Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

POLITIK PENDIDIKAN NASIONAL

AGAMA DAN POLITIK PENDIDIKAN NASIONAL

OLEH :
Suradi

1
A. Latar Belakang

Politik dan pendidikan merupakan dua elemen penting dalam sistem sosial disetiap

negara, baik negara maju ataupun negara berkembang. Meski sekilas kedua istilah tersebut

seperti tidak memiliki keterkaitan apa pun, namun keduanya saling menopang bahkan

merupakan bagian tak terpisahkan dalam proses pembentukan karakteristik masyarakat di suatu

negara. Politik dan pendidikan adalah dua elemen penting dalam sistem sosial politik disetiap

negara, baik negara maju maupun negara berkembang. Keduanya sering dilihat sebagai bagian-

bagian yang terpisah, yang satu sama lain tidak memiliki hubungan apa-apa. Padahal

keduanya bahu membahu dalam proses pembentukan karakteristik masyarakat suatu negara.

Lebih dari itu, keduanya satu sama lain saling menunjang dan saling mengisi. Lembaga-lembaga

dan proses pendidikan berperan penting dalam membentuk perilaku politik masyarakat di negara

tersebut. Ada hubungan erat dan dinamis antara pendidikan dan politik disetiap negara.

Hubungan tersebut adalah realitas empiris yang telah terjadi sejak awal perkembangan peradaban

manusia dan menjadi perhatian para ilmuwan

pendidikan terkonsentrasi pada peranan negara dalam bidang pendidikan, sehingga

dapat menjelaskan asumsi dan maksud dari berbagai strategi perubahan pendidikan dalam suatu

masyarakat secara lebih baik. Kajian politik pendidikan dapat memberikan pemahaman yang

lebih baik tentang kaitan antara berbagai kebutuhan politik Negara dengan isu-isu praktis

sehari hari di sekolah; tentang kesadaran kelas; tentang berbagai bentuk dominasi dan

subordinasi yang sedang dibangun melalui jalur pendidikan.

Di dunia agama khususnya Islam keterkaitan antara politik dan pendidikan terlihat

jelas. Sejarah peradaban Islam banyak ditandai oleh kesungguhan para ulama dan umara dalam

2
memperhatikan persoalan pendidikan dalam upaya memperkuat posisi sosial politik

kelompok dan pengikutnya. Dalam analisisnya tentang pendidikan pada masa Islam klasik

menyimpulkan bahwa dalam sejarah perkembangan Islam, Institusi Politik ikut mewarnai corak

pendidikan yang dikembangkan. Keterlibatan para penguasa dalam kegiatan pendidikan

pada waktu itu, menurut Rasyid tidak hanya sebatas dukungan moral kepada para peserta didik,

melainkan juga dalam bidang administrasi, keuangan dan kurikulum. Tidak dapat dipungkiri

bahwa lembaga pendidikan merupakan salah satu konstalasi politik. Peranan yang dimainkan

oleh masjid-masjid dan madrasah-madrasah dalam mengokohkan kekuasaan politik para

pemangku kebijakan dapat dilihat dalam sejarah. Di lain pihak, ketergantungan kepada uluran

tangan para penguasa secara ekonomis, membuat lembaga-lembaga tersebut harus sejalan

dengan nuansa politik yang berlaku.

Di Indonesia secara nasional terdapat upaya pemerintah dan masyarakat dalam

membangun pendidikan di republik ini perlu melihat dan meneliti secara menyeluruh tentang

aspek-aspek yang akan diupayakan. Sehingga pendidikan dalam hal ini Pendidikan Nasional

seharusnya diselenggarakan secara sistematis, demokratis dan berkeadilan serta menjunjung

tinggi hak asasi manusia, dan berbagai aspek yang melingkupi dan melandasi kenegaraan, seperti

aspek keagamaan, kebudayaan, sampai kemajemukan.

Adanya perundang-undangan yang mengatur tentang Pendidikan Nasional

sesungguhnya dimaksudkan untuk memperkuat dan mempermudah tujuan-tujuan tersebut,

sehingga adanya Pendidikan Nasional yang diatur dengan Undang-undang Sisdiknas bisa sejalan

dengan apa yang menjadi kebutuhan dan harapan mendasar bangsa Indonesia dalam

mencerdaskan kehidupan bangsa dan tentunya membutuhkan proses yang matang agar

3
pendidikan nasional bisa berjalan secara efektif dan efisiensi begitu adanya. Berdasarakan uraian

diatas penulis berniat menjabarkannya dalam makalah yang mengambil topik “Agama dan

Politik Pendidikan” sebagai bagian yang tak terpisahkan dalam perkuliah Politik pendidikan

Nasiolan.

B. Tujuan Penulisan

Dalam penulisan makalah ini memiliki tujuan sebagai berikut:


a. Menjelaskan agama dan hubungannya dengan politik pendidikan nasional
b. Menjabarkan permasalahan yang terkait dengan politik pendidikan

C. Batasan Penulisan Makalah

Sesuai dengan permasalah yang telah dikemukakan di atas, maka untuk menghindari
pembahasan yang terlalu umum maka penulisan makalah ini dibatasi pada beberapa hal sebagai
berikut:
a. Pemasalahan agama dan hubungannya dengan politik pendidikan nasional
b. Permasalahan yang terkait dengan politik pendidikan

D. Sistematika Penulisan

Berdasarkan penulisannya makalah ini menggunakan pendekatan deskriptif dengan

metode kualitatif melalui studi literatur yakni mengumpulkan, menelaah dan mengembangkan

informasi dari berbagai pustaka . Rujukan makalah ini akan ditampilkan pada daftar pustaka.

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Agama dalam Politik Pendidikan Nasional


Secara etimologi, istilah agama banyak dikemukakan dalam berbagai bahasa, antara
lain Religion (Inggris), Religie (Belanda), Religio (Yunani), Ad-Din, Syari’at, Hisab
(ArabIslam) atau Dharma (Hindu). Menurut Louis Ma’luf dalam AlMunawar pengertian
agama dalam Islam secara spesifik berasal dari kata “ad-Din” (Jamak: “Al-Adyan” yang
mengandung arti “Al-Jaza wal Mukafah, Al-Qada, Al-Malik-al-Mulk, As-Sulton, At-
Tadbir, Al-Hisab”). Moenawar Cholil menafsirkan kata “AdDin sebagai mashdar dari
kata kerja “َ‫نَ دا‬-‫“ ن ْي ِد َي‬yang mempunyai banyak arti, antara lain: cara atau adat kebiasaan,
peraturan, undang-undang, taat dan patuh, meng-Esa-kan Tuhan, pembalasan,
perhitungan, hari kiamat, nasihat, agama”. Kata al-Din dalam bahasa Arab terdiri atas
huruf dal, ya, dan nun. Dari huruf-huruf ini bisa dibaca dengan dain yang berarti utang
dan dengan din yang mengandung arti agama dan hari kiamat. Ketiga arti tersebut
samasama menunjukkan adanya dua pihak yang berbeda. Pihak pertama berkedudukan
lebih tinggi oleh pihak kedua. Dalam utang yang mengutangi tentu lebih kaya ketimbang
yang berhutang. Dalam masalah kiamat, tentu demikian juga Tuhan yang memiliki hari
kiamat, sedangkan manusia yang dimiliki dan dia harus tunduk kepada si pemilik.
Religi berasal dari kata latin. Menurut suatu pendapat, asalnya relegere, yang berarti
mengumpulkan, membaca. Agama memang kumpulan cara-cara mengabdi kepada Tuhan
dan harus dibaca. Pendapat lain mengatakan, kata itu berasal dari religare yang berarti
mengikat. Ajaran-ajaran agama memang memiliki sifat mengikat bagi manusia, yakni
mengikat manusia dengan Tuhan.
Berdasarkan uraian tersebut kita dapat mengambil suatu kesimpulan bahwa agama
adalah ajaran yang berasal dari Tuhan atau hasil renungan manusia yang terkandung

5
dalam kitab suci yang turun menurun diwariskan oleh suatu generasi ke generasi dengan
tujuan untuk memberi tuntunan dan pedoman hidup bagi manusia agar mencapai
kebahagiaan di dunia dan akhirat, yang di dalamnya mencakup unsur kepercayaan kepada
kekuatan gaib yang selanjutnya menimbulkan respon emosional dan keyakinan bahwa
kebahagiaan hidup tersebut bergantung pada adanya hubungan yang baik dengan
kekuatan gaib tersebut
Menurut sejarahnya, masalah agama adalah masalah sosial, karena menyangkut
kehidupan masyarakat yang tidak bisa terlepas dari kajian ilmu-ilmu sosial. Oleh sebab
itu, ilmu-ilmu agama hakikatnya merupakan rumpun bagian dari ilmu Sosiologi,
Psikologi dan Antropologi. Sosiologi menjadi akar dari semua ilmu yang berkaitan
dengan masyarakat; maka lahirlah semacam ilmu sosiologi agama, sejarah agama, filsafat
agama, publikasi agama, dan lain-lain. Francisco Jose Moreno menegaskan bahwa
“sejarah agama berumur setua sejarah manusia. Tingkatan dien (agama) itu ada tiga;
Islam, yaitu berserah diri kepada Allah Ta’ala dengan mentauhidkan-Nya, tunduk kepada-
Nya dengan ketaatan serta berlepas didi dari syirik, Iman, yaitu percaya kepada Allah,
Malaikay-Nya, Kitab-kitab-Nya, Rasul-Nya hari akhir dan takdirnya, Ihsan, yaitu
menyembah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya. Tidak ada suatu masyarakat
manusia yang hidup tanpa suatu bentuk agama. Seluruh agama merupakan perpaduan
kepercayaan dan sejumlah upacara yang diselenggarakan oleh masyarakat.” Hal itu
karena masalah agama adalah juga masalah pribadi, yang menyangkut hak azasi setiap
manusia dalam berhubungan dengan Tuhan.
Politik adalah ilmu pemerintahan atau ilmu siyasah, yaitu ilmu tata negara.
Pengertian dan konsep politik atau siyasah dalam Islam sangat berbeda dengan pengertian
dan konsep yang digunakan oleh orang orang yang bukan Islam. Politik dalam Islam
menjuruskan kegiatan umat kepada usaha untuk mendukung dan melaksanakan syari'at
Allah melalui sistem kenegaraan dan pemerintahan. la merupakan sistem peradaban yang
lengkap yang mencakup agama dan negara secara bersamaan.Sejak IM didirikan oleh Al-
Banna kondisi Mesir dan dunia Arab berada dalam lingkungan pemikiran Barat. Para
tokoh sekuler hanya membatasi aktivitas agama sebatas dinding masjid dan menjadi
6
urusan pribadi Padahal pada dasarnya Islam adalah sistem yang sempurna. Kesuksesan
dakwah Rasulullah pun merupakan suatu implementasi dari strategi politik yang beliau
rancang, bisa kita lihat mulai dari hijrah ke Madinah hingga puncaknya adalah Fathu
Makkah (penguasaan Mekah). Ketika hijrah ke Madinah, Rasulullah dan para sahabat
bukannya mencoba lari dari intimidasi rezim kafir Quraisy, namun justru sebaliknya
Rasulullah dan para sahabat melakukan konsolidasi politik yakni mulai dari membangun
kekuatan politik internal hingga mengadakan koalisi politik dengan kaum Yahudi dan
Nasrani melalui nota perjanjian Piagam Madinah. Beliau berpendapat bahwa politik
adalah hal yang memikirkan tentang persoalan– persoalan internal maupun eksternal umat
Adapun yang dimaksud dengan politik sisi internal adalah mengatur roda pemerintahan,
menjalankan tugas-tugasnya, merinci hak-hak dan kewajiban - kewajibanya, melakukan
pengawasan terhadap penguasa untuk kemudian dipatuhi jika mereka melakukan
kebaikan dan dikritik serta diluruskan jika kemudian mereka menyimpang. Sedangkan
yang dimaksud dengan sisi eksternal politik menjaga adalah kebebasan dan kemerdekaan
bangsa, menanamkan rasa kepercayaan diri, kewibawaan, dan meniti jalan menuju
sasaran - sasaran yang mulia, yang dengan cara itu bangsa akan memelihara harga diri dan
kedudukan tinggi dikalangan bangsa-bangsa lain, serta membebaskan dari penindasan dan
intervensi pihak lain dalam urusan-urusanya dengan menetapkan pola interaksi bilateral
maupun multilateral yang menjamin hakhaknya serta mengarahkan semua negara menuju
perdamaian internasional yang peraturan ini bisa mereka sebut Hukum Internasional.

B. Politik Pendidikan
Kata politik berasal dari kata politicus dalam Bahasa Latin, kata politic dari Bahasa

Inggris dan kata politicos dalam Bahasa Yunani yang berarti relating to a citizen. Kata ini

kemudian diserap ke dalam Bahasa Indonesia yaitu politik yang bermakna (pengetahuan)

mengenai ketatanegaraan atau kenegaraan (seperti tentang sistem pemerintahan, dasar

pemerintahan), juga diartikan sebagai segala urusan dan tindakan (kebijakan, siasat, dan
7
sebagainya) mengenai pemerintahan suatu negara atau terhadap negara lain, tipu muslihat atau

kelicikan, dan juga dipergunakan sebagai nama bagi sebuah disiplin pengetahuan, yaitu ilmu

politik (TPKPPPB: 1998: 694). Ki Hajar Dewantara mengartikan pendidikan merupakan

tuntutan bagi pertumbuhan anak.

Pendidikan menuntut segala kekuatan kodrat yang ada pada diri anak, agar mereka

sebagai manusia sekaligus sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan

kebahagiaan setinggi-tingginya. Selanjutnya berbicara tentang pendidikan Islam, terdapat

beberapa istilah yang sepadan dengan pendidikan Islam. Ketiga term tersebut adalah ta’lim,

ta’dib serta tarbiyah. Ta’lim berasal dari kata ‘allama yang memiliki kesamaan dengan

pembelajaran, yaitu sebuah proses transfer ilmu pengetahuan. Ta’lim sendiri dipahami sebagai

proses bimbingan yang menekankan pada aspek peningkatan kognitif pada peserta didik. Istilah

ta’dib berasal dari kata addaba yang merupakan proses membina peserta didik dengan lebih

menekankan perbaikan mental serta berkaitan erat dengan orientasi mengembangkan dan

meningkatkan martabat manusia (Mohammad Sholeh, 2020: 19). Sedangkan tarbiyah berasal

dari kata rabbaa, rabbaa, yang pada hakikatnya merujuk kepada Allah sebagai pendidik atau

murabbi bagi seluruh alam. Istilah rabiyah dimengerti sebagai suatu proses pendidikan yang

terprogam, sistematis, serta terarah pada tujuan-tujuan. Proses ta’lim dianggap lebih luas dan

universal dibandingkan dengan proses tarbiyah. Ta’lim tidak berhenti pada pengetahuan lahir,

tidak pula hanya sampai pada pengetahuan taklid. Ta’lim mengajarkan teori-teori, serta

mengulang kaji secara lisan dan perintah melaksanakan pengetahuan tersebut. Di samping itu

ta’lim juga mencakup aspek pengetahuan lain serta keterampilan yang dibutuhkan dalam

kehidupan (Ahmad Tafsir, 1994: 30).

8
Dalam istilah tarbiyah, Naquib al- Atas berpendapat bahwa tarbiyah tidak hanya

ditujukan untuk mendidik manusia, namun dapat juga dipakai kepada spesies lain, seperti

mineral, tanaman dan hewan. Selain itu tarbiyah juga mengandung arti mengasuh,

menanggung, memberi makan, mengembangkan, memelihara, membuat. Adapun term ta’dib,

menurutnya mengacu pada pengertian (‘ilm), pengajaran dan pengasuhan yang baik.

Serta pendapat Ahmad D Marimba yang mengatakan bahwa pendidikan Islam adalah

bimbingan jasmani maupun rohani yang didasarkan pada hukum-hukum agama Islam yang

mengarah pada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam. Pengertian

pendidikan Islam sendiri jika disimpulkan dari tokoh-tokoh tersebut adalah usaha sadar yang

dilakukan oleh pendidik dalam rangka transformasi pengetahuan yang berupa aspek kognitif

untuk membentuk perilaku terpuji pada peserta didik berupa aspek afektif, serta dapat

mengimplementasikan dalam kehidupannya (aspek psikomotorik), dan berakhir pada

terbentuknya pribadi yang sempurna atau insan kamil (M.S. Hoddin, 2020: 20).

Berdasarkan pengertian mendasar ini, politik pendidikan (siyâsah at-ta‘lîm) suatu

negara amat ditentukan oleh pandangan hidup atau ideologi yang dimiliki negara tersebut. Politik

pendidikan merupakan arah kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah dalam pelaksanaan

pendidikan. Faktor ini kemudian menentukan karakter dan tipologi masyarakat yang

dibentuknya. Dengan demikian, politik pendidikan dapat dimengerti sebagai strategi pendidikan

yang dirancang oleh sebuah negara dalam upaya menciptakan kualitas sumber daya manusia

(human resources) yang dicita-citakan oleh negara tersebut.

Sebagaimana kita ketahui bersama, pendidikan Islam di Indonesia hadir seiring dengan

kehadiran Islam di Indonesia. Islam yang lekat dengan ajaran edukasi melalui budaya membaca

9
dan tulis, sejak awal diwujudkan lewat pengajian, halaqah, dan lainnya menjadikan aktivitas

pendidikan berlangsung di masjid, di rumah-rumah, surau, pesantren dan lain-lain. Tapi secara

khusus disebut-sebut pendidikan Islam di Indonesia telah dimulai pada awal abad XX hingga

dewasa ini merupakan perjalanan yang cukup panjang. Perkembangan pendidikan Islam di

Indonesia tidak lepas dari peran politik penguasa. Sebagai bagian dari sistem pendidikan

Nasional, pendidikan Islam menjadikan pancasila, undang-undang, keputusan MPR atau yang

lainnya, sebagai dasar pelaksanaannya..

Politik adalah pengetahuan mengenai ketatanegaraan atau kenegaraan, dapat juga

diartikan sebagai segala urusan dan tindakan (kebijakan, siasat, dan sebagainya) mengenai

pemerintahan suatu negara atau terhadap negara lain. Sedangkan pendidikan Islam adalah usaha

pendidik untuk mentransformasi pengetahuan yang berupa aspek kognitif untuk membentuk

perilaku terpuji pada peserta didik berupa aspek afektif, serta dapat mengimplementasikan dalam

kehidupannya (aspek psikomotorik), yang berujung pada terbentuknya pribadi yang sempurna

atau insan kamil.

Pada dasarnya Pendidikan Islam bertujuan untuk mengembangkan pandangan hidup

Islami yang diharapkan diimplikasikan dalam sikap hidup dan keterampilan sehari-hari. Hal

tersebut sejalur dengan ruang lingkup pendidikan Islam yang meliputi; hubungan manusia

dengan Allah (hablun minallah), hubungan manusia dengan sesama manusia (hablun minannas),

hubungan manusia dengan dirinya sendiri, serta hubungan manusia dengan lingkungan. Politik

pendidikan Islam di Indonesia melewati fase yang panjang. Di masa pra- kemerdekaan,

kebijakan pemerintah Belanda dan Jepang terhadap pendidikan Islam bersifat diskriminatif.

Kebijakan ini tidak terlepas dari kepentingan mereka sebagai bangsa penjajah. Diskriminasi

10
terhadap pendidikan Islam juga tidak lepas dari kekhawatiran penjajah terhadap umat Islam

yang merupakan penduduk mayoritas di Indonesia, seperti dapat kita dalam sejarah bahwa umat

Islam menentang tegas penjajahan Belanda maupun Jepang. Setelah berakhir masa penjajahan

Belanda dan Jepang, beralih ke babak baru kebijakan pendidikan Islam dalam sejarah Bangsa

Indonesia yang merdeka.

Kemerdekaan Bangsa Indonesia yang jatuh pada tanggal 17 Agustus 1945 adalah awal

mula orde lama dipimpin oleh Ir. Soekarno yang menjadikan Pancasila dan UUD 1945

sebagai dasar dalam menyusun sistem pendidikan nasional termasuk di dalamnya adalah

kebijakan pendidikan Islam. Pemerintah orde lama memberikan perhatian serius terhadap

pendidikan Islam baik di sekolah negeri ataupun swasta. Namun dengan adanya kondisi

negara yang masih belum stabil akibat tarik ulur kepentingan antara petinggi negara

yang berbeda haluan, menyebabkan terkendalanya implementasi kebijakan pendidikan Islam.

Masa selanjutnya adalah orde baru yang dipimpin oleh Soeharto. Sistem pendidikan nasional,

termasuk sistem pendidikan Islam bertujuan untuk membangun sumber daya manusia

Indonesia, namun pada tarap implementasinya, kebijakan tersebut masih bersifat

sentralistik. Pendidikan Islam mendapatkan angin segar ketika masa reformasi datang

setelah 32 tahun Soeharto memimpin bangsa Indonesia. Masa reformasi ini membuka

belenggu demokrasi, yang ditandai dengan perubahan kebijakan pendidikan pusat menjadi

kebijakan desentralisasi sistem pendidikan, termasuk di dalamnya pendidikan Islam.

Penguasa hal ini diidentikkan dengan pemerintah. Pemerintah adalah organisasi yang

memiliki kekuasaan untuk membuat dan menerapkan hukum atau kebijakan dalam wilayah yang

dikuasainya.Pada masa klasik Ulama menduduki tempat yang sangat penting dalam Islam dan

11
dalam kehidupan kaum Muslimin. Dalam banyak hal, mereka dipandang menempati kedudukan

dan otoritas keagamaan setelah Nabi Muhammad sendiri. Salah satu hadis Nabi yang paling

populer menyatakan bahwa ulama adalah pewaris para Nabi. Al'ulama' waratsah Karenanya

mereka sangat dihormati kaum Muslimin lainnya, dan pendapat-pendapat mereka dianggap

mengikat dalam berbagai masalah, yang bukan hanya terbatas pada masalah keagamaan saja,

melainkan dalam berbagai masalah lainnya. Pentingnya ulama dalam masyarakat Islam terletak

pada kenyataan bahwa mereka dipandang sebagai penafsir-penafsir legitimate dari sumber-

sumber asli ajaran Islam, yakni al-Qur'an dan Hadis. Dikarenakan pengetahuan agama yang

mendalam dan ketinggian akhlak, ulama bergerak pada berbagai lapisan sosial. Mereka memiliki

kekuatan dan pengaruh yang besar dalam masyarakat. Oleh karena itu juga pengetahuan

termasuk pengetahuan agama yang dimiliki ulama adalah suatu kekuatan pencipta dan

pembentuk; pengetahuan (knowledge) dan kekuatan (power) berkaitan erat sekali, dan

konfigurasi keduanya merupakan kekuatan yang tangguh atas masyarakat. Pernyataan itu

terlepas dari apakah ulama menuntut ilmu pengetahuan demi kekuatan yang dapat diterjemahkan

ke dalam berbagai bidang kehidupan ataupun tidak, konsepsi masyarakat tentang tingginya nilai

yang melekat pada pengetahuan agama telah memberikan dasar yang kuat bagi kontinuitas

legitimasi kekuatan dan pengaruh moral ulama. Tetapi sejarah Islam memperlihatkan bahwa

kebanyakan ulama, karena alasan-alasan doktriner dan teologis, enggan menerjemahkan

kekuasaan mereka secara langsung ke dalam bidang politik. Kekuatan dan pengaruh mereka

lazimnya cenderung diekspresikan secara politik dan intelektual dalam bentuk keteguhan dan

kewaspadaan untuk melihat bahwa penguasa dan masyarakat bertindak sesuai dengan

pemahaman atau interpretasi mereka tentang Islam. Mengingat kekuatan dan pengaruh ulama,

12
tidaklah heran kalau penguasa Muslim dari waktu ke waktu berusaha dengan berbagai cara

menjinakkan dan meletakkan mereka di bawah otoritas kekuasaan Politik.

Di Indonesia kebijaksanaan politik pemerintah serta pengaruhnya tehadap perkembangan

pendidikan Islam melalui empat periode perkembangan politik (Pra kemerdekaan, orde lama,

orde baru dan orde reformasi). kebijaksanaan politik penguasa pada zamannya jelas telah

berpengaruh secara signifikan terhadap perkembangan pendidikan Islam baik langsung maupun

tidak langsung. Dalam bidang pendidikan Islam, pengaruh yang ditimbulkan oleh kebijaksanaan

politik pemerintah adakalanya bersifat positif konstruktif walaupun belum 100% memuaskan

namun tidak jarang juga yang negatif destruktif, seperti pada zaman pra kemerdekaan. Kebijakan

pemerintah Belanda pada zaman pra kemerdekaan sangat kental dengan sikap otoriter, walaupun

semua itu hanya demi kepentingan politis semata-mata. Pada periode berikutnya, yaitu orde lama

sebuah harapan baru muncul ke tengah-tengah dunia pendidikan Islam dengan berdirinya

Departemen Agama pada tanggal 3 Januari 1946 melalui usulan Komite Nasional Indonesia

Pusat (KNIP) tertanggal 11 November 1945. Pendidikan Islam mulai mendapat angin segar

dengan terbitnya beberapa kebijakan pemerintah melalui Depag yang terkait langsung dengan

pendidikan Islam.

Linimasa politik pendidikan nasiomal dapat kita amati ketika pemerintah orde baru

melanggengkan kekuasaanya selama 32 tahun, intervensi pemerintah melaui penyajian subjek

tertentu dalam kurikulum (seperti mata pelajaran/kuliah pancasila); indoktrinasi atau penataran

(seperti penataran P4), adalah bukti nyata bahwa pendidikan adalah salah satu sarana

kepentingan politik penguasa. Mochtar Buchori seoarang ahli pendidikan menyatakan dalam

pandanganya bahwa generasi politik yang mengatur kehidupan bangsa selama periode orde baru

13
tumbuh pada waktu kondisi pendidikan kita sudah mulai menurun. Ekspansi system pendidikan

yang berlangsung sangat cepat pada waktu itu, tanpa diketehui dan dikehendaki, telah

merosotkan mutu sekolahsekolah. Kemerosotan ini terjadi, karena elit pendidikan yang sangat

kecil yang dimiliki saat itu, harus direntang panjang-panjang untuk memungkinkan ekspansi

system yang cepat tersebut. Pada masa Orde Baru birokrasi sebagai sarana efektif untuk

melakukan intervensi kepada semua aspek kehidupan bernegara. Eksistensi penguasa concern

utama bagi pemerintah, sehingga intervensi yang dilakukan oleh penguasa terhadap semua aspek

kehidupan bernegara sebagai instrumen penting untuk mendorong kelestarian dan kelangsungan

penguasa. Akibat dari system sentralis ini mebuat sikap apatis dikalangan cendikiawan dan

semua lapisan masyarakat untuk berfikir secara demokratris, kristis, dan kreatif. Sistem

pemerintahan Orde Baru ini, menghalangi munculnya gerakan oposisi sebagai social control

terhadap pemerintahan atau penguasa. Oposisi dalam suatu Negara yang demokratis menjadi

suatu keharusan poltik yang harus di tempatkan pada posisi yang penting. Di Indonesia ini di

gerakan oposisi di pandang oleh penguasa sebagai pendobrak terhadap eksistensi pengauasa,

sehingga munculnya oposisi selalu tidak sepi oleh kecurigaan pengausa, di dukung oleh

otoritarian.

14
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

1. Agama adalah ajaran yang berasal dari Tuhan atau hasil renungan manusia yang

terkandung dalam kitab suci yang turun menurun diwariskan oleh suatu generasi ke

generasi dengan tujuan untuk memberi tuntunan dan pedoman hidup bagi manusia agar

mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat

2. Politik adalah pengetahuan mengenai ketatanegaraan atau kenegaraan, dapat juga

diartikan sebagai segala urusan dan tindakan (kebijakan, siasat, dan sebagainya)

mengenai pemerintahan suatu negara atau terhadap negara lain. Sedangkan pendidikan

Islam adalah usaha pendidik untuk mentransformasi pengetahuan yang berupa aspek

kognitif untuk membentuk perilaku terpuji (Insan Kamil)

15
3. Di Indonesia kebijaksanaan politik pemerintah serta pengaruhnya tehadap

perkembangan pendidikan Islam melalui empat periode perkembangan politik (Pra

kemerdekaan, orde lama, orde baru dan orde reformasi). kebijaksanaan politik penguasa

pada zamannya jelas telah berpengaruh secara signifikan terhadap perkembangan

pendidikan.

B. Saran-saran

Berdasarkan pada uraian tersebut di atas, maka penulis mengemukakan saran-saran

sebagai berikut :

1. Seorang guru diharapkan untuk dapat memahami dan melek terhadap perkembangan politik
agar setiap aktivitasnya selaras tanpa mengorbankan siswa dalam kepentingan politik yang
bersifat dinamis.
2. Guru harus memastikan instrument-instrumen yang digunakan untuk mengetahui
perkembangan peserta didik dapat mencakup semua ranah perkembangan. Mengenal
karakteristik peserta didik juga merupakan salah satu cara untuk mengetahui perkembangan
siswa dalam beradaptasi terhadap perkembangan politik.

16
DAFTAR PUSTAKA

Amirullah, Hubungan Islam dan Politik di Indonesia Serta Implikasinya Terhadap Pendidikan
Islam, Jurnal Kreatif Vol XII, 2015.
Baderun, Politik Pendidikan Islam diIndonesia Era Reformasi (Kajian Historis Kurikulum),
Jurnal Dinamika Penelitian Vol 18, 2018.
Goleman, D. (2007). Emotional intelligent: Mengapa EI lebih penting daripada IQ(ed. 17).
(terjemahan oleh Hermaya). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Goleman, D. (2009). Emotional intellegence. (terjemahan oleh Hermaya). Jakarta:PT Gramedia
Pustaka Utama. Buku asli diterbitkan tahun 1995.
Hurlock, EB. (2005). Psikologi perkembangan suatu pendekatan sepanjangrentang kehidupan
(ed. 5). Jakarta: Erlangga.
Kistoro, Hanif Cahyo Adi, KecerdasanEmosional Dalam Pendidikan Islam, Jurnal
Pendidikan Agama Islam Vol XI,2014.
M. Dawam Rahardjo, Intelektual, Intelejensia Dan Perilaku Politik, Risalah Cendikiawan
Muslim, Bandung, Mizan, 1992. Peran Pendidikan dalam Pembentukan Budaya Politik
di Indonesia Menggagas Paradigma Baru Pendidikan, Yogyakarta, Kanisius, 2000, h.19
Sarnoto, Ahmad Zain, Konsepsi Politik Pendidikan di Indonesia, Jurnal Educhild Vol 01, 2012.

17

Anda mungkin juga menyukai