Disusun Oleh:
Kelompok 3
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
limpahan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
penyusunan makalah ini yang berjudul “Politik, Demokrasi dan HAM dalam Islam”
dengan tepat waktu. Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas
kelompok mata kuliah Agama Islam.
Penyusunan makalah ini semaksimal mungkin kami upayakan dan didukung
bantuan berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar dalam penyusunannya.
Untuk itu tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah terlibat dan membantu kami dalam penyusunan makalah ini.
Namun, kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini tentu tidaklah
sempurna dan masih banyak kesalahan serta kekurangan. Maka dari itu kami
sebagai penyusun makalah ini memohon kritik serta saran dari semua pembaca
makalah ini terutama dosen mata kuliah Agama Islam sebagai bahan evaluasi untuk
kami kedepannya.
Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak
khususnya kepada Ibu Hj. Maisarah S.Pd.I, M.Pd selaku dosen pengampu mata
kuliah Agama Islam yang telah membimbing kami dalam menulis makalah ini.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
1.2.Rumusan Masalah
2
7. Apa itu HAM menurut Islam dan HAM menurut barat, serta apa
perbedaannya?
10. Apa saja studi kasus yang berhubungan dengan isu pelanggaran HAM di
11. Indonesia?
1.3.Tujuan Penulisan
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. POLITIK
Kata politik berawal dari Bahasa Yunani atau Bahasa latin politicos
yang memiliki arti relating to citizen. Dapat diartikan juga sebagai hubungan
sosial yang melibatkan otoritas atau kekuasaan dan mengacu pada peraturan
urusan publik dalam suatu unit politik dengan metode serta taktik yang
digunakan untuk merumuskan dan menerapkan kebijakan yang telah
disepakti. Dalam KBBI, politik sendiri diartikan sebagai (pengetahuan)
mengenai ketatanegaraan (seperti sistem pemerintahan, dasar pemerintahan).
Dalam Islam juga mengenal yang namanya politik atau disebut juga
dengan siyasahn. Kata ini berasal dari akar kata “sasa-yasusu” yang berarti
mengemudikan, mengendalikan, mengatur dan sebagainya. Politik islam
terdiri dari dua aspek yakni politik dan islam. Politik berarti suatu cara
penguasa mempengaruhi perilaku kelompok yang dikuasai sesuai dengan
keinginannya. Sedangkan Islam berarti organisasi penataan menurut ajaran
Allah Swt, yaitu Al-Qur’an dan sunah rasulnya. Politik islam dapat diartikan
sebagai suatu cara mempengaruhi anggota masyarakat, agar berperilaku
sesaui dengan ajaran Allah Swt.
A. Paradigma Integralistik (Unified Paradigm)
4
Secara teoritis, penguasa sebuah negara Islam ini tidak memiliki
kekuasaan mutlak, demikian juga parlemen ataupun rakyat, karena
kekuasaan mutlak itu hanya milik Allah semata, dan hukum-Nya harus
tetap berkuasa. Memakai terminologi kekinian, konstitusi Islam hanya
memiliki dua organ penting: eksekutif dan yudikatif. Organ ketiga
yang memungkinkan—yakni legislatif—secara konstitusional tidak diberi
batasan, karena undang-undang telah ditetapkan di dalam Al-Qur’an oleh
Allah. Tugas pemerintah adalah untuk melaksanakannya, dan bukan
merubahnya demi untuk kepentingannya sendiri.
Demikian kentalnya ragam pemikiran tersebut dengan otoritas
kedaulatan Tuhan, serta menganggap ajaran Rosulullah sebagai agama
yang komprehensif, maka kemudian muncullah istilah al Islam huwa al-
din wa al-daulah dalam pelataran politik Islam. Dan sebagai komitmen
logis dari paradigma integralistik ini, negara Islam harus ditegakkan
demi terlaksananya hukum-hukum Allah dengan dipimpin seorang imam
atau khalifah.
B. Paradigma Simbiotik (Symbiotic Paradigm)
5
paradigma simbiostik di satu pihak bersifat teologis, tetapi pada sisi lain
bersifat pragmatik.Jadi, pandangan simbiostik tetap memberi peluang
bagi hak-hak masyarakat, meskipun tetap dibatasi oleh norma-
norma agama.
C. Paradigma Sekularistik (Secularistic Paradigm)
6
harus saya lakukan”, sedangkan etika ingin menjawab pertanyaan
“bagaimana hidup yang baik”.
Dalam dunia perpolitikan, Etika yang baik sangatlah diperlukan. Untuk
menjalankan sutau alur politik Etika yang sesuai sangatlah penting, karena
dari suatu proses untuk menjalankan suatu tugas atau mandat, sesuai dengan
norma dan aturan akan mendapatkan suatu hasil yang diinginkan secara
maksimal dan tujuan yang telah disepakati bersama. Karena dalam suatu
kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah bersumber dari kerja dari
lembaga yang diberi kewenangan untuk membentuknya, yang mana etika
baik juga berpengaruh terhadap kebijakan itu. Jadi hal-hal kecil dalam
pelaksanaan dalam dunia politik harus diperhatikan guna menuju suatu
keadilan sebagai manusia yang telah diberikan kewenangan dan kekuasaan.
Etika politik mengandung tiga tuntutan yaitu pertama upaya hidup baik
bersama dan untuk orang lain, kedua upaya memperluas lingkup kebebasan,
ketiga untuk membangun institusi-institusi yang adil.
Etika Islam mencakup segala aspek kehidupan manusia, menjelaskan
dan mengatur hubungan manusia dengan Allah dan hubungan manusia
dengan sesamanya serta dengan alam lingkungan. Islam telah banyak
mengatur etika dan moral kepemimpinan, baik di dalam Alquran maupun
hadis Nabi Muhammad saw serta ijma para ulama. Semua ajaran etika dan
moral dalam kehidupan masyarakat adalah merupakan etika dan moral
kepemimpinan, namun inti dari semua itu adalah amanah dan keadilan
sebagaimana firman Allah swt dalam QS. An-Nahl/16:90.
Alquran adalah petunjuk bagi umat manusia, maka tidak berlebihan
apabila alquran dijadikan sebagai konsep etika politik, dimana etika ingin
menjawab “bagaimana hidup yang baik”. Kandungan QS. Al-Imran/3:159
tersebut di atas menerangkan tentang etika dan moral kepemimpinan yang
diperlukan untuk mendapatkan dukungan dan partisipasi umat, antara lain
memiliki sifat lemah lembut dan tidak menyakiti hati orang lain dengan
perkataan atau perbuatan, serta memberi kemudahan dan ketentraman kepada
masyarakat.
7
2.1.4. Tujuan Politik Dalam Islam
8
2.2. DEMOKRASI
9
C. Al-Musawah
Al-Musawah adalah kesejajaran, egaliter, artinya tidak ada pihak
yang merasa lebih tinggi dari yang lain sehingga dapat memaksakan
kehendaknya. Kesejajaran ini penting dalam suatu pemerintahan demi
menghindari hegemoni penguasa atas rakyat. Diantara dalil al-Quran yang
sering digunakan dalam hal ini adalah surat al-Hujurat:13.
D. Al-Amanah
Al-Amanah adalah sikap pemenuhan kepercayaan yang diberikan
seseorang kepada orang lain. Oleh sebab itu kepercayaan atau amanah
tersebut harus dijaga dengan baik. Persoalan amanah ini terkait dengan
sikap adil. Sehingga Allah SWT. menegaskan dalam surat An-Nisa’: 58.
E. Al-Mas’uliyyah
Al-Mas’uliyyah adalah tanggung jawab. Kekuasaan dan jabatan itu
adalah amanah yang harus diwaspadai, bukan nikmat yang harus
disyukuri, maka rasa tanggung jawab bagi seorang pemimpin atau
penguasa harus dipenuhi. Sebagaimana Sabda Nabi: Setiap kamu adalah
pemimpin dan setiap pemimpin dimintai pertanggung jawabannya.
F. Al-Hurriyyah
Al-Hurriyyah dalah kebebasan, artinya bahwa setiap orang, setiap
warga masyarakat diberi hak dan kebebasan untuk mengeksperesikan
pendapatnya. Sepanjang hal itu dilakukan dengan cara yang bijak dan
memperhatikan al-akhlaq al-karimah dan dalam rangka al-amr bi-‘l
ma’ruf wa an-nahy ‘an al-‘munkar, maka tidak ada alasan bagi penguasa
untuk mencegahnya. Dalam sabda Nabi yang berbunyi: “Barang siapa
yang melihat kemunkaran, maka hendaklah diluruskan dengan tindakan,
jika tidak mampu, maka dengan lisan dan jika tidak mampu maka dengan
hati, meski yang terakhir ini termasuk selemah-lemah iman”.
10
2.2.3. Etika Berdemokrasi Dalam Islam
11
bekerjasama dalam mencapai tujuan. Sedangkan pemimpin yang demokratis
merupakan pemimpin yang mempunyai gaya kepemimpinan yang di mana
pemimpin suatu organisasi maupun kelompok menerima pendapat atau saran
dari setiap anggotanya untuk menentukan suatu keputusan bersama dalam
organisasi demi mencapai suatu tujuan.
Dalam Islam kepemimpinan identik dengan istilah khalifah. Kata
dasar khalifah bermakna pengganti atau wakil. Imam dan khalifah adalah dua
istilah yang digunakan Al-Quran untuk menunjuk pemimpin. Kata imam
terambil dari kata amma, yaummu, yang berarti menuju, menumpu dan
meneladani. Lalu dalam Islam, suri teladan yang paling sempurna terdapat
pada diri Nabi Muhammad saw., seorang yang mempunyai sifat-sifat yang
selalu terjaga dan dijaga oleh Allah swt. Allah berfirman dalam surat Al-
Ahzab ayat 21, yang artinya: “Sungguh telah ada pada (diri) Rasulullah itu
suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat)
Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”. Sifat
yang dimaksud dikenal dengan sebutan sifat wajib Rasul. Sifat wajib Rasul
merupakan pencerminan karakter Nabi Muhammad saw. dalam menjalankan
tugasnya sebagai pemimpin umat.
A. Shiddiq (jujur)
Seorang pemimpin wajib berlaku jujur dalam melaksanakan
tugasnya. Jujur dalam arti luas. Tidak berbohong, tidak menipu, tidak
mengada-ngada fakta, tidak bekhianat, serta tidak pernah ingkar janji dan
lain sebagainya. Rasulullah SAW., menegaskan: “Hendaklah kalian selalu
berlaku jujur, karena kejujuran membawa kepada kebaikan, dan kebaikan
mengantarkan seseorang ke surga. Dan apabila seorang selalu berlaku
jujur dan tetap memilih jujur, maka akan dicatat di sisi Allâh sebagai orang
yang jujur. Dan jauhilah oleh kalian berbuat dusta, karena dusta membawa
seseorang kepada kejahatan, dan kejahatan mengantarkan seseorang ke
neraka. Dan jika seseorang senantiasa berdusta dan memilih kedustaan
maka akan dicatat di sisi Allâh sebagai pendusta.” (HR. Bukhari dan
Muslim). Kejujuran ini pula yang semestinya tertanam dalam diri setiap
12
pemimpin. Pemimpin yang jujur tidak akan membohongi rakyat dan jauh
dari pencitraan.
B. Amanah (tanggung jawab)
Amanah yang artinya mampu menjalankan sekaligus menjaga
kepercayaan yang diembankan di pundak secara profesional. Sikap
amanah ini sudah mengakar kuat pada diri Rasulullah semenjak beliau
masih berusia sangat belia. Pemimpin yang amanah akan menyadari
bahwa ia mengemban amanah untuk melayani kepentingan rakyat, bukan
menjadi pelayan kepentingan pribadi, kepentingan kelompok, kepentingan
partai, kepentingan pemilik modal, atau bahkan kepentingan asing.
Rasulullah SAW. bersabda: “Tanda-tanda orang munafik ada tiga: jika
berbicara ia berdusta, jika berjanji ia ingkar, dan jika diberi amanah ia
berkhianat.” (HR. Bukhari dan Muslim)
C. Tabligh (menyampaikan)
Tabligh yang berarti menyampaikan kebenaran dan berani
mengungkap kebathilan. Kepemimpinan Rasulullah ditopang oleh sikap
transparansi, keterbukaan, dan selalu menyuarakan kebenaran apa pun
risikonya. Seorang pemimpin harus memiliki sifat tabligh, selain berani
menyuarakan kebenaran dan berani dinilai secara kritis oleh rakyat,
pemimpin yang tabligh tidak akan bisa dibeli dengan kekuatan apa pun. Ia
tegas dalam pendirian dan tegar dalam prinsip membela kebenaran.
D. Fathanah (Cerdas)
Fathanah merupakan sifat Rasul yaitu sangat cerdas. Seorang
pemimpin juga harus memiliki emosi yang stabil, tidak gampang berubah
dalam dua keadaan, baik itu dimasa keemasan dan dalam keadaan terpuruk
sekalipun. Menyelesaikan masalah dengan tangkas dan bijaksana. Sifat
pemimpin adalah cerdas dan mengetahui dengan jelas apa akar
permasalahan yang dia hadapi serta tindakan apa yang harus dia ambil
untuk mengatasi permasalahan yang terjadi pada umat.
13
2.2.5. Hubungan Demokrasi Islam dan Barat
Hak Asasi Manusia merupakan hak dasar yang melekat pada manusia
secara kodrati sebagai anugerah dari Allah SWT., yang harus dihormati,
dilindungi dan tidak layak untuk dirampas oleh siapapun. Hak Asasi Manusia
(HAM) atau sering disebut Human Right juga merupakan suatu istilah statemen
empat dasar hak dan kewajiban yang fundamental bagi seluruh manusia yang
ada di permukaan bumi ini, baik laki-laki maupun wanita, tanpa membedakan
ras, keturunan, bahasa, maupun agama.
14
2.3.1. Sejarah HAM
15
pada dasarnya tidak memuat prinsip prinsip hak asasi manusia. Baru
pada abad 17 orang Barat mulai mengkaitkan-kaitkan antara Magna
Charta dan HAM. Sampai akhir abad 18 konsep tersebut mendapat
tempat praktis dalam konstitusi Amerika Serikat dan Perancis pada tahun
1791.
Pada tanggal 10 Desember 1948 Majelis Umum PBB
mengesahkan Deklarasi HAM di Paris. Pengesahan tersebut merupakan
pengakuan secara internasional terhadap hak bagi masing-masing
individu, golongan maupun bangsa yang termuat dalam pasal-pasalnya,
dan selayaknya untuk diaplikasikan secara menyeluruh dan konkrit baik
bagi penduduk dan negara anggota PBB, maupun penduduk yang berada
di bawah kekuasaan negara tersebut. Deklarasi itu sendiri sebenarnya
lebih merupakan suatu “penghargaan”, bukan merupakan kesepakatan
yang mengikat dalam wujud hukum internasional. Namun makna dan
gagasan baru tersebut merupakan langkah awal dalam perjuangan umat
manusia yang akhirnya justru akan mengatur dunia.
16
namun kasat mata dari asumsi sekuleristik ini tampak dalam tidak adanya
perujukan yang tegas pada justifikasi filosofis atau agama tertentu dalam
deklarasi tersebut. Lebih dari itu, secara keseluruhan wacana HAM
dalam deklarasi tersebut memandang masyarakat manusia dalam kaca
mata sekulerisme, dan agama tidak dapat didefinisikan sebagai tatanan
yang mengikat masyarakat, negara, atau hubungan internasional.
Hukumhukum dipandang sekuler, independen dari otoritas agama
tertentu.
17
tetapi dalam ranah metodologis. Baik hak-hak yang bersifat asasi
maupun yang bersifat politis harus bersumber dari wahyu. Dengan kata
lain, hak-hak apapun yang dijabarkan dari hak asasi yang dimaksud
dalam ayat al-Quran adalah sah dikatakan sebagai gagasan HAM dalam
Alquran (Islam). Sebaliknya, hak-hak apapun yang dijabarkan dari hasil
penalaran tidak sah disebut HAM Islam.
Prinsip-Prinsip HAM dalam Alquran dapat dijabarkan dari tiga
istilah, yaitu al-istiqrār, yakni hak untuk hidup mendiami bumi hingga
ajal menjemput. HAM dalam Alquran melahirkan gagasan bahwa hidup
tidak dapat dipisahkan dengan agama atau kepercayaan dan karenanya ia
juga asasi. Kemudian al-istimtā‘, yakni hak mengeksplorasi daya dukung
terhadap kehidupan. Jadi, istilah ini juga sangat terkait dengan hak hidup.
Berikutnya adalah al-karāmah. Istilah ini mengandung makna
kehormatan yang identik dengan setiap individu tetapi berimplikasi
sosial, karena kehormatan diri hanya bisa berjalan jika ada orang lain
yang menghormati martabat kemanusiaan seseorang, maka pengertian
ini melahirkan hak persamaan derajat. Dari al-karāmah juga menurunkan
hak kemerdekaan, di mana filsafat kosmopolitan menegaskan bahwa
tidak seorang pun berhak merendahkan martabat orang lain. Dengan
prinsip-prinsip HAM dalam Alquran, maka muncul beberapa hak bagi
manusia untuk dijunjung tinggi dan bila tidak maka termasuk
pelanggaran HAM. Hak-hak itu antara lain hak hidup, hak menggunakan
dan memelihara air dan udara, hak kebebasan memilih bagi manusia atas
perbuatannya, dan hak menjunjung tinggi pluralitas.
18
menyatakan bahwa per tanggal 12 Juli 2021 yang positif Covid-19 di
dunia mencapai 187.681.587 orang, dengan jumlah kematian 4.050.192
orang.3 Hal ini terjadi karena selalu ada peningkatan jumlah seseorang
yang terjangkit virus ini setiap harinya.
Sudah hampir 16 bulan Indonesia mengalami masa yang membuat
keadaan tidak berjalan seperti biasanya, yaitu masa pandemi Covid-19.
Indonesia memiliki jumlah angka positif Covid-19 per tanggal 11 Juli
2021 sebanyak 2.527.203 orang, sembuh sebanyak 2.084.724 orang dan
jumlah kematian sebanyak 66.464 orang.8 Angka ini akan terus naik jika
tidak segera diatasi dengan cara yang tegas. Sejak dinyatakan bahwa
Indonesiamemiliki kasus positif orang yang terjangkit virus ini,
Pemerintah mulai mewantiwanti agar virus ini segera ditangani agar
tidak menyebar ke banyak orang yang mengakibatkan membuat seluruh
Indonesia terjangkit virus ini.
Upaya pencegahan meliputi penciptaan kondisi yang layak bagi
kesehatan, baik menjamin ketersediaan pangan dan pekerjaan,
perumahan yang baik, dan lingkungan yang sehat. Sedangkan upaya
penyembuhan dilakukan dengan penyediaan pelayanan kesehatan yang
optimal. Pelayanan kesehatan meliputi aspek jaminan sosial atas
kesehatan, sarana memadai, tenaga medis yang pembiayaan pelayanan
yang kesehatan yang berkualitas, dan terjangkau oleh masyarakat.
Kenyataannya, saat pengimplementasiannya sendiri banyak sekali
terjadi pelanggaran terhadap jaminan yang telah disebutkan sebelumnya.
Pelanggaran paling dasar dan fatal yang terjadi adalah pada aspek
jaminan pembiayaan pelayanan yang terjangkau oleh masyarakat. Dalam
kasus ini, beberapa oknum pemerintahan yang memanfaatkan keadaan
dengan menjual seperti obat-obatan, handsanitizer, masker dan
penunjang kesehatan lainnya dengan harga yang melambung. Selain itu,
ada juga beberapa pelayanan Kesehatan yang mempersulit pembiayaan
dan administrasi yang ada, sehingga cukup banyak masyarakat yang
kesulitan dalam mendapatkan pelayanan Kesehatan. Satu hal terakhir
mengenai hal ini adalah kasus di korupsinya BanSos untuk masyarakat
19
dikala pandemic Covid-19 ini dan lagi, hal itu dilakukan oleh oknum
dalam pemerintahan itu sendiri. Mereka yang membuat jaminan kepada
masyarakat namun mereka juga yang melanggar. Pelanggaran yang
mereka lakukan termasuk kedalam kategori pelanggaran HAM karena
terhambatnya jaminan yang telah diberikan oleh negara.
20
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Penulis bersedia menerima kritik dan saran yang positif dari pembaca.
Kritik dan saran tersebut sebagai bahan pertimbangan yang memperbaiki
makalah ini di kemudian hari. Semoga makalah berikutnya dapat penulis
selesaikan dengan hasil yang lebih baik lagi.
21
DAFTAR PUSTAKA
Al-Fatih. S., & Felinda. I. A. 2021. Tanggung Jawab Negara dalam Kasus Covid
19 Sebagai Perwujudan Perlindungan HAM. Jurnal HAM. 12(3).
Aminah. S. 2010. Hak Asasi Manusia (HAM) dalam Perspektif Al-Quran. Jurnal
Hukum Diktum. 8(2). 161-173.
Dahlan. D. 2021. Etika Politik Dalam islam (Konstruksi dan Persfektif). Menara
Ilmu. 15(1). 42-50.
Defrizal. Mgs. A., Achmad. Z., & Solihin.2020. Demokrasi dalam Islam :
Tinjauan Tafsir Maudhu’i. Jurnal Dakwah dan Kemasyarakatan. 1(1). 1-14.
Fitria. V. 2007. Islam dan Hak Asasi Manusia. Jurnal UNY. 1(1). 1-11.
Jufri. A. 2018. Konsepsi Politik Islam dan Realitas Islam dan Negara Di Indonesia
Pascaredormasi. Jurnal Pemikiran Konstruktif Bidang Filsafat dan Dakwah.
18(2). 42-55.
Maloko. M. T. 2013. Etika Politik dalam Islam. Al-daulah. 1(2). 50-59.
Rangkuti. A. 2018. Demokrasi dalam Pandangan Islam dan Barat. Jurnal Ilmiah
Penegakan Hukum. 5(2). 49-59.
Sukring. 2019. Politik Islam Suatu Tujuan Atas Prinsip Keadilan. Jurnal Andi
Djemma. 3(1). 116-128.
http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/warda/article/download/7275/3348/
Diakses pada Rabu, 20 April 2022 pukul 20.30 WITA.
22