Anda di halaman 1dari 21

“PANCASILA DALAM TATANAN KEISLAMAN”

MAKALAH

“Di susun dalam rangka memenuhi salah satu Tugas kelompok pada Mata
Kuliah Pendidikan Pancasila”

DI SUSUN OLEH :

KELOMPOK II

1. ADHA MALIKI ( 11190930000094 )


2. M. DIZZA ALIEFA R ( 11190930000084 )

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI


JURUSAN SISTEM INFORMASI
UIN SYARIF HIDAYATULAH JAKARTA
2019
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T, atas segala
kemampuan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelasaikan Tugas
Makalah yang berjudul “ PANCASILA DALAM TATANAN KEISLAMAN “ ini
dengan lancar pada mata kuliah Bahasa Indonesia. Kehidupan yang layak dan
sejahtera merupakan hal yang sangat wajar dan diinginkan oleh setiap masyarakat,
mereka selalu berusaha mencarinya dan tak jarang menggunakan cara – cara yang
tidak semestinya dan bisa berakibat buruk. Dengan mengucap puji syukur kehadirat
Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya, serta tak lupa sholawat dan salam
kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW atas petunjuk dan risalahNya, yang
telah membawa zaman kegelapan kezaman terang benderang, dan atas doa restu
dan dorongan dari berbagai pihak - pihak yang telah membantu penulis memberikan
referensi dalam pembuatan makalah ini. Terutama kepada search engine google
yang ikut berperan besar dalam pembuatan makalah ini.

Penulis dapat menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam


penyusunan makalah ini, oleh karena itu Penulis sangat menghargai akan saran dan
kritik untuk membangun makalah ini lebih baik lagi. Demikian yang dapat kami
sampaikan, semoga melalui makalah ini dapat memberikan manfaat dan wawasan
bagi kita semua.

Pamulang, 14 September 2019


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................... i

DAFTAR ISI.................................................................................... ii

BAB 1: PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang............................................................... 4


1.2 Rumusan Masalah.......................................................... 5
1.3 Tujuan............................................................................ 5

BAB 2: PEMBAHASAN

1. Pancasila dalam sudut pandang Islam........................... 6


2. Relasi agama dalam nilai-nilai Pancasila...................... 7
3. Pancasila dalam perspektif Islam dan hubungannya.....10
4. Sila Pancasila yang berkaitan dengan Ketuhanan........ 13
5. Pandangan Islam terhadap Daulah Khilafah Islam di NKRI... 17

BAB 3: PENUTUP

1. Kesimpulan.............................................................................. 20
2. Saran........................................................................................ 20

DAFTAR PUSTAKA
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pancasila adalah bagian ajaran agama untuk menjunjung tinggi nilai-nilai
perdamaian dan persamaan hak serta pengalaman agama dalam konteks bernegara.
Dalam suatu negara dibutuhkan suatu tata aturan yang bisa mengkoordinir seluruh
masyarakat dibawah naungan negara tersebut.

Demikian halnya dengan Indonesia sebagaimana kita ketahui bersama dalam


sejarah bahwa sejak lama Pancasila telah menopang dan mengkoordinir berbagai
suku, ras, dan agama yang ada di Indonesia. Pancasila dirasa sangat sesuai dan tepat
untuk mengakoordinir seluruh ras, suku bangsa, dan agama yang ada di Indonesia.
Hal ini dibuktikan bahwa sila-sila Pancasila selaras dengan apa yang telah tergaris
dalam al-Qur’an.

Sebagai falsafah hidup bangsa, hakekat nilai-nilai Pancasila telah hidup dan
diamalkan oleh bangsa Indonesia sejak negara ini belum berbentuk. Artinya,
rumusan Pancasila sebagaimana tertuang dalam alinea 4 UUD 1945 sebenarnya
merupakan refleksi dari falsafah dan budaya bangsa, termasuk di dalamnya
bersumber dan terinspirasi dari nilai-nilai dan ajaran agama yang dianut bangsa
Indonesia.

Islam sebagai agama yang dipeluk secara mayoritas oleh bangsa ini tentu
memiliki relasi yang sangat kuat dengan nilai-nilai Pancasila. Namun kenapa justru
saat ini seolah-olah islam agama islam satu-satunya yang berhak atas pancasila.
Bukankah kita tahu, pancasila lahir tidak hanya dibawah naungan agam islam
semata. Namun, indonesia memiliki keberagaman agama yang diakui. Dan
bagaimanakah pendapat para tokoh atau pandangan tokoh yang berpengaruh di
Indonesia mengenai hal ini? Lalu bagaimanakah sistem yang mereka gunakan
dalam mengatur negara yang berasaskan pancasila dan tidak lepas pula dari
pengaruh islam?
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana pancasila dalam sudut pandangan Islam?
2. Bagaimana relasi agama dalam nilai-nilai pancasila?
3. Bagaimana pancasila dalam perspektif Islam? Dan bagaimana
hubungan antara islam dan pancasila?
4. Bagaimana sila dalam pancasila yang berkaitan ketuhanan?
5. Bagaimana pandangan Islam terhadap Daulah Khilafah Islam di
NKRI?

1.3 Tujuan
1. Agar mangetahui hakikat pancasila dalam sudut pandang Islam
2. Agar mengetahui relasi agama dalam nilai-nilai pancasila
3. Agar mengetahui hubungan antara Islam dan pancasila
4. Agar mengetahui pancasila yang berkaitan dengan ketuhanan
5. Agar mengetahui pandangan Islam terhadap Daulah Khilafah Islam
di NKRI
BAB 2

PEMBAHASAN

1. Pancasila dalam sudut pandang Islam

Negara Indonesia memiliki dasar dan ideologi Pancasila. Negara


kebangsaan Indonesia yang berPancasila bukanlah negara sekuler atau negara yang
memisahkan antara agama dengan negara. Di sudut lain negara kebangsaan
Indonesia yang berPancasila juga bukan negara islam atau negara yang berdasarkan
atas agama tertentu (Suhadi, 1998: 114). Negara Pancasila pada hakekatnya adalah
negara kebangsaan yang Berketuhanan YME.

Dengan demikian makna negara kebangsaan Indonesia yang berdasarkan


Pancasila adalah kesatuan integral dalam kehidupan bangsa dan negara yang
memiliki sifat kebersamaan, kekeluargaan, dan religiusitas. Pancasila sebagai
ideologi dan dasar negara sebenarnya memiliki keselarasan dengan ajaran Islam
sebagai agama mayoritas penduduk bangsa Indonesia. Sikap umat Islam di
Indonesia yang menerima dan menyetujui Pancasila dapat dipertanggung jawabkan
sepenuhnya dari segala segi pertimbangan.

Beberapa hal yang menjadi pertimbangan keselarasan pancasila dengan


ajaran islam adalah sebagaimana uraian berikut:

1. Pancasila bukan agama dan tidak bisa menggantikan agama.


2. Pancasila bisa menjadi wahana implementasi syari’at islam.
3. Pancasila dirumuskan oleh tokoh bangsa yang mayoritas beragama islam.
a. Ketuhanan Yang Maha Esa. al-Qur’an dalam beberapa ayatnya
menyebutkan dan selalu mengajarkan kepada umatnya untuk selalu
mengesakan Tuhan (misalkan QS. al-Baqarah: 163). Dalam kacamata
Islam, Tuhan adalah Allah semata. Namun, dalam pandangan agama lain
Tuhan adalah yang mengatur kehidupan manusia, yang disembah.
b. Kemanusiaan yang adil dan beradab. Sila kedua ini mencerminkan nilai
kemanusiaan dan bersikap adil (Qs. al-Maa’idah: 8). Islam selalu
mengajarkan kepada umatnya untuk selalu bersikap adil dalam segala hal,
adil terhadap diri sendiri, orang lain dan alam.
c. Persatuan Indonesia. Semua agama termasuk Islam mengajarkan kepada
umatnya untuk selalu bersatu dan menjaga kesatuan dan persatuan (Qs. Ali
Imron: 103).
d. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/ perwakilan. Pancasila dalam sila keempat ini selaras
dengan apa yang telah digariskan al-Qur’an dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Islam selalu mengajarkan untuk
selalu bersikap bijaksana dalam mengatasi permasalahan kehidupan
(Shaad: 20) dan selalu menekankan untuk menyelesaikannya dalam
suasana demokratis (Ali Imron: 159).
e. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sila yang
menggambarkan terwujudnya rakyat adil, makmur, aman dan damai. Hal
ini disebutkan dalam surat al-Nahl ayat 90.

Namun, di sisi lain Hizbut Tahrir Indonesia (Zahro, 2006:98-99) secara tegas
menolak keabsahan UUD 1945. Asas demikrasi yang dianut oleh UUD 1945
merupakan titik awal penolakan mereka terhadap UUD 1945 dan Pancasila. Mereka
memandang UUD 1945 dan Pancasila tidak sesuai dengan nurani ajaran al-Qur’an.

2. Relasi Agama dalam nila-nilai pancasila

Sebagai falsafah hidup bangsa, hakekat nilai-nilai Pancasila telah hidup dan
diamalkan oleh bangsa Indonesia sejak negara ini belum berbentuk. Artinya,
rumusan Pancasila sebagaimana tertuang dalam alinea 4 UUD 1945 sebenarnya
merupakan refleksi dari falsafah dan budaya bangsa, termasuk di dalamnya
bersumber dan terinspirasi dari nilai-nilai dan ajaran agama yang dianut bangsa
Indonesia.
Islam sebagai agama yang dipeluk secara mayoritas oleh bangsa ini tentu memiliki
relasi yang sangat kuat dengan nilai-nilai Pancasila. Hal ini dapat disimak dari
masing-masing sila yang terdapat pada Pancasila berikut ini:

Sila pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa.

Ketuhanan adalah prinsip semua agama. Dan prinsip keesaan Tuhan merupakan inti
ajaran Islam, yang dikenal dengan konsep tauhid. Dalam Islam tauhid harus
diyakini secara kaffah (totalitas), sehingga tauhid tidak hanya berwujud pengakuan
dan pernyataan saja. Akan tetapi, harus dibuktikan dengan tindakan nyata, seperti
melaksanakan kewajiban-kewajiban agama, baik dalam konteks hubungan vertikal
kepada Allah (ubudiyyah) maupun hubungan horisontal dengan sesama manusia
dan semua makhluk (hablun minan nas).

Totalitas makna tauhid itulah kemudian dikenal dengan konsep tauhid ar-
rububiyyah, tauhid al-uluhiyyahdan tauhid al-asma wa al-sifat. Tauhid
Rububiyyah adalah pengakuan, keyakinan dan pernyataan bahwa Allah adalah
satu-satunya pencipta, pengatur dan penjaga alam semesta ini. Sedangkan tauhid
al-Uluhiyyah adalah keyakinan akan keesaan Allah dalam pelaksanaan ibadah,
yakni hanya Allah yang berhak diibadahi dengan cara-cara yang ditentukan oleh
Allah (dan Rasul-Nya) baik dengan ketentuan rinci, sehingga manusia tinggal
melaksanakannya maupun dengan ketentuan garis besar yang memberi ruang
kreativitas manusia seperti ibadah dalam kegiatan sosial-budaya, sosial ekonomi,
politik kenegaraan dan seterusnya, disertai dengan akhlak (etika) yang mulia
sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah. Adapun tauhid al-asma wa al-sifat
adalah bahwa dalam memahami nama-nama dan sifat Allah seorang muslim
hendaknya hanya mengacu kepada sumber ajaran Islam, Quran-Sunnah.

Melihat paparan di atas pengamalan sila pertama sejalan bahkan menjadi kokoh
dengan pengamalan tauhid dalam ajaran Islam. Inilah, yang menjadi pertimbangan
Ki Bagus Hadikusumo, ketika ada usulan yang kuat untuk menghapus 7 kata
“dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya”, mengusulkan
kata pengganti dengan “Yang Maha Esa”. Dalam pandangan beliau Ketuhanan
Yang Maha Esa adalah tauhid bagi umat Islam. (Endang Saifuddin, 1981: 41-44)

Sila kedua: Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.

Prinsip kemanusiaan dengan keadilan dan keadaban adalah juga menjadi ajaran
setiap agama yang diakui oleh negara Indonesia, termasuk Islam. Dalam ajaran
Islam, prinsip ini merupakan manifestasi dan pengamalan dari ajaran
tauhid. Muwahhidun (orang yang bertauhid) wajib memiliki jiwa kemanusiaan
yang tinggi dengan sikap yang adil dan berkeadaban.

Sikap adil sangat ditekankan oleh ajaran Islam, dan sikap adil adalah dekat dengan
ketaqwaan kepada Allah sebagaimana firman Allah dalam Q.S. Al Maidah ayat
8,“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu menjadi orang-orang yang
selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil, dan
janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk
berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan
bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu
kerjakan.”

Demikian juga konsep beradab (berkeadaban) dengan menegakkan etika dan akhlak
yang mulia menjadi misi utama diutusnya Nabi Muhammad Saw dengan sabdanya,
“Sesungguhnya aku diutus Allah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.”

Sila ketiga: Persatuan Indonesia

Ajaran Islam memerintahkan agar umat Islam menjalin persatuan dan kesatuan
antar manusia dengan kepemimpinan dan organisasi yang kokoh dengan tujuan
mengajak kepada kebaikan (al-khair), mendorong perbuatan yang makruf, yakni
segala sesuatu yang membawa maslahat (kebaikan) bagi umat manusia dan
mencegah kemungkaran, yakni segala yang membawa madharat (bahaya dan
merugikan) bagi manusia seperti tindak kejahatan. Persatuan dan kesatuan dengan
organisasi dan kepemimpinan yang kokoh itu dapat berbentuk negara, seperti negeri
tercinta Indonesia.
Sila keempat; Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/perwakilan

Prinsip yang ada pada sila keempat ini merupakan serapan dari nilai-nilai Islam
yang mengajarkan kepemimpinan yang adil, yang memperhatikan kemaslahatan
rakyatnya dan di dalam menjalan roda kepemimpinan melalui musyawarah dengan
mendengarkan berbagai pandangan untuk didapat pandangan yang terbaik bagi
kehidupan bersama dengan kemufakatan. Sistem demokrasi yang diterapkan di
Indonesia dengan mengedepan nilai-nilai ketuhanan dan kemanusiaan sebagaimana
ditegaskan dalam sila-sila dalam Pancasila sejalan dengan ajaran agama. Bahkan
pengamalan agama akan memperkokoh implementasi ideologi Pancasila.

Sila Kelima: Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Mengelola negara dengan prinsip keadilan yang meliputi semua aspek, seperti
keadilan hukum, keadilan ekonomi, dan sebagainya, yang diikuti dengan tujuan
untuk kesejahteraan rakyat merupakan amanat setiap agama bagi para pemeluknya.
Dalam Islam di ajarkan agar pemimpin negara memperhatikan kesejahteraan
rakyatnya, dan apabila menghukum mereka hendaklah dengan hukuman yang adil.
(QS. Nisa: 58)

Dalam kaidah fikih Islam dinyatakan “al-ra’iyyatu manuthun bil maslahah”,


artinya kepemimpinan itu mengikuti (memperhatikan) kemaslahatan rakyatnya.
Berarti pula bahwa pemegang amanah kepemimpinan suatu negara wajib
mengutamakan kesejahteraan rakyat.

3. Pancasila dalam perpektif Islam dan hubungannya

Bangsa Indonesia patut berterima kasih kepada founding father-nya yang telah
menyatukan kemajemukan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang tidak
semua negara di dunia mampu melakukannya semangat nasionalisme mampu
dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat dari puluhan ribu pulau, suku bangsa,
bahasa, lebih-lebih agama sebagai perbedaan yang paling mendasar.
Kini, ada satu ancaman baru dengan pudarnya nasionalisme sebagian
masyarakat Indonesia yang ingin merubah tatanan dan ideologi bangsa dengan
menginginkan penerapan syari’at Islam ditengah pluralisme beragama bahkan
dengan sistem khilafah. Mereka muncul untuk menegakkan syari’at Islam dengan
membawa simbol mayoritas dan lupa bahwa Indonesia ada, juga karena adanya
agama lain. Padahal pancasila tidak membawa agama, namun mengatur hal-hal
yang berbaur dengan agama.

Sebagai bentuk perlawanan, akhirnya muncul dikotomi antara kelompok


Islamis dan nasionalis yaitu kelompok yang menginginkan penerapan syari’at islam
serta membentuk Indonesia dalam sistem khilafah dan kelompok yang tetap
mempertahankan pancasila sebagai ideologi bangsa. Kelompok islamis seolah-olah
merasa tidak kaffah menjalankan syari’at islam di negara pancasila, demikian pula
kelompok nasionalis merasa mengkhianati bangsanya ketika syari’at islam
diformalisasikan di negara pancasila. Padahal islam adalah agama yang syumul
(universal) yang berlaku dalam setiap ruang dan waktu hingga akhir zaman.
Demikian pula pancasila adalah ideologi yang terbangun atas dasar nilai-nilai
agama termasuk islam.

Memang, pertarungan dua kelompok ini telah dimulai sejak masa kolonial.
Dimana pada tahun 1930, soekarno versus Natsir telah berpolemik tentang masalah-
maslah dasar perjuangan kemerdekaan dan tentang masa depan bangsa Indonesia.
Keduanya adalah tokoh yang representasi mewakili kelompok nasionalis dan
islamis. Demikian pula pasca kemerdekaan, dua kelompok ini bertarung melalui
Piagam Jakarta terutama dalam konsep dasar ideoloi bangsa yaitu pada kalimat
“...dengan berdasar kepada ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at
islam bagi pemeluk-pemeluknya” meskipun pada akhirnya berdasarkan
musyawarah dapat diganti dengan kalimat “...berdasarkan ketuhanan yang maha
esa”.

Meskipun demikian, kita mestinya tidak menjadikan sejarah pertentangan


diatas sebagai semangat pemberontakan terhadap pancasila ataupun melawan nilai
dariajaran islam sebab mereka telah tuntas dalam satu kesepakatan dengan
menjadikan pancasila sebagai azas negara denan rumusannya yang sempurna seta
mengambil nilai dari ajaran-ajaran agama.

Namun, semangat penerapan syari’at islam atas nama mayoritas masih terus
mengalir hingga ke parlemen dan eksekutif dengan lahirnya partai-partai
berazaskan islam dan melahirkan undang-undang serta perda-perda bernuansa
syari’at islam. Disisi lain semangat mempertahankan pancasila sebagai ideologi
yang legitimed dan melindungi minoritas pun terus dilontarkan melalui parlemen
dan gerakan-gerakan nasionalisme. Mereka menginginkan pancasila sebagai harga
mati bagi azas negara Indonesia.

Pada dasarnya, islam dan pancasila adalah dua hal yang tak dapat dipisahkan
sebab keduanya bertujuan mewujudkan perdamaian di muka bumi. Untuk itu perlu
ada rumusan dan diplomasi baru guna menjadikan keduanya sebagai ruh bangsa
indonesia. Indonesia yang dapat membentuk masyarakatnya dapat berbangsa tanpa
merasa berdosa kepada Tuhannya, demikian pula dapat beragama tanpa merasa
mengkhianati bangsanya. Manjadikan agama untuk mengisi pancasila agar tidak
bertentangan secara vertikal kepada Tuhan. Yakinlah bahwa pancasila merupakan
implementasi atau turunan dari ajaran islam melalui ajaran hablun minannas
(hubunga kepada sesama manusia). Begitu pula melalui ajaran persaudaraan
sesama manuaia (ukhuwah basyariyah) dan persaudaraan sesama anak bangsa
(ukhuwah wathoniyah).

Jadi, mengamalkan pancasila adalah bagian dari ibadah yang sesuia dengan
ajaran islam dan mengamalkan islam adlaah bentuk pengabdian dan kesetiaan
kepada bangsa indonesia. Sebaliknya, melanggara ketentuan pancasila dapat
melanggar nilai-nilai dari ajaran islam dan tidak melaksanakan islam adalah
pengkhianatan kepada bangsa indonesia.

4. Sila dalam pancasila yang berkaitan dengan Ketuhanan


1. Sila pertama, yang berbunyi Ketuhanan Yang Maha Esa bermakna
bahwa bangsa Indonesia berdasarkan Tuhan Yang Maha Esa. Warga negara
Indonesia diberikan kebebasan untuk memilih satu kepercayaan, dari beberapa
kepercayaan yang diakui oleh negara. Dalam konsep Islam, hal ini sesuai dengan
istilah hablun min Allah, yang merupakan sendi tauhid dan pengejawantahan
hubungan antara manusia dengan Allah SWT. Al-Qur’an dalam beberapa ayatnya
menyebutkan dan selalu mengajarkan kepada umatnya untuk selalu mengesakan
Tuhan. Di antaranya adalah yang tercermin di dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah
ayat 163.

‫وإلهكم إله واحد ال إله إال هو الرحمن الرحيم‬


“Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada Tuhan melainkan Dia yang
Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. (Q. S Al-Baqoroh:163).”
Dalam kacamata islam, Tuhan adalah yang mengatur kehidupan manusia
yang disembah.
2. Sila kedua, yang berbunyi Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
bermakna bahwa bangsa Indonesia menghargai dan menghormati hak-hak yang
melekat pada pribadi manusia. Dalam konsep Islam, hal ini sesuai dengan istilah
hablun min al-nas, yakni hubungan antara sesama manusia berdasarkan sikap saling
menghormati. Al-Qur’an dalam beberapa ayatnya menyebutkan dan selalu
mengajarkan kepada umatnya untuk selalu menghormati dan menghargai sesama.
Di antaranya adalah yang tercermin di dalam Al-Qur’an Surat Al-Maa’idah ayat 8.

‫س ِط َو َال يَ ْج ِر َمنَّك‬ ْ ‫ين ِ َّلِلِ ش َهدَا َء ِبا ْل ِق‬ ِ ‫ِين آ َمنوا كونوا قَ َّو‬
َ ‫ام‬ َ ‫يَا أَيُّ َها الَّذ‬
َّ ‫ىواتَّقوا‬
‫َللاَ إِ َّن‬ َ ‫علَى أَ َّال تَ ْعدِلوا ا ْعدِلوا ه َو أَ ْق َرب ِللت َّ ْق َو‬
َ ‫شنَآن قَ ْوم‬ َ ‫ْم‬
َ ‫َللاَ َخبِير بِ َما تَ ْع َمل‬
‫ون‬ َّ (8) ‫صا ِل َحا‬ َّ ‫ِين آ َمنوا َوع َِملوا ال‬َ ‫َللا الَّذ‬
َّ ‫ع َد‬ َ ‫َو‬
‫ت لَه ْم َم ْغ ِف َرة َوأَ ْجر‬ ِ
“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu
menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah
sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku
tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan
bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan.”(QS.Al-Maidah:8).
Secara luas dan menyeluruh, Allah memerintahkan kepada orang orang
yang beriman, supaya berlaku adil, karena keadilan dibutuhkan dalam segala hal,
untuk mencapai dan memperoleh ketenteraman, kemakmuran dan kebahagiaan
dunia dan akhirat. Oleh karena itu berlaku adil adalah jalan yang terdekat untuk
mencapai tujuan bertakwa kepada Allah.
3. Sila ketiga, berbunyi Persatuan Indonesia bermakna bahwa bangsa
Indonesia adalah bangsa yang satu dan bangsa yang menegara. Dalam konsep
Islam, hal ini sesuai dengan istilah ukhuwah Islamiah(persatuan sesama umat
Islam) dan ukhuwah Insaniah (persatuan sesama umat manusia). Al-Qur’an dalam
beberapa ayatnya menyebutkan dan selalu mengajarkan kepada umatnya untuk
selalu menjaga persatuan. Di antaranya adalah yang tercermin di dalam Al-Qur’an
Surat Al’Imron ayat 103:

‫علَ ْيك‬َ ‫ـرقوا َوا ْذ كـرو نِ ْع َمتَ هللا‬ َّ َ‫ْتصمواْ ِب َح ْب ِل هللا َج ِم ْيعًا َوالَ تَف‬ ِ ‫واَع‬
ْ َ ‫ف بَ ْي َن قلـو ِبك ْم فَأ‬
‫صبَ ْحت ْم ِبنِ ْع َم ِت ِه إِ ْخ َوانا ً َوك ْنت ْم‬ َ َّ‫ْم إ ْذك ْنت ْم أَعْـدَا ًء فَأَل‬
‫َلى شَفا َ خـ ْف َرة ِم َن النَّاِر فَأ َ ْنقـَدَك ْم ِم ْن َها َكذَا ِلكَ يبَبِِّن هللا لَك ْم اَيَاتِ ِه‬ َ ‫ع‬
‫ون‬َ ‫ال عـمران {’لَ َعلـَّك ْم تَ ْهـتَد‬103}
“Dan berpegang teguhlah kamu sekalian dengan tali Allah dan janganlah kamu
sekalian berpecah belah, dan ingatlah nikmat Allah atas kamu semua ketika kamu
bermusuh-musuhan maka Dia (Allah) menjinakkan antara hati-hati kamu maka
kamu menjadi bersaudara sedangkan kamu diatas tepi jurang api neraka, maka
Allah mendamaikan antara hati kamu. Demikianlah Allah menjelaskan ayat
ayatnya agar kamu mendapat petunjuk.” (Q.S. Ali Imron:103).
4. Sila keempat, berbunyi Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikmah
Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan bermakna bahwa dalam
mengambil keputusan bersama harus dilakukan secara musyawarah yang didasari
oleh hikmad kebijaksanaan.
Dalam konsep Islam, hal ini sesuai dengan istilah mudzakarah (perbedaan
pendapat) dan syura (musyawarah). Al-Qur’an dalam beberapa ayatnya
menyebutkan dan selalu mengajarkan kepada umatnya untuk selalu selalu bersikap
bijaksana dalam mengatasi permasalahan kehidupan dan selalu menekankan
musyawarah untuk menyelesaikannya dalam suasana yang demokratis. Di
antaranya adalah yang tercermin di dalam Al-Qur’an Surat Al’Imron:159:

‫ضوا ِم‬ ُّ ‫ب َال ْن َف‬ِ ‫غ ِلي َظ ا ْلقَ ْل‬


َ ‫ظا‬ ًّ َ‫َللاِ ِل ْنتَ لَه ْم َولَ ْو ك ْنتَ ف‬
َّ ‫فَبِ َما َر ْح َمة ِم َن‬
‫ستَ ْغ ِف ْر لَه ْم َوشَا ِو ْره ْم ِفي ْاْلَ ْم ِرفَ ِإذَا ع ََز ْم‬ َ ‫ْن َح ْو ِلكَ فَاعْف‬
ْ ‫ع ْنه ْم َوا‬
َ ‫ب ا ْلمتَ َو ِ ِّك ِل‬
‫ين‬ ُّ ‫َللاَ ي ِح‬ َّ ‫علَى‬
َّ ‫َللاِ إِ َّن‬ َ ‫(تَ فَتَ َو َّك ْل‬159)
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap
mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka
menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah
ampunan bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu.
Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada
Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.”
(QS. Al’Imron:159).
5. Sila kelima, berbunyi Keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia bermakna
bahwa negara Indonesia sebagai suatu organisasi tertinggi memiliki
kewajiban untuk mensejahterakan seluruh rakyat Indonesia.
Dalam konsep Islam, hal ini sesuai dengan istilah adil. Al-Qur’an dalam beberapa
ayatnya memerintahkan untuk selalu bersikap adil dalam segala hal, adil terhadap
diri sendiri, orang lain dan alam. Di antaranya adalah yang tercermin di dalam Al-
Qur’an Surat al-Nahl ayat 90:

ْ‫اء ذِي ا ْلق ْربَى َويَ ْن َهى ع َِن ا ْلفَح‬ ِ َ‫ان َو ِإيت‬ِ ‫س‬ ِ ْ ‫َللاَ يَأْمر ِبا ْلعَ ْد ِل َو‬
َ ‫اْل ْح‬ َّ ‫ِإ َّن‬
َ ‫َاء َوا ْلم ْنك َِر َوا ْلبَ ْغي ِ يَ ِعظك ْم لَعَلَّك ْم تَذَكَّر‬
‫ون‬ ِ ‫(ش‬90)

“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu berlaku adil dan berbuat kebajikan,


memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji,
kemunkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat
mengambil pelajaran.”(QS. An-Nahl:90).
Berdasarkan penjelasan di atas, Jelas kiranya bahwa sila sila pancasila
merupakan ajaran ajaran islam. Oleh Karena itu, Negara dan pemerintahan yang
berasaskan pancasila tidaklah bertentangan, tetapi sejalan dengan agama islam.
Dengan demikian tidaklah tepat kalau segolongan kecil umat masih
mempertentangkan Negara pancasila dengan al-qur’an. Semoga suatu saat nanti
terwujud kebersamaan antara golongan nasionalis, (kebangsaan) dengan golongan
islam, sehingga terwujud suatu masa ketika pancasila bertasbih.
Almarhum Zainal Abidin Ahmad, seorang pompinan islam yang pada masa
akhir hayatnya memangku jabatan rector PTIQ Jakarta berpendapat bahwa ciri-ciri
Negara islam adalah :
1. Penduduk mayoritas islam
2. Kepala Negara orang islam
3. Ideologi Negara sejalan dan tidak bertentangan dengan islam, sekalipun dibawah
nama lain seperti pancasila
4. Undang-undang tidak bertentangan dengan islam
5. UUD mengandung prinsip musyawarah dan dasar- dasar demokrasi lainnya.
Semua ciri yang disebut Zainal Abidi Ahmad diatas terdapat dalam Negara
pancasila kita. Oleh Karena itu, ia berpendapat bahwa Negara republik Indonesia yang
berdasarkan pancasila lebih banyak mempunyai ciri- ciri keislaman dari Negara-
Negara timur tengah.

5.Pandangan Islam terhadap Daulah Khilafah Islam di NKRI


Dalam pandangan Hizbut Tahrir Indonesia, Islam harus dijalankan secara
kaffah, menyeluruh, total dalam berbagai bidang kehidupan. Mereka memandang
bahwa penegakkan syari’at Islam tidak dapat ditunda-tunda lagi. Ia harus mutlak
dan segera untuk diterapkan. Untuk itu, Hizbut Tahrir tidak mengenal adanya
tadarruj (penahapan) dalam proses penerapan syari’at Islam dalam suatu wilayah
muslim. Hal ini didasarkan pada Qs. al-Maidah ayat 3: “Pada hari ini telah
Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-
Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu”.
Hizbut Tahrir memandang bahwa setelah turunnya ayat ini, kaum muslimin
dituntut secara global untuk melaksanakan dan menerapkan seluruh hukum Islam
secara penuh.
Menurut Hizbut Tahrir, kegamangan negara-negara muslim dalam
mengaplikasikan hukum-hukum Islam secara kaffah sebagaimana konsep mereka
di atas, adalah disebabkan oleh pengaruh-pengaruh ideologi penjajah Barat yang
berupa sosialisme, kapitalisme dan demokrasi yang memisahkan agama dari
kehidupan sehari-hari. Oleh sebab itu, mereka berpendapat bahwa pendirian Daulah
Islamiyah merupakan syarat yang utama untuk melestarikan dan menjamin
berlakunya hukum Islam secara kaffah. Tanpa itu, maka syari’at Islam tidak dapat
lestari dan terjamin penerapannya dalam setiap aspek kehidupan. Daulah Islamiyah
itu sendiri mempunyai beberapa aspek pokok yaitu:al-Khalifah, al-Mu’awinun
(para pembantu Khalifah), al-Wulat (para Gubernur), al-Qudat (para hakim), al-
Jihaz al-Idary (aparat administrasi negara), al-Jaisy (angkatan bersenjata) dan
Majlis al-Shura. Kesemua aspek-aspek pokok dalam Daulah Islamiyahtersebut
harus ada secara sempurna. Namun jika salah satu dari aspek-aspek Daulah
Islamiyah tersebut tidak ada, maka hal tersebut tidak menjadi masalah selama
sangKhalifah masih ada, karena menurut Hizbut Tahrir, Khalifah tunggal
merupakan aspek yang utama dalam pendirian Daulah Islamiyah, tanpanya Daulah
Islamiyah tidak bisa berdiri. (Zahro, 2006: 97-98)
Namun, satu kesulitan terbesar yang akan dihadapi oleh konsep Daulah
Islamiyah adalah negara Indonesia yang majemuk, yang hidup didalamnya berbagai
ras, suku bangsa dan agama. Sehingga ketika Daulah Islamiyah benar-benar
diterapkan dan konsekuensinya adalah aturan-aturan dan perundang-undangan
yang bersumber dari al-Qur’an dan Hadits pun diaplikasikan, maka yang terjadi
adalah tabrakan dan benturan pemahaman antara Islam dengan agama-agama lain,
yang mana hal ini akan semakin memicu permasalahan yang semakin besar.
Islam dalam pandangan yang lebih egaliter menilai bahwa Pancasila mampu
untuk mengakomodir berbagai bentuk keanekaragaman di Indonesia. Dalam semua
sila Pancasila berbagai etnis bangsa dapat terayomi. Demikian halnya dengan
agama-agama yang ada di Indonesia. Dan hendaknya Pancasila dipelajari dengan
penuh penghayatan, bukan hanya sekedar menjadi hapalan wajib saja.
Al-Qur’an menjelaskan bahwa hidup adalah untuk berta’abbud, beribadah
kepada Yang Maha Esa (Q.S. Ad-Dzariyat: 56). Pengejawantahan ta’abbud ini
tidak hanya dilakukan dalam ritual resmi sholat saja, melainkan dalam berbagai
bidang kehidupan harus dilandasi dengan tujuan ta’abbud. Sehingga ketika
kehidupan dijalani dengan ikhlas untuk berta’abbud, maka konsekuensinya adalah
keadilan terhadap diri sendiri, keadilan terhadap sesama, keadilan terhadap alam;
kejujuran dan kebijaksanaan dalam mengambil keputusan; selalu berusaha untuk
menciptakan rasa kedamaian, kerukunan, kesatuan dan persatuan; yang pada
dasarnya Islam mengajarkan untuk selalu bersikap tawazzun, seimbang dalam
segala hal.
Hal ini selaras dengan apa yang tercermin dalam sila Pancasila. Sila ketuhanan
Yang Maha Esa menjadi core dari semua sila Pancasila lainnya. Sila kemanusiaan
yang adil dan beradab diterapkan dengan dilandasi oleh sila pertama. Sila persatuan
Indonesia harus dilaksanakan atas dasar sila pertama. Sila kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan juga
dilandasi oleh sila pertama. Dan sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
pun demikian (Tafsir, 2007).
Dengan demikian Pancasila pada dasarnya mampu untuk mengakomodir semua
lini kehidupan Indonesia, sehingga tidak mungkin dipaksakan konsep khilafah
untuk diterapkan di negeri ini. Indonesia bukan negara Islam, dan Islam pun tidak
memerintahkan untuk menciptakan negara Islam. Nabi Saw. telah mengajarkan dan
memberikan teladan kepada kita tentang bagaimana hidup berdampingan dengan
berbagai perbedaan ras, suku bangsa, dan agama. Sebagaimana hal ini telah
termaktub dalam Piagam Madinah. Bahkan dalam suatu sabda beliau: Antum
a’lamu bi umuri dunyakum (kalian lebih mengerti tentang urusan dunia kalian).
Mengenai urusan keduniaan kita diberikan kebebasan untuk mengaturnya, namun
tetap harus dilandasi oleh ta’abbud. Tanpa tujuan ta’abbud ini niscaya kehidupan
yang kita jalani menjadi kosong tanpa tujuan yang berarti.

BAB 3
PENUTUP
1. Kesimpulan
Pancasila sebagai dasar negara memiliki peranan yang sangat
penting dalam mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara sehingga cita-
cita para pendiri bangsa Indonesia dapat terwujud.
Dengan menjalankan kehidupan berbagsa dan bernegara
berlandaskan pancasila semoga tidak menjadikan kita melenceng dari
agama sesnugguhnya apa yang ada pada pancasila dijiwai oleh hukum Islam
yang memang harus dijunjung tinggi oleh umat.

2. Saran
Warga negara Indonesia merupakan sekumpulan orang yang hidup
dan tinggal di negara Indonesia oleh karena itu sebaiknya warga negara
Indonesia harus lebih meyakini atau mempercayai, menghormati,
menghargai, menjaga, memahami dan melaksanakan segala hal yang telah
dilakukan oleh para pahlawan khususnya dalam pemahaman bahwa
pancasila adalah sebagai dasar negara Indonesia, pandangan hidup bangsa.
Sehingga kekacauan yang sedang sekarang terjadi ini dapat diatasi dan lebih
memperkuat persatuan dankesatuan bangsa dan negara Indonesia ini.

DAFTAR PUSTAKA
http://jenonculun.blogspot.com/2014/03/pancasila-dalam-pandangan-islam.html
https://www.kompasiana.com/robylaila/5ce5112e3ba7f759346b9cc3/relasi-islam-
dengan-pancasila?page=all
https://www.harakatuna.com/hubungan-pancasila-dengan-islam.html
https://www.harakatuna.com/hubungan-pancasila-dengan-islam.html

Anda mungkin juga menyukai