Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

AGAMA, POLITIK, DAN GERAKAN ISLAM


“Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kelompok”

Mata Kuliah: Sosiologi Islam


Dosen Pengajar: Dr. Ahmad Syaeful Rahman M.pd

Disusun Oleh:
Rainisa Tsalsa Putri: 1198030212
Rika Erpia Rahmadani: 1198030223
Riko Ravli Rivaldi: 1198030325
Salsabila Fawwaz Jawanda: 1198030238

KELAS E

JURUSAN SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI

BANDUNG

2022

1
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh


Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongannya tentunya saya tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah
ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda
tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-nantikan syafaatnya di
akhirat nanti.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat
sehat nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu
untuk menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah Sosiologi
Islam
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian
apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang
sebesar-besarnya.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya
kepada Dosen Sosiologi Islam yang telah membimbing dalam menulis makalah ini.
Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Bandung, 27 Mei 2022

Kelompok 8

2
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...........................................................................................................I
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang...................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...............................................................................................3
1.3 Tujuan Penelitian................................................................................................3
BAB II ISI................................................................................................................4
2.1 Agama Dan Politik.............................................................................................4
2.2 Hubungan Agama Dan Politik............................................................................9
2.3 Gerakan Islam...................................................................................................12
BAB III PENUTUP...............................................................................................16
3.1 Kesimpulan.......................................................................................................17
3.2 Saran.................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................18

3
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Islam sebagai agama Allah merupakan suatu sistem kehidupan yang
meliputi semua aspek kehidupan. Salah satu aspek yang diatur pula dalam Islam
adalah politik. Dalam perspektif Islam, politik dapat diposisikan sebagai
instrumen dakwah. Karena itu, kekuasaan yang diberikan oleh rakyat pada
hakikatnya adalah suatu amanah. Maka kekuasaan atau jabatan apa pun yang
dipangku oleh seseorang muslim haruslah dinisbahkan dengan pertanggung
jawaban. Di sinilah dituntut bahwa berpolitik perlu memperhatikan akhlak,
etika, aspirasi rakyat, dan tuntunan nilai-nilai Islam. Politik adalah salah satu
aspek yang diatur dalam Islam. Hal ini sudah dicontohkan oleh Nabi
Muhammad Saw ketika Hijrah ke Madinah. Nabi Muhammad Saw
menciptakan suatu kekuatan sosial-politik dalam sebuah Negara Madinah. Hal
yang pertama dilakukan Nabi Muhammad Saw di Madinah dalam rangka
pembentukan sebuah negara adalah membuat Piagam Madinah pada tahun
pertama Hijriyah. Piagam yang berisi 47 pasal ini memuat peraturan-peraturan
dan hubungan antara berbagai komunitas dalam masyarakat Madinah yang
majemuk. Di negara baru ini Nabi Muhammad bertindak sebagai Kepala
Negara dengan piagam Madinah sebagai Konstitusinya. Pakar ilmu politik
Islam beranggapan bahwa Piagam Madinah adalah konstitusi atau undang-
undang dasar bagi negara Islam yang pertama dan yang dirikan oleh Nabi
Muhammad di Madinah.
Terwujudnya Piagam Madinah merupakan bukti sifat kenegarawan
Muhammad. Beliau tidak hanya mementingkan umat Islam, tetapi juga
mengakomodasi kepentingan orang-orang Yahudi dan mempersatukan kedua
umat serumpun ini di bawah kepemimpinannya. Bagi umat Islam, Nabi
Muhammad berhasil menciptakan persatuan dan kesatuan serta persaudaraan
diantara kaum Muhajirin dan Ansar, juga antara suku-suku kalangan Ansar
sendiri. Di kalangan Ansar, Nabi diakui telah merekat kembali hubungan antar
suku yang sebelumnya selalu bermusuhan. Gerakan dakwah politik Islam
merupakan istilah yang belum lama berkembang. Sebelumnya lebih populer

4
dengan Istilah Gerakan Islam politik. Gerakan Islam politik di Indonesia sendiri
senantiasa menarik untuk dianalisis. Hal ini berawal dari beberapa asumsi
antara lain: Pertama, Islam politik Indonesia berbeda pola gerakannya dengan
Islam di berbagai Negara Islam lainnya. Islam politik Indonesia lebih menerima
paham-paham dari luar Islam seperti demokrasi namun kental dengan budaya
lokal. Kedua, Islam sebagai agama yang dianut mayoritas masyarakat, sehingga
memiliki power politik yang cukup besar, dan Ketiga, Islam politik Indonesia
memiliki serentetan sejarah perjuangan dan perlawanan Secara makro,
eksistensi Islam politik dalam pembangunan politik bangsa tidak dapat
dikesampingkan sebab peranan Islam dalam sejarah masyarakat di Indonesia
sangat besar. Islam merupakan kekuatan historis yang cukup besar dalam
dinamika sejarah. Sejak penyebaran agama Islam di Indonesia, agama
memainkan peranan yang sangat penting terhadap perpolitikan Indonesia. Pada
awalnya, Islam dan ajaran Islam yang berkembang di masyarakat Indonesia
lebih bernuansakan Islam fiqih dan tasawuf. Masyarakat lebih banyak
membicarakan dan mempertentangkan masalah fiqih ketimbang politik.
Sehingga organisasi-organisasi Islam pada awalnya lebih mengedepankan
pemurnian agama atau puritanisme, seperti yang dilakukan Muhammadiyah,
Persis, Nahdhatul Ulama (NU) dan kelompok tarekat atau tasawuf. Puritanisme
inilah yang menjadi khas satu organisasi Islam. Oleh karena itu, Umat Islam
Indonesia lebih mudah menerima paham-paham di luar Islam seperti
demokrasi, karena demokrasi dipandang tidak berkaitan dan tidak bertentangan
dengan aturan-aturan Fiqih dan tasawuf.
Fenomena tersebut berbeda dengan kondisi Negara-negara Islam
terutama di Timur Tengah. Negara-negara tersebut cukup sulit menerima
paham di luar Islam seperti demokrasi. Hal ini disebabkan beberapa faktor
antara lain Pertama, demokrasi adalah faham Barat, dimana negara-negara
Barat dianggap sebagai biang keladi kehancuran Khilafah Islamiyah di Turki
sekitar tahun 1924, sehingga sampai sekarang masih banyak gerakan politik
Islam yang ingin
Mengembangkan Khilafah Islamiyah seperti Ikhwanul Muslimin dan
Hizbut Tahrir. Kedua, ada gesekan peradaban dimana negara-negara Islam

5
semasa berdiri Khilafah Islamiyah pernah berjaya, sehingga ilmuwan politik
Amerika, Samuel Huntington, mengeluarkan tesis perlu adanya dialog
peradaban dan yang dimaksud adalah peradaban Timur dan Barat Islam vs
Barat. Ketiga, belum selesainya masalah Palestina dan Israel. Gerakan Palestina
melahirkan solidaritas negara-negara Islam Timur Tengah, sedangkan Israel
melahirkan solidaritas negara-negara Barat. Perbedaan yang sekaligus menjadi
keunikan Islam Indonesia inilah yang senantiasa merangsang untuk diteliti dan
dianalisis oleh para ilmuwan politik.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Agama & Politik?
2. Apa Hubungan Agama & Politik?
3. Apa Pengertian Gerakan Islam?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk Mengetahui Pengertian Agama & Politik
2. Untuk Mengetahui Hubungan Agama & Politik
3. Untuk Mengetahui Pengertian Gerakan Islam

6
BAB II
ISI

2.1 Agama Dan Politik


Agama adalah suatu sistem kepercayaan kepada Tuhan yang dianut oleh
sekelompok manusia dengan selalu mengadakan interaksi dengan-Nya. Pokok
persoalan yang dibahas dalam agama adalah eksistensi Tuhan. Tuhan dan hubungan
manusia dengan-Nya merupakan aspek metafisika, sedangkan manusia sebagai
makhluk dan bagian dari benda alam termasuk dalam kategori fisika. Dengan
demikian, filsafat membahas agama dari segi metafisika dan fisika. Namun, titik
tekan pembahasan filsafat agama lebih terfokus pada aspek metafisiknya ketimbang
aspek fisiknya. Aspek fisik akan lebih terang diuraikan dalam ilmu alam, seperti
biologi dan psikologi serta antropologi
Agama berasal dari bahasa Sankskrit. Ada yang berpendapat bahwa kata itu
terdiri atas dua kata, a berarti tidak dan gam berarti pergi, jadi agama artinya tidak
pergi; tetap di tempat; diwarisi turun temurun. Agama memang mempunyai sifat
yang demikian. Pendapat lain mengatakan bahwa agama berarti teks atau kitab suci.
Selanjutnya dikatakan bahwa gam berarti tuntunan. Agama juga mempunyai
tuntunan, yaitu kitab suci.
Menurut Majduddin al-Fairuzabady, kata din berasal dari dain. Sebab,
dalam tata bahasa Arab suku kata yang setimbangan dengan fa’al, seperti dain lebih
banyak terdapat dalam praktik sastra Arab daripada kata yang setimbangan fi’il,
seperti din. Disamping itu, kata yang setimbangan dengan fa’al lebih mudah dan
praktis dituturkan daripada menyebut kata yang setimbangan fi’il. Kata dain,
demikian al-Fairuzabady, menunjukkan sesuatu yang tidak hadir, seperti dain
dalam arti utang. Utang adalah suatu takaran harga yang belum hadir pada waktu
pembayaran dilakukan. Agama pada dasarnya memiliki masalah yang tidak hadir
pada waktu kita sedang berada dalam alam yang hadir (dunia). Dan agama akan
hadir nantinya setelah hancurnya alam dunia dalam bentuk pahala dan siksaan.
Dengan demikian menurut al-Fairuzabady, din itu berpokok pada metafisika dan
berasal dari dain. Dari dasar metafisika inilah kemudian muncul berbagai
ungkapan, seperti taat, pembalasan dan hukuman.

7
Religi berasal dari kata latin. Menurut suatu pendapat, asalnya relegere,
yang berarti mengumpulkan, membaca. Agama memang kumpulan cara-cara
mengabdi kepada Tuhan dan harus dibaca. Pendapat lain mengatakan, kata itu
berasal dari religare yang berarti mengikat. Ajaran-ajaran agama memang memiliki
sifat mengikat bagi manusia, yakni mengikat manusia dengan Tuhan

Unsur-unsur Agama
Dari beberapa definisi tersebut di atas, penulis dapat menjumpai 4 unsur
yang menjadi karakteristik agama sebagai berikut.
Pertama, unsur kepercayaan terhadap kekuatan gaib. Kekuatan gaib tersebut
dapat mengambil bentuk yang bermacam- macam. Dalam agama primitif kekuatan
gaib tersebut dapat mengambil bentuk benda-benda yang memiliki kekuatan
misterius (sakti), ruh atau jiwa yang terdapat pada benda-benda yang memiliki
kekuatan misterius; dewa-dewa dan Tuhan atau Allah dalam istilah yang lebih
khusus dalam agama Islam.
Kepercayaan pada adanya Tuhan adalah dasar yang utama sekali dalam
paham keagamaan. Tiap-tiap agama kecuali Buddhisme yang asli dan beberapa
agama lain berdasar atas kepercayaan pada sesuatu kekuatan gaib dan cara hidup
tiap-tiap manusia yang percaya pada agama di dunia ini amat rapat hubungannya
dengan kepercayaan tersebut.
Kedua, unsur kepercayaan bahwa kebahagiaan dan kesejahteraan dan
kebahagiaan yang dicari akan hilang pula. Hubungan baik ini selanjutnya
diwujudkan dalam bentuk peribadatan, selalu mengingatnya, melaksanakan segala
perintah- Nya, dan menjauhi larangan-Nya.
Ketiga, unsur respon yang bersifat emosional dari manusia. Respon tersebut
dapat mengambil bentuk rasa takut, seperti yang terdapat pada agama primitif, atau
perasaan cinta seperti yang terdapat pada agama-agama monoteisme. Selanjutnya
respon tersebut mengambil bentuk dan cara hidup tertentu bagi masyarakat yang
bersangkutan.
Keempat, unsur paham adanya yang kudus sacred dan suci, dalam bentuk
kekuatan gaib, dalam bentuk kitab suci yang mengandung ajaran-ajaran agama
yang bersangkutan, tempat- tempat tertentu, peralatan untuk menyelenggarakan
upacara, dan sebagainya.

8
Berdasarkan uraian tersebut kita dapat mengambil suatu kesimpulan bahwa
agama adalah ajaran yang berasal dari Tuhan atau hasil renungan manusia yang
terkandung dalam kitab suci yang turun menurun diwariskan oleh suatu generasi ke
generasi dengan tujuan untuk memberi tuntunan dan pedoman hidup bagi manusia
agar mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat, yang di dalamnya mencakup unsur
kepercayaan kepada kekuatan gaib yang selanjutnya menimbulkan respon
emosional dan keyakinan bahwa kebahagiaan hidup tersebut bergantung pada
adanya hubungan yang baik dengan kekuatan gaib tersebut.

Definisi Politik
Dilihat dari sisi etimologi, kata politik berasal dari bahasa Yunani, yakni
polis yang berarti kota yang berstatus negara kota city state. Dalam negara- kota di
zaman Yunani, orang saling berinteraksi guna mencapai kesejahteraan (kebaikan,
menurut Aristoteles) dalam hidupnya.
Politik yang berkembang di Yunani kala itu dapat ditafsirkan sebagai suatu
proses interaksi antara individu dengan individu lainnya demi mencapai kebaikan
bersama.
Miriam Budiardjo menyampaikan bahwa politik merupakan bermacam
kegiatan dalam suatu sistem politik yang menyangkut proses menentukan tujuan
dari sistem itu dan melaksanakan tujuan-tujuan tersebut.
Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan pengertian politik adalah
segala urusan yang menyangkut negara atau pemerintahan melalui suatu sistem
politik yang menyangkut penentuan tujuan dari sistem tersebut dan cara mencapai
tujuan tersebut.

Tujuan Politik
Sebagai suatu kegiatan dalam sistem politik maka politik sendiri memiliki
beberapa tujuan. Tujuan politik yang ada di Indonesia dan secara umum dapat
dilihat sebagai berikut:
• Adanya suatu politik memiliki tujuan agar kekuasaan yang ada di
masyarakat maupun pemerintah diperoleh, dikelola, dan diterapkan sesuai
dengan norma hukum.

9
• adanya politik dapat menciptakan kekuasaan di masyarakat maupun
pemerintah yang demokratis.
• Adanya politik dapat membantu terselenggaranya kekuasaan
pemerintah dan masyarakat yang mengacu pada prinsip Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
• Politik bertujuan mensejahterakan seluruh masyarakat Indonesia.
• Melindungi hak-hak semua warga negara Indonesia dan menjamin
terlaksananya kewajiban-kewajiban warga negara.
• Menjaga keamanan dan perdamaian negara.
• Menjaga kehidupan sosial yang seimbang untuk kemajuan bangsa.

Sistem Politik
Sistem politik menurut David Easton terdiri dari sejumlah lembaga-
lembaga dan aktivitas-aktivitas politik dalam masyarakat yang berfungsi mengubah
tuntutan-tuntutan demands, dukungan-dukungan supports dan sumber-sumber
resources menjadi keputusan-keputusan atau kebijakan- kebijakan yang bersifat
otoritatif (sah dan mengikat) bagi seluruh anggota masyarakat. Dari definisi
tersebut, sistem politik mencerminkan sebagai suatu kumpulan aktivitas dari
masyarakat politik untuk membuat suatu keputusan politik.
Adapun untuk memahami sistem politik, menurut Easton ada empat ciri atau
atribut yang perlu diperhatikan, diantaranya yaitu:
1. Unit-unit dan Batasan-batasan Suatu Sistem Politik
Di dalam kerangka kerja suatu sistem politik, terdapat unit-unit yang satu
sama lain saling berkaitan dan saling bekerja sama untuk menggerakkan roda sistem
politik. Unit-unit ini adalah lembaga- lembaga yang sifatnya otoritatif untuk
menjalankan sistem politik seperti legislatif, eksekutif, yudikatif, partai politik,
lembaga masyarakat sipil, dan sejenisnya. Unit-unit ini bekerja di dalam batasan
sistem politik, misalnya cakupan wilayah negara atau hukum, wilayah tugas, dan
sebagainya.
2. Input-output
Input merupakan masukan dari masyarakat ke dalam sistem politik. Input
yang masuk dari masyarakat ke dalam sistem politik berupa tuntutan dan dukungan.
Tuntutan secara sederhana dijelaskan sebagai seperangkat kepentingan yang belum

10
dialokasikan secara merata oleh sistem politik kepada sekelompok masyarakat yang
ada di dalam cakupan sistem politik. Di sisi lain, dukungan merupakan upaya dari
masyarakat untuk mendukung keberadaan sistem politik agar terus berjalan. Output
adalah hasil kerja sistem politik yang berasal baik dari tuntutan maupun dukungan
masyarakat. Output terbagi menjadi dua, yaitu keputusan dan tindakan yang
biasanya dilakukan pemerintah.
Keputusan adalah pemilihan satu atau beberapa pilihan tindakan sesuai
tuntutan dan dukungan yang masuk. Sementara itu, tindakan adalah implementasi
konkret pemerintah atas keputusan yang dibuat.
3. Diferensiasi dalam Sistem
Sistem yang baik haruslah memiliki diferensiasi (pembedaan atau
pemisahan) kerja. Di masa modern adalah tidak mungkin satu lembaga dapat
menyelesaikan seluruh masalah. Misalkan saja dalam pembuatan undang-undang
pemilihan umum di Indonesia, tidak bisa cukup Komisi Pemilihan Umum saja yang
merancang kemudian mengesahkan DPR. Tetapi, KPU. lembaga kepresidenan,
partai politik dan masyarakat umum dilibatkan dalam pembuatan undang-
undangnya. Meskipun bertujuan sama, yaitu memproduksi undang-undang,
lembaga-lembaga tersebut memiliki perbedaan di dalam dan fungsi pekerjaannya.
4. Integrasi dalam Sistem
Meskipun dikehendaki agar memiliki diferensiasi (pembedaan atau
pemisahan), suatu sistem tetap harus memerhatikan aspek integrasi. Integrasi
adalah keterpaduan kerja antar unit yang berbeda untuk mencapai tujuan bersama.
Ada beberapa sistem politik secara umum digunakan dan yang dikenal di
Indonesia. Berikut ini beberapa macam sistem politik:
1. Sistem Politik Liberalisme
2. Sistem Politik Fasisme
3. Sistem Politik Komunisme
4. Sistem Politik Monarki
5. Sistem Politik Totaliteralism
6. Sistem Politik Oligarki
7. Sistem Politik Demokrasi

Perilaku Politik

11
Perilaku politik dapat disimpulkan sebagai bentuk respon masyarakat atas
sistem politik yang ada dalam suatu negara. Berikut ini beberapa sikap perilaku
politik:
1. Radikal
Sering kali kita mengenal kata radikal, namun untuk sikap perilaku radikal
politik sendiri berarti perilaku yang mencerminkan ketidakpuasan terhadap keadaan
yang ada dan ingin adanya perubahan secara cepat dan mendasar.
Kebanyakan masyarakat yang memiliki perilaku radikal akan cenderung
kuat pendirian dan tidak mudah diajak kompromi. Perilaku radikal dapat
menyebabkan adanya perselisihan hingga kerusuhan apabila tidak ditindak dengan
cermat dan hati-hati, sebab kelompok radikal cenderung tidak mengindahkan orang
lain dan semaunya sendiri.
2. Liberal
Perilaku politik satu ini mengindikasikan suatu masyarakat yang berpikiran
bebas dan maju. Perilaku liberal dicerminkan dengan masyarakat yang ingin adanya
suatu perubahan secara cepat dan progresif. Perubahan yang diinginkan yaitu untuk
mencapai tujuan diinginkan dengan dasar hukum yang legal dan kuat.
3. Konservatif
Perilaku konservatif adalah suatu cerminan perilaku yang menunjukkan
kepuasan dengan keadaan politik yang ada. Perilaku konservatif cenderung
berusaha untuk bertahan terhadap perubahan yang terjadi.
4. Moderat
Kelompok perilaku politik moderat mengindikasikan suatu kelompok yang
merasa sudah cukup puas dengan keadaan politik yang ada. Perilaku ini
mencerminkan masyarakat yang mampu berpikiran maju, namun belum dapat
menerima perubahan secara cepat seperti yang ada pada perilaku radikal.
5. Status Quo
Perilaku politik status quo yaitu perilaku masyarakat yang merasa sudah
cukup puas dengan kondisi politik yang ada. Perilaku ini berusaha mempertahankan
keadaan yang sudah ada tanpa ada perubahan.

2.2 Hubungan Agama Dan Politik

12
Dalam Al-Husman Hubungan agama dan politik menurut Al-Ghazali
mengibaratkan Agama dan politik seperti dua anak kembar. Agama merupakan
pondasi sedangkan politik merupakan penjaganya. Segala hal tanpa pondasi akan
gampang jatuh atau runtuh dan segala hal tanpa penjaga akan mudah hilang. Politik
merupakan suatu ikatan ketertiban Dunia dan ketertiban Agama. Maka dari itu
Dunia dan Agama terdapat ikatan yang kuat bagi tegaknya kewibawaan dan
kedaulatan Negara melalui pemimpin Negara yang patuh serta mampu melindungi
kepentingan dan kesejahteraan rakyatnya, baik di dunia maupun di akhirat.
Kajian tentang hubungan agama dan politik seolah tak pernah berakhir.
Karena memang dua-duanya yaitu agama dan politik adalah bagian dari instrument
penting kehidupan manusia. Secara naluriah manusia pasti memiliki agama dan
agama itu mempengaruhi kehidupan individu dan sosialnya. Begitu juga manusia
adalah zoon politikon atau binatang yang berpolitik kata Aristoteles..
Berbicara mengenai relasi agama dan politik, kedua entitas tersebut
memiliki proses tarik menarik kepentingan. Agama memiliki peran strategis dalam
mengkonstruksi dan memberikan kerangka nilai serta norma dalam membangun
struktur negara dan pendisiplinan masyarakat. Negara menggunakan agama sebagai
legitimasi dogmatik untuk mengikat warga negara agar mematuhi aturan-aturan
yang ada. Adanya hubungan timbal balik itulah yang kemudian menimbulkan
hubungan saling mendominasi antar kedua entitas tersebut. Negara yang
didominasi unsur kekuatan agama yang terlalu kuat hanya akan melahirkan negara
teokrasi yang cenderung melahirkan adanya hipokrisi moral maupun etika yang
ditunjukkan para pemuka agama. Kondisi tersebut terjadi karena adanya
pencampuradukan unsur teologis dan materialis secara konservatif. Adapun negara
yang mendominasi relasi agama justru menciptakan negara sekuler yakni persoalan
agama kemudian termarjinalkan dan tereduksikan dalam pengaruh kehidupan
berbangsa dan bernegara, keduanya harus seimbang.
Isu tentang relasi agama dan politik merupakan isu tua dalam sejarah
manusia modern, keduanya pun senantiasa memantik polemik ihwal posisi agama
dalam arena politik yang setidaknya, melibatkan dua kelompok yang secara
diametris berlawanan. Satu pihak mengampanyekan agar agama dilibatkan dalam
setiap pertimbangan politik. Gagasan ini dikenal sebagai teokrasi, pemerintahan

13
berbasis agama. Konsekuensinya, agama menjadi payung tertinggi dalam setiap
kebijakan politik. Disisi lain, ada pihak yang justru menolak campur tangan agama
dalam urusan politik. Agama harus ditepikan dari diskursus publik dan dimengerti
sebagai perkara privat yang hanya menyangkut kepentingan individu per individu.
Agama tidak lebih dari urusan ritual yang menggambarkan dependensi manusia
Didalam perpolitikan Indonesia, isu ini turut mewarnai perjalanan sejarah bangsa.
Sejak awal pembentukannya, hingga saat ini. Dulu ketika pembuatan piagam
jakarta, poin pertama yang semula berisi “ketuhanan dengan menjalankan syariat-
syariat islam bagi para pemeluknya” diganti menjadi “Ketuhanan yang maha esa”.
Perubahan ini terjadi setelah para tokoh berdiskusi dan sebagai upaya agar tidak
terjadi perpecahan diantara warga negara lainnya. Kemudian kasus penistaan
agama yang dilakukan oleh Basuki Tjahaja Purnama atau ahok selaku mantan
gubernur DKI Jakarta, dalam sebuah pernyataannya, dia mengatakan bahwa
“jangan sampai kaum muslimin terpengaruh oleh isi Surat Al-Maidah Ayat 51 yang
menerangkan tentang haramnya orang muslim memilih pemimpin nonmuslim”.
Hal ini yang kemudian menjadi polemik panjang dan dijadikan senjata bagi
lawan-lawan politik Ahok untuk menjatuhkannya. Ahok dianggap telah melakukan
penistaan agama, telah menghina teks agama yang suci dan lain sebagainya. Pro
dan kontra terus bergulir mulai dari tokoh agama hingga akademisi saling berbalas
dan membela kepentingannya. Dari kasus ini saja kita bisa melihat, bahwa agama
selalu menjadi komoditas politik. Antara agama dan politik mempunyai
kepentingan masing-masing. Politik membutuhkan agama sebagai alat
legitimasinya, dan agama membutuhkan politik sebagai alat penyebarannya
sehingga hubungan agama dan politik adalah simbiotik. Seperti manuver politik
yang dilakukan oleh Joko Widodo ketika pemilu 2019, sebuah hal yang bisa
dibilang sangat menarik, mengingat saat itu Jokowi selaku capres belum
menentukan pasangan yang akan mendampinginya dalam kontestasi politik
terbesar di Indonesia. Ketika Jokowi mengumumkan pasangan yang akan
mendampinginya dalam pemilu 2019, masyarakat sontak terkejut. Nama Ma’ruf
Amin terpampang jelas, tentu saja ini merupakan manuver yang tidak diduga
sebelumnya, Ma’ruf amin yang merupakan tokoh ulama terkenal menjadi pasangan
dari Joko Widodo. Berkat manuvernya tersebut, pasangan Jokowi dan Ma’ruf Amin

14
berhasil memenangkan pemilu 2019. Jokowi-Ma’ruf memperoleh banyak suara,
khususnya dari kelompok muslim yang tertarik karena salah satu paslon tersebut
merupakan tokoh ulama terkenal, sehingga masyarakat umum banyak yang tertarik.
Dari contoh-contoh tersebut kita bisa mengetahui, agama dan politik tidak akan
pernah bisa dipisahkan. Keduanya akan selalu berjalan beriringan dan akan selalu
berdampingan.
Dalam hal ini terdapat 3 pendekatan tentang hubungan Agama dan Politik:
Pertama. Pemikiran Integralistik, dimana tujuannya membentuk Negara Islam di
Negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Kedua. Pemikiran
Sekuleristik, dimana kelompok ini sangat menekankan pemisahan antara Agama
dan Politik. Ketiga. Pemikiran Simbiotik, dimana dalam pemikiran ini hubungan
Agama dan Negara sangat berkaitan dan ada timbal balik yang saling memerlukan
antara keduanya.

2.3 Gerakan Islam


Gerakan Islam merupakan aktivitas masyarakat secara jama'i dan
terorganisir untuk mengembalikan Islam pada kepemimpinan masyarakat,
mengarahkan kehidupan pada semua bidangnya, dengan perintah dan larangan Nya,
ketetapan-ketetapan dan anjuran-anjuran-Nya. Gerakan Islam, sesuatunya adalah
aktifitas, upaya terus menerus dan berkelanjutan, bukan hanya berbicara yang
diucapkan, segala bicara yang disampaikan, ceramah-ceramah yang diagendakan,
buku-buku yang dikarang, atau makalah-makalah yang diterbitkan, meskipun itu
semua sangat dibutuhkan. Akan tetapi itu hanya merupakan bagian dari aktifitas,
bukan gerakan itu sendiri.
Sebagian besar gerakan-gerakan Islam, baik yang liberal maupun revivalis
menganggap Islam sebagai agama yang bersifat integratif, kaffah, dan menyatu
dengan segala aspek kehidupan. Kelompok revivalis mempertahankan model
keberagaman lama dengan mengukuhkan doktrin doktrin klasik Islam sebagai suatu
kebenaran autentik. Oleh karena itu, kegiatan politik harus menjadi kegiatan
integral dari kehidupannya yang utuh. Mengherankan kalau ada muslim yang
menjauhi, apalagi membenci, kegiatan tertentu yang menentukan arah kehidupan
dan nasibnya, misalnya menjauhi kehidupan ekonomi dan politik. Kehidupan dunia
harus direbut dan dikendalikan agar sesuai dengan ajaran ajaran tuhan

15
Kecenderungan umum gerakan Islam yang menempuh strategi integrasi
dengan politik mengindikasikan adanya nilai-nilai atau ideologi yang mewarnai
corak tampilannya, khususnya dalam mengonstruksi tatanan sosial yang seba
dengan prinsip prinsip ideologisnya. Keyakinan bahwa ideologi gerakan Islam
mencakup beberapa bentuk berikut pertama, proses pembauran memerlukan
napak-tilas atas revolusi atau reformasi Islam pertama dan paradigmatis yang
dahulu dilakukan oleh Nabi Muhammad kedua, agama adalah bagian integral dari
negara dan masyarakat ketiga, menyimpang dari norma Islam tersebut akan
mengakibatkan perpecahan umat dan kehilangan kejayaannya keempat, hanya
dengan membersihkan perilaku yang tidak islami dan kembali ke jalan lurus
Islamlah, suatu kehidupan yang diatur oleh hukum Islam, bisa memulihkan umat
kepada tempatnya yang benar, yaitu di puncak dan berkuasa kelima, kebanyakan
dari penyebab kemerosotan muslim adalah singkretisme budaya membabi buta
dalam sufisme populer dan taklid; keenam, reformasi atas sufisme harus disertai de
ngan praktik ijtihad ketujuh, pembauran adalah sekaligus tugas pribadi dan jamaah
kedelapan, mukmin sejati, seperti generasi muslim awal, mungkin perlu
memisahkan diri untuk menjaga iman dan membentuk masyarakat atau
persaudaraan yang benar kesembilan, jihad untuk menegaskan kembali posisi hak
Islam dalam masyarakat memerlukan disiplin diri dan, bila diperlukan, dengan
perjuangan bersenjata; kesepuluh, muslim yang menolak jihad tidak bisa lagi
dianggap sebagai muslim tetapi menjadi bagian dari musuh Tuhan. Inilah
kecenderungan umum pandangan kaum revivalis Islam dalam memaknai
bagaimana bentuk perjuangan Islam dan upaya upaya untuk membentuk
masyarakat haruslah dengan cara pandangan mengenai sejarah Islam dan komitmen
pada nilai nilai perjuangan Islam.
Strategi perjuangan gerakan Islam pada awal masa reformasi, khususnya
ketika kekuatan politik resmi sedang ramai melakukan amendemen atas UUD 1945,
sejumlah gerakan Islam mengusung ide dan pemikiran mengenai syariat Islam
untuk dimasukkan dalam amendemen pasal 29 tentang agama. Bagi elite elite
gerakan Islam yang mengusung formalisasi syariat dalam konstitusi tersebut
menganggap momentum amendemen dianggap tepat untuk memperjuang kan
masuknya Piagam Jakarta dalam proses amendemen konstitusi. Gerakan Islam pro

16
syariat Islam tersebut dimanifestasikan oleh Majelis Mujahidin Indonesia (MMI),
Front pembela Islam (FPI), Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Laskar Jihad Ahlul
Sunnah Waljamaah, kemudian pada tingkat lokal muncul Komite Persiapan
Penegakan Syariat Islam (KPPSI) di Sulawesi Selatan dan Aceh berhasil
memperoleh status otonomi khusus dengan keleluasaan menerapkan syariat Islam.
Strategi memasukkan syariat Islam dalam proses amendemen konstitusi dipandang
tepat oleh gerakan Islam tersebut, kendati arus utama mainstream gerakan Islam
Indonesia seperti NU dan Muhammadiyah memberikan alternatif pemikiran
mengenai konteks, ruang, dan waktu untuk memasukkan syariat Islam dalam
konstitusi belum tepat, bila waktunya nanti dipandang tepat dan sesuai, maka
syariat Islam akan dengan mudah dimasukkan dalam konstitusi. Meski argumen ini
bersifat moderat, tetapi sebenarnya pada level elite Muhammadiyah dan NU masing
masing menyatakan ketidaksetujuannya pada formalisasi agama dalam politik.
Sejak kejatuhan Orde Baru, gerakan-gerakan Islam muncul dengan berbagai
model dan tipologi yang secara umum mencerminkan suatu pemahaman yang legal
formal suatu kecenderungan menampilkan Islam yang teks tual sebagaimana yang
dituntunkan oleh syariat Islam doktrin kecenderungan memahami dan
mempraktikkan Islam serba mutlak dan kaku militan yang menunjukkan sikap
keagamaan yang semangat tinggi hingga berhaluan ke ras. Kelompok Islam yang
tumbuh pasca Orde Baru dan mengembangkan corak gerakannya legal-formal,
doktrin dan militan termasuk misalnya Majelis Mujahidin, Hizbut Tahrir, Komite
Persiapan Penegakan Syariat Islam (KPPSI) Sulawesi Selatan, Front Pem bela
Islam (FPI), dan partai partai Islam (PKS, PBB, PPP). Selain itu, tampilan
kelompok di atas, ditemukan corak baru gerakan intelektual Islam yang kontras
dengan agenda dan cita-cita perjuangan kelompok revivalis Islam di atas.
Fenomena gerakan keagamaan Islam dan politik Islam yang ter jadi pasca Orde
Baru dapat dijelaskan dengan melihat ke cenderungan mengusung ide dan cita-cita
politik masing-masing kelompok muslim. Orientasi umum dari kemunculan
gerakan-gerakan Islam baru dalam pentas nasional tidak banyak berbeda dengan
umumnya gerakan Islam yang telah ada sebelumnya, hanya cara bagaimana
gerakan itu dikenal publik, maka isu dan strategi yang digunakan berbeda dengan
gerakan Islam yang ada. Strategi ini ditempuh untuk menghadirkan gagasan-

17
gagasan lama yang dikenal dengan gaya gaya yang baru. Gerakan-gerakan Islam
baru yang muncul pasca kejatuhan Orde Baru sebenarnya tidak berbeda dengan
kecenderungan umum kemunculan gerakan Islam pada periode awal kemerdekaan
hingga dekade 1950-an, kemunculan terakhir ini hanyalah replikasi-replikasi dari
gerakan Islam yang telah ada sebelumnya. Untuk memahami fenomena respon
gerakan politik Islam yang sementara terjadi di Indonesia saat ini, kiranya
klasifikasi bagaimana model artikulasi politik gerakan-gerakan Islam terhadap
perkembangan politik bangsa dan perubahan yang terjadi dalam masyarakat. Model
artikulasi tersebut diperlukan untuk memahami kekhasan aktor aktor baru gerakan
Islam yang ikut serta dalam proses perubahan politik Indonesia dari rezim otoriter
Orde Baru menuju Indonesia yang lebih demokratis. Pemetaan yang akan dilakukan
berikut ini sebagai upaya untuk melihat bentuk yang khas dari masing-masing
tipologi artikulasi kalangan muslim dalam merespons fenomena politik dan
perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat.
Pada dasarnya gerakan Islam bertujuan kepada tegaknya agama Islam di
muka bumi agar kedamaian dan kesejahteraan bagi umat Islam terwujud. Banyak
ideologi atau paham yang melandasi gerakan ini. Ada yang bersifat fillah dan
sabilillah. Fillah adalah gerakan Islam yang berangkat dengan dakwah yang
didasari oleh ilmu. Sedangkan sabilillah adalah gerakan dengan sifat kearah
peperangan. Semua gerakan ini bertujuan sama akan tetapi gerakan ini harus
melihat kapan waktu yang tepat untuk menggunakan cara fillah dan fisabilillah.
Yang terpenting dalam sebuah gerakan Islam adalah gerakan yang di
dalamnya semua Muslim bersatu hati dan pikirannya yang dilandasi dengan sikap
walawal bara. Karena sebuah gerakan Islam tanpa barisan yang kuat akan mudah
dihancurkan dengan gerakan musuh Islam yang memiliki barisan yang rapi. Oleh
karena itu mari perlu adanya menyatukan pola pikir yang islami dan langkah
dakwah Islam yang sesuai dengan metode Rasulullah SAW.

18
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Dengan demikian penyusun dapat menyimpulkan bahwa hubungan Islam
dan Politik itu sangat berkaitan karena telah dijelaskan tentang aturan dan cara-cara
dalam berpolitik yang sesuai tuntunan Al Quran dan Hadits. Oleh karena itu sistem
politik Islam yang melihat dokumen-dokumen dari Al-Qur‟an ini memuat prinsip-
prinsip politik berupa keadilan, musyawarah, toleransi, hak-hak dan kewajiban,
amar ma’ruf dan nahi mungkar, kejujuran, dan penegakan hukum. Jadi dengan
sistem dan peraturan-peraturan hukum yang sesuai dengan Al-Qur‟an sudah pasti
sistem politik Islam lebih baik dibandingkan dengan sistem Politik yang lain.

3.2 SARAN
Dengan uraian di atas kita dapat menyadari bahwa apapun sistem politik
yang di gunakan di setiap Negara akan percuma kalau tidak didasari dengan
kesadaran Iman dan Taqwa kepada Allah oleh setiap pemimpin dan rakyatnya.

19
DAFTAR PUSTAKA

Prof. Dr. Amsal Bakhtiar, M.A, Filsafat Agama (Wisata Pemikiran dan
Kepercayaan Manusia), (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), Cet. Ke-4, p.
2.)
Zainal Arifin Abbas, Perkembangan Pikiran terhadap Agama, (Jakarta:
Pustaka Alhusna, 1984), p. 72
Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, (Jakarta: UI Press, 1979)
jil, 1, p. 9.
Harun Nasution, islam DItinjau dari Berbagai Aspeknya, (Jakarta: Bulan
Bintang, 1979), Jil. I, p. 11
Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: PT
Rajagrafindo Persada, 2012), Cet. Ke-19, p. 14
Abdul Karim Al-Usman, Sirah Al-Ghazali, (Beirut: Dar al-fikr, 1984), h.7
Ali, Nurdin Ahmad. 2019. Agama dan Politik, Bandung:Pusat penelitian
UIN Sunan Gunung Djati Bandung.
Abdul Aziz Thaba. 1996. Islam dan Negara dalam Politik Orde Baru.
Jakarta: Gema Insani Prees.
Rafael, Raga Maran. 2007. Pengantar Sosiologi Politik. Jakarta: PT Rineka
Cipta
Smith, Donald Eugene. 1985. Agama dan Modernisasi Politik. Jakarta: CV
Rajawali
John L. Esposito, Islam Warna Warni. (Jakarta: Paradigma, 2004), hlm.
156
Haedar Nashir, Gerakan Islam Syariah: Reproduksi Salafiyah Ideologis di
Indonesia , (Yogyakarta: Review Disertasi Doktor Sosiologi UGM, 2005), hlm.
69-70
Jurdi Syarifuddin. 2010. Sosiologi Islam & Masyarakat Modern.
Yogyakarta: Prenada Media
Hidayat Imam. 2009. Teori-Teori politik. Malang: Setara press. Hlm 2.
Basri Seta. 2011. Pengantar Ilmu Politik. Jogjakarta: Indie Book Corner.
Hlm 2.

20
Maksudi Iriawan Beddy. 2016. Sistem Politik Indonesia: Pemahaman
Secara Teoritik dan Empirik. Jakarta: Rajawali Pers. Hlm 21-22.
Peter Merkl dalam Budiardjo Miriam. 2007. Dasar-Dasar Ilmu Politik.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Hlm 16

Internet:
Sumber: http://politik.fisip.unair.ac.id/relasi-antara-agama-dan-politik/
Sumber: http://repository.uinbanten.ac.id/1221/4/BAB%20III.pdf
Sumber: https://salamadian.com/pengertian-politik-adalah/

21

Anda mungkin juga menyukai