Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Peran pendidikan sangat penting dalam kehidupan manusia bahkan tidak
dapat dipisahkan dari keseluruhan proses kehidupan manusia. Dengan kata
lain, kebutuhan manusia terhadap pendidikan bersifat mutlak dalam
kehidupan pribadi, keluarga dan masyarakat, bangsa dan negara. Jika sistem
pendidikanya berfungsi secara optimal maka akan tercapai kemajuan yang
dicita-citakanya sebaliknya bila proses pendidikan yang dijalankan tidak
berjalan secara baik maka tidak dapat mencapai kemajun yang dicita-citakan.
Betapapun terdapat banyak kritik yang dilancarkan oleh berbagai kalangan
terhadap pendidikan, atau tepatnya terhadap praktek pendidikan, namun
hampir semua pihak sepakat bahwa nasib suatu komunitas atau suatu bangsa
di masa depan sangat bergantung pada kontibusinya pendidikan. misalnya
sangat yakin bahwa pendidikanlah yang dapat memberikan kontribusi pada
kebudayaan di hari esok. Pendapat yang sama juga bisa kita baca dalam
penjelasan Umum Undang-Undang Republik Indonesia Nomer 20 Tahun
2003 tentang sistem pendidikan Nasional (UU No. 20/2003), yang antara lain
menyatakan: Manusia membutuhkan pendidikan dalam kehidupannya.
Pendidikan merupakan usaha agar manusia dapat mengembangkan potensi
dirinya melalui proses pembelajaran atau cara lain yang dikenal dan diakui
oleh masyarakat”. Namun didalam dunia pendidikan sendiri banyak masalah-
masalah pendidikan yang dihadapi di era globalisasi ini. Baik itu masalah
yang bersifat internal maupun eksternal.
Makalah ini berusaha mengidentifikasi dan memahami permasalahan-
permasalahan pendidikan. Perlu pula dikemukakan bahwa permasalah
pendidikan yang diuraikan dalam makalah ini terbatas pada permasalahan
pendidikan formal. Namun sebelum menguraikan permasalahan pendidikan
islam di era globalisasi, terlebih dahulu disajikan uraian singkat tentang

1
fungsi pendidikan. Uraian yang disebut terakhir ini dianggap penting, karena
permasalahan pendidikan pada hakekatnya terkait erat dengan realisasi fungsi
pendidikan
Indonesia merupakan negara yang mutu pendidikannya masih rendah jika
dibandingkan dengan negara-negara lain bahkan sesama anggota negara
ASEAN pun kualita SDM bangsa Indonesia masuk dalam peringkat yang
paling rendah. Hal ini terjadi karena pendidikan di Indonesia belum dapat
berfungsi secara maksimal. Oleh karena itu, pendidikan di Indonesia harus
segera diperbaiki agar mampu melahirkan generasi yang memiliki
keunggulan dalam berbagai bidang supaya bangsa Indonesia dapat bersaing
dengan bangsa lain dan agar tidak semakin tertinggal karena arus global yang
berjalan cepat.
Untuk memperbaiki pendidikan di Indonesia diperlukan sistem pendidikan
yang responsif terhadap perubahan dan tuntutan zaman. Perbaikan itu
dilakukan mulai dari pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan
tinggi. Oleh karena itu, bangsa Indonesia harus menggunakan sistem
pendidikan dan pola kebijakan yang sesuai dengan keadaan Indonesia.
Masa depan suatu bangsa sangat tergantung pada mutu sumber daya
manusianya dan kemampuan peserta didiknya untuk menguasai ilmu
pengetahuan dan tekhnologi. Hal tersebut dapat kita wujudkan melalui
pendidikan dalam keluarga, pendidikan masyarakat maupun pendidikan
sekolah.
Saat ini pendidikan sekolah wajib di terima oleh seluruh masyarakat
Indonesia, karena dengan mengenyam pendidikan kita dapat mengikuti arus
global dan dapat mengejar ketertinggalan kita dari bangsa lain. Namun dalam
kenyataannya sekarang ini masih banyak orang yang belum dapat
mengenyam pendidikan sekolah karena faktor ekonomi. Akan tetapi di dalam
era global ini, hal tersebut tidak boleh terjadi karena akan menghambat
perkembangan SDM dan bangsa pada umumnya. Maka dari itu, pemerintah
Indonesia harus mengambil kebijakan yang dapat mengatasi masalah tersebut.

2
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan diatas, dapat
dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apa pengertian pendidikan?
2. Bagaimana sistem pendidikan nasional?
3. Apa saja tujuan pendidikan nasional?
4. Apa saja isu-isu pendidikan nasional dan kebudayaan?

C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka penyusunan makalah ini
bertujuan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui apa pengertian pendidikan:
2. Untuk mengetahui bagaimana sistem pendidikan nasional;
3. Untuk mengetahui apa saja tujuan pendidikan nasional;
4. Untuk mengatahui apa saja isu-isu pendidikan nasional dan kebudayaan.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Pendidikan
Pengertian pendidikan erat kaitannya dengan kata education. Kata
education yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dengan pendidikan
merupakan kata benda turunan dari kata kerja bahasa Latin educare. Kata
educare dalam bahasa Latin memiliki pengertian melatih, menyuburkan.
Pendidikan merupakan sebuah proses yang membantu menumbuhkan,
mengembangkan, mendewasakan, membuat yang tidak tertata menjadi
semakin tertata, semacam proses penciptaan sebuah kultur dalam diri
seseorang.Secara historis kata pendidikan banyak dipakai untuk mengacu
pada berbagai macam pengertian, misalnya pembangunan, pertumbuhan,
perkembangan, sosialisasi, inkulturasi, pengajaran, pelatihan, pembaruan.
Kata pendidikan juga melibatkan interaksi dengan berbagai macam
lingkungan seperti keluarga, sekolah, pesantren, gereja, yayasan dan
sebagainya. Meskipun memiliki berbagai makna, pendidikan merupakan
sebuah kegiatan manusiawi. Tindakan mendidik memang secara khas hanya
berlaku bagi sebuah kegiatan yang dilakukan oleh manusia. Inilah kekhasan
yang membedakan kita dengan binatang. Sebagai sebuah kegiatan
manusiawi,pendidikan membuat manusia membuka diri terhadap dunia.
Manusia berkembang melalui kegiatan membudaya dalam memaknai
sejarahnya di dunia ini, memahami kebebasannya yang selalu ada dalam
situasi agar mereka semakin mampu memberdayakan dirinya.
Dalam konteks modern, pendidikan senantiasa diletakkan dalam kerangka
kegiatan dan tugas yang ditujukan bagi sebuah generasi yang sedang ada
dalam masa-masa pertumbuhan. Oleh karena itu pendidikan lebih
mengarahkan dirinya pada pembentukan kepribadian individu. Proses
pembentukan diri terus menerus ini terjadi dalam kerangka ruang dan waktu.

4
Pendidikan dengan demikian mengacu pada setiap bentuk 4 pengembangan
diri yang bersifat persuasi, terus menerus, tertata rapi, dan terorganisasi,
berupa kegiatan yang terarah untuk membentuk kepribadian secara personal,
sosial.
Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa pendidikan merupakan tuntutan
bagi pertumbuhan anak-anak. Pendidikan menuntut segala kekuatan kodrat
yang ada pada diri anak-anak, agar mereka sebagai manusia sekaligus sebagai
anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-
tingginya. Menurut Ki Hadjar Dewantara pendidikan harus didasarkan pada
penghargaan terhadap kemerdekaan jiwa anak. Anak-anak harus dapat
tumbuh dan berkembang menurut kodrat alami (bawaan alami) dan tidak
seharusnya ada pemaksaan terhadap bawaan yang merdeka dari anak.
Pendidikan harus bersifat Tut Wuri Handayani, artinya membimbing dari
belakang yang menumbuhkan kemandirian anak dan bukan menakut-nakuti,
menghukum yang mematikan kemerdekaan jiwa anak.1
Ki Hadjar Dewantara menteorikan pendidikan Taman Siswa sebagai
pendidikan Sistem Among, dengan tugas guru, Tut Wuri Handayani, artinya
untuk mengasuh anak dengan jiwa merdeka maka guru membimbing dari
belakang. Konsep ngemong mempunyai arti bahwa anak memperoleh
kemerdekaan untuk bermain danbelajar sesuai dengan minat dan
kebutuhannya, sedang orang dewasa hanya bertugas membantu dan
membimbingnya ke arah perkembangan yang baik. Penggunaan nilai- nilai
budaya bangsa (Jawa) untuk merumuskan konsep pendidikan Taman Siswa
ini didasarkan pada pandangan Ki Hadjar Dewantara yang kurang senang
dengan sistem pendidikan kolonial yang bersifat menonjolkan pengawasan,
disiplin, dan perintah yang mematikan jiwa merdeka anak-anak masyarakat
pribumi. Pendidikan Taman Siswa yang menggunakan rumus dengan basis
budaya bangsa maka muncul konsep pendidikan yang berjiwa kebangsaan
yang dapat dijadikan instrumen penting bagi penumbuhan kesadaran
kebangsaan dan jiwa merdeka.

5
Lebih lanjut menurut Ki Hadjar Dewantara, berilah kemerdekaan kepada
anak-anak kita, bukan kemerdekaan yang leluasa, tetapi yang terbatas oleh
tuntutan- tuntutan kodrat alam yang nyata dan menuju ke arah kebudayaan,
yaitu keluhuran dan kehalusan hidup manusia. Oleh karenanya bila
mengamati beberapa hal penting yang disampaikan oleh Ki Hadjar Dewantara
mengenai pembangunan pendidikan demi kemanusiaan bagi bangsa ini, maka
sangat beralasan apabila Indonesia harus mengedepankan pendidikan sebagai
upaya pencerdasan kehidupan bangsa.
Ki Hadjar Dewantara menginginkan bahwa pendidikan Indonesia harus
mencerminkan nilai-nilai kebangsaan sendiri, jangan meniru bangsa-bangsa
lain karena berbeda perspektifnya. Pendidikan harus bertumpu penguatan
nalar dalam berpikir dan bermoral, beradab, dan memiliki kepekaan yang
tinggi terhadap kepentingan bangsa di atas kepentingan kerdil dan sempit.
Pendidikan menurut Ki Hadjar adalah suatu hal yang mampu memberikan
sumbangsih besar bagi perubahan bangsa ke depan, baik secara intelektual,
sosial, maupun politik. Pendidikan diupayakan dapat membentuk karakter
bangsa yang mandiri, tidak menjadi bangsa yang cengeng, selalu merengek
minta bantuan kepada bangsa lain.
Pendidikan adalah proses penyempurnaan diri manusia secara terus
menerus, hal ini terjadi karena secara kodrat manusia memiliki kekurangan
dan ketidaklengkapan. Baginya, intervensi manusiawi melalui pendidikan
merupakan salah satu cara bagi manusia untuk melengkapi apa yang kurang
dari kondisinya. Pendidikan dapat melengkapi ketidaksempurnaan dalam
kodrat alamiah manusia. Jadi pendidikan adalah pengaruh yang dilakukan
oleh generasi dewasa pada generasi yang belum siap kehidupan sosialnya,
tujuannya adalah untuk mengembangkan kemampuan fisik, intelektual, dan
moral sesuai dengan tuntutan masyarakat politik secara keseluruhan.

B. Sistem Pendidikan Nasional


Pada masa penjajahan, pemerintah Hindia Belanda kurang
memperhatikan kepentingan bagi pribumi. Pendidikan juga dibedakan antar

6
orang Belanda sebagai penjajah dan pribumi sebagai masyarakat yang dijajah.
Di antara pribumi pendidikan juga dipisahkan antara pribumi kelas atas dan
rakyat biasa. Sistem pendidikan diatur oleh pemerintah kolonial dengan
tujuan untuk dapat mempertahankan penjajahan.
Dengan berdirinya negara kebangsaan Indonesia pada 17 Agustus 1945
dan berlakunya UUD 1945 satu hari setelah proklamasi kemerdekaan maka
resmi sistem pemerintahan kolonial dihapuskan dandiganti dengan sistem
pemerintahan yang ditentukan oleh bangsa sendiri.Ditetapkannya Pancasila
sebagai dasar negara, berarti semua ketentuan UU dan peraturan yang
mengatur pelaksanaan pemerintahan, rakyat, dan wilayah harus dibuat atas
dasar ideologi Pancasila. Setelah proklamasi, sistem pendidikan juga
mengalami perubahan. Perubahan yang sangat mendasar yaitu pendidikan
nasional diletakkan sejalan dengan dasar dan cita-cita negara kebangsaan
Indonesia. Pancasila sebagai dasar dan falsafah negara juga dilaksanakan
dalam bidang pendidikan. Pendidikan nasional meletakkan Pancasila sebagai
landasan ideal pendidikan.
Berdasarkan UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.3
Setiap bangsa tentu akan menyatakan tujuan pendidikannya sesuai dengan
nilai-nilai kehidupan yang sedang diperjuangkan untuk kemajuan bangsanya.
Walaupun masing-masing bangsa memiliki tujuan hidup berbeda, namun
secara garis besar, ada beberapa kesamaan dalam berbagai aspeknya.
Pendidikan bagi setiap individu merupakan pengaruh dinamis dalam
perkembangan jasmani, jiwa, rasa sosial, susila, dan kecerdasan.
Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar
pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap

7
tuntutan perubahan zaman. Sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan
komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai
tujuan pendidikan nasional. 4 Indonesia adalah negara yang meletakkan misi
“mencerdaskan kehidupan bangsa” dalam deklarasi kemerdekaanya yaitu
Pembukaan UUD 1945 dan menetapkan “hak warga negara memperoleh
pendidikan” serta “kewajiban pemerintah mengusahakan dan
menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional” dalam UUD-nya yakni
UUD 1945. Demikian jelas UUD 1945 mengamanatkan kepada
penyelenggara negara untuk mencerdaskan kehidupan bangsa melalui
penyelenggaraan satu sistem pendidikan nasional.
UUD 1945 merupakan produk hukum tertinggi yang menjadi landasan
bagi penyelenggaraan pendidikan di Indonesia. Pasal-pasal yang bertalian
denganpendidikan dalam UUD 1945 tersebut adalah pasal 31 tentang
pendidikan dan 32 tentang kebudayaan. Pasal 31 ayat (1) berbunyi: “Setiap
warga negara berhak mendapatkan pendidikan”.5 Pasal 31 ayat (2) berbunyi:
“ Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah
wajib membiayainya”. Dua ayat pada pasal 31 UUD 1945 tersebut mengatur
hak dan kewajiban warga negara dalam mendapatkan pendidikan dan
mengikuti pendidikan dasar. Mendapatkan pendidikan adalah hak yang harus
diterima oleh warga negara dan negara wajib memberikan hak tersebut
berupa penyediaan layanan pendidikan secara Cuma cuma atau gratis. Dalam
hal ini layanan yang bisa diberikan secara cuma-cuma baru pada level dasar
yaitu sekolah dasar dan sekolah lanjutan pertama.
Dalam UUD 1945 BAB XIII pasal 31 ayat 1 dinyatakan bahwa setiap
warga negara berhak mendapat pengajaran. 7 Atas dasar hal itu kesempatan
belajar harus diberikan pada semua warga negara dari semua kelas sosial dan
kelompok sosial.
Undang-undang Pendidikan tahun 1950 BabXI pasal 17 menyatakan:
Tiap warga negara Republik Indonesia mempunyai hak yang sama untuk
diterima menjadi murid suatu sekolah, jika memenuhi syarat-syarat yang
ditetapkan untuk pendidikan dan pengajaran pada sekolah itu. Ini berarti

8
bahwa setiap warga negara dengan tidak membedakan kelompok sosial dan
kelas sosial mempunyai kesempatan yang seluas- luasnya untuk memasuki
sekolah.
Tidak begitu mudah untuk memberikan suatu definisi yang memadai
mengenai sistem pendidikan nasional. Konsep sistem pendidikan nasional
akan tergantung pada konsep tentang sistem, konsep tentang pendidikan dan
konsep tentang pendidikan nasional. Perlu pula disadari bahwa konsep
mengenai pendidikan dan sistem pendidikan nasional tidak bisa semata-mata
disimpulkan dari praktek pelaksanaan pendidikan yang terjadi sehari-hari di
lapangan, melainkan harus dilihat dari segi konsepsi atau ide dasar yang
melandasinya seperti yang biasanya tersurat dan juga tersirat dalam
ketetapan-ketetapan Undang-undang Dasar, Undang-undang Pendidikan dan
peraturan-peraturan lain mengenai pendidikan dan pengajaran.

C. Tujuan Pendidikan Nasional


Tujuan pendidikan nasional dalam Undang-undang No. 20, Tahun 2003,
menyebutkan bahwa “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab”.
Tujuan pendidikan nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan
mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman
dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur,
memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani,
kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab
kemasyarakatan dan kebangsaan.
Pendidikan sebagai alat perjuangan integritas nasional dimulai sejak
pergerakan kebangsaan melawan penjajah sekitar dasawarsa pertama awal
abad XX, dengan tujuan untuk mencapai kemerdekaan bangsa. Setelah

9
tercapai kemerdekan Indonesia pada 17 Agustus 1945, pembangunan satu
kesatuan sistem pendidikan dilaksanakan untuk mewujudkan cita-cita negara
kebangsaan yang dapat melindungi kedaulatan, menjamin persatuan dan
kesatuan, kesejahteraan, keamanan, dan keadilan bagi warga negaranya. Di
era reformasi seperti sekarang ini, pengembangan pendidikan nasional telah
semakin maju dan diharapkan lebih dapat memberikan kemakmuran bagi
warganya, di samping persatuan dan kesatuan bangsa serta pembentukan
kepribadian dan budaya bangsa.
Mencermati tujuan pendidikan nasional yang tertuang di dalam dokumen
peraturan perundang-undangan dapat diketahui bahwa:
1. Pada umumnya tujuan pendidikan nasional dirumuskan secara idealis.
Pendidikan selalu ingin diarahkan untuk mencapai suatu keadaan ideal
dan serba sempurna akan tetapi belum pernah dapat dicapai dan terwujud
sampai sekarang.
2. Indikasi sosok yang susila atau berbudi pekerti luhur, cakap dan terampil,
serta bertanggung jawab adalah ciri-ciri sosok manusia Indonesia yang
dicita-citakan yang ingin diwujudkan dalam beberapa kali rumusan
tujuan pendidikan.
3. Rumusan tujuan pendidikan disusun seiring dengan hasil idealisasi
kebutuhan masyarakat ketika rumusan itu dibuat. Misalnya rumusan yang
dibuat tahun 1950 dan 1954 idealisasi sosok manusia Indonesia adalah
sosok manusia Indonesia yang susila, cakap, demokratis dan bertanggung
jawab. Tentu saja itu mencerminkan kondisi Indonesia saat itu. Berbeda
dengan UU Nomor 20 Tahun 2003, idealisasi manusia Indonesia adalah
sosok yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Hal ini
mengindikasikan bahwa sosok manusia yang dibutuhkan bangsa
Indonesia di awal milenium ketiga ini lebih memiliki kemampuan
lengkap.

10
Berdasar kenyataan tersebut, kebijakan pendidikan serta praksis
pendidikan harus selalu didasarkan pada landasan pendidikan yang telah
disepakati. Dengan demikian praksis pendidikan tidak akan kehilangan arah,
serta tidak akan menyimpang dari landasannya.

D. Isu-isu Pendidikan Nasional dan Kebudayaan


1. Sistem Pendidikan Nasional Dan Permasalahannya
Undang-undang No. 20 Tahun 2003 yang kita anggap sebagai sumber
utama gagasan sistem pendidikan nasional. Oleh karena itu, mungkin
masih terlalu dini untuk menilai realisasi serta pelaksanaannya di
lapangan. Peraturan-peraturan pemerintah yang membe-rikan pedoman
pelaksanaannya belum disusun. Setelah ketentuan-ketentuan dalam
peraturan-peraturan pemerintah itu disusun barulah dapat dirancang
kegiatan-kegiatan pelaksanaannya. Berdasarkan gambaran di atas, dapat
diperkirakan bahwa realisasi pelaksanaan undang-undang mengenai sistem
pendidikan nasional secara utuh akan masih memerlukan waktu.
Masyarakat mungkin menaruh harapan yang besar akan kemampuan
undang-undang ini dalam menangani masalah-masalah pendidikan. kesan
bahwa semua persoalan pendidikan akan bisa diselesaikan setidak-
tidaknya akan lebih mudah diselesaikan setelah undang-undang ini
diberlakukan. Harapan semacam itu mungkin agak berlebihan, karena
fungsi utama undang-undang ini pada dasarnya adalah sebagai sumber
acuan untuk memulai langkah-langkah pembenahan dalam upaya
pendidikan. Masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk membuat
hal-hal yang diatur dalam undang ini menjadi suatu kenyataan.
Perlu disadari bahwa UU No. 20 Tahun 2003 tidak mungkin dapat
mengatur semua kegiatan pendidikan yang terjadi di lapangan. Undang-
undang pendidikan nasional hanya mampu memberikan arah, dan
memberikan prinsip-prinsip dasar untuk menuju arah tersebut, serta
mengatur prosedurnya secara umum. Realitas pelaksanan pendidikan di
lapangan akan banyak ditentukan oleh petugas yang berada di barisan

11
paling depan, yaitu guru, kepala sekolah dan tenaga-tenaga kependidikan
lainnya.
Dalam masalah pedidikan, perhatian pemerintah masih terasa sangat
minim. Gambaran ini tecermin dari beragamnya masalah pendidikan
yang makin rumit. Dampak dari pendidikan yang semakin buruk itu
membuat negeri kita kedepannya makin terpuruk. Dalam lingkup
nasional, telah ditetapkan empat masalah pokok pendidikan yang dirasa
perlu untuk diprioritaskan penanggulangannya. Empat masalah pokok
tersebut yaitu:
a. Masalah Pemerataan Pendidikan
Masalah pemerataan pendidikan adalah persoalan tentang
bagaimana sistem pendidikan dapat menyediakan kesempatan yang
seluas-luasnya bagi seluruh warga negara untuk mendapatkan
pendidikan. Permasalahan ini timbul akibat masih banyaknya anak
usia sekolah yang belum bisa ditampung dalam suatu lembaga
pendidikan karena kurangnya fasilitas serta sarana yang disediakan,
seperti gedung-gedung sekolah, tenaga pengajar, dan alat serta media
belajar. Walaupun pemerintah telah membuat Undang-Undang yang
mengatur permasalahan pendidikan, bukan berarti tujuan yang
dicantumkan dalam Undang-Undang tersebut bisa terealisasi sesuai
harapan. Undang- Undang tersebut kemudian dijadikan sebagai
landasan pelaksanaan upaya pemerataan pendidikan guna mengejar
ketertinggalan bangsa kita akibat penjajahan.
Permasalah pemerataan pendidikan ini merupakan salah satu
permasalahan yang penting untuk diperhatikan. Utamanya
pemberian pendidikan dasar yang memang sangat penting bagi
masyarakat untuk mempersiapkan diri menghadapi perkembangan
kehidupan. Pemberian pendidikan dasar di Sekolah dasar dapat
memberikan bekal yang berarti dalam perkembangan pendidikan
selanjutnya. Seperti kemampuan membaca, menulis dan berhitung
yang dapat dikembangkan oleh masingmasing individu dalam

12
mengikuti perkembangan kemajuan melalui berbagai media dan
sumber belajar yang tersedia. Dengan demikian individu-individu
tersebut tidak akan terbelakang dan menjadi penghambat dalam
pembangunan.
Untuk pendidikan formal atau persekolahan, terdapat
kebijaksanaan penyediaan memperoleh kesempatan pendidikan dari
setiap jenjang pendidikan yang ditempuh. Pada jenjang pendidikan
dasar, kebijaksanaan tersebut berdasarkan pada faktor kuantitatif,
yaitu pemberian bekal dasar pendidikan yang sama kepada seluruh
warga negara. Pada jenjang pendidikan menengah dan atas,
kebijakan tersebut lebih didasarkan atas pertimbangan kualitatif dan
relevansi, yaitu minat dan kemampuan peserta didik, keperluan
tenaga kerja, dan keperluan pengembangan masyarakat, kebudayaan,
ilmu dan teknologi.
Untuk pendidikan informal atau luar sekolah, usaha
pemerataan pendidikan dapat berjalan dengan pesat. Hal ini
dikarenakan oleh dua faktor, pertama yaitu faktor perkembangan
iptek yang menawarkan berbagai macam alternatif model pendidikan
untuk memperluas pelayanan kesempatan belajar serta menambah
pengetahuan mengenai teknologi. Faktor kedua yaitu faktor konsep
pendidikan sepanjang hidup yang tidak membatasi usia seseorang
untuk menuntut ilmu dan tidak terbatas hanya pada sarana-prasarana
pendidikan yang tersedia.
Pemecahan Masalah Pemeratan Pendidikan
Permasalahan pemerataan pendidikan ini dapat dipecahkan
melalui beberapa cara. Cara-cara tersebut bisa secara langsung pada
sarana pendidikan atau pada pelaku pendidikan. Pada sarana
pendidikan, dapat dilakukan misalnya melalui cara pembangunan
gedung sekolah baru di daerah-daerah pinggiran, perbaikan dan
penggantian gedung sekolah yang tidak layak pakai serta pengadaan

13
sistem double sift (bergantian pagi dan sore) untuk penggunaan
gedung sekolah agar penggunaannya bisa merata.
Sedangkan pada pelaku pendidikan dapat ditempuh dengan
cara memberlakukan beberapa alternatif sistem pembelajaran baru.
Seperti sistem pendidikan oleh masyarakat, orang tua dan guru
sehingga proses belajar bisa terjadi dimanapun, pengadaan sekolah
dasar kecil di daerah terpencil untuk mengenalkan pendidikan bagi
masyarakat pinggiran, sistem guru kunjung, sekolah terbuka,
menggalakkan pendidikan luar sekolah seperti kejar paket A, B dan
C, serta mengembangkan sistem belajar jarak jauh seperti
teleconverse dan e-learning.
b. Masalah Mutu Pendidikan
Masalah mutu pendidikan muncul ketika hasil pendidikan belum
mencapai taraf seperti yang diharapkan. Rendahnya kualitas Sumber
Daya Manusia pendidikan dan sistem pendidikan yang kita pakai
dapat menjadi penyebab dari permasalahan di atas. Banyaknya pelajar
Indonesia masih belajar dalam taraf menghafal saja. Dimana hanya
berbekal hafalan tidak membuat tambahnya suatu kecerdasan maupun
tambahnya kedewasaan seseorang. Di dalam belajar seharusnya
disertai pemahaman terhadap suatu materi, sehingga pemahaman
tersebut akan benar-benar menancap pada otak pelajar. Dan pada
akhirnya, ketika ia harus terjun dalam masyarakat ia akan benar-benar
bisa mengaplikasikan ilmu yang pernah ia pelajari tersebut.
Mutu pendidikan dapat diketahui pada kualitas keluarannya.
Masyarakat tidak akan melihat proses bagaimana ia belajar. Yang
dilihat hanyalah hasil akhir dari sekian lama ia menempuh pendidikan.
Permasalahan yang banyak muncul sekarang adalah, apakah kualitas
keluaran dari sistem pendidikan itu termasuk dalam pribadi yang
benarbenar berkualitas sebagai manusia pembangunan. Dalam hal ini
mampu membangun dirinya sendiri dan lingkungannya. Tetapi jelas
tidak mudah mengukur mutu produk keluaran tersebut. Hal inilah

14
yang membuat Masyarakat menilai seseorang hanya pada hasil
keluarannya saja, tanpa melihat proses pembelajaran dan proses
mendapatkan keluaran tersebut.
Padahal sangat jelas, bahwa hasil belajar yang bermutu hanya
mungkin dicapai melalui proses belajar yang bermutu. Jika proses
belajar tidak optimal, maka akan sulit mendapat hasil yang maksimal.
Tapi bila proses belajar tidak optimal tetapi hasil yang dicapai baik,
maka bisa dipastikan bahwa hasil yang dicapai itu semu. Ironisnya
banyak sekali kejadian yang demikian tersebut terjadi di kehidupan
kita sekarang.
Jadi dari sini dapat diketahui bahwa pokok permasalahan mutu
pendidikan terletak pada masalah pemrosesan pendidikan. Dalam
proses belajar itu sendiri juga diperlukan dukungan dari komponen
pendidikan seperti peserta didik, tenaga kependidikan, kurikulum,
sarana pembelajaran dan masyarakat sekitar. Tapi dukungan yang
diberikan pun juga tergantung pada kualitas dan kerjasama komponen
pendidikan untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
Mutu komponen pendidikan juga tergantung pada letak geografis
tempat dimana komponen pendidikan itu berada. Umumnya diketahui
bahwa di daerah pedesaan utamanya daerah terpencil mutu komponen
pendidikannya lebih rendah daripada di daerah perkotaan. Usaha
pemerataan pendidikan bertujuan untuk memeratakan mutu
pendidikan di setiap jenjang agar terjadi peningkatan mutu pendidikan
di setiap daerah, baik itu desa maupun kota sesuai dengan situasi dan
kondisinya masing-masing.
Pemecahan Masalah Mutu Pendidikan
Sasaran pemecahan masalah mutu pendidikan adalah perbaikan
kualitas komponen pendidikan dan mobilitas komponen-komponen
tersebut. Upaya pemecahan permasalahan ini dapat ditempuh dengan
cara:

15
1) Seleksi yang lebih ketat terhadap calon yang akan masuk ke
sekolah lanjutan atau tempat kerja.

2) Pelatihan dan pengembangan kemampuan tenaga pendidikan


melalui latihan, penataran, seminar, dan lain-lain.

3) Penyempurnaan dan pemantapan kurikulum agar tidak mudah


mengalami perubahan.

4) Pembangunan sarana prasarana yang dapat mendukung kegiatan


belajar.

5) Penggunaan alat peraga, buku paket dan laboratoriun secara tepat


guna.

6) Pemantapan peraturan dalam berbagai ujian, baik itu ujian


sekolah atau ujian kenegaraan.

7) Pengawasan dan penelitian proses pendidikan oleh penilik ke


setiap sekolah

c. Masalah Efisiensi Pendidikan


Masalah efisiensi pendidikan membahas bagaimana sistem
pendidikan memanfaatkan sumber daya pendidikan yang ada untuk
mencapai tujuan pendidikan. Hal ini tergantung bagaimana penggunan
dari sumber daya tersebut. Akan dikatakan mempunyai efisiensi tinggi
apabila penggunannya hemat dan tepat sasaran. Dan bila sebaliknya,
maka efisiensinya rendah. Sumber daya yang dimaksud di sini antara
lain adalah tenaga kependidikan dan sarana prasarana pendidikan.
Masalah efisiensi tenaga kependidikan umumya meliputi masalah
pengangkatan dan penempatan. Permasalahan pengangkatan terletak
pada ketidakseimbangan antara jatah pengangkatan yang telah
ditentukan dengan jumlah tenaga yang tersedia. Hal ini dapat
menyebabkan kemubadziran tenaga pendidik, karena jatah

16
pengangkatan jauh lebih kecil dari jumlah tenaga yang tersedia.
Sehingga banyak tenaga pendidik banting setir mencari mata
pencaharian yang tidak sesuai dengan keterampilannya mengajar.
Padahal tenaga pendidik tidak dipersiapkan untuk berwirausaha.
Permasalahan penempatan banyak terjadi pada guru bidang studi.
Masalah terletak pada ketidaksesuaian penempatan keahlian guru
dengan kebutuhan di lapangan. Guru-guru yang menjadi korban dari
permasalahan ini terpaksa merangkap mengajarkan bidang studi di
luar kewenangannya. Hal ini dikarenakan terbatasnya jumlah
pengangkatan guru di suatu sekolah, selain itu sulitnya menjaring
tenaga yang bersedia ditempatkan di daerah terpencil sehingga
menyebabkan kekurangan tenaga pengajar. Permasalahan penempatan
tenaga pengajar ini dapat menyebabkan ketidakefisienan dalam
memfungsikan tenaga guru.
Masalah efisiensi sarana prasarana lebih tertuju pada kurang
matangnya perencanaan penggunaan, selain itu juga karena perubahan
kurikulum. Permasalahan kurang matangnya perencanan misalnya
pada pembangunan gedung-gedung sekolah tanpa memperhatikan
lokasinya. Akibatnya banyak sekolah kekurangan murid dan banyak
ruangannya menjadi kosong. Contoh lain yaitu diadakannya
pendistribusian sarana pembelajaran tanpa dibarengi dengan
pembekalan kemampuan, sikap dan keterampilan. Hal ini
menyebabkan kemubadziran, karena sarana tersebut akhirnya tidak
terpakai dan peningkatan efektifitas belajar pun gagal direalisasikan.
Perubahan kurikulum biasanya mengakibatkan tidak terpakainya lagi
buku paket siswa, pegangan guru dan perangkat belajar lainnya karena
harus diganti dengan yang baru. Selain itu pengadaan pelatihan dan
penataran kurikulum baru itu jelas memakan biaya yang tidak sedikit.
Dan akhirnya pemborosan pun tidak bisa dielakkan lagi.
Pemecahan Masalah Efisiensi Pendidikan

17
Permasalah efisiensi pendidikan lebih mengarah pada masalah
kualitas, tentu saja ini dapat di pecahkan melalui pendekatan teknologi
pendidikan.Hal tersebut dapat ditempuh melalui cara-cara pendekatan
sistem, berorientasi pada peserta, dan pemanfaatan sumber belajar.
Prinsip pendekatan sistem berarti bahwa penyelenggaraan pendidikan
dan pembelajaran perlu didesain atau dirancang dengan menggunakan
pendekatan sistem. Dalam merancang pembelajaran diperlukan
langkahlangkah prosedural meliputi: identifikasi masalah, analisis
keadaan, identifikasi tujuan, pengelolaan pembelajaran, penetapan
metode, penetapan media evaluasi pembelajaran. Prinsip berorientasi
pada peserta didik berarti bahwa dalam pembelajaran hendaknya
memusatkan perhatiannya pada peserta didik dengan memperhatikan
karakteristik, minat, potensi dari peserta didik. Prinsip pemanfaatan
sumber belajar berarti dalam pembelajaran peserta didik hendaknya
dapat memanfaatkan sumber belajar untuk mengakses pengetahuan
dan keterampilan yang dibutuhkannya. Keberhasilan pembelajaran
yang dilakukan dalam satu kegiatan pendidikan adalah bagaimana
pesera didik dapat belajar, dengan cara mengidentifikasi,
mengembangkan, mengorganisasi, serta menggunakan segala macam
sumber belajar. Dengan demikian upaya pemecahan masalah dalam
pendekatan teknologi pendidikan adalah dengan mendayagunakan
sumber belajar.

d. Masalah Relevansi Pendidikan


Relevansi menurut kamus besar bahasa Indonesia berarti
hubungan atau kaitan. Maksudnya yaitu hubungan antara hasil
keluaran (output) pendidikan dengan sumber daya manusia yang
dibutuhkan oleh pembangunan. Tugas pendidikan yaitu menyiapkan
sumber daya manusia untuk pembangunan. Masalah relevansi
pendidikan mencakup sejauh mana sistem pendidikan mampu
menghasilkan output dari proses pembelajaran yang sesuai dengan

18
kebutuhan pembangunan. Output pendidikan diharapkan mampu
mengisi semua sektor pembangunan yang beraneka ragam. Jika
system pendidikan mampu menghasilkan output yang baik, potensial
dan memenuhi kriteria yang dibutuhkan, maka relevansi pendidikan
dianggap tinggi.
Umumnya output yang dihasilkan oleh suatu sistem pendidikan
jumlahnya lebih besar daripada tenaga yang dibutuhkan di lapangan.
Namun sebaliknya, ada tenaga kerja yang dibutuhkan di lapangan, tapi
kurang diproduksi atau bahkan tidak diproduksi. Ketidakseimbangan
ini tentunya dapat menambah permasalahan dalam dunia pendidikan.
Jumlah output yang lebih besar daripada tenaga yang dibutuhkan
menyebabkan terjadinya penumpukan jumlah tenaga kerja yang
menunggu pekerjaan setiap tahunnya. Hal lain yang mendukung
masalah relevansi pendidikan yaitu masalah penyebaran penduduk.
Penyebaran penduduk di Indonesia tidak merata. Ada daerah yang
padat penduduk, terutama di kota-kota besar dan daerah yang jarang
penduduk yaitu di daerah pedalaman khususnya daerah terpencil yang
berlokasi di pegununugan dan pulau-pulau. Permasalahan ini dapat
menimbulkan perbedaan kebudayaan dan pandangan hidup mereka.
Masyarakat yang hidup di perkotaan umumnya mampu berfikir
moderen dan mempunyai orientasi ke depan, sedangkan masyarakat
pedalaman biasanya sudah merasa puas dengan apa yang dimilikinya
tanpa ada usaha untuk maju. Hal inilah yang membuat kelompok
masyarakat pedalaman kurang ikut berperan serta dalam
pembangunan. Tugas pendidikan ialah menyadarkan mereka akan
ketertinggalannya danmemperkenalkan bagaimana cara menyediakan
sarana kehidupan. Dalam hal ini pendidikan juga berperan dalam hal
transformasi budaya, dan selalu bertumpu pada kebudayaan nasional.
Sedangkan kebudayaan nasional sendiri selalu berkembang sesuai
dengan perkembangan zaman. Jika sistem pendidikan mampu
menggapai masyarakat keterbelakangan kebudayaan tersebut, maka

19
pendidikan mampu melibatkan masyarakat tersebut dalam
pembangunan. Dengan ini maka relevansi dianggap terjadi.
Pemecahan Masalah Relevansi Pendidikan
Permasalahan relevansi pendidikan dapat dipecahkan mealui caracara
seperti:
1) Perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan
yang bermutu tinggi agar tercipta manusia yang berkualitas tinggi
sehingga meningkatkan relevansi pendidikan dengan kebutuhan
dunia usaha dan industri.
2) Peningkatan kemampuan akademik, profesionalisme dan jaminan
kesejahteraan tenaga kependidikan sehingga mampu berfungsi
secara optimal, terutama dalam peningkatan pendidikan watak
dan budi pekerti agar dapat menunjukkan apa yang pernah ia
dapatkan selama menempuh pendidikan.
3) Melakukan pembaharuan sistem pendidikan, termasuk kurikulum.
Seperti menyusunan kurikulum yang mengacu pada standar
nasional yang berlaku secara nasional dan lokal sesuai dengan
kepentingan setempat.
4) Memberdayakan lembaga pendidikan, baik formal, nonformal,
maupun informal. Juga meningkatkan partisipasi keluarga dan
masyarakat yang didukung oleh sarana dan prasarana yang
memadai.
5) Mengembangkan kualitas sumber daya manusia sedini mungkin
secara terarah, terpadu, dan menyeluruh agar generasi muda dapat
berkembang secara optimal disertai hak, dukungan, dan lindungan
sesuai dengan potensinya.
6) Pemberdayaan lembaga pendidikan baik formal dan nonformal di
dalam pembentukan dan pengembangan kualitas SDM sedini
mungkin, termasuk penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi
serta peningkatan keimanan dan ketakwaan secara terarah,
terpadu, dan berkelanjutan.

20
7) Memberdayakan dewan pendidikan dan komite sekolah atau
madrasah sebagai wujud peran serta masyarakat dalam
peningkatan mutu pelayanan pendidikan yang meliputi
perencanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan.
Pendidikan mempunyai hubungan yang erat dengan
pembangunan. Pendidikan berperan untuk menyiapkan sumber daya
manusia untuk pembangunan. Karena pembangunan selalu berubah
mengikuti tuntutan zaman, maka pendidikan pun juga harus bisa
mengimbangi. Sebagai akibatnya, permasalahan yang dihadapi oleh
dunia pendidikan pun semakin luas. Hal ini dikarenakan sasaran
pendidikan adalah manusia yang merupakan pelaku dalam kegiatan
pembangunan serta usaha pendidikan yang mempunyai orientasi ke
depan dan harus dapat dijangkau oleh pemikiran manusia.
Permasalahan yang timbul antara lain seperti masalah pemerataan
pendidikan, masalah mutu pendidikan, masalah efisiensi pendidikan,
dan masalah relevansi pendidikan.
Untuk memecahkan permasalahan-permasalahn tersebut
diperlukan rumusan tentang berbagai masalah yang bersifat pokok
agar pemecahannya pun bisa tepat sasaran. Keempat permasalahan
yang timbul tersebut dapat teratasi jika pendidikan mampu untuk:
1) Menyediakan kesempatan pemerataan belajar, artinya mampu
menampung semua warga negara yang butuh pendidikan dalam
suatu wadah pendidikan.
2) Mencapai hasil pendidikan yang bermutu, artinya perencanaan
dan proses belajar telah sesuai dengan tujuan sistem pendidikan
yang telah ditetapkan
3) Terlaksana secara efisien, artinya pemrosesan pendidikan sesuai
dengan rancangan dan tujuan yang telah ditulis dalam
perencanaan.

21
4) Menghasilkan produk bermutu yang relevan, artinya output yang
dihasilkan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan
pembangunan.
Namun yang terjadi sekarang, hal-hal diatas belum dapat dipenuhi
oleh sistem pendidikan yang ada di negara kita.
2. Permasalahan Aktual Pendidikan Di Indonesia
Permasalahan aktual berupa kesenjangan-kesenjangan antara apa yang
diharapkan dengan hasil yang dapat dicapai dari proses pendidikan yang
pada saat ini kita hadapi perlu ditanggulangi secepatnya. Permasalahan
aktual pendidikan meliputi masalah-masalah keutuhan pencapaian
sasaran, kurikulum, peranan guru, pendidikan dasar 9 tahun, dan
pendayagunaan teknologi pendidikan.
Masalah aktual dibagi menjadi dua, yaitu mengenai konsep dan
mengenai pelaksanaannya. Misalnya, munculnya kurikulum baru
merupakan masalah konsep. Maksudnya, apakah kurikulum tersebut
cukup andal secara yuridis dan secara psikologis ataukah tidak. Jika tidak,
timbulah masalah pelaksanaan atau masalah operasional.Berikut masalah
aktual pendidikan yang ada di Indonesia
a. Masalah keutuhan pencapaian sasaran
Pada Undang-Undang No 2 Tahun 1989 tentang sistem pendidikan
nasional bab II pasal 4 telah dinyatakan bahwa tujuan pendidikan
nasional ialah mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya.
Kemudian dipertegas lagi di dalam GBHN butir 2a dan b tentang arah
dan tujuan pendidikan bahwa yang dimaksud dengan manusia utuh
adalah manusia yang sehat jasmani dan rohani, manusia yang memiliki
hubungan vertical (dengan Tuhan), horizontal (dengan lingkungan dan
masyarakat), dan konsentris (dengan diri sendiri); yang berimbang
antara duniawi dan ukhrawi. Tetapi di dalam pelaksanaanya
pendidikan afektif belum ditangani semestinya. Kecenderungan
mengarah kepada pengutamaan pengembangan aspek kognitif. Untuk
itu banyak hambatan yang perlu dihadapi untuk mencapai sasaran

22
secara utuh. Adapun hambatan yang harus dihadapi adalah sebagai
berikut:
a. Beban kurikulum sudah terlalu sarat.
b. Pendidikan afektif sulit diprogramkan secara eksplisit, karena
dianggap menjadi bagian dari kurikulum tersembunyi yang
keterlaksanaannya sangat tergantung kepada kemahiran dan
pengalaman guru.
c. Pencapaian hasil pendidikan afektif memakan waktu, sehingga
memerlukan ketekunan dan kesabaran pendidik.
d. Penilai hasil pendidikan afektif tidak mudah.
b. Masalah Kurikulum
Begitu banyak masalah-masalah kurikulum dan pembelajaran
yang dialami Indonesia. Masalah-masalah ini turut andil dalam
dampaknya terhadap pembelajaran dan pendidikan Indonesia. Masalah
kurikulum meliputi masalah konsep dan masalah pelaksanaannya.
Sumber masalahnya ialah bagaimana sistem pendidikan dapat
membekali peserta didik untuk terjun ke lapangan kerja (bagi yang
tidak melanjutkan sekolah) dan memberikan bekal dasar yang kuat
untuk ke perguruan tinggi (bagi mereka ingin lanjut).Berikut ini adalah
beberapa masalah kurikulum:
a. Kurikulum pendidikan Indonesia terlalu kompleks
Jika dibandingkan dengan kurikulum pendidikan di negara
maju, kurikulum yang dijalankan di Indonesia terlalu kompleks.
Hal ini akan berakibat bagi guru dan siswa. Siswa akan terbebani
dengan segudang materi yang harus dikuasainya. Sehingga siswa
harus berusaha keras untuk memahami dan mengejar materi yang
sudah ditargetkan. Kedua hal tersebut akan mengakibatkan
ketidakpahaman siswa terhadap keseluruhan materi yang
diajarkan.
Siswa akan lebih memilih untuk mempelajari materi dengan
hanya memahami sepintas tentang materi tersebut. Selain

23
berdampak pada siswa, guru juga akan mendapat dampaknya.
Tugas guru akan semakin menumpuk dan kurang maksimal dalam
memberikan pengajaran. Guru akan terbebani dengan pencapaian
target materi yang terlalu banyak, sekalipun masih banyak siswa
yang mengalami kesulitan, guru harus tetap melanjutkan materi.
Hal ini tidak sesuai dengan peran guru.
b. Seringnya berganti nama
Kurikulum pendidikan di Indonesia sering sekali mengalami
perubahan. Namun, perubahan tersebut hanyalah sebatas
perubahan nama semata. Tanpa mengubah konsep kurikulum,
tentulah tidak akan ada dampak positif dari perubahan kurikulum
pendidikan Indonesia.
Pengubahan nama kurikulum pendidikan tentulah memerlukan
dana yang cukup banyak. Apabila dilihat dari sudut pandang
ekonomi, alangkah baiknya jika dana tersebut digunakan untuk
bantuan pendidikan yang lebih berpotensi untuk kemajuan
pendidikan.

c. Kurangnya sumber prinsip pengembangan


Pengembangan kurikulum pendidikan tentu saja berdasarkan
sumber prinsip, untuk menunjukan dari mana asal mula lahirnya
suatu prinsip pengembangan kurikulum. Sumber prinsip
pengembangan kurikulum yang dimaksud adalah data empiris
(pengalaman yang terdokumentasi dan terbukti efektif), data
eksperimen (temuan hasil penelitian), cerita/legenda yang hidup di
masyarakat (folklore of curriculum), dan akal sehat (common
sense).
Namun dalam fakta kehidupan, data hasil penelitian (hard data)
itu sifatnya sangat terbatas. Terdapat banyak data yang bukan
diperoleh dari hasil penelitian juga terbukti efektif untuk
memecahkan masalah-masalah yang komploks, diantaranya adat

24
kebiasaan yang hidup di masyarakat (folklore of curiculum). Ada
juga hasil pemikiran umum atau akal sehat (common sense).
c. Masalah Peranan Guru
Sejalan dengan pengembangan IPTEK yang pesat dan realisasinya
dipandu oleh kurikulum yang selalu disempurnakan, maka guru
sebagai suatu komponen sistem pendidikan juga harus berubah. Dari
sisi kebutuhan murid, guru tidak mungkin seorang diri melayaninya.
Untuk memandu proses pembelajaran murid ia dibantu oleh sejumlah
petugas lainnya seperti konselor (guru BP), pustakawan, laboran, dan
teknisi sumber belajar.
Seorang guru diharapkan mampu mengelola proses pembelajaran
(sebagai manajer), menunjukkan tujuan pembelajaran (direktor),
mengorganisasikan kegiatan pembelajaran (koordinator),
mengkomunikasikan murid dengan berbagai sumber belajar
(komunikator), menyediakan dan memberikan kemudahan-kemudahan
belajar (fasilitator), dan memberikan dorongan belajar (stimulator).
Pada dasarnya ada dua masalah pokok yang dihadapi oleh dunia
pendidikan di Indonesia yaitu mengenai bagaimana pengupayaan agar
semua warga Negara dapat menikmati kesempatan pendidikan serta
pendidikan dapat membekali peserta didik dengan keterampilan kerja
yang mantap untuk dapat terjun kedalam kancah kehidupan
bermasyarakat. Jenis-jenis permasalah pokok pendidikan yang
diprioritaskan penanggulangannya di Indonesia yaitu masalah
pemerataan pendidikan, masalah mutu pendidikan, masalah efisiensi
pendidikan dan masalah relevansi pendidikan.

25
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwasistem pendidikan nasional
adalah kesatuan integral dari sejumlah unsur pendidikan yang saling
berpengaruh, terarah kepada pencapaian tujuan pendidikan yang akan
menghasilkan keluaran atau tamatan yang berkualitas demi kemanjuan
bangsa dan negara. Sistem pendidikan nasional juga memiliki tujuan dan
fungsi, dimana kita sebagai penerus bangsa harus mewujudkan tujuan
tersebut agar bangsa kita menjadi bangsa yang maju dengan pendidikan yang
bekualitas dan dapat melahirkan generasi bangsa yang cerdas.
Penyelenggaraan sistem pendidikan nasional tesebut juga ditunjang dengan
pengajaran dan perkembangan IPTEK yang ada, sehingga semua itu menjadi
satu kesatuan yang saling melengkapi.
B. Saran
Kita harus belajar dengan bersungguh-sungguh, bukan menjadi yang
terjenius diantara yang lain, tetepi jadilah seseorang yang mampu memberi
dan membagi apa yang kita miliki. Bukan menjadi yang terpandai untuk diri
sendiri, tetapi pahami sekitar untuk memperkaya wawasan dan pemahaman.
Dan untuk pemerintah ataupun pendidik, sebaiknya terapkan sistem yang
dimana dapat merubah sistem pendidikan menjadi sistem yang
menyenangkan.

26
DAFTAR PUSTAKA

Aris Fatuh. 2006. Isu-isu Pendidikan Nasional. [online]. Tersedia:


https://aristhu03.files.wordpress.com/2006/10/isuisupendidikannasional.pd
f. [15 Oktober 2017].
Sarasawati Ria, dkk, Isu-isu Kritis Dalam Pendidikan, UNJ Press, Jakarta, 2016.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Undang-Undang Tahun 1950 tentang Pendidikan UUD 1945 BAB XIII tentang
pendidikan dan kebudayaan.

27

Anda mungkin juga menyukai