Anda di halaman 1dari 19

( PANCASILA DALAM PANDANGAN KEAGAMAAN )

DOSEN PENGAMPUH
Dr.Abd. Ukas Marzuki,SH,.MH

DISUSUN OLEH:

FUJIA
ARIL LALU
PINA ALYANA
RULY AHMAD
DEWI AYU NINGTIAS

PRODI BISNIS DIGITAL


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH LUWUK
2023/2024
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpah kanrahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah pendidikan Pancasila tentang “Pancasila Dalam
Pandangan Keagamaan.

Adapun makalah Pendidikan Pancasila tentang “Pancasila Dalam Pandangan


Keagamaan”.ini telah saya usahakan semaksimal mungkin dan tentunya dengan
bantuan berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.
Untuk itu saya tidak lupa menyampaikan banyak terima kasih kepada semua teman
teman yang telah membantu sayadalampembuatanmakalahini.

Namun tidak lepas dari semua itu, kita menyadari sepenuhnya bahwa ada
kekurangan baik dari segi penyusun bahasanya maupun segi lainnya. Oleh karena
itu dengan lapang dada dan tangan terbuka saya membuka selebar-lebar nya bagi
teman teman yang ingin memberi saran dan kritik kepada kita sehingga kita dapat
memperbaiki makalah ini.

Akhirnya penyusun mengharapkan semoga dari makalah Pendidikan Pancasila


tentang “ Pancasila Dalam Pandangan Keagamaan”.ini dapat di ambil hikmah dan
manfaatnya sehingga dapat memberikan inpirasi terhadap teman teman.

Penyusun
DAFTAR ISI

Kata Pengantar............................................................................................i
Daftar Isi.....................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.....................................................................................1

1.2 Rumusan masalah.................................................................................2

1.3 Tujuan...................................................................................................2

1.4 Manfaat.................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Agama Dan Pancasila...........................................................................4

2.2 Historis Perumusan Dasar Negara Indonesia........................................6

2.3 Perspektif Islam Terhadap Nilai Sila Lima Yang Terkandung

Dalam Pancasila....................................................................................8

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan...........................................................................................15

3.2 Saran ....................................................................................................15

3.3 DaftarPustaka........................................................................................16
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Indonesia merupakan negara yang mayoritasmasyarakatnyamenganut agama


Islam. Yakni agama yang berkeyakinankepadaTuhan Yang MahaEsa. Di
sisilain, Indonesia jugamemilki yang namanya Pancasila, yang
merupakandasarnegara Indonesia yang
dijadikanpandanganhidupdanfilsafatbangsa.
Didalam agama yang dianutolehsetiappemeluknyamemilikiajaran-ajaran di
dalamya yang harusdjalankansebagaipemeluk yang taat.
Namunsaatiniketaatanpemelukumatberagamatidaksepenuhnyadilakukandala
m kehidupannyasehari-hari. Hanyadijadikan status
danmemenuhikebebasannya untukmemeluk agama yang tercantumdalam
UUD 1945 Pasal 29 ayat 2. Ajaran agama pun
kadangdiabaikansehinggadalamsetiapkehidupannyatidakberlandaskanajaran
agama. Hal iniberakibatadanyapenyimpangan-penyimpangan, melemahnya
moral, dannorma yang terjadi di Indonesia.
Antara Islam dan Pancasila, masing-masingmemilikinilai-nilaitersendiri.
Dalam Islam nilai yang paling menonjoladalahnilai religious, karena Islam
sendirimerupakan agama yang bersumberdari Allah swt. Sedangkandalam
Pancasila nilai yang paling menonjolsebagaimana yang
adapadakelimasilanya, yakni ;ketuhanan, kemanusian, persatuan,
kerakyatan, dankeadialansosial.
Nilai-nilai yang adapada Pancasila tersebutmemilikikeselerasandenganajaran
agama Islam, yang banyakterdapatdalam al-Qur’an. Akan tetapi,
masihadajugaormas-ormas Islam di Indonesia yang
menginginkanmendirikannegara Islam kerenafaktor-faktortertentu. Hal
inimenunjukanperluadanyakesadaransejati yang harusdimilikibangsa
Indonesia denganmelihatrealitashistoris, budaya,
dantradisibangsasertasubtansitasterhadap agama yang
telahdiyakinikebenarannya.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penyusun merumuskan
rumusan masalah sebagai berikut.
Ape Perbedaan Agama Dan Islam

Bagaimana perspektif islam terhadap pancasila sebagai dasar Negara.

Apakah Pancasila sebagai dasar Negara dari lima sila yang terkandung di
dalamnya mengandung nilai-nilai keislaman.

1.3 Tujuan
Sejalan dengan rumusan masalah di atas, makalah ini disusun dengan tujuan
untuk mengetahui dan mendeskripsikan:
1. Untuk mengetahui Perbedaan Agama Dan Pancasila
2. Untuk mengetahui perspektifislamterhadap Pancasila sebagaidasarnegara
3. Untukmengetahui Pancasila sebagaidasarnegara yang terkandungdalam lima
sila.
1.4 Manfaat
Makalah ini disusun dengan harapan dapat memberikan manfaat bagi
penyaji maupun pendengar. Manfaat yang dapat dirasakan peyaji yaitu
sebagai penambahan wawasan dan pengetahuan konsep keilmuan yang
sedang dipelajarinya. Sedangkan manfaat yang diharapkan kepada penyaji
yaitu sebagai media informasi tentang Pancasila Dalam Pandangan
Keagmaan
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Agama dan Pancasila


Terdapat perbedaan yang mencolok antara agama dan Pancasila, dua hal yang sulit
untuk dipadukan karena aspek substansialnya yang berbeda. Agama berperan
sebagai panduan keyakinan yang bersumber dari kitab suci, sementara Pancasila
adalah dasar negara yang mengatur prinsip-prinsip kehidupan berbangsa dan
bernegara, diakui dalam konteks konstitusional. Pengakuan terhadap keduanya
memiliki perbedaan mendasar. Pengakuan terhadap agama sebagai panduan
berasal dari Tuhan, sedangkan pengakuan terhadap Pancasila sebagai landasan
negara berasal dari peraturan konstitusional yang dibentuk oleh kehendak manusia.
Namun, pertanyaannya adalah apakah nilai-nilai agama dan Pancasila dapat tetap
hidup dan relevan dalam jiwa bangsa yang kita cintai ini?

Agama memiliki cakupan yang sangat luas, mengatur dan mengajarkan prinsip-
prinsip serta hal-hal penting dalam kehidupan manusia, dari urusan pribadi hingga
tataran bernegara dan berbangsa. Menurut Prof. Dr. Nurcholis Majid, Pancasila
sebagai landasan dan falsafah bangsa Indonesia dapat diterima oleh umat beragama
di Indonesia. Beberapa alasan mendukung hal ini adalah nilai-nilai Pancasila
disetujui oleh semua ajaran agama, serta fungsinya sebagai titik kesepakatan antar
kelompok untuk mencapai persatuan politik bersama.

Dalam sejarah perkembangan politik umat beragama, seperti Islam, terdapat


konstitusi dan dokumen politik yang dikenal sebagai Piagam Madinah. Meskipun
tidak bisa dianggap setara dengan Pancasila, tetapi ada kesamaan nilai-nilai yang
menjadi pedoman dalam kehidupan bernegara dan berbangsa. Ini mencakup
gagasan-gagasan modern seperti kebebasan beragama, hak setiap kelompok untuk
mengatur kehidupan sesuai keyakinannya, serta kebebasan dalam hal ekonomi
antar kelompok. Oleh karena itu, meskipun agama dan Pancasila memiliki
perbedaan, namun ada nilai dan prinsip yang serupa yang tidak dapat dipisahkan,
yaitu ajaran tentang nilai-nilai universal kemanusiaan sebagai makhluk Tuhan.
Agama dan Pancasila keduanya membawa nilai-nilai kemanusiaan, yang pada
intinya tetap ada dalam nurani bangsa dan tidak akan hilang seiring waktu. Nilai-
nilai ini akan tetap relevan dalam masyarakat Indonesia yang heterogen.
A. Pancasila sebagai Landasan Beragama
Pancasila, sebagai suatu pandangan hidup, memiliki potensi untuk menjadi dasar
beragama yang kokoh dan inklusif. Sila pertama, "Ketuhanan Yang Maha Esa",
menyiratkan pengakuan akan keberadaan Tuhan sebagai sumber segala kehidupan
dan kebijaksanaan. Namun, sila ini tidak mengikat pada suatu agama tertentu,
melainkan mengajarkan toleransi dan penghormatan terhadap keberagaman
keyakinan agama. Oleh karena itu, berpancasila dalam konteks beragama adalah
menerima keberagaman dan mengakui bahwa ketaatan pada agama masing-masing
merupakan hak asasi yang harus dihormati.

B. Pancasila sebagai Jembatan Keberagaman


Keragaman agama di Indonesia adalah keniscayaan yang harus dikelola dengan
bijak. Pancasila, dengan sila-silanya yang mendorong persatuan dan kesatuan,
seharusnya menjadi jembatan yang menghubungkan berbagai keyakinan agama.
Berpancasila dalam konteks beragama berarti menghilangkan sekat-sekat pemisah
antaragama dan membangun dialog antarumat beragama untuk saling memahami
dan menghormati perbedaan-perbedaan tersebut.

C.Bersikap Toleran dan Menghormati


Berpancasila hakekatnya beragama yang benar juga mencerminkan sikap toleransi
dan penghormatan terhadap setiap individu, tanpa memandang latar belakang
agama yang dianut. Masyarakat Indonesia seharusnya mampu melampaui
perbedaan dan memahami bahwa ajaran agama mengajarkan kebaikan, kedamaian,
dan kasih sayang. Dalam praktiknya, ini berarti menerima bahwa setiap agama
memiliki kontribusi untuk membangun masyarakat yang adil, makmur, dan
harmonis.

D.Beragama Dalam Kerangka Kemanusiaan


Berpancasila hakekatnya beragama yang benar juga mencakup prinsip
kemanusiaan yang universal. Sila kelima, "Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat
Indonesia", menekankan pentingnya memperhatikan kesejahteraan bersama dan
mengatasi kesenjangan sosial. Dalam konteks beragama, ini mengingatkan kita
bahwa ajaran agama sejatinya mengajarkan empati, keadilan, dan perhatian
terhadap sesama manusia. Oleh karena itu, berpancasila dalam beragama adalah
berpraktik agama dengan cara yang mencerminkan nilai-nilai kemanusiaan dan
keadilan.
2.2 Historis perumusan dasar Negara Indonesia

Kata pancasila terdiri dari dua kata basa sanskerta: panca berarti lima dan
uila prinsip atau asas. Panncasila sebagai dasar Negara republik
Indonesia[6] dalam upaya perumusan pancasila sebagai dasar Negara yang resmi,
terdapat usulan-usulan peribadi yang dikemukakan dalam BPUPKI, tanpa kata
Indonesia karena dibentuk negara jepang.[7]

Setidaknya dimulai pada tahun 1920 an dalam bentuk rintisan-rintisan


gagasan untuk mencari sintesis antar ideologi dan gerakan, seiring dengan proses
“penemuan” Indonesia sebagai kode kebangsaan bersama (civic nationalism). Fase
“perumusan dimulai pada masa sidang pertama BPUPK dengan pidato soekarno
(1juni) sebagai crème de la crème-nya yang memunculkan istilah pancasila yang
digodok melalui pertemuan chuo sangi in dengan membentuk “panitia Sembilan”
yang menyempurnakan rumusan pancasila dari pidato soekarno dalam versi
piagam Jakarta (yang mengandung tujuh kata) fase “pengesahan” dimulai sejak 18
agustus 1945 yang mengikat secara konstitusional dalam kehidupan bernegara.
Setiap fase konseptualisasi pacasila itu melibatkan partisipasi berbagai unsur dan
golongan. Oleh karena itu, pancasila benar-benar merupakan karya bersama milik
bangsa. Meski demikian tidak bisa dimpungkiri, bahwa dalam karya bersama itu
ada individu-

individu yang memainkan peranan penting dalam hal ini, individu yang paling
menonjol adalah soekarno. Sejak “fase pembuahan” soekarno mulai merintis
pemikiran kearah dasar falsafah pancasila dalam gagasannya untuk
mensisntesiskan antara “nasionalisme-islamisme dan marxisme” dan
konseptualisasinya tentang “socionationalisme”, “socio-democratie” sebagai asa
marhaenisme. Pada fase perumusan dialah orang yang pertama yang
mengkoseptualisasikan dasar Negara dalam konteks “dasar falsafah” (philosofische
grondslag) atau “pandangan dunia” (weltanschauung) secara sistematik dan
koheren, dan dia pula yang menyebut lima perinsip dari dasar Negara itu dengan
istilah pancasila; dalam proses penyempurnaan perumusan pancasila, dia pula yang
memimpin “panitia Sembilan” yangmelahirkan piagam Jakarta dalam proses
penerjemahan pancasila itu kedalam UUD dia pula yang memimpin panitia
perancang hukum dasar. Akhirnya dalam fase pengesahan pancasila, dia pula yang
memimpin PPKI.[8]

Dalam lintasan panjang konseptualisasi pancasila itu dapat dikatakan 1


juni adalah hari kelahiran pancasila. Pada hari itulah lima perinsip dasar Negara
dikemukakan dengan diberi nama pancasila dan sejak itu jumlahnya tidak pernah
berubah[9] meski demikian, untuk diterima sebagai dasar Negara pancasila itu
perlu persetujuan kolektif melalui perumusan piagam Jakarta (22 juni), dan
akhirnya mengalami perumusan final melaui proses pengesahan konstitusional
pada 18 agustus. Oleh karena itu, rumusan pancasila sebagai dasar Negara yang
secara konstitusional mengikat kehidupan kebangsaan dan kenegaraan bukanlah
rumusan pancasila versi 1 juni atau 22 juni, melainkan versi 18 agustus 1945.

Sejak disahkan secara konstitusional pada tanggal 18 agustus 1945,


pancasila dapat dikatakan sebagai dasar (falsafah) Negara, pandangan hidup,
ideologi nasional, dan ligatur pemersatu dalam peri kehidupan dan kebangsaan dan
kenegaraan Indonesia. Singkat kata pancasila adalah dasar statis yang
mempersatukan sekaligus bintang penuntun ( leitstar) yang dinamis, yang
mengarahkan bangsa dalam mencapai tujuannya. Dalam posisinya seperti itu,
pancasila merupakan sumber jati diri, keperibadian sumber moralitas, dan haluan
keselamatan bangsa[10].

Dari berbagai macam kedudukan dan dewi fungsi pancasila sebagai titik
sentral pembahasan adalah kedudukan dan fungsi pancasila sebagai dasar Negara
republik Indonesia, hal ini sesuai dengan kausa finalis pancasila yang dirumuskan
oleh pembentuk Negara pada hakikatnya adalah sebagai dasar Negara republik
Indonesia, adalah digali dari unsur-unsur yang berupa nilai-niai yang terdapat pada
bangsa Indonesia sendiri yang berupa pandangan hidup bangsa Indonesia sendiri.
Oleh karena itu dari berbagai macam kedudukan dan fungsi pancasila sebenanya
dapat dikembalikan pada dua macam kedudukan dan fungsi pancasila yang pokok
yaitu sebagai dasar Negara republik Indonesia dan sebagai pandangan hidup
bangsa Indonesia. Namun yang terpenting bagi kajian ilmiah adalah bagaimana
hubungan secara kausalitas diantara kedudukan dan fungsi pancasila yang
bermacam-macam tersebut[11]

2.3 Perspektif islam terhadap Nilai lima sila yang terkandunng dalam
Pancasila

A. Sila Pertama:Ketuhanan Yang Maha Esa


Banyak kalangan yang menghendaki agama mayoritas–Islam–menjadi
dasar negara, tetapi hal itu ditentang oleh kelompok lain yang menilai
bahwa ada hak-hak pemeluk agama lain yang minoritas. Sangat penting
untuk mengakui bahwa ada kelompok minoritas dari kewarganegaraan
sehingga tidak terjadi diskriminasi. Sila pertama ini ditetapkan sebagai
alternatif dari pembentukan Islam. Sila pertama ini menjamin hak-hak
pemeluk agama lain, sejauh agama itu diakui oleh negara.4 Membangun
Indonesia merdeka bukan berdasar atas kesamaan keagamaan, tetapi
berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa yang menganugerahi bangsa
Indonesia dengan kemerdekaan. Sila pertama ini memang diakui baik
secara langsung maupun tidak langsung adalah cerminan dari ajaran
Islam. Tuhan dalam agama Islam adalah Esa, tidak ada yang menandingi
ataupun menyekutui-Nya. Ketuhanan Yang Maha Esa mengandung arti
bahwa meskipun Indonesia bukan negara agama, tetapi agama
merupakan nilai luhur yang dijunjung tinggi dalam penyelenggaraan
negara. Penduduk yang beragama tentu memiliki ajaran luhur yang
menjadikan pemeluknya selalu berada dalam kebaikan dan kebenaran
selama mengikuti ajaran agamanya. Indonesia bukanlah negara sekuler
yang tidak mengakui agama dalam pemerintahannya, dan bukan negara
agama yang menjadikan agama mayoritas sebagai agama negara.
Melainkan, sebagai negara berketuhanan Yang Maha Esa yang mengakui
agama sebagai spirit dalam penyelenggaraan negara. Soekarno
menegaskan bahwa kemerdekaan yang dimiliki oleh Indonesia ini adalah
berkah dan rahmat dari Tuhan. Maka dari itu, prinsip ketuhanan tak bisa
lepas dari dasar negara Indonesia. Indonesia dengan beragam pemeluk
agama hendaknya bertuhan secara berkeadaban, artinya saling
menghormati satu sama lain antar pemeluk agama yang berbeda.
Sebagaimana yang diungkapkannya pada pidato 1 Juni 1945: Prinsip
yang kelima hendaknya; Menyusun Indonesia merdeka dengan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa. Prinsip ketuhanan! Bukan saja bangsa
Indonesia bertuhan, tetapi masing-masing orang Indonesia hendaknya
bertuhan Tuhannya sendiri. Yang Kristen menyembah Tuhan menurut
petunjuk Isa al- 4 Vickers, Adrian. 2011. Sejarah Indonesia Modern.
Yogyakarta: Insan Madani. hal.181 210 Millah Vol. XIII, No. 1, Agustus
2013 Masih. Yang Islam bertuhan menurut petunjuk Nabi Muhammad
Saw. Orang Budha menjalankan ibadahnya menurut kitab-kitab yang ada
padanya. Tetapi marilah kita semuanya bertuhan. Hendaknya negara
Indonesia ialah negara yang tiap-tiap orangnya dapat menyembah
Tuhannya dengan cara yang leluasa. Segenap rakyat hendaknya ber-
Tuhan secara kebudayaan, yakni tiada eogismeagama. Dan hendaknya
Negara Indonesia satu negara yang berTuhan! Marilah kita amalkan,
jalankan agama, baik Islam, maupun Kristen dengan cara berkeadaban.
Apakah cara berkeadaban itu? Ialah hormat menghormati satu sama
lain.5 Pada teks pidato yang dibacakan Soekarno di depan BPUPKI ini
menempatkan sila Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai sila terakhir dan
menempatkan sila Kebangsaan pada sila pertama. Penempatan urutan ini
banyak menyimpan teka-teki bagi seluruh warga dari dulu hingga
sekarang, bahkan beberapa kalangan menuduh bahwa Soekarno adalah
pemikir sekuler. Bagi kalangan normatif-tekstualis, penempatan sila
Ketuhanan pada urutan terakhir kurang tepat, sila Ketuhanan merupakan
primakausa dari sila-sila lainnya (hal.129). Terlepas dari itu semua,
Hamka Haq–penulis secara lugas menerangkan dalam bukunya bahwa
Soekarno tidak bermaksud “menyepelekan” urut-urutan dengan
menempatkan sila Ketuhanan pada sila terakhir. Bila melihat penempatan
sila Ketuhanan ini dari sisi kaca mata filsafat, Bung Karno memandang
bahwa Ketuhanan merupakan final cause/ultimate cause yang menjadikan
Tuhan merupakan tujuan akhir dari pengamalan dan pengabdian manusia
di dunia. Mengagungkan Tuhan tidaklah harus menempatkan atau
menyebut namanya di awal kalimat. Dalam ideologi Islam, menyebut
nama Tuhan, baik di awal maupun di akhir tidaklah menjadi masalah
bagi-Nya, karena semua arah dan tempat adalah milik-Nya. Sebagaimana
bunyi firman-Nya: Dialah yang Awal dan yang akhir yang Zhahir dan
yang Bathin; dan dia Maha mengetahui segala sesuatu. (QS. al-Hadiid
[57]: 3). (Hlm.132). Keselarasan sila pertama Pancasila dengan syariat
Islam terlihat dalam alQur’an yang mengajarkan kepada umatnya untuk
selalu mengesakan Tuhan, 5 Pidato Bung Karno di depan Dokuritsu
Zyunbi Tyoosakai tanggal 1 Juni 1945 di Jakarta. Dalam Hamka Haq.
2011. Pancasila 1 Juni dan Syariat Islam. Jakarta: RM Books Book
Review: Pancasila 1 Juni dan Syariat Islam 211 seperti dalam Surat al-
Baqarah, ayat 163 yang memiliki arti; “Dan Tuhan kamu itu adalah
Tuhan Yang Maha Esa . Tidak ada Tuhan melainkan Dia Yang Maha
Murah, lagi Maha Penyayang”.6 Konsep ini menunjukkan bahwa dasar
kehidupan bernegara rakyat Indonesia adalah ketuhanan. Di dalam Islam,
konsep ini biasa disebut hablum min Allah yang merupakan esensi dari
tauhid berupa hubungan manusia dengan Allah Swt.7
B. Sila Kedua: Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Sila kedua dari Pancasila ini menunjukkan bahwa bangsa Indonesia
menghargai dan menghormati hak-hak yang melekat dalam diri pribadi
manusia tanpa terkecuali. Jika hubungan manusia dengan Tuhannya
ditunjukkan pada sila pertama, maka hubungan sesama manusia
ditunjukkan pada sila kedua. Konsep Hablum min an-nass (hubungan
sesama manusia) dalam bentuk saling menghargai sesama manusia
sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang beradab. Tidak ada perbedaan
dalam hak dan kewajiban sebagai sesama manusia ciptaan Tuhan, artinya
tidak boleh ada diskriminasi antar umat manusia. Berperilaku adil dalam
segala hal merupakan prinsip kemanusian yang terdapat dalam sila kedua
Pancasila, prinsip ini terlihat dalam ayat al-Qur’an surat al-Maa’idah,
ayat 8 yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi
orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran). Karena Allah, menjadi
saksi dengan adil dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu
kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena
adil itu lebih dekat kepada takwa dan bertakwalah kepada Allah,
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS.
al-Maa’idah [5]: 8).
C. SilaKetiga: Persatuan Indonesia Persatuan Indonesia
Merupakan bunyi sila ketiga Pancasila menunjukkan kepada dunia bahwa
persatuan merupakan dasar dibentuknya negara In- 6 Syahbana, Ali. 2012.
PersatuanIndonesia bukandalamartisempitsaja,
tetapidalamartiluasbahwaseluruhpenduduk Indonesia
diikatolehsatukesatuangeografissebagainegara Indonesia.
Adapunkonseppersatuandalambingkaiajaran Islam meliputiUkhuwah
Islamiyah (persatuansesamamuslim) danjugaUkhuwahInsaniyah
(persatuansebagaisesamamanusia).
Keduakonseptersebuthendaknyaberjalanberiringan agar terciptamasyarakat
yang harmonisdanjauhdariperpecahandanpertikaiankarenaperbedaan agama,
suku, maupunras. Islam
selalumenganjurkanpentingnyapersatuansebagaimanatercantumdalam al-
Qur’an; “Dan berpeganglahkamusemuanyakepadatali (agama) Allah,
danjanganlahkamuberceraiberai, daningatlahakannikmat Allah
kepadamuketikakamudahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka
Allah mempersatukanhatimu, lalumenjadilahkamuKarenanikmat Allah,
orang-orang yang bersaudara; dankamutelahberada di tepijurangneraka, lalu
Allah menyelamatkankamudaripadanya. Demikianlah Allah
menerangkanayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamumendapatpetunjuk.” (Q.S.
Ali Imran [3]: 103). “Orang-orang berimanitusesungguhnyabersaudara.
Sebabitu, damaikanlah (perbaikilahhubungan)
antarakeduasaudaramuitudantakutlahterhadap Allah,
supayakamumendapatrahmat.” (Q.S. al-Hujurat [49]: 10).
D. SilaKeempat; Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikma Dan
Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan dan Perwakilan
Silakeempat Pancasila yang menekankanpentingnyakehidupan yang
dilandasiolehmusyawarahmemangselarasdengannilailuhurdalamajaran
Islam.
Sikapbijakdalammenyelesaikansuatumasalahadalahdenganbermusyawarah.
Musyawarahmerupakanjalanterbaikdalammencarisolusidimanamasing-
masingpihakberdirisamatinggitanpaadaperbedaan. Hasildarimusyawarah pun
merupakankesepakatanbersama yang
harusdijalankandenganpenuhkeikhlasan. Konsep Islam
mengenaimusyawarahdalammenyelesaikansebuahpermasalahandikenaldeng
annamasyuura (musyawarah). Konsepinitercermindalambeberapasuratdalam
al-Qur’an, salahsatunyadalam Surat Ali Imron, ayat 159: Book Review:
Pancasila 1 JunidanSyariat Islam 213 “Makadisebabkanrahmatdari Allah-
lahkamuberlakulemahlembutterhadapmereka.
sekiranyakamubersikapkeraslagiberhatikasar,
tentulahmerekamenjauhkandiridarisekelilingmu.
Karenaituma’afkanlahmereka, mohonkanlahampunbagimereka,
danbermusyawarahlahdenganmerekadalamurusanitu.
Kemudianapabilakamutlahmembulatkantekad, Makabertawakkallahkepada
Allah. Sesungguhnya, Allah menyukai orang-orang yang
bertawakkalkepada-Nya.” (QS. Ali Imron [3]: 159). “Dan (bagi) orang-
orang yang menerima (mematuhi) seruanTuhannyadanmendirikanshalat,
sedangurusanmereka (diputuskan) denganmusyawarahantaramereka;
danmerekamenafkahkansebagiandarirezki yang kami
berikankepadamereka.” (QS. asySyuura [42]: 38).

E. Sila Kelima; Keadilan BagiSeluruh Rakyat Indonesia


Dalamsetiapsila Pancasila ternyatamengandungnilai-nilaikeislaman,
sebagaimanasilakelima yang mengisyaratkanadanyakeadailandalam proses
penyelenggaraannegara. Keadilan yang dapatdirasakanolehseluruhrakyat
Indonesia tanpaterkecualiolehadanyaperbedaan agama, ras, dansebagainya.
Ajaran Islam memuatberbagaikonsepmengenaikeadilan,
baikadilterhadapdirisendirimaupun orang lain. Sebagai agama yang
rahmatanlilalamin, misibesar Islam
adalahimplementasikeadilandalamsegalasendikehidupan. Olehsebabitu,
Islam
memerintahkanumatmuslimuntukselaluberbuatadildalamsegalahaldanmengh
indaripertikaiansertapermusuhan agar
tatanansosialmasyarakatdapatterciptadenganbaik. Silakelima yang
menekankanpadakeadilansosialsejatinyamerupakancerminandarikonsep
Islam mengenaikeadilan. Mengenaikeadilandalamajaran Islam
dapatdilihatpada al-Qur’an; “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu)
berlakuadildanberbuatkebajikan, memberikepadakaumkerabat, dan Allah
melarangdariperbuatankeji, kemungkarandanpermusuhan.
diamemberipengajarankepadamu agar kamudapatmengambilpelajaran.”
(Q.S. anNahl [16]: 90)
BAB III
PENUTUP

3.1Kesimpulan
Berpancasila hakikatnya beragama yang benar adalah menghayati
nilai-nilai Pancasila sebagai dasar bagi sikap, tindakan, dan hubungan
keberagamaan. Ini mengajarkan kita untuk menjalankan agama dengan
menghormati perbedaan, membangun dialog antarumat beragama, dan
memprioritaskan nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan. Dalam era
globalisasi dan interkoneksi, memahami hakekat berpancasila dalam
beragama adalah langkah penting untuk menjaga harmoni dan
kedamaian dalam masyarakat yang beragam.

3.2 Saran

Warga negara Indonesia merupakan sekumpulan orang yang hidup


dantinggal di negara Indonesia oleh karena itu sebaiknya warga Negara
Indonesia harus lebih meyakini atau mempercayai,
menghormati,menghargai, menjaga, memahami dan melaksanakan segala
hal yang telahdilakukanoleh para pahlawan khususnya dalam pemahaman
bahwa pancasila adalah sebagai dasar negara Indonesia, pandangan hidup
bangsa. Sehingga kekacauan yang sedang sekarang terjadi ini dapat diatasi
dan lebih memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa dan negara Indonesia
ini.
DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/34337996/
MAKALAH_PANCASILA_DALAM_ISLAM_PROGRAM_STUDI_FARMASI

http://cholid17.blogspot.com/2016/02/makalah-pancasila-dan-islam.html

https://media.neliti.com/media/publications/89413-ID-kandungan-nilai-nilai-
syariat-islam-dala.pdf

https://www.zonareferensi.com/pengertian-filsafat/

http://wilyhikaru22.blogspot.com/2013/11/sejarah-perumusan-dasar-negara-
repunlik.html

Anda mungkin juga menyukai