Anda di halaman 1dari 8

BAB III HAKIKAT PENDIDIKAN

A. Konsep Pendidikan

Pendidikan merupakan kegiatan yang sangat penting bagi penyiapan anak-anak untuk
menghadapi kehidupannya di masa mendatang. Bahkan gejala proses pendidikan ini sudah ada
sejak manusia ada, meskipun proses pelaksanaanya masih sangat sederhana. Namun hal ini
merupakan fenomena bahwa proses pendidikan sejak dahulu kala sudah ada. Karena begitu
sederhananya proses pendidikan pada jaman dahulu kala itu maka dirasa orang tidak menyadari
bahwa apa yang dilakukan itu adalah proses pendidikan.

Proses pendidikan memang masalah universal, yang dialami oleh setiap bangsa atau suku
bangsa. Oleh karena itu akan terpengaruh oleh berbagai fasilitas, budaya, situasi serta kondisi
bangsa atau suku bangsa tersebut. Dengan demikian akan terlihat adanya perbedaan- perbedaan
yang dapat dilihat dalam pelaksanaan pendidikan tersebut. Namun yang jelas akan kita lihat
adanya kesamaan tujuan yakni untuk mendewasakan anak dalam arti anak akan dapat berdiri
sendiri di tengah masyarakat luas. Lebih-lebih bila di lihat di Negara-negara yang sudah maju
akan jauh berbeda pelaksanaanya disbanding dengan di Negara-negara atau daerah-daerah yang
belum maju. 1. Pengertian Pendidikan Ditinjau Dari Arti Kata (Etimologis)

a. Bahasa Indonesia
WYS Purwodarminto (Kamus, 1976) mengartikan kata pendidikan sebagai perbuatan (hal, cara)
mendidik. Sedang arti kata mendidik adalah memelihara dan memberi latihan (ajaran, pimpinan)
mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran.
b. Bahasa Jawa
Teori dan Praktik Pendidikan Panggulawentah berarti mengolah, membina kejiwaan dengan
mematangkan perasaan, kemauan dan watak sang anak.

c. Bahasa Belanda
Dalam bahasa Belanda ada istilah "opvoeding" yang diartikan pen-didikan. Pada awalnya berarti
"membesarkan" dengan memberi makan, jadi membesarkan anak dalam arti jasmaniah. Akan
tetapi lambat laun "tindakan membesarkan" dengan memberi makan, ini dikenakan juga pada
pertumbuhan rokhani anak, jadi pertumbuhan pikiran, persaan dan kemauan anak serta
pertumbuhan wataknya.. Dalam arti yang luas opvoeding berarti tindakan untuk membesarkan
anak dalam arti geestelyk (kebatinan, Jawa).
d. Bahasa Romawi
Dalam bahasa Romawi ada istilah "educare" yang berarti mengeluarkan dan menuntun. Istilah ini
menunjukkan tindakan untuk merealisasikan "innerijk aanleg" atau potensi anak yang dibawa
sejak dilahirkan. Jadi educare bermakna "membangunkan" kekuatan terpendam atau mengatifkan
kekuatan potensial yang dimiliki anak.

e. Bahasa Inggris
Dalam bahasa Inggris ada istilah "education" yang berasal dari bahasa Romawi "educare" yang
berarti pendidikan. Sedangkan mendidik diterjemahkan dari educare, yang artinya: to develop or
train the on to teach to prepare for a special profession or vocation (Lewis Adams, 1965,196).

f. Bahasa Jerman
Dalam bahasa Jerman ada istilah erziehung yang artinya hamper sama dengan educare, yang
berarti mengeluarkan atau menuntun.
2. Definisi Pendidikan menuruk substansi yang terkandung

Berbicara tentang definisi pendidikan perlu terlebih dahulu dikemukakan tetang berbagai
pengertian yang dikemukakan oleh berbagai ahli yang menggeluti masalah pendidikan terlebih
dahulu.

a. Menurut para ahli tokoh pendidikan 1) MJ. Langeveld

"Mendidik adalah memberikan pertolongan secara sadar dan sengaja kepada seorang anak (yang
belum dewasa) dalam pertumbuhannya menuju kea rah kedewasaan dalam arti berdiri sendiri
dan bertanggung jawab sesuai atas segala tindakan-tindakannya menurut pilihannya sendiri"
(Yassin, 1965). Langeveld juga mengemukakan tiga inti hakikat kemanusiaan,

yakni: a) Manusia pada hakekatnya sebagai makhluk individual.

b) Manusia pada hakekatnya sebagai makhluk sosial c) Manusia pada hakekatnya sebagai
makhluk susila. (Soewarno,
1982; 47).

Setiap individu anak yang dilahirkan telah dikaruniai potensi yang berbeda dengan individu lain.
Dikatakan oleh Langeveld, bahwa setiap individu itu unik, artinya setiap individu memiliki
kehendak, perasaan, cita-cita, semangat, dan daya tahan yang berbeda.

Langeveld juga mengatakan bahwa tiap individu mempunyai dorongan untuk mandiri, meskipun
di sisi lain pada diri anak terdapat rasa tidak berdaya sehingga ia memerlukan bimbingan dari
orang lain. Untuk dapat menolong dirinya sendiri, anak (individu) perlu mendapatkan
pengalaman di dalam pengembangan konsep, prinsip, inisiatif, kreativitas, tanggung jawab, dan
keterampilannya. Dengan kata lain, perwujudan manusia sebagai makhluk individu memerlukan
berbagai macam pengalaman melalui pendidikan, agar segala potensi yang ada dapat tumbuh dan
berkembang menjadi kenyataan. Pola pendidikan demokratis dipandang cocok untuk mendorong
tumbuh kembang potensi individu tersebut.

4. Manusia sejak lahir dikaruniai potensi sosialitas, artinya setiap individu mempunyai
kemungkinan untuk dapat bergaul, yang di dalamnya ada kesediaan untuk memberi dan
menerima. Manusia tidak dapat mencapai apa yang diinginkannya secara sorang diri. Kehadiran
manusia lain dihadapannya bukan saja penting untuk mencapai tujuan hidupnya, tetapi juga
merupakan sarana untuk pertumbuhan dan perkembangan kepribadiannya. Melalui pendidikan,
dikembangkan keseimbangan antara aspek individual dan aspek social dapat manusia, artinya
individualitas manusia dapat dikembangkan dengan belajar dari orang lain, mengidentifikasikan
sifat-sifat yang dikagumi dari orang lain untuk dimilikinya serta menolak sifat-sifat yang tidak
cocok baginya. Dalam kenyataannya hanya manusialah yang dapat menghayati norma-norma
dan nilai-nilai dalam kehidupan. Manusia dapat menepatkan tingkah laku mana yang baik dan
bersifat susila serta tingkah laku mana yang tidak baik dan tidak bersifat susila.
Setiap masyarakat mempunyai norma dan nilai. Melalui pendidikan diusahakan agar individu
menjadi manusia pendukung norma kaidah dan nila-nilai susilayang dijunjung tinggi oleh
masyarakat dan menjadi milik pribadi yang tercermin dalam tingkah laku sehari-hari.
Penghayatan dan perwujudan norma, nilai, dan kaidah- kaidah sosial adalah sangat penting
dalam rangka menciptakan ketertiban dan stabilitas kehidupan masyarakat. Penghayatan atas.
norma dan nilai tersebut hanya mungkin dilakukan oleh individu dalam hubungannya dengan
kehadirannya bersama orang lain. Pada hakikatnya manusia adalah makhluk yang beragama.
Beragama merupakan kebutuhan manusia karena manussia adalah makhluk yang lemah sehingga
memerlukan tempat bertopang. Untuk itu, ia dituntut untuk menghayati dan mengamalkan ajaran
agama yang dianutnya dengan sebaik-baiknya melalui pendidikan. Dalam hal ini orang tualah
yang paling cocok sebagai pendidik karena pendidikan agama adalah persoalan afektif dan kata
hati. Oleh karena itu harus dimulai sedini mungkin. Pemerintah dengan berlandaskan pada UU
Sisdiknas (Sistem Pendidikan Nasional) memasukkan pendidikan agama di sekolah-sekolah
merupakan pengkajian aghama yang telah ditingkatkan pada pengembangannya.
Sesuai dengan hakikat kemanusiaan tersebut, maka tujuan pendidikan adalah "untuk
membimbing anak kearah kedewasaan" yang dikemukakan oleh Langeveld mempunyai arti
membentuk individu yang berkesadaran sosial dan susila atau membentuk pribadi sosial yang
bermoral. (Suwarno, 1982: 47). Apabila di pelajari secara mendalam, maka betapapun banyak
usia seseorang, selama ia belum dewasa dalam arti dapat berdiri sendiri, maka dalam pendidikan
ia tergolong peserta didik.

2) John Dewey (1859-1952)


John Dewey adalah tokoh pendidikan yang wawasannya mem- punyai pengaruh luas, dan
sekaligus mewakili aliran filsafat pendidikan moderen (Progressivisme) merumuskan definisi
pendidikan sebagai berikut: "Etymologically, the word education means just a process of leading
or bringing up" (John Dewey, 1964: 10).
Di pihak lain John Dewey memandang pendidikan sebagai proses, yaitu pendidikan diartikan
sebagai tuntunan terhadap proses per-tumbuhan dan proses sosialisasi dari anak. Dalam proses
pertumbuhan ini anak mengembangkan dirinya ke tingkat yang makin lama makin sempurna,
sesuai dengan teori evolusi Darwin (Soemadi Tj. 1981: 24). Karena dasar pandangannya
memang terpengaruh oleh evolusionisme di samping pragmatisme dan materialisme. Sedangkan
yang dimaksud dengan proses sosialisasi adalah proses untuk menyesuaikan diri ke dalam
masyarakat yang penuh dengan problem yang senantiasa berubah atau berkembang secara
dinamis. Karena kedua prose situ selalu dialami manusia sepanjang hidupnya, maka dengan lain
perkataan pendidikanpun berlangsung selama hidup, yaitu mulai lahir sampai mati atau
dikatakan dengan istilah life long education.

3) Ki Hajar Dewantara.
Ki Hajar Dewantata mengemukakan pengertian pendidikan dengan merumuskan definisi sebagai
berikut: "Pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar
mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah
mendapat keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya" (Majelis Luhur Persatuan
Taman Siswa, 1962). Dilihat dari aspek- aspeknya maka "Pendidikan berarti daya upaya untuk
memajukan perkembangan budi pekerti (kekuatan batin), pikiran (intelek) dan jasmani anak-
anak" )Majelis Luhur Taman Siswa, 1957).
Maksudnya supaya kita dapat memajukan selaras dengan alamnya dan masyarakat. Jika hal itu
berhubungan dengan sistem amongnya Taman Siswa yaitu semboyan yang telah merakyat: Ing
ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani, (Ki Hajar Dewantara, 1952:
221), maka upaya untuk memajukan anak berarti menyikapi subyek didik sebagai pribadi
(persona) yang potensial untuk berdiri dan maju atas kekuatannya sendiri. Ini juga berarti Taman
Siswa memandang (menilai) pendidikan sebagai sesuatu upaya untuk menyediakan situasi,
kondisi dan fasilitas yang dapat memberikan pengalaman belajar yang relevan dengan masa
depan (Wawasan Kependidikan Guru Akta V: 94). Hal ini menunjukkan bahwa Ki Hajar
Dewantara berwawasan ke depan dalam berpikir pendidikan.

b. Menurut Pandangan Mono Disipliner.


Dalam rangka menjawab pertanyaa apa hakekat pendidikan itu, sementara ahli hanya
berorientasi kepada salah satu (mono) disiplin ilmu tertentu saja. Mereka itu antara lain adalah:
1). Pandangan Sosiologik. Compte berpendapat bahwa masyarakatlah yang menentukan
individu. Pemerintah Indonesia bertujuan membentuk manusia seutuhnya, artinya melihat
manusia tidak hanya sekedar menerima nilai-nilai masyarakat saja, tetapi ia juga dapat
menciptakan nilai-nilai baru dan menyampaikannya pada masyarakat Menurut pandangan ini
pendidikan hendaknya dilihat sebagai aspek sosial.Oleh karena itu pendidikan dirumuskan
sebagai: usaha (proses) pewarisan social dari generasi ke generasi (Redja Mudyahardjo, 1985:3).
2). Menurut Pandangan Antropologi (budaya) Pandangan ini melihat pendidikan dari segi
budaya. Oldh

karena itu pendidikan dirumuskan sebagai usaha pemindahan nilai- nilai budaya ke generasi
berikutnya. Inti kebudayaan disimpulkan adalah bermacam-macam pengetahuan. Hal ini sering
dikenal sebagai proses cultuur overdrach. Pandangan ini sejalan dengan pandangan aliran
Essensialisme. Manusia mempunyai keunikan dalam menciptakan budaya mereka sendiri, yang
pada gilirannya budaya yang ia ciptakan akan memberikan dampak bagi kehidupannya dan
konsep tentang manusia.Manusia baru dikatakan bermakna apabila ia dapat menampilkan
kemampuannya mewariskan nilai-nilai budayanya pada generasi penerus sekalimampu merekam
apa yang pernah diperolehnya dari generasi sebelumnya.
3). Menurut Pandangan Psikologi.
Berbeda dengan kedua pandangan terdahulu, pandangan ini banyak cabang-cabangnya, sebanyak
aliran ilmu jiwa yang ada, misalnya: behaviorime, individualisme (ilmu jiwa, individual), psiko
analitik dan lain-lainnya. Jika orientasinya kepada behaviorisme, maka aspek tingkah laku
(behavior) yang dipentingkan. Jika orientasinya ilmu jiwa individual, maka aspek pribadi utuh
yang diutamakan
4). Pandangan dari sudut ekonomi.
Pandangan ini melihat pendidikan sebagai usaha penanaman modal insani (human ivensment).
5). Menurut Pandangan politik.
Pandangan dari sudut politik, pendidikan diartikan sebagai usaha pembinaan kader bangsa, cinta
bangsa.
6). Menurut Pandangan filosofis tentang hakikat manusia (antropologi filsafat)
Upaya pemahaman hakekat manusia sudah dilakukan sejak dahulu. Namun, hingga saat ini
belum mendapat pernyataan yang
benar-benar tepat dan pas, dikarenakan manusia itu sendiri yang memang unik, antara manusia
satu dengan manusia lain berbeda-beda. Bahkan orang kembar identik sekalipun, mereka pasti
memiliki perbedaaan. Mulai dari fisik, ideologi, pemahaman, kepentingan dll. Semua itu
menyebabkan suatu pernyataan belum tentu pas untuk diamini oleh sebagian orang. Para ahli
pikir dan ahli filsafat memberikan sbuten kepada manusia sesuai dengan kemampuan yang dapat
dilakukan manusia di bumi ini;
a. Manusia adalah Homo Sapiens, artinya makhluk yang mempunyai budi,
b. Manusia adalah Animal Rational, artinya binatang yang berpikir,
c. Manusia adalah Homo Laquen, artinya makhluk yang pandai menciptakan bahasa dan
menjelmakan pikiran manusia dan perasaan dalam kata-kata yang tersusun,
d. Manusia adalah Homo Faber, artinya makhluk yang terampil. Dia pandai membuat perkakas
atau disebut juga Toolmaking Animal yaitu binatang yang pandai membuat alat,
e. Manusia adalah Zoon Politicon, yaitu makhluk yang pandai bekerjasama, bergaul dengan
orang lain dan mengorganisasi diri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya,
f. Manusia adalah Homo Economicus, artinya makhluk yang tunduk pada prinsip-prinsip
ekonomi dan bersifat ekonomis,
g. Manusia adalah Homo Religious, yaitu makhluk yang beragama. Dr. M. J. Langeveld seorang
tokoh pendidikan bangsa Belanda, memandang manusia sebagai Animal Educadum dan Animal
Educable, yaitu manusia adalah makhluk yang harus dididik dan dapat dididik. Oleh karena itu,
unsur rohaniah merupakan syarat mutlak terlaksananya program-program pendidikan.
c. Menurut Pandangan Multi Disipliner. Cara membahas pengertian pendidikan ditinjau dari
berbagai disiplin ilmu atau dari aspek kehidupan secara keseluruhan disebut tinjauan secara multi
disipliner. Dalam tinjauan pendidikan dilihat sebagai suatu sistem. Berdasarkan tinjauan multi
disipliner, Redja Mudyahardjo (1986: 3) mengemukakan bahwa pendidikan adalah keseluruhan
kerja insani yang terbentuk dari bagian-bagian yang mempunyai hubungan fungsional dalam
membantu terjadinya proses transformasi atau perubahan tingkah laku seseorang sehingga
mencapai kualitas hidup yang diharapkan.

3. Konsep Pendidikan Ditinjau Dari Perundang-Undangan di Indonesia.


Bila dilihat dari perkembangan pendidikan di Indonesia sudah sejak lama tokoh-tokoh
pendidikan di Negara kita menentang sistem pendidikan penjajahan (Belanda, Inggri, Jepang).
Dengan konsepsi masing-masing, sekaligus para tokoh pendidikan ini mulai memikirkan
(merenungkan) dan merintis bagaimana konsep pendidikan (Nasional) yang sebenarnya.
a. Ketetapan MPR No. IV/MPR/1973. Setelah melalui kurun waktu yang panjang dari sejak
terbentuknya Undang-undang No. 4/1950 dan dipertegas serta diluruskan arah tujuan pendidikan
nasional, maka melalui sidang umum MPR/1973, rumusan definisi pendidikan mengalami
penyempurnaan yang lebih mendasar. Adapun rumusan tersebut berbunyi sebagai berikut:
"Pendidikan pada hakekatnya adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan
kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup". Jika dibandingkan
dengan rumusan sebelumnya, istilah "mem- bentuk" telah diganti dengan "usaha sadar",
selanjutnya diikuti dengan "mengembangkan kepribadian dan kemampuan peserta didik di dalam
dan di luar sekolah" dan "berlangsung seumur hidup". Pada rumusan ini terasa bahwa pengaruh
para ilmuwan pendidikan lebih besar. karena istilah-istilah yang dipilih mengandung yang
nampak proporsinya lebih tepat dari rumusan sebelumnya. Istilah membentuk misalnya dapat
ditafsirkan merupakan penekanan yang berlebih-

Anda mungkin juga menyukai