Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH POLITIK PENDIDIKAN DI INDONESIA

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Politik pendidikan atau the politics of education adalah kajian tentang relasi antara proses
munculnya berbagai tujuan pendidikan dengan cara – cara penyampaiannya. Kajian ini lebih
terfokus pada kekuatan yang menggerakkan perangkat pencapaian tujuan pendidikan dan
bagaimana serta kemana perangkat tersebut akan diarahkan. Kajian politik pendidikan
terkonsentrasi pada peranan Negara dalam bidang pendidikan, sehingga dapat menjelaskan
asumsi dan maksud dari berbagai strategi perubahan pendidikan dalam suatu masyarakat secara
lebih baik.
Kajian politik pendidikan dapat memberikan pemahaman yang lebih baik tentang kaitan
antara berbagai kebutuhan politik Negara dengan isu – isu praktis sehari hari di sekolah; tentang
kesadaran kelas; tentang berbagai bentuk dominasi dan subordinasi yang sedang dibangun
melalui jalur pendidikan. Banyak sekali pandangan politik pendidikan yaitu menurut Ki Hajar
Dewantara dan beberapa pandangan politik pendidikan masa sekarang.

Sementara itu, arah politik pendidikan Indonesia masih mosaik, yang ditunjukkan oleh
kebijakan, perencanaan, dan penganggaran yang kurang berpijak pada bumi dan budaya
Indonesia, kurang selaras dengan kekayaan, karakteristik, dan kebutuhan Indonesia. Misalnya,
Indonesia sangat membutuhkan teknologteknolog mineral pertambangan, minyak dan gas bumi
(migas), batubara, pertanian, peternakan, perikanan, dan kelautan, tetapi kebijakan ke arah itu
tidak jelas. Sebagian besar perusahaan tambang dan migas dikuasai oleh negaranegara asing.
Importasi beras, kedelai, buahbuahan, daging, obat-obatan, dan bahkan garamyodium pun sangat
marak. Padahal, itu semua dapat dipenuhi oleh Indonesia asal didukung oleh pendidikan yang
selaras dengan kebutuhan Indonesia.

BAB II
PEMBAHASAN
II.1. A. Konsep Politik Pendidikan

Politik berasal dari kata politic (Inggris) yang menunjukkan sifat pribadi atau perbuatan.
Dalam kamus berarti acting or judgeing wisely, welljudged prudent. Kata politik diambil dari
kata latin politicus atau bahasa Yunani (Greek) politicos yang bermakna relating to a citizen.
Kata ituberasal juga dari kata polis yang searti dengan city “kota”. Politic kemudian diserap ke
dalam bahasa Indonesia, yaitu, segala urusan dan tindakan(kebijakan, siasat, dan sebagainya)
mengenai pemerintahan suatu Negara atau terhadap Negara lain, tipu muslihat atau kelicikan,
dan juga dipergunakan sebagai nama bagi sebuah disiplin pengetahuan, yaitu ilmu politik.

Menurut Deliar Noer, politik adalah segala aktifitas atau sikap yang berhubungan dengan
kekuasaan dan yang bermaksud untuk mempengaruhi,dengan jalan mengubah atau
mempertahankan, suatu macam bentuk susunan masyarakat.Sedikit berbeda dengan Deliar Noer,
Miriam Budiardjo berpendapat bahwa, pada umumnya dikatakan bahwa politik (politices) adalah
bermacam-macam kegiatan dalam suatu system politik (atau Negara) yang menyangkut proses
menentukan tujuan-tujuan dari system itu dan melaksanakan tujuan-tujuan itu.

Dalam istilah, kata politik, pertama kali dikenal dari buku Plato yang berjudul politeia,
yang dikenal juga dengan Republik. Berikutnya muncul karya Aristoteles yang berjudul Politeia.
Kedua karya itu dipandang sebagai pangkal pemikiran politik yang berkembang kemudian.

Dari sekian definisi yang ada paling tidak dapat ditemukan dua kecenderungan
pendefinisian politik. Pertama, pandangan yang mengaitkan politik dengan Negara, yakni dengan
urusan pemerintahan pusat atau pemerintahan daerah. Kedua, pandangan yang mengaitkannya
dengan masalah kekuasaan, otoritas dan atau dengan konflik

Sedangkan kata pendidikan berasal dari kata didik yang mendapat awalan pen- dan
akhiran –an, dan berarti perbuatan, hal, dan cara. Menurut Ki Hajar Dewantara pendidikan
merupakan tuntutan bagi pertumbuhan anak.Artinya, pendidikan menuntut segala kekuatan
kodrat yang ada pada diri anak, agar mereka sebagai manusia sekaligus sebagai anggota
masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya.

Maka, politik pendidikan adalah segala kebijakan pemerintah suatu Negara dalam bidang
pendidikan yang berupa peraturan perundangan atau lainnya untuk menyelenggarakan
pendidikan demi tercapainya tujuan negara

B. Politik Pendidikan Menurut Ki Hajar Dewantara

1. Pengajaran Bagi Rakyat Kita Kurang dan Mengecewakan


Pengajaran pertama kali yang diterima dari pemerintah sangat kurang dan sangat
mengecewakan sebagai alat pendidikan. Sebelum adanya H.I.S rakyat kita mengenal adanya
sekolah bumiputera yang rendah sekali pengajarannya dan hanya kaum priyayi saja yang boleh
menuntut pelajaran di sekolah Belanda. Sedangkan rakyat umum tidak dapat menuntut
pendidikan yang dapat mengarahkan pada kehidupan yang layak.
Setelah itu muncullah H.I.S yang menjadi harapan rakyat dapat mencapai pendidikan
yang layak untuk mencapai derajat penghidupan yang lebih baik. Namun nyatanya anak-anak
keluaran H.I.S masih kurang kepandaiannya dan masih sangat mentah dalam mencari pekerjaan.
Kebanyakan mereka hanya cakap sebagai jurutulis atau jurutulis pembantu dengan gaji yang
sama dengan gaji jongos atau koki.
Singkatnya, keadaan H.I.S tidak mungkin bisa menjadikan anak-anak keluaran H.I.S
dapat melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi. Pemerintah tidak akan dapat memberikan
kepuasan kepada rakyat, karena mereka banyak mengurusi kepentingan golongan lain. Oleh
karena itu, kita wajib berusaha sendiri untuk:
a. Memperbanyak sekolah-sekolah bagi anak-anak kita di seluruh Indonesia
b. Memperbaiki pelajarannya, hingga anak-anak kita dengan mudah dapat menuntut pelajaran
yang lebih tinggi
c. Mendidik anak-anak kita, agar mereka merasa bangga sebagai anak rakyat.
Pengajaran H.I.S bagi anak-anak kita tidak hanya menimbulkan “egoisme” dan
“individualisme” saja, tetapi juga “membelandakan” anak-anak dan menjadikan mereka kaum
budak. Sehingga timbul pertanyaan “jika kita tidak suka pada sistem sekolah model Eropa,
sistem apakah yang harus kita pakai?”. Dan jawabannya adalah “Sistem Nasional”. Sistem baru
dalam pendidikan di Eropa itu bukan sistem baru bagi kita, tetapi sistem nasional yang asalnya
dari nenek moyang kita.

2. Nomenklatur Dalam Pendidikan Kebangsaan


a. Indung-indung (bagi perempuan dan laki-laki sama), yaitu tingkatan “Taman-Anak”.
b. Ulu duntung (perempuan uban-uban) untuk tingkatan “Taman-Muda”.
c. Cekel (dedunyik atau dunyik untuk perempuan), untuk tingkatan “Taman-Dewasa”
d. Cantrik (perempuan : mentrik) untuk tingkatan “Taman-Guru”
e. Manguyu (sontrang) yaitu guru muda.
f. Jejanggan (bidang) yaitu tingkatan pengajar atau pemimpin yang bertanggung jawab
sepenuhnya atas Taman Siswa.
g. Hajar, pendita dengan macam-macam sebutan (Begawan, reshi, dll) yaitu tingkatan guru
tertua.
h. Putut atau Endang dan wasi atau dahyang yaitu nama orang yang hidup dalam pertapaan.
Kedudukannya setara dengan cantrik atau mentrik, yaitu tingkatannya mahasiswa. Sedangkan
wasi atau dahyang disamakan dengan manguyu atau sontrang, yaitu mereka yang sudah tamat
belajar namun belum menjadi pemimpin (doctorandus atau doctoranda).
Dengan menghidupkan kata-kata yang dulu sudah pernah dipakai, ketika bangsa kita
belum merdeka dan tidak berderajat rendah, maka dengan mudah kita memutus pertalian
kolonial yang seringkali mengikat pengajaran dan pendidikan nasional kita.

3. Mobilisasi Intelektuil Nasional Untuk Mengadakan Wajib Belajar


a. Azas Kulturil dan Sosial
1) “Methode-Keluarga” yaitu laku-pengajar. Maksud dari metode ini adalah mobilisasi
intelektuil nasional dalam melaksanakan wajib belajar bagi rakyat, untuk memberantas buta
huruf dengan semboyan “tiap rumah menjadi perguruan, tiap intelektuil menjadi guru”.
2) “Methode Keluarga” adalah metode nasional. Karena pada jaman dahulu terpakai umum dan
ternyata dapat mempercepat pengajaran membaca dan menulis hingga ke daerah kerajaan Jawa
(Yogyakarta dan Surakarta).

b. Dasar-dasar Metode
1) Laku-pengajaran atau method ialah methode yang berdasarkan pada sifat dan tabiat jiwa
manusia, yang menurut ilmu cara barat dinamakan “Globaliteits-methode” yang didasarkan pada
“Globaliteits-psychologie”.
2) Globaliteits psychologie mengajarkan bahwa jiwa manusia itu adalah keadaan yang bersifat
bulat, dalam mana bagian-bagian jiwa (angan-angan, rasa, kemauan, dan lain-lain) tidak berdiri
sendiri dan terpisah-pisah, akan tetapi menjadi satu bulatan yang sempurna.
3) Dasar pertama dari globaliteits psychologie yaitu mengajarkan bahwa jumlah semua bagian
itu belum dapat menyamai utuhnya benda.
4) Dasar kedua mengajarkan bahwa kebulatan jiwa itu menyebabkan manusia itu selalu
memandang dan menghendaki pemandangan serta memasukkan segala keadaan ke dalam
jiwanya itu.
5) Sesudah keutuhan itu masuk ke dalam jiwa, barulah jiwa meminta pandangan dari bagian-
bagiannya (analisa).
6) Dengan begitu terjadi sendiri susunan alam yang lambat laun menjadi luas dan masing-masing
alam bersifat sempurna (konsentris).
7) Tabiat global yang murni itu terdapat dalam jiwa kanak-kanak dalam windu ke-1, windu ke-2
mulai selektif.

4. Hubungan Internasional
Indonesia kedatangan seorang ahli pendidik yang terkenal di seluruh dunia yaitu dr.
Maria Montessori. Montessori memiliki system yang memiliki dasar yang fundamental yaitu
“vrijheid en spontaniteit van het individu” yang artinya kebebasan dan spontanitas dari
seseorang. Kemerdekaan hidup yang seluas-luasnya, megurangi penguasa dari guru dan orang
tua terhadap hidup anak-anaknya, kembali pada kodrat anak-anak yakni mengakui penguasa dari
yang mengadakan hidup. Indonesia berharap kedatangan beliau bisa memberikan pencerahan
bahwa aliran kemerdekaan di dalam pendidikan anak-anak itu bukan aliran orang-orang yang
mendapat cap merah, cap politik, cap anti Belanda (aliran Taman Siswa), akan tetapi aliran
kemanusiaan belaka, yang mencari hidup selamat dan bahagia dengan cara meneguhkan
kemerdekaan diri dalam hubungan tertib damai dengan alamnya.

5. Taman Madya (S.M.A. Nasional)


Pada tahun 1932, di bawah pimpinan tuan R. Soeratmoko dengan bantuan Ir. Anwari dan
saudara-saudara intelktuil lainnya, mencoba mendirikan “H.B.S” (Hoogere Burger School) yaitu
sekolah menengah 5 tahun sesudah Sekolah Rendah Belanda. Kemudian nama H.B.S. itu
diberikan usulan dengan mengganti nama menjadi Taman Madya. Selanjutnya diadakan rapat
pendirian dengan hasil sebagai berikut:
a. Taman Madya mulai 1 Agustus yang akan dating didirikan dan segala urusan diserahkan pada
ibu pawiyatan Taman Siswa di Mataram
b. Yang diadakan pertama kali adalah bagian alam pasti bukan bagian sastra dan pengajaran
bekal terjun dalam masyarakat seperti jurnalistik, ekonomi, dll.
c. Mendirikan badan penyokong dalam arti yang umum.

6. Hubungan Perguruan Kita Dengan Luar-Negeri


Pemuda-pemuda keluaran Taman Dewasa mencoba mencari hubungan dengan sekolah-
sekolah di luar negeri. Ada yang meneruskan ke India, Jepang, Philipina, bahkan sebagian dari
mereka ada yang tinggal di negeri-negeri tersebut. Banyak pula dari mereka yang kembali ke
perguruan Taman Siswa dan masuk dinas gupermen.
Pada waktu dalam keadaan perang, hubungan dengan luar negeri menjadi sulit. Sejak
adanya perang dunia selalu diumumkan segala hubungan yang kadang-kadang terjadi dengan
perguruan kita. Surat-surat, majalah, barang cetak yang berasal dari luar negeri selalu
diumumkan, begitu juga dengan kunjungan-kunjungan dari luar negeri. Siapapun boleh
berkunjung asalkan tidak memakai kita sebagai alat permusuhan internasional. Dan segala
kunjungan tersebut selalu diumumkan di pers.

7. Pengajaran di Jawa
a. Soal pengajaran rakyat harus dianggap sebagai satu-satunya soal defensibility yang maha
penting
b. Rencana belanja untuk pengajaran rakyat harus sebesar-besarnya
c. Untuk memperbesar hasil, dalam arti lahir dan batin, dari pengajaran rakyat, haruslah dasar
keberatan yang penuh dengan semangat keduniawian (materialism), semnagat kenadlaran
(intelektualism), serta semangat perseorangan (individualism) dengan demokrasi Barat yang
memecah belah segala kekuatan tenaga, diganti dengan dasar semangat ketimuran sebagai
berikut:
1) Pengajaran rakyat harus bersemangat keluhuran budi manusia, karena itu harus mementingkan
segala nilai kebatinan (mental culture) dan menghidupkan semangat idealism.
2) Pengajaran rakyat harus mendidik ke arah kecerdasan budi pekerti (character building).
3) Pengajaran rakyat harus mendidik ke arah kekeluargaan yakni merasa bersama-sama hidup,
bersama-sama susah, bersama-sama tanggungjawab, dsb.

Adapun sifat pengajarannya adalah sebagai berikut:


1) Tiap-tiap orang harus dapat kesempatan untuk menuntut pengajaran yang sesuai dengan dasar
kecakapannya, mulai pada sekolah-sekolah rendah sampai sekolah-sekolah yang tinggi.
2) Sebaiknya pemerintah mempergunakan tenaga rakyat dengan jalan menyokong sekolah-
sekolah partikelir yang banyak terdapat di pulau Jawa.
3) Hendaknya pemberantasan buta huruf dilaukan dengan segiat-giatnya terhadap orang dewasa,
khususnya terhadap pemuda yang tak pernah bersekolah. Sehingga pemerintah diharapkan
mengadakan kewajiban mengajar bagi mereka yang dapat melakukan pemberantasan buta huruf.
4) Agar pengajaran dapat berfaedah bagi nusa dan bangsa, maka syarat kebudayaan dan
kemasyarakatan harus dipentingkan.
5) Hendaknya diadakan kesempatan untuk memasukkan pengjaran yang berhubungan dengan

keyakinan, misalnya ajaran agama.


6) Hendaknya daerah yang mempunyai bahasa yang masih terpelihara untuk hiduo
berkebudayaan diberikan hak untuk memakainya sebagai bahasa pengantar.
7) Tiap-tiap sekolah bpada tingkatannya yang pertama harus bersamaan sifat dengan daerahnya
masing-masing, perluasan harus terjadi berangsur-angsur, kemajuan hidup yang kelaknya dapat
mewujudkan persatuan yang kokoh.

Tentang bentuk pengajarannya adalah sebagai berikut:


1) Tingkatan pengajaran hendaknya dibentuk demikian:
a) Sekolah pertama, 3 tahun untuk yang akan meneruskan ke sekolah rakyat, yang tidak
mneruskan disambung dengan 1 tahun pengajaran kemasyarakatan.
b) Sekolah rakyat 3 tahun atau 4 tahun bagi mereka yang tidka meneruskan pengajarannya.
c) Sekolah menengah pertama, 3 tahun dibagi menjadi 2 bagian, yaitu bagian umum (untuk
meneruskan pengajaran ke sekolah menengah tinggi) dan bagian khusus/vak (pertanian,
perdagangan, pertukangan, sekolah guru, dan lain-lain).
d) Sekolah menengah tinggi, 3 tahun, dibagi juga seperti umum, khusus dan vak.
e) Sekolah luhur, umumnya 3 tahun dan dibagi menjadi “university” untuk ilmu pengetahuan
khusus dan sekolah vak luhur.
2) Pengajaran khusus untuk anak-anak kecil sebelum umur 7 tahun, untuk anak-anak buta dan
tuli, anak-anak yang IQ rendah, dan lain sebagainya.
3) Hendaknya pemerintah menyokong berdirinya kursus-kursus yang diadakan oleh tenaga
rakyat, baik yang diperuntukkan bagi pengajaran umum maupun pengajaran khusus.

Isi pengajarannya adalah sebagai berikut:


1) Yang harus diajarkan pada anak yaitu segala pengetahuan serta kepandaian yang perlu atau
sedikitnya berfaedah untuk kepentingan kebudayaan atau kemasyarakatan.
2) Harus disesuaikan dengan umur anak-anaknya (sesuai dengan tingkatan sekolahnya), serta
dengan suasana khusus bagi satu-satunya tempat (social atmosphere), misalnya rencana
pengajaran di daerah pegunungan harus ada bedanya dengan yang di daerah pantai atau di daerah
pertanian.
3) Harus diadakan rencana pengajaran umum yang diwajibkan sebagai minimum program untuk
semua sekolah di seluruh negeri. Di samping ini juga boleh diadakan pengajaran khusus yang
berhubungan dengan batin (agama).

8. Pemberantasan Buta Huruf


Pertama, perkumpulan perempuan yang di dalam Kongres Puteri Indonesia mewajibkan anggota
masing-masing membatu memberantas buta huruf. Kedua, pemimpin pemuda-pemuda juga.
Ketiga, partai dan kumpulan rakyat, misalnya rukun tani yang terbesar di seluruh Jawa Timur,
sudah mengadakan peraturan yang boleh disamakan dengan kewajiban mengajar membaca dan
menulis.
Hendaknya Pemerintah menyokong dengan jalan sebagai berikut:
a. Mengadakan pimpinan yang teratur (coordinate) antara usaha di masing-masing daerah di
seluruh Jawa dan Madura.
b. Menyediakan alat-alat, misalnya buku pengajaran yang sama buat tanah Jawa dan biayanya.
c. Mempergunakan tenaga rakyat yang semenjak datangnya Dai Nippon sebenarnya ingin

membantu pemerintah tetapi tidak tahun jalannya bagaimana.

9. Pembukaan Taman Tani Taman Siswa


Rencana untuk mendirikan sekolah-sekolah perusahaan pertanian, kepandaian puteri,
perdagangan, teknik, kesenian, jurnalistik, kemasyarakatan, berhubung dengan beberapa keadaan
harus diperkecil sehingga dalam rancangan yang terakhir hanya tinggal maksud untuk
mendirikan sekolah pertanian, sekolah kepandaian puteri, sekolah ekonomi (dagang).
Tiba-tiba datang perang Asia Timur yang maha dahsyat dan dating pada saat menetapkan hidup
matinya bangsa-bangsa Asia. Pimpinan Taman Siswa segera menetapkan sikapnya untuk bekerja
sama dengan Pemerintah Balatentara Dai Nippon serta membantu memperkuat barisan di
belakang garis perang dengan jalan mengusahakan pendidikan dan pengajaran.
Berhubung aliran pemerintah sudah ditetapkan menjadi system pendidikan dan pengajaran yang
harus kita hormati, yaitu untuk mengusahakan sendiri segala pendidikan dan pengajaran pemuda
agar semua dapat dipersatukan dan dikerahkan untuk kemenangan akhir, maka pimpinan Taman
Siswa berunding dengan pimpinan cabang di seluruh Jawa dan menetapkan sikap terus
membantu Pemerintah dalam usaha pendidikan dan pengajaran dan diperbolehkan menyerahkan
dengan ikhlas usaha-usaha lainnya yang dipegang sendiri oleh pemerintah. Kita percaya bahwa
pemerintah akan menuntun kita ke arah kemuliaan Nusa dan Bangsa.
Akhirnya, dapat berdirinya sekolah pertanian “Taman Tani” disebabkan karena sikap baik dari
pihak Pemerintah, baik dari daerah Yogyakarta Koochi, maupun dari Pemerintah Pusat. Karena
kebaikan mereka juga, sebagian besar murid dapat diterima di berbagai sekolah-sekolah lanjutan
Pemerintah. Guru-guru juga banyak yang diterima menjadi pegawai negeri. Kemudian
Gunseikan member hadiah istimewa yaitu uang sejumalah 20.000 rupiah untuk pendirian Taman
Tani. Hal ini membuktikan perhatian yang sangat besar dari pimpinan Dai Nippon.

C. Dasar Pendidikan dan Maksud Tujuan Pengajaran


a. Tentang Dasar Pendidikan
1) Peliharalah dan kuatkanlah rasa cinta Nusa dan Bangsa dalam hati murid-murid dengan
memasukkan semangat kebangsaan dalam segala pengajaran, serta menghapuskan segala isi
pengajaran yang dapat melemahkan semangat.
2) Adakanlah upacara dan peraturan yang dapat menambah rasa cinta, bangga, dan setia kepada
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dan hendaknya mengibarkan Sang Merah Putih dan
menyanyikan lagu Indonesia Raya sebagai penjaga semangat patriot Indonesia.
3) Gunakanlah segala tenaga dan kekuatan badan seperti Gakukotai, Seinendan, dan sebagainya
untuk memperkuat usaha gerakan kebangsaan.

b. Tentang Maksud dan Tujuan Pengajaran


1) Hendaknya selalu diusahakan memperbaiki segala peraturan pengajaran hingga dapat
memenuhi syarat-syarat dan ukuran-ukuran internasional.
2) Bahasa yang diajarkan pada sekolah rendah hanya bahasa Indonesia dan bahasa daerah,
sedangkan untuk sekolah menengah selain bahasa itu perlu juga bahasa Inggris sebagai bahasa
internasional dan bahasa Jerman untuk keperluan perluasan ilmu pengetahuan yang sebaiknya
diajarkan di sekolah menengah tinggi.
3) Daftar pengajaran di sekolah menengah putri harus tidak berbeda dengan yang digunakan
disekolah menengah laki-laki yaitu mengenai pengetahuan umum. Perbedaannya hanya boleh
dalam hal pekerjaan keputrian.
4) Diperbolehkan untuk sekolah menengah laki-laki dan perempuan belajar bersama asalakan
ada pengawasan kesosialan yang cukup tetapi dilakukan menurut cara “tut wuri handayani” yaitu
dengan cara kekeluargaan, jangan dengan kekerasan.
5) Untuk memajukan semangat pendidikan dalam hidup keluarga, sebaiknya sekolah kepandaian
puteri diadakan pelajaran ilmu pendidikan dan pengajaran sehingga sekolah kepandaian puteri
menjadi sekolah guru kanak-kanak.
6) Hendaknya kerugian murid dan pelajar selama 3,5 tahun ini diperbaiki secara berangsur-
angsur tetapi secepat mungkin sehingga derajat tingkatan sekolah masing-masing kembali
sediakala.
7) Mengingat terbatasnya guru dan buku-buku yang ada, hendaknya pengajaran bahasa asing
dilakukan dengan cara yang praktis dan dengan syarat yang ada.

c. Pendidikan dan Pengajaran untuk Seluruh Indonesia

1) Dalam melaksanakan pembaharuan yang integral itu hendaknya selalu diingat segala
kepentingan anak didik, kepentingan yang bertali dengan kodratnya keadaan, sedangkan segala
bentuk dan wirama (yakni caranya mewujudkan) hidup dan penghidupan disesuaikan dengan
dasar dan azas hidup kebangsaan.
2) Janganlah memperbaharui apa yang tidak perlu diperbaharui, dan ini harus diinsyafi demi
kepentingan evolusi bangsa kita yang menuntut adanya kontinuited, konvergensi, dan
konsentrisitid, yakni bertitik pusat 1 namun masih tetap memiliki lingkaran hidup sendiri yang
asli. Ingatlah semboyan dan lambang Negara kita, Bhinneka Tunggal Ika.
3) Sebagai Negara yang merdeka dan berdaulat sudah semestinya pembaharuan pendidikan dan
pengajaran harus ditujukan kearah terdapatnya jaminan-jaminan untuk berkembangnya hidup
dan penghidupan rakyat, kulturil dan maatschaappelijk dalam garis-garis kebangsaan.
4) Sebagai Negara “kesatuan”, maka untuk seluruh rakyat indonesia dan segenap rakyatnya
harus ada kesatuan pendidikan dan pengajaran dalam arti kesamaan dalam sifat-sifatnya yang
pokok.
5) Disamping kesatuan dalam arti yang umum dan luas, ada pula kesatuan-kesatuan yang khusus
dan terbatas yang terdapat di desa-desa, kampung-kampung, kota-kota dan daerah-daerah
kepulauan atau propinsi.

D. Politik Pendidikan Pada Masa Sekarang


1. Gambaran Politik Pendidikan Di Indonesia
Setiap periode perkembangan pendidikan nasional adalah persoalan penting bagi suatu bangsa
karena perkembangan tersebut menentukan tingkat penguasaan ilmu pengetahuan dan teknolgi,
karakteristik, dan kesadara politik yang banyak mempengaruhi masa depan bangsa tersebut.
Setiap periode perkembangan pendidikan adalah faktor politik dan kekuatan politik karena pada
hakikatnya pendidikan adalah cerminan aspirasi, kepentingan, dan tatanan kekuasaan kekuatan –
kekuatan politik yang sedang berkuasa.
Ada empat strategi pokok pembangunan pendidikan nasional, yaitu :
a. Peningkatan pemerataan kesempatan pendidikan
b. Peningkatan relevansi pendidikan dengan pembangunan
c. Peningkatan kualitas pendidikan
d. Peningkatan efisiensi pengelolaan pendidikan.

Sketsa penyelenggaraan pendidikan di Negara ini dapat dibagi atas enam periode perkembangan,
yaitu :
a. Periode pertama adalah periode awal atau periode prasejarah yang berlangsung hingga
pertengahan tahun 1800an. Pada masa ini penyelenggaraan pendidikan di tanah air mengarah
pada sosialisasi nilai – nilai agama dan pembangunan keterampilan hidup. Penyelenggaraan
pendidikan pada periode ini dikelola dan dikontrol oleh tokoh – tokoh agama.
b. Periode kedua adalah periode kolonial Belanda yang berlangsung dari tahun 1800an hingga
tahun 1945. Pada periode ini penyelenggaraan pendidikan ditanah air diwarnai oleh proses
modernisasi dan pergumulan antara aktivitas pendidikan pemerintahan colonial dan aktivitas
pendidikan kaum pribumi. Disatu pihak, pemerintah colonial berusaha menempuh segala cara
untuk memastikan bahwa berbagai kegiatan pendidikan tidak bertentangan dengan kepentingan
kolonialisme dan mencetak para pekerja yang dapat diekploitasi untuk mendukung misi sosial,
politik, dan ekonomi pemerintah kolonial.
c. Periode ketiga adalah periode pendudukan Jepang yang berlangsung dari tahun 1942 hingga
tahun 1945. Berbagai kegiatan pendidikan pada periode ini diarahkan pada upaya mendiseminasi
nilai – nilai dan semangat nasionalisme serta mengobarkan semangat kemerdekaan ke seluruh
lapisan masyarakat. Salah satu aspek perkembangan dunia pendidikan pada masa periode ini
adalah dimulainya penggunaan Bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar dalam lingkungan
pendidikan formal.
d. Periode keempat adalah periode Orde Lama yang berlangsung dari tahun 1945 hungga tahun
1966. Pada periode ini kegiatan pendidikan di tanah air lebih mengarah pada pemantapan nilai –
nilai nasionalisme, identitas bangsa, dan pembangunan fondasi ideologis kehidupan berbangsa
dan bernegara. Tujuan utama pendidikan pada periode ini adalah nation and character building
dan kendali utama penyelenggaraan pendidikan nasional dipengang oleh tokoh – tokoh
nasionalis.
e. Periode kelima adalah periode Orde Baru yang berlangsung dari tahun 1967 hingga tahun
1998. Pada periode ini pendidikan menjadi instrument pelaksanaan program pembangunan di
berbagai bidang, khususnya bidang pedagogi, kurikulum, organiasi, dan evaluasi pendidikan
diarahkan pada akselerasi pelaksanaan pembangunan. Karena focus utama pembagunan nasional
pada era Orde Baru adalah pada bidang ekonomi.
f. Periode keenam adalah periode Reformasi yang dimulai pada tahun 1998. Pada periode ini
semangat desentralisasi, demokratisasi, dan globalisasi yang dibawa oleh gerakan reformasi
sehingga penataan system pendidikan nasional menjadi menu utama. Dengan menelusuri prinsip
– prinsip penerapan yang diatur dalam berbagai peraturan perundang – undangan terkait.

2. Politik Pendidikan di Indonesia Pada Masa Sekarang


Kekuasaan sebagai inti dalam berpolitik untuk mengurus urusan rakyat, sedangkan
penyadaran sebagai inti proses pendidikan untuk pembebasan. Kedua kata antara politik dan
Pendidikan adalah suatu kesatuan yang tidak bisa terpisahkan dalam kehidupan nyata. Karena
memang politik itu adalah pendidikan, dan pendidikan adalah politik itu sendiri (John Dewey).
Jika demikian halnya, maka kekuasan dalam artian kata politik untuk mengurus kepentingan
rakyat harus membuat sistem pendidikan yang membebaskan. Membebaskan karena Pendidikan
adalah proses untuk memanusiakan manusia (Ki Hajar Dewantoro). Dengan demikian segala
bentuk pendidikan yang berdasarkan pada penjajahan harus dihapuskan karena tidak sesuai
dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan. (UUD 1945).
Pendidikan di Indonesia masih dehumanistik (tidak membebaskan) karena manajemen
pendidikan nasional dalam pusaran kekuasaan (H.A.R. Tilaar). Kebebasan dalam bernalar
dihapuskan yang ada hanya penghafalan materi yang sangat teoritis, sehingga kita tak mampu
membayangkan bagaimana wujud nyatanya ilmu itu.
Pendidikan yang membebaskan adalah pendidikan yang menghargai proses dalam
mengembangkan potensi yang ada pada peserta didik. Bahwa segala bentuk pemaksaan dan
hukuman pasti akan berakhir dengan kegagalan (Evaluasi dan Remedial). Kegagalan pada
peserta didik akan berdampak pada terciptanya manusia yang mudah stress, frustasi, dan
penghayal. Bahayanya keadaan demikian akan memicu kerusakan moral, tindakan yang buruk,
dan pengangguran.
Arti pendidikan yang sebenarnya yaitu proses memanusiakan manusia untuk bisa menjadi
manusia yang bisa menyelesaikan permasalahan hidupnya dengan cara yang baik sesuai dengan
hati nurani (kata hati yang terdalam). Maka dari itu, ikhtiar memanusiakan kembali manusia
(humanisasi) merupakan pilihan mutlak. Humanisasi satu-satunya pilihan bagi kemanusiaan,
karena walaupun dehumanisasi adalah kenyataan yang terjadi sepanjang sejarah peradaban
manusia dan tetap merupakan suatu kemungkinan ontologis dimasa mendatang, ia bukanlah
suatu keharusan sejarah. Secara dialektis, suatu kenyataan tidak mesti menjadi suatu keharusan.
Jika kenyataan menyimpang dari keharusan, maka menjadi tugas manusia untuk merubahnya
agar sesuai dengan apa yang seharusnya (the man’s ontological vocation).
Masyarakat pendidikan tersadar bahwa SDM produk dari sistem pendidikan nasional kita
tidak bisa bersaing dalam persaingan global sehingga kita hanya mampu mengekspor tenaga
kerja PRT, sebaliknya tenaga skill pun di dalam negeri harus bersaing dengan tenaga skill dari
luar. Dibutuhkan keputusan politik dan kemauan politik yang sungguh-sungguh untuk mengubah
sistem pendidikan di Indonesia menjadi pembangun budaya bangsa. Sayang ahli-ahli pendidikan
kita lebih berorientasi kepada teksbook dibanding melakukan ujicoba sistem di lapangan.
Pendidikan bermutu memang mahal, tetapi kenaikan anggaran pendidikan di APBN menjadi
20% pun tidak banyak membantu jika kreatifitas Depdiknas, hanya pada proyek-proyek
pendidikan bukan pada pengembangan pendidikan. Namun dalam kenyataannya tidak
menunjukkan suatu relevansi yang nyata. Bahkan riil, anggaran pendidikan hanya berkisar 10%
dari APBN, dan itu pun hanya untuk membiayai anggaran rutin seperti penyediaan alat-alat
belajar, gaji guru dan karyawan dan sebagainya.
Swasta mempunyai peluang untuk melakukan inovasi pendidikan tanpa terikat aturan
birokrasi yang jelimet, tetapi menjadi sangat menyedihkan ketika dijumpai banyak lembaga
pendidikan swasta yang orientasinya pada bisnis pendidikan. Sekolah-sekolah international
diperlukan sebagai respon terhadap globalisasi, tetapi pembukaan sekolah international oleh
asing sangat riskan dari segi budaya bangsa karena filsafat pendidikannya berbeda.
Penyelenggara pendidikan di negara maju memahami persis bahwa fitrah manusia
memang berbeda-beda, sebagaimana halnya sifat alam. Penghargaan akan talenta dan keunikan
SDM dihargai sedemikian tinggi sehingga tidak heran apabila atlet atau penyanyi memiliki
penghasilan berkali lipat lebih besar daripada bankir, birokrat, apalagi politisi. Ibarat tanaman
tropis tidak dapat tumbuh baik di iklim dengan empat musim, manusia juga memiliki berbagai
karakter sehingga tidak dapat disamaratakan.
Pendidikan Nasional semakin menyimpan banyak persoalan dan sampai sekarang belum
terselesaikan. Banyak kasus pendidikan yang sempat menjadi keprihatinan kita bersama, seperti
kasus contek massal, kasus penggusuran sekolah-sekolah yang secara tidak langsung menjadi
indikasi bagi keberlangsungan Pendidikan Nasional yang masih terseok-seok. Proses
penyelenggaraan Pendidikan Nasional masih sering terbentur dengan berbagai kendala, baik dari
segi kebijakan, sistem sosial dan kesadaran kita sendiri. Dengan kata lain terdapat problem
kebijakan pemerintah yang tidak memiliki komitmen dalam menyelenggarakan pendidikan dan
problem visi Pendidikan Nasional yang masih belum bisa berpihak pada rakyat jelata.

E. Realitas Politik Pendidikan

Sampai saat ini, realitas politik pendidikan di negara kita masih belum sepenuhnya
merdeka. Hal ini bisa kita lihat dari komitmen pemerintah yang masih rendah dalam
mewujudkan akses dan pemerataan pendidikan dasar yang bebas biaya, belum terpenuhinya
anggaran pendidikan sebesar 20%, kurangnya penghargaan terhadap profesionalisme dan
kesejahteraan guru,rendahnya mutu dan daya saing pendidikan, upaya otonomi pendidikan yang
masih setengah hati, dan sebagainya.

Kesenjangan partisipasi pendidikan juga masih terjadi, terutama antara penduduk miskin
dan penduduk kaya. Meskipun pemerintah telah menyediakan bantuan operasional sekolah
(BOS) untuk jenjang pendidikan dasar, masih ditemukan adanya beberapa sekolah yang masih
menarik berbagai iuran, sehingga memberatkan orang tua, terutama bagi keluarga miskin.
Kesenjangan partisipasi pendidikan tersebut terlihat makin mencolok pada jenjang pendidikan
menengah dan pendidikan tinggi.

Selain itu, ada beberapa agenda yang perlu diperhatikan untuk menentukan arah dan
masa depan politik pendidikan, diantaranya adalah,Pertama, menghapus dikotomi dualisme
penyelenggaraan pendidikan. Pemerintah wajib menyelenggarakan pendidikan secara demokratis
dan berkeadilan serta tidak diskriminatif. Pendidikan yang berada di bawah naungan Kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan dan Kementrian Agama harus berjalan seimbang dalam hal mutu,
kualitas dan kemajuannya.Sehingga tidak ada lagi pandangan bahwa pendidikan keagamaan
terkesan tidak bermutu dan terbelakang.

Kedua, peningkatan anggaran pendidikan. Kita semua menyadari, bahwa untuk memajukan
dunia pendidikan nasional, pemenuhan alokasi anggaran pendidikan minimal 20% dari APBN
dan APBD adalah menjadi keniscayaan, jika kita betul-betul serius ingin mencerdaskan
kehidupan bangsa. Dan, UUD 1945 Pasal 31 ayat (4) telah mengamanahkannya. Namun
persoalannya kemudian ketika anggaran pendidikan sudah 20% seringkali tidak tetap sasaran.

Ketiga, pembebasan biaya pendidikan dasar dan menengah. Pemerintah dan pemerintah daerah
harus punya kemauan kuat untuk bisa membebaskan siswa dari biaya operasional pendidikan
untuk tingkat sekolah dasar dan menengah.

Keempat, perbaikan kurikulum. Pendidikan mesti diarahkan pada sistem terbuka dan multimakna
serta pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Karena itu, kurikulum
pendidikan harus mampu membentuk insan cerdas, beriman, bertakwa, berakhlak mulia, dan
memiliki kebebasan mengembangkan potensi diri. Pendidikan juga mesti diselenggarakan
dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta
didik dalam proses pembelajarannya.
Kelima, penghargaan pada pendidik. Pemerintah harus lebih serius meningkatkan kualifikasi,
profesionalisme dan kesejahteraan guru. Sebab,guru merupakan pilar utama pendidikan dan
pembangunan bangsa. Tanpa guru yang profesional dan sejahtera, mustahil pendidikan kita akan
maju dan berdaya saing.

Keenam, penyediaan sarana dan prasarana pendidikan serta perluasan akses pendidikan.
Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah harus lebih berkonsentrasi menyediakan sarana dan
prasarana sekolah khususnya daerah terpencil untuk memudahkan akses dan pemerataan
pendidikan bagi warganegara, yang pada gilirannya akan meningkatkan SDM bangsa Indonesia.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian pada bab sebelumnya dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa untuk
jaman sekarang pemerintah hendaknya mengadakan sekolah negeri umum untuk semua warga
Negara dengan tidak membedakan golongan-golongannya, golongan “asli” ataupun “warga
Negara baru”. Golongan-golongan tersebut diberikan kesempatan secara bebas untuk mendirikan
sekolah-sekolah denga alasan yang berhubungan dengan kebudayaan. Dan wajib mementingkan
segala mata pelajaran yang perlu bagi tiap-tiap warga negara. Janganlah sekali-sekali di sekolah
tersebut ada kesempatan bagi golongan-golongan tersebut untuk melakukan “infiltrasi”
kepolitikan secara langsung atau dengan berselimut kebudayaanatau pelajaran lainnya. Sekolah-
sekolah bagi warga Negara “baru” tadi bersifat “Nasional” Indonesia semata-mata.
Pendidikan di Indonesia masih dehumanistik (tidak membebaskan) karena manajemen
pendidikan nasional dalam pusaran kekuasaan (H.A.R. Tilaar). Kebebasan dalam bernalar
dihapuskan yang ada hanya penghafalan materi yang sangat teoritis, sehingga kita tak mampu
membayangkan bagaimana wujud nyatanya ilmu itu. Dengan kata lain pendidikan nasional kita
masih terdapat problem kebijakan pemerintah yang tidak memiliki komitmen dalam
menyelenggarakan pendidikan dan problem visi Pendidikan Nasional yang masih belum bisa
berpihak pada rakyat jelata.

DAFTAR PUSTAKA

Ki Hajar Dewantara.1977.Pendidikan.Yogyakarta:Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa.

http://bsy09.blogdetik.com. Diakses tanggal 20 Oktober 2023

http://noordyah.wordpress.com. Diakses tanggal 17 Oktober 2023

http://m.kompasiana.com. Diakses tanggal 17 Oktober 2023

Kartono, Kartini. 1996. Pendidikan Politik. Bandung: Mandar Maju

journal.uny.ac.id/index.php/civics/article/view/6026/5218 diakses pada 9 Oktober 2023 pukul


09.34 WIT
ejurnal.unisri.ac.id/index.php/widyawacana/article/viewFile/420/377 diakses pada 8 Oktober
2023 pukul 09.22 WIT

digilib.uinsby.ac.is/6039/5/Bab%202.pdf di akses pada 14 Oktober 2023 pukul 16.43 WIT

journal.uny.ac.id/index.php/cp/articleviewFile/383/pdf diakses pada 14 Oktober 2023 pukul


21.38 WIT

Anda mungkin juga menyukai