Anda di halaman 1dari 38

DASAR – DASAR KEPENDIDIKAN

D
I
S
U
S
U
N
OLEH:

EVA FEBRIANA C GULO, M.Pd

SEKOLAH TINGGI TEOLOGI SYALOM NIAS

GUNUNGSITOLI

2024
BAB I

HAKIKAT PENDIDIKAN

Pendidikan berasal dari bahasa Yunani “paedagogiek” (paid = anak,


agogos = membimbing/menuntun, iek = ilmu) adalah ilmu yang membicarakan
bagaimana memberikan bimbingan kepada anak. Dalam bahasa Inggris, pendidikan
diterjemahkan menjadi ‘education’ yang berarti membawa keluar yang tersimpan
dalam jiwa anak, untuk dituntun agar tumbuh dan berkembang.

Hakikat Pendidikan adalah pendidikan untuk manusia dan dapat diperoleh


selama manusia lahir hingga dewasa. Pada hakikatnya pendidikan adalah usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
potensi spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara
(Achmad Munib, 2004: 142).

Hal di atas menjelaskan bahwa pendidikan merupakan suatu upaya yang


terencana, yang dilakukan untuk mengembangkan potensi yang dimiliki oleh
peserta didik. Potensi yang dimiliki oleh setiap peserta didik tentu berbeda–beda,
yang nantinya adalah tugas seorang pendidik untuk mampu melihat dan mengasah
potensi–potensi yang dimiliki peserta didiknya sehingga mampu berkembang
menjadi manusia berguna bagi masyarakat, bangsa dan negara.

Pendidikan mempunyai tugas untuk menghasilkan generasi yang baik,


manusia–manusia yang lebih berbudaya, manusia sebagai individu yang memiliki
kepribadian yang lebih baik. Tujuan pendidikan di suatu negara akan berbeda
dengan tujuan pendidikan di negara lainnya, sesuai dengan dasar negara, falsafah
hidup bangsa, dan ideologi negara tersebut.
Di Indonesia dikenal istilah Pendidikan Nasional, adapun yang dimaksud
dengan pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan
Undang–Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada
nilai–nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia, dan tanggap terhadap tuntutan
perubahan zaman. Sedangkan tujuan dari pendidikan nasional sebagaimana yang
tercantum di dalam UU No. 20 Tahun 2003 Bab II Pasal 3 adalah mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Pendidikan sangat berguna dalam kehidupan manusia. Menurut Agus


Taufiq, dkk (2011: 1.3) pendidikan setidak-tidaknya memiliki ciri sebagai berikut:
(1) Pendidikan merupakan proses mengembangkan kemampuan, sikap, dan bentuk-
bentuk tingkah laku lainnya di dalam masyarakat, dimana dia hidup, (2) Pendidikan
merupakan proses sosial, dimana seseorang dihadapkan pada pengaruh lingkungan
yang terpilih dan terkontrol (khususnya yang datang dari sekolah) untuk mencapai
kompetensi sosial dan pertumbuhan individual secara optimum, (3) Pendidikan
merupakan proses pengembangan pribadi atau watak manusia.

Secara formal pendidikan itu dilaksanakan sejak usia dini sampai perguruan
tinggi. Adapun secara hakiki pendidikan dilakukan seumur hidup sejak lahir hingga
dewasa. Waktu kecil pun dalam UU 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas pendidikan
anak usia dini yang nota bene anak-anak kecil sudah didasari dengan pendidikan
yang mengajarkan nilai-nilai moral yang baik agar dapat membentuk kepribadian
dan potensi diri sesuai dengan perkembangan anak. Dalam PP 27 tahun 1990 bab 1
pasal 1 ayat 2, disebutkan bahwa sekolah untuk peserta didik yang masih kecil
adalah salah satu bentuk pendidikan pra sekolah yang menyediakan program
pendidikan dini bagi anak usia 4 tahun sampai memasuki pendidikan dasar
(Harianti, 1996: 12). Di samping itu terdapat 6 fungsi pendidikan (Depdiknas 2004:
4), yaitu:
- Mengenalkan peraturan dan menanamkan disiplin kepada anak.
- Mengenalkan anak pada dunia sekitarnya.
- Menumbuhkan sikap dan perilaku yang baik.
- Mengembangkan kemampuan berkomunikasi dan bersosialisasi.
- Mengembang ketrampilan, kreativitas, dan kemampuan yang dimiliki
anak.
- Menyiapkan anak untuk memasuki pendidikan dasar.

Dari beberapa uraian di atas inilah, maka pendidikan yang menanamkan


nilai-nilai positif akan tepat dimulai ketika anak usia dini. Dengan demikian
pendidikan bagi peserta didik yang masih kecil merupakan landasan yang tepat
sebelum masuk pada pendidikan yang lebih tinggi. Pendidikan anak usia dini
merupakan pendidikan awal yang sesuai dengan tujuan untuk mengembangkan
sosialisasi anak, menumbuhkan kemampuan sesuai dengan perkembangannya,
mengenalkan lingkungan kepada anak, serta menanamkan disiplin, karena secara
tidak langsung dapat menanamkan atau mentransfer nilai-nilai moral dan nilai
sosial kepada anak. Jadi dari uraian konsep pendidikan seperti tersebut dalam
pendahuluan, dapat dipahami makna dan kepentingan pendidikan secara hakiki
bagi manusia. Pendidikan bagi manusia dapat diuraikan sebagai berikut.

1. Manusia sebagai makhluk Tuhan.

Manusia adalah makhluk Allah yang paling sempurna. Manusia lahir dalam
keadaan lemah, tidak berdaya apa-apa. Oleh karena ketidak berdayaan ini, manusia
membutuhkan bantuan, mulai dari kebutuhan fisik/biologis seperti makan, minum,
berjalan, berbicara, dan lain sebagainya sampai pada kebutuhan rohaniah seperti
kesenangan, kepuasan, dan lain sebagainya. Dari ketidak berdayaan ini inilah lalu
manusia berusaha dengan menggunakan akal dan pikirannya. Manusia
menggunakan lingkungan sebagai ajang belajar. Akhirnya dengan pendidikan
manusia mempelajari lingkungannya. Dengan pendidikan manusia menjadi
“berdaya” atau “mampu”. Manusia menggunakan akalnya seperti yang dikatakan
oleh Cassirer bahwa manusia itu mengguanakan akalnya. Manusia adalah makhluk
yang berakal. Bahkan karena akalnya itu, Ernst Cassirer seorang filsuf dalam
bukunya An Essay on Man (1944) menekankan bahwa manusia adalah animal
symbolicum yang artinya manusia adalah binatang bersimbol. Untuk membedakan
manusia dengan binatang, terletak pada kemampuan akal manusia yaitu dengan
menciptakan simbol-simbol dan tanda-tanda bagi komunitasnya.

Van Baal (1987:17) juga mengatakan bahwa sesuatu yang menjadi milik
manusia itu diperoleh dengan dua cara: Pertama, secara umum untuk
menunjukkan segala sesuatunya dengan belajar. Van Baal mengatakan bahwa
manusia memperoleh dengan cara belajar dan pengembangannya dalam
pengetahuan, kelembagaan, kebiasaan, keterampilan dan
seterusnya. Kedua, sebagai suatu istilah yang mencakup kesemuanya untuk
menunjukkan bentuk kehidupan secara total dari para anggota suatu kelompok
tertentu.

Hal demikian juga seperti dikatakan oleh Kuntjaraningrat bahwa manusia


itu memperoleh segala sesuatunya dengan belajar. Ia mengatakan bahwa segala
sesuatu yang menjadi milik manusia itu diperoleh dengan belajar. Koentjaraningrat
(1996:72) yang dikenal sebagai bapak kebudayaan menyatakan bahwa kebudayaan
adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka
kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. Kata
belajar inilah menjelaskan bahwa sejak lahir sampai dewasa manusia selalu belajar
dari lingkungannya. Meski dia tokoh kebudayaan, tetapi karena pendidikan pun
bersifat luas dan milik manusia, maka apa yang dialami manusia yang diperoleh
dengan belajar adalah juga pendidikan.

2. Manusia memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.

Sebagai makhluk sosial dan juga sebagai makhluk individu, manusia


memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Manusia akan membagi
kelebihannya dengan manusia lain, sedangkan sebagai makhluk individual manusia
butuh mencukupi kekurangan pada dirinya. Sebagai makhluk sosial pula, manusia
berhubungan dengan banyak orang. Ia akan belajar dari manusia dan juga alam di
sekelilingnya. Kemudian yang berada di sekelilingnya itu akan diserap ke dalam
otaknya dan akan menjadi miliknya. Dengan demikian manusia akan belajar dari
lingkungannya. Masing-masing manusia yang ditemuinya ada yang memiliki
kelebihan dan ada yang memiliki kekurangan.

3. Manusia secara kodrati memiliki potensi yang dibawa sejak lahir.

Sebagai manusia ia juga memiliki kemampuan yang dibawa sejak lahir.


Kemampuan atau potensi ini menurut ilmu jiwa disebut bakat (talent). Bakat sejak
lahir itu perlu pemupukan dari lingkungannya terutama keluarga. Oleh karena
sebagai manusia memiliki kekurangan maka untuk mengembangkan bakat ini
dibutuhkan juga pendidikan. Potensi yang dimaksud adalah kemampuan seperti
diungkapkan dalam Undang-undang 20 tahun 2003 tentang pendidikan. Dalam
pasal 1 ayat 4 dijelaskan bahwa peserta didik adalah anggota masyarakat yang
berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia
pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu (UU No. 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional). Peserta didik itu juga manusia, maka dapat dikatakan
bahwa manusia itu dalam mengembangkan potensinya juga membutuhkan
pendidikan. Apalagi jika potensi itu dari lahir yang disebut bakat (talent).

4. Manusia merupakan suatu proses.

Manusia itu sejak lahir sampai dewasa mengalami suatu “proses”. Proses
yang panjang ini dilalui dengan pendidikan, yaitu dengan memperoleh “nilai” yang
diperoleh dari masyarakatnya. Masyarakat keluarga, masyarakat sekolah,
masyarakat tempatnya bekerja, dan masyarakat tempat manusia itu bergaul. Secara
holistik, nilai ini diraih dalam rangka “memanusiakan” dirinya. Pernyataan bahwa
pendidikan itu dialami manusia sejak lahir hingga dewasa, hal tersebut
mengisyaratkan bahwa pendidikan itu dimulai sejak kecil hingga dewasa.

Maka jika dari kecil sudah diberi pendidikan seperti tersebut di atas, dan
selama hidup, lingkungannya juga membentuk manusia lahir dan batinnya, maka
ketika dewasa pun akan membentuk karakter. Oleh karena itu dapat disebutkan
bahwa manusia adalah suatu proses.

5. Manusia sebagai makhluk individu.

Manusia hidup sebagai dirinya sendiri. Dalam mengarungi hidupnya


bagaikan “orang buta yang berjalan di tengah hutan pada malam hari musim hujan”.
Ia tidak tahu dirinya, bahkan tidak kenal dengan dirinya sendiri. Oleh karena itu,
manusia melakukan upaya menemukan jati dirinya. Upaya-upaya ini dilakukan
dengan belajar dari lingkungannya yaitu dengan pendidikan yang dilakukannya
dalam jangka waktu yang tidak ada batasnya, yaitu sepanjang hayat di kandung
badan, sepanjang hidupnya. Jati diri manusia adalah “kematangan” atau
“kedewasaan”. Yang dimaksud adalah matang secara ragawi, matang secara rohani,
matang intelektual. Di samping itu juga matang dalam berhubungan baik secara
horizontal (hubungan antar manusia dengan manusia dan alam lingkungan) maupun
hubungan vertikal (hubungan manusia dengan Tuhannya). Penemuan “jati diri”
yang benar inilah yang akan menobatkan manusianya sebagai manusia.
BAB II
SISTEM & PERKEMBANGAN PENDIDIKAN

Menurut Undang-undang No. 20 Tahun 2003, Pendidikan di Indonesia


didefinisikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara.

Melalui proses pembelajaran, beragam manfaat dapat didapatkan oleh


peserta didik. Manfaat-manfaat tersebut meliputi pengembangan kemampuan dan
potensi, serta pembentukan watak. Pembentukan watak yang dimaksud adalah
kreatif, cakap, mandiri dan bertanggung jawab. Saat ini, proses pembelajaran
banyak mengalami perkembangan, salah satunya adalah metode belajar di rumah.

1. Mengenal Pendidikan di Indonesia

Dalam proses menjalankan pendidikan di Indonesia, Pancasila merupakan


landasan ideologi dasar. Landasan ini bersifat mengikat dan memiliki kekuatan
hukum bagi pemerintah dan seluruh rakyat Indonesia. Hal ini dilakukan mengingat
pentingnya pendidikan bagi mutu dan kualitas bangsa.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia merupakan


instansi pemerintah yang bertanggung jawab atas pendidikan di Indonesia.
Beberapa tugas dari instansi pemerintahan ini meliputi penyelenggaraan pendidikan
anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, pendidikan masyarakat,
serta pengelolaan kebudayaan.

Dalam rangka peningkatan mutu pendidikan di Indonesia terdapat beragam


program prioritas yang dijalankan pemerintah. Program-program tersebut meliputi:
# Peningkatan pembiayaan pendidikan di Indonesia.

# Digitalisasi sekolah untuk pendidikan di Indonesia

# Peningkatan mutu tenaga pengajar

# Peningkatan kualitas mutu kurikulum pendidikan di Indonesia.

# Revitalisasi pendidikan tingkat vokasi (keahlian)

# Program pendidikan tinggi atau kampus merdeka

# Peningkatan bahasa dan budaya

2. Sistem dan Jenjang Pendidikan di Indonesia

Saat ini, sistem pendidikan di Indonesia yang dijalankan adalah sistem


pendidikan Nasional. Sistem pendidikan ini berlaku bagi seluruh jenjang
pendidikan, mulai dari pendidikan dasar hingga tinggi. Jika sebelumnya wajib
belajar bagi masyarakat Indonesia ditetapkan selama 9 tahun, meliputi 6 tahun
untuk sekolah dasar dan 3 tahun untuk sekolah menengah. Namun, kini telah
ditingkatkan hingga 12 tahun yang meliputi 6 tahun untuk pendidikan dasar, 3 tahun
untuk pendidikan menengah pertama, dan 3 tahun untuk pendidikan menengah atas.

Pendidikan menjadi sektor yang amat penting bagi kemajuan suatu bangsa.
Untuk itu penting memilih hunian yang dekat sarana pendidikan agar memudahkan
proses belajar mengajar.

Sistem pendidikan Nasional bertujuan untuk mendidik dan memberikan


pengetahuan secara akademis, keterampilan, hingga perilaku. Terdapat beberapa
sistem pendidikan di Indonesia yang telah diberlakukan, yang mana telah
memberikan dampak bagi pengembangan sumber daya manusia di Indonesia.
Sistem pendidikan tersebut meliputi:
a. Sistem Pendidikan di Indonesia dengan Orientasi Nilai

b. Sistem Pendidikan di Indonesia dengan Sistem Terbuka

c. Sistem Pendidikan di Indonesia Secara Beragam

2. Perkembangan pendidikan di Indonesia

Seiring berjalannya waktu, sistem pendidikan di Indonesia secara dinamis


mengikuti perkembangan zaman. perkembangan tersebut dapat dilihat dari
pergantian kurikulum belajar yang berlaku. Hingga saat ini, setidaknya sistem
pendidikan di Indonesia telah berganti kurikulum sebanyak 10 kali, sejak dimulai
dari tahun 1947.

Berikut ini akan dijelaskan secara detail terkait perkembangan pendidikan


di Indonesia melalui kurikulum yang sempat berlaku, hingga kurikulum pendidikan
yang saat ini diterapkan.

1. Kurikulum Rentjana Pelajaran 1947

Rencana Pelajaran 1947 baru dilaksanakan sekolah-sekolah pada 1950.


Sejumlah kalangan menyebut sejarah perkembangan kurikulum diawali dari
Kurikulum 1950. Bentuknya memuat dua hal pokok: daftar mata pelajaran dan
jam pengajarannya, plus garis-garis besar pengajaran.

Rencana Pelajaran 1947 mengurangi pendidikan pikiran. Yang diutamakan


pendidikan watak, kesadaran bernegara dan bermasyarakat, materi pelajaran
dihubungkan dengan kejadian sehari-hari, perhatian terhadap kesenian dan
pendidikan jasmani. Setelah rencana pembelajaran 1947, pada tahun 1952
kurikulum Indonesia mengalami penyempurnaan.
2. Kurikulum Rentjana Pelajaran Terurai 1952

Kurikulum ini lebih merinci setiap mata pelajaran yang disebut Rencana
Pelajaran Terurai 1952. “Silabus mata pelajarannya jelas sekali. seorang guru
mengajar satu mata pelajaran”.

3. Kurikulum Rentjana Pendidikan 1964

Yang menjadi ciri dari kurikulum ini pembelajaran dipusatkan pada


program pancawardhana yaitu pengembangan moral, kecerdasan, emosional,
kerigelan dan jasmani.

4. Kurikulum 1968

Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan dari Kurikulum 1964, yaitu


dilakukannya perubahan struktur kurikulum pendidikan dari Pancawardhana
menjadi pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Dari
segi tujuan pendidikan, Kurikulum 1968 bertujuan bahwa pendidikan ditekankan
pada upaya untuk membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani,
mempertinggi kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan
keyakinan beragama. Isi pendidikan diarahkan pada kegiatan mempertinggi
kecerdasan dan keterampilan, serta mengembangkan fisik yang sehat dan kuat.

5. Kurikulum Pendidikan 1975

Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efisien dan
efektif. “Yang melatarbelakangi adalah pengaruh konsep di bidang manejemen,
yaitu MBO (management by objective). Metode, materi, dan tujuan pengajaran
dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Zaman ini
dikenal istilah “satuan pelajaran”, yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan.
6. Kurikulum Pendidikan 1984

Kurikulum ini juga sering disebut “Kurikulum 1975 yang disempurnakan”.


Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati sesuatu,
mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara
Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming (SAL).

7. Kurikulum 1994 dengan Suplemen Kurikulum 1999

Kurikulum 1994 bergulir lebih pada upaya memadukan kurikulum-


kurikulum sebelumnya. “Jiwanya ingin mengkombinasikan antara Kurikulum 1975
dan Kurikulum 1984, antara pendekatan proses,”

8. Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) tahun 2004

Setiap pelajaran diurai berdasar kompetensi apakah yang mesti dicapai


siswa. Sayangnya, kerancuan muncul bila dikaitkan dengan alat ukur kompetensi
siswa, yakni ujian. Ujian akhir sekolah maupun nasional masih berupa soal pilihan
ganda. Bila target kompetensi yang ingin dicapai, evaluasinya tentu lebih banyak
pada praktik atau soal uraian yang mampu mengukur seberapa besar pemahaman
dan kompetensi siswa.

9. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tahun 2006

KTSP ini merupakan bentuk implementasi dari UU No. 20 tahun 2003


tentang sistem pendidikan nasional yang dijabarkan ke dalam sejumlah peraturan
antara lain Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang standar nasional
pendidikan. Peraturan Pemerintah ini memberikan arahan tentang perlunya disusun
dan dilaksanakan delapan standar nasional pendidikan, yaitu: (1)standar isi,
(2)standar proses, (3)standar kompetensi lulusan, (4)standar pendidik dan tenaga
kependidikan, (5)standar sarana dan prasarana, (6)standar pengelolaan, standar
pembiayaan, dan (7)standar penilaian pendidikan.
10. Kurikulum 2013

Kurikulum 2013 adalah kurikulum berbasis kompetensi yang dirancang


untuk mengantisipasi kebutuhan kompetensi abad 21. Kurikulum 2013 mempunyai
tujuan untuk mendorong peserta didik atau siswa, mampu lebih baik melakukan
observasi, bertanya, bernalar, dan mengkomunikasikan (mempresentasikan) apa
yang mereka peroleh atau mereka ketahui setelah menerima materi pelajaran.
BAB III
UNDANG-UNDANG PENDIDIKAN

Secara khusus, pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan oleh


keluarga, masyarakat, dan pemerintah, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran,
dan/atau latihan, yang berlangsung di dalam dan luar sekolah sepanjang hayat,
untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat memainkan peranan dalam berbagai
lingkungan hidup secara tepat di masa yang akan datang (Mudyaharjo, 2008: 3, 11).
Menurut Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 1989 tentang Pendidikan Nasional
pasal 1 : “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara”.

1. Undang-undang Pendidikan
a. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945
Pada Pembukaan UUD 1945 yang menjadi landasan hukum pendidikan
terdapat pada Alinea Keempat.
b. Pendidikan menurut Undang-Undang 1945
Undang – Undang Dasar 1945 adalah merupakan hukum tertinggi di
Indonesia. Pasal-pasal yang berkaitan dengan pendidikan Bab XIII yaitu pasal 31
dan pasal 32. Pasal 31 ayat 1 berisi tentang hak setiap warga negara untuk
mendapatkan pendidikan, sedangkan pasal 31 ayat 2-5 berisi tentang kewajiban
negara dalam pendidikan. Pasal 32 berisi tendang kebudayaan. Kebudayaan dan
pendidikan adalah dua unsur yang saling mendukung satu sama lain.
1. Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 1989 tentang Pendidikan
Nasional
Undang-undang ini memuat 59 Pasal yang mengatur tentang
ketentuan umum (istilah-istilah dalam undang-undang ini), kedudukan
fungsi dan tujuan , hak-hak warga negara untuk memperoleh pendidikan,
satuan jalur dan jenis pendidikan, jenjang pendidikan, peserta didik, tenaga
kependidikan, sumber daya pendidikan, kurikulum, hari belajar dan libur
sekolah, bahasa pengantar, penilaian, peran serta masyarakat, badan
pertimbangan pendidikan nasional, pengelolaan, pengawasan, ketentuan
lain-lain, ketentuan pidana, ketentuan peralihan dan ketentuan penutup.

2. Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan


Nasional
Undang-undang ini selain memuat pembaharuan visi dan misi
pendidikan nasional, juga terdiri dari 77 Pasal yang mengatur tentang
ketentuan umum(istilah-istilah terkait dalam dunia pendidikan), dasar,
fungsi dan tujuan pendidikan nasional, prinsip penyelenggaraan pendidikan,
hak dan kewajiban warga negara, orang tua dan masyarakat, peserta didik,
jalur jenjang dan jenis pendidikan, bahasa pengantar, stándar nasional
pendidikan, kurikulum, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan
prasarana pendidikan, pendanaan pendidikan, pengelolaan pendidikan,
peran serta masyarakat dalam pendidikan, evaluasi akreditasi dan
sertifikasi, pendirian satuan pendidikan, penyelenggaraan pendidikan oleh
lembaga negara lain, pengawasan, ketentuan pidana, ketentuan peralihan
dan ketentuan penutup.

3. Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen


Undang undang ini memuat 84 Pasal yang mengatur tentang
ketentuan umum (istilah-istilah dalam undang-undang ini), kedudukan
fungsi dan tujuan, prinsip profesionalitas, seluruh peraturan tentang guru
dan dosen dari kualifikasi akademik, hak dan kewajiban sampai organisasi
profesi dan kode etik, sanksi bagi guru dan dosen yang tidak menjalankan
kewajiban sebagaimana mestinya, ketentuan peralihan dan ketentuan
penutup.
4. Undang-Undang No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional
Pendidikan
Undang-undang ini memuat 97 Pasal yang mengatur tentang
Ketentuan Umum, Lingkup, Fungsi dan Tujuan, Standar Isi, Standar Proses,
Standar Kompetensi Lulusan, Standar Pendidikan dan Tenaga Pendidikan,
Standar Sarana dan Prasarana, Standar Pengelolaan, Standar Pembiayaan,
Standar Penilaian Pendidikan, Badan Standar Nasional Pendidikan,
Evaluasi, Akreditasi, Sertifikasi, Penjamin Mutu, Ketentuan Peralihan,
Ketentuan Penutup.
Menurut Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: “Standar
nasional pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di
seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia”.

2. Peraturan di bidang Pendidikan


Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional
PendidikanPeraturan Pemerintah No. 30 Tahun 1990 Tentang Status Pendidikan
Pancasila dalam Kurikulum Pendidikan Tinggi sebagai mata kuliah wajib untuk
setiap program studi dan bersifat nasional
1. Peraturan Menteri No. 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi Untuk Satuan
Pendidikan Dasar dan Menengah.
2. Peraturan Menteri No. 23 Tahun 2006 Tentang Standar Kompetensi
Lulusan
3. Peraturan Menteri No. 24 Tahun 2006 Tentang Pelaksana Peraturan Menteri
No. 22 dan No. 23
4. Peraturan Menteri Nomor 13 Tahun 2007 Tentang Kepala Sekolah
5. Peraturan Menteri Nomor 16 Tahun 2007 dan Nomor 32 Tahun 2008
Tentang Guru
6. Peraturan Menteri Nomor 19 Tahun 2007 Tentang Standar Pengelolaan
7. Peraturan Menteri Nomor 20 Tahun 2007 Tentang Standar Penilaian
8. Peraturan Menteri Nomor 24 Tahun 2007 dan Permen Nomor 33 Tahun
2008 tentang Standar Sarana Prasarana.
9. Peraturan Menteri Nomor 41 Tahun 2007 Tentang Standar Prose
10. Peraturan Menteri Nomor 47 Tahun 2008 Tentang Standar Isi
11. Peraturan Menteri Nomor 24 Tahun 2008 Tentang TU
12. Peraturan Menteri Nomor 25 Tahun 2008 Tentang Perpustakaan
13. Peraturan Menteri Nomor 26 Tahun 2008 Tentang Laboratorium
14. Peraturan Menteri Nomor 39 Tahun 2008 Tentang Kesiswaan
15. Keputusan Menteri No. 3 Tahun 2003 Tentang Tunjangan Tenaga
Kependidikan
16. Keputusan Menteri No. 34/ U/03 Tentang Pengangkatan Guru Bantu
BAB IV
ASAS-ASAS & ALIRAN PENDIDIKAN

Asas pendidikan memiliki arti hukum atau kaidah yang menjadi acuan kita
dalam melaksanakan kegiatan pendidikan. Asas pendidikan merupakan suatu
kebenaran yang menjadi dasar atau tumpuan berpikir, baik pada tahap perencanaan
maupun pelaksanaan pendidikan. Khusus untuk pendidikan di Indonesia, terdapat
beberapa asas pendidikan yang memberi arah dalam merancang dan melaksanakan
pendidikan itu.

1. Asas Tut Wuri Handayani

Sebagai asas pertama, Tut Wuri Handayani merupakan inti dari sitem
Among perguruan. Asas yang dikumandangkan oleh Ki Hajar Dwantara ini
kemudian dikembangkan oleh Drs. R.M.P. Sostrokartono dengan menambahkan
dua semboyan lagi, yaitu:

- Ing Ngarsa Sung Tulada (jika di depan menjadi contoh)


- Ing Madya Mangun Karsa (jika ditengah-tengah memberi dukungan dan
membangkitkan semangat)
- Tut Wuri Handayani (jika di belakang memberi dorongan/mengikuti
dengan awas).

2. Tujuan Asas Tut Wuri Handayani adalah:

Pendidikan dilaksanakan tidak menggunakan syarat paksaan, Pendidikan


adalah penggulowenthah yang mengandung makna: momong, among, ngemong.

- Momong mempunyai arti mengamat-amati anak agar dapat tumbuh


menurut kodratnya.
- Among mengandung arti mengembangkan kodrat alam anak dengan
tuntutan agar anak didik dapat mengembangkan hidup batin menjadi
subur dan selamat.
- Ngemong berarti kita harus mengikuti apa yang ingin diusahakan anak
sendiri dan memberi bantuan pada saat anak membutuhkan.
- Pendidikan menciptakan tertib dan damai (orde en vrede),
- Pendidikan tidak ngujo (memanjakan anak), dan
- Pendidikan menciptakan iklim, tidak terperintah, memerintah diri
sendiri dan berdiri di atas kaki sendiri (mandiri dalam diri anak didik).

3. Penerapan Asas Tut Wuri Handayani adalah:

• Peserta didik mendapat kebebasan untuk memilih pendidikan dan


keterampilan yang diminatinya di semua jenis, jalur, dan jenjang pendidikan
yang disediakan oleh pemerintah sesuai peran dan profesinya dalam
masyarakat. Peserta didik bertanggung jawab atas pendidikannya sendiri
• Peserta didik mendapat kebebasan untuk memilih pendidikan kejuruan yang
diminatinya agar dapat mempersiapkan diri untuk memasuki lapangan kerja
bidang tertentu yang diinginkannya
• Peserta didik memiliki kecerdasan yang luar biasa diberikan kesempatan
untuk memasuki program pendidikan dan keterampilan sesuai dengan gaya
dan irama belajarnya,
• Peserta didik yang memiliki kelainan atau cacat fisik atau mental
memperoleh kesempatan untuk memilih pendidikan dan keterampilan
sesuai dengan cacat yang disandang agar dapat bertumbuh menjadi manusia
yang mandiri,
• Peserta didik di daerah terpencil mendapat kesempatan untuk memperoleh
pendidikan dan keterampilan agar dapat berkembang menjadi manusia yang
memiliki kemampuan dasar yang memadai sebagai manusia yang mandiri,
yang beragam dari potensi dibawah normal sampai jauh diatas normal
(Jurnal Pendidikan,1989)
4. Asas Kemandirian dalam Belajar

Baik asas tut wuri handayani maupun belajar sepanjang hayat secara
langsung erat kaitannya dengan asas kemandirian dalam belajar. Asas tut wuri
handayani pada prinsipnya bertolak dari asumsi kemampuan siswa untuk mandiri,
termasuk mandiri dalam belajar.

Kemandirian dalam belajar dapat diartikan sebagai aktifitas belajar yang


berlangsung lebih didorong oleh kemauan sendiri, pilihan sendiri, dan tanggung
jawab sendiri dari pembelajaran. Pengertian tentang belajar mandiri sampai saat ini
belum ada kesepakatan dari para ahli. Ada beberapa variasi pengertian belajar
mandiri yang diutarakan oleh para ahli seperti dipaparkan Abdullah (2001:1-4)
sebagai berikut:

1. Belajar Mandiri memandang siswa sebagai para manajer dan pemilik


tanggung jawab dari proses pelajaran mereka sendiri. Belajar Mandiri
mengintegrasikan self- management (manajemen konteks, menentukan
setting, sumber daya, dan tindakan) dengan self-monitoring (siswa
memonitor, mengevaluasi dan mengatur strategi belajarnya) (Bolhuis;
Garrison)
2. Peran kemauan dan motivasi dalam Belajar Mandiri sangat penting dalam
memulai dan memelihara usaha siswa. Motivasi memandu dalam
mengambil keputusan, dan kemauan menopang kehendak untuk menyelami
suatu tugas sedemikian sehingga tujuan dapat dicapai (Corno; Garrison).
3. Di dalam belajar mandiri, kendali secara berangsur-angsur bergeser dari
para guru ke siswa. Siswa mempunyai banyak kebebasan untuk
memutuskan pelajaran apa dan tujuan apa yang hendak dicapai dan
bermanfaat baginya (Lyman; Morrow, Sharkey, & Firestone).

Perwujudan asas kemandirian dalam belajar akan mampu menempatkan


guru dalam peran utama sebagai fasilitator dan motivator, disamping peran-peran
lain: informator, organisator dan sebagainya. Sebagai fasilitator guru diharapkan
menyediakan dan mengatur berbagai sumber belajar sedemikian sehingga
memudahkan peserta didik berinteraksi dengan sumber-sumber tersebut.
Sedangkan sebagai motivator, guru mengupayakan timbulnya prakarsa peserta
didik untuk memanfaatkan sumber belajar itu.

5. Asas Pendidikan Sepanjang Hayat

Asas belajar sepanjang hayat (life long learning) merupakan sudut pandang
dari sisi lain terhadap pendidikan seumur hidup (life long education). Kurikulum
yang dapat meracang dan diimplementasikan dengan memperhatikan dua dimensi
yaitu dimensi vertikal dan horisontal.

• Dimensi vertikal dari kurikulum sekolah meliputi keterkaitan dan


kesinambungan antar tingkatan persekolahan dan keterkaitan dengan
kehidupan peserta didik di masa depan.
• Dimensi horisontal dari kurikulum sekolah yaitu katerkaitan antara
pengalaman belajar di sekolah dengan pengalaman di luar sekolah.
BAB V
TEORI-TEORI & PILAR PENDIDIKAN

I. Teori-teori Pendidikan

1. Behaviorisme

Kerangkah kerja teori pendidikan behaviorisme adalah empirisme. Asumsi


filosofis dari behaviorisme adalah nature of human being (manusia tumbuh secara
alami). Latar belakang empirisme adalah How we know what we
know (bagaimanah kita tahu apa yang kita tahu). Menurut paham ini pengetahuan
pada dasarnya diperoleh dari pengalaman (empiris). Aliran behaviorisme
didasarkan pada perubahan tingkah laku yang dapat diamati. Oleh karena itu aliran
ini berusaha mencoba menerangkan dalam pembelajaran bagaimana lingkungan
berpengaruh terhadap perubahan tingkah laku. Dalam aliran ini tingkah laku dalam
belajar akan berubah kalau ada stimulus dan respon. Stimulus dapat berupa prilaku
yang diberikan pada siswa, sedangkan respons berupa perubahan tingkah laku yang
terjadi pada siswa. Jadi, berdasarkan teori behaviorisme pendidikan dipengaruhi
oleh lingkungan. Tokoh aliran behaviorisme antara lain : Pavlov, Watson, Skinner,
Hull, Guthrie, dan Thorndike.

2. Kognitivisme.

Kerangka kerja atau dasar pemikiran dari teori pendidikan kognitivisme


adalah dasarnya rasional. Teori ini memiliki asumsi filosofis yaitu the way in
which we learn (Pengetahuan seseorang diperoleh berdasarkan pemikiran) inilah
yang disebut dengan filosofi rationalisme. Menurut aliran ini, kita belajar
disebabkan oleh kemampuan kita dalam menafsirkan peristiwa atau kejadian yang
terjadi dalam lingkungan. Teori kognitivisme berusaha menjelaskan dalam belajar
bagaimanah orang-orang berpikir. Oleh karena itu dalam aliran kognitivisme lebih
mementingkan proses belajar dari pada hasil belajar itu sendiri. karena menurut
teori ini bahwa belajar melibatkan proses berpikir yang kompleks. Jadi, menurut
teori kognitivisme pendidikan dihasilkan dari proses berpikir. Tokoh aliran
Kognitivisme antara lain : Piaget, Bruner, dan Ausebel.

3. Konstruktivisme.

Menurut teori konstruktivisme yang menjadi dasar bahwa siswa


memperoleh pengetahuan adalah karena keaktifan siswa itu sendiri. Konsep
pembelajaran menurut teori konstruktivisme adalah suatu proses pembelajaran
yang mengkondisikan siswa untuk melakukan proses aktif membangun konsep
baru, dan pengetahuan baru berdasarkan data. Oleh karena itu proses pembelajaran
harus dirancang dan dikelola sedemikian rupa sehinggah mampu mendorong siswa
mengorganisasi pengalamannya sendiri menjadi pengetahuan yang bermakna. Jadi,
dalam pandangan konstruktivisme sangat penting peranan siswa. Agar siswa
memiliki kebiasaan berpikir maka dibutuhkan kebebasan dan sikap belajar.
Menurut teori ini juga perlu disadari bahwa siswa adalah subjek utama dalam
penemuan pengetahuan. Mereka menyusun dan membangun pengetahuan melalui
berbagai pengalaman yang memungkinkan terbentuknya pengetahuan. Mereka
harus menjalani sendiri berbagai pengalaman yang pada akhirnya memberikan
pemikiran tentang pengetahuan-pengetahuan tertentu. Hal terpenting dalam
pembelajaran adalah siswa perlu menguasai bagaimana caranya belajar. Dengan itu
ia bisa menjadi pembelajar mandiri dan menemukan sendiri pengetahuan-
pengetahuan yang ia butuhkan dalam kehidupan. Tokoh aliran ini antara lain : Von
Glasersfeld, dan Vico )

4. Humanistik

Teori ini pada dasarnya memiliki tujuan untuk, memanusiakan manusia.


Oleh karena itu proses belajar dapat dianggap berhasil apabila si pembelajar telah
memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Dengan kata lain si pembelajar
dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai
aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Tujuan utama para pendidik adalah
membantu siswa untuk mengembangkan dirinya yaitu membantu masing-masing
individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan
membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka.

Menurut aliran Humanistik para pendidik sebaiknya melihat kebutuhan


yang lebih tinggi dan merencanakan pendidikan dan kurikulum untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan ini. Beberapah psikolog humanistik melihat bahwa manusia
mempunyai keinginan alami untuk berkembang untuk menjadi lebih baik dan
belajar. Secara singkat pendekatan humanistik dalam pendidikan menekankan pada
perkembangan positif. Pendekatan yang berfokus pada potensi manusia untuk
mencari dan menemukan kemampuan yang mereka punya dan mengembangkan
kemampuan tersebut. Hal ini mencakup kemampuan interpersonal sosial dan
metode untuk mengembangkan diri yang ditujukan untuk memperkaya diri,
menikmati keberadaan hidup dan juga masyarakat. Keterampilan atau kemampuan
membangun diri secara positif ini menjadi sangat penting dalam pendidikan karena
keterkaitannya dengan keberhasilan akademik. Dalam teori humanistik belajar
dianggap berhasil apabila pembelajar memahami lingkungannya dan dirinya
sendiri.

Akhirnya , dapat disimpulkan pendidikan merupakan syarat mutlak apabila


manusia ingin tampil dengan sifat-sifat hakikat manusia yang dimilikinya. Dan
untuk bisa bersosialisasi antar sesama manusia inilah manusia perlu pendidikan.
Definisi tentang pendidikan banyak sekali ragamnya dengan definisi yang satu
dapat berbeda dengan yang lainnya. Hal ini dipengaruhi oleh sudut pandang
masing-masing. Pendidikan, seperti sifat sasarannya yaitu manusia, mengandunga
banyak aspek dan sifatnya sangat kompleks. Karena sifatnya yang kompleks itu,
maka tidak ada satu batasan pun secara gamblang dapat menjelaskan arti
pendidikan. Batasan tentang pendidikan yang dibuat oleh para ahli beraneka ragam
dan kandungannya dapat berbeda yang satu dengan yang lain. Perbedaan itu bisa
karena orientasinya, konsep dasar yang digunakannya, aspek yang menjadi tekanan,
atau karena falsafah yang melandasinya. Yang terpenting dari semua itu adalah
bahwa pendidikan harus dilaksanakan secara sadar, mempunyai tujuan yang jelas,
dan menjamin terjadinya perubahan ke arah yang lebih baik.

II. Pilar Pendidikan

Unesco memberikan empat pilar pendidikan yang terdiri atas; Learning to


know, learning to do, learning to be, dan learning to live together in peace. Tetapi
untuk mencapai Tujuan Pendidikan Nasinal, tidak cukup dengan empat pilar
tersebut, maka dalam pendidikan di Indonesia ditambah dengan pilar pendidikan
“Belajar untuk memperkuat keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia”.

Berikut uraian masing‐masing pilar pendidikan tersebut.

1. Belajar untuk mencari tahu (learning to know)

Belajar untuk mencari tahu terkait dengan cara mendapatkan pengetahuan


melalui penggunaan media atau alat yang ada. Media bisa berupa buku, orang,
internet, dan teknologi yang lainya. Implementasinya untuk mencari tahu tersebut
di Indonesia sudah berjalan melalui proses belajar membaca, menghafal, dan
mendengarkan, baik yang terjadi di dalam kelas maupun dalam kehidupan sehari –
hari.

2. Belajar untuk mengerjakan (learning to do)

Belajar untuk melakukan atau berkarya, hal ini tidak terlepas dari belajar
mengetahui karena perbuatan tidak terlepas dari ilmu pengetahuan. Belajar untuk
melakukan atau berkarya merupakan upaya untuk senantiasa melakukan dan
berlatih keterampilan untuk keprofesionalan dalam bekerja. Terkait dengan
pembelajaran didalam kelas, maka belajar untuk mengerjakan ini sangat diperlukan
latihan keterampilan bagaimana peserta didik dapat menggunakan pengetahuan
tentang konsep atau prinsip mata pelajaran tertentu dalam mata pelajaran lainnya
atau dalam kehidupannya seharihari. Dengan demikian peserta didik memiliki
pengetahuan dan ketrampilan yang dapat mempengaruhi kehidupannya dalam
menetukan pilihan kerja yang ada di masyarakat.

3. Belajar untuk menjadi (learning to be)

Belajar untuk menjadi atau berkembang utuh, belajar untuk menjadi atau
berkembang secara utuh berkaitan dengan tuntutan kehidupan yang semakin
kompleks sehingga dibutuhkan suatu karakter pada diri individu. Belajar menjadi
pribadi yang berkembang secara optimal yang memiliki kesesuaian dan
keseimbangan pada kepribadianya baik itu moral, intelektual, emosi, spiritual,
maupun sosial. Sehingga dalam pembelajaran, guru memiliki kewajiban untuk
mengembangkan potensi peserta sesuai dengan bakat dan minatnya agar peserta
didik tersebut dapat menentukan pilihannya, terlepas dari siapa dan apa
pekerjaanya, tetapi yang penting adalah dia menjadi sosok yang pribadi memiliki
keunggulan.

4. Belajar untuk hidup bersama dalam kedamaian (learning to live


together in peace)

Belajar hidup bersama ini sangat penting, karena masyarakat yang beragam,
baik dilihat dari latar belakang, suku, ras, agama, etnik, atau pendidikan. Pada
pembelajaran, peserta didik harus memahami bahwa keberagaman tersebut bukan
untuk dibedabedakan, akan tetapi dipahamkan bahwa keberagaman tersebut
tergabung dalam suatu lingkungan masyarakat. Oleh karena itu saling membantu
dan menghargai satu dengan yang lainya sangat diperlukan agar tercipta masyarakat
yang tertib dan aman, sehingga setiap individu dapat belajar dan hidup dalam
kebersamaan dan kedamaian.

5. Belajar untuk memperkuat keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia


(Learning to believe in God)/ Belajar untuk beriman kepada TYME

Pilar yang ini hanya terdapat dalam secara tersirat dalam


pendidikan di Indonesia sesuai dengan Undang‐Undang Nomor 20 tahun
2003 tentang Sisdiknas yang menyatakan bahwa salah satu Tujuan Pendidikan
Nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang
demokratis serta bertanggung jawab.
BAB VI
HAKIKAT SEKOLAH, GURU & PEMBELAJARAN

1. Hakikat Sekolah

Sekolah merupakan bangunan atau lembaga untuk belajar dan mengajar


serta tempat menerima dan memberi pelajaran. Sekolah dipimpin oleh seorang
kepala sekolah. Kepala sekolah dibantu oleh wakil kepala sekolah. Jumlah wakil
kepala sekolah di setiap sekolah berbeda, tergantung dengan kebutuhannya (Lin,
2010).

Sekolah sebagai lembaga penyelenggara pendidikan mempunyai peran


besar dalam pembentukan citra dan masa depan bangsa. Hal ini terkait dengan
definisi pendidikan dalam Undang-Undang Repubilk Indonesia nomor 2 tahun
1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional yaitu usaha sadar untuk menyiapkan
peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan bagi
peranannya di masa yang akan datang. Dalam menyelenggarakan pendidikan,
sekolah mempunyai sebuah keorganisasian. Organisasi sekolah bertujuan untuk
menyukseskan tujuan pendidikan nasional yang berdasarkan pada kurikulum,
undang-undang, dan peraturan-peraturan pemerintah.

Dalam menerapkan tujuan pendidikan nasional, sekolah sebagai lembaga


yang bertujuan menyukseskan tujuan pendidikan tersebut mempunyai sebuah
organisasi pengelolaan siswa. Sehingga pada perkembangannya bisa menunjang
prestasi sekolah. Tugas kepala sekolah dalam penyuksesan tujuan pendidikan tidak
hanya dalam kegiatan belajar formal, kepala sekolah juga mengemas kegiatan non-
formal dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler. Dalam pengemasan kegiatan
ekstrakurikuler, kepala sekolah dibantu oleh wakil kepala sekolah urusan
kesiswaan. Tujuan diadakan kegiatan ekstrakurikuler adalah membina siswa
supaya dapat berprestasi dalam masa depan, sehingga dapat bersaing dengan
perkembangan jaman dan dapat diterima baik oleh masyarakat setelah lulus
sekolah.
2. Hakikat Guru

1. Pengertian Hakikat Guru

Dalam dunia pendidikan, guru merupakan faktor penting dan utama,


karena guru adalah orang yang bertanggungjawab terhadap perkembangan
jasmani dan rohani peserta didik, terutama di sekolah, untuk mencapai
kedewasaan peserta didik sehingga ia menjadi manusia yang paripurna dan
mengetahui tugas-tugasnya sebagai manusia. Dalam arti khusus dapat
dikatakan bahwa pada setiap diri guru terletak tanggung jawab untuk
membawa siswanya kearah kedewasaan atau taraf kematangan tertentu.
Dalam rangka itu guru tidak semata-mata sebagai “pendidik” yang transfer
of knowledge, tapi juga seorang “pendidik” yang transfer of values dan
sekaligus sebagai “pembimbing” yang memberikan pengarahan dan
menuntun siswa dalam belajar. Berkaitan dengan ini maka sebenarnya guru
memiliki peranan yang unik dan sangat kompleks di dalam proses belajar
mengajar, dalam usahanya mengantarkan siswa ketaraf yang dicita-citakan.
Oleh karena itu setiap rencana kegiatan guru harus dapat didudukkan dan
dibenarkan semata-mata demi kepentingan anak didik, sesuai dengan
profesi dan tanggung jawabnya.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi kedua 1991, guru


diartikan sebagai orang yang pekerjaannya (mata pencahariannya)
mengajar. Dalam Undang-undang Guru dan Dosen No 14 Tahun 2005 Pasal
2, guru dikatakan sebagai tenaga profesional yang mengandung arti bahwa
pekerjaan guru hanya dapat dilakukan oleh seseorang yang mempunyai
kualifikasi akademik, kompetensi, dan sertifikasi pendidik sesuai dengan
persyaratan untuk setiap jenis dan jenjang pendidikan tertentu.

2. Peran Guru

Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan


Nasional dijelaskan bahwa pendidik dan tenaga kependidikan
berkewajiban: (a) menciptakan suasana pendidikan yang bermakna,
menyenangkan, kreatif, dinamis dan dialogis, (b) mempunyai komitmen
secara professional untuk meningkatkan mutu pendidikan; dan (c) memberi
teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai
dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya.UU ini memberikan
kepercayaan penuh kepada pendidik agar dapat menciptakan pendidikan
yang mempunyai makna, menyenangkan, kreatif dan dinamis bagi peserta
didik.

Guru merupakan faktor penentu dalam proses penyelenggaraan


pendidikan, karena hakekat guru adalah untuk mendidik, yakni
mengupayakan seluruh potensi anak didik, baik potensi psikomotor,
kognitif maupun potensi afektif. Di samping itu, tanggungjawab
perkembangan peserta didik yang paling utama adalah peran orang tua
dalam keluarga baik perkembangan jasmaninya maupun perkembangan
rohaninya.

Dalam pelaksanaan operasional mendidik, seorang guru melakukan


rangkaian proses mengajar, memberikan dorongan, memuji, menghukum,
memberi contoh, membiasakan. Batasan ini memberi arti bahwa tugas guru
bukan hanya sekedar mengajar sebagaimana pendapat kebanyakan orang,
tetapi pendidik juga bertugas sebagai motivator dan fasilitator dalam proses
belajar mengajar, sehingga seluruh potensi peserta didik dapat teraktualisasi
secara baik dan dinamis.

Pelaksanaan hakekat guru membutuhkan jabatan atau profesi yang


memerlukan keahlian khusus sebagai guru. Pekerjaan demikian tidak dapat
dilakukan oleh orang yang tidak memiliki keahlian untuk melakukan
kegiatan atau pekerjaan sebagai seorang guru. Keahlian sebagai guru
profesional harus menguasai seluk beluk pendidikan dan pengajaran dengan
berbagai ilmu pengetahuan lainnya yang perlu dibina dan dikembangkan
melalui masa pendidikan tertentu atau pendidikan prajabatan. Memahami
konsep ini, pendidik juga dituntut mempunyai profesi atau keahlian yang
prodesional handal dalam semua komponen pendidikan. Komponen
pendidikan yang dimaksud adalah mulai dari perangkat tujuan pendidikan
sampai kepada pelaksanaan pendidikan dalam proses belajar mengajar.

3. Fungsi Guru

Seorang guru baru dikatakan sempurna jika fungsinya sebagai


pendidik dan juga berfungsi sebagai pembimbing. Seorang guru menjadi
pendidik yang sekaligus sebagai seorang pembimbing. Contohnya guru
sebagai pendidik dan pengajar sering kali akan melakukan pekerjaan
bimbingan, seperti bimbingan belajar tentang keterampilan dan sebagainya
dan untuk lebih jelasnya proses pendidikan kegiatan mendidik, mengajar
dan membimbing sebagai yang taka dapat dipisahkan. Membimbing dalam
hal ini dapat dikatakan sebagai kegiatan menuntun anak didik dalam
perkembanganya dengan jelas dmemberikan langkah dan arah yang sesuai
dengan tujuan pendidikan.

Sebagai pendidik guru harus berlaku membimbing dalam arti


menuntun sesuai dengan kaidah yang baik dan mengarahkan perkembangan
anak didik sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan, termasuk dalam hal ini
yang terpenting ikut memecahkan persoalan-persoalan dan kesulitan-
kesulitan yang dihadapi anak didik. Dengan demikian diharapkan
menciptakan perkembangan yang lebih baik pada diri siswa, baik
perkembangan fisik maupun mental

3. Hakikat Pembelajaran

1. Pengertian Pembelajaran

Pembelajaran merupakan suatu proses interaksi antara peserta didik


dengan pendidik dan berbagai sumber belajar yang ada di lingkungan belajar
tersebut. Menurut aliran behavioristik dalam Hamdani (2011:23) mengatakan
bahwa: "pembelajaran adalah usaha guru membentuk tingkah laku yang diinginkan
dengan menyediakan lingkungan atau stimulus".

Selanjutnya menurut Gagne,dkk dalam Warsita (2008:266) mengatakan


bahwa: pembelajaran adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu proses
belajar peserta didik, yang berisi serangkaian peristiwa yang dirancang, disusun
sedemikian rupa untuk mempengaruhi dan mendukung terjadinya proses belajar
peserta didik yang bersifat internal.

Lebih lanjut Warsita (2008:266) menjelaskan bahwa ada lima prinsip yang
menjadi landasan pengertian pembelajaran yaitu:

• Pembelajaran sebagai usaha untuk memperoleh perubahan perilaku. Prinsip


ini mengandung makna bahwa ciri utama proses pembelajaran itu adalah
adanya perubahan perilaku dalam diri peserta didik.
• Hasil pembelajaran ditandai dengan perubahan perilaku secara keseluruhan.
Prinsip ini mengandung makna bahwa perilaku sebagai hasil pembelajaran
meliputi semua aspek perilaku dan bukan hanya satu atau dua aspek saja.
• Pembelajaran merupakan suatu proses. Prinsip ini mengandung makna
bahwa pembelajaran itu merupakan suatu aktivitas yang berkesinambungan,
di dalam aktivitas itu terjadi adanya tahapan-tahapan aktivitas yang
sistematis dan terarah.
• Proses pembelajaran terjadi karena adanya sesuatu yang mendorong dan
adanya suatu tujuan yang akan dicapai.
Pembelajaran merupakan bentuk pengalaman.Berdasarkan pendapat
tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah suatu usaha
yang dilakukan oleh pendidik dalam membelajarkan peserta didik sehingga terjadi
perubahan tingkah laku ke arah yang lebih baik.
2. Ciri-Ciri Pembelajaran

Darsono dan Hamdani (2011:47) berpendapat bahwa ciri-ciri pembelajaran


adalah sebagaiberikut:

• Pembelajaran dilakukan secara sadar dan direncanakan dengan sistematis.


• Pembelajaran dapat menumbuhkan perhatian dan motivasi siswa dalam
belajar.
• Pembelajaran dapat menyediakan bahan belajar yang menarik perhatian dan
menantang siswa.
• Pembelajaran dapat menggunakan alat bantu belajar yang tepat dan
menarik.
• Pembelajaran dapat menciptakan suasana belajar yang aman dan
menyenangkan bagi siawa.
• Pembelajaran dapat membuat siswa siap menerima pelajaran, baik secara
fisik maupun secara psikologi.
• Pembelajaran menekankan keaktifan siswa.
• Pembelajaran dilakukan secara sadar dan sengaja.

Oleh karena itu, pembelajaran pasti mempunyai tujuan yaitu membantu


siswa agar memperoleh berbagai pengalaman dan dengan pengalaman itu, tingkah
laku siswa bertambah, baik kuantitas maupun kualitasnya. Tingkah laku ini
meliputi pengetahuan, keterampilan dan nilai atau norma yang berfungsi
pengendali sikap dan perilaku siswa.

3. Komponen-komponen Pembelajaran
Karena pembelajaran merupakan suatu proses, maka dalam proses
pembelajaran ada beberapa komponen yang saling berinteraksi satu dengan yang
lain sehingga disebut sebagai sistem. Sebagai suatu sistem, proses belajar itu saling
berkaitan dan bekerja sama untuk mencapai tujuan yang ingin dicapainya.
BAB VII
PERSPEKTIF PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN DALAM PENDIDIKAN

1. Pengertian PAK

Hakikat Pendidikan Agama Kristen seperti yang tercantum dalam hasil


Lokakarya Strategi PAK di Indonesia tahun 1999 adalah: Usaha yang dilakukan
secara terencana dan berkelanjutan dalam rangka mengembangkan kemampuan
siswa agar dengan pertolongan Roh Kudus dapat memahami dan menghayati kasih
Tuhan Allah di dalam Yesus Kristus yang dinyatakan dalam kehidupan sehari-hari,
terhadap sesama dan lingkungan hidupnya. Dengan demikian, setiap orang yang
terlibat dalam proses pembelajaran PAK memiliki keterpanggilan untuk
mewujudkan tanda-tanda. Kerajaan Allah dalam kehidupan pribadi maupun
sebagai bagian dari komunitas.

2. Tujuan PAK

”Thomas M. Groome dalam bukunya yang berjudul ”Christian Religius


Education” mengedepankan bahwa tujuan pendidikan Agama Kristen adalah agar
manusia mengalami hidupnya sebagai respon terhadap kerajaan Allah di dalam
Yesus Kristus”. Di indonesia dalam sisdiknas Pendidikan Agama Kristen tujuannya
menumbuhkan dan mengembangkan iman serta kemampuan siswa untuk dapat
memahami dan menghayati kasih Allah dalam Yesus Kristus yang dinyatakan
dalam kehidupan sehari-hari.

Secara teknis operasionalnya dapat dijabarkan dalam tujuan dan fungsinya


sebagai berikut:

1. Tujuan
a. Tujuan Umum
• Memperkenalkan Tuhan, Bapa, Putera, dan Roh Kudus dan
karya-karyaNya.
• Menghasilkan manusia yang mampu menghayati imannya
secara bertanggungjawab di tengah masyarakat yang
pluralistik.

b. Tujuan Khusus
• Menanamkan pemahaman tentang Tuhan dan karnyaNya
kepada siswa, sehingga mampu memahami dan menghayati
karya Tuhan dalam hidup manusia.

2. Fungsi
• Memampukan anak didik memahami kasih dan karya Tuhan
dalam hidupsehari-hari
• Membantu anak didik dalam mentransformasikan nilai-nilai
Kristiani dalam kehidupan sehari-hari

3. Landasan Teologis PAK

Pendidikan Agama Kristen telah ada sejak pembentukan umat Allah


yang dimulai dengan panggilan terhadap Abraham. Hal ini berlanjut dalam
lingkungan dua belas suku Israel sampai dengan zaman Perjanjian Baru.
Sinagoga atau rumah ibadah orang Yahudi bukan hanya menjadi tempat
ibadah melainkan menjadi pusat kegiatan pendidikan bagi anak-anak dan
keluarga orang Yahudi. Beberapa nas di bawah ini dipilih untuk
mendukungnya, yaitu:

1. Kitab Ulangan 6: 4-9.

Allah memerintahkan umat-Nya untuk mengajarkan tentang kasih


Allah kepada anak-anak dan kaum muda. Perintah ini kemudian menjadi
kewajiban normatif bagi umat Kristen dan lembaga gereja untuk
mengajarkan kasih Allah. Dalam kaitannya dengan Pendidikan Agama
Kristen bagian Alkitab ini telah menjadi dasar dalam menyusun dan
mengembangkan Kurikulum dan Pembelajaran Pendidikan Agama Kristen.

2. Amsal 22: 6

Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya maka pada
masa tuanya pun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu. Betapa
pentingnya penanaman nilai-nilai iman yang bersumber dari Alkitab bagi
generasi muda, seperti tumbuhan yang sejak awal pertumbuhannya harus
diberikan pupuk dan air, demikian pula kehidupan iman orang percaya harus
dimulai sejak dini. Bahkan ada pakar PAK yang mengatakan pendidikan
agama harus diberikan sejak dalam kandungan ibu sampai akhir hidup
seseorang.

3. Matius 28:19-20

Tuhan Yesus Kristus memberikan amanat kepada tiap orang percaya


untuk pergi ke seluruh penjuru dunia dan mengajarkan tentang kasih Allah.
Perintah ini telah menjadi dasar bagi tiap orang percaya untuk turut
bertanggung jawab terhadap Pendidikan Agama Kristen. Sejarah perjalanan
agama Kristen turut dipengaruhi oleh peran Pendidikan Agama Kristen
sebagai pembentuk sikap, karakter dan iman orang Kristen dalam keluarga,
gereja dan lembaga pendidikan. Oleh karena itu, lembaga gereja, keluarga
dan sekolah secara bersama-sama bertanggung jawab dalam tugas mengajar
dan mendidik anak-anak, remaja, dan kaum muda untuk mengenal Allah
Pencipta, Penyelamat, Pembaru, dan mewujudkan ajaran itu dalam
kehidupan sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA

Achmad Munib, dkk. (2004) . Pengantar Ilmu Pendidikan. Semarang: UPT MKK
UNNES.

Agus Taufiq., Hera L. Mikasa., & Puji L. Prianto. (2011). Pendidikan Anak di
SD.Jakarta: Universitas Terbuka.

http://kopibangil.blogspot.com/2012/01/hakekat-sekolah.html

https://catarts.wordpress.com/2012/04/15/hakikat-dan-fungsi-guru

UU No. 20 Tahun 2003 Bab II Pasal 3

Koentjaraningrat. 1996. Pengantar Antopologi I. Jakarta: Rineka Putra.

https://emanmendrofa.blogspot.com/2014/11/hakikat-pembelajaran.html

Van Baal, J. 1987. Sejarah dan Pertumbuhannya: Teori Antopologi Budaya.


Jakarta: Gramedia. Jilid 1.

Cassirer, Ernst. 1944. An Essay on Man. Terjemahan Manusia. New Faven.

Harianti, Diah. (1996). Program Kegiatan Belajar di Taman Kanak-Kanak 1994.


Jakarta; Depdikbud-Dikti, P2TK

https://www.rumah.com/panduan-properti/pendidikan-di-indonesia-33286

https://rahmawatiindahlestari.wordpress.com/semester-1/lkpp/landasan-hukum-
pendidikan

Suyono & Hariyanto. 2012. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: PT Remaja


Rosdakarya Mulana, Dayan. 2010. “Empat Pilar Pendidikan”.
http://dayanmaulana.blogspot.com/2010/06/empat-pilar-pendidikan-menurut-
unesco.html.

Diakses pada 27 Februari 2014

http://rajanarai.blogspot.com/2012/11/teori-teori-pendidikan.html

Kristanto, Paulus Lilik. Prinsip dan Praktek PAK Penuntun bagi Mahasiswa
Teologi dan PAK, Pelayan Gereja, Guru Agama dan keluarga Kristen, Yogyakarta
: Andi Offset.

Nuhamara, Daniel, Pembimbing Pendidikan Agama Kristen, (Jakarta: Ditjen


Bimas Kristen Protestan dan Universitas Terbuka, 1992)

https://inspirasi-dttg.blogspot.com/2018/01/makalah-landasan-dan-asas-asas.html

http://aishaazalia.blogspot.com/2017/04/makalah-asas-asas-pendidikan.html

Anda mungkin juga menyukai