Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
"Didiklah dan persiapkanlah anak-anakmu untuk zaman yang bukan zamanmu, mereka
akan hidup pada suatu zaman yang bukan zamanmu" ( Ali Bin Abi Thalib). Pesan khalifah
Ali Bin Abi Thalib itu menyadarkan kita bahwa pendidikan oada hakikatnya menyangkut
masa depan hidup dan kehidupan umat manusia. Agar bangsa ini dapat tetap eksis dan
survive di arena kehidupan global yang semakin kompetitif, tidak ada cara lain untuk
menghadapinya kecuali dengan menyiapkan sumber daya manusia indonesia dalam jumlah
besar yang memiliki keunggulan kompetitif. Untuk bertarung dalam kompetisi masa depan
setiap individu dalam masyarakat suatu negara harus memiliki kemampuan prima dalam
menggunakan intangible assets, yaitu knowledge, learning competence, dan net working
(Kotter, :1997). Dalam konteks demikian pendidikan menempati posisi yang amat strategis.

Secara historis, perjalanan sistem pendidikan di indonesia boleh dikatakan sudah cukup
panjang. Sejak memsuki periode sejarah, masyarakat Nusantara telah mengenal sistem
pendidikan keagamaan, yakni agama Hindu, Bhuda, dan Islam. Agama Hindu yang
mengenal sistem kasta melahirkan sistem pendidikan yang feodalistik sehingga hanya
keluarga kaum brahmana yang memperoleh peluang untuk mendapatkan pendidikan.
Mungkin latar belakang inilah yang menyebabkan sistem pendidikan agama Hindu kurang
memasyarakat di Bumi Nusantara.
Agama Budha tidak mengenal sistem kasta sehingga pendidikan lebih memasyarakat dan
institusi-institusi pendidikan tampak lebih demokratis. Maka tidak heran ketika zaman
keemasan kedatuan Sriwijaya terdaoat institusi pendidikan agama Budha bernama
Syakyakirti yang amat termashur hingga ke mancanegara. Syakyakirti dikunjungi oleh para
pelajar dari sejumlah negara Asia, Antara lain India dan Tiongkok. Bahkan menurut I'Tsing,
saat ia berkunjung ke Sriwijaya, didapati ada sekitar 1.000 penuntut ilmu agama Budha
yang Belajar di Syakyakirti (Jalaluddin dalam Sirozi, 2005:viii).
Pada Zaman kesultanan islam, dikenal ada dua sistem pendidikan,yakni sistem surau
(Aceh:dayah) dan sistem pondok pesantren (Djumhur dan Danasuparta, 1976:112). Sistem
pertama dikelola oleh tokoh agama secara individual atas dukungan masyarakat setempat,
sedangkan sistem pondok pesantren berada dalam kewenangan kesultanan, sehingga
urusan pengelolaan dan pembiayaan serta penunjukkan dan penempatan tenaga pengajar
dilakukan atas persetujuan penguasa politik itu. Setelah menyurutnya kekuasaan politik
kesultanan islam, pondok pesantren dikelola oleh kyai atau ulama sebagai tokoh agama.
Pada masa kolonial belanda pesantren banyak terlibat dalam kancah politik. Dalam
pandangan pemerintah kolonial belanda,pondok pesantren merupakan "Sarang
pemberontak" (Sirozi,2005:vi). Atas penilaian itu pula maka, sekitar tahun 1926, pondok
pesantren tidak lagi termuat dalam statistik pemerintah Hindia Belanda. Upaya untuk
menutup peluang pengembangan institusi Pendidikan islam di Nusantara, tampaknya terkait
dengan kebijakan politik kolonial yang memberlakukan Undang-undang sekolah Liar (Wilden
Sholen Ordonantie) tahun 1925 dan 1930. Hanya institusi pendidikan yang memperoleh
subsidi dari pemerintag .
Untuk mengantisipasi kebijakan politik pendidikan pemerintah hindia belanda ini, maka
sejumlah organisasi sosial keagamaan mulai "mengadopsi" sistem pendidikan Barat,
.

1
Jamiatul Khairiyyah, satu organisasi sosial keagamaan yang didirikan oelh kaum pesadang
keturunan Arab, memelopori berdirinya sistem pendidikan Islam Modern, yakni madrasah.
Kemudian langkah Ini diikuti oleh organisasi Islam lainnya seperti Muhammadiyah,Persis,
Persyarikatan Ulama, Al-Washliyah, dan Nahdatul Ulama. Sementara itu, Diluar
pengawasan pemerintah, sistem pendidikan pondok pesantren terus berlanjut. Keberadaan
pondok pesantren terus dipertahankan sebagai pendidikan masyarakat, terutama di
pedesaan.
Setelah Indonesia merdeka, pendidikan dikelola oleh pemerintah. Pendidikan Umum yang
merupakan kelanjutan dari sistem pendidikan kolonial belanda diserahkan kewenangannya
kepada Kementrian Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan (PPK). Adapun Pendidikan
Agama (Islam) Berada dalam naungan Departemen Agama. Kondisi tersebut berlangsung
hingga saat ini (Assegaff: 2005:7).

B. Rumusan Masalah
1. Kajian politik pendidikan ?
2. Hakekat politik ?
3. Hubungan politik dan pendidikan ?
4. Kontrol negara terhadap pendidikan ?
5. Sketsa politik pendidikan di indonesia

C. Tujuan Masalah
1. Memahami politik pendidikan !
2. Memahami hakekat politik !
3. Mengetahuu hubungan politik dan pendidikan !
4. Mengetahuu kontrol negara terhadap pendidikan !
5. Memahamu sketsa politik pendidikan di indonesia !

BAB I
PEMBAHASAN

2
A. Kajian Politik Pendidikan
Politik pendidikan atau the politics of education adalah kajian tentang relasi antara
proses munculnya berbagai tujuan pendidikan dengan cara – cara penyampaiannya. Kajian
ini lebih terfokus pada kekuatan yang menggerakkan perangkat pencapaian tujuan
pendidikan dan bagaimana serta kemana perangkat tersebut akan diarahkan. Kajian politik
pendidikan terkonsentrasi pada peranan Negara dalam bidang pendidikan, sehingga dapat
menjelaskan asumsi dan maksud dari berbagai strategi perubahan pendidikan dalam suatu
masyarakat secara lebih baik. Kajian politik pendidikan dapat memberikan pemahaman
yang lebih baik tentang kaitan antara berbagai kebutuhan politik Negara dengan isu – isu
praktis sehari hari di sekolah; tentang kesadaran kelas; tentang berbagai bentuk dominasi
dan subordinasi yang sedang dibangun melalui jalur pendidikan. Dan tentang bagaimana
perkembangan dan keruntuhan suatu hegemoni (Sirozi,2005:vi).
Sekalipun dewasa ini Politik pendidikan sudah berkembang menjadi bidang kajian yang
banyak diminati di Universitas-universitas terkemuka di Eropa, Amerika, dan Australia,
namun belum negitu familiar bagi ilmuwan di negara-negara berkembang, termasuk
Indonesia. Kurang berkembangnya kajian ini di tanah air, pada hemat penulis lebih
disebabkan kurangnya penelitian dan bublikasi ilmiah, bukan karena kajian ini tidak menarik
atau tidak bermanfaat. Jika direnungkan dengan seksama bahwa akar dari berbagai
persoalan pendidikan yang muncul dalam suatu masyarakat tidak hanya terdapat dalam
ruang kelas, dan lingkungan pagar sekolah, tetapi ada juga dipusat-pusat kekuasaan,
seperti gedung perlemen dan birokrasi. Berbagai persoalan pendidikan yang ada di berbagai
negara berkembang, termasuk indonesia, tidak mungkin dipahami jika hanya dilihat dari
perspektif pembelajaran semata, tetapi perlu juga dilihat dari perspektif sosial dan politik.

B. Hakekat Politik
Politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang
antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara. Pengertian ini
merupakan upaya penggabungan antara berbagai definisi yang berbeda mengenai hakikat
politik yang dikenal dalam ilmu politik. Politik adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan
secara konstitusional maupun nonkonstitusional.
Di samping itu politik juga dapat ditilik dari sudut pandang berbeda, yaitu antara lain:
1. Politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama
(teori klasik Aristoteles)
2. Politik adalah hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan negara
3. Politik merupakan kegiatan yang diarahkan untuk mendapatkan dan mempertahankan
kekuasaan di masyarakat
4. Politik adalah segala sesuatu tentang proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan
publik.
Dalam konteks memahami politik perlu dipahami beberapa kunci, antara lain: kekuasaan
politik, legitimasi, sistem politik, perilaku politik, partisipasi politik, proses politik, dan juga
tidak kalah pentingnya untuk mengetahui seluk beluk tentang partai politik.1
C. Hubungan Politik dan Pendidikan
Pendidikan dan politik adalah dua elemen penting dalam system sosial politik disetiap
Negara, baik Negara maju maupun Negara berkembang. Keduanya sering dilihat sebagai
bagian – bagian yang terpisah, yang satu sama lain tidak memiliki hubungan apa – apa.

1
Budimansyah, Dasim, ilmu dan aplikasi pendidikan : politik pendidikan .
Hal 313-315

3
Padahal, keduanya bahu membahu dalam proses pembentukan karakteristik masyarakat
disuatu Negara2. Lebih dari itu, keduanya saling menunjang dan saling mengisi lembaga –
lembaga dan proses pendidikan berperan penting dalam membentuk perilaku politik
masyarakat di Negara tersebut. Ada hubungan erat dan dinamis antara pendidikan dan
politik disetiap Negara. Hubungan tersebut adalah realitas empiris yang telah terjadi sejak
awal perkembangan peradaban manusia dan menjadi perhatian para ilmuan.
PendidIkan sering dijadikan media dan wadah untuk menanamkan ideology Negara atau
tulang yang menopang kerangka politik. Di Negara – Negara barat kajian tentang hubungan
antara pendidikan dan politk dimulai oleh Plato dalambukunya Republic yang membahas
hubungan antara ideology dan institusi Negara dengan tujuan dan metode pendidikan. Plato
mendemonstrasikan dalam buku tersebut bahwa dalam budaya Helenik, sekolah adalah
salah satu aspek kehidupan yang terkait dengan lembanga – lembaga politik. Plato
menggambarkan adanya hubungan dinamis antara aktivitas kependidikan dan aktivitas
politik. Keduanya sakan dua sisi dari satu koin, tidak mungkin terpisahkan. Analisis Plato
tersebut telah meletakkan fundamental bagi kajian hubungan politik dan pendidikan di
kalangan generasi ilmuwan generasi berikutnya.

Dalam ungkapan Abernethy dan Coombe (1965 : 287), education and politics are
inextricably linked (pendidikan dan politik terikat tanpa bias dipisahkan). Hubungan timbal
balik antara politik dan pendidikan dapat terjadi melalui tiga aspek, yaitu pembentukan sikap
kelompok (group attitudes), masalah pengangguran (employment), dan peranan politik kaum
cendikia (the political role of the intelligentsia).
Dalam masyarakat yang lebih maju dan berorientasi teknologi, dan mengadopsi nilai – nilai
dan lembaga barat, pola hubungan antara pendidikan dan politik berubah dari pola
tradisional ke pola modern. Dibanyak Negara berkembang, dimana pengaruh modernisasi
sangat kuat. Jika politik dipahami sebagai praktik kekuatan, kekuasan, dan otoritas dalam
masyarakat dan pembuatan keputusan – keputusan otoritatif tentnag alokasi sumber daya
dan nilai – nilai sosial (Harman, 1974 : 9), maka jelaslah bahwa pendidikan tidak lain adalah
sebuah bisnis politik.
Hal tersebut menegaskan bahwa pendidikan dan politik adalah dua hal yang berhubungan
erat dan saling mempengaruhi. Dengan kata lain, berbagai aspek pendidikan senantiasa
mengandung unsur – unsur politik. Begitu juga sebaliknya, setiap aktivitas politik ada
kaitannya dengan aspek – aspek kependidikan.

D. Kontrol Negara terhadap Pendidikan


Sebagai suatu proses yang banyak menentukan corak dan kualitas kehidupan individu dan
masyarakat, tidak mengherankan apabila semua pihak memandang pendidikan sebagai
wilayah strategis bagi kehidupan manusia sehingga program – program dan proses yang
ada di dalamnya dapat dirancang, diatur, dan diarahkan sedemikian rupa untuk
mendapatkan output yang diinginkan. Ini yang menjadi salah satu alasan mengapa suatu
Negara sangat pedulu dan menyediakan anggaran dalam jumlah yang besar untuk bidang
pendidikan. Semua itu dilakukan dalam rangka membangun suatu system pendidikan yang
memiliki kharakteristik, kualitas, arah, dan output yang diinginkan. Untuk memastikan
terwujudnya keinginan tersebut, banyak Negara yang menerapkan control yang sangat ketat
terhadap program – program pendidikan, baik yang diselenggarakan sendiri oleh Negara
maupun yang diselenggarakan oleh masyarakat. Pemerintah adalah bagian dari Negara
yang paling kasat mata dan dapat juga menjadi bagian paling penting dan paling aktif dari
Negara, tetapi pemerintah bukanlah keseluruhan dari Negara. Negara terdiri dari berbagai
institusi yang masing masing memiliki fungsi dan peran tersendiri dalam tatanan kehidupan

2
Abdurrasyid . 1994. Studi tentang hubungan pendidikan islam dan politik, tesis Magister
Ilmu agama Islam, Program pascasarjana IAIN Syarief Hidayatullah Jakarta.

4
kenegaraan.
Menurut Dale (1989: 39 – 43), control Negara terhadap pendidikan umunnya dilakukan
melalui empat cara. Pertama, system pendidkan diatur secara legal. Kedua, system
pendidikan dijalankan sebagai birokrasi, menekankan ketaatan pada aturan dan objektivitas.
Ketiga, penerapan wajib pendidikan (compulsory education). Keempat, reproduksi politik
dan ekonomi yang berlangsung disekolah berlangsung dalam konteks tertentu. Dale (1989 :
59) menambahkan bahwa perangkat Negara dalam bidang pendidikan, sepeti sekolah dan
administrasi pendidikan memiliki efek tersendiri terhadap pola, proses, dan praktik
pendidikan.

E. Sketsa Politik Pendidikan di Indonesia


Setiap periode perkembangan pendidikan nasional adalah persoalan penting bagi suatu
bangsa karena perkembangan tersebut menentukan tingkat penguasaan ilmu pengetahuan
dan teknolgi, karakteristik, dan kesadara politik yang banyak mempengaruhi masa depan
bangsa tersebut. Setiap periode perkembangan pendidikan adalah faktor politik dan
kekuatan politik karena pada hakikatnya pendidikan adalah cerminan aspirasi, kepentingan,
dan tatanan kekuasaan kekuatan – kekuatan politik yang sedang berkuasa.
Ada empat strategi pokok pembangunan pendidikan nasional, yaitu :
1. Peningkatan pemerataan kesempatan pendidikan
2. Peningkatan relevansi pendidikan dengan pembangunan
3. Peningkatan kualitas pendidikan
4. Peningkatan efisiensi pengelolaan pendidikan3

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Politik pendidikan atau the politics of education adalah kajian tentang relasi antara
proses munculnya berbagai tujuan pendidikan dengan cara – cara penyampaiannya.
Politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang
antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara. Pengertian ini
merupakan upaya penggabungan antara berbagai definisi yang berbeda mengenai hakikat

3
Budimansyah, Dasim, ilmu dan aplikasi pendidikan : politik pendidikan .

5
politik yang dikenal dalam ilmu politik.
Pendidikan dan politik adalah dua hal yang berhubungan erat dan saling mempengaruhi.
Dengan kata lain, berbagai aspek pendidikan senantiasa mengandung unsur – unsur politik.
Begitu juga sebaliknya, setiap aktivitas politik ada kaitannya dengan aspek – aspek
kependidikan.
Kontrol Negara terhadap pendidikan umunnya dilakukan melalui empat cara. Pertama,
system pendidkan diatur secara legal. Kedua, system pendidikan dijalankan sebagai
birokrasi, menekankan ketaatan pada aturan dan objektivitas. Ketiga, penerapan wajib
pendidikan (compulsory education). Keempat, reproduksi politik dan ekonomi yang
berlangsung disekolah berlangsung dalam konteks tertentu.
Sketsa penyelenggaraan pendidikan di Negara ini dapat dibagi atas enam periode
perkembangan, yaitu : periode awal atau periode prasejarah, periode kolonial Belanda,
periode pendudukan Jepang, periode Orde Lama, periode Orde Baru, dan periode
Reformasi.

B. Saran

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrasyid . 1994. Studi tentang hubungan pendidikan islam dan politik, tesis Magister Ilmu
agama Islam, Program pascasarjana IAIN Syarief Hidayatullah Jakarta.
Budimansyah, Dasim, ilmu dan aplikasi pendidikan : politik pendidikan .

Anda mungkin juga menyukai