Makalah Ini Disusun Untuk Melengkapi Tugas Mata Kuliah Implementasi Kurikulum
Oleh :
Pendidikan kita menjejali otak anak dengan berbagai bahan ajar yang harus dihafal, tidak
diarahkan untuk membangun dan mengembangkan karakter serta potensi yang dimiliki oleh anak.
Dengan kata lain, proses pendidikan kita tidak diarahkan membentuk manusia yang cerdas,
memiliki kemampuan memecahkan masalah hidup, serta tidak diarahkan untuk membentuk
manusia yang kreatif dan inovatif.
Pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan untuk mendapat pengetahuan dan ilmu
pengetahuan melalui proses belajar mengajar baik formal maupun informal. Senada dengan itu
berdasarkan UU No. 20 tahun 2003 Pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Berdasarkan uraian diatas berarti proses pendidikan tidak boleh terlepas dari pendidikan nilai
(afektif), begitupun dengan aspek pengetahuan (kognitif) dan keterampilan (psikomotorik).
Pendidikan tidak sekedar terfokus pada alih pengetahuan (transfer of knowledge), namun disertai
pula signifikansi alih sikap (transfer of attitude). Hal ini seiring dengan pendapat Adimihardjo
dalam (Kusuma, 2010, hlm.10), bahwa fungsi pendidikan yang dibangun dan dikembangkan oleh
suatu negara adalah untuk meningkatkan peradaban civilization anak bangsa, agar memiliki nilai-
nilai budaya yang lebih tinggi. Melalui peningkatan peradaban, diharapkan manusia akan
berperilaku lebih arif dalam memelihara keseimbangan hubungan antara sesama manusia,
lingkungan dimana mereka hidup, dan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Sesuai dengan isi Bab II Pasal 3 Undang-Undang No.20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional yang menjelaskan bahwa:
Jika dipahami, pada hakikatnya dalam sebuah proses pembelajaran adanya satu kesatuan
yang tak bisa dipisahkan terdiri dari tiga unsur penting yang meliputi pendidikan, pengajaran dan
pelatihan yang menyatukan tiga ranah penting perkembangan peserta didik, diantaranya ranah
kognitif, afektif, dan psikomotik.
Pemahaman mengenai makna dari pendidikan dapat dilihat dari tujuan pendidikan itu
sendiri. Tujuan pendidikan di suatu negara pasti akan berbeda dengan tujuan pendidikan yang
ada di negara lain. Hal tersebut didasari oleh falsafah bangsa dan sejarah yang ada dalam
negara masing-masing. Tujuan pendidikan akan menyangkut sistem nilai dan norma dalam
suatu konteks kebudayaan baik dalam mitos, kepercayaan dan religi, filsafat, ideologi, dan
sebagainya.
Namun demikian dalam menentukan suatu tujuan, ada beberapa nilai yang perlu
diperhatikan, seperti yang dikemukakan oleh UNESCO sebagai berikut (Salam, 2002: 12):
Ketiga nilai diatas menunjukan bahwa pendidikan memiliki tugas yang besar untuk
menghasilkan generasi yang baik, cerdas, mandiri, berkebudayaan, dan berkepribadian yang
lebih baik untuk membangun bangsa dan negara yang lebih maju.
PSH bertumpu pada keyakinan bahwa pendidikan itu tidak identik dengan
persekolahan, PSH merupakan suatu proses bersinambungan yang berlangsung
sepanjang hidup. Tokoh pendidikan Johan Amos Comenius (1592-1671) mencetuskan
konsep pendidikan bahwa tujuan pendidikan adalah untuk membuat persiapan yang
berguna di akhirat nanti. Sepanjang hidup manusia merupakan proses penyiapan diri
untuk kehidupan di akhirat. (Tirtaraharja dan La Sulo, 2005:43).
Intinya, dalam arti luas pada dasarnya pendidikan adalah wajib bagi siapa saja,
kapan saja, dan dimana saja, karena menjadi dewasa, cerdas, dan matang adalah hak asasi
manusia pada umumnya memang harus berlangsung di setiap jenis, bentuk, dan tingkat
lingkungan, mulai dari lingkungan individual, sosial keluarga, lingkungan masyarakat
luas, dan berlangsung disepanjang waktu. Jadi, kegiatan pendidikan ini berlangsung
dengan memadati setiap jengkel ruang lingkup kehidupan (Suhartono, 2009: 80).
Dalam pengertian yang khusus, menurut Burhanudin Salam (2002: 12) “Pendidikan
diartikan sebagai suatu bimbingan yang diberikan oleh orang dewasa, kepada anak untuk
mencapai kedewasaanya”. Hal serupa dikemukakan oleh Langeveld (dalam Sadulloh,
2015: 3) bahwa “pendidikan adalah bimbingan yang diberikan oleh orang dewasa kepada
anak yang belum dewasa untuk mencapai kedewasaannya”. Selanjutnya, Suhartono
(2009:84) mengungkapkan dalam arti sempit, pendidikan adalah seluruh kegiatan belajar
yang direncanakan, dengan materi terorganisasi, dilaksanakan secara terjadwal dalam
sistem pengawasan, dan diberikan evaluasi berdasar pada tujuan yang telah ditentukan.
Pendidikan dalam arti khusus ini menggambarkan upaya pendidikan yang terpusat
dalam lingkungan keluarga, dalam arti tanggung jawab keluarga. Hal tersebut lebih jelas
dikemukakan oleh Drijarkara (dalam Sadulloh, 2015: 4) bahwa:
a. pendidikan adalah hidup bersama dalam kesatuan tritunggal ayah-ibu-anak,
dimana terjadi pemanusiaan anak. Dia berproses untuk memanusiakan sendiri
sebagai manusia purnawan.
b. pendidikan adalah hidup bersama dalam kesatuan tritunggal, ayah-ibu-anak,
dimana terjadi pembudayaan anak. Dia berproses untuk akhirnya bisa
membudayakan sendiri sebagai manusia purnawan.
c. pendidikan adalah hidup bersama dalam kesatuan tritunggal, ayah-ibu-anak,
dimana terjadi pelaksanaan nilai-nilai, dengan mana dia berproses untuk akhirnya
dia bisa melaksanakannya sendiri sebagai manusia purnawan.
Menurut Drijarkara (dalam Sadulloh, 2015: 4), pendidikan secara prinsip adalah
berlangsung dalam lingkungan keluarga. Pendidikan merupakan tanggung jawab orang
tua, yakni ayah dan ibu yang merupakan figur sentral dalam pendidikan. Ayah dan ibu
bertanggung jawab untuk membantu memanusiakan, membudayakan, dan menanamkan
nilai-nilai terhadap anak-anaknya. Bimbingan dan bantuan ayah dan ibu tersebut akan
berakhir apabila sang anak menjadi dewasa, menjadi manusia sempurna, atau manusia
purnawan (dewasa).
Jadi, pendidikan dalam arti khusus hanya dibatasi usaha orang dewasa untuk
membimbing anak yang belum dewasa untuk mencapai kedewasaannya, setelah anak
menjadi dewasa dengan segala cirinya, maka pendidikan dianggap selesai. Pendidikan
dalam arti khusus ini lebih terfokus dengan pendidikan yang dilakukan di persekolahan
saja antara pendidik dan peserta didik.
Untuk menjadi seorang pendidik sudah seharusnya kita memahami apa yang
dimaksud dengan pendidikan secara jelas dan benar. Pemahaman mengenai pendidikan
yang jelas dan benar dapat di peroleh dari pemahaman terhadap unsur-unsurnya, konsep
dasar yang melandasinya dan wujud pendidikan sebagai sistem.
Batasan menurut Prof. Langeveld sebagai seorang ahli pedagogik dari Negeri
Belanda mengemukakan bahwa pendidikan adalah “suatu bimbingan yang diberikan oleh
orang dewasa kepada anak yang belum dewasa untuk mencapai tujuan yaitu kedewasaan.”
(Salam, 2002: 4)
Pengajaran berasal dari kata bahasa Inggris teaching, dengan kata dasar to teach, artinya
mengajar. Mengajar merupakan kegiatan sentral dalam dunia pendidikan baik pendidikan formal,
non formal, maupun informal. Mengajar sebagai aktifitas guru untuk menyampaikan informasi
teoritis, pengetahuan ilmiah, dan pengalaman praktis pada peserta didik (siswa) agar siswa
memiliki kecakapan ranah kognitif, afektif, maupun psikomotorik sesuai dengan tujuan
pendidikan. (Dariyo, 2013: 15).
Istilah pengajaran dan pendidikan memang sulit dipisahkan, keduanya memiliki objek
yang sama yaitu peserta didik. Pengajaran merupakan bagian dari pendidikan. Pengajaran lebih
menekankan kepada aspek pengetahuan yang lebih menekankan kepada penguasaan wawasan atau
pengetahuan terhadap bidang tertentu. Menurut Tardif (dalam Syah, 2004:34), pengajaran adalah
sebuah proses kependidikan yang sebelumnya direncanakan dan diarahkan untuk mencapai tujuan
serta dirancang untuk mempermudah belajar.
Sebagai contohnya, dalam pendidikan agama di sekolah, saat ini “pendidikan agama” di
sekolah telah bergeser menjadi “pengajaran agama”. Hal ini disebabkan karena pendidikan agama
di sekolah lebih memberikan pengetahuan mengenai agama itu sendiri dibandingkan dengan
menanamkan nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran suatu agama.
Melihat contoh di atas dapat kita pahami bahwa pengajaran merupakan proses transfer ilmu
dari guru kepada siswa melalui kegiatan belajar mengajar yang bertujuan untuk memperluas
wawasan dan pengetahuan terhadap bidang tertentu.
Pembedaan antara pendidikan dan pengajaran hanya dilakukan untuk keperluan analisis
agar masing-masing segi dapat didalami. Dalam praktek pelaksanaannya, kedua-duanya tidak
dapat dipisahkan satu sama lain. Semakin luas dan dalam wawasan dan pengetahuan seseorang
maka semakin kokoh terbentuknya sikap dan nilai-nilai di dalamnya, sebaliknya kualitas sikap
dapat mempengaruhi usaha memperluas dan memperdalam wawasan keilmuan seseorang.
(Tirtaraharja dan Lasulo, 2005, hlm. 74)
Pengajaran dan pendidikan dapat dibedakan sebagai berikut (Tirtaraharja dan La Sulo
2005: 74 ):
Pengajaran (Instruction) Pendidikan (Education)
a. Lebih menekankan pada a. Lebih menekankan
penguasaan wawasan dan pada pembentukan
pengetahuan tentang manusianya (penanaman
bidang/program tertentu seperti sikap dan nilai-nilai)
pertanian, kesehatan, dan lain-lain. b. Makan waku yang
b. Makan waktu yang relatif relatif panjang
pendek c. Metode lebih bersifat
c. Metode lebih bersifat psikologis dan pendekatan
rasional, teknis praktis manusiawi.
Hakikat hubungan pendidikan dengan pengajaran (Syah, 2004:36), antara lain diantaranya:
1. antara pendidikan dengan pengajaran itu, kira-kira diibaratkan dua sisi mata uang logam yang
satu sama lain saling memerlukan.
2. antara pendidikan dengan pengajaran sebagaimana layaknya sebuah model, yang tampak
berisi konsep-konsep ideal (pendidikan) dan operasional (pengajaran) yang sama-sama
berfungsi sebagai alat pendetak sumber daya manusia (SDM) dan bertujuan menciptakan SDM
yang berkualitas.
Oleh sebab itu, maka hakikatnya tujuan pelatihan adalah perumusan kemampuan yang
diharapkan dari pelatihan tersebut. Karena tujuan pelatihan ini adalah perubahan kemampuan yang
merupakan bagian dari perilaku, maka tujuan pelatihan dirumuskan dalam bentuk perilaku
(behavior objectives). Tujuan pelatihan dibedakan menjadi dua, yakni (Notoadmodjo, 2009: 22):
a. Tujuan umum, yakni rumusan tentang kemampuan umum yang akan dicapai oleh
pelatihan tersebut. Misalnya: setelah pelatihan ini peserta pelatihan mampu melakukan
deteksi dini kehamilan beresiko.
b. Tujuan khusus, yakni rincian kemampuan yang dirumuskan dalam tujuan umum ke dalam
kemampuan khusus. Misalnya: tujuan umum dalam contoh tersebut ke dalam kemampuan
kemampuan khusus, yakni: kemampuan mengenal tanda-tanda kehamilan beresiko,
kemampuan diagnosis kehamilan beresiko.
KESIMPULAN
Dalam arti luas pada dasarnya pendidikan adalah wajib bagi siapa saja, kapan saja, dan
dimana saja, karena menjadi dewasa, cerdas, dan matang adalah hak asasi manusia pada umumnya
memang harus berlangsung di setiap jenis, bentuk, dan tingkat lingkungan, mulai dari lingkungan
individual, sosial keluarga, lingkungan masyarakat luas, dan berlangsung disepanjang waktu.
Sedangkan pendidikan dalam arti khusus hanya dibatasi usaha orang dewasa untuk
membimbing anak yang belum dewasa untuk mencapai kedewasaannya, setelah anak menjadi
dewasa dengan segala cirinya, maka pendidikan dianggap selesai.
Dari uraian pembahasan mengenai pendidikan, pengajaran. dan pelatihan yang telah dibahas
panjang lebar oleh pemakalah dalam bagian Bab II pembahasan. Maka dapat disimpulkan bahwa
antara pendidikan, pengajaran, dan pelatihan adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan
antara satu sama lainnya. Jika diibaratkan suatu sistem, maka pendidikan, pengajaran, dan
pelatihan adalah satu rangkaian yang terhubung antara satu dan lainnya yang menjadi satu kesatuan
yang utuh.
DAFTAR PUSTAKA
Salam, B. 2002. Pengantar pedagogik Dasar-dasar Ilmu Mendidik. Bandung: Rineka Cipta
Sadulloh, U. dkk. 2015. Pedagodik (Ilmu Mendidik). Bandung: Alfabeta.
Sanjaya, W. 2010. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group.