Anda di halaman 1dari 35

MAKALAH EKONOMI ISLAM 2

Pengembangan Ekonomi Kerakyatan Di Indonesia Di Tinjau dari Presfektif


Ekonomi Islam

DOSEN PEMBIMBING : DR. HERI SUNANDAR, M.CI

DISUSUN OLEH
ATIKAH

EKONOMI ISLAM 8
FAKULTAS SYARIAH DAN ILMU HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
2016/2017

Kata Pengantar

Assalamualaikum warrahmatullahi wabarakatuh


Segala puji bagi Allah yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga dapat menyelesaikan makalah ini. Tanpa pertolongan-Nya
mungkin penyusun tidak akan sanggup menyelesaikannya dengan baik.
Shalawat dan salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta
kita yakni Nabi Muhammad SAW.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang "
Pengembangan Ekonomi Kerakyatan Di Indonesia", yang kami sajikan
berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber. Makalah ini di susun oleh
penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri
penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh
kesabaran dan terutama pertolongan dari Tuhan akhirnya makalah ini
dapat terselesaikan.
Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada dosen
pembimbing yaitu DR. Heri Sunandar, M.CI yang telah membimbing
penyusun agar dapat mengerti tentang bagaimana cara menyusun
makalah yang baik dan sesuai kaidah.
Semoga makalah ini dapat memberikan pengetahuan yang lebih
luas kepada pembaca. Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan

kekurangan. Penyusun membutuhkan kritik dan saran dari pembaca yang


membangun. Terima kasih.

Pekanbaru, mei 2016

Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...............................................................
DAFTAR ISI .............................................................................
BAB I PENDAHULUAN .........................................................
A. Latar Belakang .........................................................
B. Rumusan Masalah ....................................................
C. Tujuan .......................................................................
BAB II PEMBAHASAN ..........................................................
BAB III PENUTUP ..................................................................
A. Kesimpulan .............................................................
B. Saran .......................................................................
DAFTAR PUSTAKA .............................................................

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Makalah ini membahas tentang Pengembangan Ekonomi
Kerakyatan Di Indonesia Di Tinjau dari Presfektif Ekonomi Islam. Dalam hal
masalah ekonomi adalah masalah sehari-hari yang dihadapi semua orang
(masyarakat), baik sebagai individu, kelompok, pemerintah atau
pengusaha swasta maupun pejabat publik.
Ekonomi kerakyatan merupakan terminologi ekonomi yang
digunakan Mohammad Hatta pasca kolonialisme Hindia Belanda. Dengan
memperhatikan situasi kondisi sosial ekonomi peninggalan pemerintah
Hindia Belanda yang pada saat itu menempatkan kaum pribumi dalam
kelas strata sosial paling bawah. Ekonomi kerakyatan diciptakan sebagai
cara untuk menjadikan bangsa pribumi sebagai tuan di negeri sendiri.
Konsep ekonomi kerakyatan kemudian dinyatakan dalam konstitusi
Republik Indonesia Pasal 33 UUD 1945, yang menjelaskan secara

terperinci mengenai (1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama


berdasar atas azas kekeluargaan. (2) Cabang-cabang produksi yang
penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak
(harus) dikuasai oleh negara. (3) Bumi, air, dan segala kekayaan yang
terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan equity (keadilan)?
2. Apakah yang dimaksud dengan efisiensi (perilaku atau tindakan
ekonomi)?
3. Bagaimana keadilan dan efisiensi dalam perekonomian.
BAB II
PEMBAHASAN
1.

Pengertian Ekonomi Kerakyatan


Ekonomi kerakyatan adalah sistem ekonomi yang berbasis pada
kekuatan ekonomi rakyat.Dimana ekonomi rakyat sendiri adalah sebagai
kegiatan ekonomi atau usaha yang dilakukan oleh rakyat kebanyakan
(popular) yang dengan secara swadaya mengelola sumberdaya ekonomi
apa saja yang dapat diusahakan dan dikuasainya, yang selanjutnya
disebut sebagai Usaha Kecil dan Menegah (UKM) terutama meliputi sektor
pertanian, peternakan, kerajinan, makanan, dsb., yang ditujukan terutama
untuk memenuhi kebutuhan dasarnya.

Gagasan

ekonomi

kerakyatan

dikembangkan

sebagai

upaya

alternatif dari para ahli ekonomi Indonesia untuk menjawab kegagalan


yang dialami oleh negara negara berkembang termasuk Indonesia dalam
menerapkan teori pertumbuhan. Penerapan teori pertumbuhan yang telah
membawa kesuksesan di negara negara kawasan Eropa ternyata telah
menimbulkan kenyataan lain di sejumlah bangsa yang berbeda. Salah
satu harapan agar hasil dari pertumbuhan tersebut bisa dinikmati sampai
pada lapisan masyarakat paling bawah, ternyata banyak rakyat di lapisan
bawah tidak selalu dapat menikmati cucuran hasil pembangunan yang
diharapkan itu. Bahkan di kebanyakan negara negara yang sedang
berkembang,

kesenjangan

sosial

ekonomi

semakin

melebar.

Dari

pengalaman ini, akhirnya dikembangkan berbagai alternatif terhadap


konsep pembangunan yang bertumpu pada pertumbuhan. Pertumbuhan
ekonomi tetap merupakan pertimbangan prioritas, tetapi pelaksanaannya
harus serasi dengan pembangunan nasional yang berintikan pada
manusia pelakunya.a dan keluarganya tanpa harus mengorbankan
kepentingan masyarakat lainnya.
Pembangunan

yang

berorientasi

kerakyatan

dan

berbagai

kebijaksanaan yang berpihak pada kepentingan rakyat. Dari pernyataan


tersebut jelas sekali bahwa konsep, ekonomi kerakyatan dikembangkan
sebagai upaya untuk lebih mengedepankan masyarakat. Dengan kata lain
konsep ekonomi kerakyatan dilakukan sebagai sebuah strategi untuk
membangun kesejahteraan dengan lebih mengutamakan pemberdayaan
masyarakat.

Sebagai suatu jejaringan, ekonomi kerakyatan diusahakan untuk


siap bersaing dalam era globalisasi, dengan cara mengadopsi teknologi
informasi dan sistem manajemen yang paling canggih sebagaimana
dimiliki oleh lembaga lembaga bisnis internasional, Ekonomi kerakyatan
dengan sistem kepemilikan koperasi dan publik. Ekomomi kerakyatan
sebagai antitesa dari paradigma ekonomi konglomerasi berbasis produksi
masal ala Taylorism. Dengan demikian Ekonomi kerakyatan berbasis
ekonomi jaringan harus mengadopsi teknologi tinggi sebagai faktor
pemberi nilai tambah terbesar dari proses ekonomi itu sendiri. Faktor
skala ekonomi dan efisien yang akan menjadi dasar kompetisi bebas
menuntut keterlibatan jaringan ekonomi rakyat, yakni berbagai sentrasentra kemandirian ekonomi rakyat, skala besar kemandirian ekonomi
rakyat, skala besar dengan pola pengelolaan yang menganut model siklus
terpendek dalam bentuk yang sering disebut dengan pembeli .
2.

Substansi Sistem Ekonomi Kerakyatan


Berdasarkan bunyi kalimat pertama penjelasan Pasal 33 UUD 1945,
dapat dirumuskan perihal substansi ekonomi kerakyatan dalam garis
besarnya mencakup tiga hal sebagai berikut.

1.

Partisipasi seluruh anggota masyarakat dalam proses pembentukan


produksi nasional. Partisipasi seluruh anggota masyarakat dalam proses
pembentukan produksi nasional menempati kedudukan yang sangat
penting dalam sistem ekonomi kerakyatan. Hal itu tidak hanya penting
untuk menjamin pendayagunaan seluruh potensi sumberdaya nasional,

tetapi juga penting sebagai dasar untuk memastikan keikutsertaan


seluruh anggota masyarakat turut menikmati hasil produksi nasional
tersebut. Hal ini sejalan dengan bunyi Pasal 27 UUD 1945 yang
menyatakan,

Tiap-tiap

warga

negara

berhak

atas

pekerjaan

dan

penghidupan yang layak bagi kemanusian.


2.

Partisipasi seluruh anggota masyarakat dalam turut menikmati hasil


produksi nasional. Artinya, dalam rangka ekonomi kerakyatan, harus ada
jaminan bahwa setiap anggota masyarakat turut menikmati hasil produksi
nasional, termasuk para fakir miskin dan anak-anak terlantar. Hal itu
antara lain dipertegas oleh Pasal 34 UUD 1945 yang menyatakan, Fakir
miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara. Dengan kata lain,
dalam rangka ekonomi kerakyatan atau demokrasi ekonomi, negara wajib
menyelenggarakan sistem jaminan sosial bagi fakir miskin dan anak-anak
terlantar di Indonesia.

3.

Kegiatan pembentukan produksi dan pembagian hasil produksi


nasional itu harus berlangsung di bawah pimpinan atau penilikan anggotaanggota masyarakat. Artinya, dalam rangka ekonomi kerakyatan atau
demokrasi ekonomi, anggota masyarakat tidak boleh hanya menjadi objek
kegiatan ekonomi. Setiap anggota masyarakat harus diupayakan agar
menjadi subjek kegiatan ekonomi. Dengan demikian, walau pun kegiatan
pembentukan produksi nasional dapat dilakukan oleh para pemodal asing,
tetapi penyelenggaraan kegiatan-kegiatan itu harus tetap berada di
bawah pimpinan dan pengawasan anggota-anggota masyarakat. Unsur
ekonomi kerakyatan yang ketiga ini mendasari perlunya partisipasi
seluruh anggota masyarakat dalam turut memiliki modal atau faktor-

faktor produksi nasional. Modal dalam hal ini tidak hanya terbatas dalam
bentuk modal material (material capital), tetapi mencakup pula modal
intelektual (intelectual capital) dan modal institusional (institusional
capital). Sebagai konsekuensi logis dari unsur ekonomi kerakyatan yang
ketiga itu, negara wajib untuk secara terus menerus mengupayakan
terjadinya peningkatkan kepemilikan ketiga jenis modal tersebut secara
relatif merata di tengah-tengah masyarakat.Tujuan dan Sasaran Sistem
Ekonomi Kerakyatan
Bertolak dari uraian tersebut, dapat ditegaskan bahwa tujuan utama
penyelenggaraan sistem ekonomi kerakyatan pada dasarnya adalah untuk
mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia melalui
peningkatan kemampuan masyarakat dalam mengendalikan jalannya
roda perekonomian. Bila tujuan utama ekonomi kerakyatan itu dijabarkan
lebih lanjut, maka sasaran pokok ekonomi kerakyatan dalam garis
besarnya meliputi lima hal berikut:
1.

Tersedianya peluang kerja dan penghidupan yang layak bagi seluruh


anggota masyarakat.

2.

Terselenggaranya sistem jaminan sosial bagi anggota masyarakat


yang membutuhkan, terutama fakir miskin dan anak-anak terlantar.

3.

Terdistribusikannya

kepemilikan

modal

material

secara

relatif

merata di antara anggota masyarakat.


4.

Terselenggaranya pendidikan nasional secara cuma-cuma bagi


setiap anggota masyarakat.

5.

Terjaminnya

kemerdekaan

setiap

anggota

masyarakat

mendirikan dan menjadi anggota serikat-serikat ekonomi.

untuk

3.

Pilar pilar ekonomi kerakyatan.


Revrisond Baswir (2005) menyebutkan beberapa pilar demokratisasi
ekonomi, yaitu:
a.

Peranan vital negara (pemerintah). Sebagaimana ditegaskan oleh

Pasal 33 ayat 2 dan 3 UUD 1945, negara memainkan peranan yang sangat
penting dalam sistem ekonomi kerakyatan. Peranan negara tidak hanya
terbatas sebagai pengatur jalannya roda perekonomian. Melalui pendirian
Badan-badan Usaha Milik Negara (BUMN), yaitu untuk menyelenggarakan
cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai
hajat hidup orang banyak, negara dapat terlibat secara langsung dalam
penyelenggaraan berbagai kegiatan ekonomi tersebut. Tujuannya adalah
untuk

menjamin

agar

kemakmuran

masyarakat

senantiasa

lebih

diutamakan daripada kemakmuran orang seorang, dan agar tampuk


produksi tidak jatuh ke tangan orang seorang, yang memungkinkan
ditindasnya rakyat banyak oleh segelintir orang yang berkuasa.
b.

Efisiensi

keberlanjutan.

ekonomi
Tidak

berdasar

benar

jika

atas

keadilan,

dikatakan

bahwa

partisipasi,
sistem

dan

ekonomi

kerakyatan cenderung mengabaikan efisiensi dan bersifat anti pasar.


Efisiensi dalam sistem ekonomi kerakyatan tidak hanya dipahami dalam
perspektif jangka pendek dan berdimensi keuangan, melainkan dipahami
secara komprehensif dalam arti memperhatikan baik aspek kualitatif dan
kuantitatif, keuangan dan non-keuangan, maupun aspek kelestarian
lingkungan. Politik ekonomi kerakyatan memang tidak didasarkan atas

pemerataan, pertumbuhan, dan stabilitas, melainkan atas keadilan,


partisipasi, dan keberlanjutan.
c.

Mekanisme alokasi melalui perencanaan pemerintah, mekanisme

pasar, dan kerjasama (kooperasi). Mekanisme alokasi dalam sistem


ekonomi kerakyatan, kecuali untuk cabang-cabang produksi yang penting
bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak, tetap di
dasarkan atas mekanisme pasar. Tetapi mekanisme pasar bukan satusatunya. Selain melalui mekanisme pasar, alokasi juga didorong untuk
diselenggaran melalui mekanisme usaha bersama (koperasi). Mekanisme
pasar dan koperasi dapat diibaratkan seperti dua sisi dari sekeping mata
uang yang sama dalam mekanisme alokasi sistem ekonomi kerakyatan.
d.

Pemerataan penguasaan faktor produksi. Dalam rangka itu, sejalan

dengan amanat penjelasan pasal 33 UUD 1945, penyelenggaraan pasar


dan koperasi dalam sistem ekonomi kerakyatan harus dilakukan dengan
terus menerus melakukan penataan kelembagaan, yaitu dengan cara
memeratakan penguasaan modal atau faktor-faktor produksi kepada
segenap

lapisan

anggota

mendemokratisasikan

masyarakat.

penguasaan

Proses

faktor-faktor

sistematis

untuk

produksi

atau

peningkatan kedaulatan ekonomi rakyat inilah yang menjadi substansi


sistem ekonomi kerakyatan.
e.

Pola hubungan produksi kemitraan, bukan buruh-majikan. Pada

koperasi memang terdapat perbedaan mendasar yang membedakannya


secara diametral dari bentuk-bentuk perusahaan yang lain. Di antaranya
adalah

pada

dihilangkannya

pemilahan

buruh-majikan,

yaitu

diikutsertakannya buruh sebagai pemilik perusahaan atau anggota


koperasi. Karakter utama ekonomi kerakyatan atau demokrasi ekonomi
pada dasarnya terletak pada dihilangkannya watak individualistis dan
kapitalistis dari wajah perekonomian Indonesia.
D.

Ekonomi Kerakyatan Sebagai Tonggak Kebangkitan Perekonomian

Indonesia
Sistem Ekonomi Kerakyatan adalah Sistem Ekonomi Nasional Indonesia
yang berasas kekeluargaan, berkedaulatan rakyat, bermoral Pancasila,
dan menunjukkan pemihakan sungguh-sungguh pada ekonomi rakyat.
Syarat mutlak berjalannya sistem ekonomi nasional yang berkeadilan
sosial adalah berdaulat di bidang politik, mandiri di bidang ekonomi, dan
berkepribadian di bidang budaya. Untuk mencapai pembangunan yang
berkeadilan sosial mencakup perlu adanya penyegaran nasionalisme
ekonomi melawan segala bentuk ketidakadilan sistem dan kebijakan
ekonomi,

adanya

pendekatan

pembangunan

berkelanjutan

yang

multidisipliner dan multikultural dan adanya pengkajian ulang pendidikan


dan pengajaran ilmu-ilmu ekonomi dan sosial di sekolah-sekolah dan
perguruan tinggi.
Salah satu cermin dari sistem ekonomi kerakyatan adalah Koperasi.
Koperasi mengutamakan kesejahteraan bagi anggotanya, hanya saja saat
ini

eksistensi

Koperasi

itu

sendiri

telah

meredup

seiring

dengan

perkembangan di era Pasar berbas saat ini. Seperti yang kita ketahui
bahwa Pakar-pakar ekonomi Indonesia yang memperoleh pendidikan ilmu
ekonomi Mazhab Amerika, pulang ke negerinya dengan penguasaan

peralatan teori ekonomi yang abstrak, dan serta merta merumuskan dan
menerapkan kebijakan ekonomi yang menghasilkan pertumbuhan, yang
menurut mereka juga akan membawa kesejahteraan dan kebahagiaan
bagi rakyat dan bangsa Indonesia. Keangkuhan dari pakar-pakar ekonomi
dan komitmen mereka pada kebijakan ekonomi gaya Amerika merupakan
kemewahan yang tak lagi dapat ditoleransi Indonesia. Praktek-praktek
perilaku yang diajarkan paham ekonomi yang demikian, dan upaya
mempertahankannya berdasarkan pemahaman yang tidak lengkap dari
perekonomian, hukum, dan sejarah bangsa Amerika, mengakibatkan
terjadinya praktek-praktek yang keliru secara intelektual yang harus
dibayar mahal oleh Indonesia.
Pola pembangunan yang hanya mengutamakan pertumbuhan sudah
harus dibuang, bagaimana tidak? jika terbukti menyengsarakan rakyat
dan menimbulkan ekses ketidakadilan. Sekarang kita harus beralih pada
strategi pembangunan yang dapat dinikmati seluruh rakyat secara adil
dan merata. Strategi yang berbasis pemerataan yang diikuti pertumbuhan
lebih menjamin keberlanjutan pembangunan, dimana dalam strategi
tersebut sangat dibutuhkan adanya keberpihakan pada rakyat artinya
pembangunan harus ditujukan langsung kepada yang memerlukan dan
program yang dirancang harus menyentuh masyarakat serta mengatasi
masalah serta sesuai kebutuhan rakyat, harus mengikutsertakan dan
dilaksanakan sendiri oleh rakyat sehingga bukan lagi kebijaksanaan
pembangunan ekonomi dari atas ke bawah ( top dowm) seperti pada
masa Orba malainkan pembangunan alternatif yang bersifat dari bawah
ke atas (buttom up), menciptakan sistem kemitraan yang saling

menguntungkan, menghindari kegiatan eksploitasi keberadaan usaha


kecil menengah dan koperasi untuk kepentingan pengusaha besar. Hal ini
perlu ditegaskan karena kemenangan dalam pergulatan perdagangan
pasar bebas tidak akan tercapai tanpa adanya rasa kebersamaan dan
kesatuan di kalangan duSelain itu ekonomi kerakyatan akan menciptakan
lingkungan dunia usaha yang bersahabat, ketidak adilan akan terhapus
dari benak rakyat, karena kebutuhan pokok mereka tercukupi, kelompok
masyarakat yang secara massal mempunyai daya beli tinggi, ekonomi
rakyat membaik, maka potensi pasar produk-produk industri besar,
menengah dan kecil pun meningkat. Dengan demikian roda perekonomian
pun akan bergulir ke arah normal. Proses industrialisasi sebaiknya dimulai
dari daerah pedesaan berdasarkan potensi unggulan daerah masingmasing dengan orientasi pasar dan ini sejalan dengan era otonomi daerah
yang merupakan realitas mayoritas penduduk Indonesia dapat dilakukan
dengan memanfaatkan potensi setempat. Berkembangnya kegiatan sosial
ekonomi pedesaan akan membuat desa berkembang menjadi jaringan
unggulan perekonomian bangsa yang didukung infra struktur dan fasilitas
lainnya seperti pusat-pusat transaksi (pasar) yang terjalin erat dengan
kota-kota atau pintu gerbang pasar internasional. Jalinan ekonomi desa
dan kota ini harus dijaga secara lestari dan dalam proses ini harus
dihindari penggusuran ekonomi rakyat dengan perluasan industri berskala
besar yang mengambil lahan subur, merusak lingkungan, menguras
sumber daya dan mendatangkan tenaga kerja dari luar.
Dalam pelaksanaan ekonomi kerakyatan harus benar-benar fokus
pada penciptaan kelas pedagang / wirausaha kecil dan menengah yang

kuat dan tangguh. Untuk merealisaskannya, pemerintah seharusnya


mengalokasikan

anggaran

yang

lebih

besar

dan

memadai

bagi

pengembangan usaha kecil dan menengah ini. Inilah peran yang harus
dimainkan pemerintah dalam megentaskan rakyat dari kemiskinan
menghadapi krisis ekonomi. Adanya kemauan politik pemerintah untuk
membangkitkan kembali ekonomi kerakyatan merupakan modal utama
bagi bangsa untuk bangkit kembali menata perekonomian bangsa yang
sedang terpuruk ini. Dalam pelaksnaannya pemerintahan harus diisi oleh
orang-orang yang memiliki komitmen kerakyatan yang kuat karena
mereka akan berjuang mengangkat kembali kehidupan rakyat yang miskin
menuju sejahteraan karena kesalahan dalam memilih orang pada posisiposisi penting ekonomi akan memperpanjang daftar penderitaan rakyat,
jika mereka tidak memiliki simpati yang ditingkatkan menjadi empati
terhadap denyut nadi kehidupan rakyat dengan menyederhanakan
birokrasi dalam berbagai perizinan, menghapus berbagai pungutan dan
retribusi yang mengakibatkan biaya ekonomi tinggi, menciptakan rasa
aman dan sebagainya yang akan menghasilkan suasana kondusif bagi
dunia usaha untuk meningkatkan kinerjanya.
Disisi lain rakyat sendiri harus mampu mengubah mentalnya dari
keinginan menjadi pegawai menjadi mental usahawan yang mandiri,
untuk itu peningkatan sumberdaya manusia melalui berbagai pendidikan
dan pelatihan menjadi penting karena dalam meningkatkan ekonomi
rakyat diperlukan adanya mental wiraswasta yang tangguh dan mampu
bersaing dalam dunia bisnis di era pasar bebas. Sehingga rakyat harus
bisa menciptakan lapangan kerja, bukan mencari kerja. Makin besar dan

berkembang usaha mereka akan makin banyak tenaga kerja tersalurkan.


Ini tentu menjadi sumbangan yang tidak kecil bagi penciptaan lapangan
kerja baru dan pengurangan jumlah pengangguran.
Mari kita bersama-sama untuk menghidupkan kembali ekonomi
kerakyatan yang mnjadi tonggak kebangkitan perekonomian bangsa kita
ditengah-tengah
berwirausaha,

arus

pasar

bebas

jangan

hanya

bisa

saat

ini

bergantung

dengan

semangat

sepenuhnya

pada

pemerintah tetapi bagaimana kita belajar untuk menjadi masyarakat yang


mandiri demi keberlangsungan kita bersama.
4. Ekonomi Kerakyatan dan Pemberdayaan Ekonomi Rakyat
Perlu digaris bawahi bahwa ekonomi kerakyatan tidak bisahanya sekedar komitmen
politik untuk merubah kecenderungan dalam system ekonomi orde baru yang amat membela
kaum pengusaha besar khususnya para konglomerat. Perubahan itu hendaknya dilaksanakan
dengan benar-benar member perhatian utama kepada rakyat kecil lewat program-program
operasional yang nyata dan mampu merangsang kegiatan ekonomi produktif di tingkat rakyat
sekaligus memupuk jiwa kewirausahaan. Tidak dapat disangkal bahwa membangun ekonomi
kerakyatan membutuhkan adanya komitmen politik (political will), tetapi menyamakan
ekonomi kerakyatan dengan praktek membagi-bagi uang kepada rakyat kecil (saya tidak
membuat penilaian terhadap sistem JPS), adalah sesuatu kekeliruan besar dalam perspektif
ekonomi kerakyatan yang benar. Praktekm embagi-bagi uangkepada rakyat kecil sangat tidak
menguntungkan pihak manapun, termasuk rakyat kecil sendiri (Bandingkan dengan pendapat
Ignas Kleden, 2000).

Pendekatan seperti ini jelas sangat berbeda dengan apa yang

dimaksud dengan affirmative action.

Aksi membagi-bagi uang

secara tidak sadar

menyebabkan usaha kecil-menengah dan koperasi yang selama ini tidak berdaya untuk
bersaing dalam suatu mekanisme pasar, menjadi sangat tergantung pada aksi dimaksud.

Sebenarnya yang harus ada pada tangan obyek affirmative actiona dalah kesempatan untuk
berkembang dalam suatu mekanisme pasar yang sehat, bukancash money/cash material.
Jika pemahaman ini tidak dibangun sejak awal, maka saya khawatir cerita keberpihakan
yang salah selama mas aorde baru kembali akan terulang. Tidak terjadi proses pendewasaan
(maturity) dalam ragaan bisnis usaha kecil-menengah dan koperasi yang menjadi
target affirmative actionpolicy. Bahkan sangat mungkin terjadi suatu proses yang
bersifat counter-productive, karenaasumsiawal yang dianut adalah usaha kecil-menengah dan
koperasi yang merupakan cirri ekonomi kerakyatan Indonesia tumbuh secara natural karena
adanya sejumlah potensi ekonomi di sekelilingnya. Mulanya mereka tumbuh tanpa adanya
insentif artificial apapun, atau dengan kata lain hanya mengandalkan naluri usaha dan
kelimpahan sumber daya alam, sumber daya manusia, serta peluang pasar. Modal dasar yang
dimiliki inilah yang seharusnya ditumbuh kembangkan dalam suatu mekanisme pasar yang
sehat. Bukan sebaliknya ditiadakan dengan menciptakan ketergantungan model barupa pada
kebijakan keberpihakan dimaksud.
Selanjutnya, pemerintah harus mempunyai ancangan yang pasti tentang kapan
seharusnya pemerintah mengurangi bentuk campur tangan dalam affirmative action
policynya, untuk mendorong ekonomi kerakyatan berkembang secara sehat. Oleh karena itu,
diperlukan adanya kajian ekonomi yang akurat tentang timing dan process di mana
pemerintah harus mengurangi bentuk keberpihakannya pada usaha kecil-menengah dan
koperasi dalam pembangunan ekonomi rakyat. Isu ini perlu mendapat perhatian tersendiri,
karena sampai saat ini masih banyak pihak (di luar UKM dan Koperasi) yang memanfaatkan
momen keberpihakan pemerintah ini sebagai free-rider. Justru kelompok ini yang enggan
mendorong adanya proses phasing-out untuk mengkerasi mekanisme pasar yang sehat dalam
rangka mendorong keberhasilan program ekonomi kerakyatan.

Kita semua masih

mengarahkan seluruh energy untuk mendukung program keberpihakan pemerintah pada

UKM dan koperasi sesuai dengan tuntutan TAP MPR. Tapi kita lupa bahwa ada tahapan
lainnya yang pentingdalam program keberpihakan dimaksud, yaitu phasing-out process yang
harus pula dipersiapkan sejakawal. Kalau idak, maka sekali lagi kita akan mengulangi
kegagalan yang sama seperti apa yang terjadi selama masa pemerintahan orde baru.

Transformasi Kesamaan Nilai Ekonomi Kerakyatan Yang


Terdapat Pada Sistem Ekonomi Syariah
Sebelum membahas bentuk konkrit dari economic
welfare (kesejahteraan ekonomi) dengan ekonomi Syariah, perlu diketahui
terlebih dahulu persamaan karakteristik dari ekonomi Indonesia yaitu
ekonomi kerakyatan dengan ekonomi Syariah.
1.

Karakteristik ekonomi kerakyatan yang berlaku di Indonesia:

1) Ketuhanan, di mana roda kegiatan ekonomi bangsa digerakkan oleh


rangsangan ekonomi, sosial, dan moral"
2) Kemanusiaan, yaitu : kemerataan sosial, yaitu ada kehendak kuat
warga masyarakat untuk mewujudkan kemerataan sosial, tidak

membiarkan terjadi dan berkembangnya ketimpangan ekonomi dan


kesenjangan sosial.
3) Persatuan/Kepentingan Nasional, di mana nasionalisme ekonomi;
bahwa dalam era globalisasi makin jelas adanya urgensi terwujudnya
perekonomian nasional yang kuat, tangguh, dan mandiri.
4) Musyawarah/demokrasi ekonomi, demokrasi ekonomi berdasar
kerakyatan dan kekeluargaan; koperasi dan usaha-usaha kooperatif
menjiwai perilaku ekonomi perorangan dan masyarakat. dan
5) Keadilan sosial, yaitu : keseimbangan yang harmonis, efisien, dan
adil antara perencanaan nasional dengan desentralisasi ekonomi dan
otonomi yang luas, bebas, dan bertanggungjawab, menuju pewujudan
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

1.

Karakteristik ekonomi Syariah[22]:

1) Bersumber dari tuhan dan Agama


2) Mengacu pada nilai-nilai Kemanusiaan
3) Menerapkan Nilai-nilai Akhlak dan berkadilan
4) Mempertimbangkan Dasar kerealistisan
5) Ekonomi pertumbuhan dan keseimbangan

Dari indentifikasi kedua karakteristik di atas dapat diketahui bahwa


tujuan dari bentuk ekonomi kerakyatan dan ekonomi Syariah pada
dasarnya adalah sama, akan tetapi dalam realita yang ada terdapat
banyak sekali ketimpangan sosio- ekonomi dalam ekonomi kerakyatan
yang selama ini mengadopsi sistem ekonomi sosialis dan kapitalis. Oleh
karena itu dasar sistem ekonomi Syariah perlu diperhatikan secara
seksama guna mencapai tujuan kesejahteraan rakyat Indonesia. Adapun
beberapa instrumen penggerak ekonomi dalam sistem ekonomi Syariah
adalah:
1) Bagi hasil (Mudharabah)
2) Jual Beli (Bai)
3) Sewa (Ijarah)
4) Pemesanan (Istishna/Salam)
5) Gadai (Rahn)
6) Simpanan (Wadiah)
7) Hutang (Qardh)

Yang kesemua itu dapat diaplikasikan dalam berbagai transaksi


ekonomi mikro ataupun makro, baik di perbankan, lembaga keuangan
yang lainnya dan di semua sektor riil ekonomi masyarakat.
Selain beberapa instrumen penggerak ekonomi Negara tersebut, ada
beberapa instrumen penyeimbang perekonomian yang dapat
dimplementasikan dengan baik yaitu sebagai berikut[23]:
1) Landasan dasar Profit and Lost Sharing
2) Manifestasi Zakat, Infaq dan sedekah
3) Produktifitas Wakaf
4) Intervensi pemerintah terhadap perekonomian dalam memfasilitasi
pengadaan sarana dan prasarana masyarakat yang dapat memperlancar
kegiatan ekonomi masyarakat.
Peran Pemerintah dan Masyarakat
a.

Peran Pemerintah

Tidaklah bijaksana bila masyarakat terjebak terus menerus pada konsep


dan definisi tentang ekonomi kerakyatan ataupun ekonomi Syariah. Hal
yang lebih diperlukan adalah bagaimana semua konsep tersebut dapat
diimplementasikan dalam bentuk ekonomi riil, bersinergis, sehingga dapat
mengurangi tingkat kemiskinan yang melanda di tengah masyarakat serta
keadilan ekonomi dapat ditegakkan.

Sesungguhnya, masing-masing instrumen ekonomi tersebut sudah


berjalan dan eksis dimasyarakat. Sekedar contoh saja, instrumen ekonomi
kerakyatan semacam koperasi atau lembaga keuangan mikro yang sudah
lama ada dan sampai saat ini masih terus berkembang walaupun porsinya
masih sangat kecil dibandingkan instrumen ekonomi semacam bank dan
lembaga keuangan bukan bank lainnya. Data dari Departemen Koperasi
menunjukkan saat ini modal koperasi hanya sekitar 3,5 Trilyun saja,
dengan jumlah koperasi sebanyak 120 ribuan (Menegkop, 2011),
sedangkan asset bank syariah sendiri pada bulan agustus 2012 tercatat
sudah mencapat Rp. 161,5 triliun (sumber bank Indonesia). Sektor Usaha
Kecil dan Menengah yang disingkat dengan UKM atau sektor lain yang
sering dipinggirkan dengan sebutan sektor informal seperti pedagang
kecil, kaki lima dan lain sebagainya, yang notabene bagian dari ekonomi
kerakyatan pun sudah tumbuh sedemikian rupa. Bahkan sektor UKM inilah
yang paling banyak menyerap tenaga kerja, dan menjadi solusi
penanggulangan pengangguran di berbagai negara berkembang termasuk
di Indonesia. Ekonomi bebas riba yang diusung oleh ekonomi Syariah pun
sudah sedemikian berkembang dengan munculannya bank-bank yang
berbasis syariah, walaupunmarket share masih sangat kecil (kurang dari
3,5 % s/d 5 % pada tahun 2012 dari market share perbankan nasional),
namun pertumbuhannya sangat tinggi. Pada sektor mikro, tumbuhnya
BMT (Baitul Mal wa Attamwil) atau Koperasi Jasa keuangan Syariah (KJKS)
yang bermunculan dimana-mana dan sudah dirasakan manfaatnya oleh
masyarakat. Lalu, apa yang kurang dari sinergi antara keduanya?

Hal yang paling menentukan ketika suatu bangsa ingin memajukan


ekonomi yang berbasis pada dua hal di atas adalah keberpihakan
pemerintah (al Tadakhul addauliyah), Intervensi pemerintah sangat
menentukan maju atau tidaknya sistem ekonomi ini. Konglomerasi,
pemusataan kekayaan pada orang-orang tertentu terjadi karena market
failure(kegagalan pasar) sistem kapitalis yang berdasarkan pasar. Ketika
manusia dibiarkan bebas bersaing dalam dalam hal ini adalah pemerintah,
maka terjadilah ekonomi darwinisme. Yang kaya akan semakin kaya dan
yang kuat akan semakin kuat, akan menguasai akses-akses
perekonomian, sumber daya-sumber daya yang menjadi hajat hidup
banyak orang, sehingga terjadi pemusatan kapital. Dan yang lemah akan
semakin lemah, dikuasai dan tidak dapat berbuat banyak.
Negara sumber kapitalis, seperti Amerika sendiri, sebenarnya tidak
menjalankan ekonomi kapitalis secara murni apalagi setelah kegalan demi
kegagalan yang mereka hadapi dalam menjalankan sistem kapitalis
tersebut. Mereka masih memproteksi rakyatnya pada bidang tertentu
seperti sektor pertanian dan perkebunan. Mereka punya lembaga
pemberdayaan ekonomi kecil (SBA, Small Business Administration) yang
berfokus pada peningkatan usaha kecil. Mereka memberlakukan undangundang antimonopoli secara ketat terutama terhadap sektor penting yang
berkaitan dengan kebutuhan primer masyarakat. Sektor-sektor publik
seperti jalan tol, bandara, pelabuhan menjadi milik negara untuk
dipergunakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Hal ini demi
meningkatkan pemberdayaan ekonomi rakyatnya.

Sebaliknya Pemerintahan Indonesia, justru sampai saat ini masih


sangat getol melakukan kapitalisme murni yang sudah ditinggalkan
orang lain bahkan pencetusnya sendiri yaitu negara Amerika padahal
amanat Undang-undang Dasar jelas mengarah kepada ekonomi
kerakyatan. Usaha kecil dan menengah tidak terkelola dengan baik.
Sebagai contoh, pasar pemerintah, yang banyak diisi oleh pedagang kecil
dan menengah terpinggirkan oleh pasar modern dan hipermarket. Ini
bukanlah semata hasil persaingan yang fair. Ketika pasar rakyat yang
langsung di bawah binaan pemerintah tidak dikelola dengan baik, kumuh,
berdesakan, panas, becek, banyak copet, pungli dan adanya pungutanpungutan liar akibat dari adanya freemanisme, tidak terpenuhinya
kebutuhan barang yang diinginkan oleh konsumen dan lain sebagainya,
yang mengakibatkan ekonomi biaya tinggi, bagaimana mungkin bisa
bersaing dengan hypermarket yang nyaman dan serba ada. Mengapa
tidak pemerintah memodernisasi pasar tradisional, menghilangkan pungli
dan lain sebagainya, sehingga kompetisi yang terjadi adalah kompetisi
yang fair. Belum lagi bicara masalah modal UKM. Akses terhadap modal
dan pinjaman yang terbatas atau kalaupun ada, sangat sulit, melewati
banyak prosedur dan berbiaya tinggi. Keberpihakan kepada perusahaan
besar semakin kuat. Hal ini dapat dilihat dari indikasi keberpihakan
pemerintah terhadap sektor moneter seperti bank-bank konvensional dan
peraturan persaingan pasar yang kurang jelas dan tegas.
Privatisasi aset-aset milik negara terus berlangsung, padahal jelas
ditegaskan sumber hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara dan

untuk kepentingan rakyat sebagaimana amanat dari Undang-undang


dasar 1945. Kekayaan alam yang begitu berlimpah malah dinikmati
sebagian besar oleh pihak asing. Ekonomi bebas bunga yang diusung oleh
sistem ekonomi Islampun masih belum didukung secara penuh oleh
pemerintah baik di tingkat pusat maupun di daerah, ini terlihat nya pada
keberadaan Bank-bank pemerintah yang notabenenya adalah
menerapkan sistem yang berbasis bunga.
Zakat yang merupakan potensi sangat besar untuk mengentaskan
kemiskinan masih belum didukung oleh peraturan yang baik untuk
mengoptimalkan pengelolaannya meskipun Undang-undangnya telah
berubah yaitu dari UU nomor 38 tahun 1999 menjadi UU nomor 23 tahun
2011 yang mengatur tentang Pengelolaan Zakat. Hasilnya, perolehan
zakat yang ada di Indonesia baru mencapai di bawah 10 % dari potensi
philantropi masyarakat Indonesia keseluruhan.
Padahal, potensi berkembangnya ekonomi Islam dan kerakyatan
sangatlah besar. Koperasi, yang jaringannya sampai kedesa-desa adalah
sebuah asset ekonomi jaringan rakyat yang berharga. Jika pemerintah
punya peraturan yang cukup untuk pemberdayaan koperasi baik Sumber
Daya Manusia maupun modal dan kesempatan, maka koperasi akan
menjadi kekuatan besar dalam menggerakkan sektor riil. Perbankan
syariah atau lembaga keuangan syariah, tumbuh sangat baik, walaupun
kondisi masyarakat yang multikrisis dan dukungan pemerintah yang
kurang. BMT dan atau KJKS sebagai jaringan akses modal yang luas bagi
masyarakat menengah kebawah, dengan jumlah yang masih sangat

terbatas saja sudah dapat dirasakan manfaatnya oleh banyak


masyarakat.

1.

b.

Peran Rakyat/Masyarakat

Bagi rakyat yang menjadi ujung tombak ekonomi kerakyatan mesti


meningkatkan Produktivitas kerja yang hal ini juga sejalan dengan konsep
kerja Dalam Islam karena bagaimana pun bekerja merupakan sendi utama
dalam ekonomi, tidak ada konsumsi dan distribusi tanpa ada upaya
produksi yang menjadi proses terjadinya hasil. Berikut Penulis kemukakan
untuk merubah paradigma kaum muslimin tentang kerja/produktivitas
yang menjadi kajian penting dalam membahas produksi:
Produktivitas berarti kemampuan untuk menghasilkan sesuatu. Islam
sebagai pedoman hidup yang turun dari Sang Pencipta manusia, sangat
menghargai bahkan amat mendorong untuk terjadinya produktivitas.
Rasulullah saw. Bersabda:

: :
) (


Dari Ibnu Umar ra dari Nabi saw, ia berkata: Sesungguhnya Allah


mencintai orang yang beriman yang berkarya (produktif menghasilkan

berbagai kebaikan -pen) (HR. Thabrani dalam Al Kabir, juga oleh Al


Baihaqy)

: :
) (

Dan dai Aisyah ra. Beliau berkata, telah berkarta Rasulullah


saw Barangsiapa yang disenjaharinya merasa letih karena bekerja
(mencari nafkah) maka pada senja hari itu dia berada dalam ampunan
Allah (HR. At Thabrani dalam kitab Al Ausath).

Islam membenci pengangguran, sebagaimana yang disampaikan oleh


seorang shahabat Nabi saw, Ibnu Masud ra di dalam kitab al Kabir:

Sesungguhnya aku benci kepada seseorang yang menganggur, tidak


bekerja untuk kepentingan dunia juga tidak untuk keuntungan
akhirat. (H.R. At Thabrani dalam kitab Al Kabir)

Bahkan Rasulullah menghargai seorang hamba yang sanggup mandiri,


hidup dengan hasil kemampuannya sendiri:


:
) (

Makanan yang terbaik yang dimakan seseorang adalah dari hasil karya
tangannya sendiri dan sesungguhnya Nabi Dawud AS. Pun makan dari
hasil kerjanya sendiri. (HR. Bukhary nomor 1966)

Dalam keterangan lain, beliau menyebutkan bahwa sebaik-baik


usaha adalah apa yang merupakan ekspresi dari keterampilan dirinya,
dan segenap tanggung jawab ekonomi yang dia berikan kepada anggota
keluarganya, dinilai sebagai sedekah yang terus menerus menghasilkan
pahala kebaikan, sebagaimana sabda Nabi saw:

"Pekerjaan terbaik seseorang adalah apa yang dikerjakan berdasarkan


keterampilannya, dan apapun yang dinafkahkan seseorang untuk dirinya

keluarganya, anaknya dan pembantunya adalah sedekah." )H.R. Ibnu


Majah(

Sesungguhnya Allah mencintai seorang beriman yang sekalipun lemah,


tetapi ia produktif dan selalu menjaga harga dirinya (tidak mau memintaminta) dan Allah membenci tukang peminta-minta yang pemaksa.[25]

Produktivitas itu tetap harus dipertahankan dalam segala situasi dan


kondisi, dengan sebuah penggambaran yang ekstrim, bahkan sekalipun
anda tahu besok akan kiamat, tidak boleh membuat kita tidak berkarya
dan produktif hari ini. Sebagaimana sabda Rasulullah saw:

( :
)

Andaipun besok kiamat, sedang di tangan salah seorang di antara kamu


ada tunas pohon kurma, maka tanamlah ia (HR. Al Bazaar, rijalnya tsiqot)

Demikian besarnya penghargaan Islam atas produktivitas, sampai-sampai


disebutkan dalam Al Hadits, bahwa produktivitas juga erat kaitannya
dengan jalan untuk memperoleh pengampunan dari dosa-dosa, yang
justru malah tidak akan bisa mendapatkan pengampunan dengan cara
yang lainnya.
: :
: :
) (

Sesungguhnya diantara dosa-dosa itu ada beberapa dosa yang tidak


akan terhapus dengan sholat, shoum, haji dan umroh. Para shahabat
bertanya, dengan apa menghapuskannya ya Rasulallah? Jawab beliau:
dengan semangat dan bersungguh-sungguh mencari nafkah. (HR. AthThabrani dalam kitab Al Ausath)[26]

Tentu ini disampaikan agar muslimin tidak hanya terfokus pada


rutinitas ritual semata, tetapi mereka diingatkan bahwa ada aktivitas lain
yang juga harus mereka tekuni, jika mereka ingin agar dosa-dosa mereka
diampuni. Bahwa mereka pun mesti memiliki semangat yang tinggi untuk
mencari nafkah bersungguh-sungguh dalam mencarinya.

Bahkan Rasulullah saw. amat menganjurkan terkumpulnya harta yang


baik, halal di tangan orang-orang yang baik. Dan tentu hal tersebut tidak
akan terwujud jika mereka tidak produktif:

( , :
)

Berkata Rasul saw, Wahai Umar, sesungguhnya sebaik-baik harta yang


baik adalah yang dimiliki oleh orang yang sholeh.(HR. Ahmad).

Demikian pentingnya usaha mencari nafkah, sehingga Rasulullah


menyatakannya sebagai sebuah kewajiban bagi setiap muslim, artinya
ketika seseorang tidak berusaha untuk menjadi produktif, maka selama
itu pula ia menanggung dosa (melalaikan kewajiban yang seharusnya
dikerjakan dengan sebaik-baiknya):

:
) (
Mencari nafkah yang halal itu wajib bagi setiap muslim. (HR. Ath Thabrani
dalam kitab Al Ausath).

Namun demikian, usaha mencari nafkah yang halal itu, diharus ditempuh
dengan cara yang halal dan tidak mendzalimi manusia. Dan bila sikap
demikian dilaksanakan secara konsisten, Rasulullah menjamin mereka
dengan Surga:

: :
) (

Barang siapa yang mendisiplinkan diri, ia hanya memakan makanan yang


(halal) lagi baik saja, dan beramal dalam sunnah (Nabi saw) dan membuat
orang lain aman dari keburukan dirinya, maka (pasti) akan masuk syurga.
(HR. At Tirmidzi).

Rasulullah saw. menekankan satu bentuk integritas moral kepada


seluruh muslim, agar seluruh tindakan mereka tetap berada dalam
aktivitas yang santun dan beradab. Tidak merugikan manusia lain dalam
setiap aktivitasnya, muslimin tidak boleh mencari keuntungan dengan
cara-cara yang curang dan merugikan pihak lain. Kehadiran muslimin
harus memberi kontribusi pada kemajuan peradaban dunia.

BAB III
PENUTUP
Ekonomi

kerakyatan

merupakan

langkah

yang

diambil

oleh

pemerintah Indonesia untuk meningkatkan produktivitas barang dan juga


mengurangi pengangguran dan membuka lapangan kerja baru. Selain itu
juga pemerintah juga ikut menyediakan pinjaman modal kepada pelaku
UKM serta memberikan pelatihan keterampilan.kreativitas dan inovasi
adalah keharusan karena barang hasil produksi dapat bersaing di pasar
karena barang tersebut berbeda. Namun yang tidak kalah pentingnya
juga adalah bagaimana agar usaha tersebut tetap dapat eksis berdiri
meskipun mengalami keterpurukan.
Meskipun tujuan dari ekonomi kerakyatan baik tetapi sekarang kita
mesti melihat keadaan masyarakat. Di Indonesia masalah utama yang
dihadapi adalah kreatifitas dan modal. Keduanya merupakan penghambat
bagi seseorang untuk merintis uasaha. Selai itu tingkat konsutif yang
tinggi oleh masyarakat namun tak dibarengi oleh tingginya produktivitas
barang dan jasa.
Bagi setiap unit usaha dari semua skala dan disemua sektor
ekonomi, era globalisasi dan pasar bebas disatu sisi memberikan banyak

kesempatan namun juga memberikan banyak tantangan jika tidak dapat


menghadapi dengan baik yang akan berubah menjadi ancaman. Bentuk
kesempatan dan tantangan yang muncul tentu akan bebeda menurut
jenis kegiatan ekonomi yang berbeda.
Globalisasi juga memperbesar ketidakpastian terutama karena
semakin tingginya mobilitas modal, manusia, dan sumber daya produksi
lainnya serta semakin terintegrasinya kegiatan produksi, investasi dan
keuangan antarnegara yang antara lain dapat menimbulkan gejolak
ekonomi suatu wilayah akibat pengaruh langsung dari keidakstabilan
ekonomi di wilayah tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Baswir, Revrisond, 1995, Tiada Ekonomi Kerakyatan Tanpa Kedaulatan
Rakyat, dalam Baswir , 1997, Agenda Ekonomi Kerakyatan, Pustaka
Pelajar, Yogyakarta
EPILOG : Melihat Gagasan Ekonomi Rakyat Bung Hatta Sebagai Pijakan
Konsepsi Ekonomi Kerakyatan judul aslinya Memperingati Satu Abad
Bung Hatta: Mengenang Bung Hatta, Bapak Perekonomian Rakyat
perubahan judul ini dilakukan
untuk menyesuaikan dengan buku Bungan Rampai: Telaah Wacana
Ekonomi Kerakyatan. Artikel ini dinukil dari BAB 51 dari buku Bung Hatta
Bapak Kedaulatan Rakyat (2002).
Forum Rektor, 2007, Akademik Paper: Sistem Ekonomi Kerakyatan.
Yogyakarta.

Nehen, I K, 2010, Perekonomian Indonesia, Fakultas Ekonomi Universitas


Udayana.

Anda mungkin juga menyukai