Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

PENYENYERANGAN TERHADAP WARGA AHMADIYAH DI


MASJID MIFTAHUL HUDA KABUPATEN SINTANG
KALIMANTAN BARAT SERTA KAITANNYA TENTANG
PANCASILA
MATA KULIAH PPKN

CHICI YULIANA NADI,S.Pd.M.Pd.

AGENG SATRIA PAMUNGKAS,M.Pd

OLEH :

KELOMPOK 2

Anggi Subagja
(NIM.231471031)
Dayung Lampahsae
(NIM.231471031)
Firmansyah Risky Prasetya
(NIM.231471010)
Mahesa Setya Prabowo
(NIM.231471020)
Raina Aqyuta Sakti
(NIM.231471023)
Jasinda Salsabila Syifa Risti Prasetya
(NIM.231471033)
S1 KRIYA | FAKULTAS SENI RUPA DESAIN

TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada tuhan yang maha esa atas anugrah-nya
sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan penulisan makalah tentang
Penyerangan Terhadap Warga Ahmadiyah di Masjid Miftahul Huda Kabupaten
Sintang Kalimantan Barat.

Adapun maksud dan tujuan dari penyusunan makalah ini selain untuk
menyelesaikan tugas yang di berikan oleh dosen pengajar, juga untuk lebih
memperluas pengetahuan para mahasiswa khususnya bagi penulis.

Penulis telah berusaha unuk mendapat menyusun makalah ini dengan baik
namun untuk penulis pun menyadari bahwa kami memiliki akan adanya keterbatasan
kami sebagai manusia biasa.oleh karena itu jika didapati adanya kesalahan-kesalahan
baik dari segi teknik penulisan maupun dari isi ,maka kami memohon maaf dan kritik
saran dari dosen pengejar bahkan semua pembaca sangat di harapkan oleh kami untuk
dapat menyempurnakan makalah ini terlebih juga dalam pengetahuan kita bersama.

ii
DAFTAR ISI

Judul …………………………………………………………………………………i

Kata pengantar ..…………………………………………………………………… ii

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar belakang …..…………………………………………………………………1

B. Rumusan masalah ………….………….…………………………………………2

C. Tujuan pembahasan ………………………………………………………………2

BAB 2 PEMBAHASAN

A. Pengertian Agama Dan Kepercayaan ……………………………………………3

B. Hubungan Antara agama Dan Pancasila…………………………..…………….4

C. Penyerangan Terhadap Warga Ahmadiyah di Masjid Miftahul Huda Kabupaten


Sintang Kalimantan Barat …….………………………………………………………5

D. Kaitan Antara Penyerangan Suatu Aliran Agama dengan Pancasila………….10

BAB 3 PENUTUP

A. Kesimpulan ………………………………………………………………………12

DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Indonesia merupakan negara dengan banyak penduduk yang berasal dari
berbagai ras, budaya, suku dan agama. Salah satu aspek terpenting dari mayoritas
masyarakat negara Indonesia adalah perbedaan agama yang dianut masyarakatnya.
Agama dan kepercayaan yang hidup dan tumbuh di Indonesia tidaklah unik
melainkan berbeda-beda. Pemerintah Indonesia mengakui enam agama yaitu Islam,
Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan Konghucu. Selain itu, diakui juga bahwa
penerimaan terhadap kepercayaan atau animisme masih hidup dan berkembang di
masyarakat.

Kebebasan beragama adalah hak asasi manusia yang melindungi hak individu
untuk memilih, mengubah, atau menganut suatu keyakinan atau keyakinan agama
tanpa campur tangan atau diskriminasi dari pemerintah atau pihak lain. Prinsip ini
diakui dalam deklarasi universal PBB tentang hak banyak negara untuk mengikuti
proses demokrasi di Amerika Serikat, yaitu Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia
PBB dan dalam banyak konstitusi negara-negara yang menganut sistem demokrasi
dan masyarakat yang inklusif.

Ketidakpahaman tentang keyakinan agama orang lain atau ketakutan terhadap


hal yang tidak diketahui dapat memicu konflik. Kurangnya pengetahuan tentang
agama lain bisa menghasilkan prasangka dan stereotip negatif. Selain itu ,Perlakuan
tidak adil, diskriminasi, atau ketidaksetaraan hak-hak antara kelompok agama dapat
menyebabkan ketegangan dan konflik. Ketika satu kelompok agama merasa dianiaya
atau diabaikan oleh negara atau kelompok agama lain, hal ini dapat memicu reaksi
keras yang menyebabkan adanya penyerangan suatu agama maupun kepercayaan.

1
B. RUMUSAN MASALAH

1. Pengertian Agama dan Kepercayaan?


2. Bagaimana Perbedaan Keyakinan di Indonesia?
3. Bagaimana Perbedaan Aliran dalam Suatu Kepercayaan?
4. Pengaruh Aliran dalam suatu agama?

C. TUJUAN PEMBAHASAN

1. Mengerti pengertian dari Agama dan Kepercayaan


2. Mengetahui perbedaan Keyakinan di Indonesia
3. Mengetahui perbedaan Aliran dalam Suatu Kepercayaan
4. Mengetahui Pengaruh aliran dalam suatu Agama

2
BAB 2

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN AGAMA DAN KEPERCAYAAN

Agama adalah suatu sistem kepercayaan, praktik, dan nilai-nilai spiritual


yang dianut oleh sekelompok orang atau komunitas. Hal ini sering kali melibatkan
keyakinan bahwa ada kekuatan supernatural atau faktor
ketuhanan yang mempengaruhi kehidupan manusia. Agama sering kali memiliki
ajaran, ritual, aturan moral, dan struktur organisasi yang
membantu orang memahami makna hidup, tujuan keberadaan, dan cara
berinteraksi dengan orang lain, alam, atau kekuasaan.
Keyakinan adalah keyakinan pribadi atau kolektif terhadap sesuatu, baik
spiritual, filosofis, atau bahkan sekadar keyakinan terhadap suatu ide atau
konsep. Hal ini dapat mencakup kepercayaan terhadap agama tertentu, sistem
spiritual, atau bahkan hal-hal non-agama seperti etika, nilai-nilai tertentu,
atau gagasan filosofis.
Kepercayaan merujuk pada keyakinan individu atau kelompok yang tidak
selalu terikat oleh struktur formal atau organisasi. Kepercayaan dapat mencakup
pandangan spiritual atau filosofis seseorang terhadap kehidupan, alam semesta, atau
keberadaan. Kepercayaan bisa berasal dari pengalaman pribadi, warisan budaya, atau
pemahaman individu terhadap eksistensi. Perbedaan mendasar antara agama dan
kepercayaan adalah bahwa agama seringkali memiliki struktur formal, doktrin, dan
organisasi yang jelas, sementara kepercayaan bisa bersifat lebih individual atau
terorganisir dalam kelompok kecil tanpa struktur yang formal.
Meskipun agama dan kepercayaan seringkali berkaitan dengan spiritualitas
dan pandangan mengenai kehidupan dan alam semesta, perbedaan kunci antara
keduanya ada pada struktur, organisasi, dan tingkat formalitas. Agama seringkali
lebih terstruktur, memiliki aturan yang jelas, dan seringkali melibatkan komunitas
besar, sementara kepercayaan bisa bersifat lebih individual atau terorganisir dalam

3
kelompok yang lebih kecil tanpa struktur formal yang sama seperti agama.
Perbedaan utama antara keduanya adalah bahwa agama biasanya memiliki
struktur terstruktur, dengan ajaran, praktik, dan aturan tertentu,
sedangkan keyakinan dapat tersebar melintasi batas negara, menjadi keyakinan
individu atau kumpulan tanpa struktur atau aturan yang jelas.

B. HUBUNGAN ANTARA AGAMA DENGAN PANCASILA


Pancasila merupakan dasar negara Indonesia yang memuat lima
prinsip dasar filosofis yang menjadi landasan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Meskipun Pancasila bukanlah agama dalam arti harafiah, namun hubungan
Pancasila dengan agama dapat dijelaskan sebagai berikut.
1. Kehidupan beragama dalam Pancasila
Pancasila menjamin kebebasan beragama bagi seluruh warga negara
Indonesia. Salah satu tema utama Pancasila adalah “Ketuhanan Yang Maha Esa”,
yaitu mengakui keberadaan Tuhan tanpa menggunakan agama tertentu. Hal
ini memungkinkan adanya perbedaan agama dan kepercayaan di Indonesia.
2. Hubungan dengan Agama di Indonesia
Pancasila sebagai dasar negara tidak menganut agama apapun. Meski
demikian, ia menghormati semua agama yang dianut masyarakat Indonesia. Hal ini
tercermin dari keberagaman agama di Indonesia, dimana keyakinan agama yang
berbeda diakui dan dihormati.
3. Perjanjian dan Ajaran Agama
Prinsip-prinsip Pancasila seperti keadilan
sosial, keadilan dan peradaban manusia, demokrasi, persatuan, dan lain-lain, sejalan
dengan ajaran banyak agama. Nilai-nilai tersebut mengedepankan
moralitas, keadilan, persatuan dan kemajuan yang sering dituangkan dalam ajaran
agama.

4
4. Persatuan dan Persatuan dalam Beragama
Pancasila mengedepankan kerukunan dan toleransi antar
umat beragama. Prinsip-prinsipnya menciptakan kerangka bagi masyarakat
yang beragam agama untuk hidup bersama secara harmonis tanpa konflik antar
agama.
Pancasila sebagai dasar negara Indonesia memberikan landasan
bagi berbagai agama dan kepercayaan, mendukung toleransi, persatuan dan
keadilan. Meski bukan agama dalam arti harfiah, namun prinsip-prinsip di dalamnya
seringkali sejalan dengan prinsip moral yang diajarkan oleh banyak agama. Hal ini
memungkinkan berbagai agama di Indonesia dapat hidup bersama secara
harmonis, sesuai dengan semangat persatuan dan kerukunan dalam Pancasila.

C. PENYERANGAN TERHADAP WARGA AHMADIYAH DIMASJID


MIFTAHUL HUDA KABUPATEN SINTANG KALIMANTAN
BARAT

Menurut sumber [Kompas tv], Sebelum penyerangan, keberadaan JAI di


Sintang ditentang oleh pemerintah setempat. Masjid yang dibangun dianggap
tidak punya izin operasional. Penghentian aktivitas JAI di Sintang pun tak lepas
dari persetujuan kepala daerah Sintang dan Gubernur Kalimantan Barat.

Kronologi Kejadian dari Perspektif Ahmadiyah

Juru Bicara Jemaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) Yendra Budiana mengatakan,


pembakaran dan perusakan masjid dilakukan oleh sekitar 130 orang yang
mengatasnamakan Aliansi Umat Islam.

Mereka membakar masjid dan melemparinya dengan botol plastik yang telah diisi
bensin. "Massa mengambil botol-botol plastik berisi bensin yang sudah disiapkan di
parit di kebun karet," kata Yendra melalui keterangan tertulis, Sabtu (4/9/2021).

Ahmadiyah yang sudah berada di Kabupaten Sintang sejak 2004 terus mengalami
penolakan hingga berujung pembakaran masjid itu. Sebelum perusakan, terdapat
sejumlah pertemuan antara Plt. Bupati Sintang dengan Forkopimda dan perwakilan
masyarakat yang bertempat di Desa Balai Harapan untuk membahas solusi terkait

5
Ahmadiyah. Namun, kata Yendra, Ahmadiyah tidak diundang. Setelah pertemuan itu,
Plt. Bupati dan rombongan datang ke Masjid Miftahul Huda untuk menanyakan
kepada mubaligh Ahmadiyah lahan tanah atas nama siapa, berapa luas masjid hingga
jumlah anggota. Tak berselang lama dari pertemuan itu, masyarakat yang
mengatasnamakan Aliansi Umat Islam menyampaikan ultimatum kepada aparat di
Kabupaten Sintang untuk menindak tegas Ahmadiyah dalam waktu 3X24 jam.

Tanggal 13 Agustus 2021, Plt. Bupati Sintang menyampaikan surat kepada Pimpinan
JAI di Kabupaten Sintang dengan Nomor 300/226/Kesbangpol-C perihal Tindak
Lanjut Pernyataan Sikap Aliansi Umat Islam Kabupaten Sintang. Tanggal 13
Agustus, MUI Kabupaten Sintang mengirimkan surat kepada Bupati Sintang
menyampaikan dukungan pada Aliansi Umat Islam. "Tanggal 14 Agustus 2021,
datang rombongan yang dipimpin Zulfadli dari Kesbangpol menutup paksa masjid
Miftahul Huda. Masjid kemudian tidak bisa lagi digunakan sebagaimana fungsinya
untuk beribadah sejak 14 Agustus 2021 sampai peristiwa pembakaran, Jumat 3
September 2021," terang Yendra.

Pada pukul 13.17 WIB, setelah salat Jumat, kata Yendra, massa yang berjumlah
sekitar 130 orang berdatangan dan berkumpul di depan masjid Ahmadiyah. Peristiwa
pembakaran pun terjadi. “Massa yang berhasil membakar bangunan dan
menghancurkan dinding masjid Miftahul Huda berjalan menemui massa yang berada
di pintu masuk jalur 9 dengan mengatakan masjid sudah jebol dan sudah dibakar.
Sekitar pukul 14.35 massa membubarkan diri,” kata Yendra.

"Saat api berkobar massa menyampaikan ancaman bahwa jika dalam 30 hari, masjid
tidak diratakan oleh pemerintah, maka mereka akan kembali lagi untuk meratakan
bangunan masjid Miftahul Huda," kenang Yendra.

Sebelum kejadian, Pengurus Daerah JAI Kabupaten Sintang mengirimkan surat


Permohonan Perlindungan Hukum kepada Kapolres Sintang yang juga ditembuskan
kepada Ketua Komnas HAM RI. Surat tersebut sebagai respon dari ultimatum yang
disampaikan Aliansi Umat Islam kepada jemaah Ahmadiyah.

Kebebasan beragama adalah hak asasi manusia yang penting dan diakui secara
universal. Ini mencakup hak setiap individu untuk memilih, mengubah, dan
mengamalkan keyakinan agama atau kepercayaan spiritualnya tanpa tekanan atau
diskriminasi dari pihak manapun, baik dari pemerintah maupun dari masyarakat.

Kebebasan beragama mencakup beberapa hal:

6
1.Hak Memilih Agama atau Kepercayaan:

Setiap individu memiliki hak untuk memilih agama atau kepercayaan spiritualnya
tanpa paksaan dari pihak manapun. Ini mencakup hak untuk memeluk agama yang
diinginkan atau tidak memeluk agama sama sekali.

2.Hak untuk Beribadah:

Kebebasan beragama juga mencakup hak untuk menjalankan praktik keagamaan atau
ibadah sesuai dengan keyakinan masing-masing, baik secara individu maupun secara
bersama-sama dengan komunitas.

3.Tidak Mengalami Diskriminasi:

Individu tidak boleh didiskriminasi atau dihukum atas keyakinan agama atau
kepercayaan spiritualnya. Mereka memiliki hak yang sama dengan individu lainnya
di mata hukum, dalam hal pendidikan, pekerjaan, dan partisipasi dalam kehidupan
masyarakat.

4.Hak Untuk Mengubah atau Mengamalkan Keyakinan:

Kebebasan beragama mencakup hak untuk mengubah keyakinan agama atau


kepercayaan, serta hak untuk menyebarkan atau membagikan keyakinan tersebut
kepada orang lain.

Kebebasan beragama merupakan bagian dari hak asasi manusia yang diakui
dalam berbagai deklarasi internasional, konstitusi negara-negara yang demokratis,
serta dijamin dalam berbagai peraturan hukum dan perjanjian internasional.

Penting untuk diingat bahwa kebebasan beragama juga melibatkan tanggung


jawab. Hak ini tidak boleh digunakan untuk merugikan orang lain atau melanggar
hak-hak asasi manusia lainnya. Selain itu, kebebasan beragama juga harus dijaga dan
dihormati dalam masyarakat yang beragam, memungkinkan setiap individu untuk
mempraktikkan keyakinannya tanpa takut akan diskriminasi atau penindasan.

Dalam kesempatan itu, Kurniawan menjelaskan, Pemkab Sintang pada


prinsipnya menjamin kebebasan kepada JAI untuk beribadat. Namun, lanjut
Kurniawan, sepanjang anggota JAI mengakui beragama Islam, dan sesuai ketentuan

7
dan keputusan bersama Menteria Agama, Jaksa Agung, dan Menteri Dalam Negeri
Nomor 3/2008. Kemudian Nomor: Kep-033/A/JA/6/2008, dan Nomor 199/2008,
tentang Peringatan dan Perintah Kepada Penganut, Anggota, dan/atau anggota
Pengurus JAI dan Warga Masyarakat. "Maka diperintahkan juga kepada penganut
atau anggota JAI agar melaksanakan apa yang telah diperintahkan di atas dalam
aktivitas dan bentuk apapun tanpa izin pemerintah," katanya. Baca juga: Komnas
HAM Kutuk Aksi Perusakan Masjid Ahmadiyah di Sintang 5. Tegakkan
keberagaman Sementara itu, Koordinator Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (Sejuk)
Kalbar Dian Lestari berharap seluruh pihak untuk menahan diri. Peristiwa
penyerangan warga Ahmadiyah pada Jumat (3/9/) siang menjadi bukti nyata bahaya
terhadap eskalasi dari prasangka dan stigma mampu berujung kekerasan dan
intimidasi. “Mari kita semua menjadi teladan. Kembangkan sikap saling menghormati
dan menghargai keberagaman. Hormati perbedaan, hilangkan pemikiran, dan
perbuatan yang lebih senang membenci daripada menyayangi sesama manusia,” kata
Dian dalam keterangan tertulisnya, Jumat (3/9/2021).

Dirinya mengajak semua pihak merenung dan membayangkan seandainya


berada di posisi yang sama, yakni sebagai orang yang menjadi korban perusakan ini.
Dian juga mendesak aparat keamanan bertindak profesional dan segera mengatasi
masalah tersebut. “Aparat hendaknya berupaya maksimal, dengan tegas mencegah
penyebaran ajakan melakukan tindak kekerasan,” jelas Dian. 6. Komnas HAM
sayangkan aksi penyerangan Komisioner Komnas HAM Ulung Hapsara
menyayangkan adanya aksi penyerangan itu. “Peristiwa tersebut telah mencederai
nilai-nilai hak asasi manusia khususnya kebebasan beragama dan berkeyakinan dan
hak atas rasa aman yang harus dihormati oleh setiap warga Negara Indonesia dan
dilindungi oleh Negara,” katanya melalui keterangan pers tertulis yang diterima
Kompas.com, Jumat malam. Ulung mengatakan, Komnas HAM RI sejatinya sudah
berusaha mencegah eskalasi konflik dan mengupayakan mediasi hak asasi manusia
sebagai jalan penyelesaian. Dirinya meminta pemerintah daerah dan aparat keamanan
untuk lebih peka dan sigap dalam menangkap potensi konflik. “Tapi ternyata
diabaikan karena ketidaktegasan Pemerintah Kabupaten Sintang dan aparat hukum
terkait,” ungkap Ulung.

Terdapat beragam aliran kepercayaan di seluruh dunia, dan perbedaan antara aliran-
aliran tersebut seringkali sangat bervariasi dalam hal keyakinan, praktik, pandangan
dunia, dan struktur organisasinya. Berikut adalah beberapa perbedaan umum antara
aliran kepercayaan:

1.Keyakinan Utama:

8
Polytheisme, Monotheisme, Pantheisme: Beberapa aliran kepercayaan mungkin
mempercayai banyak dewa (polytheisme), satu Tuhan tunggal (monotheisme), atau
bahwa alam semesta sendiri adalah manifestasi Tuhan (pantheisme).

2.Teks Suci atau Kode Etik:

Teks Suci: Beberapa aliran memiliki teks suci yang dianggap sebagai panduan utama
bagi keyakinan dan praktik mereka, sementara yang lain mungkin lebih bergantung
pada tradisi lisan atau pengalaman langsung.

Kode Etik dan Ajaran: Perbedaan dalam ajaran moral dan aturan etika yang diikuti
oleh penganut, yang bisa mencakup berbagai hal seperti etika sosial, prinsip
kehidupan, atau pandangan tentang kebaikan dan kejahatan.

3.Praktik Ritual dan Ibadah:

Perbedaan dalam Ritual dan Ibadah: Aliran kepercayaan memiliki perbedaan dalam
praktik-praktik ritual, seperti upacara keagamaan, doa, meditasi, perayaan, atau
praktik spiritual lainnya.

Tempat Ibadah atau Ritual: Beberapa aliran mungkin memiliki tempat ibadah formal
seperti kuil, gereja, masjid, atau altar khusus, sementara yang lainnya mungkin lebih
cenderung melakukan praktik-praktik mereka di alam terbuka atau tempat-tempat
yang alamiah.

4.Pengaruh Budaya dan Geografis:

Pengaruh Budaya dan Lokalitas: Aliran kepercayaan seringkali dipengaruhi oleh


budaya, sejarah, dan geografi tempat asalnya. Ini dapat menciptakan variasi yang
signifikan antara aliran-aliran kepercayaan yang ada di berbagai daerah di seluruh
dunia.

Setiap agama umumnya memiliki banyak aliran atau cabang yang berbeda, sering kali
muncul karena interpretasi yang berbeda terhadap ajaran agama, perbedaan budaya,
atau penekanan pada aspek-aspek tertentu dari agama tersebut. Setiap aliran
kepercayaan memiliki ciri khas dan perbedaan yang membuatnya unik. Namun,
banyak dari mereka juga berbagi nilai-nilai yang serupa dalam hal etika, kasih
sayang, keadilan, dan hubungan dengan alam semesta.

9
D. KAITAN ANTARA PENYERANGAN SUATU ALIRAN
KEPERCAYAAN DAN PANCASILA
Pancasila merupakan dasar negara Indonesia yang memuat lima
prinsip dasar filosofis. Penyerangan terhadap kelompok agama
tidak sesuai dengan prinsip Pancasila. Nilai-nilai Pancasila menekankan pada
persatuan, toleransi antar agama, demokrasi, keadilan sosial, dan kebebasan.

Menyerang suatu kelompok agama bertentangan dengan prinsip Pancasila.


Pancasila menjamin kebebasan beragama bagi seluruh warga negara Indonesia,
yang mencakup hak setiap orang untuk memilih dan mengamalkan keyakinan
atau keyakinan agamanya tanpa tekanan atau diskriminasi dari orang lain.

Dalam bidang agama dan kepercayaan, Pancasila menciptakan suatu sistem agar
berbagai agama di Indonesia dapat hidup bersama secara damai dan rukun, tanpa
adanya penindasan atau kekerasan terhadap kelompok agama
tertentu. Menyerang atau menindas suatu kelompok agama bertentangan
dengan prinsip Pancasila, khususnya prinsip toleransi, persatuan, keadilan, dan
kebebasan. Hal ini tidak sesuai dengan semangat perbedaan agama yang
dihormati dan dipahami dalam kerangka negara Pancasila. Oleh karena itu, bagi
negara yang menjunjung tinggi Pancasila sebagai dasar negaranya, tindakan
yang merendahkan kebebasan beragama dan berujung pada penyerangan
terhadap organisasi keagamaan tidak sesuai dengan prinsip dasar Pancasila.

Ketika suatu aliran agama diserang, itu bisa melanggar nilai-nilai Pancasila, seperti:

Ketahanan terhadap Keragaman: Serangan terhadap suatu aliran agama bisa


mengancam kerukunan dan toleransi antarumat beragama yang menjadi salah satu
poin penting dalam Pancasila.

Keadilan Sosial: Serangan atau penindasan terhadap suatu aliran agama bisa
melanggar prinsip keadilan sosial yang menjadi nilai utama dalam Pancasila.

Demokrasi dan HAM: Kekerasan atau diskriminasi terhadap suatu aliran agama
melanggar hak asasi manusia dan prinsip demokrasi yang dijamin oleh Pancasila.

10
Jika terjadi penyerangan terhadap suatu agama berdasarkan nilai-nilai Pancasila,
beberapa hal yang mungkin terjadi atau respons yang umum adalah sebagai berikut:

1) Reaksi Masyarakat:

Kecaman dan Protes: Masyarakat bisa bereaksi dengan keras terhadap penyerangan
terhadap suatu agama. Mereka mungkin menyuarakan kecaman dan melakukan
protes atas tindakan tersebut.

Solidaritas Antaragama: Penyerangan terhadap suatu agama bisa memicu solidaritas


dan dukungan dari berbagai agama lainnya. Masyarakat bisa bersatu untuk menolak
tindakan yang mengancam kerukunan antarumat beragama.

2) Respon Pemerintah:

Tindakan Hukum: Pemerintah dapat mengambil tindakan hukum terhadap pelaku


penyerangan untuk menegakkan keadilan dan menunjukkan bahwa tindakan tersebut
tidak dapat diterima dalam negara berdasarkan Pancasila.

Penggalangan Kesepakatan dan Dialog: Pemerintah dapat menggalang dialog


antaragama dan mempromosikan kesepakatan bersama untuk memastikan kerukunan
antarumat beragama.

3) Respon Internasional:

Reaksi dari Komunitas Internasional: Penyerangan terhadap suatu agama juga bisa
memicu reaksi dan kecaman dari komunitas internasional. Hal ini dapat memperkuat
tekanan terhadap negara tersebut untuk mengambil tindakan yang tepat.

4) Penguatan Nilai-nilai Pancasila:

Pendidikan Nilai-nilai Pancasila: Peristiwa seperti penyerangan terhadap agama bisa


menjadi momentum untuk memperkuat pendidikan nilai-nilai Pancasila, termasuk
nilai-nilai toleransi, kerukunan, dan keadilan sosial.

Penyerangan terhadap suatu agama, yang bertentangan dengan nilai-nilai


Pancasila, bisa memicu respons yang beragam dari masyarakat, pemerintah, dan
komunitas internasional. Di tengah ketegangan dan konflik, nilai-nilai kerukunan dan

11
toleransi yang dipegang teguh oleh Pancasila biasanya menjadi dasar untuk
menciptakan pemahaman, perdamaian, dan keadilan dalam masyarakat.

BAB 3

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Ringkasan yang komprehensif tentang agama, kepercayaan, hubungan dengan


Pancasila, dan kasus penyerangan terhadap warga Ahmadiyah di Kabupaten Sintang,
Kalimantan Barat. Ada pemahaman mendalam tentang konsep-konsep tersebut dan
bagaimana mereka berinteraksi, serta penggambaran yang rinci tentang kejadian
spesifik yang terjadi.

Bagian pertama membedah perbedaan antara agama dan kepercayaan dengan sangat
jelas, memberikan gambaran yang baik tentang struktur, organisasi, dan sifat
formalitas keduanya. Kemudian, menjelaskan hubungan antara agama dan Pancasila,
serta bagaimana Pancasila memberikan landasan bagi keberagaman agama dan
kepercayaan di Indonesia.

Bagian ketiga menguraikan kronologi penyerangan terhadap warga Ahmadiyah di


Masjid Miftahul Huda di Kabupaten Sintang, menggambarkan peristiwa itu dari
perspektif Ahmadiyah, tindakan pemerintah setempat, dan respons dari beberapa
pihak termasuk Koordinator Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (Sejuk) Kalbar, dan
Komnas HAM.

Bagian keempat menggarisbawahi pentingnya kebebasan beragama sebagai hak asasi


manusia yang diakui secara universal, menjelaskan hak-hak yang terkandung dalam
kebebasan beragama serta tanggung jawab yang melekat padanya.

Terakhir, bagian kelima mengaitkan penyerangan terhadap suatu aliran kepercayaan


dengan nilai-nilai Pancasila, menunjukkan bagaimana tindakan semacam itu
bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar Pancasila.

12
DAFTAR PUSTAKA

https://regional.kompas.com/read/2021/09/04/060000878/6-fakta-di-
balik-perusakan-masjid-ahmadiyah-di-sintang-dipicu-rasa-kecewa?
page=all

https://www.kompas.tv/regional/208284/kronologi-sebelum-terjadinya-
penyerangan-masjid-ahmadiyah-di-sintang?page=all

https://www.cnnindonesia.com/nasional/20210904110136-20-689644/
kronologi-sebelum-perusakan-masjid-ahmadiyah-di-sintang

https://tirto.id/kronologi-masjid-ahmadiyah-sintang-diserang-berawal-
dari-penolakan-gjdc

13

Anda mungkin juga menyukai