Anda di halaman 1dari 11

MASALAH PERKEMBANGAN SOSIAL EMOSIONAL

Posted in
05.05

MAKALAH
PERMASALAHAN SOSIAL EMOSIONAL PADA ANAK USIA DINI
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Permasalahan AUD
Dosen : Eneng Sri Susilawati, M.Pd.

Disusun oleh :
KELOMPOK : 5

DEWI ANGGRAENI (4322314040008)


ENANG MUSNAENI (4322314040014)

Semester V

PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI


SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
SETIA BUDHI RANGKASBITUNG
2016

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesehatan jasmani
dan rohani sehingga kita masih tetap bisa menikmati indahnya alam semesta ini.
Alhamdulillah berkat petunjuk dan karunia Allah SWT serta kerjasama dari semua anggota yang terlibat
di dalamnya, makalah dengan judul “MASALAH PERKEMBANGAN SOSIAL EMOSIONAL ANAK USIA DINI”
dapat kami selesaikan dalam rangka memenuhi salah satu tugas mata kuliah Permasalahan Anak Usia
Dini yang dibina oleh Ibu Eneng Sri Susilawati, M.Pd.
Dan penulis memahami jika makalah ini tentu jauh dari kesempurnaan. Maka, kritik dan saran yang
membangun sangat kami butuhkan guna memperbaiki karya-karya kami dilain waktu.

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah........................................................................................ 2
C. Tujuan.......................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Perkembangan Sosial Emosional................................................................. 3
1. Pengertian Perkembangan Sosial Emosional.......................................... 3
2. Perkembangan Sosial Emosional Anak Usia 4-6 Tahun......................... 4
B. Permasalahan Sosial pada Anak Usia Dini................................................. 6
1. Permasalahan Perilaku Sosial ................................................................ 6
2. Faktor Terbentuknya Perilaku Sosial yang Bermasalah ........................ 10
3. Penanganan Masalah Perilaku Sosial...................................................... 12
C. Permasalahan Emosional pada Anak Usia Dini.......................................... 13
1. Jenis Permasalahan Emosi pada Anak.................................................... 13
2. Faktor Timbulnya Penyebab Permasalahan Emosi................................. 17
BAB III PENUTUP............................................................................................... 18
A. Kesimpulan.................................................................................................. 18

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................ 19

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dinamika kehidupan, perkembangan zaman termasuk perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan,
teknologi, dan seni tidak seluruhnya membawa kehidupan ini menjadi lebih teratur, tenteram, damai,
dan bahagia. Kondisi tersebut justru menjadikan kehidupan ini semakin kompleks, bahkan menyebabkan
dunia ini semakin sulit untuk didiami, dikendalikan, dan dinikmati. Dari hari ke hari kehidupan di dunia
ini nampaknya semakin meningkat kesibukannya, bahkan waktu 24 jam seolah tidak cukup untuk
memfasilitasi keseluruhan aktivitas kehidupan yang ada di dalamnya.
Apakah keadaan kehidupan seperti ini berpengaruh pada perkembangan sosial emosional anak?
Berdasarkan hasil-hasil penelitian terhadap perilaku dan sikap sosial emosional anak, keadaan
kehidupan saat ini sangat besar pengaruhnya terhadap perilaku anak. Keadaan lingkungan kehidupan
saat ini banyak berakibat buruk terhadap perkembangan dan kehidupan sosial emosional anak. Ternyata
kehidupan yang teramat sibuk, mengakibatkan timbulnya tekanan-tekanan pada sosial emosional anak
sehingga berdampak pada anak-anak zaman sekarang, yaitu menjadi lebih mudah kesal dan marah
terutama dalam menanggapi segala sesuatu mengenai dirinya.
Kecenderang perilaku tersebut tidak hanya terjadi di suatu tempat atau suatu Negara saja, tetapi hampir
merata ke seluruh dunia. Dari hasil survei terhadap para orangtua dan guru di seluruh dunia, ternyata
ditemukan bahwa generasi sekarang lebih banyak memiliki kesulitan emosi dan sosial daripada generasi
sebelumnya. Generasi sekarang lebih kesepian dan pemurung, lebih beringasan, kurang memiliki sopan
santun, mudah cemas, gugup, serta lebih implusif (Djawal Dahlan, 2000:98).
Untuk itu penulis sangat tertarik untuk membuat makalah dengan judul “Faktor yang Mempengaruhi
Perkembangan Sosial Emosional Anak” sebagai salah satu tugas Mata Kuliah Metode Pengembangan
Emosi dan Sosial.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan perkembangan sosial emosional?
2. Apa sajakah Permasalahan Sosial yang sering terjadi pada anak usia dini?
3. Apa sajakah permasalahan Emosional yang sering terjadi pada anak usia dini?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian perkembangan sosial emosional
2. Untuk mengetahui permasalah sosial yang terjadi pada anak usia dini
3. Untuk mengetahui permasalahan emosional yang terjadi pada anak usia dini

BAB II
PEMBAHASAN

A. Perkembangan Sosial dan Emosional


1. Pengertian Perkembangan Sosial dan Emosional
a. Pengertian Sosial
Menurut Plato (Nugraha, 2005 : 1.13) secara potensial (fitrah) manusia dilahirkan sebagai makhluk sosial
(zoon politicon). Syamsuddin (1995:105) mengungkapkan bahwa “sosialisasi adalah proses belajar
untuk menjadi makhluk sosial”, sedangkan menurut Loree (Nugraha, 1970 : 86) “sosialisasi merupakan
suatu proses dimana individu (terutama) anak melatih kepekaan dirinya terhadap rangsangan-
rangsangan sosial terutama tekanan-tekanan dan tuntutan kehidupan (kelompoknya) serta belajar
bergaul dengan dengan bertingkah laku, seperti orang lain di dalam lingkungan sosialnya.
Muhibin (1999:35) mengatakan bahwa perkembangan sosial merupakan proses pembentukan social self
(pribadi dalam masyarakat), yakni pribadi dalam keluarga, budaya, bangsa dan seterusnya. Adapun
Harlock (1978 : 250) mengutarakan bahwa perkembangan sosial merupakan pemerolehan kemampuan
berperilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial.
Jadi dapat disimpulkan bahwa perkembangan sosial adalah kemampuan seseorang dalam berperilaku di
dalam lingkungan sekitarnya (masyarakat) yang sesuai dengan tuntutan sosial (norma, nilai atau
harapan sosial). Sumber : (Nugraha, 2005 : 1.13)
b. Pengertian Emosional
Emosi adalah perasaan yang ada dalam diri seseorang, dapat berupa perasaan senang atau tidak senang,
perasaan baik atau buruk. Dalam World Book Dictionary (1994 : 690) emosi didefinisikan sebagai
“berbagai perasaan yang kuat”. Perasaan benci, takut, marah, cinta, senang dan kesedihan. Macam-
macam perasaan tersebut adalah gambaran dari emosi. Goleman (1995:441) menyatakan bahwa “emosi
merujuk pada suatu perasaan atau pikiran-pikiran khasnya, suatu keadaan biologis dan psikologis serta
seraikaian kecenderungan untuk bertindak”.
Syamsudin (1990:69) mengemukakan bahwa “emosi merupakan suatu suasana yang kompleks (a
complex feeling state) dan getaran jiwa (stid up state) yang menyertai atau muncul sebelum atau
sesudah terjadnya perilaku”.
Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa perkembangan emosional adalah suatu keadaan
yang kompleks, dapat berupa perasaan ataupun getaran jiwa yang ditandai oleh perubahan biologis
yang muncul menyertai terjadinya suatu perilaku. Sumber : (Nugraha, 2005 : 1.2)
2. Perkembangan Sosial dan Emosional Anak Usia 4-6 Tahun
a. Perkembangan Pemahaman Diri
Pemahaman diri mencakup berbagai hal, seperti kesadaran diri (self-awareness), pengenalan diri (self-
recognition), konsep diri (self-concept), dan harga diri (self-esteem). Konsep diri merupakan gambaran
menyeluruh tentang atribut, kemampuan, sikap, dan nilai-nilai yang dimiliki individu, yang diyakini
olehnya memberikan gambaran tentang siapa dirinya. Harga diri merupakan bagian dari konsep diri
yang berisi penilaian seseorang tentang seberapa bernilai dirinya.
b. Perkembangan Hubungan Sosial
Pada masa kanak-kanak awal, hubungan sosial dengan teman sebayanya menjadi meningkat, terutama
dalam konteks bermain. Dalam pengamatannya terhadap perilaku anak usia 2-5 tahun, Parten (2014 :
4.43) mengidentifikasi enam kategori perilaku anak di masa kanak-kanak dalam bermain sosial dan non
sosial. Berikut penjelasannya :
1) Unoccupied Behavior
Anak tidak tampak sedang bermain, hanya mengamati hal-hal yang menarik minatnya.
2) Onlooker Behavior
Anak menghabiskan waktunya dengan mengamati anak lain bermain. Anak berbicara, bertanya, atau
membuat usulan tetapi tidak ikut bermain. Anak secara jelas mengamati kelompok anak lain dan
bukannya melakukan sesuatu yang menarik minatnya.
3) Solitary Independent Play
Anak bermain sendiri dengan mainan yang berbeda dari mainan yang dimainkan oleh anak-anak yang
ada di dekatnya dan tidak melakukan usaha apapun untuk mendekati anak lain yang sedang bermain di
dekatnya.
4) Parallel Play
Anak bermain di antara anak-anak lain dengan mainan yang sama seperti yang dimainkan oleh anak lain,
tetapi mereka bermain sendiri-sendiri dan tidak harus dalam cara yang sama. Setiap anak tidak berupaya
untuk mempengaruhi kegiatan bermain anak lain.
5) Associative Play
Anak bermain dengan anak lain, saling berbicara tentang apa yang dimainkan, saling meminjam mainan,
mengikuti satu sama lain, dan berusaha untuk mengontrol siapa yang boleh bermain di dalam kelompok.
6) Cooperative Play
Anak dalam bermain dalam kelompok yang terorganisasi untuk sejumlah tujuan, untuk membuat
sesuatu, memainkan permainan yang lebih formal, atau melakoni suatu situasi.
c. Perkembangan Kemampuan Mengarahkan Diri (Self-Regulation)
Self-Regulation merupakan kemampuan anak untuk mengarahkan perilakunya sendiri tanpa diingatkan
oleh orang tua atau orang lain. Dalam hal ini, anak mampu mengarahkan tindakannya untuk mematuhi
aturan sosial. Sebagai contoh, anak dapat mengikuti kegiatan di dalam kelas tanpa harus diingatkan oleh
guru. Beberapa anak mencapai kemampuan mengarahkan diri pada usia 4-5 tahun. Namun, ada pula
anak yang tetap bergantung pada orang dewasa untuk mengontrol perilakunya agar sejalan dengan
aturan yang diberikan.

d. Perkembangan Perilaku Sosial


Terdapat sejumlah bentuk perilaku sosial diantaranya adalah :
1) Perkembangan Perilaku Prososial
Perilaku prososial merupakan perilaku yang disengaja dengan maksud memberi keuntungan kepada
orang lain. Tingkah laku prososial mencakup perilaku-perilaku, seperti berbagi dan bekerja sama dengan
orang lain, menolong dan peduli terhadap orang lain, serta bersimpati dan memberi rasa nyaman pada
orang yang tertekan.
2) Perkembangan Empati
Empati merupakan kemampuan untuk menempatkan diri dalam posisi orang lain dan merasakan apa
yang orang lain rasakan dalam situasi tertentu. (Hildayani, 2014 : 4.31-4.37)

B. Permasalahan Sosial pada Anak Usia Dini


1. Permasalahan Perilaku Sosial
Menurut Nugraha (2005:11.10) berikut adalah beberapa permasalahan yang biasa dihadapi oleh anak
usia dini diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Maladjustment
Individu yang penyesuaian dirinya buruk disebut maladjustment. Anak yang demikian sering disebut
sebagai anak yang bermasalah. Ada dua jenis maladjustment, yaitu sebagai berikut:
1) Anak puas terhadap tingkah lakunya, tetapi lingkungan sosial tidak dapat menerima. Misalnya saja
anak bersikap sangat bossy, sok kuasa. Si anak sendiri tidak merasa ada yang salah pada dirinya,
sementara lingkungan tidak bisa menerima itu.
2) Tingkah laku diterima lingkungan sosial, tetapi menimbulkan konflik yang berkepanjangan pada anak
misalnya anak berpenampilan sopan, ramah, dan memiliki segala perilaku yang dapat diterima oleh
lingkungan, padahal itu bukan tingkah laku yang sebenarnya ingin ia tampilkan. Anak melakukan hal itu
karena terpaksa (atau bisa juga karena takut). Maladjustment umumnya disebabkan adanya penolakan
diri. Anak tidak menyukai dirinya sendiri dan juga orang lain (ketidakpuasan terhadap diri menularkan
ketidakpuasan terhadap lingkungan). Biasanya penolakan diri terjadi karena anak merasa tidak seperti
apa yang ia inginkan.
Adapun beberapa ciri yang biasa muncul pada anak bermasalah diantaranya sebagai berikut:
Menunjukkan kekhawatiran dan kecemasan yang berlebihan, Sering tampak depresi dan jarang
tersenyum atau bercanda, Suka mencuri benda-benda kecil walaupun sering dihukum, Sering tenggelam
dalam lamunan, Sering bertengkar dengan anak yang lebih kecil (tempat ia bisa menunjukkan
kekuasaan), Merasa diperlakukan tidak adil (misalnya dihukum lebih banyak dibanding anak lain), Sangat
cemas terhadap penampilan diri, Tidak mampu mengubah tingkah laku yang salah walaupun sering
dimarahi atau dihukum, Suka berbohong, Sulit mengambil keputusan, Melawan terhadap setiap bentuk
otoritas, Ngompol yang berkelanjutan, Berkata atau mengancam mau bunuh diri, Sering merusak,
Membandut untuk menarik perhatian, Menyalahkan orang lain atau mencari alasan bila ditegur, dan
Suka mengadu untuk mendapat perhatian orang dewasa.
Hal yang paling mendasar dalam mencegah timbulnya masalah maladjustment adalah usaha
meningkatkan pengenalan terhadap diri dan lebih realistik terhadap kemampuan sendiri. Dalam hal ini
dukungan lingkungan sangat berpengaruh karena usaha perbaikan akan sia-sia, bila lingkungan tetap
menuntut sesuatu yang tidak realistis.
b. Egosentrisme
Seseorang dikatakan egosentris bila lebih peduli terhadap dirinya sendiri daripada orang lain. Mereka
lebih banyak berpikir dan bicara mengenai diri sendiri dan aksi mereka semata-mata untuk kepentingan
pribadi. Umumnya, anak-anak masih egosentris dalam berpikir dan berbicara. Hal ini bisa merugikan diri
dan sosial jika berkelanjutan. Karena umumnya begitu anak memasuki dunia sekolah, egosentrisme
sedikit demi sedikit mulai berkurang.

Ada tiga hal yang mendasari egosentrisme, yaitu sebagai berikut :


1) Merasa Superior. Karena merasa superior, anak egosentris berharap orang menunggunya, memuji
sepak terjangnya, dan diberi peran pimpinan. Mereka menjadi sok berkuasa, tidak peduli terhadap
orang lain, tidak mau bekerja sama, dan sibuk bicara mengenai diri sendiri.
2) Egosentrisme karena merasa inferior. Individu akan memfokuskan semua permasalahan terhadap
diri sendiri karena merasa tidak berharga di dalam kelompok. Anak yang demikian biasanya mudah
dipengaruhi dan selalu mau disuruh orang lain. Karena selalu merasa bahwa andil mereka dalam
kelompok sangat kecil maka sering kali mereka justru diabaikan. Namun, bukan berarti mereka tidak
disukai.
3) Egosentrisme karena merasa menjadi korban. Perasaan tidak diperlakukan secara adil membuat
mereka marah kepada semua orang. Akibatnya keinginan mereka untuk ikut andil dalam kelompok
sangat kecil dan kelompok cenderung mengabaikan mereka. Apabila mereka menunjukkan
kemarahannya secara agresif maka kelompok akan menolaknya.
c. Anak yang Terisolasi
Isolated child merupakan anak yang terisolasi dari lingkungannya. Ia mengalami masalah penerimaan
sosial. Hal ini dapat terjadi karena sikap dan perilaku anak yang kurang disukai teman-temannya. Atau
anak sendiri yang tidak suka melakukan interaksi sosial, dan menjalin hubungan pertemanan. Untuk
mengidentifikasi anak yang mengalami masalah penerimaan sosial, kita dapat melakukan sosiometri
untuk menemukan siapakah anak yang paling disukai dan yang paling tidak disukai. Dengan demikian,
guru dapat menemukan anak bermasalah dan perlu membimbingnya.
Adapun kategori penerimaan anak dalam lingkungan sosial sebagai mana yang dikemukakan Hurlock
(1978:11.12), adalah sebagai berikut:
1) Star, yaitu anak yang disenangi oleh lingkungan temannya sehingga populer.
2) Accepted, anak yang cukup dapat diterima lingkungan temannya sehingga cukup populer.
3) Climber, yaitu anak yang berusaha untuk diterima oleh lingkungan teman sebayanya dengan
mengikuti keinginan/peraturan lingkungan. Anak di sini selalu takut bila tidak mengikuti akan kehilangan
teman.
4) Fringer (pinggiran), yaitu anak seperti golongan climber, tetapi lebih takut tidak diterima.
5) Ineglettee, yaitu anak yang ditolak lingkungan sebab mereka pemalu, menolak atau membuat ulah
yang negatif.
6) Isolate, yaitu anak yang terisolasi dari lingkungan teman sebayanya dapat karena tidak ada motivasi
dalam diri anak itu untuk bergaul atau anak tidak menarik bagi lingkungannya.
d. Agresif
Agresif merupakan tingkah laku menyerang baik secara fisik maupun verbal atau baru berupa ancaman
yang disebabkan adanya rasa permusuhan. Tingkah laku ini sering kali muncul sebagai reaksi terhadap
frustasi, misalnya karena dilarang melakukan sesuatu. Agresi juga sering timbul karena tingkah laku
agresif yang sebelumnya mengalami penguatan. Hal ini terjadi karena ada beberapa keluarga dimana
anak agresif justru dihargai. Selain itu tingkah laku orang tua sering dicontoh oleh anak. Biasanya tingkah
laku yang muncul pada anak dapat marah secara verbal maupun menyerang, temper tantrum, dan
merusak.
e. Negativisme
Negativisme adalah perlawanan terhadap tekanan dari pihak lain untuk berperilaku tertentu. Perilaku ini
biasanya dimulai pada anak usia dua tahun dan mencapai puncaknya antara usia tiga sampai enam
tahun. Ekspresi fisiknya mirip dengan ledakan kemarahan, namun secara bertahap berubah menjadi
penolakan secara lisan untuk menuruti perintah. Masa ini biasa juga disebut sebagai masa “berkata
tidak” karena hampir semua hampir semua permintaan dijawab anak dengan berkata “tidak”.
Negativisme ini akan menjadi masalah yang berarti jika orang dewasa kurang memahami kelaziman
masa ini. Masa ini akan berakibat buruk jika orang dewasa memperlakukan anak dengan paksaan,
tekanan ataupun menegurnya dengan kata-kata celaan atau hardikan yang justru akan memperburuk
keadaan.
f. Pertengkaran
Pertengkaran merupakan perselisihan pendapat yang mengandung kemarahan. Perilaku ini umumnya
dimulai apabila seseorang melakukan penyerangan terhadap orang lain yang tidak beralasan.
g. Mengejek dan Menggertak
Mengejek merupakan serangan secara lisan terhadap orang lain, sedangkan menggertak merupakan
serangan yang bersifat fisik. Dengan dua perilaku ini si penyerang melampiaskan dendamnya dan
menyaksikan ketidakenakan korban akibat perilakunya.
h. Perilaku yang Sok Kuasa
Perilaku sok kuasa adalah perilaku yang berkecenderungan untuk mendominasi orang lain atau menjadi
“bos”. Perilaku ini pada umumnya tidak disukai oleh lingkungan sosial.
i. Prasangka
Menurut Hurlock (1991:11.13) prasangka ini terbentuk pada masa kanak-kanak tatkala anak melihat
adanya perbedaan sikap dan penampilan di antara mereka, dan perbedaan ini dianggap sebagai tanda
kerendahan. Pada perkembangan selanjutnya prasangka muncul karena individu tidak berpikir positif
terhadap kejadian yang dialaminya.

2. Faktor Penyebab Terbentuknya Perilaku Sosial Bermasalah


Menurut Nugraha (2005:11.14) perilaku antisosial erat hubungannya dengan pengalaman dan
penyesuaian sosial ketika anak usia dini. Beberapa faktor penyebab timbulnya sikap antisosial, antara
lain sebagai:
a. Sikap Orang Tua yang Overprotected
Orang tua yang overprotected akan membatasi ruang gerak anak sehingga anak kehilangan kesempatan
untuk mengembangkan keterampilan sosialisasi secara sehat dalam lingkungannya. Banyak
pembelajaran dan pengalaman berharga dari lingkungan yang tidak diperoleh anak karena sikap terlalu
melindungi anak yang tidak pada tempatnya. Sikap overprotected dapat menjadi pemicu perilaku
agresif, mementingkan diri sendiri, pemberontak ataupun perilaku apatis.
b. Sikap Orang Tua yang Pencela, Membandingkan, dan Mencemooh Anak
Interaksi yang buruk dengan orang tua, sangat berpengaruh dalam membentuk cara pandang anak
terhadap kehidupannya. Sejak usia dini anak melakukan imitasi terhadap orang tuanya. Tatkala orang
tua bersikap buruk terhadapnya maka anak pun akan meniru dan melakukan hal yang sama. Sikap orang
tua yang pencela, membandingkan, dan mencemooh anak mencerminkan sikap penolakan terhadap
keberadaan anak apa adanya. Secara emosional, perilaku ini sangat melukai anak.
c. Sempitnya Kesempatan Bergaul dengan Anak Lain
Perkembangan sosial emsional sangat tergantung pada terbukanya kesempatan pada anak untuk
bergaul dengan teman dan lingkungannya. Lingkungan memiliki potensi yang sangat kaya dalam
memberikan pengalaman sosial pada anak. Mulai dari pengalaman yang positif maupun pengalaman
yang buruk. Anak akan menyerap dan mengolah pembelajaran sosial melalui lingkungannya ini. Jika
anak tidak memiliki kesempatan bergaul yang cukup maka ia tidak memiliki kesempatan untuk
mempelajari respons lingkungan terhadap perilakunya ataupun melakukan penyesuaian sosial.
d. Pola Asuh Otoriter
Pola asuh otoriter cenderung memicu perilaku antisosial pada anak, seperti tumbuhnya sikap
pemberontak, agresif, sikap sok kuasa, dan lain sebagainya. Sikap yang keras serta penerapan disiplin
yang tidak dijelaskan pada anak, hanya akan menimbulkan perilaku yang salah asuh. Individu dapat
tumbuh menjadi individu yang selalu ingin dituruti, kurang toleran terhadap teman-temannya. Dengan
sikap ini maka anak akan ditolak oleh kelompok sosialnya.
e. Lingkungan yang Buruk
Lingkungan yang buruk sangat potensial dalam mempengaruhi anak. Lingkungan yang buruk ini tetap
menjadi contoh yang buruk bagi anak. Secara umum anak melakukan proses imitasi terhadap
lingkungannya, tanpa mengenal lebih jauh apakah lingkungan itu baik atau buruk. Jika lingkungan dapat
menonjolkan perilaku terpuji maka anak pun dapat mempelajari penyerapan dan mengaplikasikan
perilaku yang luhur tadi. Sebaliknya jika lingkungan tersebut kurang baik maka anak tetap akan
menjadikannya sebagai objek imitasi.

3. Penanganan Gangguan Sosial pada Anak


Menurut Nugraha (2005:11.15) berikut adalah cara penanganan pada anak yang memiliki gangguan
sosial, diantaranya:
a. Adanya kesempatan untuk bergaul dengan orang-orang dari berbagai usia serta latar belakang yang
berbeda. Anak tidak mungkin bisa belajar bergaul bila lebih banyak menghabiskan waktunya sendiri.
Semakin banyak dan bervariasi dengan lingkungan bergaulnya, semakin banyak hal-hal yang bisa
dipelajari anak sebagai bekal keterampilan dalam bersosialisasi dengan lingkungannya.
b. Anak tidak hanya berkomunikasi dengan kata-kata yang dapat dipahami, tetapi juga dapat
membicarakan dengan topik yang dapat dimengerti dan menarik bagi orang lain.
c. Anak punya motivasi untuk bergaul. Motivasi ini tergantung seberapa besar perolehan kepuasaan
anak melalui aktivitas sosialnya. Apabila anak mendapat cukup banyak kesenangan, penerimaan, dan
pengalaman yang mengasyikkan dari lingkungannya, motivasi atau keinginannya untuk meluaskan
wawasan, jaringan pergaulannya semakin luas. Namun, sebaliknya kalua ia lebih banyak mendapat
kekecewaan, motivasinya untuk bergaul pun semakin berkurang.
d. Adanya bimbingan. Metode yang paling efektif untuk dapat belajar bergaul dengan baik adalah
lewat bimbingan dan pengajaran dari orang yang dapat dijadikan model bergaul yang baik oleh anak.
Anak memang bisa saja belajar bergaul sendiri lewat trial and error (coba-coba) atau meniru ingkah laku
orang lain, namun akan lebih efektif bila yang menjadi model adalah orang tua.

C. Permasalahan Emosi pada Anak Usia Dini


Dalam perkembangannya, kita akan menemukan berbagai macam permasalahan emosi yang muncul di
sekeliling kita. Banyak faktor yang menentukan munculnya permasalahan emosi pada anak yang paling
utama adalah peranan keluarga.
1. Jenis Permasalahan Emosi pada Anak Usia Dini
Pada dasarnya fondasi emosi yang sehat dibangun atas dasar penerimaan dan penghargaan terhadap
dirinya. Perwujudan dari perasaan ini, yang paling awal adalah anak dapat merasakan kasih sayang dari
orang-orang terdekatnya. Jika anak kehilangan perasaan ini maka sulit ia akan memiliki emosi yang
sehat. Menurut Nugraha (2005:11.2) Berikut adalah jenis-jenis permasalahan emosi yang sering terjadi
pada anak usia dini:
a. Kekurangan Afeksi
Afeksi dapat meliputi perasaan kasih sayang, rasa kehangatan, dan persahabatan yang ditunjukkan pada
orang lain. Setiap orang mempunyai kebutuhan untuk memberi dan menerima afeksi. Gangguan yang
ditimbulkan akibat dari kekurangan afeksi dapat berupa:
1) Perkembangan fisik yang terlambat, dapat menyebabkan anak depresi, akibatnya terjadi hambatan
sekresi (pengeluaran) hormon pituitary, yaitu hormon yang berfungsi untur mengatur metabolisme dan
pertumbuhan perkembangan badan sehingga perkembangan fisik akan terganggu.
2) Gagap atau mengalami gangguan bicara
3) Sulit konsentrasi dan mudah teralih perhatiannya
4) Sulit mempelajari bagaimana membina hubungan dengan orang lain
5) Mereka sering kali tampak agresif dan nakal
6) Kurangnya minat terhadap orang lain, menarik diri, egois, dan penuntut
7) Pada taraf berat dapat menyebabkan gangguan jiwa
Kurangnya afeksi memang dapat mengganggu penyesuaian diri dan perkembangan sosial anak. Akan
tetapi, bukan berarti afeksi yang berlebihan akan lebih baik. Individu yang terlalu banyak mendapat
afeksi pun akan kesulitan dalam penyesuaian diri. Karena pelimpahan afeksi yang berlebihan justru
menghalangi anak belajar mengekspresikan afeksi kepada orang lain.
b. Anxiety (Cemas)
Anxietas atau cemas adalah rasa takut pada sesuatu tanpa sebab yang jelas, yang sering kali berlangsung
lama. Biasanya rasa takut ini juga dibarengi oleh kegelisahan dan dugaan-dugaan akan terjadinya hal-hal
buruk, seperti kematian, kecelakaan dan sebagainya. Pada anak, rasa cemas biasanya terjadi saat ia
berusia sekitar 3 tahun, bentuknya bisa berupa cemas kehilangan kasih sayang orang tua, cemas akan
mengalami rasa sakit, cemas karena merasa berbeda dengan orang lain, atau mengalami kejadian yang
tidak menyenangkan.
Sumber-sumber yang menimbulkan rasa tidak aman pada anak, yaitu sebagai berikut:
1) Orang tua atau guru yang tidak konsisten. Hal ini dapat membuat anak merasa kehidupan sebagai
sesuatu yang tidak dapat diduga dan menakutkan.
2) Orang tua yang terlalu menuntut kesempurnaan atas prestasi anak
3) Tidak adanya batasan atau aturan yang jelas dari orang tua, mana yang boleh dan tidak boleh, mana
yang buruk dan yag baik. Kecemasan muncul karena anak tidak dapat menentukan batasan sendiri
dalam bertingkah laku.
4) Kritik yang berlebihan dari orang tua atau orang dewasa lain dan kelompok sebaya.
5) Seringnya anak diingatkan mengenai tugas dan tanggung jawabnya bila ia dewasa kelak.
6) Merasa bersalah. Ini biasanya karena anak membayangkan hukuman yang akan diterimanya.
7) Model dari orang tua. Orang tua yang pencemas sering kali mempunyai anka yang pencemas pula
karena anak belajar dari orang tuanya bagaimana peran orang tua secara umum memandang
kehidupan.
8) Frustasi yang terus-menerus. Terlalu sering mengalami frustasi dapat menyebabkan kemarahan dan
kecemasan. Hal ini dapat pula disebabkan target yang terlalu tinggi sehingga anak sulit mencapai
tujuannya. Perasaan tidak mampu inilah yang menimbulkan kecemasan.
Adapun upaya yang dapat dilakukan guru ataupun orang tua untuk menangani anak yang cemas,
diantaranya dapat melakukan hal-hal berikut :
1) Menentramkannya, anak pencemas butuh ditentramkan oleh orang dewasa yang tenang. Oleh
karena itu, orang tua harus tetap tenang bila anak gelisah, rewel, menangis, pucat atau panik.
2) Mencoba untuk mengalihkan perhatian anak dari hal-hal atau bayangan-bayangan yang
membuatnya cemas.
3) Tidak mendesak anak untuk memberikan penjelasan. Desakan orang tua sering kali membuat anak
merasa tidak dimengerti.
4) Ajaklah anak untuk melakukan relaksasi. Dengan menarik napas dalam, menghembuskan napas
secara perlahan sambil berkata “Tenang” atau “Semua akan beres” anak telah melakukan relaksasi
termudah.
5) Melakukan hal-hal yang menenangkan, seperti mendengarkan musik, menggambar, atau membaca
ketika merasa cemas.
6) Membiasakan anak mengekspresikan perasaannya melalui permainan atau cerita.
7) Meminta bantuan ahli bila kecemasan anak berlarut-larut.
c. Hipersensitivas
Hipersensitivas adalah kepekaan emosional yang berlebihan dan cukup sering dijumpai pada anak-anak.
Anak dikatakan hipersensitif bila ia mudah sekali merasa sakit hati dan menunjukkan respons yang
berlebihan terhadap sikap dan perhatian orang lain. Anak yang hipersensitif tidak bisa menerima
penilaian, komentar, dan kritik orang lain tanpa rasa sakit hati. Penyebab tumbuhnya sikap hipersensitif
diantaranya karena merasa kurang dan tidak sama dengan orang lain. Anak merasa dirinya tidak
sepandai, semenarik atau sepopuler anak-anak lain.
Adapun langkah yang dapat dilakukan orang tua ataupun para pendidik lainnya dalam menangani anak
hipersensitif diantaranya sebagai berikut:
1) Menghindari sikap overprotective terhadap anak, sebaliknya orang tua hendaknya menguatkan diri
dalam menghadapi lingkungan sosial yang memang penuh dengan beragam sifat manusia.
2) Dalam proporsi yang wajar anak perlu diperkenalkan apa kritik. Namun, harus diingat sebaiknya
orang tua atau guru tidak mengkritik anak dengan cara merendah-rendahkan dirinya, tetapi bangkitkan
semangatnya untuk memperbaiki diri.
3) Orang tua dan para pendidik lainnya hendaknya mengajarkan anak untuk memandang dirinya secara
proporsional. Tidak melebih-lebihkan segi positifnya, tidak juga menyepelekan kekurangannya.
4) Selain itu orang tua dan guru sebaiknya mengajarkan keterampilan untuk mengatasi masalah pada
anak.
d. Fobia
Fobia adalah perasaan takut yang irasional terhadap suatu objek yang sebenarnya tidak berbahaya atau
tidak menyeramkan. Jadi, tidak ada sumber bahaya yang mengancam secara nyata. Fobia merupakan
suatu gangguan psikologis yang perlu diatasi, terutama bila intensitasnya sangat kuat sehingga
mengganggu kelancaran kehidupan sehari-hari.
Fobia terdiri dari aspek emosi dan tingkah laku. Jadi, penderita fobia biasanya merasakan takut yang
amat sangat terhadap suatu objek, kemudian menjerit, lalu berlari, mengunci diri di kamar, atau
menampilkan tingkah laku ketakutan.

2. Faktor Penyebab Timbulnya Permasalahan Emosi


Reynold (Nugraha, 2005:11.5) mengemukakan beberapa faktor yang dapat menyebabkan permasalahan
emosi adalah sebagai berikut:
a. Latar belakang keluarga yang kasar, di mana kebiasaan kehidupan dalam keluarga ini selalu
menggunakan cara-cara kasar dalam menyelesaikan masalahnya, seperti menendang, mencaci,
memukul, berkelahi, dan lain sebagainya.
b. Perasaan tertolak secara fisik ataupun emosional oleh pihak orang tua. Anak yang tidak diinginkan
biasanya merasakan seperti ini.
c. Orang dewasa yang belum dewasa dan memiliki kematangan yang cukup untuk melakukan
pengasuhan anak.
d. Kehilangan terlalu dini untuk merasakan kedekatan dengan orang yang disayangi. Misalnya
perceraian orang tua atau yatim piatu sejak kecil dan tidak memiliki orang tua pengganti yang
mengasihinya.
e. Orang tua yang tidak mampu mencintai anaknya, disebabkan mereka pun tidak pernah merasakan
kasih sayang.
f. Perasaan cemburu yang berlebihan dan tidak ditangani dengan baik, tatkala ia mendapatkan adik
baru dan merasa kehilangan kasih sayang dan perhatian dari orang tuanya.
g. Situasi baru di mana anak belum siap dalam menghadapi dan tidak menemukan pasangan yang
cocok untuk menemaninya.
h. Mendapat gertakan, gangguan, dan ketidakramahan dari anak yang lain.
i. Cacat fisik atau memiliki postur tubuh yang berbeda dengan anak lain di mana hal ini jika tidak
ditangani dengan baik dapat menjadi gangguan emosional.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Perkembangan sosial adalah kemampuan seseorang dalam berperilaku di dalam lingkungan sekitarnya
(masyarakat) yang sesuai dengan tuntutan sosial (norma, nilai atau harapan sosial). Perkembangan
emosional adalah suatu keadaan yang kompleks, dapat berupa perasaan ataupun getaran jiwa yang
ditandai oleh perubahan biologis yang muncul menyertai terjadinya suatu perilaku.
Permasalahan sosial yang sering terjadi pada anak usia dini adalah sebagai berikut : Maladjustment,
Egosentrisme, Anak yang terisolasi, Agresif, Negativisme, Pertengkaran, Mengejek dan menggertak,
perilaku yang sok perkuasa, dan Prasangka.
Sedangkan Permasalahan emosional yang sering terjadi pada anak usia dini adalah sebagai berikut :
kekurangan afeksi, cemas, hipersensitivas, dan fobia.

DAFTAR PUSTAKA

Nugraha, Ali, dkk. 2005. Metode Pengembangan Sosial Emosional. Jakarta : Universita Terbuka.
Hildayani, Rini, dkk. 2014. Psikologi Perkembangan Anak. Jakarta : Universitas Terbuka.
Muhibin, S. 1999. Psikologi Belajar. Ciputat : Logos Wacana Ilmu.
Syamsuddin, A. 2000. Psikologi Pendidikan. Bandung : Remaja Rosda Karya.
Hurlock, E.B. 1978. Child Development. Tokyo : McGraw Hill. Inc. International Student ed.

Anda mungkin juga menyukai