Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH PANCASILA SEBAGAI WARGA

NEGARA YG BERAGAMA

Oleh:
DIO ARNANDA JULIAN
21301014
A.MANAJEMEN

FAKULTAS BUDAYA MANAJEMEN DAN BISNIS UNIVERSITAS


PENDIDIKAN MANDALIKA
2021

1
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah pendidikan
Pancasila tentang “Pancasila dan Agama”.

Adapun makalah Pendidikan Pancasila tentang “Pancasila dan Agama” ini telah saya
usahakan semaksimal mungkin dan tentunya dengan bantuan berbagai pihak, sehingga dapat
memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu saya tidak lupa menyampaikan banyak terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu saya dalam pembuatan makalah ini.

Namun tidak lepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa ada kekurangan
baik dari segi penyusun bahasanya maupun segi lainnya. Oleh karena itu dengan lapang dada
dan tangan terbuka saya membuka selebar-lebarnya bagi pembaca yang ingin memberi saran
dan kritik kepada saya sehingga saya dapat memperbaiki makalah matematika dasar ini.

Akhirnya penyusun mengharapkan semoga dari makalah Pendidikan Pancasila tentang


“Pancasila dan Agama” ini dapat diambil hikmah dan manfaatnya sehingga dapat memberikan
inpirasi terhadap pembaca.

penyusunan;

Desember ,2021

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar...............................................................................................................1
Daftar Isi.........................................................................................................................2

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang...................................................................................................3

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Agama..............................................................................................4
B. Fungsi Agama di Masyarakat.............................................................................5
C. Pengertian Negara..............................................................................................6
D. Latar Belakang Timbulnya Negara....................................................................7
E. Hubungan Agama dan Negara...........................................................................9

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan.........................................................................................................14

Daftar Pustaka................................................................................................................17

3
BAB,I

PENDAHULUAN

Latar belakang

Pancasila merupakan dasar negara, dan pemersatu bangsa Indonesia yang majemuk.
Bangsa indonesia adalah bangsa yang beragam suku dan budaya dan juga agama. Yang mana
ketika suatu bangsa memilki keberagaman khususnya agama maka akan banyak di temukan
permaslahan permasalahan yang sulit untuk di selesaikan karena ini menyangkut soal
keyakinan
Persoalan yang sering muncul adalah beberapa beberapa penganut agama tertentu
memaksakan kehendak mereka untuk mengganti ideologi pancasila dengan ideologi keyakunan
mereka. Bahkan ada yang memngnginkan agar negara indonesia ini menjadi negara yang
memberlakukan hukum agama tertentu. Hal ini tidak dapat terjadi karena rakyat indonesia
memilki beragam suku budaya dan agama, dengan demikian maka untuk menjadikan indonesia
sebagai negara hukum-hukumnya mengadobsi dari satu agama tidak akan terapai karena itu
sama saja dengan memaksakan kehendak.
Pancasila sebagai dasar negara merupakan harga mati yang tidak boleh ditawar lagi karena
dengan pancasila maka perbedaan suku agama dan budaya bangsa indonesia bisa di
persatukan. Pancasila sebagai penengah dari perbedaan tersebut.
Sila pertama pancasila adalah ketuhanaan yang maha esa. artinya bahwa Pancasila
mengakui dan menyakralkan keberadaan Agama, tidak hanya Islam namun termasuk juga
Kristen, Katolik, Budha,khonhucu dan Hindu sebagai agama resmi negara pada saat itu.
Ketuhanaan yang maha esa bukan berarti rakyat indonesia harus memilki berkeyakinan satu
tuhan saja, tapi maksud dari sila pertama ini adalah rakyat indonesia harus memilki sifat-sifat
luhur atau mulia (sifat-sifat Tuhan) yaitu cinta kasih, kasih sayang, jujur, rela berkorban, rendah
hati, memaafkan, dan sebagainya.

4
BAB II PEMBAHASAN

A. Pengetian Agama
Kata Agama berasal dari bahasa Sansekerta dari kata a berarti tidak dan gama
berarti kacau. Kedua kata itu jika dihubungkan berarti sesuatu yang tidak kacau. Jadi fungsi
agama dalam pengertian ini memelihara integritas dari seorang atau sekelompok orang agar
hubungannya dengan Tuhan, sesamanya, dan alam sekitarnya tidak kacau. Karena itu
menurut Hinduisme, agama sebagai kata benda berfungsi memelihara integritas dari
seseorang atau sekelompok orang agar hubungannya dengan realitas tertinggi, sesama
manusia dan alam sekitarnya. Ketidak kacauan itu disebabkan oleh penerapan peraturan
agama tentang moralitas,nilai-nilai kehidupan yang perlu dipegang, dimaknai dan
diberlakukan.

Pengertian itu jugalah yang terdapat dalam kata religion (bahasa Inggris) yang
berasal dari kata religio (bahasa Latin), yang berakar pada kata religare yang berarti
mengikat. Dalam pengertian religio termuat peraturan tentang kebaktian bagaimana
manusia mengutuhkan hubungannya dengan realitas tertinggi (vertikal) dalam
penyembahan dan hubungannya secara horizontal (Sumardi, 1985:71). Agama itu timbul
sebagai jawaban manusia atas penampakan realitas tertinggi secara misterius yang
menakutkan tapi sekaligus mempesonakan Dalam pertemuan itu manusia tidak berdiam
diri, ia harus atau terdesak secara batiniah untuk merespons.Dalam kaitan ini ada juga yang
mengartikan religare dalam arti melihat kembali kebelakang kepada hal-hal yang berkaitan
dengan perbuatan tuhan yang harus diresponnya untuk menjadi pedoman dalam hidupnya.

Islam juga mengadopsi kata agama, sebagai terjemahan dari kata Al-Din seperti
yang dimaksudkan dalam Al-Qur’an surat 3 : 19 ( Zainul Arifin Abbas, 1984
: 4). Agama Islam disebut Din dan Al-Din, sebagai lembaga Ilahi untuk memimpin manusia
untuk mendapatkan keselamatan dunia dan akhirat. Secara fenomenologis, agama Islam
dapat dipandang sebagai Corpus syari’at yang diwajibkan oleh Tuhan yang harus
dipatuhinya, karena melalui syari’at itu hubungan manusia dengan Allah

5
menjadi utuh. Cara pandang ini membuat agama berkonotasi kata benda sebab agama
dipandang sebagai himpunan doktrin.

Komaruddin Hidayat seperti yang dikutip oleh muhammad Wahyuni Nifis (Andito
ed, 1998:47) lebih memandang agama sebagai kata kerja, yaitu sebagai sikap keberagamaan
atau kesolehan hidup berdasarkan nilai-nilai ke Tuhanan. Walaupun kedua pandangan itu
berbeda sebab ada yang memandang agama sebagai kata benda dan sebagai kata kerja, tapi
keduanya sama-sama memandang sebagai suatu sistem keyakinan untuk mendapatkan
keselamatan disini dan diseberang sana.

Dengan agama orang mencapai realitas yang tertinggi. Brahman dalam Hinduisme,
Bodhisatwa dalam Buddhisme Mahayana, sebagai Yahweh yang diterjemahkan “Tuhan
Allah” (Ulangan 6:3) dalam agama Kristen, Allah subhana wata’ala dalam Islam telah
dirumuskan agama sebagai berikut: “Agama adalah keprihatinan maha luhur dari manusia
yang terungkap selaku jawabannya terhadap panggilan dari yang Maha Kuasa dan Maha
Kekal. Keprihatinan yang maha luhur itu diungkapkan dalam hidup manusia, pribadi atau
kelompok terhadap Tuhan, terhadap manusia dan terhadap alam semesta raya serta isinya” (
Sumardi, 1985:75). Uraian Sijabat ini menekankan agama sebagai hasil refleksi manusia
terhadap panggilan yang Maha Kuasa dan Maha Kekal. Hasilnya diungkap dalam hidup
manusia yang terwujud dalam hubungannya dengan realitas tertinggi, alam semesta raya
dengan segala isinya. Pandangan itu mengatakan bahwa agama adalah suatu gerakan dari
atas atau wahyu yang ditanggapi oleh manusia yang berada dibawah.

B. Fungsi Agama di Masyarakat


Pengertian fungsi disini adalah sejauh mana sumbangan yang diberikan agama
terhadap masyarakat sebagai usaha yang aktif dan berjalan secara terus – menerus. Dalam
hal ini ada dua fungsi agama bagi masyarakat diantaranya:

a. Agama telah membantu, mendorong terciptanya persetujuan mengenai sifat


dan isi kewajiban – kewajiban sosial dengan memberikan nilai – nilai yang
berfungsi menyalurkan sikap – sikap para anggota masyarakat dan
menciptakan kewajiban – kewajiban sosial mereka. Dalam hal ini agama telah
menciptakan sistem nilai sosial yang terpadu dan utuh.

6
b. Agama telah memberikan kekuatan penting dalam memaksa
dan mempererat adat istiadat yang dipandang bagus yang berlaku di
masyarakat.

Secara lebih jauh bahwa fungsi agama di masyarakat dapat dilihat dari fungsinya
terutama sebagai suatu yang mempersatukan. Dalam pengertian harfiyahnya agama
menciptakan suatu ikatan bersama, baik antara anggota masyarakat maupun dalam kewajiban-
kewajiban sosial yang membantu mempersatukan mereka. Karena nilai-nilai yang mendasari
sistem sosial dukungan bersama oleh kelompok-kelompok keagamaan, maka agama menjamin
adanya persetujuan dalam masyarakat. Agama juga cenderung melestarikan nilai-nilai sosial,
maka yang menunjukan bahwa nilai-nilai keagamaan tesebut tidak mudah diubah, karena
adanya perubahan dalam konsepsi- kosepsi kegunaan dan kesenangan duniawi.

C. Pengertian Negara
Negara adalah organisasi yang didalamnya ada rakyat, wilayah yang permanen, dan
pemerintah yang berdaulat. Dalam arti luas, negara merupakan kesatuan sosial (masyarakat)
yang diatur secara konstitusional untuk mewujudkan kepentingan bersama. Jadi, negara adalah
suatu wilayah yang didiami oleh penduduk secara tetap dan punya sistem pemerintahan.

Secara etimologi istilah Negara merupakan terjemahan dari kata-kata asing, yakni state
(bahasa Inggris), state (Bahasa Belanda dan Jerman) dan etat (Bahasa Prancis), kata staat, state,
etat itu diambil dari kata bahasa Latin status atau statum, yang berarti keadaan yang tegak dan
tetap atau sesuatu yang memiliki sifat-sifat yang tegak dan tetap.

Secara terminologi Negara diartikan dengan organisasi tertinggi di antara satu


kelompok masyarakat yang mempunyai pemerintahan yang berdaulat.

Secara khusus, pengertian negara dapat diketahui dari beberapa ahli kenegaraan, antara
lain :
1. Menurut Aristoteles, negara adalah persekutuan dari keluarga dan desa
guna memperoleh hidup yang sebaik - baiknya.

7
2. Menurut Karl Mark, negara adalah alat yang berkuasa ( kaum borjuis/kapitalis )
untuk menindas atau mengeksploitasi kelas yang lain ( proletariat / buruh ).

3. Menurut Logemann, negara adalah organisasi kemasyarakatan ( ikatan kerja )


yang mempunyai tujuan untuk mengatur dan memelihara masyarakat tertentu dengan
kekuasaannya.

4. Menurut Harold J. Laski, negara adalah suatu masyarakat yang terintegrasi


karena punya wewenang yang bersifat memaksa dan secara sah lebih agung daripada
individu atau kelompok yang merupakan bagian dari masyarakat.

5. Menurut Kranenburg, negara adalah suatu sistem dari tugas - tugas umum dan
organisasi yang diatur dalam usaha mencapai tujuan yang juga menjadi tujuan rakyat
yang diliputinya, sehingga perlu adanya pemerintahan yang berdaulat.

6. Menurut Mr. Soenarko, negara adalah suatu organisasi masyarakat yang


mengandung tiga kriteria yaitu ada daerah, warga negara, dan kekuasaan tertentu.

7. Menurut Meriam Budiarjo, negara adalah suatu daerah teritorial yang


rakyatnya diperintah oleh sejumlah pejabat yang berhasil menuntut warganya untuk
taat pada peraturan perundang - undangan melalui penguasaan monopolistis dari
kekuasaan yang sah.

D. Latar Belakang Timbulnya Negara


Asal mula terjadinya Negara berdasarkan fakta sejarah.
a. Penduduk (occupatie)
Hal ini terjadi ketika suatu wilayah yang tidak bertuan dan belum dikuasai, kemudian
diduduki dan dikuasai. Misalnya Liberia yang diduduki budak – budak Negara yang
dimerdekakan tahun 1847.
b. Peleburan (fusi)
Hal ini terjadi ketika Negara – Negara kecil yang mendiami suatu wilayah mengadakan
perjanjian untuk saling melebur atau bersatu menjadi Negara yang baru. Misalnya
terbentuknya federasi Jerman tahun 1871.

c. Penyerahan (Cessie)
Hal ini terjadi ketika suatu wilayah diserahkan kepada Negara lain berdasarkan sutau
perjanjian tertentu.
d. Penaikan (Acessie)
8
Hal ini terjadi ketika suatu wilayah terbentuk akibat penaikan lumpur sungai atau dari dasar
laut (delta). Kemudian di wilayah tersebut dihuni oleh sekelompok orang sehingga
terbentuklah Negara. Misalnya wilayah Negara Mesir yang berbentuk dari delta sungai Nil.

Disamping itu terdapat beberapa teori pembentukan Negara, diantaranya adalah:


a. Teori Kontrak Sosial
Thomas Hobbes (1588-1679) mengemukakan bahwa Negara menimbulkan rasa
takut kepada siapapun yang melanggar hukum negara. Jika warga Negara melanggar
hukum Negara, tidak segan – segan Negara menjatuhkan vonis hukuman mati, keadaan
alamiah ditafsirkan suatu keadaan manusia yang hidup bebas dan sederajat menurut
kehendak hatinya sendiri dan mengajarkan hidup rukun, tentram, tidak mengganggu
hidup, kesehatan, kebebasan, dan milik dari sesamanya.
b. Teori Ketuhanan
Teori ketuhanan dekenal juga dengan doktrin teokratis dalam teori asal mula
Negara. Teori ini bersifat universal dan ditemukan baik di dunia timur maupun di dunia
barat, baik dalam teori maupun praktik. Diabad pertengahan, Bangsa Eropa menggunakan
teori ini untuk membenarkan kekuasaan raja – raja yang mutlak. Doktrin ini menggunakan
hak – hak raja yang berasal dari tuhan untuk memerintah dan bertahta sebagai raja
(devine right of kings). Doktrin ini lahir sebagai resultantecontroversial dari kekuasaan
politik abad pertengahan.
c. Teori Kekuatan
Teori kekuatan secara sederhana dapat diartikan bahwa Negara yang pertama
adalah dominasi dari kelompok yang terkuat terhadap kelompok yang terlemah. Negara
dibentuk Negara penaklukan dan pendudukan. Dengan penaklukan dan pendudukan dari
kelompok etnis yang lebih kuat atas kelompok etnis yang lebih lemah, dimulailah proses
pembentukan Negara.

d. Teori Organis
Konsep organis tentang hakikat dan asal mula tebentuknya Negara adalah suatu
konsep biologis yang melukiskan Negara dengan istilah – istilah ilmu alam. Negara
dianggap atau disamakan dengan makhluk hidup, manusia, atau binatang.

9
e. Teori Histories
Teori histories atau teori evolusionistis (gradualistic theory) merupakan teori yang
menyatakan bahwa lembaga – lembaga sosial tidak dibuat, tetapi tumbuh secara
evolusioner sesuai dengan kebutuhan – kebutuhan manusia.

E. Hubungan Agama dan Negara


Negara dan agama merupakan persoalan yang banyak menimbulkan perdebatan
(discoverese) yang terus berkelanjutan di kalangan para ahli. Berikut penulis menguraikan
hubungan agama dan negara menurut beberapa paham.

1. Hubungan agama dan negara menurut paham teokrasi


Negara menyatu dengan agama. Karena pemerintahan menurut paham ini di
jalankan berdasarkan firman-firman tuhan segala kata kehidupan dalam masyarakat
bangsa, Negara di lakukan atas titah Tuhan.
2. Hubungan agama dan negara menurut paham sukuler
Norma hukum ditentukan atas kesepakatan manusia dan tidak berdasarkan
agama atau firman-firman Tuhan. Meskipun mungkin norma-norma tersebut
bertentangan dengan norma-norma agama.
3. Hubungan agama dengan kehidupan manusia
Kehidupan manusia adalah dunia manusia itu sendiri yang kemudian menghasilkan
masyarakat Negara. Sedangkan Agama dipandang sebagai realisasi fantastis makhluk manusia,
agama merupakan keluhan makhluk tertindas.

Berbicara mengenai hubngan agama dan negara di Indonesia merupakan persoalan yang
menarik untuk dibahas, penyebabnya bukan karena penduduk Indonesia mayoritas beragama
Islam tetapi karena persoalan yang muncul sehingga menjadi perdebatan di kalangan beberapa
ahli. Untuk mengkaji lebih dalam mengenai hal tersebut maka hubungan agama dan negara
dapat digolongkan menjadi dua, diantaranya :

1. Hubungan Agama dan Negara yang Bersifat Antagonistik .


Maksud hubungan antagonis tikadalah sifat hubungan yang mencirikan adanya
ketegangan antar negara dengan Islam sebagai sebuah agama. Sebagai contohnya adalah
pada masa kemerdekaan dan sampai pada masa revolusi politik

10
islam pernah dianggap sebagai pesaing kekuasaan yang dapat mengusik basis kebangsaan
negara. Sehingga presepsi tersebut membawa implikasi keinginan negara untuk berusaha
menghalangi dan melakukan domestika terhadap idiologi politik Islam. Hal itu disebabkan
pada tahun 1945 dan dekade 1950-an ada 2 kubu ideologi yang memperebutka Negara
Indonesia, yaitu gerakan Islam dan Nasionalis.
Gerakan Nasionalis dimulai dengan pembentukan sejumlah kelompok belajar yang
bersekolah di Belanda. Mahasiswa hasil didikan belanda ini sangat berbakat dan merasa
terkesan dengan kemajuan teknis di Barat. Pada waktu itu pengetahuan agama sangat
dangkal sehingga mahasiswa cenderung menganggap bahwa agama tidak mampu
menyelesaikan berbagai persoalan. Sehingga untuk menuju kemerdekaan, nasionalis
mengambil jalan tengah dengan mengikuti tren sekuler barat dan membatasi peran agama
dalam wilayah kepercayaan dan agama individu. Akibatnya, aktivis politik Islam gagal
untuk menjadikan Islam sebagai ideologi atau agama negara pada 1945 serta pada dekade
1950-an, mereka juga sering disebut sebagai kelompok yang secara politik “minoritas” atau
“outsider.”
Di Indonesia, akar antagonisme hubungan politik antara Islam dan negara tak
dapat dilepaskan dari konteks kecenderungan pemahaman keagamaan yang berbeda. Awal
hubungan yang antagonistik ini dapat ditelusuri dari masa pergerakan kebangsaan ketika
elit politik nasional terlibat dalam perdebatan tentang kedudukan Islam di alam Indonesia
merdeka. Upaya untuk menciptakan sebuah sintesis yangmemungkinkan antara Islam dan
negara terus bergulir hingga periode kemerdekaan dan pasca-revolusi. Kendatipun ada
upaya-upaya untuk mencarikan jalan keluar dari ketegangan ini pada awal tahun 1970-an,
kecenderungan legalistik, formalistik dan simbolistik itu masih berkembang pada sebagian
aktivis Islam pada dua dasawarsa pertama pemerintahan Orde Baru ( kurang lebih pada
1967-1987).
Hubungan agama dan negara pada masa ini dikenal dengan antagonistik, di mana
negara betul-betul mencurigai Islam sebagai kekuatan potensial dalam menandingi
eksistensi negara. Di sisi lain, umat Islam sendiri pada masa itu memiliki ghirah atau
semangat yang tinggi untuk mewujudkan Islam sebagai sumber ideologi dalam
menjalankan pemerintahan.
2. Hubungan Agama dan Negara yang bersifat Akomodatif
Maksud hubungan akomodatif adalah sifat hubungan dimana negara dan agama
satu sama lain saling mengisi bahkan ada kecenderungan memiliki kesamaan untuk
mengurangi konflik( M. imam Aziz et.al.,1993: 105). Pemerintah menyadari

11
bahwa umat islam merupakan kekuatan politik yang potensial, sehingga Negara
mengakomodasi islam. Jika islam ditempatkan sebagai out-side Negara maka konflik akan
sulit dihindari yang akhirnya akan mempengaruhi NKRI.
Sejak pertengahan tahun 1980-an, ada indikasi bahwa hubungan antara Islam dan
negara mulai mencair, menjadi lebih akomodatif dan integratif. Hal ini ditandai dengan
semakin dilonggarkannya wacana politik Islam serta dirumuskannya sejumlah kebijakan
yang dianggap positif oleh sebagian (besar) masyarakat Islam. Kebijakan-kebijakan itu
berspektrum luas dan memiliki sifat yang berbeda diantaranya :
· a. Struktura, yaitu dengan semakin terbukanya kesempatan bagi para aktivis Islam
untuk terintegrasikan ke dalam Negara.
b. Legislatif , misalnya disahkannya sejumlah undang-undang yang dinilai akomodatif
terhadap kepentingan Islam.
· c. Infrastructural, yaitu dengan semakin tersedianya infrastruktur-infrastruktur
yang diperlukan umat Islam dalam menjalankan “tugas-tugas” keagamaan.
·d. Kultural, misalnya menyangkut akomodasi Negara terhadap islam yaitu menggunakan
idiom-idiom perbendaharaan bahasa pranata ideologis maupun politik negara.

Melihat sejarah di masa orde baru, hubungan Soeharto dengan Islam politik mengalami
dinamika dan pasang surut dari waktu ke waktu. Namun, harus diakui Pak Harto dan
kebijakannya sangat berpengaruh dalam menentukan corak hubungan negara dan Islam politik
di Indonesia.
Alasan Negara berakomodasi dengan Islam pertama, karena Islam merupakan kekuatan
yang tidak dapat diabaikan jikaa hal ini dilakukan akan menumbulkan masalah politik yang
cukup rumit. Kedua, di kalangan pemerintahan sendiri terdapat sejumlah figur yang tidak
terlalu fobia terhadap Islam, bahkan mempunyai dasar keislaman yang sangat kuat sebagai
akibat dari latar belakangnya. Ketiga, adanya perubahan persepsi, sikap, dan orientasi politik di
kalangan Islam itu sendiri. Sedangkan alasan yang dikemukakan menurut Bachtiar, adalah
selama dua puluh lima tahun terakhir, umat Islam mengalami proses mobilisasi-sosial-ekonomi-
politik yang berarti dan ditambah adanya transformasi pemikiran dan tingkah politik generasi
baru Islam.
Hubungan Islam dan negara berawal dari hubungan antagonistik yang lambat laun
menjadi akomodatif. Adanya sikap akomodatif ini muncul ketika umat Islam

12
Indonesia ketika itu dinilai telah semakin memahami kebijakan negara, terutama dalam masalah
ideologi Pancasila.
Sesungguhnya sintesa yang memungkinkan antara Islam dan negara dapat diciptakan.
Artikulasi pemikiran dan praktik politik Islam yang legalistik dan formalistik telah
menyebabkan ketegangan antara Islam dan negara. Sementara itu, wacana intelektualisme dan
aktivisme politik Islam yang substansialistik, sebagaimana dikembangkan oleh generasi baru
Islam, merupakan modal dasar untuk membangun sebuah sintesa antara Islam dan negara.
Dikalangan cendikiawan muslim, polemic tentang hubungan antara agama dan negara
masih terjadi perbedaan pendapat, di Indonesia, misalnya muncul dua pendapat atau pandangan
yaitu pendapat atau pandangan Nurcholis Madjid dan H.M. Rasjidi. Nurcholis Madjid
mengemukakan gagasan pembaharuan dan mengecam dengan keras konsep negara Islam
sebagai berikut:
“Dari tinjauan yang lebih prinsipil, konsep “negara Islam” adalah suatu distorsi hubungan
proporsional antara agama dan negara. Negara adalah salah satu segi kehidupan duniawi yang
dimensinya adalah rasional dan kolektif, sedangkan agama adalah aspek kehidupan yang
dimensinya adalah spritual dan pribadi”. Menurut Tahir Azhary pandangan Nurcholis ini jelas
telah memisahkan antara kehidupan agama dan negara.
Seorang intelektual muslim terkemuka yaitu M. Rasjidi yang pernah menjabat Menteri Agama
dan Duta Besar di Mesir dan Pakistan, serta Guru Besar Hukum Islam dan Lembaga-Lembaga
Islam di Universitas Indonesia dengan sangat segan telah menulis suatu buku dengan judul
Koreksi Terhadap Nurcholis Madjid tentang Sekularisasi. Kritik H.M. Rasjidi terhadap
pandangan Nurcholis dikutip oleh Muhammad Tahir Azhary yang berjudul Negara Hukum,
Suatu Studi tentang Prinsip-Prinsipnya Dilihat dari Segi Hukum Islam, Implementasinya pada
Periode Negara Madinah dan Masa.

Dengan konklusi bahwa dalam batas tertentu, dalam Islam ada juga pemisahan antara
negara dan agama, M.Thahir Azhary berpendapat baik Nurkholis Madjid maupun Mintaredja
telah terjebak ke alam pikiran yang rancu, karena menurutnya, Islam dapat diartikan baik
sebagai agama dalam arti sempit, maupun sebagai agama dalam arti yang luas. Dengan
demikian menurut M, Tahir Azhary , konklusi Mintaredja sesungguhnya kontradiktif dengan
jalan pikirannya sendiri. Kalau Islam dalam arti yang luas ia tafsirkan sebagai “Way of Life
now in the earth and in the heaven after death”.

13
Konsekuensi logis dari penafsiran itu seharusnya ialah Islam merupakan suatu totalitas yang
komprehensif dan karena itu tidak mengenal pemisahan antara kehidupan agama dan negara.
Berdasarkan fakta otentik, jelas bahwa dalam al-Qur’an maupun dalam Sunnah Rasul
kehidupan agama (dalam hal ini Islam) dengan kehidupan negara tidak mungkin dipisahkan.
Keduanya mempunyai hubungan yang sangat erat. Salah satu doktrin Al- Qur’an yang
memperkuat pendirian ini adalah adanya ayat yang menyebutkan adanya kesatuan antara
hubungan manusia dengan manusia yang terdapat dalam surat Ali Imran, ayat 112.
Ayat tersebut diperkuat lagi dengan firman Allah yang terdapat dalam surat An- Nisa’ ayat
58-59 yang artinya “Sesungguhnya Allah menyuruh kalian menyampaikan amanat kepada yang
berhak menerimanya, dan (menyuruh kalian) menetapkan hubungan diantara manusia supaya
kalian menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya
kepada kalian. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. Hai orang-
orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya dan ulil amri diantara kamu
sekalian.” (al-Nisa’ : 58-59).

14
BAB.lll penutup
Sejak awal reformasi kebebasan dalam politik dan sosial di Indonesia makin terbuka
lebar. Kebebasan tersebut kemudian membuat kelompok apapun, termasuk kelompok agama
berhak menyuarakan pendapat. Namun, kebebasan yang terkadang tidak terkendali membuat
pertentangan muncul, bahkan pertentangan antar agama dan kehidupan beragama.

Pertentangan yang muncul pun merambah ke segala persoalan, termasuk


mempermasalahkan keberadaan Pancasila sebagai ideologi negara Indonesia yang kemudian
juga dinilai sekelompok masyarakat bertentangan dengan kehidupan beragama. Persoalan itu
kemudian memunculkan penuntutan wacana penggantian Pancasila.

Dituturkan Katib Aam Syuriyah PBNU Dr KH A Malik Madany MA, dalam agama
Islam, memang ada keterkaitan erat antara negara dan kekuasaan. Dalam ajaran Islam, jika
memang sebuah kelompok masyarakat ingin melindungi dan menjalankan aturan dan ajaran
Islam dengan baik, boleh membangun sebuah negara.

Mengenai bentuk negara dan pemerintahannya sendiri, menurut Malik, diserahkan


sepenuhnya pada kelompok tersebut untuk menentukan.

Jadi jangan mempertentangkan agama dengaan negara. Karena dalam Islam pun, Al
Qur'an secara eksplisit telah mengakui keberadaan bangsa dan suku. Bahkan penyelenggaraan
pemerintahan dan kekuasaan dalam Islam memiliki dua tujuan utama yakni menjalankan ajaran
agama dan mengurusi masalah duniawi.

Hubungan antara agama & Negara dalah tidak dapat dipisahkan. Negara menyatu
dengan agama, karena pemerintah dijalankan berdasarkan firman-firman Tuhan. Segala tata
kehidupan dalam masyarakat, bangsa dan Negara dilakukan atas titah Tuhan.
Norma hukum ditentukan atas kesepakatan manusia dan tidak berdasarkan agama atau
firman-firman Tuhan, meskipun mungkin norma-norma tersebut bertentangan dengan norma-
norma agama.
Kehidupan manusia, dunia manusia itu sendiri yang kemudian menghasilkan
masyarakat Negara. Sedangkan agama dipandang sebagai realisasi fantastis makhluk manusia,
dan agama merupakan keluhan makhluk tertindas

15
Agama, secara sederhana, pengertian agama dapat dilihat dari sudut kebahasaan
(etimologi) dan sudut istilah (terminology) menurutnya dalam masyarakat indonesia selain dari
kata agama, dikenal pula kata din dari bahasa Arab dan kata religi dalam bahasa Eropa.
Menurutnya, agama berasal dari kata Sanskrit. Pengertian agama yang dikutip sudah pasti tidak
akan mendapatkan kesepakatan dan hal ini sudah dapat diduga sebelumnya karena sebagaimana
dikatakan, bahwa kita sulit sekali atau mustahil menjumpai definisi yang dapat diterima semua
pihak
Negara, secara literal istilah Negara merupakan terjemahan dari kata-kata asing, yakni
kata staat, state, etat itu diambil dari kata bahasa latin status atau statum, yang berarti keadaan
yang tegak dan tetap atau sesuatu yang memiliki sifat-sifat yang tegak dan tetap. Secara
terminology, Negara diartikan dengan organisasi tertinggi di antara satu kelompok masyarakat
yang mempunyai cita-cita untuk bersatu, hidup di dalam daerah tertentu dan mempunyai
pemerintahan yang berdaulat.
Pancasila dan Agama secara garis besar memiliki kesamaan, yaitu keduanya merupakan
pedoman dalam kehidupan. Tetapi secara khusus kedua pedoman ini jauh berbeda sudut
pandangnya. Pancasila adalah sumber dari gagasan mengenai wujud masyarakan indonesia,
yang menjamin kesentosaan dan memberikan kesejahteraan lahir dan batin. Pancasila
dipergunakan sebagai pegangan hidup bangsa, penjelmaan falsafah hidup bangsa dalam
pelaksanaan hidup sehari-hari. Semua tingkah laku dan tindakan / perbuatan setiap warga
negara indonesia wajib mengamalkan dan mencerminkan pancaran Pancasila.pancasila pun
adalah pedoman dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sedangkan agama adalah pedoman hidup kita yang khususnya berhubungan dengan
Tuhan Yang Maha Esa dalam kehidupan sehari-hari. Harus disadari bahwa kebenaran yang
dapat dicapai oleh kita adalah kebenaran yang masih reklatif tidah absolute atau mutlak. Tidak
semua manusia mengakui bahwa dia mempunyai agaman, agama adalah wahyu atau karunia
dari sang pencipta kepada kita. Agama adalah kepercayaan, keyakinan bahwa kita adalah
makhluk yang di ciptakan oleh sang pencipta, agama pun tidak hanya sebatasa status.
Melainkan di terapkan untuk mengatur tindakan-tindakan yang tidak baik, meluruskan yang
salah menjadi yang benar.
Pendapat yang mengatakan bahwa "menjadikan pancasila sebagai ideologi merupakan
sebuah bentuk mengagamakan pancasila" dapat dibantah karena bangsa ini memilki kebebasan
untuk menterjemahkan Pancasila itu sendiri, untuk menyederhanakan Ideologi hanya sebagai
pedoman dalam kehidupan berbangsa dan

16
bernegara. Pancasila bukanlah agama karena kesederhanaan dan keumuman nilai-
nilai yang terdapat di dalamnya, sedangkan agama sangatlah kompleks untuk
diterjemahkan dan nilai-nilainya yang bersifat khusus bagi penganutnya,
sedangkan pancasila menjadi sebuah nilai-nilai umum yang berlaku bagi seluruh
rakyatIndonesia, apapun latar belakang agamanya.
Pancasila berbicara tentang kebaikan, sedangkan agama berbicara tentang
kebenaran. Adakalanya kebaikan menjadi bagian dari kebenaran dan sebaliknya.
Namun, tetap terdapat bagian dari kebenaran yang tidak dapat tersentuh oleh nilai
kebaikan, begitupun sebaliknya, tidak semua nilai kebaikan merupakan kebenaran.

DAFTAR PUSTAKA

http://agustinadais.blogspot.com/2013/04/makalah-hubungan-
agama-dengan- pancasila.html

http://nasional.sindonews.com/read/712148/12/pancasila-agama-
miliki-keterkaitan- kuat-1359454341

http://ayurostika.blogspot.com/2012/09/makalah-negara-dan-agama.html

http://stiawangreenblack.blogspot.com/2012/07/meredefinisi-
hubungan-agama-dan- negara.html

http://education.poztmo.com/2010/07/hubungan-agama-dan-

negara.html

http://socialpolitic-article.blogspot.com/2009/03/hubungan-agama-

dan-negara.html
1
http://artikelkomplit2011.blogspot.com/2012/07/hubungan-agama-

dan-negara.html http://lasonearth.wordpress.com/makalah/makalah-

pancasila-pancasila-vs-agama/

(dengan perubahan)

Anda mungkin juga menyukai