Anda di halaman 1dari 20

Makalah

KONSTRIBUSI AGAMA DALAM KEHIDUPAN


BERPOLITIK

Disusun
oleh :
ROSKIANIADIN
NIM: 22185133

Dosen Pengampu
Ns. Syukriadi, M.Kep

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ABULYATAMA
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-
Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul KONSTRIBUSI
AGAMA DALAM KEHIDUPAN BERPOLITIK" dengan tepat waktu.
Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata kuliah Psikososial. Selain
itu, makalah ini bertujuan menambah wawasan tentang manusia prasejarah bagi
para pembaca dan juga bagi penulis.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada  Ns. Syukriadi, M.Kep
selaku dosen Mata kuliah . Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari
sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang membangun diharapkan demi
kesempurnaan makalah ini.

Aceh Besar, Januari 2023

Roskianiadin

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................2
C. Tujuan Penulisan...........................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3
A. Kontribusi Agama Dalam Kehidupan berpolitik..........................................3
B. Penjelasan Qur’an Surat an-Nisa Ayat 59...................................................4
BAB III MASALAH..............................................................................................13
BAB IV SOLUSI DARI MASALAH....................................................................15
BAB III PENUTUP...............................................................................................16
A. Kesimpulan.................................................................................................16
B. Saran............................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................17

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Berbicara mengenai hubungan antara politik dengan agama merupakan hal
yang dapat menimbulkan kesalahpahaman serta perdebatan. Hal ini
dikarenakan politik dan agama bagaikan api dan air. Keduanya bertentangan,
namun saling melengkapi. Menurut Ketua Umum DPP PPP, Romahurmuziy,
atau biasa dipanggil Romi, agama dan politik ibarat saudara kembar. Mengapa
bisa dikatakan seperti itu?
Sebelum membahas mengenai hubungan antara keduanya (agama dan
politik), saya akan menjelaskan terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan
agama maupun politik. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),
agama adalah sebuah sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan
peribadatan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa serta tata kaidah yang
berhubungan dengan pergaulan antara manusia dengan manusia, serta manusia
dengan lingkungannya. Ajaran-ajaran dalam agama bersifat mengikat manusia
kepada Tuhannya.
Agama sangat melekat dalam kehidupan rakyat dalam masyarakat industri
maupun non-industri. Di samping itu, negara juga mengakui eksistensi partai-
partai politik dan organisasi-organisasi massa yang berbasis agama, sehingga
kehadirannya tidak mungkin tidak terasa di bidang politik. Misalnya, di masa-
masa awal era reformasi banyak pemimpin muslim terkemuka mendirikan
partai politik baru. Di antaranya mereka adalah Abdurrahman Wahid,
pemimpin Nahdlatul Ulama (NU) yang mendirikan Partai Kebangkitan Bangsa
(PKB), Amein Rais, para pemimpin Muhammadiyah mendirikan National
Trust Partai (PAN), Deliar Noer mendirikan Partai Ummah (PUI), dan Yusril
Ihza Mahendra mendirikan Partai Bulan Bintang (PBB).
Meski demikian, partai Islam tidak dibenarkan melakukan manipulasi
politik melalui propaganda pemahaman dan pengetahuan agama (politisasi
politik), misalnya menggunakan sentimen atau legitimasi agama untuk
memperkuat kepentingan politik seseorang atau suatu kelompok tertentu untuk

1
memperjelek citra dan kewibawaan seseorang atau kelompok lain dalam hal-
hal yang sebenarnya tidak ada hubungan secara langsung dengan sebuah
agama.
Sedikit atau banyak, beberapa pemerintahan di seluruh dunia
menggunakan agama untuk memberi legitimasi pada kekuasaan politik.
Bahkan agama sebagai dasar negara secara tegas disebutkan dalam pasal 29
ayat 1, yakni “Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa”. Kepercayaan
agama pun dapat memengaruhi hukum, perbuatan yang oleh rakyat dianggap
dosa, seperti sodomi dan incest (hubungan dengan saudara kandung), sering
tidak legal. Terdapat suatu tanggapan optimis yang mengemukakan bahwa
seiring berjalan dengan perkembangan zaman, agama akan menyesuaikan diri
dan perannya secara baru sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

B. Rumusan Masalah
Adapun masalah dalam makalah ini adalah:
1. Apakah Kontribusi Agama Dalam Kehidupan berpolitik
2. Penjelasan Q.s an-Nisa ayat 59
3. Apa saja Hadits tentang politik

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dan manfaat dalam penulisan makalah ini adalah:
Mengetahui kontribusi agama dalam kehidupan berpolitik

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kontribusi Agama Dalam Kehidupan berpolitik


Agama itu sangat penting disegala aspek kehidupan umat manusia selain
itu agama juga agama berperan untuk menenangkan jiwa dan raga. Dengan agama
yg kita yakini hidup akan lebih baik dan indah. Dengan agama kita akan lebih
bijak menyikapi sesuatu. Contohnya saja diZaman Nabi Muhammad agama
berperan penting dalam segala bidang termasuk pemerintahannya. Dizaman
sekarang ini banyak orang pinter tapi agamanya kurang selain itu pinternya pada
kebelinger, pintar bicara saja. tapi tidak ada buktinya. Makanya agama itu
dibutuhkan oleh setiap umat manusia
Islam adalah solusi. Solusi segala permasalahan di dunia ini dengan
kesempurnaan ajarannya (syumul). Kesempurnaan ajaran Islam dapat ditelaah dari
sumber aslinya, yaitu Alquran dan Sunnah yang mengatur pola kehidupan
manusia, mulai dari hal terkecil hingga terbesar baik ekonomi, sosial, politik,
hukum, ketatanegaraan, budaya, seni, akhlak/etika, keluarga, dan lain-lain.
Bahkan, bagaimana cara membersihkan najis pun diatur oleh Islam.
Ajaran Islam merupakan rahmatan lil 'alamin (rahmat bagi semesta alam),
artinya Islam selalu membawa kedamaian, keamanan, kesejukan, dan keadilan
bagi seluruh makhluk hidup yang berada diatas dunia. Islam tidak memandang
bentuk atau rupa seseorang dan membedakan derajat atau martabat manusia dalam
level apapapun. Islam menghormati dan memberikan kebebasan kepada seseorang
untuk menganut suatu keyakinan atau agama tanpa memaksakan ajaran Islam
tersebut dijalankan (laa ikrahaa fiddiin).
Agama memiliki peran strategis, yakni mengkonstruksi serta memberikan
kerangka nilai dan norma dalam membangun struktur negara dan pendisiplinan
masyarakat. Sedangkan, negara menggunakan agama sebagai legitimasi dogmatik
untuk mengikat warga negara agar mematuhi negara. Adanya hubungan saling
membutuhkan dan timbal balik itulah yang kemudian menimbulkan hubungan
dominasi-saling mendominasi antar kedua entitas tersebut.

3
Hubungan agama dan politik selalu rumit. Ajaran agama menekankan
keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa, ritual peribadatan, dan moralitas.
Adapun politik menekankan aturan-aturan yang mengarah pada perebutan dan
pembagian kekuasaan dalam kehidupan bernegara. Jadi, kalau isu agama masih
muncul di Indonesia, itu wajar-wajar saja. Pertama, penduduk mayoritas
Indonesia adalah muslim. Kedua, dalam sejarah Islam, hubungan agama dan
politik itu senantiasa menyatu, sekalipun hal ini juga menimbulkan masalah
politik yang sangat serius. Karena masih kuatnya pengaruh simbol-simbol
keagamaan terhadap politik, maka di dunia Islam, termasuk Indonesia, peranan
para ulama sangat signifikan dalam setiap pemilu maupun tindakan politik.

B. Penjelasan Qur’an Surat an-Nisa Ayat 59


Yaa ayyuhalladziina aamanuu athii’ullaha wa athii’urrasuula wa uulil amri
minkum, fain tanaaza’tum fii syai-in farudduuhu ilallaha warrasuuli inkuntum tu-
minuuna billahi walyaumil aakhiri, dzalika khairun wa-ahsanu ta-wiila. (Q.S. an-
Nisa 59)
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-(Nya),
dan Ulil Amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang
sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul
(Sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian.
Yang demikian itu adalah lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS.
An-Nisa: 59)
Tentang Ayat Ini
Al-Bukhari meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata tentang firman-
Nya, “Taatilah Allah dan taatilah Rasul, dan Ulil Amri di antara kamu.” Ayat ini
turun berkenaan dengan ‘Abdullah bin Hudzafah bin Qais bin ‘Adi, ketika diutus
oleh Rasulullah di dalam satu pasukan khusus. Demikianlah yang dikeluarkan
oleh seluruh jama’ah kecuali Ibnu Majah.
Imam Ahmad meriwayatkan dari ‘Ali, ia berkata: “Rasulullah SAW
mengutus satu pasukan khusus dan mengangkat salah seorang Anshar menjadi
komandan mereka. Tatkala mereka telah keluar, maka ia marah kepada mereka

4
dalam suatu masalah, lalu ia berkata, ‘Bukanlah Rasulullah SAW memerintahkan
kalian untuk mentaatiku?’ Mereka menjawab, ‘Betul.’ Dia berkata lagi,
‘Kumpulkanlah untukku kayu bakar oleh kalian.’ Kemudian ia meminta api, lalu
ia membakrnya, dan ia berkata, ‘Aku berkeinginan keras agar kalian masuk ke
dalamnya.’ Maka seorang pemuda diantara mereka berkata. ‘Sebaiknya kalian lari
menuju Rasulullah SAW dari api ini. Maka jangan terburu-buru (mengambil
keputusan) sampai kalian bertemu dengan Rasullah SAW. Jika beliau perintahkan
kalian untuk masuk ke dalamnya, maka masuklah.’ Lalu mereka kembali kepada
Rasulullah SAW dan mengabarkan tentang hal itu. Maka Rasulullah pun bersabda
kepada mereka, ‘Seandainya kalian masuk ke dalam api itu, niscaya kalian tidak
akan keluar lagi selama-lamanya. Ketaatan itu hanya pada yang ma’ruf.” (HR.
Bukhari-Muslim dari hadits Al-A’masy)
Dalam hadits di atas, Rasulullah SAW sudah memberi batasan kepada kita,
bahwasannya ketaatan hanya pada yang ma’ruf, dan bukannya pada yang tidak
ma’ruf.
Ayat juga ini disebutkan oleh ulama sebagai hak para pemimpin yang
menjadi kewajiban rakyat. Sedangkan pada ayat sebelumnya QS. An-Nisa': 58,
sebagai hak rakyat yang menjadi kewajiban para pemimpin. Yaitu agar para
pemimpin menunaikan amanat kepemimpinan dengan sebaik-baiknya.
Memberikan hak kepada yang berhak menerimanya, dan memutuskan hukum di
antara rakyatnya dengan seadil-adilnya.
Menurut Ustadz Ihsan Tanjung, ayat ini begitu populer dikumandangkan
para jurkam di musim kampanye. Dan oleh para pemimpin negeri ini ayat ini juga
sering disitir ketika mereka berpidato dihadapan alim ulama, ustadz, santri dan
aktifis islam. tidak ketinggalan juga, para pendukung thaghut (pemimpin yang
tidak memberlakukan hukum Islam) menjadikannya sebagai dalil untuk
melegitimasi loyalitas dan ketaatan pada mereka. Kenapa bisa demikian? karena
di dalamnya terkandung perintah Allah agar ummat taat kepada Ulil Amri
Minkum (para pemimpin di antara kalian atau para pemimpin di antara orang-
orang beriman).

5
‫ُول َوُأولِي اَأْل ْم ِر ِم ْن ُكم‬
َ ‫يَا َأيُّهَا الَّ ِذينَ َآ َمنُوا َأ ِطيعُوا هَّللا َ َوَأ ِطيعُوا ال َّرس‬

"Hai orang-orang yang beriman, ta`atilah Allah dan ta`atilah Rasul (Nya),
dan ulil amri di antara kamu." (QS. An-Nisa: 59)
Mereka biasanya hanya membacakan ayat tersebut hingga kata-kata Ulil
Amri Minkum. Bagian sesudahnya jarang dikutip. Padahal justru bagian
selanjutnya yang sangat penting. Mengapa? Karena justru bagian itulah yang
menjelaskan ciri-ciri utama Ulil Amri Minkum. Bagian itulah yang menjadikan
kita memahami siapa yang sebenarnya Ulil Amri Minkum dan siapa yang bukan.
Bagian itulah yang akan menentukan apakah fulan-fulan yang berkampanye
tersebut pantas atau tidak memperoleh ketaatan ummat.

Dalam bagian selanjutnya Allah berfirman:

ُ‫ن‬k‫ ٌر َوَأحْ َس‬k‫ك خَ ْي‬


َ ِ‫ُول ِإ ْن ُك ْنتُ ْم تُْؤ ِمنُونَ بِاهَّلل ِ َو ْاليَوْ ِم اَآْل ِخ ِر َذل‬
ِ ‫فَِإ ْن تَنَا َز ْعتُ ْم فِي َش ْي ٍء فَ ُر ُّدوهُ ِإلَى هَّللا ِ َوال َّرس‬
‫تَْأ ِوياًل‬

"Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka


kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu
benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih
utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya." (QS. An-Nisa: 59)
Allah menjelaskan bahwa ciri-ciri utama Ulil Amri Minkum yang
sebenarnya ialah komitmen untuk selalu mengembalikan segenap urusan yang
diperselisihkan kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya). Para pemimpin
sejati di antara orang-orang beriman tidak mungkin akan rela menyelesaikan
berbagai urusan kepada selain Al-Qur’an dan Sunnah Ar-Rasul. Sebab mereka
sangat faham dan meyakini pesan Allah:

ِ ‫يَا َأيُّهَا الَّ ِذينَ َآ َمنُوا اَل تُقَ ِّد ُموا بَ ْينَ يَد‬
‫َي هَّللا ِ َو َرسُولِ ِه َواتَّقُوا هَّللا َ ِإ َّن هَّللا َ َس ِمي ٌع َعلِي ٌم‬

6
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan
Rasul-Nya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar
lagi Maha Mengetahui." (QS. Al-Hujuraat: 1)
Sehingga kita jumpai dalam catatan sejarah bagaimana seorang Khalifah
Umar bin Khattab radhiyallahu ’anhu di masa paceklik mengeluarkan sebuah
kebijakan ijtihadi berupa larangan bagi kaum wanita beriman untuk meminta
mahar yang memberatkan kaum pria beriman yang mau menikah. Tiba-tiba
seorang wanita beriman mengangkat suaranya mengkritik kebijakan Khalifah
seraya mengutip firman Allah yang mengizinkan kaum mu’minat untuk
menentukan mahar sesuka hati mereka. Maka Amirul Mu’minin langsung ber-
istighfar dan berkata: "Wanita itu benar dan Umar salah. Maka dengan ini
kebijakan tersebut saya cabut kembali...!"
Subhanallah, demikianlah komitmen para pendahulu kita dalam hal
mentaati Allah dan Rasul-Nya dalam segenap perkara yang diperselisihkan.
Makna Ulil Amri
‘Ali bin Abi Thalhah meriwayatkan, dari Ibnu ‘Abbas bahwa, “Wa uulil
amri minkum” (Dan Ulil Amri di antara kamu), maknanya adalah ahli fiqh dan
ahli agama. Sedangkan menurut Mujahid, ‘Atha, Al-Hasan Bashri dan Abul
‘Aliyah-begitu pula Ibnu Qayyim Al-Jauziyah-, bermakna ulama. Ibnu Katsir
menambahkan, “Yang jelas bahwa Ulil Amri itu umum mencakup setiap
pemegang urusan, baik umara maupun ulama.”
Ibnu Qayyim dalam I’lamul Muwaqi’in mengatakan, “Allah SWT
memerintahkan manusia agar taat kepada Ulil Amri, dan Ulil Amri itu tidak lain
adalah ulama, akan tetapi diartikan juga sebagai umara (pemerintah/tokoh formal
masyarakat).”
Jadi, tidaklah benar ‘Ulil Amri’ bermakna satu-satunya pemimimpin
dalam satu jamaah tertentu.
Ibnu Katsir berkata, “Ayat di atas (QS. An-Nisa: 59) adalah perintah untuk
mentaati ulama dan umara. Untuk itu Allah berfirman, ‘Taatlah kepada Allah,’
yaitu ikutilah Kitab-Nya (Al-Qur’an), ‘Dan taatlah kepada Rasul,’ yaitu
peganglah Sunnahnya, ‘Dan Ulil Amri di antara kamu,’ yaitu pada apa yang

7
mereka perintahkan kepada kalian dalam rangka taat kepada Allah, bukan dalam
maksiat kepada-Nya. Karena, tidak berlaku ketaatan kepada makhluk dalam
rangka maksiat kepada Allah.”
Artinya taat kepada Ulil Amri ada batasannya, berbeda dengan taat kepada
Allah dan Rasul-Nya yang merupakan sesuatu yang mutlak.

Larangan Taqlid pada Ulil Amri


Ibnu Qayyim meneruskan dalam kitabnya tersebut, bahwasannya makna
taat kepada Ulil Amri adalah bertaqlid kepada apa yang mereka fatwakan. Akan
tetapi hal yang tidak dimengerti oleh orang-orang yang taqlid adalah bahwa Ulil
Amri-seharusnya-hanya ditaati apabila tidak keluar dari ketaatan kepada Allah
dan Rasul-Nya. Para ulama dalam hal ini hanya berfungsi sebagai mediator
(penyampai perintah dari Allah dan Rasul-Nya kepada umat), sementara Umara
memegang peranan sebagai fasilitator demi kelancarannya. oleh karena itu,
ketaatan kepada mereka merupakan bagian dari ketaatan kepada Allah dan Rasul-
Nya. Di bagian mana dalam ayat ini yang menunjukkan prioritas pendapat para
ulama atas Sunnah Rasulullah SAW, dan anjuran untuk bertaqlid kepada
pendapat-pendapat itu?
Ibnu Qayyim meneruskan, bahwa sesungguhnya ayat yang membicarakan
tentang ketaatan kepada Ulil Amri adalah alasan yang paling kuat untuk
membantah dan memperjelas kekeliruan taqlid. Kekeliruan tersebut dapat dilihat
dari beberapa sisi:
Pertama, perintah taat kepada Allah adalah perintah untuk melakukan
segala apa yang diperintahkannya, dan menjauhi segala apa yang dilarangnya.
Kedua, Ketaatan kepada Rasul SAW. Dua bentuk ketaatan ini tidak akan
dapat ditunaikan oleh seorang hamba kecuali dengan mengenal dan tahu persis
apa yang diperintahkan kepadanya. Orang yang tidak mengetahui perintah-
perintah Allah dan hanya bertaqlid kepada Ulil Amri, niscaya ia tidak mungkin
mewujudkan ketaatannya kepada Allah dan Rasul-Nya.
Ketiga, Di dalam sebuah riwayat ditemukan larangan untuk bertaqlid
kepada Ulil Amri, sebagaimana terdapat dalam riwayat yang bersumber dari

8
Mu’adz bin Jabal, Abdullah bin Mas’ud, Abdullah bin Umar, Abdullah bin Abbas
dan lain-lain dari kalangan sahabat. Teks riwayat itu telah kita ketahui dari 4
Imam besar Al-Matbu’ (yang diikuti).
Keempat, Allah SWT berfirman, “Apabila kalian berselisih dalam sebuah
urusan, maka kembalikanlah hal itu kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul-Nya
(Sunnahnya), sekiranya kalian beriman kepada-Nya dan kepada hari kiamat.”
(QS. An-Nisa: 59)
Ayat ini dengan tegas menyalahkan taqlid dan melarang untuk
mengembalikan perselisihan pada pendapat seseorang atau pandangan satu
madzhab tertentu.
Hadits Tentang Politik
‫بسم هللا الرحمن الرحيم‬
1. Pemimpin suatu kaum adalah pengabdi (pelayan) mereka. (HR. Abu
Na'im)
2. Tidak akan sukses suatu kaum yang mengangkat seorang wanita sebagai
pemimpin. (HR. Bukhari)
3. Rasulullah Saw berkata kepada Abdurrahman bin Samurah, "Wahai
Abdurrahman bin Samurah, janganlah engkau menuntut suatu jabatan.
Sesungguhnya jika diberi karena ambisimu maka kamu akan menanggung
seluruh bebannya. Tetapi jika ditugaskan tanpa ambisimu maka kamu akan
ditolong mengatasinya." (HR. Bukhari dan Muslim)
4. Apabila Allah menghendaki kebaikan bagi suatu kaum maka dijadikan
pemimpin-pemimpin mereka orang-orang yang bijaksana dan dijadikan ulama-
ulama mereka menangani hukum dan peradilan. Juga Allah jadikan harta-
benda ditangan orang-orang yang dermawan. Namun, jika Allah menghendaki
keburukan bagi suatu kaum maka Dia menjadikan pemimpin-pemimpin
mereka orang-orang yang berakhlak rendah. DijadikanNya orang-orang dungu
yang menangani hukum dan peradilan, dan harta berada di tangan orang-orang
kikir. (HR. Ad-Dailami)
5. Kami tidak mengangkat orang yang berambisi berkedudukan. (HR.
Muslim)

9
6. Ada tiga perkara yang tergolong musibah yang membinasakan, yaitu:
a. Seorang penguasa bila kamu berbuat baik kepadanya, dia tidak
mensyukurimu dan bila kamu berbuat kesalahan dia tidak mengampuni.
b. Tetangga apabila melihat kebaikanmu dia pendam (dirahasiakan atau
diam saja) tapi bila melihat keburukanmu dia sebarluaskan.
c. Isteri bila berkumpul dia mengganggumu (diantaranya dengan ucapan
dan perbuatan yang menyakiti) dan bila kamu pergi (tidak di tempat) dia akan
mengkhianatimu. (HR. Ath-Thabrani)
7. Allah melaknat penyuap, penerima suap dan yang memberi peluang
bagi mereka. (HR. Ahmad)
8. Akan datang sesudahku penguasa-penguasa yang memerintahmu. Di
atas mimbar mereka memberi petunjuk dan ajaran dengan bijaksana, tetapi bila
telah turun mimbar mereka melakukan tipu daya dan pencurian. Hati mereka
lebih busuk dari bangkai. (HR. Ath-Thabrani)
9. Jabatan (kedudukan) pada permulaannya penyesalan, pada
pertengahannya kesengsaraan (kekesalan hati) dan pada akhirnya azab pada
hari kiamat. (HR. Ath-Thabrani)
Keterangan: Hal tersebut karena dia menyalah-gunakan jabatannya dengan
berbuat yang zhalim dan menipu (korupsi dll).
10. Aku mendengar Rasulullah Saw memprihatinkan umatnya dalam enam
perkara:
a. Diangkatnya anak-anak sebagai pemimpin (penguasa).
b. Terlampau banyak petugas keamanan.
c. Main suap dalam urusan hokum.
d. Pemutusan silaturahmi dan meremehkan pembunuhan.
e. Generasi baru yang menjadikan Al Qur'an sebagai nyanyian.
f. Mereka mendahulukan atau mengutamakan seorang yang bukan paling
mengerti fiqih dan bukan pula yang paling besar berjasa tapi hanya orang yang
berseni sastra lah. (HR. Ahmad)

10
11. Barangsiapa diserahi kekuasaan urusan manusia lalu menghindar
(mengelak) melayani kaum lemah dan orang yang membutuhkannya maka
Allah tidak akan mengindahkannya pada hari kiamat. (HR. Ahmad)
12. Khianat paling besar adalah bila seorang penguasa memperdagangkan
rakyatnya. (HR. Ath-Thabrani)
13. Menyuap dalam urusan hukum adalah kufur. (HR. Ath-Thabrani dan
Ar-Rabii')
14. Barangsiapa tidak menyukai sesuatu dari tindakan penguasa maka
hendaklah bersabar. Sesungguhnya orang yang meninggalkan (membelot)
jamaah walaupun hanya sejengkal maka wafatnya tergolong jahiliyah. (HR.
Bukhari dan Muslim)
15. Jangan bersilang sengketa. Sesungguhnya orang-orang sebelum kamu
bersilang sengketa (cekcok, bermusuh-musuhan) lalu mereka binasah. (HR.
Ahmad)
16. Ka'ab bin 'Iyadh Ra bertanya, "Ya Rasulullah, apabila seorang
mencintai kaumnya, apakah itu tergolong fanatisme?" Nabi Saw menjawab,
"Tidak, fanatisme (Ashabiyah) ialah bila seorang mendukung (membantu)
kaumnya atas suatu kezaliman." (HR. Ahmad)
17. Kaum muslimin kompak bersatu menghadapi yang lain. (HR.
Asysyihaab)
18. Kekuatan Allah beserta jama'ah (seluruh umat). Barangsiapa membelot
maka dia membelot ke neraka. (HR. Tirmidzi)
19. Semua kamu adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas
kepemimpinannya. Seorang imam (amir) pemimpin dan bertanggung jawab
atas rakyatnya. Seorang suami pemimpin dalam keluarganya dan bertanggung
jawab atas kepemimpinannya. Seorang isteri pemimpin dan bertanggung jawab
atas penggunaan harta suaminya. Seorang pelayan (karyawan) bertanggung
jawab atas harta majikannya. Seorang anak bertanggung jawab atas
penggunaan harta ayahnya. (HR. Bukhari dan Muslim)

11
20. Barangsiapa membaiat seorang imam (pemimpin) dan telah
memberinya buah hatinya dan jabatan tangannya maka hendaklah dia taat
sepenuhnya sedapat mungkin. (HR. Muslim)
21. Akan terlepas (kelak) ikatan (kekuatan) Islam, ikatan demi ikatan.
Setiap kali terlepas satu ikatan maka orang-orang akan berpegangan kepada
yang lainnya. Yang pertama kali terlepas ialah hukum dan yang terakhir adalah
shalat. (HR. Ahmad dan Al Hakim)
22. Hendaklah kamu mendengar, patuh dan taat (kepada pemimpinmu),
dalam masa kesenangan (kemudahan dan kelapangan), dalam kesulitan dan
kesempitan, dalam kegiatanmu dan di saat mengalami hal-hal yang tidak
menyenangkan sekalipun keadaan itu merugikan kepentinganmu. (HR. Muslim
dan An-Nasaa'i)
23. Sesungguhnya umatku tidak akan bersatu dalam kesesatan. Karena itu
jika terjadi perselisihan maka ikutilah suara terbanyak. (HR. Anas bin Malik)
24. Dua orang lebih baik dari seorang dan tiga orang lebih baik dari dua
orang, dan empat orang lebih baik dari tiga orang. Tetaplah kamu dalam
jamaah. Sesungguhnya Allah Azza wajalla tidak akan mempersatukan umatku
kecuali dalam petunjuk (hidayah) (HR. Abu Dawud)

12
BAB III
MASALAH

islam tidak bisaDibangun Secara Sempurna Tanpa Politik


Tegaknya hukum-hukum Allah di muka bumi?? merupakan amanah yang
harus diwujudkan.
Hukum-hukum tersebut tidak akan mungkin bisa tegak tanpa politik pada
umumnya dan
kekuasaan pada khususnya.
Ibnu Taimiyyah mengatakan bahwa Islam harus ditegakkan dengan dua
hal : AlQur’an dan
pedang. Al-Qur’an merupakan sumber hukum-hukum Allah sedangkan
pedang melambangkan
kekuatan politik atau kekuasaan yang menjamin tegaknya isi Al-Qur’an.
HASAN AL-BANNA
“ Sesungguhnya seorang muslim belum sempurna keislamannya kecuali
jika ia menjadi seorang
politikus, mempunyai pandangan jauh ke depan dan memberikan perhatian
penuh kepada
persoalan bangsanya. Keislaman seseorang menuntutnya untuk
memberikan perhatian kepada
persoalanpersoalan bangsanya"
Hubungan antara Islam dan Politik
Islam merupakan agama yang mencakup keseluruhan sendi kehidupan
manusia (syamil).
Islam bukanlah sekedar agama kerahiban yang hanya memiliki prosesi-
prosesi ritual dan ajaran
kasih-sayang . Islam bukan pula agama yang hanya mementingkan aspek
legal formal tanpa
menghiraukan aspek-aspek moral. Politik, sebagai salah satu sendi
kehidupan, dengan demikian

13
juga diatur oleh Islam. Akan tetapi, Islam tidak hanya terbatas pada urusan
politik. Sementara itu,
umat-umat lain membuat rumusan, “serahkanlah kepada Allah apa yang
menjadi wewenang
Allah, dan serahkan kepada kaisar apa yang menjadi kewenangan kaisar.”
Pemikiran yang
memisahkan agama dari Negara seperti itu merupakan suatu kebathilan
yang harus dilenyapkan.
Islam tidak mengenal pemisahan agama dari Negara. (buku Menuju
Jama’atul Muslimin, karya;
Husssain bin Muhammad bin Ali jabir, M.A.). Firman Allah :
“dan mereka memperutukkan bagi Allah satu bagian dari tanaman dan
ternak yang telah
diciptakan Allah, lalu mereka berkata sesuai dengan persangkaan mereka,
‘ ini untuk Allah dan
ini untuk berhala-berhala kami…..’”. (QS. Al-An’am: 136)

14
BAB IV
SOLUSI DARI MASALAH

Dengan uraian di atas kita dapat menyadari bahwa apapun sistem politik
yang di gunakan
disetiap Negara akan !percuma kalau tidak didasari dengan kesadaran
Iman dan Taqwa kepada
Allah oleh setiap pemimpin dan rakyatnya.Berkenaan dengan pentingnya
penguasaan memahami kontribusi agama dalam kehidupan politik, berbangsa
dan bernegara dalam pembelajaran. Khususnya pendidik harus mampu :
a. Menjelaskan pentingnya Agama dalam kehidupan berpolitik
b. Memberikan contoh pemimpin yang sesuai dengan kaidah Agama.
c. Menerapkan Suri Tauladan yang dicantumkan Dalam Hadits.

15
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari hasil kajian diatas maka dapat kami ambil kesimpulan sebagai
berikut:
Agama itu sangat penting disegala aspek kehidupan umat manusia selain itu
agama juga agama berperan untuk menenangkan jiwa dan raga. Dengan agama yg
kita yakini hidup akan lebih baik dan indah. Dengan agama kita akan lebih bijak
menyikapi sesuatu. Contohnya saja diZaman Nabi Muhammad agama berperan
penting dalam segala bidang termasuk pemerintahannya.

B. Saran
Berkenaan dengan pentingnya penguasaan memahami kontribusi agama
dalam kehidupan politik, berbangsa dan bernegara dalam pembelajaran.
Khususnya pendidik harus mampu :
a. Menjelaskan pentingnya Agama dalam kehidupan berpolitik
b. Memberikan contoh pemimpin yang sesuai dengan kaidah Agama.
c. Menerapkan Suri Tauladan yang dicantumkan Dalam Hadits.

16
DAFTAR PUSTAKA

Gema Insani Press (1994) 1100 Hadits Terpilih (Sinar Ajaran Muhammad SLTA,
Dr. Muhammad Faiz Almath.

http://www.google.co.id/search?
hl=id&biw=1280&bih=671&noj=1&q=Kontribusi+Pemikiran+Pemelu
k+Agama+dalam+Kehidupan+Politik%2C+Berbangsa
%2C+dan+Bernegara&oq=Kontribusi+Pemikiran+Pemeluk+Agama+d
alam+Kehidupan+Politik%2C+Berbangsa
%2C+dan+Bernegara&aq=f&aqi=&aql=&gs_sm=12&gs_upl=0l0l1l14
70l0l0l0l0l0l0l0l0ll0l0&gs_l=serp.12...0l0l1l1470l0l0l0l0l0l0l0l0ll0l0

http://www.eramuslim.com/suara-langit/penetrasi-ideologi/politik-islam-
danpolitikjahiliyyah.htm

http://id.wikipedia.org/wiki/Politik_Islam http://id.wikipedia.org/wiki/Khalifah

Politik dalam Islam

http://biosaefful.blogspot.co.id/2012/07/memahami-kontribusi-agama-dalam.html

➢ Al-Qur’anul Karim

➢ Riyadhus Sholihin, Karya Imam Nawawi

➢ Tafsir Ibnu Katsir

➢ Menuju Jamaatul Muslimin, Karya Husssain bin Muhammad bin Ali jabir,
M.A.

➢ Fiqh politik Hasan Al-Banna, Karya Dr. Muhammad Abdul Qadir Abu Faris.

➢ Pilar-Pilar Asasi, Karya KH. Rahmat Abdullah.

➢ Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin, Karya Hasan Al-Banna.

➢ Biarkan Dakwah Bermertamorfosa, Karya Andree

➢ Al-Islam, Karya Sa’id Hawa

➢ Aliran-Aliran Sesat Di Indonesia, Karya Hartono Ahmad Jaiz.

17

Anda mungkin juga menyukai