Anda di halaman 1dari 18

KONSEP DASAR PROFESI KEGURUAN

Pengertian Profesi Keguruan


Kebanyakan kita mengatakan bahwa mengajar adalah suatu profesi. Apakah yang
dimaksud dengan profesi? Ornstein dan Levine (1984) dalam Soetjipto (2009) menyatakan
bahwa profesi itu adalah jabatan yang sesuai dengan pengertian profesi di bawah ini:
1. Melayani masyarakat, merupakan karir yang akan dilaksanakan sepanjang hayat (atau tidak
berganti-ganti pekerjaan).
2. Memerlukan bidang ilmu dan keterampilan tertentu di luar jangkauan khalayak ramai (tidak
setiap orang dapat melakukannya).
3. Menggunakan hasil penelitian dan aplikasi dari teori ke praktek (teori baru dikembangkan
dari hasil penelitian).
4. Memerlukan pelatihan khusus dengan waktu yang panjang.
5. Terkendali berdasarkan lisensi baku dan atau mempunyai persyaratan masuk (untuk
menduduki jabatan tersebut memerlukan izin tertentu atau ada persyaratan khusus yang
ditentukan untuk dapat mendudukinya).
6. Otonomi dalam membuat keputusan tentang ruang lingkup kerja tertentu (tidak diatur oleh
orang luar).
7. Menerima tanggung jawab terhadap keputusan yang diambil dan unjuk kerja yang
ditampilkan yang berhubungan dengan layanan yang diberikan (langsung bertanggung
jawab terhadap apa yang diputuskannya, tidak dipindahkan ke atasan atau instansi yang
lebih tinggi). Mempunyai sekumpulan unjuk kerja yang baku.
8. Mempunyai komitmen terhadap jabatan dan klien dengan penekanan terhadap layanan yang
akan diberikan.
9. Menggunakan administrator untuk memudahkan profesinya, relatif bebas dari supervisi
dalam jabatan (misalnya dokter memakai tenaga administrasi untuk mendata klien,
sementara tidak ada supervisi dari luar terhadap pekerjaan dokter sendiri).
10. Mempunyai organisasi yang diatur oleh anggota profesi sendiri.
11. Mempunyai asosiasi profesi dan atau kelompok ‘elit’ untuk mengetahui dan mengakui
keberhasilan anggotanya (keberhasilan tugas dokter dievaluasi dan dihargai oleh organisasi
Ikatan Dokter Indonesia (IDI), bukan oleh Departemen Kesehatan).
12. Mempunyai kode etik untuk menjelaskan hal-hal yang meragukan atau menyangsikan yang
berhubungan dengan layanan yang diberikan.
13. Mempunyai kadar kepercayaan yang tinggi dari publik dan kepercayaan diri setiap
anggotanya (anggota masyarakat selalu meyakini dokter lebih tahu tentang penyakit pasien
yang dilayaninya).
14. Mempunyai status sosial dan ekonomi yang tinggi (bila dibanding dengan jabatan lainnya).
Sehubung dengan kata “profesi” ada beberapa istilah yang berkaitan dengan itu, yakni:
1. Profesional, mempunyai dua makna. Pertama, mengacu pada sebutan tentang orang yang
menyandang suatu profesi. Kedua, mengacu pada sebutan tentang penampilan seseorang
dalam mewujudkan unjuk kerja sesuai dengan profesinya.
2. Profesionalisme, mengacu kepada komitmen para anggota suatu profesi untuk meningkatkan
kemampuan profesionalnya dan terus menerus mengembangkan
strategi-strategi yang digunakannya dalam melakukan pekerjaan yang sesuai dengan
profesinya.
3. Profesionalitas, mengacu kepada sikap para anggota profesi terhadap profesinya serta derajat
pengetahuan dan keahlian yang mereka miliki dalam rangka melakukan pekerjaannya.
4. Profesionalisasi, ialah suatu proses menuju kepada perwujudan dan peningkatan profesi dalam
mencapai suatu kriteria yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
Setelah kita bahas profesionalisasi secara panjang lebar, mungkin dalam hati anda timbul
pertanyaan, untuk apa dibicarakan profesionalisasi dalam dunia pendidikan? Kalau dipahami
secara baik, kriteria jabatan profesional yang telah dibicarakan di atas, maka jelaslah bahwa
jabatan profesional sangat memperhatikan layanan ini secara optimal, serta menjaga agar
masyarakat jangan sampai dirugikan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab, tuntutan
jabatan profesional harus sangat tinggi. Profesi kependidikan, khususnya profesi keguruan, tugas
utamanya adalah melayani masyarakat dalam dunia pendidikan. Sejalan dengan alasan tersebut
jelas kiranya bahwa profesionalisasi dalam bidang keguruan mengandung arti peningkatan segala
daya dan usaha dalam rangka pencapaian secara optimal layanan yang akan diberikan kepada
masyarakat (Satori, 2007).
Jadi, dapat disimpulkan bahwa profesi adalah suatu jabatan atau pekerjaan berdasarkan
bidang keahlian yang khusus dan kemampuan yang mempunyai tugas utama dalam melayani
masyarakat.
Sejarah Perkembangan Profesi Keguruan
Perkembangan profesi keguruan di Indonesia yaitu pada mulanya guru-guru Indonesia
diangkat dari orang-orang yang tidak dididik secara khusus menjadi guru, secara berangsur-
angsur dilengkapi dan ditambah dengan guru-guru yang lulus dari sekolah guru (kweekschool)
yang pertama kali didirikan di Solo tahun 1852. Karena mendesaknya keperluan guru maka
Pemerintah Hindia Belanda mengangkat lima macam guru, yaitu:
a. Guru lulusan sekolah guru yang dianggap sebagai guru yang berwenang penuh.
b. Guru yang bukan lulusan sekolah guru, tetapi lulus ujian yang diadakan untuk menjadi guru.
c. Guru bantu, yakni yang lulus ujian guru bantu.
d. Guru yang dimagangkan kepada seorang guru senior, yang merupakan calon guru.
e. Guru yang diangkat karena keadaan yang sangat mendesak yang berasal dari warga yang
pernah mengecap pendidikan.
Sejalan dengan pendirian sekolah-sekolah yang lebih tinggi tingkatnya dari sekolah
umum seperti Hollands Inlandse School (HIS), Meet Uitgebreid Lagere Onderwijs (MULO),
Hogerz Burgeschool (HBS), dan Algemene Middelbare School (AMS) maka secara berangsur-
angsur didirikan pula lembaga pendidikan guru atau kursus-kursus untuk mempersiapkan guru-
gurunya seperti Hogere Kweekschool (HKS) untuk guru HIS dan kursus Hoofdacte (HA) untuk
calon kepala sekolah (Nasution, 1987). Keadaan demikian berlanjut sampai zaman pendudukan
jepang dan awal perang kemerdekaan. Kemudian pendidikan guru meningkatkan jenjang
kualifikasi dan mutunya hingga saat ini kita mempunyai Lembaga pendidikan guru yang tunggal
yaitu Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK).
Dalam sejarah pendidikan guru di Indonesia guru pernah mempunyai status yang sangat
tinggi dalam masyarakat, mempunyai wibawa yang sangat tinggi dan dianggap sebagai orang
yang serba tahu. Dalam era teknologi yang maju sekarang guru bukan lagi satu-satunya tempat
bertanya bagi masyarakat. Pendidikan masyarakat mungkin lebih tinggi dari guru dan
kewibawaan guru berkurang antara lain karena status guru dianggap kalah gengsi dari jabatan
lainny yang mempunyai pendapatan yang lebih baik.. Dahulu banyak guru yang diangkat dari
warga-warga yang pernah mendapatkan pendidikan. Walaupun hanya pendidikan terakhirnya
yaitu SMA kemudian diangkat menjadi guru bantu, karena kebanyakan di desa-desa kekurangan
pendidik. Kemudian sesuai dengan perkembangan zaman guru-guru yang memiliki pendidikan
hanya SMA wajib melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi sesuai bidangnya. Dapat dilihat
banyak guru melanjutnya pendidikannya di Universitas-universitas. Contohnya yaitu Universitas
Terbuka.
Pemerintah telah berupaya untuk meningkatkan profesionalisme guru di antaranya
meningkatkan kualifikasi dan persyaratan jenjang pendidikan yang lebih tinggi bagi tenaga
pengajar mulai tingkat persekolahan sampai perguruan tinggi. Program penyetaraan Diploma II
bagi guru-guru SD, Diploma III bagi guru-guru SLTP dan strata satu (sarjana) bagi
guru-guru SLTA. Meskipun demikian penyetaraan guru-guru, upaya lain yang dilakukan
pemerintah adalah program sertifikasi. Selain sertifikasi upaya lain yang telah dilakukan di
Indonesia untuk meningkatkan profesionalisme guru misalnya PKG (Pusat Kegiatan Guru), dan
KKG (Kelompok Kerja Guru) yang memungkinkan para guru untuk berbagi pengalaman dalam
memecahkan masalah-masalah yang mereka hadapi dalam kegiatan mengajarnya.
Pada penghujung tahun 2005, pemerintah telah mengundangkan profesi guru dan dosen
yang merupakan suatu pengakuan yuridis formal bahwa profesi guru dan dosen adalah suatu
jabatan profesi, yang selama ini hanya disandang oleh Dokter, Insinyur, dan sejenisnya. Undang-
undang sistem pendidikan Nasional yang telah diundangkan belum begitu kuat untuk
memberikan pengakuan jabatan guru dan Dosen sebagai suatu profesi. Sehingga banyak orang
memandang jabatan guru dan Dosen sama sebagai pekerjaan kasar sebagaimana yang dilakukan
oleh buruh.
Kelemahan jabatan guru dan Dosen selama ini adalah karena pekerjaan ini tidak dapat
memberikan jaminan hukum, jaminan sosial, dan jaminan hidup. Jaminan hukum artinya guru
dan Dosen dapat diperlakukan oleh semenamena oleh siswa, orang tua siswa, dan masyarakat,
seperti mengancam, memukul, dan sejenisnya. Sementara jaminan sosial dalam kehidupan
sehari-hari guru masih dianggap sebagai masyarakat kelas bawah dan segi jaminan hidup,
jabatan guru dan dosen tidak dapat memberikan pendapatan dan penghasilan yang layak, karena
itu mereka harus melakukan kegiatan yang lain untuk menambah penghasilan dan jaminan masa
depan.
Syarat-Syarat Profesi Keguruan
Menurut Satori (2005), guru yang profesional harus memiliki kompetensi berikut ini.
1. Kompetensi profesional, artinya ia memiliki pengetahuan yang luas serta dalam dari subjek
matter (bidang studi) yang akan diajarkan serta penguasaan metodologis dalam arti
memiliki pengetahuan konsep teoritik, mampu memilih metode yang tepat serta mampu
menggunakan berbagai metode dalam proses belajar mengajar. Guru pun harus memiliki
pengetahuan luas tentang landasan kependidikan dan pemahaman terhadap subjek didik
(murid).
2. Kompetensi personal, artinya memiliki sikap kepribadiaan yang mantap sehingga mampu
menjadi sumber identifikasi bagi subjek. Dengan kata lain, guru harus memiliki
kepribadian yang patut diteladani, sehingga mampu melaksanakan kepemimpinan yang
dikemukakan oleh Ki Hadjar Dewantara, yaitu tut wuri handayani, ind madya magun
karsodan ing ngarso sung tulodo.
3. Kompetensi sosial, artinya ia menunjukkan kemampuan berkomunikasi sosial, baik dengan
murid-muridnya maupun dengan sesama teman guru dengan kepala sekolah bahkan
dengan masyarkat luas
4. Kemampuan untuk memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya yang berarti
mengutamakan nilai kemanusiaan daripada nilai material. Apabila seorang guru telah
memiliki kompetensi tersebut di atas, maka guru tersebut telah memiliki hak professional
karena ia telah dengan nyata memenuhi syarat-syarat berikut ini:
a. Mendapat pengakuan dan perlakuan hukum terhadap batas wewenang keguruan yang
menjadi tanggung jawabnya.
b. Memiliki kebebasan untuk mengambil langkah-langkah interaksi edukatif dalam batas
tanggung jawabnya dan ikut serta dalam proses pengembangan pendidikan setempat.
c. Menikmati kepemimpinan teknis dan dukungan pengelolaan yang efektif dan efisien
dalam rangka menjalakan tugas sehari-hari.
d. Menerima perlindungan dan penghargaan yang wajar terhadap usaha-usaha dan
prestasi yang inovatif dalam bidang pengabdiaannya.
e. Menghayati kebebasan mengembangkan kompetensi profesionalnya secara individual
maupun secara institusional.
Abuddin Nata (dalam Ramayulis, 2013), secara garis besar menjelaskan ada tiga syarat
khusus untuk profesi seorang pendidik, yaitu:
1. Seorang guru yang professional harus mengetahui bidang ilmu pengetahuan yang akan
diajarkan dengan baik. Ia benar-benar seorang ahli dalam bidang ilmu yang diajarkan.
2. Seorang guru yang professional harus memilki kemampuan menyampaikan atau
mengajarkan ilmu yang dimilikinya (transfer of knowledge) kepada murid-muridnya secara
efektif dan efesien.
3. Seorang guru yang professional harus berpegang teguh kepda kode etik profesi. Kode etik
ini lebih dikhususkan lagi tekanannya pada perlunya memiliki akhlak mulia.
Sehubung dengan itu menurut Ramayulis (2013), untuk menjadi guru ada beberapa persyaratan
yang harus dimiliki yaitu:
1. Syarat fisik, antara lain berbadan sehat, tidak memiliki cacat tubuh yang mungkin
menggannggu pekerjaanya, tidak memilki gejala penyakit menular sebab akan
membahayakan peserta didiknya dan membawa akibat yang tidak baik dalam tugasnya
sebagai guru.
2. Syarat psikis, yaitu sehat rohani, dewasa dalam berpikir dan bertindak, mampu
mengendalikan emosi, sabar, ramah dan sopan, memiliki jiwa kepemimpinan konsekuen dan
berani berbuat, berani menanggung resik, berani berkorban dan memilki jiwa pengabdian.
3. Sayarat keagamaan, seorang pendidik harus yang beragama dan mengamalkan ajaran
agamanya. Disamping itu ia agama dan mengamalkan ajaran agamanya. Disamping itu ia
menjadi figure identifikasi (uswatun al-hasaizah) dalam segala aspek kepribadiannya.
4. Syarat teknis, seorang pendidik harus memilki ijazah tersebut harus disesuaikan dengan
tingkatan lembaga pendidikan , jurusan, program studi, tempat ia mengajar dan mata
pelajaran yang diajarkan.
5. Syarat pedagogis, seorang pendidik harus menguasai metode mengajar, menguasai materi
yang akan diajarkan dan ilmu-ilmu lain yang ada hubungannya dengan ilmu yang ia ajarkan.
Ia juga harus mengetahui psikologi terutama psikologi perkembangan, psikologi pendidikan,
psikologi agama bagi guru agama agar ia dapat menempatkan diri dalam kehidupan peserta
didik dan memeberikan bimbingan sesuai dengan perkembangan peserta didik.
6. Syarat administratif, seorang pendidik harus diangkat oleh pemerintah, yayasan atau
lembaga lain yang berwenang mengangkat guru sehingga ia diberi tugas untuk mendidik dan
mengajar.
7. Syarat umur, seorang pendidik haruslah seorang dewasa. Dalam islam kedewasaan itu
disebut akil balig atau mukallaf.
KONSEP DASAR PROFESI KEGURUAN

1. Organisasi Profesional Keguruan


Salah satu kriteria jabatan profesional, yaitu jabatan profesi harus mempunyai
wadah untuk menyatukan gerak langkah dan mengendalikan keseluruhan profesi, yakni
organisasi profesi. Bagi guru-guru di negara kita, wadah ini telah ada, yakni Persatuan
Guru Republik Indonesia yang lebih dikenal dengan singkatan PGRI. PGRI didirikan di
Surakarta pada tanggal 25 November 1945, sebagai perwujudan aspirasi guru Indonesia
dalam mewujudkan cita-cita perjuangan bangsa. Organisasi profesi sebagaimana telah
disebutkan dalam UU RI pasal 40 ayat 1 mempunyi tujuan untuk memajukan profesi,
meningkatkan kompetensi, karier, wawasan pendidikan, perlindungan profesi,
kesejahteran, dan pengabdian dalam masyarakat. Sebagaimana dijelaskan dalam PP No.
38 tahun 1992, pasal 61, ada lima misi dan tujuan organisasi kependidikan, yaitu:
meningkatkan dan/atau mengembangkan. Sedangkan visinya secara umum ialah
terwujudnya tenaga kependidikan yang professional.
Menurut Wardan (2019), istilah organisasi di Indonesia sebagai wadah profesi sering
digunakan istilah lain seperti iatan, persatuan, serikat. Jenis-jenis organisasi keguruan di
Indonesia adalah:
a. Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI)
PGRI lahir pada 25 November 1945, setelah 100 hari proklamasi kemerdekaan
Indonesia. Cikal bakal organisasi PGRI adalah diawali dengan nama Persatuan Guru
Hindia Belanda (PGHB) tahun 1912, kemudian berubah nama menjadi Persatuan Guru
Indonesia (PGI) tahun 1932. Tujuan utama Pendirian PGRI adalah:
1) Membela dan mempertahankan Republik Indonesia (organisasi perjuangan),
2) Memajukan pendidikan seluruh rakyat berdasar kerakyatan (organisasi profesi),
3) Membela dan memperjuangkan nasib guru khususnya dan nasib buruh pada
umumnya (organisasi ketenagakerjaan).
b. Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP)
MGMP merupakan suatu wadah asosiasi atau perkumpulan bagi guru mata pelajaran
yang berada di suatu sanggar atau kabupaten/kota yang berfungsi sebagai sarana untuk
saling berkomunikasi, belajar dan berukar pikiran dan pengalaman dalam rangka
meningkatkan kinerja guru sebagai praktisi atau perilaku perubahan di kelas. Tujuan
MGMP menurut pedoman MGMP (Depdiknas) adalah untuk mengembangkan kreativitas
dan inovasi dalam meningkatkan profesionalisme guru.
c. Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI)
Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI) lahir pada pertengahan tahun 1960-an.
Pada awalnya organisasi profesi kependidikan ini bersifat regional karena berbagai hal
menyangkut komunikasi antaranggotanya.  Keadaan seperti ini berlangsung cukup lama
sampai kongresnya yang pertama di Jakarta 17-19 Mei 1984. Kongres tersebut
menghasilkan tujuh rumusan tujuan ISPI, yaitu:
1) Menghimpun para sarjana pendidikan dari berbagai spesialisasi di seluruh Indonesia,
2) Meningkatkan sikap dan kemampuan profesional para angotanya,
3) Membina serta mengembangkan ilmu, seni dan teknologi pendidikan dalam rangka
membantu pemerintah mensukseskan pembangunan bangsa dan Negara,
4) Mengembangkan dan menyebarkan gagasan-gagasan baru dan dalam bidang ilmu,
seni, dan teknologi pndidikan.
5) Melindungi dan memperjuangkan kepentingan profesional para anggota,
6) Meningkatkan komunikasi antaranggota dari berbagai spesialisasi pendidikan; dan
7) Menyelenggarakan komunikasi antarorganisasi yang relevan.
d. Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI)
IPBI didirikan di Malang pada tanggal 17 Desember 1975. Organisasi profesi
kependidikan yang bersifat keilmuan dan profesioal ini berhasrat memberikan
sumbangan dan ikut serta secara lebih nyata dan positif dalam menunaikan kewajiban dan
tanggung jawabnya sebagai guru pembimbing. Organisasi ini merupakan himpunan para
petugas bimbingan se Indonesia dan bertujuan mengembangkan serta memajukan
bimbingan sebagai ilmu dan profesi dalam rangka peningkatan mutu layanannya. Secara
rinci tujuan didirikannya Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI) adalah sebagai
berikut ini.
1) Menghimpun para petugas di bidang bimbingan dalam wadah organisasi.
2) Mengidentifikasi dan mengiventarisasi tenaga ahli, keahlian dan keterampilan, teknik,
alat dan fasilitas yang telah dikembangkan di Indonesia di bidang bimbingan, dengan
demikian dimungkinkan pemanfaatan tenaga ahli dan keahlian tersebut dengan sebaik-
baiknya.
3) Meingatkan mutu profesi bimbingan, dalam hal ini meliputi peningkatan profesi dan
tenaga ahli, tenaga pelaksana, ilmu bimbingan sebagai disiplin, maupun program
layanan bimbingan (Anggaran Rumah Tangga IPBI, 1975).
2. Kode Etik Guru Indonesia
Kode etik profesi adalah sistem norma atau aturan yang ditulis secara jelas dan
tegas serta terperinci tentang apa yang baik dan tidak baik, apa yang benar dan apa yang
salah, dan perbuatan apa yang dilakukan dan tidak boleh dilakukan oleh seorang
profesional.
a. Peranan etika dalam profesi, yaitu:
1) Nilai-nilai etika itu tidak hanya milik satu atau dua orang, atau segolongan orang saja,
tetapi milik setiap kelompok masyarakat, bahkan kelompok yang paling kecil yaitu
keluarga sampai pada suatu bangsa. Dengan nilai-nilai etika tersebut, suatu kelompok
diharapkan akan mempunyai tata nilai untuk mengatur kehidupan bersama.
2) Salah satu golongan mansyarakat yang mempunyai nilai-nilai yang menjadi landasan
dalam pergaulan, baik dengan kelompok atau masyarakat umumnya maupun dengan
sesama anggotanya, yaitu masyarakat professional. Golongan ini sering menjadi pusat
perhatian karena adanya tata nilai yang mengatur dan tertuang secara tertulis (yaitu
kode etik profesi) dan diharapkan menjadi pegangan para anggotanya.
3) Sorotan masyarakat menjadi semakin tajam manakala perilaku-perilaku sebagian para
anggota profesi yang tidak didasarkan pada nilai-nilai pergaulan yang telah disepakati
bersama, sehingga terjadi kemerosotan etik pada masyarakat profesi tersebut.
Misalnya, pada profesi dokter dengan pendirian klinik super spesialis didaerah
mewah sehingga masyarakat miskin tidak mungkin menjamahnya.
b. Tujuan kode etik profesi, yaitu:
1) Untuk menjunjung tinggi martabat profesi.
2) Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota.
3) Untuk meningkatkan pengabdian para angora profesi.
4) Untuk meningkatkan mutu profesi.
5) Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi.
6) Meningkatkan layanan diatas keuntungan pribadi.
7) Mempunyai organisasi professional yang kuat dan terjalin erat.
c. Fungsi kode etik profesi, yaitu:
1) Memberikan pedoman bagi setiap anggota profesi tentang prinsip profesionalitas
yang digariskan.
2) Sebagai sarana control social bagi masyarakat atas profesi yang bersangkutan.
3) Mencegah campur tangan pihak luar organisasi profesi tentang hubungan etika dalam
keanggotaan profesi. Etika profesi sangatlah dibutuhkan dalam berbagai bidang.
Ada beberapa dasar kode etik guru, diantaranya yaitu:
a. Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia
seutuhnya yang berjiwa pancasila.
b. Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran professional.
c. Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan
bimbingan dan pembinaan.
d. Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya
proses belajar mengajar.
e. Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua peserta didik dan masyarakat
sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa tanggung jawab bersama terhadap
pendidikan.
3. Standar Kompetensi Tenaga Pendidik
Kompetensi guru merupakan seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan
perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dikuasai, dan diaktualisasikan oleh guru dalam
melaksanakan tugas keprofesionalan. Pada tahun 70-an, Direktorat Pendidikan Guru dan
Tenaga Teknis (Dikgutentis) Diksdasmen pernah mengeluarkan “buku saku berwarna biru”
tentang “Sepuluh Kompetensi Guru”, yakni:
a. Memiliki kepribadian sebagai guru.
b. Menguasai landasan pendidikan.
c. Menguasai bahan pelajaran.
d. Menyusun program pengajaran.
e. Melaksanakan proses belajar-mengajar.
f. Melaksanakan penilaian pendidikan.
g. Melaksanakan bimbingan.
h. Melakukan administrasi disekolah.
i. Menjalin kerja sama dan interaksi dengan guru sejawat dan masyarakat.
j. Melaksanakan penelitian sederhana.
Standar kompetensi guru dipilih dalam tiga komponen yang saling terikat, yaitu:
a. Pengelolaan pembelajaran.
b. Pengembangan profesi.
c. Penguasaan akademik.
Ketiga komponen SKG tersebut, masing-masing terdiri atas beberapa kompetensi,
komponen pertama terdiri atas empat kompetensi, komponen kedua memiliki satu
kompetensi, dan komponen kegita terdiri atas dua kompetensi. Dengan demikian, ketiga
komponen tersebut secara keseluruhan meliputi 7 (tujuh) kompetensi dasar, yaitu:
a. Penyusunan rencana pembelajaran.
b. Pelaksanaan interaksi belajar-mengajar.
c. Penilaian prestasi belajar peserta didik.
d. Pelaksanaan tindak lanjut hasil penilaian prestasi belajar peserta didik.
e. Pengembagan profesi.
f. Pemahaman wawasan kependidikan.
g. Penguasaan bahan kajian akademik (sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan).
SIKAP PROFESIONAL KEGURUAN

Sasaran Sikap Profesional Keguruan


1. Sikap Terhadap Peraturan Perundangan – Undangan
Guru merupakan unsur aparatur negara dan abdi negara. Karena itu, guru mutlak
perlu mengetahui kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan,
sehingga dapat melaksanakan ketentuan-ketentuan yang merupakan kebijaksanaan
tersebur Kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan ialah segal peraturan-
peraturan pelaksanaan baik yang dikeluarkan oleh Departem Pendidikan dan
Kebudayaan, di pusat maupun di daerah, maupun departemen lain dalam rangka
pembinaan pendidikan di negara kita Sebagai contoh, peraturan tentang (berlakunya)
kurikulum sekolah tertentu, pembebasan uang sumbangan pembiayaan pendidikan (SPP)
ketentuan tentang penerimaan murid baru, penyelenggaraan evaluasi belajar tahap akhir
(EBTA), dan lain sebagainya. Untuk menjaga agar guru Indonesia tetap melaksanakan
ketentuan-ketentuan yang merupakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang
pendidikan,
Kode Etik Guru Indonesia mengatur hal tersebut seperti yang tertentu dalam dasar
kesembilan dari kode etik guru Dasar ini juga menunjukkan bahwa guru Indonesia harus
tunduk dan taat kepada pemerintah Indonesia dalam menjalankan tugas pengabdiannya,
sehingga guru Indonesia tidak mendapat pengaruh yang negatif dari pihak luar, yang
ingin memaksakan idenya melalui dunia pendidikan. Dengan demikian, setiap guru
Indonesia wajib tunduk dan taat kepada segala ketentuan-ketentuan pemerintah. Dalam
bidang pendidikan ia harus taat kepada kebijaksanaan dan peraturan, baik yang
dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan maupun departemen lain yang
berwenang mengatur pendidikan, di pusat dan di daerah dalam rangka melaksanakan
kebijaksanaan-kebijaksanaan pendidikan di Indonesia
2. Sikap Terhadap Organisasi Profesi
Keberhasilan usaha tersebut sangat bergantung kepada kesadaran para
anggotanya, rasa tanggung iawab, dan kewajiban para anggotanya. Organisasi PGRI
merupakan atu sistem, di mana unsur pembentuknya adalah guru-guru. Oleh kerena itu,
guru harus bertindak sesuai dengan tujuan sistem. Ada hubungan timbal balik antara
anggota profesi dengan organisasi, baik dalam melaksanakan kewajiban maupun dalam
mendapatkan hak.
Organisasi profesional harus membina mengawasi para anggotanya. Siapakah
yang dimaksud dengan organisasi itu? Jelas vang dimaksud bukan hanya ketua, atau
sekretaris, atau beberapa orang pengurus tertentu saja, tetapi yang dimaksud dengan
organisasi di sini adalah semua anggota dengan seluruh pengurus dan segala perangkat
dan alat-alat perlengkapannya. Kewajiban membina organisasi profesi merupakan
kewajiban semua anggota bersama pengurusnya. Oleh sebab itu, semua anggota dan
pengurus organisasi profesi, karena pejabat-pejabat dalam organisasi merupakan wakil-
wakil formal dari keseluruhan anggota organisasi, maka merekalah yang melaksanakan
tindakan formal berdasarkan wewenang yang telah didelegasikan kepadanya oleh seluruh
anggota organisasi itu. Dalam kenyataannya, para pejabat itulah yang memegang peranan
fungsional dalam melakukan tindakan pembinaan sikap organisasi, merekalah yang
mengkomunikasikan segala sesuatu mengenai sikap profesi kepada para anggotanya. Dan
mereka pula yang mengambil tindakan apabila diperlukan.
Setiap anggota harus memberikan sebagian waktunya untuk kepentingan
pembinaan profesinya, dan semua waktu dan tenaga yang diberikan oleh para anggota ini
dikoordinasikan oleh para pejabat organisasi tersebut, sehingga pemanfaatannya menjadi
efektif dan efisien. Dengan perkataan lain setiap anggota profesi, apakah la sebagai
pengurus atau anggota biasa, wajib berpartisipasi guna memelihara, membina, dan
meningkatkan mutu organisasi profesi, dalam rangka mewujudkan cita-cita organisasi.
3. Sikap Terhadap Teman Sejawat
Dalam ayat 7 Kode Etik Guru disebutkan bahwa "Guru memelihara hubungan
seprofesi, semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan sosial." Ini berarti bahwa: (1)
Guru hendaknya menciptakan dan memelihara hubungan sesama guru dalam lingkungan
kerjanya, dan (2) Guru hendaknya menciptakan dan memelihara semangat kekeluargaan
dan kesetiakawanan sosial di dalam dan di luar lingkungan kerjanya.
Dalam hal ini Kode Etik Guru Indonesia menunjukkan kepada kita betapa
pentingnya hubungan yang harmonis perlu diciptakan dengan mewujudkan perasaan
bersaudara yang mendalam antara sesama anggota profesi.
Hubungan sesama anggota profesi dapat dilihat dari dua segi, yakni hubungan
formal dan hubungan kekeluargaan. Hubungan formal ialah hubungan yang perlu
dilakukan dalam rangka melakukan tugas kedinasan. Sedangkan hubungan kekeluargaan
ialah hubungan persaudaraan yang perlu dilakukan, baik dalam lingkungan kerja maupun
dalam hubungan keseluruhan dalam rangka menunjung tercapainya keberhasilan anggota
profesi dalam membawakan misalnya sebagai pendidik bangsa.
4. Sikap Terhadap Anak Didik
Dalam Kode Etik Guru Indonesia dengan jelas dituliskan bahwa: Guru berbakti
membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa
Pancasila. Dasar ini mengandung beberapa prinsip yang harus dipahami oleh seorang
guru dalam menjalankan tugasnya sehari-hari, yakni: tujuan pendidikan nasional, prinsip
membimbing, dan prinsip pembentukan manusia Indonesia seutuhnya.Tujuan pendidikan
nasional dengan jelas dapat dibaca dalam UU No. 2/1989 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, yakni membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila.
Prinsip yang lain adalah membimbing peserta didik, bukan mengajar, atau mendidik saja
Prinsip manusia seutuhnya dalam kode etik ini memandang manusia sebagai
kesatuan yang bulat, utuh, baik jasmani maupun rohani, tidak hanya berilmu tinggi tetapi
juga bermoral tinggi pula. Guru dalam mendidik seharusnya tidak hanya mengutamakan
pengetahuan atau perkembangan intelektual saja, tetapi juga harus memperhatikan
perkembangan seluruh pribadi peserta didik, baik jasmani, rohani, sosial maupun yang
lainnya yang sesuai dengan hakikat pendidikan
5. Sikap Terhadap Tempat Kerja
Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa suasana yang baik di tempat kerja akan
meningkatkan produktivitas. Hal ini disadari dengan sebaik-baiknya oleh setiap guru, dan
guru berkewajiban menciptakan suasana yang demikian dalam lingkungannya. Untuk
menciptakan suasana kerja yang baik ini ada dua hal yang harus diperhatikan, yaitu: (a)
guru sendiri, (b hubungan guru dengan orang tua dan masyarakat sekeliling.
Terhadap guru sendiri dengan jelas juga dituliskan dalam salah catu butir dari
Kode Etik yang berbunyi: "Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang
menunjang berhasilnya proses belajar mengajar." Oleh sebab itu, guru harus aktif
mengusahakan suasana yang baik itu dengan berbagai cara, baik dengan penggunaan
metode mengajar yang sesuai, maupun dengan penyediaan alat belajar yang cukup, serta
pengaturan organisasi kelas yang mantap, ataupun pendekatan lainnya yang diperlukan.
6. Sikap Terhadap Pemimpin
Sebagai salah seorang anggota organisasi, baik organisasi guru maupun organisasi
yang lebih besar (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan) guru akan selalu berada
dalam bimbingan dan pengawasan pihak atasan. Dari organisasi guru, ada strata
kepemimpinan mulai dari pengurus cabang, daerah, sampai ke pusat. Begitu juga sebagai
anggota keluarga besar Depdikbud, ada pembagian pengawasan mulai dari kepala
sekolah, kakandep, dan seterusnya sampai ke menteri Pendidikan dan Kebudayaan.
7. Sikap Terhadap Pekerjaan
Profesi guru berhubungan dengan anak didik, yang secara alami mempunyai
persamaan dan perbedaan. Tugas melayani orang yang beragam sangat memerlukan
kesabaran dan ketelatenan yang tinggi, terutama bila berhubungan dengan peserta didik
yang masih kecil. Barangkali tidak semua orang dikarunia sifat seperti itu, namun bila
seseorang telah memilih untuk memasuki profesi guru, ia dituntut untuk belajar dan
berlaku seperti itu.
Agar dapat memberikan layanan yang memuaskan masyarakat, guru harus selalu
dapat menyesuaikan kemampuan dan pengetahuannya dengan keinginan dan permintaan
masyarakat, dalam hal ini peserta didik dan para orang tuanya. Keinginan dan permintaan
ini selalu berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakat yang biasanya
dipengaruhi oleh perkembangan ilmu dan teknologi. Oleh karenanya, guru selalu dituntut
untuk secara terus-menerus meningkatkan dan mengembangkan pengetahuan,
keterampilan dan mutu layanannya. Keharusan meningkatkan dan mengembangkan mutu
ini merupakan butir yang keenam dalam Kode Etik Guru Indonesia yang berbunyi: Guru
secara pribadi dan bersama-sama, mengembangkan dan meningkatkan mutu dan
martabat profesinya.
Pengembangan Sikap Profesional
Pengembangan sikap profesional ini dapat dilakukan, baik selagi dalam
pendidikan prajabatan maupun setelah bertugas (dalam jabatan).
1. Pengembangan Sikap Selama Pendidikan Prajabatan
Dalam pendidikan prajabatan, calon guru dididik dalam berbagai
pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diperlukan dalam pekerjaannya nanti.
Karena tugasnya yang bersifat unik, guru selalu menjadi panutan bagi siswanya, dan
bahkan bagi masyarakat sekelilingnya. Oleh sebab itu, bagaimana guru bersikap
terhadap pekerjaan dan jabatannya selalu menjadi perhatian siswa dan masyarakat.
Pembentukan sikap yang baik tidak mungkin muncul begitu saja, tetapi harus
dibina sejak calon guru memulai pendidikannya di lembaga pendidikan guru.
Berbagai usaha dan latihan, contoh- contoh dan aplikasi penerapan ilmu,
keterampilan dan bahkan sikap profesional dirancang dan dilaksanakan selama calon
guru berada dalam pendidikan prajabatan. Sering juga pembentukan sikap tertentu
terjadi sebagai hasil sampingan (by-product) dari pengetahuan yang diperoleh calon
guru. Sikap teliti dan disiplin, misalnya dapat terbentuk sebagai hasil sampingan dari
hasil belajar matematika yang benar, karena belajar matematika selalu menuntut
ketelitian dan kedisiplinan penggunaan aturan dan prosedur yang telah ditentukan.
Sementara itu tentu saja pembentukan sikap dapat diberikan dengan memberikan
pengetahuan, pemahaman, dan penghayatan khusus yang direncanakan, sebagaimana
halnya mempelajari Pedoman Penghayatan dan Pengalaman Pancasila (P4) yang
diberikan kepada seluruh siswa sejak dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi.
2. Pengembangkan Sikap Selama dalam Jabatan
Pengembangan sikap profesional tidak berhenti apabila calon guru selesai
mendapatkan pendidikan prajabatan. Banyak usaha yang dapat dilakukan dalam
rangka peningkatan sikap profesional keguruan dalam masa pengabdiannya sebagai
guru. Seperti telah disebut, peningkatan ini dapat formal melalui kegiatan mengikuti
penataran, lokakarya, seminar, atau kegiatan ilmiah lainnya, ataupun secara informal
melalui media televisi, radio, koran, dan majalah maupun publikasi lainnya. Kegiatan
ini selain dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan, sekaligus dapat juga
meningkatkan sikap profesional keguruan.

Anda mungkin juga menyukai