidikan mesti diarahkan pada sistem terbuka dan multimakna
serta pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Karena itu, kurikulum
pendidikan harus mampu membentuk insan cerdas, beriman, bertakwa, berakhlak mulia, dan
memiliki kebebasan mengembangkan potensi diri. Pendidikan juga mesti diselenggarakan
dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta
didik dalam proses pembelajarannya.
Kelima, penghargaan pada pendidik. Pemerintah harus lebih serius meningkatkan kualifikasi,
profesionalisme dan kesejahteraan guru. Sebab,guru merupakan pilar utama pendidikan dan
pembangunan bangsa. Tanpa guru yang profesional dan sejahtera, mustahil pendidikan kita akan
maju dan berdaya saing.
Keenam, penyediaan sarana dan prasarana pendidikan serta perluasan akses pendidikan.
Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah harus lebih berkonsentrasi menyediakan sarana dan
prasarana sekolah khususnya daerah terpencil untuk memudahkan akses dan pemerataan
pendidikan bagi warganegara, yang pada gilirannya akan meningkatkan SDM bangsa Indonesia.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian pada bab sebelumnya dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa untuk
jaman sekarang pemerintah hendaknya mengadakan sekolah negeri umum untuk semua warga
Negara dengan tidak membedakan golongan-golongannya, golongan “asli” ataupun “warga
Negara baru”. Golongan-golongan tersebut diberikan kesempatan secara bebas untuk mendirikan
sekolah-sekolah denga alasan yang berhubungan dengan kebudayaan. Dan wajib mementingkan
segala mata pelajaran yang perlu bagi tiap-tiap warga negara. Janganlah sekali-sekali di sekolah
tersebut ada kesempatan bagi golongan-golongan tersebut untuk melakukan “infiltrasi”
kepolitikan secara langsung atau dengan berselimut kebudayaanatau pelajaran lainnya. Sekolah-
sekolah bagi warga Negara “baru” tadi bersifat “Nasional” Indonesia semata-mata.
Pendidikan di Indonesia masih dehumanistik (tidak membebaskan) karena manajemen
pendidikan nasional dalam pusaran kekuasaan (H.A.R. Tilaar). Kebebasan dalam bernalar
dihapuskan yang ada hanya penghafalan materi yang sangat teoritis, sehingga kita tak mampu
membayangkan bagaimana wujud nyatanya ilmu itu. Dengan kata lain pendidikan nasional kita
masih terdapat problem kebijakan pemerintah yang tidak memiliki komitmen dalam
menyelenggarakan pendidikan dan problem visi Pendidikan Nasional yang masih belum bisa
berpihak pada rakyat jelata.
DAFTAR PUSTAKA