Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kita sepakat bahwa pendidikan merupakan sesuatu yang tidak asing bagi
kita, terlebih lagi karena kita bergerak di bidang pendidikan. Pendidikan
merupakan salah satu kebutuhan pokok dalam kehidupan manusia yang berfikir,
bagaimana menjalani kehidupan dunia ini dalam rangka mempertahankan hidup
dalam hidup, dan penghidupan manusia yang mengembang tugas dari Sang
Kholiq untuk beribadah.
Manusia sebagai mahluk yang diberikan kelebihan oleh Allah Subhanaha
watta’alla dengan suatu bentuk akal pada diri manusia yang tidak dimiliki mahluk
Allah yang lain dalam kehidupannya, bahwa untuk mengolah akal pikirnya
diperlukan suatu pola pendidikan melalui suatu proses pembelajaran dan
pendidikan itu tidak dapat luntur atau tidak dapat dilupakan sampai akhir hayat.
Juga pasti kita sepakat bahwa pendidikan diperlukan oleh semua orang.
Tetapi seringkali orang melupakan makna dan hakikat pendidikan itu
sendiri. Layaknya hal lain yang sudah menjadi rutinitas, cenderung terlupakan
makna dasar dan karena itu benarlah kalau dikatakan bahwa setiap orang yang
terlihat dalam dunia pendidikan sepatutnyalah selalu merenungkan makna dan
hakikat pendidikan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian pendidikan?
2. Apa batasan-batasan dalam pendidikan?
3. Apa tujuan dan proses pendidikan?
4. Bagaimana konsep pendidikan sepanjang hayat?
C. Tujuan
1. Kita dapat mengetahui pengertian pendidikan dari beberapa definisi.
2. Kita dapat mengetahui batasan-batasan dalam pendidikan.
3. Kita dapat mengetahui tujuan dan proses pendidikan.
4. Kita dapat mengetahui bagaimana konsep pendidikan sepanjang masa.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Pendidikan
Menurut bahasa, Pendidikan berasal dari kata “Pedagogi” yaitu kata “paid”
artinya “anak” sedangkan “agogos” yang artinya membimbing sehingga
“pedagogi” dapat diartikan sebagai “ilmu dan seni mengajar anak”. Menurut
kamus bahasa Indonesia, 1991:232, pendidikan berasal dari kata “didik”, lalu kata
ini ditambahkan awalan “me” sehingga menjadi kata “mendidik” yang berarti
memelihara dan memberi latihan.
Terdapat banyak sekali variasi pengertian tentang pendidikan, mulai dari
pengertian yang berasal dari kamus yang disebut leksikal, pengertian yang berasal
dari para ahli yang disebut konseptual, atau pengertian yang berasal dari peraturan
Negara atau pemerintah yang disebut konstitusional.
Secara leksikal, Oxford Advanced Learner’s Dictionary mendefinisikan
pendidikan sebagai berikut: “Pendidikan adalah suatu proses pelatihan dan
pengajaran, terutama diperuntukkan kepada anak-anak dan remaja, baik di
sekolah-sekolah maupun di kampus-kampus, dengan tujuan memberikan
pengetahuan dan mengembangkan keterampilan-keterampilan.
Sementara dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Online, pendidikan
diartikan sebagai proses perubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok
orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan
pelatihan.
Secara komseptual, pengertian pendidikan juga didefinisikan secara
beragam, oleh pakar-pakar pendidikan yang berbeda, dari masa ke masa. Berikut
diantaranya:
1. Plato (427-347 SM)
Menurut Plato, pendidikan adalah membimbing seseorang dari sekadar
kepercayaan kepada ilmu pengetahuan yang benar. Pengetahuan yang benar
berupa intelektual dan keabadian. Pendidikan yang sejati adalah universal dan
abadi, seperti layaknya kebenaran. Seorang manusia dikatakan berpendidikan jika

2
perilakunya mencerminkan konsep-konsep kebenaran dan kebaikan yang bersifat
universal dan tak usang oleh waktu. Pada masa Plato, pendidikan sangat
dianjurkan untuk para negarawan dan pemimpin.
Pada zaman Plato, pendidikan bukanlah suatu kewajiban. Pendidikan juga
hanya diperuntukkan bagi kaum laki-laki. Pendidikan untuk kaum perempuan
hanya dilakukan di rumah, untuk membekali mereka pengetahuan tentang urusan
rumah tangga, bukan untuk mengembangkan intelektualitas. Sekolah tidak
didirkan oleh negara, tetapi perseorangan. Guru merupakan para professional yang
digaji dengan iuran yang dikumpulkan para murid. Pelajaran-pelajaran yang
diajarkan meliputi membaca, menulis, syair, dan olahraga. Tujuan pendidikan
adalah mendidik murid untuk menjadi warga negara yang demokratis baik
didalam politik, militer, maupun masyarakat.
2. Aristoteles (384-322 SM)
Aristoteles berpendapat bahwa pendidikan adalah alat untuk membantu
manusia mencapai kesempurnaan dan kebahagiaan. Menurut Aristoteles,
kebahagiaan adalah puncak kebaikan, dimana kebahagiaan merupakan tujuan
utama tiap kehidupan manusia. Aristoteles yakin bahwa pendidikan mampu
menjadi alat untuk mewujudkannya. Keyakinan ini didukung oleh hasil analisis
beberapa penelitian yang menyatakan bahwa pendidikan berkorelasi positif
dengan kebahagiaan manusia.
Aristoteles mengklaim bahwa secara kemanusiaan, pendidikan mampu
mengembangkan potensi manusia menuju kesempurnaan. Sementara secara
sosiopolitik, pendidikan mampu menciptakan masyarakat yang harmonis dan
negara yang bahagia. Untuk tujuan mulia itu, ia memandang bahwa negara
berkewajiban untuk mendidik warganya, karena sejatinya warga adalah bagian
dari suatu negara.
3. John Locke (1632-1704)
Locke menganggap otak anak selayaknya batu tulis kosong yang bisa
ditulisi apa pun oleh gurunya melalui pendidikan. Anak-anak dipandang sebagai
manusia dewasa yang belum sempurna yang membutuhkan pertolongan seorang
guru untuk mengentaskannya dari ketidaktahuan.

3
Dari deskripsi tersebut bias disimpulkan bahwa pendidikan menurut Locke
adalah sebuah proses membantu anak didik, yang dianggap kosong, yang bias
diisi apa pun sesuai keinginan pendidik, juga dianggap sebagai pribadi dewa yang
belum sempurna yang membutuhkan pertolongan untuk keluar dari ketidaktahuan.
Tersirat bahwa praktik pendidikan menurut Locke bersifat satu arah, yaitu dari
guru ke murid, dengan memposisikan guru sebagai sumber pengetahuan.
4. Pestalozzi (1746-1827)
Mendidik adalah membantu nature (potensi bawaan manusia) berkembang
dengan sendirinya, dan cara pengajarannya tergantung pada pesan yang harus
disampaikan dengan menyesuaikan pada kemampuan murid.
Pada masanya, Pestalozzi merupakan tokoh pendidikan yang dianggap
berpengaruh dan revolusioner karena kebaruan ide-idenya. Terbukti banyak tokoh
pendidikan, baik dari daratan Eropa maupun Amerika yang berguru kepadanya di
Yverdon. Menurut Pestalozzi, pendidikan seharusnya diprakarsai tidak hanya oleh
guru, tetapi juga oleh murid. Pestalozzi menekankan kepada para pendidik untuk
tidak hanya merujuk pada buku dalam proses pengajaran, tetapi juga memahami
kebutuhan anak didik. Guru mempunyai peranan yang menentukan di dalam
membina, mengarahkan, merancang dan mengontrol proses belajar.
5. John Dewey (1859-1952)
Dijelaskan oleh Dewey bahwa pendidikan adalah sebuah kebutuhan hidup
dan fungsi sosial, yang bertumpu pada masing-masinhg individu juga golongan
masyarakat, dengan kemungkinan mengalami kemandegan atau kemajuan yang
bias diukur dengan kriteria-kriteria tertentu, secara de,okratis bias dinilai dari
kualitas masyarakat yang ada.
Pendidikan mengandung fungsi sosial karena pendidikan terjadi dalam
lingkungan sosial. Dewey berpendapat bahwa metode-metode dan kurikulum
pendidikan seharusnya berjalan seiring dengan perkembangan masyarakat. Ini
ditujukan untuk mengembangkan lingkungan yang lebih baik yang bisa
memberikan pengaruh positif terhadap generasi muda. Pendidikan seharusnya
memberikan pendidikan karakter terhadap anak dengan tujuan kebaikan,

4
kebahagiaan dan kebebasan. Pendidikan tidak seharusnya hanya memberikan
penekanan pada area kognitif saja.
Menyadari bahwa pendidikan adalah kebutuhan hidup yang tidak bisa
dipisahkan dari lingkungan sosial, maka dapat dipastikan bahwa pendidikan
bukanlah urusan perorangan saja, melainkan menjadi tanggung jawab bersama
antar individu dan masyarakat. Ini meneguhkan bahwa pendidikan itu bersifat
kolektif, membutuhkan kesepakatan maupun ketidaksepakatan bersama karena
tidak aka nada pendidikan tanpa adanya interaksi.
Karena pendidikan adalah proses sosial, maka yang bisa menilai apakah
pendidikan yang berlangsung cukup demokratis atau tidak hanyalah masyarakat
sendiri. Pendidikan dianggap demokratis jika mampu merangkul dan mewujudkan
cita-cita sosial sebagian besar masyarakat.
6. Ki Hajar Dewantara (1889-1959)
Pendidikan adalah daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi
pekerti (kekuatan batin dan karakter), pikiran (intelek) dan tubuh anak, dalam
rangka kesempurnaan hidup dan keselarasan dengan dunianya.
Terdapat tiga poin penting yang dapat ditarik dari definisi diatas, yakni
budi pekerti, pikiran dan tubuh. Melalui pendidikan budi pekerti, manusia
Indonesia diharapkan memiliki karakter yang kuat. Karakter tersebut hendaklah
mewarnai kehidupannya baik melalui tutur kata, sikap, atau perbuatan yang
ditujukan terhadap dirinya sendiri, orang lain maupun lingkungan sekitar.
Memajukan pikiran atau intelektualitas berarti membebaskan diri dari
kebodohan dan pembodohan dengan cara meningkatkan kecerdasan dan
kepintaran. Penjajahan merupakan suatu bentuk pembodohan. Manusia yang
cerdas dan pintar akan menyadari bahwa penjajahan adalah bentuk kesalahan
karena pada hakikatnya setiap individu berhak terhadap kemerdekaan dan
kebebasan.
Mengenai tubuh, manusia yang sehat secara fisik berarti memfasilitasi
pikiran dan budi pekerti untuk berkembang secara penuh. Dengan karakter yang
kuat, pikiran yang cerdas dan fisik yang sehat manusia diharapkan mengeaskan
eksistensi jati dirinya sebagai makhluk yang merdeka dan hidup harmonis dengan

5
diri sendiri, sesama dan lingkungannya. Dari sini bisa disimpulkan bahwa
pendidikan yang digagas Ki Hajar Dewantara adalah usaha memanusiakan
manusia secara manusiawi ke arah kemerdekaan batiniah dan lahiriah.
Ki Hajar Dewantara berkeyakinan bahwa pendidikan merupakan jalan
untuk membebaskan individu-individu terjajah menjadi manusia merdeka , utuh,
dan bahagia, baik secara batin, intelektualitas, maupun karakter. Dengan pribadi-
pribadi yang berjiwa merdeka, utuh, dan bahagia, kemerdekaan akan lebih mudah
diwujudkan.
Maka pada 3 Juli 1922, Ki Hajar Dewantara mendirikan Perguruan Taman
Siswa di Yogyakarta, yang segera menyebar ke daerah lain baik di Jawa maupun
di luar Jawa. Perguruan Taman Siswa memberi penekanan pada pengajaran cinta
tanah air dan bangsa serta perjuangan untuk memperoleh kemerdekaan.
7. Redja Mudyahardjo
Menurut Redja Mudyahardjo dalam bukunya yang berjudul Pengantar
Pendidikan, beliau membagi pengertian pendidikan menjadi dua definisi, yaitu
secara maha luas dan sempit. Secara maha luas pendidikan adalah hidup.
Pendidikan adalah segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala
lingkungan dan sepanjang hidup. Pendidikan adalah segala situasi hidup yang
mempengaruhi pertumbuhan individu. Sedangkan dalam arti sempit pendidikan
adalah sekolah. Pendidikan adalah pengajaran yang diselenggarakan di sekolah
sebagai lembaga pendidikan formal. Pendidikan adalah segala pengaruh yang
diupayakn sekolah terhadap anak dan remaja yang diserahkan kepadanya agar
mempunya kemampuan yang sempurna dan kesadaran penuh terhadap hubungan-
hubungan dan tugas-tugas sosial mereka.
Menurut UU No.20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional,
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara sedangkan menurut GBHN Pendidikan

6
adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam
dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup (Sutarman Tarjo, 2011).
Adapun mengenai unsur-unsur yang secara esensial yang tercakup dalam
pengertian pendidikan adalah sebagai berikut:
1.      Dalam pendidikan terkandung pembinaan (pembinaan kepribadian),
pengembangan (pengembangan kemampuan-kemampuan atau potensi-potensi
yang perlu dikembangkan) peningkatan (misalnya dan tidak tahu menjadi tahu,
dan tidak tahu tentang dirinya menjadi tahu tentang dirinya) serta tujuan (ke
arah mana peserta didik akan diharapkan dapat mengaktualisasikan dirinya
seoptimal mungkin).
2.      Dalam pendidikan, secara implisit terjalin hubungan antara dua pihak, yaitu
pihak pendidik dan pihak peserta didik yang di dalam hubungan itu berlainan
kedudukan dan peranan setiap pihak, akan tetapi sama dalam hal budayanya
yaitu saling mempengaruhi, guna terlaksananya proses pendidikan
(transformasi pengetahuan, nilai-nilai dan ketrampilan-ketrampilan) yang
tertuju kepada tujuan-tujuan yang diinginkan (Sumitro, dkk, 1998:18).
B. Batas-Batas Pendidikan
Batasan tentang pendidikan yang dibuat oleh para ahli beranekaragam, dan
kandungannya berbeda yang satu dari yang lain. Perbedaan tersebut mungkin
karena orientasinya, konsep dasar yang digunakan, aspek yang menjadi tekanan,
atau karena falsafah yang melandasinya.
1.    Pendidikan sebagai Proses Transformasi Budaya
Sebagai proses transformasi budaya, pendidikan diartikan sebagai kegiatan
pewarisan budaya dari satu generasi ke generasi yang lain. Nilai-nilai budaya
tersebut mengalami proses transformasi dari generasi tua ke generasi muda. Ada
tiga bentuk transformasi yaitu nilai-nilai yang masih cocok diteruskan misalnya
nilai-nilai kejujuran, rasa tanggung jawab, dan lain-lain.
2.    Pendidikan sebagai Proses Pembentukan Pribadi
Sebagai proses pembentukan pribadi, pendidikan diartikan sebagai suatu
kegiatan yang sistematik dan sistemik terarah kepada terbentuknya kepribadian
peserta didik. Proses pembentukan pribadi melalui 2 sasaran yaitu pembentukan

7
pribadi bagi mereka yang belum dewasa oleh mereka yang sudah dewasa dan bagi
mereka yang sudah dewasa atas usaha sendiri.
3.    Pendidikan sebagai Proses Penyiapan Warga Negara
Pendidikan sebagai penyiapan warga Negara diartikan sebagai suatu
kegiatan yang terencana untuk membekali peserta didik agar menjadi warga
Negara yang baik. Tentu saja istilah baik disini bersifat relatif, tergantung kepada
tujuan nasional dari masing-masing negara, karena setiap negara memiliki
faksafah sendiri-sendiri.
Bagi kita warna Negara Indonesia warga negara yang baik diartikan selaku
pribadi yang tahu hak dan kewajiban warga negara, hal ini ditetapkan dalam
Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 27 yang menyatakan bahwa segala warga
negara bersamaan keduukannya di dalam hukum dan pemerintahan, serta wajib
menjunjung hukum tak ada kecualinya.
4.    Pendidikan sebagai Penyimpanan Tenaga Kerja
Pendidikan sebagai penyimpanan tenaga kerja diartikan sebagai kegiatan
membimbing peserta didik sehingga memiliki bekal dasar untuk bekerja.
Pembekalan dasar berupa pembentukan sikap, pengetahuan, dan keterampilan
kerja pada calon luaran. Ini menjadi misi penting dari pendidikan karena bekerja
menjadi kebutuhan pokok dalam kehidupan manusia.
UUD 1945 Pasal 27 Ayat 2 menyatakan bahwa tiap-tiap warga negara
berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Dalam
GBHN(BP 7 Pusat, 1990:70-96) sebagai arah dan kebijaksanaan pembangunan
umum butir 22 dinyatakan mengembangkan SDM dan menciptakan angkatan
kerja Indonesia yang tangguh, mampu, dan siap bekerja sehingga dapat mengisi
semua jenis, tingkat lapangan kerja dalam pembangunan nasional.
5. Definisi Pendidikan menurut GBHN
GBHN 1988 (BP 7 Pusat, 1990: 105) memberikan batasan tentang
pendidikan nasional sebagai berikut: Pendidikan Nasional yang berakar pada
kebudayaan Bangsa Indonesia dan berdasarkan Pancasila serta Undang-Undang
Dasar 1945 diarahkan untuk menigkatkan kecerdasan serta harkat dan martabat
bangsa, mewujudkan manusia serta masyarakat Indonesia yang beriman dan

8
bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berkualitas, dan mandiri sehingga
mampu membangun dirinya dan masyarakat sekelilingnya serta dapat memenuhi
kebutuhan pembangunan nasional dan bertanggung jawa atas pembangunan
bangsa.
Definisi tersebut menggambarkan terbentuknya manusia yang utuh
sebagai tujuan pendidikan. Pendidikan memerhatikan kesatuan aspek jasmani dan
rohani, aspek diri(individualitas) dan aspek sosial, aspek kognitif, afektif,
psikomotor, dan segi serba keterhubungan manusia dengan dirinya (konsentris),
dengan lingkungan sosial dan alamnya (horizontal), dan dengan Tuhannya
(vertikal).
Tiap proses dalam pendidikan memiliki berbagai keterbatasan, yaitu :
1.    Batas-batas pendidikan pada peserta didik.
Peserta didik sebagai manusia memiliki perbedaan, dalam kemampuan,
bakat, minat, motivasi, watak, ketahanan, semangat, dan sebagainya. Sehingga hal
tersebut dapat membatasi kelangsungan hasil pendidikan, solusinya pendidik
harus mencari metode-metode pembelajaran sehingga dapat berkembang
seoptimal mungkin.
2.    Batas-batas pendidikan pada pendidik.
Sebagai manusia biasa, pendidik memiliki keterbatasan-keterbatasan.
Namun yang menjadi permasalahan adalah apakah keterbatasan itu dapat ditolerir
atau tidak. Keterbatasan yang dapat ditolerir ialah apabila keterbatasan itu
menyebabkan tidak dapat terwujudnya interaksi antara pendidik dan peserta didik,
misalnya pendidik yang sangat ditakuti oleh peserta didik sehingga tidak mungkin
peserta didik datang berhadapan dengannya. Pendidik yang tidak tahu apa yang
akan menjadi isi interaksi dengan peserta didik, akan menjadikan kekosongan dan
kebingungan dalam interaksi. Serta pendidik yang bermoral, termasuk yang tidak
dapat ditolerir, karena pendidikan pada dasarnya adalah usaha yang dilandasi
moral.
3.    Batas-batas pendidikan dalam lingkungan dan sarana pendidikan.
Lingkungan dan sarana pendidikan merupakan sumber yang dapat
menentukan kualitas dan berlangsungnya usaha pendidikan. Lingkumgan dan

9
sarana yang tidak memadai, akan menghambat berlangsungnyaproses pendidikan.
Disini pendidik harus lebih kreatif dengan memanfaatkan alam sekitar sebagai
sumber proses pembelajaran
C. Tujuan dan Proses Pendidikan
1. Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan (Tamalene, 2011)  memuat gambaran tentang nilai-
nilai yang baik, luhur, pantas, benar dan indah untuk kehidupan. Karena itu tujuan
pendidikan mempunyai dua fungsi yaitu, memberikan arah kepada segenap
kegiatan pendidikan dan merupakan suatu yang ingin dicapai oleh segenap
kegiatan pendidikan. Sebagai suatu komponen pendidikan, tujuan
pendidikan  (Hadzuka, 2011) menduduki posisi penting diantara komponen-
komponen penting lainnya. Dapat dikatakan bahwa segenap komponen dari
seluruh kegiatan pendidikan dilakukan semata-mata terarah kepada atau ditujukan
untuk pencapaian tujuan tersebut. Dengan demikian maka kegiatan-kegiatan yang
tidak relevan dengan tujuan tersebut dianggap menyimpang, tidak fungsional,
bahkan salah, sehingga perlu dicegah terjadinya.
Sehubungan dengan nilai tujuan yang sedemikian penting itu, maka
menjadi keharusan bagi pendidikan untuk memahaminya, kekurangpahaman
pendidik terhadap tujuan pendidikan dapat mengakibatkan kesalahan di dalam
melaksanakan pendidikan. Gejala demikian oleh Langeveld disebut salah teoritis.
         Tujuan pendidikan bersifat abstrak karena memuat nilai-nilai yang bersifat
abstrak. Tujuan demikian bersifat umum, ideal dan kandungannya sangat luas
sehingga sangat sulit untuk dilaksanakan di dalam praktek. Sedangkan pendidikan
harus berupa tindakan yang di tujukan pada peserta didik dalam kondisi tertentu,
tempat tertentu, dan waktu tertentu dengan menggunakan alat tertentu.
Pelaksanaannya hanya mungkin apabila tujuan yang ingin dicapai itu
dibuat jelas (eksplisit), kontret, dan lingkup kandungannya terbatas. Dengan kata
lain tujuan umum perlu dirinci sehingga menjadi tujuan yang lebih khusus dan
terbatas agar mudah direalisasikan dalam praktek.
Ada beberapa hal yang menyebabkan mengapa tujuan khusus itu
diperlukan antara lain:

10
a. Pengkhususan tujuan memungkinkan dilaksanakannya tujuan umum melalui
proses pendidikan.
b. Adanya kekhususan dari peserta didik, yaitu yang berkenaan dengan jenis
kelamin, pembawaan dan minatnya, kemampuan orang tuanya, lingkungan
masyarakat.
c.  Kepribadian yang menjadi sasaran untuk dibentuk atau dikembangkan bersifat
kompleks sehingga perlu dirinci dan dikhususkan, aspek apa yang dikembangkan.
d. Adanya tahap-tahap perkembangan pendidikan.
e. Adanya kekhususan masing-masing lembaga penyelenggara pendidikan. Seperti
pendidikan kesehatan, pertanian, dan lain-lain ataupun jalur pendidikan seperti
jalur pendidikan sekolah dan jalur pendidikan luar sekolah.
f. Adanya tuntutan persyaratan pekerjaan yang harus dipenuhi oleh peserta didik
sebagai pilihannya.
g. Diperlukan teknik tertentu yang menunjang pencapaian tujuan lebih lanjut
misalnya membaca dan menulis dalam waktu yang relatif pendek.
h. Adanya kondisi situasional, yaitu peristiwa-peristiwa yang secara kebetulan
muncul tanpa direncanakan.
i. Kemampuan yang ada pada pendidik.
Di dalam praktek pendidikan khususnya pada system persekolahan, di
dalam rentangan antara tujuan umum dengan tujuan yang sangat khusus terdapat
sejumlah tujuan antara. Tujuan antara berfungsi untuk menjembatani pencapaian
tujuan umum dari sejumlah tujuan rincian khusus.
Umumnya ada 4 jenjang tujuan yang didalamnya terdapat tujuan antara,
yaitu: tujuan umum, tujuan institusional, tujuan kurikuler dan tujuan instruksional.
a. Tujuan umum juga disebut tujuan total, tujuan yang sempurna atau tujuan akhir.
Dalam hal ini Kohnstan dan Gunning mengatakan bahwa tujuan akhir dari
pendidikan yaitu untuk membentuk insan kamil atau manusia sempurna. Manusia
dapat dikatakan sebagai insane kamil, apabila dalam hidupnya menunjukkan
adanya keselarasan/harmonis antara jasmaniah dan rohaniah. Harmonis antara
segi-segi dalam kejiwaan, antara kehidupan sebagai individu dan kehidupan
bersama. Kehidupan sebagai insan kamil adalah merupakan suatu kehidupan di

11
mana terjamin adanya ketiga inti hakikat manusia. Yaitu, manusia sebagai
makhluk individual, makhluk sosial dan makhluk susila.
b. Tujuan institusional yaitu tujuan yang menjadi tugas dari lembaga pendidikan
tertentu untuk mencapainya. Misalnya tujuan pendidikan tingkat SD berbeda dari
tujuan tingkat menengah, dan seterusnya.
c. Tujuan kurikuler, yaitu tujuan bidang studi atau tujuan bidang mata pelajaran.
d. Tujuan instruksional, materi kurikulum yang berupa bidang studi-bidang studi
terdiri dari pokok-pokok bahasan dan sub-pokok bahasan. Tujuan pokok bahasan
dan tujuan sub-pokok bahasan disebut tujuan instruksional, yaitu penguasaan
materi pokok bahasan/sub pokok bahasan. Tujuan pokok bahasan disebut tujuan
instruksional umum (TIU) dan tujuan sub-pokok bahasan disebut tujuan
instruksional khusus (TIK) merupakan tujuan yang terletak pada jenjang terbawah
dan paling terbatas ruang lingkupnya kemudian bersifat operasional dan
terkerjakan.
Secara keseluruhan macam-macam tujuan tersebut merupakan suatu
kebulatan.       Tujuan umum memberikan arah kepada semua tujuan yang lebih
rinci dan yang jenjangnya lebih rendah. Sebaliknya tujuan yang lebih khusus
menunjang pencapaian tujuan yang lebih luas dan yang jenjangnya lebih tinggi
untuk sampai kepada tujuan umum. Tujuan pendidikan akan menentukan kearah
mana anak didik akan dibawa. Disamping itu pendidikan berfungsi untuk
mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat
manusia Indonesia. Tujuan pendidikan tidak berdiri sendiri., melainkan
dirumuskan atas dasar sikap hidup bangsa dan cita-cita Negara dimana pendidikan
itu dilaksanakan. Sikap dasar itu dilandasi oleh norma-norma yang berlaku bagi
semua warganegara.
Tujuan pendidikan nasional adalah (mencerdaskan kehidupan bangsa dan
memajukan kebudayaan nasional bangsa Indonesia), membangun kualitas
manusia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan selalu dapat
meningkatkan kebudayaan dengan-Nya sebagai warganegara yang berjiwa
pancasila mempunyai semangat dan kesadaran yang tinggi, berbudi pekerti yang
luhur dan berkepribadian yang kuat, cerdas, terampil, dapat mengembangkan dan

12
menyuburkan sikap demokrasi, dapat memelihara hubungan yang baik antara
sesama manusia dan dengan lingkungannya, sehat jasmani, mampu
mengembangkan daya estetik, berkesanggupan untuk membangun diri dan
masyarakat.
2.  Proses Pendidikan
Proses pendidikan merupakan kegiatan memobilisasi segenap komponen
pendidikan oleh pendidik terarah kepada pencapaian tujuan pendidikan.
Bagaimana proses pendidikan itu dilaksanakan sangat menetukan kualitas hasil
pencapaian tujuan pendidikan.
Kualitas proses pendidikan menggejala pada dua segi, yaitu kualitas
komponen dan kualitas penglolaannya. Kedua segi tersebut satu sama lainnya
saling bergantung. Walaupun komponen-komponennya cukup baik, seperti
tersedianya sarana-prasarana serta biaya yang cukup, jika tidak ditunjang dengan
pengelolaan yang handal maka pencapaian tujuan tidak akan tercapai secara
optimal. Demikian pula bila pengelolaan baik tetapi di dalam kondisi serba
kekurangan, akan mengakibatkan hasil yang tidak optimal.
Pengelolaan proses pendidikan meliputi ruang lingkup makro, meso dan
mikro. Pengelolaan proses dalam lingkup makro berupa kebijakan-kebijakan
pemerintah yang lazimnya dituangkan dalam bentuk UU pendidikan, peraturan
pemerintah, SK mentri, SK dirjen, serta dokumen-dokumen pemerintah tentang
pendidikan tingkat nasional yang lain.
Pengelolaan dalam ruang lingkup meso merupakan implikasi kebijakan-
kebijakan nasional kedalam kebijakan operasional dalam ruang lingkup wilayah
dibawah tanggung jawab Kakanwil dan Depdikbud.
Pengelolaan dalam ruang lingkup mikro merupakan aplikasi kebijakan-
kebijakan pendidikan yang berlangsung didalam lingkungan sekolah ataupun
kelas, sanggar-sanggar belajar, dan satuan-satuan pendidikan lainnya dalam
masyarakat. Dalam ruang lingkup ini kepala sekolah, guru, tutor, dan tenaga-
tenaga pendidikan lainnya memegang peran penting di dalam pengelolaan
pendidikan untuk menciptakan kualitas proses dan pencapaian hasil pendidikan.

13
Misalnya seorang guru ia wajib menguasai pengelolaan kegiatan belajar mengajar,
termasuk didalamnya pengelolaan kelas dan siswa.
Tujuan utama pengelolaan proses pendidikan yaitu terjadinya proses
belajar danpengalaman belajar yang optimal. Sebab berkembangnya tingkah laku
peserta didik sebagai tujuan belajar hanya dimungkinkan oleh adanya pengalaman
belajar yang optimal itu. Di sini jelas bahwa pendayagunaan teknologi pendidikan
memegang peranan penting. Pengelolaan proses pendidikan harus
memperhitungkan perkembangan IPTEK. Karena itu setiap guru wajib mengikuti
dengan seksama inovasi-inovasi pendidikan terutama yang diseminasikan secara
luas oleh pemerintah serta PPSI, belajar tuntas (mastery learning), pendekatan
CBSA dan keterampilan proses muatan local dalam kurikulum dan lain-lainnya
agar dapat diambil manfaatnya.
D. Konsep Pendidikan Sepanjang Hayat
Pendidikan seumur hidup/lifelong education adalah proses kontinu
pendidikan yang berlangsung semenjak lahir sehingga meninggal dunia, baik itu
secara formal, informal, maupun nonformal, baik yang terjadi dalam keluarga,
sekolah, pekerjaan ataupun masyarakat.
Untuk mengimbangi dan mengadaptasinya, manusia perlu terus menerus
belajar, meningkatkan keahlian (skill), serta mengembangkan kepribadian
sepanjang hidup. Pendidikan seumur hidup menempatkayn kegiatan belajar
sebagai integral dari proses hidup yang berkesinambungan. Bordia (2002),
berpendapat bahwa pada dasarnya agama mengakui keharusan pendidikan seumur
hidup dan menganggapnya penting. Hal ini terbukti dengan adanya dogma dalam
agama yang menyatakan dukungan akan pendidikan seumur hidup.
Dalam Islam, Al-Quran menyebutkan iqro’ bismi rabbikalladzi khalaq
yang mengandung makna bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakanmu.
Hadits Nabi juga berbunyi “uthlubul ‘ilma walau bisshin” yang berarti tuntulah
ilmu hingga ke negeri Cina. Sedangkan dalam Hindu disebutkan dalam gita
bahwa “learning is worthwhile, it liberates” yang berarti belajar itu berharga,
karena membebaskan, juga “move always from darkness to light” yang berarti

14
bergeraklah selalu dari kegelapan menuju terang. Sementara dalam agama Buddha
diajarkan “be a lamp unto yourself” jadilah penerang untuk dirimu sendiri.
a. Lima Konsep Kunci dalam Pendidikan Seumur Hidup
1.  Konsep pendidikan seumur hidup itu sendiri
Konsep pendidikan seumur hidup diartikan sebagai tujuan atau ide formal
untuk pengorganisasian dan penstrukturan pengalaman-pengalaman pendidikan.
Pengalaman pendidikan sang anak tentang ilmu do’a yang ia peroleh haruslah ia
bangunkan untuk pengejawantahan dan penerapan ilmu itu bagi dirinya dan
keluarganya serta lingkungannya, sebab untuk sebuah ‘penerapan lah’ suatu ilmu
dituntut.
2.  Konsep belajar seumur hidup.
Belajar seumur hidup diartikan bahwa seseorang dapat belajar dan
berkewajiban mengajar agar ia dapat ilmu baru karena mengajarkan ilmu, tidak
hanya di sekolah tapi juga dari orang-orang yang berpengalaman di bidang ilmu
yang kita butuhkan.
3.  Konsep pelajar seumur hidup.
Pelajar seumur hidup diartikan sebagai bahwa saat tiap nafas yang ia tarik
dan hembuskan padanya ada kewajiban pada peningkatan cara menghadapi dunia.
Menghadapi dunia yang terus berkembang tidak dapat kecuali hanyalah dengan
penambahan ilmu beserta pengalaman kehidupan. Menjadikan tiap gerak dan
langkah guna penambahan ilmu serta pengalaman itulah yang dimaksud dengan
sebagai kesadaran bahwa ia adalah seorang pelajar seumur hidup.
4.  Konsep bahwa pendidikan seumur hidup merupakan tanggung jawab  pribadi
seserang dari buaian sampai ke liang lahat.
Dalam rangka mempertahankan kesuciannya seseorang dituntut untuk
aktif dalam setiap kesempatan. Sementara orang tua dan keluarga serta lingkungan
termasuk pemerintah berkewajiban untuk memfasilitasi seseorang. Orang tua
memasukkan anaknya ke  sekolah yang baik, pemerintah membangun sekolah
yang baik, masyarakatpun demikian mengawasi pelaksanaan Proses Belajar
Mengajar (PBM) pada sebuah sekolah. Namun hakekat lebih luas dari itu, sekolah
bukan hanya sekolah formal yang kita alami tapi masyarakat atau tingkah dan

15
pola pemerintah merupakan sekolah yang tak ternilai harganya. Menjanga
kesucian tadi adalah dengan mengakrabi tiap individu yang berkompeten dan
berwenang, baik pada masyarakat, pemerintah dan keluarga.
5.  Kurikulum yang membantu pendidikan seumur hidup.
Orang tua, masyarakat dan pemerintah perlu mendesain sebuah kurikulum
dan situasi dimana dengan masing-masing keduanya itu seorang individu bisa
belajar bagaimana hidup dan menghadapi kehidupan masa sekarang begitu pula
untuk tujuan di masa mendatang.
b. Ciri-ciri Pendidikan Seumur Hidup.
Prof. Dr. Umar Tirtarahadja dalam bukunya Pengantar Pendidikan (2005)
menuliskan tentang empat ciri-ciri pendidikan seumur hidup, yakni:
1. Memisahkan tembok pemisah antara pendidikan sekolah dengan
lingkungan nyata luar sekolah.
2. Pendidikan seumur hidup menempatkan belajar bagian integral dari proses
hidup.
3. Pendidikan seumur hidup lebih mengutamakan pembekalan hidup dan
metode dari pada isi pendidikan.
4. Pendidikan seumur hidup menempatkan peserta didik sebagai individu
yang menjadi pelaku utama di dalam proses pendidikan yang menyuruh pada
pendidikan diri sendiri, atau memiliki kepribadian yang aktif kreatif, tekun,
bebas dan bertanggung jawab, tabah, dan tahan banting serta yang sejalan
dengan penciptaan masyarakat gemar membaca (learning society)
5. Pendidikan seumur hidup menegaskan dan menekankan bahwa tiap
individu adalah objek dan sekali gus subjek pendidikan. Objek karena ia
merupakan orang yang dikenai pengaruh oleh lingkungan  dalam pandangan
pendidikan, oleh karenanya hendaklah ia selalu waspada untuk memanfaatkan
setiap informasi pengalaman positif dari tempat lingkungannya hidup. Subjek
karena ia dituntut untuk mengubah lingkungan menjadi lebih baik dan
berkualitas sesuai dengan tuntutan ilmu secara adil dan ideal.
6. Sejak seseorang sudah akil baligh, ada beban dosa yang akan ia tanggung
manakala ia belum berkompeten atau berkemampuan pada profesi yang ia

16
geluti. Sebab pada hakekatnya manusia sudah ditakdirkan memiliki peran
tertentu. Ketika itu sudah berlaku pada diri seseorang, ia dituntut untuk
profesional sesuai dengan peran yang ia geluti. Karena Muhammad bin
Abdullah ditakdirkan sebagai Nabi dan Rasul, dan ia sangat profesional dalam
bidangnya.
7. Keluarga, masyarakat dan pemerintah senantiasa dituntut untuk membuat
dan mengarahkan sebuah fasilitas yang sudah ada agar dapat dimanfaatkan
oleh tiap individu guna mengembangkan dirinya ke arah personal yang aktif,
dinamis, dan terampil sesuai dengan bidang profesinya.
c. Berbagai Implikasi Konsep Pendidikan Seumur Hidup
1. Pendidikan seumur hidup menegaskan dan menekankan bahwa tiap
individu adalah objek dan sekali gus subjek pendidikan. Objek karena ia
merupakan orang yang dikenai pengaruh oleh lingkungan  dalam pandangan
pendidikan, oleh karenanya hendaklah ia selalu waspada untuk memanfaatkan
setiap informasi pengalaman positif dari tempat lingkungannya hidup. Subjek
karena ia dituntut untuk mengubah lingkungan menjadi lebih baik dan
berkualitas sesuai dengan tuntutan ilmu secara adil dan ideal.
2. Sejak seseorang sudah akil baligh, ada beban dosa yang akan ia tanggung
manakala ia belum berkompeten atau berkemampuan pada profesi yang ia
geluti. Sebab pada hakekatnya manusia sudah ditakdirkan memiliki peran
tertentu. Ketika itu sudah berlaku pada diri seseorang, ia dituntut untuk
profesional sesuai dengan peran yang ia geluti. Karena Muhammad bin
Abdullah ditakdirkan sebagai Nabi dan Rasul, dan ia sangat profesional dalam
bidangnya.
3. Keluarga, masyarakat dan pemerintah senantiasa dituntut untuk membuat
dan mengarahkan sebuah fasilitas yang sudah ada agar dapat dimanfaatkan
oleh tiap individu guna mengembangkan dirinya ke arah personal yang aktif,
dinamis, dan terampil sesuai dengan bidang profesinya.

17
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pendidian adalah suatu proses pelatihan dan pengajara, terutama
diperuntukkan kepada ana-anak dan remaja, baik di sekolah-sekolah maupun di
kampus-kampus, dengan tujuan memberikan pengetahuan dan mengembangkan
keterampilan-keterampilan.
Batasan tentang pendidikan yang dibuat oleh para ahli beranekaragam, dan
kandungannya berbeda yang satu dari yang lain. Batasan pendidikan yaitu,
pendidikan sebagai proses transformasi budaya, pendidikan sebagai proses
pembentukan pribadi, pendidikan sebagai proses penyiapan warga negara,
pendidikan sebagai penyimpanan tenaga kerja, dan definisi pendidikan menurut
GBHN.
Tujuan pendidikan memuat gambaran tentang nilai-nilai yang baik, luhur,
pantas, benar dan indah untuk kehidupan. Karena itu tujuan pendidikan
mempunyai dua fungsi yaitu, memberikan arah kepada segenap kegiatan
pendidikan dan merupakan suatu yang ingin dicapai oleh segenap kegiatan
pendidikan. Proses pendidikan merupakan kegiatan memobilisasi segenap
komponen pendidikan oleh pendidik terarah kepada pencapaian tujuan
pendidikan.
Pendidikan seumur hidup/lifelong education adalah proses kontinu
pendidikan yang berlangsung semenjak lahir sehingga meninggal dunia, baik itu
secara formal, informal, maupun nonformal, baik yang terjadi dalam keluarga,
sekolah, pekerjaan ataupun masyarakat.
B. Saran
Pendidikan memiliki tugas menyiapkan sumber daya manusia untuk
pembangunan negara Indonesia. Sebagai warga Negara Indonesia, kita sepatutnya
ikut serta membantu, mendukung, maupun mengawasi pelaksanaan pendidikan di
Negara kita, supaya masalah-masalah pendidikan dapat diminimalisir dan tidak
dapat berkembang menjadi masalah-masalah pendidikan yang baru.

18
DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, 2003. Ilmu Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta.

Ali, 2007. Ilmu dan Aplikasi Pendidikan. Grasindo. Bandung: IMTIMA.

Hadzuka, 2011. Tujuan dan Proses Pendidikan. http//. Blogspot. Com. Html.


(online) diakses tanggal 29 September 2011 Jam 15.17 WIT.

Ihsan, Fuad, Dasar Dasar Pendidikan,  Jakarta: Rineka Cipta

Mudyahardjo, Redja, Januari 2002, Filsafat Ilmu Pendidikan, Suatu


Pengantar, Cet. 2 Remaja Rosda Karya.

Tamalene, 2011. Bahan Ajar Pengantar Pendidikan. FKIP-Chemistry. Unkhair.


Ternate (tidak dipublikasikan).

Tirtarahardja, U. & Sulo, S. L. L. 2005. PENGANTAR PENDIDIKAN. Jakarta:


Rineka Cipta.

Tirtarahardja, Umar, dan S.L La Sulo 2005, Pengantar Pendidikan Ed. Revisi


Cet. 2 , Rineka Cipta Jakarta.

19

Anda mungkin juga menyukai