Anda di halaman 1dari 38

RESENSI BUKU

Judul Buku : Pengantar Pendidikan

Pengarang : U.H.Saidah,S.Pd.,M.Sc.

Penerbit : PT RajaGrafindo Persada

Halaman : 288 halaman

Bab 1 Hakikat Pendidikan


A. Pengertian Pendidikan

Pendidkan adalah suatu proses pelatihan dan pengajaran untuk anak-anak dan remaja
untuk mengembangkan keterampilannya. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Online,
pendidikan diartikan sebagai peribahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok dalam
perubahan mendewasakan manusia.

Secara konseptual, berbagai macam pendidikan menurut para pakar dari masa ke masa,
sebagai berikut:

1. Plato (427-347 SM)

Menurut Plato, pendidikan adalah membimbing seseorang dengan sekadar kepercayaan


kepada ilmu pengetahuan yang benar. Seseorang yang dikatakan berpendidikan adalah
orang yang tertanam di dalam dirinya nilai-nilai kebenaran dan konsep-konsep
pendidikan yang tidak usang oleh waktu. Pada zaman Plato, pendidikan bukan
merupakan suatu kewajiban. Pendidikan juga hanya diperuntukkan kepada laki-laki,
sedangkan perempuan hanya di lakukan dirumah saja. Pendidikannya hanya untuk
membekalinya dalam mengurus rumah tangga bukan untuk mengembangkan
intelektualitas.

Pada 387 SM, Plato mendirikan yayasan the Academy yang merupakan yayasan
pendidikan tinggi pertama di Yunani, bahkan di Eropa. Plato menanamkan tujuan
pendidikan adalah kebenaran, dan kebenaran yang sesungguhnya adalah kebahagian
menurut Plato. Cara dalam menyampaikan ilmu pengetahuan yang baik yaitu dengan
cara ceramah yang diikuti dengan diskusi, tanya jawab, dan argumentasi. Di dalam The
Academy ini, berbagai macam materi seperti gulat, dansa, astronomi, dll. Bahkan The
Academy menerima kaum perempuan, yang berarti bahwa Plato menanamkan tidak ada
perbedaan laki-laki dan perempuan dalam pendidikan.

2. Aristoteles (384-322 SM)

Menurut Aristoteles, pendidikan adalah alat untuk membantu manusia dalam mencapai
kebahagiaan dan kesempurnaan. Kebahagiaan merupakan puncak kebaikan. Dengan
pendidikan manusia mengembangkan potensinya menjadi sempurna.

3. John Locke (1632-1704)


Locke memandang bahwa otak anak itu seperti kertas kosong yang bisa diisi dengan apa
saja oleh gurunya melalui pendidikan. Jadi menurut Locke, pendidikan adalah sebuah
proses membantu anak didik, yang dianggap kosong, yang bisa diisi apa pun sesuai
keinginan pendidik, juga dianggap sebgai pribadi dewasa yang belum sempurna yang
membutuhkn pertolongan untuk keluar dari ketidaktahuan. Sehingga menurut locke
bahwa guru merupakan sumber pengetahuan bagi murid-muridnya.

4. Pestalozzi (1746-1827)

Mendidik adalah membantu nature (potensi bawaan manusia) berkembang dengan


sendirinya, dan cara pengajarannya tergantung pada pesan yang harus disampaiakan
dengan menyesuaikan pada kemampuan murid. Pestalozzi merupakan tokoh yang sangat
berpengaruh dan merupakan revolusioner karena ide-idenya. Pestalozzi menekankan
bahwa pendidikan bukan hanya merujuk pada buku saja tetapi merujuk kepada
kebutuhan anak.

5. Friedrich Froebel (1782-1852)

Menurut Froebel, pendidikan harus membimbing dan membina manusia untuk


menemukan kejelasan yang berhubungan dengan dirinya dan yang ada pada dirinya.
Froebel menganggap bahwa anak didik ibarat biji yang di tanam di kebun. Sebab anak
itu akan tumbuh dan berkembang sesuai dengan sifat bawaannya. Sehingga menurut
Foebel, pendidikan berfungsi untuk merangsang, mengembangkan diri dan melindungi
proses perkembangan tersebut.
6. John Dewey (1859-1952)

Dijelaskan oleh Dewey bahwa pendidikan adalah sebuah kebutuhan hudip dan fungsi
sosial, yang tertumpu pada masing-masing individu juga golongan/masyarakat, degan
kemungkinan mengalami kemandegan atau kemajuan yang bisa diukur dengan kriteria-
kriteria tertentu, secara demokratis bisa dinilai dari kualitas masyarakat yang ada.
Pendidkan megandung fungsi sosial yang memberikan pendidikan karakter terhadap
anak dengan tujuan kebaikan, kebahagiaan dan kebebasan.

7. Ki Hajar Dewantara (1889-1959)

Pendidikan adalah daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan
batin, dan karakter), pikiran (intelek dan tubuh anak, dalam rangka kesempurnaan hidup
dan keselarasan dengan dunianya. Terdapat tiga poin yang dapat ditarik dari defini
tersebut yaitu budi pekerti, pikiran dan tubuh. Dengan melalui pendidikan budi pekerti,
manusia Indonesia diharapkan memiliki karakter yang kuat, dengan karakter tersebut
dapat mewarnai kehidupan yang baik. Dalam pikiran atau intelektualitas yang berarti
membebeaskan diri dari kebodohan dan pembodohan dengan cara meningkatkan
kecerdasan dan kepintaran. Setelah pikiran dan budi pekert maka dengan tubuh manusia
yang sehat secara fisik dapat menfasilitasi pikiran dan budi pekerti untuk berkembang
dengan penuh. Sehingga dapat disimpulakan bahwa Ki Hajar Dewantara menggagaskan
bahwa pendidikan merupakan usaha memanusiakan manusia secara manusiawi ke arah
kemerdekaan batiniah dan lahiriah.

8. Redja Mudyahardjo

Mudyhardjo mendefinisikan pendidikan berdasarkan jangkauannya, yang dibagikaan


kedalam 3 macam, yaitu defini pendidikan secara luas, sempit dan luar terbatas. Secara
luas, pendidikan diartikan sebagai hidup. Secara sempir, pendidikan diartikan berarti
sekolah. Dan secara luas terbatas, pendidikan berarti usaha sadar yang dilakukan oleh
keluarga, masyarakat dan pemerintah, melalui kegiatan bimbigan, pengajaran, dan
latihan, yang berlangsung di sekolah dan di luar sekolah sepanjang hayat, untuk
mempersiapkan peserta didik agar dapat memainkan peranan mempersiapkan peserta
didik agar dapat memainkan peranan dalam berbagai ruang lingkup secara tepat di masa
yang akan datang.
B. Pendidikan dan Ilmu Pendidikan

Dijelaskan dalam Hasbullah (2015:6-8), bahwa ilmu pendidikan merupakan ilmu


pengetahuan. Sebagai ilmu pengetahuan, ilmu pendidikan bersifat prakris sekaligus teoritis.
Praktis berarti menyangkut pelaksanaan pendidikan, seperti cara mendidik. Teoritis berarti
menyangkut teori-teori, pedoman-pedoman, prinsip-prinsip ilmiah tentang pelaksanaan
pendidikan.

Pedarta (2013: 6-9), menjelaskan bahwa ada syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi
oleh suatu ilmu untuk bisa ditetapkan sebagai ilmu pengetahuan. Syarat-syarat tersebut
adalah memiliki objek, mempunyai metode penyelidikan, sistematis dan memiliki
tujuan.sejumlah ahli lain menetapkan syarat lain seperti ontologi, epistemologi dan aksiologi.
secara onotologi; apa objek yang akan ditangani, yaitu peserta didik dan perilaku peserta
didik. Secara epistemologi; bagaimana cara melakukannya, yaitu dengan cara metode
penyelididkan ilmiah sesuai dengan angkah-langkah yang disebutkan sebelumnya. Secara
aksiologi; untuk apa hal tersebut dilakukan, yaitu untuk membentuk manusia yang utuh.

C. Fungsi Pendidikan

Tirtarahardja dan La Sulo (2008: 33-37) menyebutkan fungsi pendidikan, yaitu sebagai
berikut:

1. Transformasi Budaya

Budaya adalah cara hidup sekelompok masyarakat yang diwariskan dari generasi ke
generasi. Adapun macam-macam budaya seperti budaya materil, budaya non materil,
lembaga sosial, sistem kepercayaan estetika dan bahasa. Salah satu cara untuk menjaga dan
mempertahankan budaya adalah melalui pendidiakn

2. Pembentukan Pribadi

Seperti yang diketahui, pendidikan mencakp 3 ranah yaitu kognitif, afektif, dan
psikomotrik.sehingga dapat disimpulkan bahwa pendidikan proses membentuk individu
untuk menjadi pribadi yang yang baik melalui bimbingan-bimbingan dan latihan-latihan
yang difasilitasi oleh seorang pendidik. Proses pendidikan juga bersifat sistematis yang
berarti diatur dengan langkah-langkah yang sudah ditetapkan sebelumnya dan bersifat
sistemik yang berarti berlangsung disemua lingkungan, baik di lingkungan keluarga,
maasyarakat maupun sekolah. Diharapkan dengan melalui pendidikan anak-anak, remaja
atau orang dewasa dituntut untuk terus membentuk kepribadian yang lebih baik sesuai
dengan tuntunan zaman yang selalu berubah

3. Penyiapan Warga Negara

Negara berkewajiban untuk memberikan pendidikan kepada warganya. Saking


pentingnya, hak dan kewajiban warga dan pemerintah dalam pendidikan diatur dalam
Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia pasal 31 ayat (1), (2), (3), (4), dan (5).

4. Penyiapan Tenaga Kerja


Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Pasal 27 ayat 2 berbunyi “Tiap-tiap
warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”.
Melalui pengajaran dan pelatiahn, pendidikan membantu dalam mengasah keterampilan
dan keahlian yang mereka butuhkan. Bekerja juga merupakan kebutuhan manusia.
Selain itu, bekerja juga memberikan kesempatan untuk berkreasi, memperluas
pergaulan dan menyibukkan diri.

D. Tujuan Pendidikan

Dalam tujuan pendidikan nasional telah ditetapkan oleh Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang
termaktub dalam Bab II pasal 3 yaitu: berkembang potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab. Tujuan tersebut diperinci lagi dalam Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 19 tahun 2005 Pasal 26 ayat 1,2,3, dan 4 tentang Standar Nasional
Pendidikan.

Menurul Tirtaradja dan La Sulo (2008: 37), tujuan pendidikan berfungsi sebagai pemberi
arah menuju kepada sesuatu yang ingin dicapai. Dapat disimpulkan bahwa hasil akhir
pendidikan diharapkan mempu menjaga, menjaga dan memperbaiki peradaban manusia
seecara umum.

E. Komponen-Komponen Pendidikan

Pendidikan memiliki beberapa komponen pokok, yaitu sebagai berikut:


1. Peserta Didik
Peserta didik adalah peserta dalam proses belajar mengajar baik secara formal,
nonformal maupun informal, dalam rangka mengembangkan pengetahuan, sikap dan
keterampilan. Adapun ciri-ciri peserta didik adalah memiliki potensi fisik dan psikis
yang khas, sedang berkembang, membutuhkan bimbingan dan perlakuan manusiawi
serta memiliki kemampuan untuk mandiri.

2. Pendidik
Dalam Undang-Undang Sisdiknas Nomor 20 tahun 2003, pendidik didefinisikan
sebagai tenaga kependidikan yang berkualitas sebagai guru, dosen, konselor dll, serta
berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan. Dan dalam Undang Undang RI No.
14 Thn 2005 Pasal 10 ayat 1 tentang guru dan dosen dijelaskan bahwa sebagai pendidik
wajib mempunyai kompetensi dalam aspek-aspek berikut yaitu pedagogi, kepribadian,
sosial dan profesional.

3. Interaksi Edukatif
Interaksi antar pendidik dan peserta didik dilakukan dengan cara komunikasi dua arah
yang mengarah kepada tujuan pendidikan.

4. Tujuan Pendidikan
Menurut Hasbullah (2015; 15-16) bahwa terdapat beberapa macam tujuan pendidikan
yaitu, tujuan nasional, tujuan institusional, tujuan kuliner, dan tujuan instruksional.

5. Materi Pendidikan
Materi pendidikan direncanakan dan diatur dalam sebuah kurikulum. Secara sederhana,
kurikulum bisa diartikan sebagai pelajaran-pelajaran yang diajarkan di sekolah. Secara
luas, kurikulum mencakup tidak hanya bahan pelajaran, tetapi juga isi dan tujuan serta
cara ang digunakan dalam penyelenggaraan kegiatan pendidikan.

6. Alat dan Metode Pendidikan


Alat pendidikan bisa berupa alat yaitu meja, kursi, buku, pulpen dll dan juga berupa
tindakan seperti teladan, perintah, larangan, pujian dll. Penggunaan alat-alat tersebut
seharusnya berdasarkan pertimbangan berikut yaitu tujuan, pengguna, objek dan
efektifitas.

7. Lingkungan Pendidikan
Disebutkan dalam Tirtarahardja dan La Sulo (2008; 166-183) bahwa lingkungan
keluarga, lingkungan masyarakat, dan lingkungan sekolah disebut tri pusat pendidikan.
Hubungan antara ketiganya bersifat sinergis.

a. Lingkungan keluarga
Keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang paling penting, karena
keluarga berperan menanam fondasi kehidupan anak, seperti keyakinan agama,
nilai moral, aturan-aturan hidup , dan lain-lain. Pendidikan dalam pendidikan
lingkungan keluarga berfungsi (Hasbullah, 2015; 34) sebagai pengalam
pertama, menjamin kehidupan emosi anak, menanamkan dasar pendidikan
moral dan sosial dan meletakkan dasar-dasar pendidikan agama bagi anak-anak.

b. Lingkungan sekolah
Sekolah merupakan pusat pendidikan yang dilembagakan sekolah menjadi pusat
pendidikan untuk menyiapkan manusisa Indonesia sebagai individu, warga
masyarakat, negara dan dunia. Adapun fungsi sekolah dalam Hasbullah
(2015;34-35) yaitu membantu orang tua dalam mendidik anak-anak,
memberikan pendidikan yang tidak dapat diberikan dirumah, membimbing anak
untuk mengembangkan kecedasan dan memperoleh pengetahuan, dan
membekali anak dengan etika, keagamaan, estetika dan lain lain.

c. Lingkungan masyarakat
Berikut kolerasi antara masyarakat dan pendidikan:

1) Masyarakat merupakan penyelenggara pendidikan yang baik pada jalur


fornal maupun nonformal
2) Kelompok sosial masyarakat seperti kelompok sebaya, organisasi
kepemudaan dan lain-lain
3) Didalam masyarakat, terdapat banyak sumber belajar.
BAB 2 MANUSIA DAN PENDIDIKAN

Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia tahun 1948 Pasal 26 ayat 1 menyatakan, bahwa
setiap orang yang mempunyai hak untuk memperoleh pendidikan. Pendidikan harus gratis,
setidaknya pada tinngkat dasar. Pendidikan dasar bersifat wajib. Pendidikan menengah
(tehnik dan profesi) harus dibuat tersedia untuk umum dan pendidikan tinggi harus bisa
diakses secara merata.

Hal tersebut sejalan dengan Triwiyanto (2014,1) bahwa pendidikan menjadi kebutuhan
manusia juga Tirtaraharjda dan La Sulo (200,1) serta Suardi (2012,5) bahwa sasaran
pendidikan adalah pendidikan.

A. Manusia Animal Educatum


Tirtaraharja dan La Sula (2008;3-17) dan Suardi (2012;1-3) berpendapat bahwa secara
biologis, manusia memilii banyak kemiripan dengan hewan. Beberapa d antara kemiripan
itu adalah bertulang belakang, berjalan tegak, melahirkan, menyusui, dan pemakan segala.
Namun ada beberapa sifat yang dimiliki manusia yang membedakannya dengan hewan
yaitu,

1. Kemampuan menyadari diri


2. Kemampuan bereksistensi
3. Pemilikan kata hati
4. Moral
5. Kemampuan bertanggung jawab
6. Rasa kebebasan
7. Kesediaan melaksanakan kewajiba dan menyadari hak
8. Kemampuan menghayati kebahagiaan

Menurut Langeveld dalam Mudyaharjo (2014;33-35), manusia dalah animal educatum,


yang berarti individu yang bisa didik dan mendidik. Secara biologis, pendidikan menjadi
sebuah keharusan karena manusisa terlahir dengan insting yang tidak sempurna, manusia
perlu belajar untuk bisa terhubung dengan lingkungan, dan pendidkan menusia terjadi
setelah mencapai kebebasan fisik.
Dan pendidikan menjadi sebuah kemungkinan berdasar potensi-potensi seperti manusia
bersifat lentur, manusia memiliki otak yang besar, manusia memiliki syaraf berfikir.
Triwiyanto menulis berdasarkan pendapat Hunges, bahwa terdapat perbedaan yang sangat
penting antara perilaku naluriyah manusia dan perilaku naluriyah binatang. Perilaku
naluriyah binatang relatif terbentuk tetap dan tidak beragam, sedangkan perilaku naluriyah
manusia lentur, bervariasi, dan potensial.

B. Dimensi Dasar Manusia


Tirtaraharjda dan La Sulo (208) dan triwijayanto (2014) membagi dimensi darar
manusia ke dalam 4 bagian:

1. Manusia sebagai makhluk individu


Manusia bukanlah makhluk homogen, baik secara fisik maupun psikologis. Hal ini
memiliki implikasi bahwa satu individu dengan individu yang lain adalah berbeda.
Jadi, menjadi individu berati menjadi pribadi yang indepeden yang terpisah dari
pribadi-probadi yang lain, yang memiliki kebutuhan dan tujuan masing-masing.

2. Manusia sebagai makhluk sosial


Disamping manusia sebagai individu independen, manusia juga bersifat
interdependen, bergantung terhadap hal lain, dalam memnuhi hajat hidupnya.
Interdependen ini menjadikan manuisa sebagai makhluk monodualisme atau
makhluk dwitunggal. Memerankan dua peran pada saat yang bersamaan
memberikan identitas manusia sebagai makhluk individu sekaligus makhluk sosial.

Sebagai makhluk sosial manusia perlu mempunyai kemampuan sosial (bagaimana


mengelola hubungan), kesadaran sosial (kemampuan merasakan emosial orang lain,
memahami sudut pandang mereka, dan berminat katif kepada kekhawatiran
mereka), pengelolaan sosial (kemampuan membimbing, memengaruhi,
menegmbangkan orang lain, pengelolaan konflik, membangun ikatan dan kerja
kelompok) (Triwiyanto, 2014;8). Secara umum, manusia sebagai makhluk sosial
mampu mengembangkan dimensi manusia sebagai makhluk individu. Karena
dengan interaksi sosial, individu akan menyadari dan menghayati individualitasnya
(Tirtarahardja dan La Sulo, 2008;19).

3. Manusia sebagai makhluk susila


Membahas tentang susila/moral/norma tak terpisahkan dengan etika dan etiket.
Etika adalah ilmu tentang baik dan buruk, sementara etiket adalah adat sopan
santun. Sebagai indidvidu, manusia perlu beretika dan beretiket untuk lingkungan
sosialnya. Aristoteles (384-322 SM) meninggalkan sebuah adigum bahwa, aturan
akan selalu muncul apabila manusia mengadakan hubungan sosial atau masyarakat
dengan manusia lain (Jalaluddin dan Idi, 2013;135). Susila mengandung 3 nilai
macam yaitu Nilai otonom (kebaikan menurut pendapat seseorang), Nilai heterotom
(kebaikan menurut kelompok) dan nilai theonom (kebaikan menurut Tuhan)
Tirtarahardja dan La Sulo, 2008;21). Untuk itu perlu adanya pendidkan tata susila
kepada masyrakat sebagai media pengenalan, pelaksanaan dan internalisasi
(triwijayanto, 2014; 11).

4. Manusia sebagai makhluk agama


Menurut KBBI Online, agama adalah “ajaran yan mengatur tata keimnanan
(kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang MahaKuasa serta tata kaidah
ang berhungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya”.

Peran agama terjadi dalam 2 ranah kehidupan manusia yaitu, Ranah Horisonal yaitu
mengajarkan manusia untuk menciptakan harmoni pada dirinya sebgai individu dengan
individu yang lain dalm pergaulan sehari-harinya, sedangkan ranah vertikal yaitu
mengajarkan manusia untuk menjalin hubungna baik dengan Sang pencipta.

C. Manusia utuh
Orientasi pendidikan adalah pembentukan manusia secara unuh (Tritarahardja dan La
Sulo, 2008) utuh secara jasmani dan rohani, utuh secara kognitif, afektif dan psikomotor,
utuh secara individual, sosial, kesusilaan, dan keberagamaan.
Menganalisis hubungan antara dimensi dasar manusia, pendidikan dan orientasi
pendidikan. Sedangkan orientasi pendidikan yang berupa manusia utuh bisa disimpulkan
sebagai aktualisasi, ketepatan seseorang dalam menempatkan dirinya sesuai dengan
kemampuannya. Sehingga potensi yang baik ditunjang dari proses yang baik dan dapat
menghasilkan aktualisasi yang baik pula.

BAB 3 PENDIDIKAN SEBAGAI SISTEM

A. Pengertian Sistem

Sistem adalah jumlah keseluruhan dari bagian-bagiannya yang saling bekerja sama
untuk mencapai hasil yang diharapkan berdasarkan kebutuhan yang telah ditentukan
(Hasbukkah, 2015:123). Sistem secara tekhnis berarti seperangkat komponen yang saling
berhubungan dan bekerja bersama-sama untuk mencapai suatu tujuan (Panen,2005:1).
Secara lebih rinci, Trirahardja dan La Sulo (2008,58), memberikan beberapa ciri-ciri umum
suatu sistem, yaitu:

1. Sistem kesatuan yang terstruktur


2. Kesatuan tersebut terdiri dari sejumlah komponen yang saling berpegaruh
3. Masing-masing komponen mempunyai funsi tertentu dan bersama melaksanakan
fungsi struktur yaitu mencapai tujuan sistem.

Setiap komponen komponen pendidikan mempunyai fungsi masing-masing. Komponen


satu dengan yang lain saling berhubungan dan berinteraksi untuk mencapai tujuan
pendidikan yaitu membawa anak kearah tingkat kedewasaan, agar dapat mandiri dalam
hidupnya di tengah tengah masyarakat ( Jalaluddin, 2013,114).

B. Model Sistem Pendidikan

Scheerens (2011,36), menyebutkan model sistem pendidikan dengan komponen input


dan output sebagai suatu sistem produktif, dengan alasan input ditransfer/diproduksi
menjadi output. Supra sistem yang dimaksud berupa filsafat negara, agama, sosial,
kebudayaan, ekonomi, politik, dan demografi. Menurut Mudyahardjo (2014:46), sistem
terbuka adalah sistem yang terstruktur bagian-bagiannya terus menyesuaikan diri dengan
masukan dari lingkungan yang terus menerus berubah, dalam usaha dapat mencapai
kapasitas optimalnya. Berikut karakteristik sistem terbuka:
1. Mendatangkan energi, seperti mendatangkan pengajar, uang, alat-alat belajar, para
peserta didik dari luar lembaga pendidikan.
2. Mentransformasikan energi, termasuk memprosekan peserta didik.
3. Mengekspor hasil, seperti menghasilkan lulusan juga memberi pengaruh positif terhadap
pembangunan masyarakat
4. Sebuah rangkaian peristiwa, seperti kegiatan memproses input yang perlu dilakukan
secara berulang-ulang.
5. Negentropi, mengantisipasi perubahan lingkungan dan memperbaiki kerusakan.
6. Balikan negatif, adanya keterbukaan untuk memperoleh informasi tentang
kekurangankekurangan untuk memperbaiki pendidikan.
7. Homeostatis, mengikuti dinamika supaya supaya tidak ketinggalan zaman.
8. Deferensiasi, adanya spesialisasi yang berbeda misalnya, pengajaran, kepegawaian, dan
administrasi.
9. Ekuifinalitas, adanya banyak cara untuk mencapai tujuan yang sama.

Model sistem pendidikan menurut Tirtarahrdja dan La Sulo bahwa input/ masukan
dibedakan menjadi 3 yaitu raw input(siswa baru), instrumental input (guru, non uru,
administrasi sekolah, kurikulum, anggaran pendidikan serta sarana dan prasarana), dan
environmental input (budaya, ekonomi masyarakat, kependudukan, politik, dan keamanan
negara.

Untuk komponen proses, Potter membaginya ke dalam dua subkomponen, yaitu:

1. Organizational yang meliputi nasional dan daerah, disesuaikan dengna kondisi di


Indonesia,
2. Instructional yang meliputi kurikulumdan pengajaran, di mana pengajaran, dimana
pengajaran sangat ditentukan oleh kualitas guru, sumber pembelajaran dan kegiatam
nonakademis siswa.

Sebagai perbandingan, Pidarta (2013,34) memasukkan indikator-indikaor berikut


sebagai subsitem proses, yaitu bahan pembelajaran, metode belajar mengajar, alat belajar,
alat peraga dan media belajar, lingkungan dan iklim belajar, manajemen dan asministrasi
kelas, siswa, pendidik, pengawas, dan evaluasi.
C. Suprasistem, Sistem dan Subsistem

Pidarta (2014: 33-34) menjelaskan bahwa pendidikan memiliki banyak subsistem


dengan sub subsistem masing-masing. Di antara subsistem tersebut adalah:

1. Subsitem perangkat lunak. Sub-subsistemnya adalah:

• Manajemen
• Struktur
• Teknik
• Bahan pelajaran
• Informasi

2. Subsistem perangkat keras. Sub-subsistemnya adalah:

• Prasaran, meliputi jalan, lapangan olahraga, dan halam sekolah


• Sarana, meliputi gedung, laboratorium, perpustakan, media pendidikan, alat-alat
belajar, dan alat-alat peraga
• Biaya
• Orang, meliputi pengelola, pengawas, pendidikan, pelitih, dan pembimbingan.

3. Subsistem manajemen, sub-subsistemnya adalah:

• Struktur, meliputi unit-unit kerja, deskripsi tugas, persyaratan keterampilan, teman


sekerja, tim, dan atasan.
• Teknik, meliputi kepangkatan, kesejahteraan, dan pembinaan profesi
• Personalia, meliputi kepengkatan, kesejahteraan, dan pembinaan profesi
• Informasi, meliputi menjaring, menganalisis, dan menyimpan semua informasi yang
bertalian dengan pendidikan
• Lingkungan, meliputi menangani kerja sama antara lembaga dengan lingkungan/
masyarakat.
D. Fungsi Sistem

Porter (hlm 13), menciptakan indikator-indikator dalam setiap subsistem pendidikan


dengan tujuan:

• Sebagai bahan deskripsi pendidikan


• Sebagai bahan evaluasi dalam memonitor inovasi pendidikan.
• Sebagai informasi penjelasan jika output/hasil pendidikan tidak tercapai.

Tirtaraharja dan La Sulo (2008,69) menjelaskan perlu adanya analisis sistem jika
pencapaian output dalam sebuah sistem tidak maksimal, dengan mempertimbangan hal-hal
sebgai berikut:

• Menemukan komponen yang mengandung kelemahan


• Menemukan hubungan antara kompenen yang mengandung kelemahan
• Memperbaiki komponen dan ataupun hubungan antar komponen yang lema tersebut
Sebuah sistem yang baik adalah sistem yang ditunjang oleh komponen komponen yang baik.
Jika ada salah satu komponen yang lemah, yang diharapkan ada komponen lain yang bisa
menutup kekurangan tersebut. Sehingga optimasi tujuan sistem bisa tercapai. Sama halnya
untuk membangun suprasistem yang baik., keberadaan masing-masing sistem juga hubungan
antarsistem harus baik.

Bab 4 Aliran Pendidikan Developmentalisme

Developmentalisme merupakan aliran pendidikan modern. Pra-developmentalisme,


telah berkembang aliran-aliran pendidikan tradisional, diantaranya yang digawangi oleh
kaum puritan (Ediger, 1991), aliran Calvinisme dan John Locke (Sniegoski, 1994). Aliran
puritan beranggapan bahwa manusia terlahir sebagai makhluk pendosa. Oleh karena itu,
pendidikan diharapkan mampu membawa manusia kepada kebaikan.

Pada pertengahan abad 19 terjadi perubahan pandangan tentang kodrat manusia yang
terlahir bersih dan murni. Hal inilah yang kemudian memicu tumbuh kembangnya aliran
aliran pendidikan modern, seperti developmentalisme.

A. Aliran Pendidikan Developmentalisme


Aliran pendidikan developmentalisme sangat dipengaruhi oleh filsafat naturalisme, yang
dipelopori oleh filosof Prancis yaitu Jean Jacques Rosseau. Barnadib (2013;19) menjelaskan
jika naturalisme berpandangan bahwa kenyataan yang sebenarnya adalah alam semeste fisik.
Mudyahardjo (2014;114) mendefinisikan aliran pendidikan developmentalis sebagai
pendidikan alam di sekolah, dengan memberikan peranan yang lebih positif dari pendidik di
dalam mengawal dan melancarkan proses pengembangan yang wajar dari kemampuan-
kemampuan bawaan yang terkandung dalam diri setiap individu.

Trirahardja dan La Sulo (2008;197-19) dan triwiyanto (2014;33) menjelaskna beberapa


katareristik naturalisme.

• Pembawaan baik, naturalisme meyakini bahwa setiap anak terlahir dalam keadaan
baik
• Negativisme, naturalisme juga disebut dengan negativisme karena aliran ini
percaya bahwa pendidikan untuk anak sejatinya tidaklah diperlukan. Yang
diperlukan adalah membiarkan dan menyerahkan anak tumbuh bersama alam.
• Natural, naturalisme bependapat bahwa pendidikan terhadap anak seharusnya
dilakukan secara natural/ alami, tidak dibuat-buat/artifical.

B. Tokoh Aliran Developmentalisme

Beberapa tokoh aliran pendidikan developmentalisme antara lain sebagai berikut:

1. Johann Heinrich Pestalozzi (1746-1827)

Pandangan Pestalozzi menegnai pendidikan adalah bahwa mendidik itu membantu


nature (potensi bawaan manusia) berkembang dengan sendirinya, dan cara
pengajarannnya tergantung pada esan yang harus disampaikan dengan menyesuaikan pada
kemampuan murid. Pestalozzi dalam Hewes (1992;7).

Jika disimpulkan, berikut metode pendidikan Pestalozzi (pidarta, 2013: 117):

1. Impression/ pengamatan, yang dilakukan bukan saja melalui pancaindra, tetapi


juga melalui unsur emosional.
2. Expression/ ekspresi, bisa dalam bentuk bahasa, benda-benda, bilangan atau
hitungan dan moral.
Menurut Sutimin dan Suparman (2012: 127-128), tujuan pendidikan Pestalozzi adalah
mengembangkan segala daya kemampuan anak ke arah kemanusiaan yang sejati. Jadi
dalam hal ini tugas guru adalah memberikan pertolongan kepada anak agar ia kelas dapat
pertolongan dirinya sendiri. Pestalozzi juga menganggap peranaan ibu pada khususnya,
dan keluarga pada umumnya, sangat penting dalam proses pendidikan anak.

2. Friedrich Wilhelm August Froebel (1782-1852)

Froebel berpendapat bahwa terdapat kekuatan laten pada tiap-tiap diri anak. Kekuatan
tersebut menjadi potensi-potensi anak yang bisa dikembangkan melalui pendidikan, jadi
tugas pendidikan adlah mengembangkan semua potensi tersebut menjadi aktual, sehingga
seorang individu bisa mencapai kedudukan yang cocok di alam raya ini, sesuai dengan
kehendak Tuhan Sang Maha Pencipta (Pidarta, 2013: 118-119).

Menurut Ediger (1991: 8, 1992:3), model pembelajaran Froebel diimplementasikan


dalam tiga kategori aktivitas, yaitu:

1. Gifst adalah objek-objek tertentu yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan


murid untuk membantu mereka memahami kebenaran-kebenaran fundamental.
2. Occupations, memberi kesempatan kepada siswa untuk memodifikasi/mengubah
materil, seperti melipat dan menggunting kertas, membentuk tanah liat, mewarnai
gambar dan lain-lain.
3. Mother-play songs, murid membentuk lingkaran dan menyanyikan lagu.

Froebel menciptakan ketiga aktivitas tersebut diatas karena dia berpendapat bahwa
pendidikan yang baik adalah yang memberikan kesibukan kepada anak, yang mengondisikan
anak tidak hanya sekadar mengenal barang-barang tetapi juga membuat barang-barang
tersebut, sehingga anak dapat mencapai kebahagian.

C. Developmentalisme di Indonesia

Sekolah alam dikategorikan dalam developmentasi karena banyak alasan sebagai berikut:

Sekolah alam meyakini bahwa setiap anak didik datang ke sekolah dengan
membawa potensi masing-masing
Karena yakin bahwa setiap anak membawa potensi masing-masing
Setting pembelajaran tidaklah artifisial seperti duduk diatas kursi dengan sebuah meja
didalam kelas. Pembelajarn di sekolah alam dilakkan secara alami, bisa dikebun bunga,
kebun sayur dan lain-lain.

Bab 5 Aliran pendidikan progresivisme

A. Aliran Pendidikan Progresivisme

Syam dalam Jalaluddin dan Idi (2013:78-82) menyatakan bahwa aliran progresivisme
biasa diasosiasikan dengan aliran instrumentalisme, yang menganggap inteligensi manusia
sebagai alat untuk hidup, mencapai kesejahteraan, dan mengembangkan pribadinya. Aliran
progresivisme juga dikaitkan dengan aliran eksperimentalisme, aliran enviromentalisme,
pragmatisme.

Munculnya aliran pendidikan progresivisme dilandasi oleh beberap cabang ilmu


pengetahuan yang mampu menumbuhkan kemajuan yang bersifat evolusioner. Didalam ilmu
tersebut adalah ilmu hayat, antropologi, psikologi, dan ilmu alam. Secara eksplisit,
Mudyahardjo (2014, 142) memberi pengertian progresivisme sebagai geraka pendidikan yang
mengutamakan penyelenggaraan pendidikan disekolah berpusat pada anak, sebagai reaksi
terhadap pelaksanaan pendidikan yang masih berpusat pada guru atau bahan pelajaran.

Olson dalam Barnadib (2013; 124-125) menjelaskan bahwa sekolah yang berpusat pada
masyarakat yang memiliki karakteristik sebagai berikut:

1. Memusatkan tujuan-tujuannya pada perhatian dan kebutuhan masyarakat


2. Mempergunakan bahan-bahan dan sumber-sumber dari masyarakat sebanyak-
banyaknya.
3. Mempraktikkan dengan menghargai paham demokrasi
4. Menyusun kurikulum berdasarkan kehidupan manusia
5. Memupuk jiwa pemimpin dalam lapangan kehidupan masyarakat
6. Mendorong anak didik untuk aktif kerja sama dan saling mengerti

Proses mengatasi masalah secara berulag ulang akan memunculkan pengalaman, dimana
pengalaman merupakan sumber evolusi / perkembangan. Berikut poin-poin penting tentang
pendidikan yang sesuai dengan perkembangan anak yang harus diperhatikan:
1. Domain perkembangan anak (fisik, kognitif, dan sosiemosional)
2. Perkembangan terjadi dalam urutan yang relatif teratur dengan kemampuan dan
keahlian
3. Variasi individual mengkarakterisasi perkembangan anak
4. Perkembangan dipengaruhi oleh konteks sosial dan kultural yang beragam
5. Anak-anak adalah pembelajaran aktif dan harus didorong untuk mengkonstruksi
pemahaman dunia dan sekitarnya
6. Perkembangan akan meningkat jika anak diberi kesempatan untuk mempraktikkan
keahlian baru dan jika anak merasa tantangan di luar kemampuan mereka saat itu.
7. Anak-anak akan berkembang dengan amat baik dalam konteks komnitas di mana
mereka aman dan dihargai, kebutuhan fisiknya, di penuhi, dan mereka merasa aman
secara psikologis Salah satu bentuk impelementasi dari core curriclum adalah metode
proyek yang digagas oleh William Heard Kilpatrick. Metode proyek adalah kegiatan
belajar di mana anak-anak mendapat kesempatan memilih, merancang, dan
memimpin, pekerjaan yang hampir mendekati keadaan yang sebenarnya dalam
penghidupan sehari-hari. Karakteristik yang menonjol pada metode proyek ini adalah
anak sebagai inisiator dan guru sebagai fasilitator. Tujuan metode proyek secara
spesifik adalah

1. Meningkatkan kualitas hiduo anak didik sesuai dengan jenjang pendidikan


2. Membina dan mengembangkan potensi anak didik
3. Mengubah perilaku anak didik menjadi kreatif, adaptif dan mandiri
4. Mengamalkan kepercayaan bahwa kurikulum tiap-tiap bidang studi itu bersifat
fleksibel.

B. Tokoh aliran pendidikan progresivisme

Tokoh yang paling berpengaruh dalam aliran pendidikan progresivisme adalah Francis
wayland parker dan John Dewey. Dewey mendapat pengakuan sebagai tokoh yang sangat
berpengaruh dalam aliran pendidikan progresivisme karena kontribusinya, sebagai berikut:

1. Dewey memperkenalkakn pandangn tentang anaksebagai pembelajaran aktif


2. Dewey menginisiasi ide bahwa pendidikan seharusnya difokuskan pada anaks
ecara keseluruhan dan memperkuat
3. Dewey menggagas bahwa semua anak berhak mendapatkan pendidikan yang
selayaknya. 1. Francis Mayland Parker (1837-1902)
Parker lahir di Bedford, New Hampshire, Hillsborough Country pada 9 Oktober 1837,
dan meninggal pada 2 Maret 1902. Pengaruh Parker terhadap pendidikan adalah dia
mencurahkan hiduonya untuk memperjuangkan pendidikan yang demokratis yang
menganggap anak sebagai pusat pendidikan. Parker percaya bahwa pendidikan adalah upaya
diri sendiri, yang bisa diwujudkan melalui perhatian dan ekspresi. Mode perhatian yang
digunakan oleh Parker adalah observasi, mendengarkan dan membaca. Sedangkang metode
ekspresi meliuti sikap, suara, berbicara, musik, pengadaan, pemodelan, melukis,
menggambar, dan menulis.

2. John Dewey (1859-1952)

John Dewey lahir di Burlington, Vermont pada 20 Oktober 1859 dan meninggal di New
York pada 1 Januari 1952. Dewey juga tidak setuju jika anak didik dianggap sebagai batu
tulis kosong, yang bisa ditulis apapun oleh gurunya. Dewey percaya bahwa anak didik adalah
individu yang aktif. Sehingga tugas pendidikan adalah mengarahkan dan membimbing
aktivitas anak.

Menurut Dewey, ketika anak memasuki pendidikan formal, mereka membawa empat
dorongan alamiah pada diri mereka, yaitu dorongan untuk berkomunikasi, dorongan untuk
mengontruksi, dorongan untuk bertanya dan dorongan untuk berekspresi. Inti teori
pengajarang Dewey adalah experiment, experience, problem solving dan social ends. Di
samping empat elemen tersebut, Dewey juga memperhatikan dua aspek berikut dalam
praktik-praktik pendidikannya yaitu aspek psikologis dan aspek sosiologi.

3. Laboratory School (Dewey School)

Pada Januari 1986, Dewey membuka sekolah yang diberi nama Laboratory School di
Universitas Chicago. Sekolah ini juga dikenal sebagai Dewey School. Karena di sekolah ini
ode-ide dan teori-teori Dewey diterapkan. Kurikulum yang digunakan adalah occupations,
aktivitas yang dilakukan oleh murid yang sejalan dengan pekerjaan-pekerjaan yang ada pada
kehiduapan sosial.

4. Kelemahan sekolah Dewey

Kelemahan-kelemahan sekolah Dewey (sutimin dan Suparman, 2012:156) adalah:


1. Membutuhkan biaya yang mahal
2. Terlalu fokus pada praktik, cenderung mengabaikan masalah kesusilaan
3. Mengabaikan keberadaan Tuhan juga
4. Membutuhkan guru yang benar-benar ahli

C. Progresivisme di Indonesia

Menurut Nanuru (2013), aliran pendidikan progresivisme di Indonesia tercermin dalam


SMK (Seklah Menengah Kejuruan). Hal ini berlandasankan beberapa alasan, yaitu:

1. Pendidikan SMK membina bakan dan kreativitas peserta didik


2. Pendidikan SMK berbasis pengalaman
3. Pendidikan SMK mempersiapkan anak didik untuk terjun ke kehidupan
bermasyarakat dengan menciptakan lapangan kerja sendiri
4. Pendidikan SMK menjawab kebutuhan tenaga kerja diperlukan oleh pasar
(masyarakat)

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa aliran pendidikan karena telah berkontribusi
besar terhadap dunia pendidikan karena telah mengasaskan kebebasan dan kemerdekaan bagi
anak didik untuk berfikir. Progresivisme meyakini bahwa semakin besar anak diberikan
kebebasan untuk berfikir, semakin besar kemajuan yang terjadi dalam bidang pendidikan.
Semakin banyak kemajuan yang dicapai dalam bidang pendidikan, semkain maju peradaban
masyarakat.

Bab 6 Aliran Pendidikan Esensialisme


A. Aliran Pendidikan Esensialisme

Barnadib (2013) menjelaskan bahwa aliran pendidikan esensialisme banyak dipengaruhi


oleh paham idealisme dan realisme. Dalam aliran pendidikan esensialisme ada dua jenis
ketetapan, yaitu ketetapan mutlak dan ketetapan terbatas. Secara implisit dapat disimpulkan
bahwa esensialisme menurut anak didik untuk memiliki kemampuan penyerapan yang tinggi.

Inti idealisme dari aliran pendidikan esensialisme adalah pengguanaan prinsip-prinsip,


ide-ide, dan bahan-bahan pokok yang diwariskan dari masa lampau sebagai bahan pelajaran
dalam pendidikan. Salah satu contoh kurikulum esensialisme dikemukakakn oleh
Bogoslousky yang menggambarkan kurikulum dengan pola rumah yang memiliki empat
bagian yaitu:

1. Universum
2. Sivilisasi
3. Kebudayaan
4. Kepribadian

B. Tokoh Aliran Pendidikan esesnsialisme

Menurut Mudyaharjo tokoh aliran pendidikan esensialisme adalah William Chandler


Bagkley. Bagley menentang aliran pendidikan progrevisme yang pandangannya bahwa
kemajuan adalah elemen penting dalam pendidikan.

William Chandler Bagley (1874-1946)


Bagley lahir di Detroit pada 15 Maret 1874 dan meninggal di New York pada 1 Juli
1946. Menurut Watras (2012) terdapat perbedaan antara John Dewey dan Bagley mengenai
pengajaran. Dewey menganggap mata pelajaran adalah alat. Alat yang digunakan untuk
menyelesaikan masalah, alata yang meningkatkan pengetahuan. Sementara Bagley
berpendapat bahwa mata pelajaran adalah sarana untuk memodifikasi tingkah laku anak
didik. Ha; tersebut didasari oleh kepercayaan Bagley akan insting natural seorang anak, yang
meliputi:

• Permainan
• Keingintahuan
• Peniruan
• Pengulangan

Menurut Bagley, guru seharusnya mampu mengenali insting . Begley menekankan ada
empat kontrol yang lain, yaitu ide, tujuan, prasanga, dan sikap. Secara garis besar, prinsip
pendidikan esensialisme sebagai berikut:

1. Pendidikan haruslah dilakukan melalu usaha keras, tidaklah begitu saja timbul dari
dalam diri siswa
2. Inisiatif dalam pendidikan ditekankan pada guru bukan pada siswa
3. Inisiatif proses pendidikan adalah asimilasi dari mata pelajaran yang telah
ditentukan
4. Seklah harus mempertahankan metode-metode tradisional yang beraturan dengan
disiplin mental
5. Tujuan akhir pendidikan adalah untuk meningktakan kesejahteraan umum
merupakan tuntunan demokratis yang nyata
6. Metode-metode tradisonal yang bertautan dengan disiplen mental merupakan
metode yang diutamakan dalam pendidikan disekolah.

C. Esensialisasi di Indonesia

Beberapa perimbangan yang mendasari pernyataan tersebut antara lain:

a. Terdapat kurikulum tunggal yang ditetapkan oleh pusat untyk diberlakukan ke


seluruh institusi pendidikan.
b. Pembelajaran yang disajikan dengan menggunakan mata pelajaran yang
terstandar
c. Penekanan penilaian masih dominan pada aspek pengetahuan saja, walaupun
pada hakikatnya terdapat 4 aspek penilaian, yaitu pengetahuan, keterampilan,
sosial dan spiritual.

Bab 7 Aliran Pendidikan Perennialisme


A. Aliran Pendidikan Perennialisme

Secara termonologis, perennialisme berasal dari kata perennial yang berarti abadi atau
kekal yang daoat berarti juga terus tiada akhir. Secara definitif, perennialisme
didefinisikan sebagai gerakan pendidikan yang mempertahankan bahwa nilai-niali
universal itu ada, dan bahwa pendidikan hendaknya merupakan suatu pencarian dan
penanaman kebenaran-kebenaran dan nilai-nilai tersebut.

Dalam Barnadib (2013) dijelaskan bahwa perennialisme muncul karena timbulnya


kegelisahan akan masa yang penuh dengan kekacauan, kebingungan, dan
kesimpangsiuran. Cara penyelamatan yang ditempuh adalah kembali kepada peradaban
zaman pertengahan yaitu abad 5 - 15. Oleh karena itu perennialisme dikatakan bersifat
regresif, karena berjalan mundur kembali pada masa lalu.
Peletak dasar pendidikan perennialisme adalah Plato (427-347 SM), memperkenalkan
konsep tentang ide dan pengalaman. Menurut Plato ada 3 macam potensi yaitu nafsu,
kemauan dan akal. Ariatoteles (384-322 SM) mengemukakan tentang piramida ontologis
yang terdiri dari potensilititas dibagian bawah dan akualitas dibagian atas. Dan Thomas
Aquinas (1225-1274) menyatakan bawa bahan pengetahuan adalah pertemuan antara
dunia luar dan indra. Dapat di tarik kesimpulan bahwa pada pemikiran peradaban yang
dianut oleh perenialisme berlandaskan teologi (dipengaruhi oleh kepercayaan terhadap
agama) dan rasional ( dipengaruhi pertimbangan akan yang sehat).

Dalam perenialisme, belajar dibedakan menjadi dua, yaitu pengajran da pertemuan.


Dalam pengajaran, peran guru menjadi utama, sedangkan dalam pertemuan, anak didik
dianggap tidak lagi memerlukan guru, karena mereka dapat belajar atas kemampuannya
sendiri. Dalam hal penalaran Aristoteles telah menegaskan 4 macam penyebab
terjadin,berlangsungnya sesuatu. Keempat penyebab tersebut adalah:

1. Penyebab material
2. Penyebab penjelas
3. Penyebab efisien
4. Penyebab final

Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa pendidikan perenialisme ditujukan untuk
melatih pemikiran. Hal tersebut dapat dilakukan dengan tahapan-tahapan sebagai berikut:

1. Pendidikan dasar, melakukan penanaman dan pelatihan kebijakan-kebijakan moral.


2. Pendidikan menengah, mempertinggi kecerdasan akal dengan cara pengajan bahasa
asing sebagai usaha pengenalan dunia luas, mengajarkan hakikat kebudayaan
melalui Great Books
3. Pendidikan tinggi, mempelajari filsafat metafisika

B. Tokoh Aliran Pendidikan Perennialisme


1. Robert maynard hutchins (1899-1977)
Ditinjau dari segi tujuan pendidikan, John Dewey dan Robert Maynard Hutdhins
mengemukakan hal yang sangat berbeda, Dewey berpendapat bahwa tujuan
pendidikan adalah untuk pertumbuhan, sedangkan Hutchins berfikir bahwa tujuan
pendidikan adalah kebijaksanaan.
Menurut Dewey, perkembangan adalah akumulasi tindakan yang kemudian akan
memberikan sebuah hasil. Tindakan bersumber dari kebiasaan dan kebiasaan
menghasilkan pengalaman. Sedangkan menurut Hutchins, kebijaksanaan adalah
pengetahuan tentang asas-asas dan prinsip-prinsip.
Prinsip-prinsip dan asumsi Hutchins sebagai berikut:

a. Adanya standar objektif tentang kebenaran, kebaikan, dan hak


b. Kehiduoan manusia dititik beratkan pda perkembangan daya intelektualnya
c. Daya intelektual manusia adalah hal terbaik untuk dikembangkan.
d. Pendidikan yang tepat adalah penanaman intelektualitas menurut prinsip-prinsip
metafisik Aristoteles dan Aquinas yang akan memastikan berpikir benar
e. Demokrasi adalah bentuk organisasi politik terbaik untuk meyakinkan bahwa
akhir kehidupan manusia dapat ditelusuri semuanya.
f. Perguruan tinggi harus dinilai oleh sejauh mana mereka terlibat dalam berfikir
kritis mengenai isu-isu mendasar yang sedang berlangsung
g. Pendidikan umum berlaku untuk semua orang, terlepas dari nilai instrumental
tertentu, atai kemampuan intelektual siswa
2. Jacques Maritain (1882-1973)
Menurut Maritain bahwa, tugas utama pendidikan adalah menyebarkan cinta akan
kebenaran, cinta akan keadilan, cinta akan kesederhanaan dan terbuka terhadap
eksistens, dan cinta akan kerja sama. Berdasarkan pada tugas pendidikan tersebut,
maka Maritain beranggapan bahwa pendidikan seharusnya:

a. Perlu dilaksanakan dengan iluminasi dan pemberian semangat mengenai


segala kebaikan
b. Meninggalkanpengaruh kepada anak didik sehingga pendidikan meresap
kedalam pribadi anak.
c. Mampu menciptakan pribadi yang utuh dengan cara memberikan bekal
intelektualisasi sebagai prioritas utama
d. Membuat anak menguasai apa yang dipelajari dengan akalnya.
C. Perennialisme di Indonesia

Implementasi atau pelaksanaan aliran pendidikan perenialisme di Indonesia tercermin


dalam pembelajaran sejarah. Dalam pembelajaran sejarah bisa dilakukan dengan diskusi
karya-karya dan membaca dalam rangka mendisiplinkan pikiran. Dalam hal ini, guru bisa
memosisikan diri sebagai murid dalam hal self-discovery dan seorang profesional yang
berkualitas dan superior dalam hal penguasaan pengetahuan.

Menurut Pidarta (2014:109-110), sejarah mengandung keadikan, model, konsep, teori,


praktik, moral, cita-cita, bentuk, dan sebagainya. Kesemuanya mengandung informasi-
informasi yang bisa di pelajari, dijadikan landasan dan bahan perbandingan untuk
memajukan diri.

Bab 8 Pendidikan Nasional Masa Hindu Budha Islam


A. Masa Hindu (abad ke 4)
Praktik pendidikan di Indonesia sudah ada sejak abad ke 4, yang banyak
dipenngaruhi oleh agama hindu. Hal ini dibuktikan adanya prasasti dan batu-batu
yanh ditulis denga huruf Pallawa, yang berasal dari India dalam bahasa Sangsekerta.
Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa saat itu manusia indonesia telah belajar
membaca dan menulis. Akan tetapi, saat itu pendidikan masih terbatas untuk kalangan
yang berkasta tinggi saja, sehubung dengan tugas mereka sebagai penyuluh
masyarakat dan penguhubung antara dewata dan masyarakat. Pada zaman hindu,
ilmu-ilmu yanh dipelajari adalah filsafat, etika dan pelaksanaan adat istiadat.

B. Masa Budha (abad ke 5)


Agama budha mulai berkembang di Indonesia sejak abad 7 di Palembang. Hal
ini terjadi karrna Palembang menjadi tempat persinggahan untuk para pengikut agama
Budha di Tiongkok yang sedang mengunjungi tanah suci India.

Masuknya agama Budha di Indonesia tentu berpengaruh pada sejarah pendidikan


nasional. Pengaruh tersebut terbukti adanya penemuan relief pada candi Borobudur
yang menggambarkan seorang Brahmana yang sedang mengajar murid-muridnya di
tengah-tengah sebuah pendala besar. Pada masa Budha pelajaran yang disampaikan
meliputi, agama budha dan brahmana, kepustakaan mahabarata dan ramayana, filsafat
dan etika, kesenian seperti bangunan, lukisan dan pahatan, ketuhanan, kenegaraan,
dan ilmu bangunan seperti candi
Menurut Mudyahardjo (2014: 216-221) tujuan pendidikan pada masa Hindu-
Budha sama denga tujuan hidup yang diajarakan oleh agama, yaitu mencapai moksa,
yakni keadaan dimana seorang manusia lepas dati ikatan duniawi dan reinkarnasi,
serta kesejahteraan umat manusia.

C. Masa Islam (abad ke 13)


Mudyaharjo (2014) menukis bahwa pada abad ke 13 agama islam mulai
menyebar di Indonesia, di mulai dari Aceh, berupa kerajaan samudra pasai, yang
didirikan oleh laksamana laut dari mesir bernama Nazamuddin Al Kamil.
Tujuan pendidikan Islam adalah sama dengan tujuan hidup Islam, yaitu mengabdi
kepada Allah sesuai dengan tuntunan Nabi Muhammad saw, untuk mencapai
kebahagiaan dunia dan akhirat melalui keimanan, ketaqwaan dan akhlak.
Pengejaran permulaan diselenggarakan di langgar-langgar, berupa pengajian Al-
quran, yang dibimbing oleh seorang kiyai /ulama, dengan cara menirukan. Adapun
pengajaran pendalaman, mencakup pengajaran kitab kuning, diselenggarakan di
pondok pesantren. Tujuan didirikannya pesantren adalah memberikan tambahan dan
pendalaman pengetahuan agama islam kepada pelajar di sekolah umum, agar memiliki
sikap, pribadi, dan perilaku mulia sebagai seorang muslim, terampil beribadah dan
mampu bersosialisasi dengan tetap menjunjung tinggi nilai aqidah dan berakhlakul
karimah.
Kontribusi pesantren terhadap bangsa dan negara menurut IPI:

1. Menjadi kawah candra dimuka sekaligus markas bagi para pejuang


pergerakan menuju Indonesia yang bebas dan merdeka
2. Memberi suport kepada seluruh pejuang bangsa dalam upaya melepaskan diri
dari penjajahan sekaligus berpartisipasi aktif dalam upaya mengusirnya
3. Menjadi benteng pertahanan terakhir bagi bangsa dalam upaya
mempertahankan jati diri dan kepribadian bangsa dari pengaruh negatif
budaya barat 4. Membantu pemerintah dalam mewujudkan tujuan negara
nasional
5. Membantu pemerintah dalam mewujudkan stabilitasi nasional.
Bab 9 Pendidikan Nasional Masa Koloni Belanda dan Jepang
A. Karakteristik Pendidikan Koloni Belanda dan Jepang
Dijelaskan dalam Nasution (1987:20) bahwa terdapat enam karakteristik politik
dan praktik pendidikan Belanda, yaitu

1. Granualisme gradualisme berarti perkembangan secra berangsur-angsur. Saat


belanda datang ke Indonesia, tidak serta merta mereka merombak tatanan
pendidikan Indonesia untuk menjadi lebih baik. Ada beberapa alasan
sehingga pendidikan Indonesia lambat perkembangannya:

• Pendidikam membutuhkan biaya yang besar


• Oleh belanda, urusan penduduk, termasuk pendidikan, diserahkan kepada
raja- raja
• Mempertahankan status qou
• Membatasi kesempatan belajar bagi orang Indonesia antara lain berfungsi
menjaga anak belanda selalu lebih maju
• Memberi pendidikan tanpa jaminan pekerjaan hanya memupuk elite
intelektual uang mengalami frustasi dan merupakan ancaman bagi
pemerintahan belanda
• Dengan menguasai bahasa belanda, orang indonesia dikhawatirkan akan
menuntut persamaan dengan orang belanda dan menetang superioritas
kulit putih
2. Dualisme
Dualisme berarti berlakunya pemerintahan, pengadilan, pendidikan dan
hukum tersendiri bagi berbagai golongan penduduk. Sistem dualisme
menunjukkan sekaligus mempertegas hubungan kolonial antara belanda dan
indonesia, dengan posisi belanda sebagai penjajah, penguasa, dan pemberi
pekerjaan dan indonesia sebagai terjajah, buruh dan pekerja.

3. Kontrol sentral yang kuat


Pemerintahan negara belanda dipegang oleh raja belanda. Saking begitu
ketatnya kontrol dari pusat, peran guru, orang tua, tentang sekolah,
kurikulum, buku pelajaran, persyaratan guru, jumlah sekolah, jenis sekolah,
pengangkatan guru menjadi nihil.
4. Keterbatasan tujuan
Pendidikan untuk indonesia sebatas ditujukan untuk memenuhi kepentingan
bangsa belanda. Ketika belanda membuka sekolah untuk indonesia, hal itu
tidaklah ditujukan untuk mencerdaskan kehidulan warga indonesia,
melainkan untuk mendidik anak anak aristokrasi di jawa untuk menjadi
pegawai di perkebunan pemerintahan yang senantiasa berkembang selama
masa tanam paksa.

5. Prinsip konkordansi
Konkordansi adalah menyesuaikan kurikulum dan standar sekolah sekolah
yang ada di Hindia Belanda dengan sekolah sekolah di negeri Belanda. Hal ini
mempermudah perpindahan murid murid dari hibdia belanda ke sekolah sekolah
di negeri belanda. 6. Tidak adanya perencanaan pendidikan yang sistematis
Karena pembukaan sekolah didasarkan pada kepentingan kolonial belanda,
tampak bahwa macam macam sekolah yang dibuka masinh masinh berdiri
sendiri tanpa adanya hubungan yang sistematis antara yang satu dengan yang
lainnya. Adapun karaktetistik pelaksanaan pendidikan pada masa penduduk
jepang adalah :

• Penghapusan diskriminasi pendidikan


• Penggunaan bahasa indonesia
• Pemberian pendidikan militer
B. Pendidikan Dasar Masa Koloni Belanda
Jenis jenjs pendidikan dasar pada masa koloni belanda akan dijelaskan sebagai
berikut:

1. Sekolah kelas satu / eerste klasse school


Pada 1894, pemerintahan kolonial belanda membuka sekokah kelas satu dan
kelas dua bagi warga indonesia sebagai pengganti sekolah rendah yang sudah
ada sebelumnya. Sekolah kelas satu diperuntukkan untuk kaum pribumi dan
dari golongan atas yang akan menjadi pegawai. Durasi belajarnha juga di
perpanjang, dari 5 tahun menjadi 6 tahun, bahkan di penrpanjang menjadi 7
tahun seperti warga cina. Pada awalnya elite tradisional enggan untuk
menjadi guru. Namun setelah gaji guru dinaikkan, jumlah pelamar guru
berlangsung meningkat. Ada beberapa alasan yang melatarbelakangi sehingga
banyak yang minat menjadi guru:

• Pendidikan guru bebas dari biaya sekolah


• Para lulusan dipastikan akan mendapatkan pekerjaan
• Kweekschool merupakan salah satu jalan yang sangat langka bagi
golongan menengah -rendah
2. Sekolah kelas 2 / twede klasse school
Sekolah kelas 2 diperuntukkan untuk anak pribumi dari rakyat biasa. Masa
belajar pada sekolah kelas dua berlangsung selama 3 tahun. Keberadaan
sekolah kelas dua berkembanh pesat dan mempunyai kesamaan dengan
sekolah kelas satu sehingga mata pelajaran yang masuk di tambah.

3. Sekokah desa / volksschool


Ide tentang sekolah desa muncul dari gubernur jendr van huetz. Beliau
memandang bahwa sekolah desa perlu diadakan karena menurutnya sekolah
kelas satu terlali rumit dan sekolah kelas dua terlalu sederhana.
Walaupun kurikulum sekolah desa sederhana tapi tetap relevan dengan
penduduk desa indonesia. Guru guru yang mengajar bukanlah dari lulusan
kweekschool tapi dari murid sekolah kelas dua. Sebagai imbalan diberikan
sebidang tanah.
Pada awalanya perkembangan sekolah deaa kurang menggembirakan. Karena
pemerintab tidak membantu dalam pendanaan. Namum pandangan tersebut
berubah sejak abad 20 bahwa pendidikan yang lebih baik diberikan ditanah
jajahan.

4. Sekolah hindia belanda / HIS


Sekolah hindia belanda/ HIS resmi dibuka pada 1914. HIS dibuka karena
keinginan yang kian menguat di kalangan orang indonesia untuk memperoleh
pendidikan, khususnya pendidikan barat, yanh menjadi satu satunya untuk
menempuh pegawai rendah.Perkembangan HIS sangat menggembirakan
karena sangat diminati masyrakat.

5. Sekolah belanda/ELS
Sekolah belanda sudah ada sejak hindia belanda kembali diserahterimakan
oleh inggris kepada belanda pada tahun 1817. Sekolah belanda dibuka
utamanya untuk melayani pendidikan anak anak keturunan belanda. Guru-
guru ELS memiliki kualitas yang tinggi. Hingga akhirnya pemerintah
membuka kursus guru ELS di Indonesia.

6. Sekolah cina/ HCS


Semula, pemerintah kolonial belanda sama sekali tudak berkenaan
mencampuri dalam urusan masalah pendidikan warga cina. Hingga jeoang
mengalahkan Rusia, warga Cina di Indonesia dipenuhi pemikiran kesatuan
nasional dan kebesaran Negara Cina.
Kurikukum HCS sama dengan kurikulum ELS, dengan tujuan memberikan
pendidikan belanda yang murni kepada anak anak Cina. Guru-guru di HCS
pada awalnya adalah lulusan kweekschool. Namun,lambat laun HCS ingin
membina guru guru dari lukusan sekolahnya sendiri. Dan jenjang
pendidikannya selama 7 tahun.

C. Pendidikan Menengah Masa Koloni Belanda


1. Meer Ulitgebreid Lager Onderwijs/MULO
Karena tidak adanya sistem pendidikan yang sistematis bagi bangsa Indonesia,
pada awalnya tidak tersedia pendidikan lanjutan bagi warga Indonesia setelah
menyelesaikan pendidikan dasar di HIS. Karena mata pelajaran yang diajarkan di
MULO bersifat lebih tinggi dari pada pelajaran yang diajarkan disekolah rendah
maka guru MULO disyaratkan memiliki kompetensi yang lebih tinggi.

2. Algemene Middelbare School/AMS


AMS diperuntukkan untuk semua bangsa, menggunakan bahasa belanda sebagai
bahasa pengantar, tidak memasukkan bahsa prancis dan memasukkan sejumlah
mata pelajaran menurut kebudayaan Indonesia. Masa jenjang pendidikan AMS
yaitu selama 3 tahun dan sudah ada sejak tahun 1918.

3. Hogere Burgerschool/HBS
HBS dibuka pada 1875, atas anjuran menteri liberal Thorbecbe. Masa belajar yang
ditempuh ada dua jenjang pada tahun 1867 selama 3 tahun dan mengalami
perubahan pada tahun 1879 yaitu 5 tahun. HBS diperuntukkan untuk warga
belanda.
D. Dampak Pendidikan Belanda Terhadap Nasionalisme
Politik etnis yang dikemukakan oleh Conrad Theodor van Devender yang
menganjurkan Belanda untuk melakukan belas budi kepada Indonesia melalui irigasi,
emigrasi, dan edukasi kepada pribumi sehingga muncullah gerakan-gerakan seperti
berikut:

1. Pada 1906. Eajifin sudiro husodo melakukan study fonds yaitu kegiatan
mengjimpun dana untuk memajukan pengajaran dan pendidikan.
2. Pada 1912, KH Ahmad Dahlan mendirikan organisasi Muhammafiyah, yang
salah satu fokusnya adalah pendidikan agama islam.
3. Pada 1922, RM Suwarfi Sutqyadiningrat mendirikan Perguruan tinggi
nasional taman siswa
4. Pada 1926, INS Kayutanam didirikan oleh Muhammad Syafei.
5. Pada 1926, KH Hasyim Asy'ari mendirikan organisasi Nahdatul Ulama.
Dalam perkembangannya, salah satu fokusnya yaitu pada pendidikan.
E. Warisan Sistem Pendidikan Belanda
Dasar-dasar pendidikan yang dirumuskan oleh Belanda, seperti:

1. Kelembagaan
2. Kurikulum
3. Metode pengajaran
4. Pendidikan

Bab 10 Pendidikan Nasional Era Orde Lama - Orde Baru - Orde Reformasi
A. Era Orde Lama
Soekarno memimpin Indonesia sejak 18 Agustus 1945 hinggq 17 Oktober 1967.
Terdapat 3 pandangan berbeda tentang masa kekuasaan politik orde lama. Pendaoat
pertama disampaikan oleh Mahfud MD yang mengatakan bahwa masa orde lama
dipimpin oleh soekarno dimulai sejak pengumuman dekrit presiden pada 5 juli 1959.
Pendapat kedua dinyatakan oleh William Liddle yang menyatakan bahwa masa
kepemimpinan Odmrde lama dimulai pada 1950 dan berakhir pada 1965. Pendapat
yang ketiga dikemukakan oleh Lindsey bahwa orde lama berawql srjakvtahun 1945
dan berakhir pada tahun 1966.
Undang-undang RI nomor 12 tahun 1954
Sesuai dengan UURI no 12 thn 1954 tentang Dasar-Dasar Pendidikan dan
Pengajaran di Sekolah untuk seluruh Indonesia. Tujuannya adalah untuk membentuk
manusia susila dan cakap serta bertanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat
dan tanah air.
Ciri-ciri pendidikan pada masa orde lama yaitu:

1. Nasionalisme/ kebangsaan
2. Demokratis
3. Masih dipengaruhi kebibjakan masa lalu
Undang-Undang RI nomor 22 Tahun 1961
Undang undang ini menjelaskan tentang perguruan tinggi, menyatakan bahwa
perguruan tinggi adalah lembaga ilmiah yang mempunyai tugas menyelenggarakan
pendidikan dan pengajaran diatas peguruan tingkat menengah, dan yang dapat
memberikan pendidikan dan pengajaran berdasarkan kebudayaan kebangsaan
indonesia delan demgan cara ilmiah.
B. Era Orde Baru
Orde baru muncul sejak demokrasi terpimpin yang digawangi oleh Soekarno
pada tanggal 17 oktober 1967. Orde baru didefinisikan sebagai tatanan kehidupan
negara dan bangsa yang diletakkan kembali pada pelaksanaan kemurnian pancasila
dan UUD 1945. Karakterisktik pendidikan nasional pada masa orde baru yaitu:

• Pancasilais
• Sentralistik
• Represif
• Seragam
• Kuantitas
Undang Undang RI No 2 Thn 1989
Pada tanggal 27 Maret 1989 pemerintah orde baru tentang sistempendidikan
nasional. Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berakar pada kebudayaan
bansa Indonesia dan berdasarkan pada pancasila dan UUD 1945. Dan sistem nasional
adalah semua kegiatan pendidikan yang berkaitan dengan satu yang lainnya untuk
mengusakan tercapainya tujuan. Tujuannya yaitu mengemvangkan kemampuan serta
meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia indonesia dalam rangka upaya
mewujudkan tujuan nasional. Tujuan nasional yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa
dan mengembangkan manusia beriman dan bertaqwa terhadao Tuhan yang Maha Esa
dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan
jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab
kemasyarkatan.

C. Era Reformasi
Seoharto menyatakan berhenti dari jabatannya melalui gerakan reformasi 1998.
Kebijakan kebijakan yang dilontarkan dalam bidang pendidikan selama masa
reformasi, dimulai sejak kepemimpinan BJ Habibie:

• Demokratis
• Desentralisasi
• Otonomi

Bab 11 Tokoh Pendidikan Nasional


A. KH Ahmad Dahlan (1 Agustus 1868-23 Februari 1923)
Berbekal dari ilmu dan juga pengalaman dalam berorganisasi, KH Ahmad Dahlan
mendirikan organisasi Muhammadiyah pada tanggal 18 November 1912. Dengan tujuan
yaitu untuk menyebarkan ajaran islam yang murni seperti yang dicontohkan Nabi
Muhammad Saw, tanpa tercampur dengan dinamisme dan ananisme.

B. KH Hasyim Asy'ari (10 April 1871 - 1 September 1947)


Pada 31 Januari 1926, ia mendirikan organisasi NU (Nahdatul Ulama) dengan tujuan
untuk menjembatangi pemisah antara tradisi yang ada dan islam yang murni. Karena
prestasi, defikasi, serta integrasinya maka pada 1964 ia dinyatakansenagai pahlawan
nasional.

C. RA Kartini (21 April 1878-17 September 1904)


Kartini mendirikan sekolah gadis setelah ia menikah dengan Raden Mas Adipati
dengan melalui 3 syarat salah satunya menyelenggarankan pendidikan atau membuka
sekolah.

D. Ki Hajar Dewantara (21 Mei 1889 - 26 April 1959)


Setelah ia diasingkan dan di pulangkan ke Yogyakarta ia berfikir ulang cara
perjuangan yang aman yaitu melalui pendidikan nasional sehinggal pada tgl 3 juli 1922,
Ki Hajar Dewantara mendirikan Perguruan Nasional Taman Siswa.
E. Engku Muhammad Syafei (21 Januari 1896 - 11 November 1966)
Pada 31 Oktober 1926, moh syafei mendirikan INS Kayutanam, tepat setahun
setelah ia kembali dari Belanda. Praktik pendidkan Moh Syafei yaitu, memerdekakan
dan kombinasi antara otak hati dan tangan.

Bab 12 Sistem Pendidikan Nasional


A. Pengertian pepepependidikan
Undang undang sisdiknas no 20 thn 2003 pasa 1 menjabarkan pengertian pendidikan,
pendidikan nasional dan sistem pendidikan nasional dengan sangat jelas.

B. Fungsi pepependidikan
Undang undang sisdiknas No 20 thn 2003 pasal 3 menjelaskan bahwa pendidikan
nasional adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabar dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

C. Hak dan kewajiban


Warga negara, orang tua, masyrakat dan pemerintah bersama sama memikiki hak
dan kewajiban dalam rangka mensukseskan pendidikan nasional.

D. Jalur, jenjang, dan jenis pendidikan


Pendidikan ada 2 yaitu formal dan nonformal. Pendidikan formal adalah pendidikan
yang terstruktur dan berjenjang dari dasar ke menengah ke pendidikan tinggi.
Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan diluar pendidikan formal yang dapat
dilakukan secara berstruktur dab berjenjang. Jalur adalah sebagai pengganti, penambah,
atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang
hayat.

E. Standar nasion pendidikan


Menurut peraturan pemerintahan RI No 19 thn 2005 pasal 1, strandar nasional
pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum
NKRI.

F. Kurikulum
Peraturan pemerintah RI no 19 thn 2005 pasal 1 mndefinisikan kurikulum sebagai
perangkat rencana dan pwngturana mengenai tujuan isi dan bahan pelajaran serta cara
yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar untuk mencapai
tujuan pendidikan.

G. Tenaga kependidikan dan pependidik


Dijelaskan dalam UU sisdiknas no 20 thn 2003 pasal 39 ayat 1 bahwa tenaga
kependidikan adalah pengelola satuan pendidik, penilik, pamong belajar, pengawas,
peneliti, pengembangan, pustakawan, laboran dan tekhnisi sumber belajar.
Pasal 39 ayat 2 menjelaskan bahwa tenaga pendidikan adalah tenaga profesional
yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil
pembelajaran, melakukan penelitian dan pengabdian terhadap masyarakat.

H. Guru dan dosen


Pendidikan merupakan salah satu elemen pembanguna nasional. Pendidikan
memlunyai fungsi, peran, dan kedudukan yang sangat penting dalam mensuksekan
pembangunan nasional. Ujung tomvak pelaksanaan pembangunan nasional adalah guru
dan dosen. Segala sesuatu yang berhubungan dengan dosen maka diatur dalam UU
tersendiri yang berupa UU RI No 14 thn 2005.

I. Sarana dan prasarana


Menurut peraturan pemerintahan nasional republi indonesia no 24 thn 2007, sarana
adalah pelengkap yang diperlukan untuk menyelenggarakan pembelajaran yang dapat
dipindah pindah. Sedangkan prasaran adalah fasilitas dasar yang diperlukan untuk
menjalankan fungsi satuan pendidikan.

J. Pendanaan pendidikan
Menurut peraturan mentri pendidikan dan kebudayaan RI no 44 tahun 2012,
pendanaan pendidikan adalah penyediaan sumber daya keuangan yang dilerlukan untuk
mengelola satuan pendidikan dasar. UU sisdiknas pasal 46 ayat 1, pendanaan pendidikan
menjadi
tanggung jawab bersama antara lemerintah, pemerintah daerah dan masyrakat

K. Pengelolaan pendidikan
Permendiknas RI no 19 thn 2007 mendefinisikan strandar pengelolaan pendidikan
untuk satuan pendidikan dasar dan menengah sebagai berikut: standar pengelolaan
pendidikan untuk sekolah atau madrasah yang berkaitan dengan perencanan,pelaksanaan
dan pengawasan kegiatan pendidikan agar tercapai efesiensi dan efektivitas
penyelenggaraan pendidikan.

Bab 13 Pendidikan dan Pembangunan Nasional


A. Hakikat pembangunan
Menurut UU RI no 25 tahun 2004 tentang sistem perencanaan dan pembangunan
nasional. Pembangunan nasional didefinisikan sebagai upaya yang dilaksanakan oleh
semua komponen bansa dalam rangka mencapah tujuan negara. Karakteristik
pembangunan nasional, yaitu:

1. Pembangunan nasional indonesia merupakan salah satu bentuk


pengamalan pancasila
2. Pembangunan nasional Indonesia dan pembangunan masyrakat Indonesua
seluruhnya
3. Pembangunan nadional Indonesia dilaksanakan secara berencana,
menyeluruh, terpadu, terarah, bertahap dan berlanjut
4. Pembangunan nasional Indonesia adalah pembangunan dari oleh, dan
untuk rakyat
5. Pembangunan nasion Indonesia dirumuskan dalam bentuk
triologi pembangunan
B. Pendidikan dan pembangunan manusia
Manusia adalah satu-satunya makhluk yang dikaruniai potensi untuk
menyempurnakan diri sehingga menjadi manusia yang sempurna. Pendidikan
merupakan sarana bagi manusia untuk mengantarkan dirinya kepada kesempurnaan
atau keutuhan.

C. Manusia dan pembangunan nasional


Terdapat 2 macam orientasi pembangunan yaitu orientasi manusia adalah ditandai
dengan adanya keselarasan, keserasian, dan keseimbangan antara pembangunan
lahiriah dan batiniah, dilakukan secara merata diseluruh tanah air, semua golongan,
masyarakat, dan seluruh rakyat. Yang kedua pembangunan produk yaitu menitik
beratkan pada pembangunan sistem dan upaya peningkatan daya guna produksi.
Bab 14 Pendidikan Seumur Hidup
A. Pengertian pendidikan seumur hidup
Pendidikan seumur hidup adalah proses kontinu pendidikan yang berlangsung
semenjak lahir hingha meninggal dunia, baik secara formal atau nonformal ataupun
informal.

B. Pendidikam formal, nonformal, dan informal


Pendidikan formal meliputi jenjanh pendidikan taman kanak-kanak, sd, smp dst.
Sedangkan jalur pendidikan nonformal mencakup jenjang taman penitipan anak,
paket A,B dan C dan kursus-kursus. Pendidikan informal terdiri dari pendidikan
keluarga.

C. Landasan pendidikan seumur hidup


Bordia(2002), berpendapat bahwa pada dasarnya agama mengakui keharusan
pendidikan seumur hidup dan menganggapnya sangat penting.

D. Ciri-ciri pendidikan seumur hidup


1. Pendidikan seumur hidup menghilangkan tembok pemisah antara sekolah dan dengan
lingkungan kehidupan nyata
2. Pendidikan seumur hidup menempatkan kegiatan belajar sebagai kntegral dari sebuah
proses yang berkesinambungan.
3. Pendidikan seumur hidup lebih memgutamakan pembekalan sikap dan metode dari
pada isi pendidikan
4. Pendidikan seumur hidup menempatkan peserta didik sebagai pelaku utama
pendidikan dalam pendidikan diri sendiri.
E. Tujuan pendidikan seumur hidup
Tujuan pendidikan seumur hidup adalah untuk mengimbangibdan mengadaptasinya,
manusia perli terus menerus belajar, meningkatkan keahlian serta mengembangkan
kepribadiannya sepanjang hidup.
F. Kerangka kerja pendidikan seumur hidup
Kerangka kerja pendidikan seumur hidup meliputi:

• Hidup
• Individu
• Masyarakat
• Lingkungan fisik
• Seumur hidup
• Perkembangan pribadi
• Tahap-tahap perkembangan
• Peranan umum dan unik
• Pendidikan
• Landasan pendidikan
• Cara komunikasi
• Isi pendidikan
G. Isi dan sasaran pendidikan seumur hidup Isi program pendidikan seumur hidup:
1. Calistung (baca, tulis dan hitung)
2. Vokasional (kejujuran)
3. Profesional
4. Perubahan dan pembangunan
5. Kewarganegaraan dan kedasawarsaan politik
6. KuKultural

Adapun sasaran pendidikan seumur hiduo adalah setiap individu karena dalam
pandangan pendidikan seumur hidup, setiap individu adalah peserta didik

Anda mungkin juga menyukai