OLEH :
Suradi
1
A. Latar Belakang
Politik dan pendidikan merupakan dua elemen penting dalam sistem sosial disetiap
negara, baik negara maju ataupun negara berkembang. Meski sekilas kedua istilah tersebut
seperti tidak memiliki keterkaitan apa pun, namun keduanya saling menopang bahkan
merupakan bagian tak terpisahkan dalam proses pembentukan karakteristik masyarakat di suatu
negara. Politik dan pendidikan adalah dua elemen penting dalam sistem sosial politik disetiap
negara, baik negara maju maupun negara berkembang. Keduanya sering dilihat sebagai bagian-
bagian yang terpisah, yang satu sama lain tidak memiliki hubungan apa-apa. Padahal
keduanya bahu membahu dalam proses pembentukan karakteristik masyarakat suatu negara.
Lebih dari itu, keduanya satu sama lain saling menunjang dan saling mengisi. Lembaga-lembaga
dan proses pendidikan berperan penting dalam membentuk perilaku politik masyarakat di negara
tersebut. Ada hubungan erat dan dinamis antara pendidikan dan politik disetiap negara.
Hubungan tersebut adalah realitas empiris yang telah terjadi sejak awal perkembangan peradaban
dapat menjelaskan asumsi dan maksud dari berbagai strategi perubahan pendidikan dalam suatu
masyarakat secara lebih baik. Kajian politik pendidikan dapat memberikan pemahaman yang
lebih baik tentang kaitan antara berbagai kebutuhan politik Negara dengan isu-isu praktis
sehari hari di sekolah; tentang kesadaran kelas; tentang berbagai bentuk dominasi dan
Di dunia agama khususnya Islam keterkaitan antara politik dan pendidikan terlihat
jelas. Sejarah peradaban Islam banyak ditandai oleh kesungguhan para ulama dan umara dalam
2
memperhatikan persoalan pendidikan dalam upaya memperkuat posisi sosial politik
kelompok dan pengikutnya. Dalam analisisnya tentang pendidikan pada masa Islam klasik
menyimpulkan bahwa dalam sejarah perkembangan Islam, Institusi Politik ikut mewarnai corak
pada waktu itu, menurut Rasyid tidak hanya sebatas dukungan moral kepada para peserta didik,
melainkan juga dalam bidang administrasi, keuangan dan kurikulum. Tidak dapat dipungkiri
bahwa lembaga pendidikan merupakan salah satu konstalasi politik. Peranan yang dimainkan
pemangku kebijakan dapat dilihat dalam sejarah. Di lain pihak, ketergantungan kepada uluran
tangan para penguasa secara ekonomis, membuat lembaga-lembaga tersebut harus sejalan
membangun pendidikan di republik ini perlu melihat dan meneliti secara menyeluruh tentang
aspek-aspek yang akan diupayakan. Sehingga pendidikan dalam hal ini Pendidikan Nasional
tinggi hak asasi manusia, dan berbagai aspek yang melingkupi dan melandasi kenegaraan, seperti
sehingga adanya Pendidikan Nasional yang diatur dengan Undang-undang Sisdiknas bisa sejalan
dengan apa yang menjadi kebutuhan dan harapan mendasar bangsa Indonesia dalam
mencerdaskan kehidupan bangsa dan tentunya membutuhkan proses yang matang agar
3
pendidikan nasional bisa berjalan secara efektif dan efisiensi begitu adanya. Berdasarakan uraian
diatas penulis berniat menjabarkannya dalam makalah yang mengambil topik “Agama dan
Politik Pendidikan” sebagai bagian yang tak terpisahkan dalam perkuliah Politik pendidikan
Nasiolan.
B. Tujuan Penulisan
Sesuai dengan permasalah yang telah dikemukakan di atas, maka untuk menghindari
pembahasan yang terlalu umum maka penulisan makalah ini dibatasi pada beberapa hal sebagai
berikut:
a. Pemasalahan agama dan hubungannya dengan politik pendidikan nasional
b. Permasalahan yang terkait dengan politik pendidikan
D. Sistematika Penulisan
metode kualitatif melalui studi literatur yakni mengumpulkan, menelaah dan mengembangkan
informasi dari berbagai pustaka . Rujukan makalah ini akan ditampilkan pada daftar pustaka.
4
BAB II
PEMBAHASAN
5
dalam kitab suci yang turun menurun diwariskan oleh suatu generasi ke generasi dengan
tujuan untuk memberi tuntunan dan pedoman hidup bagi manusia agar mencapai
kebahagiaan di dunia dan akhirat, yang di dalamnya mencakup unsur kepercayaan kepada
kekuatan gaib yang selanjutnya menimbulkan respon emosional dan keyakinan bahwa
kebahagiaan hidup tersebut bergantung pada adanya hubungan yang baik dengan
kekuatan gaib tersebut
Menurut sejarahnya, masalah agama adalah masalah sosial, karena menyangkut
kehidupan masyarakat yang tidak bisa terlepas dari kajian ilmu-ilmu sosial. Oleh sebab
itu, ilmu-ilmu agama hakikatnya merupakan rumpun bagian dari ilmu Sosiologi,
Psikologi dan Antropologi. Sosiologi menjadi akar dari semua ilmu yang berkaitan
dengan masyarakat; maka lahirlah semacam ilmu sosiologi agama, sejarah agama, filsafat
agama, publikasi agama, dan lain-lain. Francisco Jose Moreno menegaskan bahwa
“sejarah agama berumur setua sejarah manusia. Tingkatan dien (agama) itu ada tiga;
Islam, yaitu berserah diri kepada Allah Ta’ala dengan mentauhidkan-Nya, tunduk kepada-
Nya dengan ketaatan serta berlepas didi dari syirik, Iman, yaitu percaya kepada Allah,
Malaikay-Nya, Kitab-kitab-Nya, Rasul-Nya hari akhir dan takdirnya, Ihsan, yaitu
menyembah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya. Tidak ada suatu masyarakat
manusia yang hidup tanpa suatu bentuk agama. Seluruh agama merupakan perpaduan
kepercayaan dan sejumlah upacara yang diselenggarakan oleh masyarakat.” Hal itu
karena masalah agama adalah juga masalah pribadi, yang menyangkut hak azasi setiap
manusia dalam berhubungan dengan Tuhan.
Politik adalah ilmu pemerintahan atau ilmu siyasah, yaitu ilmu tata negara.
Pengertian dan konsep politik atau siyasah dalam Islam sangat berbeda dengan pengertian
dan konsep yang digunakan oleh orang orang yang bukan Islam. Politik dalam Islam
menjuruskan kegiatan umat kepada usaha untuk mendukung dan melaksanakan syari'at
Allah melalui sistem kenegaraan dan pemerintahan. la merupakan sistem peradaban yang
lengkap yang mencakup agama dan negara secara bersamaan.Sejak IM didirikan oleh Al-
Banna kondisi Mesir dan dunia Arab berada dalam lingkungan pemikiran Barat. Para
tokoh sekuler hanya membatasi aktivitas agama sebatas dinding masjid dan menjadi
6
urusan pribadi Padahal pada dasarnya Islam adalah sistem yang sempurna. Kesuksesan
dakwah Rasulullah pun merupakan suatu implementasi dari strategi politik yang beliau
rancang, bisa kita lihat mulai dari hijrah ke Madinah hingga puncaknya adalah Fathu
Makkah (penguasaan Mekah). Ketika hijrah ke Madinah, Rasulullah dan para sahabat
bukannya mencoba lari dari intimidasi rezim kafir Quraisy, namun justru sebaliknya
Rasulullah dan para sahabat melakukan konsolidasi politik yakni mulai dari membangun
kekuatan politik internal hingga mengadakan koalisi politik dengan kaum Yahudi dan
Nasrani melalui nota perjanjian Piagam Madinah. Beliau berpendapat bahwa politik
adalah hal yang memikirkan tentang persoalan– persoalan internal maupun eksternal umat
Adapun yang dimaksud dengan politik sisi internal adalah mengatur roda pemerintahan,
menjalankan tugas-tugasnya, merinci hak-hak dan kewajiban - kewajibanya, melakukan
pengawasan terhadap penguasa untuk kemudian dipatuhi jika mereka melakukan
kebaikan dan dikritik serta diluruskan jika kemudian mereka menyimpang. Sedangkan
yang dimaksud dengan sisi eksternal politik menjaga adalah kebebasan dan kemerdekaan
bangsa, menanamkan rasa kepercayaan diri, kewibawaan, dan meniti jalan menuju
sasaran - sasaran yang mulia, yang dengan cara itu bangsa akan memelihara harga diri dan
kedudukan tinggi dikalangan bangsa-bangsa lain, serta membebaskan dari penindasan dan
intervensi pihak lain dalam urusan-urusanya dengan menetapkan pola interaksi bilateral
maupun multilateral yang menjamin hakhaknya serta mengarahkan semua negara menuju
perdamaian internasional yang peraturan ini bisa mereka sebut Hukum Internasional.
B. Politik Pendidikan
Kata politik berasal dari kata politicus dalam Bahasa Latin, kata politic dari Bahasa
Inggris dan kata politicos dalam Bahasa Yunani yang berarti relating to a citizen. Kata ini
kemudian diserap ke dalam Bahasa Indonesia yaitu politik yang bermakna (pengetahuan)
pemerintahan), juga diartikan sebagai segala urusan dan tindakan (kebijakan, siasat, dan
7
sebagainya) mengenai pemerintahan suatu negara atau terhadap negara lain, tipu muslihat atau
kelicikan, dan juga dipergunakan sebagai nama bagi sebuah disiplin pengetahuan, yaitu ilmu
Pendidikan menuntut segala kekuatan kodrat yang ada pada diri anak, agar mereka
sebagai manusia sekaligus sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan
beberapa istilah yang sepadan dengan pendidikan Islam. Ketiga term tersebut adalah ta’lim,
ta’dib serta tarbiyah. Ta’lim berasal dari kata ‘allama yang memiliki kesamaan dengan
pembelajaran, yaitu sebuah proses transfer ilmu pengetahuan. Ta’lim sendiri dipahami sebagai
proses bimbingan yang menekankan pada aspek peningkatan kognitif pada peserta didik. Istilah
ta’dib berasal dari kata addaba yang merupakan proses membina peserta didik dengan lebih
menekankan perbaikan mental serta berkaitan erat dengan orientasi mengembangkan dan
meningkatkan martabat manusia (Mohammad Sholeh, 2020: 19). Sedangkan tarbiyah berasal
dari kata rabbaa, rabbaa, yang pada hakikatnya merujuk kepada Allah sebagai pendidik atau
murabbi bagi seluruh alam. Istilah rabiyah dimengerti sebagai suatu proses pendidikan yang
terprogam, sistematis, serta terarah pada tujuan-tujuan. Proses ta’lim dianggap lebih luas dan
universal dibandingkan dengan proses tarbiyah. Ta’lim tidak berhenti pada pengetahuan lahir,
tidak pula hanya sampai pada pengetahuan taklid. Ta’lim mengajarkan teori-teori, serta
mengulang kaji secara lisan dan perintah melaksanakan pengetahuan tersebut. Di samping itu
ta’lim juga mencakup aspek pengetahuan lain serta keterampilan yang dibutuhkan dalam
8
Dalam istilah tarbiyah, Naquib al- Atas berpendapat bahwa tarbiyah tidak hanya
ditujukan untuk mendidik manusia, namun dapat juga dipakai kepada spesies lain, seperti
mineral, tanaman dan hewan. Selain itu tarbiyah juga mengandung arti mengasuh,
menurutnya mengacu pada pengertian (‘ilm), pengajaran dan pengasuhan yang baik.
Serta pendapat Ahmad D Marimba yang mengatakan bahwa pendidikan Islam adalah
bimbingan jasmani maupun rohani yang didasarkan pada hukum-hukum agama Islam yang
pendidikan Islam sendiri jika disimpulkan dari tokoh-tokoh tersebut adalah usaha sadar yang
dilakukan oleh pendidik dalam rangka transformasi pengetahuan yang berupa aspek kognitif
untuk membentuk perilaku terpuji pada peserta didik berupa aspek afektif, serta dapat
terbentuknya pribadi yang sempurna atau insan kamil (M.S. Hoddin, 2020: 20).
negara amat ditentukan oleh pandangan hidup atau ideologi yang dimiliki negara tersebut. Politik
pendidikan merupakan arah kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah dalam pelaksanaan
pendidikan. Faktor ini kemudian menentukan karakter dan tipologi masyarakat yang
dibentuknya. Dengan demikian, politik pendidikan dapat dimengerti sebagai strategi pendidikan
yang dirancang oleh sebuah negara dalam upaya menciptakan kualitas sumber daya manusia
Sebagaimana kita ketahui bersama, pendidikan Islam di Indonesia hadir seiring dengan
kehadiran Islam di Indonesia. Islam yang lekat dengan ajaran edukasi melalui budaya membaca
9
dan tulis, sejak awal diwujudkan lewat pengajian, halaqah, dan lainnya menjadikan aktivitas
pendidikan berlangsung di masjid, di rumah-rumah, surau, pesantren dan lain-lain. Tapi secara
khusus disebut-sebut pendidikan Islam di Indonesia telah dimulai pada awal abad XX hingga
dewasa ini merupakan perjalanan yang cukup panjang. Perkembangan pendidikan Islam di
Indonesia tidak lepas dari peran politik penguasa. Sebagai bagian dari sistem pendidikan
Nasional, pendidikan Islam menjadikan pancasila, undang-undang, keputusan MPR atau yang
diartikan sebagai segala urusan dan tindakan (kebijakan, siasat, dan sebagainya) mengenai
pemerintahan suatu negara atau terhadap negara lain. Sedangkan pendidikan Islam adalah usaha
pendidik untuk mentransformasi pengetahuan yang berupa aspek kognitif untuk membentuk
perilaku terpuji pada peserta didik berupa aspek afektif, serta dapat mengimplementasikan dalam
kehidupannya (aspek psikomotorik), yang berujung pada terbentuknya pribadi yang sempurna
Islami yang diharapkan diimplikasikan dalam sikap hidup dan keterampilan sehari-hari. Hal
tersebut sejalur dengan ruang lingkup pendidikan Islam yang meliputi; hubungan manusia
dengan Allah (hablun minallah), hubungan manusia dengan sesama manusia (hablun minannas),
hubungan manusia dengan dirinya sendiri, serta hubungan manusia dengan lingkungan. Politik
pendidikan Islam di Indonesia melewati fase yang panjang. Di masa pra- kemerdekaan,
kebijakan pemerintah Belanda dan Jepang terhadap pendidikan Islam bersifat diskriminatif.
Kebijakan ini tidak terlepas dari kepentingan mereka sebagai bangsa penjajah. Diskriminasi
10
terhadap pendidikan Islam juga tidak lepas dari kekhawatiran penjajah terhadap umat Islam
yang merupakan penduduk mayoritas di Indonesia, seperti dapat kita dalam sejarah bahwa umat
Islam menentang tegas penjajahan Belanda maupun Jepang. Setelah berakhir masa penjajahan
Belanda dan Jepang, beralih ke babak baru kebijakan pendidikan Islam dalam sejarah Bangsa
Kemerdekaan Bangsa Indonesia yang jatuh pada tanggal 17 Agustus 1945 adalah awal
mula orde lama dipimpin oleh Ir. Soekarno yang menjadikan Pancasila dan UUD 1945
sebagai dasar dalam menyusun sistem pendidikan nasional termasuk di dalamnya adalah
kebijakan pendidikan Islam. Pemerintah orde lama memberikan perhatian serius terhadap
pendidikan Islam baik di sekolah negeri ataupun swasta. Namun dengan adanya kondisi
negara yang masih belum stabil akibat tarik ulur kepentingan antara petinggi negara
Masa selanjutnya adalah orde baru yang dipimpin oleh Soeharto. Sistem pendidikan nasional,
termasuk sistem pendidikan Islam bertujuan untuk membangun sumber daya manusia
sentralistik. Pendidikan Islam mendapatkan angin segar ketika masa reformasi datang
setelah 32 tahun Soeharto memimpin bangsa Indonesia. Masa reformasi ini membuka
belenggu demokrasi, yang ditandai dengan perubahan kebijakan pendidikan pusat menjadi
Penguasa hal ini diidentikkan dengan pemerintah. Pemerintah adalah organisasi yang
memiliki kekuasaan untuk membuat dan menerapkan hukum atau kebijakan dalam wilayah yang
dikuasainya.Pada masa klasik Ulama menduduki tempat yang sangat penting dalam Islam dan
11
dalam kehidupan kaum Muslimin. Dalam banyak hal, mereka dipandang menempati kedudukan
dan otoritas keagamaan setelah Nabi Muhammad sendiri. Salah satu hadis Nabi yang paling
populer menyatakan bahwa ulama adalah pewaris para Nabi. Al'ulama' waratsah Karenanya
mereka sangat dihormati kaum Muslimin lainnya, dan pendapat-pendapat mereka dianggap
mengikat dalam berbagai masalah, yang bukan hanya terbatas pada masalah keagamaan saja,
melainkan dalam berbagai masalah lainnya. Pentingnya ulama dalam masyarakat Islam terletak
pada kenyataan bahwa mereka dipandang sebagai penafsir-penafsir legitimate dari sumber-
sumber asli ajaran Islam, yakni al-Qur'an dan Hadis. Dikarenakan pengetahuan agama yang
mendalam dan ketinggian akhlak, ulama bergerak pada berbagai lapisan sosial. Mereka memiliki
kekuatan dan pengaruh yang besar dalam masyarakat. Oleh karena itu juga pengetahuan
termasuk pengetahuan agama yang dimiliki ulama adalah suatu kekuatan pencipta dan
pembentuk; pengetahuan (knowledge) dan kekuatan (power) berkaitan erat sekali, dan
konfigurasi keduanya merupakan kekuatan yang tangguh atas masyarakat. Pernyataan itu
terlepas dari apakah ulama menuntut ilmu pengetahuan demi kekuatan yang dapat diterjemahkan
ke dalam berbagai bidang kehidupan ataupun tidak, konsepsi masyarakat tentang tingginya nilai
yang melekat pada pengetahuan agama telah memberikan dasar yang kuat bagi kontinuitas
legitimasi kekuatan dan pengaruh moral ulama. Tetapi sejarah Islam memperlihatkan bahwa
kekuasaan mereka secara langsung ke dalam bidang politik. Kekuatan dan pengaruh mereka
lazimnya cenderung diekspresikan secara politik dan intelektual dalam bentuk keteguhan dan
kewaspadaan untuk melihat bahwa penguasa dan masyarakat bertindak sesuai dengan
pemahaman atau interpretasi mereka tentang Islam. Mengingat kekuatan dan pengaruh ulama,
12
tidaklah heran kalau penguasa Muslim dari waktu ke waktu berusaha dengan berbagai cara
pendidikan Islam melalui empat periode perkembangan politik (Pra kemerdekaan, orde lama,
orde baru dan orde reformasi). kebijaksanaan politik penguasa pada zamannya jelas telah
berpengaruh secara signifikan terhadap perkembangan pendidikan Islam baik langsung maupun
tidak langsung. Dalam bidang pendidikan Islam, pengaruh yang ditimbulkan oleh kebijaksanaan
politik pemerintah adakalanya bersifat positif konstruktif walaupun belum 100% memuaskan
namun tidak jarang juga yang negatif destruktif, seperti pada zaman pra kemerdekaan. Kebijakan
pemerintah Belanda pada zaman pra kemerdekaan sangat kental dengan sikap otoriter, walaupun
semua itu hanya demi kepentingan politis semata-mata. Pada periode berikutnya, yaitu orde lama
sebuah harapan baru muncul ke tengah-tengah dunia pendidikan Islam dengan berdirinya
Departemen Agama pada tanggal 3 Januari 1946 melalui usulan Komite Nasional Indonesia
Pusat (KNIP) tertanggal 11 November 1945. Pendidikan Islam mulai mendapat angin segar
dengan terbitnya beberapa kebijakan pemerintah melalui Depag yang terkait langsung dengan
pendidikan Islam.
Linimasa politik pendidikan nasiomal dapat kita amati ketika pemerintah orde baru
tertentu dalam kurikulum (seperti mata pelajaran/kuliah pancasila); indoktrinasi atau penataran
(seperti penataran P4), adalah bukti nyata bahwa pendidikan adalah salah satu sarana
kepentingan politik penguasa. Mochtar Buchori seoarang ahli pendidikan menyatakan dalam
pandanganya bahwa generasi politik yang mengatur kehidupan bangsa selama periode orde baru
13
tumbuh pada waktu kondisi pendidikan kita sudah mulai menurun. Ekspansi system pendidikan
yang berlangsung sangat cepat pada waktu itu, tanpa diketehui dan dikehendaki, telah
merosotkan mutu sekolahsekolah. Kemerosotan ini terjadi, karena elit pendidikan yang sangat
kecil yang dimiliki saat itu, harus direntang panjang-panjang untuk memungkinkan ekspansi
system yang cepat tersebut. Pada masa Orde Baru birokrasi sebagai sarana efektif untuk
melakukan intervensi kepada semua aspek kehidupan bernegara. Eksistensi penguasa concern
utama bagi pemerintah, sehingga intervensi yang dilakukan oleh penguasa terhadap semua aspek
kehidupan bernegara sebagai instrumen penting untuk mendorong kelestarian dan kelangsungan
penguasa. Akibat dari system sentralis ini mebuat sikap apatis dikalangan cendikiawan dan
semua lapisan masyarakat untuk berfikir secara demokratris, kristis, dan kreatif. Sistem
pemerintahan Orde Baru ini, menghalangi munculnya gerakan oposisi sebagai social control
terhadap pemerintahan atau penguasa. Oposisi dalam suatu Negara yang demokratis menjadi
suatu keharusan poltik yang harus di tempatkan pada posisi yang penting. Di Indonesia ini di
gerakan oposisi di pandang oleh penguasa sebagai pendobrak terhadap eksistensi pengauasa,
sehingga munculnya oposisi selalu tidak sepi oleh kecurigaan pengausa, di dukung oleh
otoritarian.
14
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
1. Agama adalah ajaran yang berasal dari Tuhan atau hasil renungan manusia yang
terkandung dalam kitab suci yang turun menurun diwariskan oleh suatu generasi ke
generasi dengan tujuan untuk memberi tuntunan dan pedoman hidup bagi manusia agar
diartikan sebagai segala urusan dan tindakan (kebijakan, siasat, dan sebagainya)
mengenai pemerintahan suatu negara atau terhadap negara lain. Sedangkan pendidikan
Islam adalah usaha pendidik untuk mentransformasi pengetahuan yang berupa aspek
15
3. Di Indonesia kebijaksanaan politik pemerintah serta pengaruhnya tehadap
kemerdekaan, orde lama, orde baru dan orde reformasi). kebijaksanaan politik penguasa
pendidikan.
B. Saran-saran
sebagai berikut :
1. Seorang guru diharapkan untuk dapat memahami dan melek terhadap perkembangan politik
agar setiap aktivitasnya selaras tanpa mengorbankan siswa dalam kepentingan politik yang
bersifat dinamis.
2. Guru harus memastikan instrument-instrumen yang digunakan untuk mengetahui
perkembangan peserta didik dapat mencakup semua ranah perkembangan. Mengenal
karakteristik peserta didik juga merupakan salah satu cara untuk mengetahui perkembangan
siswa dalam beradaptasi terhadap perkembangan politik.
16
DAFTAR PUSTAKA
Amirullah, Hubungan Islam dan Politik di Indonesia Serta Implikasinya Terhadap Pendidikan
Islam, Jurnal Kreatif Vol XII, 2015.
Baderun, Politik Pendidikan Islam diIndonesia Era Reformasi (Kajian Historis Kurikulum),
Jurnal Dinamika Penelitian Vol 18, 2018.
Goleman, D. (2007). Emotional intelligent: Mengapa EI lebih penting daripada IQ(ed. 17).
(terjemahan oleh Hermaya). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Goleman, D. (2009). Emotional intellegence. (terjemahan oleh Hermaya). Jakarta:PT Gramedia
Pustaka Utama. Buku asli diterbitkan tahun 1995.
Hurlock, EB. (2005). Psikologi perkembangan suatu pendekatan sepanjangrentang kehidupan
(ed. 5). Jakarta: Erlangga.
Kistoro, Hanif Cahyo Adi, KecerdasanEmosional Dalam Pendidikan Islam, Jurnal
Pendidikan Agama Islam Vol XI,2014.
M. Dawam Rahardjo, Intelektual, Intelejensia Dan Perilaku Politik, Risalah Cendikiawan
Muslim, Bandung, Mizan, 1992. Peran Pendidikan dalam Pembentukan Budaya Politik
di Indonesia Menggagas Paradigma Baru Pendidikan, Yogyakarta, Kanisius, 2000, h.19
Sarnoto, Ahmad Zain, Konsepsi Politik Pendidikan di Indonesia, Jurnal Educhild Vol 01, 2012.
17