MAKALAH
SOSIOLOGI AGAMA
Ditujukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Sosiologi Agama
Dosen Pengampu : Dr. Arsyul Munir, Lc, M.A.
Oleh :
Kelompok VII
TASIKMALAYA
2021
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim.
Assalamualaikum Wr.Wb.
Puji syukur kami panjatkan kepada ALLAH SWT atas Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga
kami dapat menyelesaikan tugas ini. Shalawat serta salam marilah senantiasa kita junjungkan
kehadirat Nabi Muhammad SAW.
Makalah yang berjudul “Hubungan antara Agama dan Politik (Negara)” ini disusun untuk
memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keterampilan Dakwah.Secara garis besar makalah ini
berisi tentang hubungan Agama dan Politik di Negara yang tidak akan terpiahkan.
Kami hendak mengucapkan terimakasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam
penyusunan bahan materi ini yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk
menyusun makalah ini.
Makalah ini bukanlah karya yang sempurna karena masih memiliki banyak kekurangan, baik
dalam hal isi maupun sistematika dan teknik penulisannya. Oleh sebab itu, kami dengan
senang hati menerima saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan penyusunan
makalah berikutnya di masa mendatang. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi
kami selaku penyusun khususnya dan umumnya bagi para pembaca dan pengguna makalah
ini. Aamiin.
Alhamdulillaahirrabbil‟alamiin.
Wassalamualaikum wr.wb
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................. i
DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................................... 3
C. Tujuan Perumusan ..................................................................................... . 3
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan ................................................................................................ 12
DAFTAR PUSTAKA
ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Apa arti agama pada zaman modern ini? Menurut para Sosiologi, akibat proses
“sekularisasi”, ikatan-ikatan agama sebagai “institusi‟ akan mengendor, tetapi tetap
berperan dalam pemecahan persoalan-persoalan individual. Tanggapan yang lebih
optimistis bahwa agama akan menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman dan
merumuskan peranannya secara baru sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Pertanyaan
selanjutnya adalah; apakah fungsi sosial agama sudah tidak relevan karena perangkat
hukum, moral masyarakat, undang-undang yang menjamin hak hidup/hak asasi sudah
memadai sehingga menggantikan „moral‟ agama? Lembaga agama tidak lagi menjadi
satusatunya titik referensi bagi segala permasalahan kehidupan. Tetapi lembaga-
lembaga lain (lembaga politik, ekonomi) juga lembaga sains dan teknologi
menyediakan „moralitas‟ tersendiri yang memberi legitimasi pada suatu tindakan.
Sejarah selalu mengabaikan orang yang menjadi korban/yang kalah dan hanya
memperhatikan „orang yang menang‟. Dalam hal itulah agama melibatkan diri.
Agama, dengan mengintroduksi „kekuatan supranatural‟ selalu merupakan negasi
terhadap segala kemacetan ideologi, keputusasaan, jalan buntu yang diakibatkan oleh
sistem sosial. Agama dapat diibaratkan sebagai sumber energi yang tidak habis-
habisnya ditimba umat manusia untuk memperoleh kekuatan baru dalam mengejar apa
yang disebut sebagai kebenaran. Kebenaran adalah „panggilan‟ Tuhan agar manusia
hidup dalam keutuhannya.
Agama dapat didefinisikan sebagai suatu realisasi sosio-individu yang hidup
(dalam ajaran, tingkah laku, ritus/upacara keagamaan dari suatu relasi dengan yang
melampaui kodrat manusia (Yang Kudus) dan dunianya dan berlangsung lewat tradisi
manusia dan dalam masyarakatnya.1 Realisasi sosio-individu yang hidup ini
menciptakan suatu sistem yang mengatur makna atau nilai-nilai dalam kehidupan
manusia yang digunakan sebagai kerangka acuan bagi seluruh realitas. Sementara itu,
istilah politik dimaksudkan seperangkat makna atau nilai-nilai serta pilihan-
pilihaNYA, yang diambil dari dalam masyarakat untuk membenarkan fungsi tatanan
masyarakat yang berlaku. Nilai-nilai dan pilihan-pilihan itu terjadi bila dalam
1
2
a. Definisi Frazer, Agama adalah mencari keredaan atau kekuatan yang tinggi dari
pada manusia, yaitu kekuasaan yang disangka oleh manusia dapat mengendalikan,
menahan/menekan kelancaran alam dan kehidupan manusia.
b. Definisi James Martineau, Agama adalah kepercayaan kepada yang hidup abadi,
dimana diakui bahwa dengan pikiran dan kemauan Tuhan, alam ini diatur dan
kelakuan manusia diperkuat.
c. Definisi Mattegart, Agama adalah suatu keadaan jiwa, atau lebih tepat keadaan
emosi yang didasarkan kepercayaan keserasian diri kita dengan alam semesta.
d. Thouless memandang, bahwa ketiga definisi tersebut adalah dalam pandangan ilmu
jiwa umum, karena perasaan itu dapat dibagi atas 3 segi yakni tanggapan, emosi, dan
dorongan. Ketiga macam itu dipilih oleh Thouless, karena menurut pendapatnya
bahwa ketiga - tiganya merupakan tiga segi dari agama, yaitu:
a. Yang pertama melukiskan cara/kelakuan.
b. Yang kedua adalah keyakinan/pendapat akal.
c. Yang ketiga adalah alat-alat, perasaan dan emosi.
Maka dari setiap definisi tentang agama, harus mengandung unsur-unsur tersebut
dan definisi yang dipandangnya lebih cocok jalah sebagai berikut: “Agama adalah
proses hubungan manusia yang dirasakan terhadap sesuatu yang diyakininya, bahwa
sesuatu itu lebih tinggi dari pada manusia”. Sedangkan menurut pandangan sosiologi,
Emile Durkheim mengemukakan makna agama, bahwa adanya perbedaan yang sakral
dan yang -profan serta terangkatnya beberapa aspek kehidupan sosial ke level yang -
sakral memang merupakan syarat mutlak bagi keberadaan agama. Yang —sakral
tercipta melalui ritualritual yang mengubah kekuatan moral masyarakat menjadi
simbolsimbol religius yang mengikat individu dalam suatu kelompok.
Syarat-syarat lain dari agama adalah kepercayaan, ritual agama dan gereja (tempat
ibadah). Sedangkan definisi agama menurutnya adalah: “kesatuan sistem kepercayaan
dan praktik yang menyatu dalam sebuah komunitas moral tunggal yang dinamai
Gereja, semua melekat padanya”
Definisi agama menurut sosiologi adalah definisi empiris. Agama dipandang
sebagai suatu institusi yang lain yang mengemban tugas atau fungsi agar masyarakat
berfungsi dengan baik, baik dalam lingkup local, regional, nasional, maupun mondia
maka dalam tinjauannya, yang dipentingkan ialah daya guna, dan pengaruh agama
6
terhadap masyarakat, sehingga berkat eksistensi dan fungsi agama cita-cita masyarakat
(akan keadilan dan kedamaian, dan akan kesejahteraan jasmani dan rohani).
Dilihat dari sudut kategori pemahaman manusia, agama memiliki dua segi yang
membedakan dalam perwujudannya, yaitu:
a. Segi kejiwaan (psychological state), yaitu suatu kondisi subjek atau kondisi dalam
jiwa manusia, berkenaan dengan apa yang dirasakan oleh penganut agama.
Kondisi inilah yang disebut dengan kondisi agama, yaitu kondisi patuh dan taat
kepada yang disembah. Kondisi itu hampir sama dengan konsep religious emotion
dari Emile Durhkeim. Emosi keagamaan seperti itu merupakan gejala individual
yang dimiliki oleh setiap penganut agama yang membuat dirinya merasa sebagai
“mahluk Tuhan”.
b. Segi objektif (objective state), segi luar yang disebut juga kejadian objektif,
dimensi empiris dari agama. Keadaan ini muncul ketika agama dinyatakan oleh
penganutnya dalam berbagai ekspresi, baik ekspresi teologis, ritual, maupun
persekutuan. Segi objektif ini lah yang bisa dipelajari apa adanya, dan dengan
demikian bisa dipelajari dengan metode ilmu sosial Segi kedua ini mencakup adat
istiadat, upacara keagamaan, bangunan, tempat-tempat peribadatan, cerita yang
dikisahkan, kepercayaan, dan prinsipprinsip yang dianut oleh suatu masyarakat.
Meskipun agama berkaitan dengan berbagai keharusan, ketundukan, dan
kepatuhan tetapi tidak setiap ketaatan itu bisa disebut dengan agama: bergantung
pada siapa ketaatan itu diperuntukkan dan atas dasar motivasi apa ketaatan itu
dilaksanakan. Berdasarkan hasil studi para ahli sosiologi dapat diketahui bahwa
agama merupakan suatu pandangan hidup yang harus diterapkan dalam kehidupan
individu maupun kelompok.
2. Pengertian Politik
Politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam
masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya
dalam negara. Pengertian ini merupakan upaya penggabungan antara berbagai
definisi yang berbeda mengenai hakikat politik yang dikenal dalam ilmu politik.
Politik adalah seni dan mu untuk meraih kekuasaan secara konstitusional maupun
nonkonstitusional. Di samping itu politik juga dapat ditilik dari sudut pandang
berbeda, yaitu antara lain:
7
a. politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan
bersama (teori klasik Aristoteles)
b. politik adalah hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan
Negara
c. politik merupakan kegiatan yang diarahkan untuk mendapatkan dan
mempertahankan kekuasaan di masyarakat
d. politik adalah segala sesuatu tentang proses perumusan dan pelaksanaan
kebijakan public.
Pada umumnya apa yang disebutkan diatas berkaitan dengan bermacam
macam kegiatan dalam suatu negara, yang menyangkut proses penentuan dan
pelaksanaan tujuan-tujuan. Untuk melaksanakan tujuan, perlu ditentukan
kebijaksanaan umum yang menyangkut pengaturan dan pembagian atau alokasi
sumbersumber dan berbagai sumber daya yang ada. Untuk itu diperlukan
kekuatan dan kewenangan. Politik selalu menyangkut tujuan publik, tujuan
masyarakat sebagai keseluruhan dan bukan tujuan pribadi seseorang.
Dalam konteks memahami politik perlu dipahami beberapa kunci, antara lain:
kekuasaan politik, legitimasi, sistem politik, perilaku politik, partisipasi politik,
proses politik, dan juga tidak kalah pentingnya untuk mengetahui seluk beluk
tentang partai politik. Politik itu menyangkut kegiatan berbagai kelompok
termasuk kegiatan partai politik dan kegiatan individu demi kepentingan bersama.
B. Hubungan Agama dan Politik
Dalam konsepsi sebagian besar masyarakat Indonesia, kehidupan politik juga
seharusnya dilandasi oleh nilai-nilai agama.Konsepsi ini agak berbeda dengan politik
di negara Barat yang memisahkan secara tegas antara politik dan agama.Politik dan
posisi-posisi politik harus dipisahkan secara tegas dengan agama.Konsepsi ini
menghendaki agar pemimpin agama tidak terlibat dalam politik praktis.
Mengkaji masyarakat Islam di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari faktor negara
atau politik. Sejarah telah membuktikan bahwa Islam merupakan faktor berpengaruh
terhadap politik. Ada dua alasan mengapa hal ini terjadi. Pertama, karena secara
kuantitas umat Islam di Indonesia merupakan mayoritas. Kedua, karena adanya
pemikiran dalam umat Islam sendiri bahwa memang Islam dan politik tidak dapat
dipisahkan. Deliar Noer termasuk orang yang berpandangan bahwa Islam mempunyai
8
konsep negara dan Islam dengan politik tidak dapat dipisahkan. Menurut Deliar Noer,
sebagai sebuah konsep (bukan nama) negara Islam dilandasi oleh:
1. Al-Guran dan Sunnah Rasul sebagai pegangan hidup bernegara,
2. Hukum harus dijalankan,
3. Prinsip Syura (Musyawarah) dijalankan,
4. Kebebasan diberikan tempat,
5. Toleransi antar agama.
Kebijakan keagamaan di Indonesia telah menempuh jalan yang panjang. Hingga tahun
1960an, persoalan keagamaan yang beraneka ragam di tanah air belum banyak
tersentuh. Pemerintah sejak lama memandang keanekaragaman agama ini sebagai
potensi penghambat pembangunan Indonesia yang satu dan kuat. Kementerian agama
yang di bentuk pada tahun 1946 memiliki tugas yang eksplisit antara lain mengawasi
kegiatan keagamaan dan aliranaliran/paham-paham, melakukan bimbingan dan
pembinaan terhadap gerakan mistik agar kembali ke agama induk dan mengharuskan
mereka untuk menegakkan hukum dan peribadatan agama khususnya Islam.
Tugas-tugas ini menunjukan bahwa negara mulai menerapkan pemikiran
sistemik secara lebih tegas. Selain itu, tugas pokok lain adalah membimbing dan
membina masyarakat penganut agama resmi seperti Islam, Kristen Prostetan, Katolik,
Hindu dan Budha.
Pemerintah sendiri membuat definisi agama resmi yang diakui pemerintah
sebagai sistem keyakinan kepada Tuhan yang memiliki kitab suci, nabi-nabi dan
ajaran-ajaran. Dalam hal kebijakan keagamaan ini paling tidak pemerintah melakukan
tiga hal. Pertama, membina umat yang sudah beragama di seluruh pelosok, Kedua,
Memberagamakan — warga masyarakat yang dianggap belum beragama, Ketiga,
Pemerintah memerankan diri sebagai wasit sekaligus pemain dalam hubungan
antarumat beragama. Dari sudut pandang intrinsik, maka secara sederhana agama
adalah keyakinan akan entitas spiritual. Jika kita menggunakan definisi yang lebih
kompleks. maka agama adalah suatu sistem simbol yang bekerja memantapkan
suasana jiwa dan motivasi yang kuat, mendalam dan bertahan lama pada diri manusia
dengan memformulasikan konsepsikonsepsi keteraturan umum mengenai keberadaan
dan menyelimuti Konsepsi-konsepsi ini dengan suatu aura faktualitas sehingga
suasana jiwa dan motivasi tersebut seolah-olah secara unik nyata ada.
9
aktifitas manusia, tidak terkecuali politik, harus dijiwai oleh ajaran-ajaran agama,
kedua, disebabkan oleh fakta bahwa kegiatan manusia yang paling banyak
membutuhkan legitimasi adalah bidang politik, dan hanya agamalah yang dipercayai
mampu memberikan legitimasi yang paling meyakinkan karena sifat dan sumbernya
yang transcendent.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil pembahasan tentang Hubungan agama dan politik pada mata kuliah
sosiologi Agama maka dapat disimpulkan:
1. Agama adalah suatu ciri kehidupan sosial manusia yang universal dalam arti
bahwa semua masyarakat mempunyai cara-cara berpikir dan pola-pola perilaku yang
memenuhi syarat untuk disebut “agama” (religious). Banyak dari apa yang berjudul
agama termasuk dalam suprastruktur: agama terdiri dari tipe-tipe simbol, citra,
kepercayaan, dan nilai-nilai spesifik dengan mana makhluk manusia
menginterpretasikan eksistensi mereka.
2. Politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat
yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara.
Pengertian ini merupakan upaya penggabungan antara berbagai definisi yang berbeda
mengenai hakikat politik yang dikenal dalam ilmu politik.
3. Hubungan politik dengan agama tidak dapat dipisahkan. Dapat dikatakan bahwa
politik berbuah dari hasil pemikiran agama agar tercipta kehidupan yang harmonis dan
tentram dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal ini disebabkan, pertama, oleh
sikap dan keyakinan bahwa seluruh aktifitas manusia, tidak terkecuali politik, harus
dijiwai oleh ajaran-ajaran agama, kedua, disebabkan oleh fakta bahwa kegiatan
manusia yang paling banyak membutuhkan legitimasi adalah bidang politik, dan
hanya agamalah yang dipercayai mampu memberikan legitimasi yang paling
meyakinkan karena sifat dan sumbernya yang transcendent.
12
DAFTAR PUSTAKA
http://ahsinrifqy.blogspot.com/2016/07/agama-dan-poltik.html?m=1
http://pustaka.unpad.ac.id.