Anda di halaman 1dari 17

HUBUNGAN ANTARA AGAMA DAN POLITIK (NEGARA)

MAKALAH
SOSIOLOGI AGAMA
Ditujukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Sosiologi Agama
Dosen Pengampu : Dr. Arsyul Munir, Lc, M.A.

Oleh :

Kelompok VII

1. Ayu Nuraeni Yusna (1801048)


2. Faiz Aisyi (1801131)
3. Maya Febrianti (1801178)
4. Neng Lina Rahmawati (1801171)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM ( STAI )

TASIKMALAYA

2021
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim.
Assalamualaikum Wr.Wb.

Puji syukur kami panjatkan kepada ALLAH SWT atas Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga
kami dapat menyelesaikan tugas ini. Shalawat serta salam marilah senantiasa kita junjungkan
kehadirat Nabi Muhammad SAW.

Makalah yang berjudul “Hubungan antara Agama dan Politik (Negara)” ini disusun untuk
memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keterampilan Dakwah.Secara garis besar makalah ini
berisi tentang hubungan Agama dan Politik di Negara yang tidak akan terpiahkan.

Kami hendak mengucapkan terimakasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam
penyusunan bahan materi ini yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk
menyusun makalah ini.

Makalah ini bukanlah karya yang sempurna karena masih memiliki banyak kekurangan, baik
dalam hal isi maupun sistematika dan teknik penulisannya. Oleh sebab itu, kami dengan
senang hati menerima saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan penyusunan
makalah berikutnya di masa mendatang. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi
kami selaku penyusun khususnya dan umumnya bagi para pembaca dan pengguna makalah
ini. Aamiin.

Alhamdulillaahirrabbil‟alamiin.

Wassalamualaikum wr.wb

Tasikmalaya, Desember 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................. i
DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................................... 3
C. Tujuan Perumusan ..................................................................................... . 3
BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Agama dan Politik ..................................................................... 4


1. Pengertian Agama .................................................................................. 4
2. Pengertian Politik................................................................................... 6
B. Hubungan Agama dan Politik ...................................................................... 7

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................................ 12

DAFTAR PUSTAKA

ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Apa arti agama pada zaman modern ini? Menurut para Sosiologi, akibat proses
“sekularisasi”, ikatan-ikatan agama sebagai “institusi‟ akan mengendor, tetapi tetap
berperan dalam pemecahan persoalan-persoalan individual. Tanggapan yang lebih
optimistis bahwa agama akan menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman dan
merumuskan peranannya secara baru sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Pertanyaan
selanjutnya adalah; apakah fungsi sosial agama sudah tidak relevan karena perangkat
hukum, moral masyarakat, undang-undang yang menjamin hak hidup/hak asasi sudah
memadai sehingga menggantikan „moral‟ agama? Lembaga agama tidak lagi menjadi
satusatunya titik referensi bagi segala permasalahan kehidupan. Tetapi lembaga-
lembaga lain (lembaga politik, ekonomi) juga lembaga sains dan teknologi
menyediakan „moralitas‟ tersendiri yang memberi legitimasi pada suatu tindakan.
Sejarah selalu mengabaikan orang yang menjadi korban/yang kalah dan hanya
memperhatikan „orang yang menang‟. Dalam hal itulah agama melibatkan diri.
Agama, dengan mengintroduksi „kekuatan supranatural‟ selalu merupakan negasi
terhadap segala kemacetan ideologi, keputusasaan, jalan buntu yang diakibatkan oleh
sistem sosial. Agama dapat diibaratkan sebagai sumber energi yang tidak habis-
habisnya ditimba umat manusia untuk memperoleh kekuatan baru dalam mengejar apa
yang disebut sebagai kebenaran. Kebenaran adalah „panggilan‟ Tuhan agar manusia
hidup dalam keutuhannya.
Agama dapat didefinisikan sebagai suatu realisasi sosio-individu yang hidup
(dalam ajaran, tingkah laku, ritus/upacara keagamaan dari suatu relasi dengan yang
melampaui kodrat manusia (Yang Kudus) dan dunianya dan berlangsung lewat tradisi
manusia dan dalam masyarakatnya.1 Realisasi sosio-individu yang hidup ini
menciptakan suatu sistem yang mengatur makna atau nilai-nilai dalam kehidupan
manusia yang digunakan sebagai kerangka acuan bagi seluruh realitas. Sementara itu,
istilah politik dimaksudkan seperangkat makna atau nilai-nilai serta pilihan-
pilihaNYA, yang diambil dari dalam masyarakat untuk membenarkan fungsi tatanan
masyarakat yang berlaku. Nilai-nilai dan pilihan-pilihan itu terjadi bila dalam

1
2

masyarakat terdapat ideologi dan hubungan kekuasaan yang menjamin efektivitasnya.


Sedangkan ideologi dapat diartikan sebagai bentuk imajinasi sosial yang menerangkan
eksistensi suatu masyarakat, cita-cita yang hendak diwujudkan serta mendorong ke
arah tindakan (praksis).2 Fungsi ideologi telah memberi legitimasi tindakan-tindakan
serta pilihan-pilihan dalam tatanan masyarakat, karena dalam setiap ideologi
terkandung tiga komponen yang saling berkaitan, yaitu nilainilai, kepentingan-
kepentingan dan pilihan-pilihan. Pilihan dapat diubah menjadi kepentingan dan
kepentingan dapat menjadi nilai. Pilihan dapat juga ditingkatkan pada status nilai
untuk mencapai kepentingan. Baik agama maupun politik merupakan lembaga
masyarakat yang menghasilkan nilai-nilai tertentu. Nilai agama yang diyakini
bersumber dari Yang Kudus dijadikan kerangka acuan seluruh realitas (dunia maupun
akhirat); sedangkan nilai-nilai dalam politik sebagai kerangka acuan untuk
memfungsikan tatanan masyarakat. Nilai-nilai politik ini tidak dapat dipisahkan dari
ideologi yang menjadi sumber nilai dan cita-cita yang diaktualisasikan oleh lembaga-
lembaga politik (partai, ormas). Oleh karena itu membicarakan hubungan antara
agama dan politik sebagai sistem sosial selalu berkaitan dengan ideologi. Di
kebanyakan negara dunia ketiga, agama terlibat dengan ideologi pembangunan negara
lewat pengejaran ketinggalan dalam iptek dan industrialisasi. Atas nama kepentingan
umum/negara, pembangunan ekonomi di beri prioritas utama. Pembangunan politik
(demokratisasi) diharapkan akan terwujud searah dengan naiknya keadaan
perekonomian. Sementara itu kebijaksanaan pembangunan yang diatasnamakan
kepentingan umum nasional selalu dikritik oleh pihak agama. Di lain pihak, kritik
agama terhadap berbagai model pembangunan di dunia ketiga harus menghadapi
kenyataan adanya kapitalisme dengan wajah baru lewat hadirnya perusahaan multi-
nasional dengan kekuatan modal asing dan teknologinya ditambah „revolusi‟
informatika dan transportasi. Akibatnya terjadi internsionalisasi dunia usaha dan nilai
budaya. Lalu apa dan bagaimana yang dapat dilakukan agama dalam situasi demikian?
Menghadapi situasi zaman yang ditandai dengan internasionalisasi kehidupan
ekonomi dan nilai-nilai budaya dalam masyarakat pascaindustri, agama harus tetap
teguh sebagai kekuatan moral.
3

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa Pengertian Agama dan Politik?


2. Bagaimana Hubungan antara Agama dan Politik?
1.3 Tujuan Masalah
1. Menjelaskan Pengertian Agama dan Politik.
2. Menjelaskan Hubungan antara Agama dan Politik.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Agama dan Politik


1. Pengertian Agama
Secara etimologi agama berasal dari Sansekerta “agama” yang berarti sebagai
tradisi dalam bahasa indonesianya berarti “tidak kacau”,dengan kata lain terdapat
ketentraman dalam berfikir sesuai dengan pengetahuan dan kepercayaan yang
mendasari kelakuan”tidak kacau”itu. Pengetahuan dan kepercayaan tersebut
menyangkut hal-hal keilahian dan kekudusan. Kata agama disini konotasinya lebih
dekat kepada agama Hindu dan Budha.Akan tetapi setelah digunakan dalam bahasa
Indonesia pengertiannya mencakup semua agama. Dalam bahasa inggris disebut
religion atau religi,berasal dari bahasa latin religio atau relegere yang berarti
“mengumpulkan”atau “membaca” Dalam hal ini, religion hanya menyangkut
hubungan manusia dengan Tuhan dan tidak berhubungan dengan seluruh aspek
kehidupan manusia. Dalam Kamus Ilmiah Popular kata Agama berarti keyakinan dan
kepercayaan kepada Tuhan. Sedangkan dalam Bahasa Arab disebut Din (‫ )نيد‬yang
artinya ajaran atau kepercayaan yang mempercayai satu atau beberapa kekuatan ghaib
yang mengatur dan menguasai alam,manusia dan jalan hidupnya. Sedangkan menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia agama adalah sistem yang mengatur tata keimanan
(kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang
berhubungan dengan pergaulan manusia dengan manusia serta lingkungannya.
Agama adalah suatu ciri kehidupan sosial manusia yang universal dalam arti
bahwa semua masyarakat mempunyai cara-cara berpikir dan pola-pola perilaku yang
memenuhi syarat untuk disebut “agama” (religious). Banyak dari apa yang berjudul
agama termasuk dalam suprastruktur: agama terdiri dari tipe-tipe simbol, citra,
kepercayaan, dan nilai-nilai spesifik dengan mana makhluk manusia
menginterpretasikan eksistensi mereka.
Dalam kehidupan, agama merupakan identitas individu sehingga dapat
membedakannya dari orang lain. Ada banyak sekali pendapat-pendapat mengenai
makna agama. R. H. Thouless mengambil 3 definisi dimana masing-masing definisi
itu merupakan suatu segi dari segi-segi agama pribadi, definisi tersebut adalah:
4
5

a. Definisi Frazer, Agama adalah mencari keredaan atau kekuatan yang tinggi dari
pada manusia, yaitu kekuasaan yang disangka oleh manusia dapat mengendalikan,
menahan/menekan kelancaran alam dan kehidupan manusia.
b. Definisi James Martineau, Agama adalah kepercayaan kepada yang hidup abadi,
dimana diakui bahwa dengan pikiran dan kemauan Tuhan, alam ini diatur dan
kelakuan manusia diperkuat.
c. Definisi Mattegart, Agama adalah suatu keadaan jiwa, atau lebih tepat keadaan
emosi yang didasarkan kepercayaan keserasian diri kita dengan alam semesta.
d. Thouless memandang, bahwa ketiga definisi tersebut adalah dalam pandangan ilmu
jiwa umum, karena perasaan itu dapat dibagi atas 3 segi yakni tanggapan, emosi, dan
dorongan. Ketiga macam itu dipilih oleh Thouless, karena menurut pendapatnya
bahwa ketiga - tiganya merupakan tiga segi dari agama, yaitu:
a. Yang pertama melukiskan cara/kelakuan.
b. Yang kedua adalah keyakinan/pendapat akal.
c. Yang ketiga adalah alat-alat, perasaan dan emosi.
Maka dari setiap definisi tentang agama, harus mengandung unsur-unsur tersebut
dan definisi yang dipandangnya lebih cocok jalah sebagai berikut: “Agama adalah
proses hubungan manusia yang dirasakan terhadap sesuatu yang diyakininya, bahwa
sesuatu itu lebih tinggi dari pada manusia”. Sedangkan menurut pandangan sosiologi,
Emile Durkheim mengemukakan makna agama, bahwa adanya perbedaan yang sakral
dan yang -profan serta terangkatnya beberapa aspek kehidupan sosial ke level yang -
sakral memang merupakan syarat mutlak bagi keberadaan agama. Yang —sakral
tercipta melalui ritualritual yang mengubah kekuatan moral masyarakat menjadi
simbolsimbol religius yang mengikat individu dalam suatu kelompok.
Syarat-syarat lain dari agama adalah kepercayaan, ritual agama dan gereja (tempat
ibadah). Sedangkan definisi agama menurutnya adalah: “kesatuan sistem kepercayaan
dan praktik yang menyatu dalam sebuah komunitas moral tunggal yang dinamai
Gereja, semua melekat padanya”
Definisi agama menurut sosiologi adalah definisi empiris. Agama dipandang
sebagai suatu institusi yang lain yang mengemban tugas atau fungsi agar masyarakat
berfungsi dengan baik, baik dalam lingkup local, regional, nasional, maupun mondia
maka dalam tinjauannya, yang dipentingkan ialah daya guna, dan pengaruh agama
6

terhadap masyarakat, sehingga berkat eksistensi dan fungsi agama cita-cita masyarakat
(akan keadilan dan kedamaian, dan akan kesejahteraan jasmani dan rohani).
Dilihat dari sudut kategori pemahaman manusia, agama memiliki dua segi yang
membedakan dalam perwujudannya, yaitu:
a. Segi kejiwaan (psychological state), yaitu suatu kondisi subjek atau kondisi dalam
jiwa manusia, berkenaan dengan apa yang dirasakan oleh penganut agama.
Kondisi inilah yang disebut dengan kondisi agama, yaitu kondisi patuh dan taat
kepada yang disembah. Kondisi itu hampir sama dengan konsep religious emotion
dari Emile Durhkeim. Emosi keagamaan seperti itu merupakan gejala individual
yang dimiliki oleh setiap penganut agama yang membuat dirinya merasa sebagai
“mahluk Tuhan”.
b. Segi objektif (objective state), segi luar yang disebut juga kejadian objektif,
dimensi empiris dari agama. Keadaan ini muncul ketika agama dinyatakan oleh
penganutnya dalam berbagai ekspresi, baik ekspresi teologis, ritual, maupun
persekutuan. Segi objektif ini lah yang bisa dipelajari apa adanya, dan dengan
demikian bisa dipelajari dengan metode ilmu sosial Segi kedua ini mencakup adat
istiadat, upacara keagamaan, bangunan, tempat-tempat peribadatan, cerita yang
dikisahkan, kepercayaan, dan prinsipprinsip yang dianut oleh suatu masyarakat.
Meskipun agama berkaitan dengan berbagai keharusan, ketundukan, dan
kepatuhan tetapi tidak setiap ketaatan itu bisa disebut dengan agama: bergantung
pada siapa ketaatan itu diperuntukkan dan atas dasar motivasi apa ketaatan itu
dilaksanakan. Berdasarkan hasil studi para ahli sosiologi dapat diketahui bahwa
agama merupakan suatu pandangan hidup yang harus diterapkan dalam kehidupan
individu maupun kelompok.
2. Pengertian Politik
Politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam
masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya
dalam negara. Pengertian ini merupakan upaya penggabungan antara berbagai
definisi yang berbeda mengenai hakikat politik yang dikenal dalam ilmu politik.
Politik adalah seni dan mu untuk meraih kekuasaan secara konstitusional maupun
nonkonstitusional. Di samping itu politik juga dapat ditilik dari sudut pandang
berbeda, yaitu antara lain:
7

a. politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan
bersama (teori klasik Aristoteles)
b. politik adalah hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan
Negara
c. politik merupakan kegiatan yang diarahkan untuk mendapatkan dan
mempertahankan kekuasaan di masyarakat
d. politik adalah segala sesuatu tentang proses perumusan dan pelaksanaan
kebijakan public.
Pada umumnya apa yang disebutkan diatas berkaitan dengan bermacam
macam kegiatan dalam suatu negara, yang menyangkut proses penentuan dan
pelaksanaan tujuan-tujuan. Untuk melaksanakan tujuan, perlu ditentukan
kebijaksanaan umum yang menyangkut pengaturan dan pembagian atau alokasi
sumbersumber dan berbagai sumber daya yang ada. Untuk itu diperlukan
kekuatan dan kewenangan. Politik selalu menyangkut tujuan publik, tujuan
masyarakat sebagai keseluruhan dan bukan tujuan pribadi seseorang.
Dalam konteks memahami politik perlu dipahami beberapa kunci, antara lain:
kekuasaan politik, legitimasi, sistem politik, perilaku politik, partisipasi politik,
proses politik, dan juga tidak kalah pentingnya untuk mengetahui seluk beluk
tentang partai politik. Politik itu menyangkut kegiatan berbagai kelompok
termasuk kegiatan partai politik dan kegiatan individu demi kepentingan bersama.
B. Hubungan Agama dan Politik
Dalam konsepsi sebagian besar masyarakat Indonesia, kehidupan politik juga
seharusnya dilandasi oleh nilai-nilai agama.Konsepsi ini agak berbeda dengan politik
di negara Barat yang memisahkan secara tegas antara politik dan agama.Politik dan
posisi-posisi politik harus dipisahkan secara tegas dengan agama.Konsepsi ini
menghendaki agar pemimpin agama tidak terlibat dalam politik praktis.
Mengkaji masyarakat Islam di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari faktor negara
atau politik. Sejarah telah membuktikan bahwa Islam merupakan faktor berpengaruh
terhadap politik. Ada dua alasan mengapa hal ini terjadi. Pertama, karena secara
kuantitas umat Islam di Indonesia merupakan mayoritas. Kedua, karena adanya
pemikiran dalam umat Islam sendiri bahwa memang Islam dan politik tidak dapat
dipisahkan. Deliar Noer termasuk orang yang berpandangan bahwa Islam mempunyai
8

konsep negara dan Islam dengan politik tidak dapat dipisahkan. Menurut Deliar Noer,
sebagai sebuah konsep (bukan nama) negara Islam dilandasi oleh:
1. Al-Guran dan Sunnah Rasul sebagai pegangan hidup bernegara,
2. Hukum harus dijalankan,
3. Prinsip Syura (Musyawarah) dijalankan,
4. Kebebasan diberikan tempat,
5. Toleransi antar agama.
Kebijakan keagamaan di Indonesia telah menempuh jalan yang panjang. Hingga tahun
1960an, persoalan keagamaan yang beraneka ragam di tanah air belum banyak
tersentuh. Pemerintah sejak lama memandang keanekaragaman agama ini sebagai
potensi penghambat pembangunan Indonesia yang satu dan kuat. Kementerian agama
yang di bentuk pada tahun 1946 memiliki tugas yang eksplisit antara lain mengawasi
kegiatan keagamaan dan aliranaliran/paham-paham, melakukan bimbingan dan
pembinaan terhadap gerakan mistik agar kembali ke agama induk dan mengharuskan
mereka untuk menegakkan hukum dan peribadatan agama khususnya Islam.
Tugas-tugas ini menunjukan bahwa negara mulai menerapkan pemikiran
sistemik secara lebih tegas. Selain itu, tugas pokok lain adalah membimbing dan
membina masyarakat penganut agama resmi seperti Islam, Kristen Prostetan, Katolik,
Hindu dan Budha.
Pemerintah sendiri membuat definisi agama resmi yang diakui pemerintah
sebagai sistem keyakinan kepada Tuhan yang memiliki kitab suci, nabi-nabi dan
ajaran-ajaran. Dalam hal kebijakan keagamaan ini paling tidak pemerintah melakukan
tiga hal. Pertama, membina umat yang sudah beragama di seluruh pelosok, Kedua,
Memberagamakan — warga masyarakat yang dianggap belum beragama, Ketiga,
Pemerintah memerankan diri sebagai wasit sekaligus pemain dalam hubungan
antarumat beragama. Dari sudut pandang intrinsik, maka secara sederhana agama
adalah keyakinan akan entitas spiritual. Jika kita menggunakan definisi yang lebih
kompleks. maka agama adalah suatu sistem simbol yang bekerja memantapkan
suasana jiwa dan motivasi yang kuat, mendalam dan bertahan lama pada diri manusia
dengan memformulasikan konsepsikonsepsi keteraturan umum mengenai keberadaan
dan menyelimuti Konsepsi-konsepsi ini dengan suatu aura faktualitas sehingga
suasana jiwa dan motivasi tersebut seolah-olah secara unik nyata ada.
9

Dinamika hubungan antara agama dan negara berlangsung dalam konteks


instrumentalisasi yang kerap kali ditempeli oleh muatan potensi integratif maupun
disintegratif. Dengan konkretisasi, interpretasi dan formalisasi agama dalam
kehidupan yang nyata, manusia memiliki legitimasi untuk menjadikannya sebagai
instrument kekuasaan. Ada tiga kemungkinan skenario politik keagamaan.
Pertama, agama dan negara terpisah satu sama lain. Doktrin agama hanya
menjadi pedoman hidup manusia sebatas dalam keluarga dan masyarakat yang
berwadahkan keorganisasian dalam masjid, gereja, kuil, dan lain-lain. Segala sesuatu
yang berurusan dengan agama diselesaikan dalam institusi kegamaan tersebut. Prinsip
utamanya adalah “Agama adalah Agama”. Dalam kenyataan, sukar menemukan pada
abad global ini suatu institusi agama yang tidak tercemar sama sekali dengan
pergumulan duniawi di luar dari agama.
Kedua, Agama dan Negara terikat satu sama lain (Integralistik) dalam
pengertian agama memberi corak dominan atas negara. Dalam konteks ini agama
bermain penuh sebagai instrumen, yakni aktualisasi agama di dalam sebagian besar
institusi negara seperti institusi politik, ekonomi, hukum dan lainnya.
Ketiga, Agama ditempatkan dalam suatu sistem negara yang mengutamakan
harmoni dan keseimbangan. Agama direduksi menjadi salah satu unsure saja dari
sistem ' yang dipandang saling tergantung dengan unsur-unsur lain. Kebijakan
kebijakan yang merupakan konkretisasi pendekatan sistemik ini jelas sekali
menekankan kontrol yang tegas terhadap unsur-unsurnya, termasuk unsur agama agar
selalu terwujud keteraturan yang harmonis tanpa guncangan.Setiap kali ada gejolak
sekecil apapun, langsung diredam oleh negara (pemerintah) sehingga keseimbangan
tercapai kembali. Pendekatan ini langsung menempatkan negara (pemerintah) dalam
kedudukan sentral yang lambat laun seolah melepaskan diri dari sistem dan bahkan
mengontrol sistem.Keadaan ini membuat negara (pemerintah) semakin kuat karena
sistem posisinya merosot menjadi subordinat, kehilangan kekuatan untuk mengontrol
negara.Negara cenderung otoriter karena akumulasi kekuasaan berada di tangannya.
Bagi KH Sahal, kepolitikan merupakan realitas historis atau Sunatullah yang tidak
bisa terelakkan, menurutnya bahwa dalam proses hidupnya manusia tidak lepas dari
pengaruh watak politik. Telah menjadi sunatullah barangkali setiap kelompok ada
yang dikuasai dan ada yang menguasai, ada yang memerintah dan yang diperintah
serta ada yang dipengaruhi dan
10

mempengaruhi, itulah konteks politik.Politik merupakan kebutuhan hidup menurut


naluri manusiawi.Artinya bahwa Agama dan Negara tidak dapat dipisahkan. Kata din
wasiyasah sesungguhnya menggambarkan bentuk integrasi agama dan negara.
Meskipun negara (politikh dan agama tidak dapat dipisahkan, namun bukan berarti
negara beserta produk prosuknya harus berlabel Islam. Relasi agama bagi K.H Sahal
mengacu pada “simbiosis mutualisme” keduanya saling mempengaruhi dan
membutuhkan untuk kemaslahatan membutuhkan untuk kemaslahatan umat. Negara
harus di beri keleluasaan untuk mengatur aspek ideologis, karena bagaimanapun juga
bagi bangsa Indonesia yang memiliki bermacam-macam agama, agama akan lebih
berfungsi positif bila dilepaskan dari permasalahan ideologis. Dalam konteks
hubungan agama dan negara (ulama dan penguasa) dapat dijelaskan dengan prinsip
“akomodasi kritis”, yaitu prinsip yang menuntut kemampuan para ulama untuk
menjadikan Islam sebagai kekuatan yang integratif terhadap agama. Islam harus di
pandang sebagai faktor komplementer bagi komponen-komponen lain, Islam dalam
hal ini difungsikan sebagai faktor integratif yang mendorong timbulnya partisipasi
penuh dalam rangka membentuk Indonesia yang kuat, demokratis dan berkeadilan.
Agama secara hakiki berhungan dengan politik. Kepercayaan agama dapat
mempengaruhi hukum, perbuatan yang oleh rakyat dianggap dosa, seperti sodomi dan
incest, sering tidak legal. Seringakali agamalah yang memberi legitimasi kepada
pemerintahan. Agama sangat melekat dalam kehidupan rakyat dalam masyarakat
industri maupun nonindustri, sehingga kehadirannya tidak mungkin tidak terasa di
bidang politik. Sedikit atau banyak, sejumlah pemerintahan di seluruh dunia
menggunakan agama untuk memberi legitimasi pada kekuasaan politik.
Hubungan politik dengan agama tidak dapat dipisahkan. Dapat dikatakan
bahwa politik berbuah dari hasil pemikiran agama agar tercipta kehidupan yang
harmonis dan tentram dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal ini disebabkan,
pertama, oleh sikap dan keyakinan bahwa seluruh aktifitas manusia, politik. Sedikit
atau banyak, sejumlah pemerintahan di seluruh dunia menggunakan agama untuk
memberi legitimasi pada kekuasaan politik. Hubungan politik dengan agama tidak
dapat dipisahkan. Dapat dikatakan bahwa politik berbuah dari hasil pemikiran agama
agar tercipta kehidupan yang harmonis dan tentram dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Hal ini disebabkan, pertama, oleh sikap dan keyakinan bahwa seluruh
11

aktifitas manusia, tidak terkecuali politik, harus dijiwai oleh ajaran-ajaran agama,
kedua, disebabkan oleh fakta bahwa kegiatan manusia yang paling banyak
membutuhkan legitimasi adalah bidang politik, dan hanya agamalah yang dipercayai
mampu memberikan legitimasi yang paling meyakinkan karena sifat dan sumbernya
yang transcendent.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari hasil pembahasan tentang Hubungan agama dan politik pada mata kuliah
sosiologi Agama maka dapat disimpulkan:
1. Agama adalah suatu ciri kehidupan sosial manusia yang universal dalam arti
bahwa semua masyarakat mempunyai cara-cara berpikir dan pola-pola perilaku yang
memenuhi syarat untuk disebut “agama” (religious). Banyak dari apa yang berjudul
agama termasuk dalam suprastruktur: agama terdiri dari tipe-tipe simbol, citra,
kepercayaan, dan nilai-nilai spesifik dengan mana makhluk manusia
menginterpretasikan eksistensi mereka.
2. Politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat
yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara.
Pengertian ini merupakan upaya penggabungan antara berbagai definisi yang berbeda
mengenai hakikat politik yang dikenal dalam ilmu politik.
3. Hubungan politik dengan agama tidak dapat dipisahkan. Dapat dikatakan bahwa
politik berbuah dari hasil pemikiran agama agar tercipta kehidupan yang harmonis dan
tentram dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal ini disebabkan, pertama, oleh
sikap dan keyakinan bahwa seluruh aktifitas manusia, tidak terkecuali politik, harus
dijiwai oleh ajaran-ajaran agama, kedua, disebabkan oleh fakta bahwa kegiatan
manusia yang paling banyak membutuhkan legitimasi adalah bidang politik, dan
hanya agamalah yang dipercayai mampu memberikan legitimasi yang paling
meyakinkan karena sifat dan sumbernya yang transcendent.

12
DAFTAR PUSTAKA

Dadang Kahmad. Sosiologi Agama, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,2021.

Ishomuddin.Pengantar Sosiologi Agama Politik. Jakarta:Penerbit Ghalia Indonesia-UMM


Press.2022.

http://ahsinrifqy.blogspot.com/2016/07/agama-dan-poltik.html?m=1

http://pustaka.unpad.ac.id.

Anda mungkin juga menyukai