Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

PENDIDIKAN ANTI KORUPSI

“HAMBATAN DAN TANTANGAN PEMBERANTASAN KORUPSI”

DISUSUN OLEH

KELOMPOK 2:

1.RAHMANIA(B0522405)

2.NUR ATYAH SYAM(B0522067)

3.WULANDARI(B0522315)

4.LEBRINA LIMBONG(B0522361)

5.GITA NATARINA RAISA(B0522316)

6.PUTRI AZZAHRA SIMPAJO(B0522339)

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI KESEHATAN

FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS SULAWESI BARAT

TAHUN AJARAN 2022/2023


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNya sehingga kami dapat menyusun
makalah ini tepat pada waktunya.Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan
dari seluruh komponen yang telah membantu dalam penyelesaian makalah yang berjudul “Hambatan dan
tantangan pemberantasan korupsi”.

Harapan kami makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca,serta
seluruh masyarakat Indonesia khususnya para mahasiswa untuk ke depan nya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi makalah ini agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman maupun pengalaman kami,kami yakin dalam
pembuatan makalah kali ini masih banyak ditemukan kekurangan,oleh karena itu kami sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................................I

DAFTAR ISI...................................................................................................................................II

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang..........................................................................................................................3


1.2 Rumusan
masalah....................................................................................................................4
1.3 Tujuan makalah.......................................................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian
korupsi....................................................................................................................5

2.2 Penyebab korupsi.....................................................................................................................6

2.3 Strategi pemberantasan


korupsi..............................................................................................10

2.4 Hambatan dalam pemberantasan


korupsi...............................................................................11

2.5 Tantangan pemberantasan korupsi.........................................................................................12

BAB III PENUTUP

3.1 kesimpulan.............................................................................................................................13

3.2
Saran.......................................................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................14
Bab 1 pendahuluan

1.1 Latar belakang


Upaya pemberantasan korupsi di Indonesia sudah dilakukan melalui berbagai cara, namun
hingga saat ini masih saja terjadi korupsi dengan berbagai cara yang dilakukan oleh berbagai
lembaga. Terdapat beberapa bahaya sebagai akibat korupsi, yaitu bahaya terhadap:
masyarakat dan individu, generasi muda, politik, ekonomi bangsa dan birokrasi. Terdapat
hambatan dalam melakukan pemberantasan korupsi, antara lain berupa hambatan: struktural,
kultural, instrumental, dan manajemen. Oleh karena itu, perlu dilakukan langkah-langkah
untuk mengatasinya, antara lain: mendesain dan menata ulang pelayanan publik, memperkuat
transparansi, pengawasan dan sanksi, meningkatkan pemberdayaan perangkat pendukung
dalam pencegahan korupsi. Dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 korupsi
diklasifikasikan ke dalam: merugikan keuangan negara, suap-menyuap, penggelapan dalam
jabatan, pemerasan, perbuatan curang, benturan dalam pengadaan, gratifikasi. Dalam rangka
pemberantasan korupsi perlu dilakukan penegakan secara terintegrasi, adanya kerja sama
internasional dan regulasi yang harmonis.

Dari segi semantik, "korupsi" berasal dari bahasa Inggris, yaitu corrupt, yang berasal dari
perpaduan dua kata dalam bahasa latin yaitu com yang berarti bersama-sama dan rumpere
yang berarti pecah atau jebol. Istilah "korupsi" juga bisa dinyatakan sebagai suatu perbuatan
tidak jujur atau penyelewengan yang dilakukan karena adanya suatu pemberian.

1.2 Rumusan masalah


a. Apa pengertian korupsi?
b. Apa penyebab terjadinya korupsi?
c. Bagaimana strategi pemberantasan korupsi?
d. Apa saja hambatan dalam pemberantasan korupsi?
e. Apa saja tantangan dalam pemberantasan korupsi?
1.3 Tujuan makalah
a. Mengetahui dan memahami apa pengertian korupsi.
b. Mengetahui dan memahami penyebab terjadinya korupsi.
c. Mengetahui dan memahami bagaimana strategi pemberantasan korupsi.
d. Mengetahui dan memahami hambatan dan rintangan korupsi.

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian korupsi

Pengertian Korupsi menurut UU No.31 Tahun 1999 Jo UU No.20 Tahun 2001 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah tindakan melawan hukum dengan maksud
memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korupsi yang berakibat merugikan negara atau
perekonomian Negara

Secara gamblang dalam UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001, tindak pidana
korupsi di jelaskan dalam 13 pasal. Berdasarkan pasal-pasal tersebut, korupsi dirumuskan ke
dalam 30 (tiga puluh) bentuk/jenis tindak pidana korupsi, dan dari 30 (tiga puluh) jenis tindak
pidana korupsi pada dasarnya dikelompokkan dalam 7 kelompok pidana korupsi dan Tindak
pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi.

Kata“korupsi”berasal dari bahasa Latin “corruptio”(Fockema Andrea:1951)


atau“corruptus”  (Webster Student Dictionary : 1960).Selanjutnya dikatakan
bahwa “corruptio”  berasal dari kata “corrumpere”, suatu bahasa Latin yang lebih tua. Dari
bahasa Latin tersebut kemudian dikenal istilah “corruption,
corrupt” (Inggris), “corruption”  (Perancis) dan “corruptie/korruptie” (Belanda). Arti kata
korupsi secara harfiah adalah kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap,
tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian.
Pengertian korupsi juga disampaikan oleh Asian Development Bank (ADB), yaitu kegiatan
yang melibatkan perilaku tidak pantas dan melawan hukum dari pegawai sektor publik dan

swasta untuk memperkaya diri sendiri dan orang-orang terdekat mereka.

2.2 Penyebab korupsi

Teori GONE mengungkapkan bahwa seseorang yang korupsi pada dasarnya serakah dan tak
pernah puas. Tidak pernah ada kata cukup dalam diri koruptor yang serakah. Keserakahan
ditimpali dengan kesempatan, maka akan menjadi katalisator terjadinya tindak pidana korupsi.
Setelah serakah dan adanya kesempatan, seseorang berisiko melakukan korupsi jika ada gaya
hidup yang berlebihan serta pengungkapan atau penindakan atas pelaku yang tidak mampu
menimbulkan efek jera.

Jika dijabarkan lagi, faktor penyebab korupsi meliputi dua faktor, yaitu internal dan eksternal.
Mengutip buku Pendidikan Antikorupsi untuk Perguruan Tinggi yang bisa diunduh di sini, faktor
internal merupakan penyebab korupsi dari diri pribadi, sedang faktor eksternal karena sebab-
sebab dari luar. 

Faktor Penyebab Internal

1. Sifat serakah/tamak/rakus manusia


Keserakahan dan tamak adalah sifat yang membuat seseorang selalu tidak merasa cukup atas apa
yang dimiliki, selalu ingin lebih. Dengan sifat tamak, seseorang menjadi berlebihan mencintai
harta. Padahal bisa jadi hartanya sudah banyak atau jabatannya sudah tinggi. Dominannya sifat
tamak membuat seseorang tidak lagi memperhitungkan halal dan haram dalam mencari rezeki.
Sifat ini menjadikan korupsi adalah kejahatan yang dilakukan para profesional, berjabatan tinggi,
dan hidup berkecukupan. 

2. Gaya hidup konsumtif


Sifat serakah ditambah gaya hidup yang konsumtif menjadi faktor pendorong internal korupsi.
Gaya hidup konsumtif misalnya membeli barang-barang mewah dan mahal atau mengikuti tren
kehidupan perkotaan yang serba glamor. Korupsi bisa terjadi jika seseorang melakukan gaya
hidup konsumtif namun tidak diimbangi dengan pendapatan yang memadai.

3. Moral yang lemah


Seseorang dengan moral yang lemah mudah tergoda untuk melakukan korupsi. Aspek lemah
moral misalnya lemahnya keimanan, kejujuran, atau rasa malu melakukan tindakan korupsi. Jika
moral seseorang lemah, maka godaan korupsi yang datang akan sulit ditepis. Godaan korupsi
bisa berasal dari atasan, teman setingkat, bawahan, atau pihak lain yang memberi kesempatan
untuk melakukannya. 

Faktor Penyebab Eksternal


1. Aspek Sosial
Kehidupan sosial seseorang berpengaruh dalam mendorong terjadinya korupsi, terutama
keluarga. Bukannya mengingatkan atau memberi hukuman, keluarga malah justru mendukung
seseorang korupsi untuk memenuhi keserakahan mereka. Aspek sosial lainnya adalah nilai dan
budaya di masyarakat yang mendukung korupsi. Misalnya, masyarakat hanya menghargai
seseorang karena kekayaan yang dimilikinya atau terbiasa memberikan gratifikasi kepada
pejabat. 
Dalam means-ends scheme yang diperkenalkan Robert Merton, korupsi merupakan perilaku
manusia yang diakibatkan oleh tekanan sosial, sehingga menyebabkan pelanggaran norma-
norma. Menurut teori Merton, kondisi sosial di suatu tempat terlalu menekan sukses ekonomi
tapi membatasi kesempatan-kesempatan untuk mencapainya, menyebabkan tingkat korupsi yang
tinggi. 
Teori korupsi akibat faktor sosial lainnya disampaikan oleh Edward Banfeld. Melalui teori
partikularisme, Banfeld mengaitkan korupsi dengan tekanan keluarga. Sikap partikularisme
merupakan perasaan kewajiban untuk membantu dan membagi sumber pendapatan kepada
pribadi yang dekat dengan seseorang, seperti keluarga, sahabat, kerabat atau kelompoknya.
Akhirnya terjadilah nepotisme yang bisa berujung pada korupsi.
2. Aspek Politik
Keyakinan bahwa politik untuk memperoleh keuntungan yang besar menjadi faktor eksternal
penyebab korupsi. Tujuan politik untuk memperkaya diri pada akhirnya menciptakan money
politics. Dengan money politics, seseorang bisa memenangkan kontestasi dengan membeli suara
atau menyogok para pemilih atau anggota-anggota partai politiknya.

Pejabat yang berkuasa dengan politik uang hanya ingin mendapatkan harta, menggerus
kewajiban utamanya yaitu mengabdi kepada rakyat. Melalui perhitungan untung-rugi, pemimpin
hasil money politics tidak akan peduli nasib rakyat yang memilihnya, yang terpenting baginya
adalah bagaimana ongkos politiknya bisa kembali dan berlipat ganda.

Balas jasa politik seperti jual beli suara di DPR atau dukungan partai politik juga mendorong
pejabat untuk korupsi. Dukungan partai politik yang mengharuskan imbal jasa
akhirnyamemunculkan upeti politik. Secara rutin, pejabat yang terpilih membayar upeti ke partai
dalam jumlah besar, memaksa korupsi.

3. Aspek Hukum

Hukum sebagai faktor penyebab korupsi bisa dilihat dari dua sisi, sisi perundang-undangan dan
lemahnya penegakan hukum. Koruptor akan mencari celah di perundang-undangan untuk bisa
melakukan aksinya. Selain itu, penegakan hukum yang tidak bisa menimbulkan efek jera akan
membuat koruptor semakin berani dan korupsi terus terjadi.  

Hukum menjadi faktor penyebab korupsi jika banyak produk hukum yang tidak jelas aturannya,
pasal-pasalnya multitafsir, dan ada kecenderungan hukum dibuat untuk menguntungkan pihak-
pihak tertentu. Sanksi yang tidak sebanding terhadap pelaku korupsi, terlalu ringan atau tidak
tepat sasaran, juga membuat para pelaku korupsi tidak segan-segan menilap uang negara.

4. Aspek Ekonomi
Faktor ekonomi sering dianggap sebagai penyebab utama korupsi. Di antaranya tingkat
pendapatan atau gaji yang tak cukup untuk memenuhi kebutuhan. Fakta juga menunjukkan
bahwa korupsi tidak dilakukan oleh mereka yang gajinya pas-pasan. Korupsi dalam jumlah besar
justru dilakukan oleh orang-orang kaya dan berpendidikan tinggi.

Banyak kita lihat pemimpin daerah atau anggota DPR yang ditangkap karena korupsi. Mereka
korupsi bukan karena kekurangan harta, tapi karena sifat serakah dan moral yang buruk.

Di negara dengan sistem ekonomi monopolistik, kekuasaan negara dirangkai sedemikian rupa
agar menciptakan kesempatan-kesempatan ekonomi bagi pegawai pemerintah untuk
meningkatkan kepentingan mereka dan sekutunya. Kebijakan ekonomi dikembangkan dengan
cara yang tidak partisipatif, tidak transparan dan tidak akuntabel. 

5. Aspek Organisasi

Faktor eksternal penyebab korupsi lainnya adalah organisasi tempat koruptor berada. Biasanya,
organisasi ini memberi andil terjadinya korupsi, karena membuka peluang atau kesempatan.
Misalnya tidak adanya teladan integritas dari pemimpin, kultur yang benar, kurang memadainya
sistem akuntabilitas, atau lemahnya sistem pengendalian manajemen.
Mengutip buku Pendidikan Antikorupsi oleh Eko Handoyo, organisasi bisa mendapatkan
keuntungan dari korupsi para anggotanya yang menjadi birokrat dan bermain di antara celah-
celah peraturan. Partai politik misalnya, menggunakan cara ini untuk membiayai organisasi
mereka. Pencalonan pejabat daerah juga menjadi sarana bagi partai politik untuk mencari dana
bagi kelancaran roda organisasi, pada akhirnya terjadi money politics dan lingkaran korupsi
kembali terjadi.
* Menurut Jack Bologne GONE Theory
Faktor-faktor penyebab korupsi adalah keserakahan (greed), kesempatan (opportunity),
kebutuhan (needs), dan pengungkapan (expose). Keserakahan berpotensi dimiliki setiap orang
dan berkaitan dengan individu pelaku korupsi. Organisasi, instansi, atau masyarakat luas dalam
keadaan tertentu membuka Faktor Kesempatan melakukan kecurangan. Faktor kebutuhan erat
dengan individu-individu untuk menunjang hidupnya yang wajar. Dan, faktor pengungkapan
berkaitan dengan tindakan atau konsekuensi yang dihadapi oleh pelaku kecurangan apabila
pelaku diketemukan melakukan kecurangan.

Aspek-Aspek Penyebab Korupsi di Indonesia

Terdapat aspek-aspek yang menjadi penyebab orang-orang melakukan tindak pidana korupsi,


terutama di Indonesia. Aspek-aspek penyebab korupsi di Indonesia tersebut meliputi:

1. Aspek Sikap Masyarakat terhadap Korupsi 


Aspek pertama yang menjadi penyebab korupsi di Indonesia adalah sikap masyarakat terhadap
praktik korupsi. Misalnya, dalam sebuah organisasi, kesalahan individu sering ditutupi demi
menjaga nama baik organisasi. Demikianlah tindak korupsi dalam sebuah organisasi sering kali
ditutup-tutupi. Akibat sikap tertutup ini, tindak korupsi seakan mendapat pembenaran, bahkan
berkembang dalam berbagai bentuk. Sikap masyarakat yang berpotensi memberi peluang
perilaku korupsi antara lain:

 Nilai-nilai dan budaya di masyarakat yang mendukung untuk terjadinya korupsi. Misalnya
masyarakat menghargai seseorang karena kekayaan yang dimilikinya. Akibatnya
masyarakat menjadi tidak kritis terhadap kondisi, seperti dari mana kekayaan itu berasal.

 Masyarakat menganggap bahwa korban yang mengalami kerugian akibat tindak korupsi
adalah negara. Padahal justru pada akhirnya kerugian terbesar dialami oleh masyarakat
sendiri. Contohnya, akibat korupsi anggaran pembangunan menjadi berkurang,
pembangunan transportasi umum menjadi terbatas.

 Masyarakat kurang menyadari bila dirinya terlibat dalam perilaku korupsi. Setiap tindakan
korupsi pasti melibatkan masyarakat, namun masyarakat justru terbiasa terlibat dalam tindak
korupsi sehari-hari dengan cara-cara terbuka namun tidak disadari.

 Masyarakat kurang menyadari bahwa korupsi dapat dicegah dan diberantas bila masyarakat
ikut aktif dalam agenda pencegahan dan pemberantasan korupsi. Umumnya masyarakat
menganggap bahwa pencegahan dan pemberantasan korupsi adalah tanggung jawab
pemerintah.

2. Aspek Ekonomi
Aspek kedua yang menjadi penyebab korupsi di Indonesia adalah ekonomi. Kondisi ekonomi
sering membuka peluang bagi seseorang untuk korupsi. Pendapatan yang tidak dapat memenuhi
kebutuhan atau saat sedang terdesak masalah ekonomi membuka ruang bagi seseorang untuk
melakukan jalan pintas, dan salah satunya adalah dengan melakukan korupsi.

3. Aspek Politis
Aspek ketiga yang menjadi penyebab korupsi di Indonesia adalah masalah politis. Politik uang
(money politics) pada Pemilihan Umum adalah contoh tindak korupsi, yaitu seseorang atau
golongan tertentu membeli suatu atau menyuap para pemilih/anggota partai agar dapat
memenangkan pemilu. Perilaku korup seperti penyuapan, politik uang merupakan fenomena
yang sering terjadi.

Terkait hal itu, Terrence Gomes (2000) memberikan gambaran bahwa politik uang sebagai use of
money and material benefits in the pursuit of political influence (menggunakan uang dan
keuntungan material untuk memperoleh pengaruh politik). Penyimpangan pemberian kredit atau
penarikan pajak pada pengusaha, kongsi antara penguasa dan pengusaha, kasus-kasus pejabat
Bank Indonesia dan Menteri Ekonomi, dan pemberian cek melancong yang sering dibicarakan
merupakan sederet kasus yang menggambarkan aspek politik yang dapat menyebabkan kasus
korupsi.

Godaan korupsi bisa berasal dari atasan, teman setingkat, bawahan, atau pihak lain yang
memberi kesempatan untuk melakukannya. Kehidupan sosial seseorang berpengaruh dalam
mendorong terjadinya korupsi, terutama keluarga.

 Sifat serakah/tamak/rakus manusia.


 Gaya hidup konsumtif.
 Moral yang lemah.
2.3 strategi pemberntasan korupsi
1. Sula Penindakan
Sula Penindakan adalah strategi represif KPK dalam menyeret koruptor ke meja hijau,
membacakan tuntutan, serta menghadirkan saksi-saksi dan alat bukti yang menguatkan. Strategi
ini terdiri dari beberapa tahapan, yaitu penanganan laporan aduan masyarakat, penyelidikan,
penyidikan, penuntutan, hingga eksekusi. 

Pengaduan masyarakat merupakan sumber informasi yang sangat penting bagi upaya
pemberantasan korupsi. Karena itulah, KPK memperkuat whistleblowing system yang
mendorong masyarakat mengadukan tindak pidana korupsi. Pengaduan masyarakat atas dugaan
tindak pidana korupsi bisa dilakukan di situs kpk.

KPK akan melakukan proses verifikasi dan penelaahan untuk memastikan apakah sebuah aduan
bisa ditindaklanjuti ke tahap penyelidikan. Di tahap penyelidikan, KPK akan mencari sekurang-
kurangnya dua alat bukti untuk melanjutkan kasus ke proses penyidikan. Pada tahap ini, salah
satunya ditandai dengan ditetapkannya seseorang menjadi tersangka.

Selanjutnya adalah tahap penuntutan dan pelimpahan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.
Tahapan berikutnya adalah pelaksanaan putusan pengadilan. Eksekusi yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap, dilakukan oleh jaksa.

2. Sula Pencegahan
Harus diakui masih banyak sistem di Indonesia yang membuka peluang terjadinya korupsi.
Misalnya, rumitnya prosedur pelayanan publik atau berbelitnya proses perizinan sehingga
memicu terjadinya penyuapan dan penyalahgunaan kekuasaan. Sistem dengan celah korupsi juga
kerap terjadi pada proses pengadaan barang dan jasa yang sarat konflik kepentingan.
 
Sula Pencegahan mencakup perbaikan pada sistem sehingga meminimalisasi terjadinya tindak
pidana korupsi. Pada strategi ini, KPK akan melakukan berbagai kajian untuk kemudian
memberikan rekomendasi kepada kementerian atau lembaga terkait untuk melakukan langkah
perbaikan.Di antara perbaikan yang bisa dilakukan misalnya, pelayanan publik yang dibuat
transparan melalui sistem berbasis online atau sistem pengawasan terintegrasi. KPK juga
mendorong penataan layanan publik melalui koordinasi dan supervisi pencegahan (korsupgah),
serta transparansi penyelenggara negara (PN).

Untuk transparansi PN, KPK menerima laporan atas Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara
Negara (LHKPN) dan gratifikasi. Penyerahan LHKPN wajib dilakukan semua penyelenggara
negara. Sedangkan untuk gratifikasi, penerima wajib melaporkan kepada KPK dalam jangka
waktu 30 hari sejak menerimanya. Jika tidak melaporkannya, maka pegawai negeri tersebut
dianggap menerima suap.

3. Sula Pendidikan
Sula Pendidikan digalakkan dengan kampanye dan edukasi untuk menyamakan pemahaman dan
persepsi masyarakat tentang tindak pidana korupsi, bahwa korupsi berdampak buruk dan harus
diperangi bersama. 

Harus diakui, masyarakat tidak memiliki pemahaman yang sama mengenai korupsi. Contoh
paling mudah adalah soal memberi "uang terima kasih" kepada aparat pelayan publik yang masih
dianggap hal lumrah. Padahal uang terima kasih adalah gratifikasi yang dapat mengarah kepada
korupsi.  

Melalui Sula Pendidikan, KPK ingin membangkitkan kesadaran masyarakat mengenai dampak
korupsi, mengajak masyarakat terlibat dalam gerakan pemberantasan korupsi, serta membangun
perilaku dan budaya antikorupsi. 

Salah satu bentuk konkret edukasi anti korupsi adalah diterbitkannya Permenristekdikti Nomor
33 Tahun 2019 tentang Kewajiban Penyelenggaraan Pendidikan Anti Korupsi (PAK) di
Perguruan Tinggi. Melalui Peraturan Menteri ini, perguruan tinggi negeri atau swasta wajib
mengadakan mata kuliah pendidikan antikorupsi untuk para mahasiswanya.
Tidak hanya bagi mahasiswa dan masyarakat umum, pendidikan antikorupsi juga disampaikan
kepada anak-anak usia dini, sekolah dasar hingga sekolah menengah atas. Salah satu bentuknya
dengan berbagai permainan dan tontonan anak yang bertemakan integritas. Dengan sasaran usia
yang luas tersebut, KPK berharap, pada saatnya nanti di negeri ini akan dikelola oleh generasi
antikorupsi.

Semua Pihak Berperan


Tentunya Trisula Pemberantasan Korupsi tidak akan berhasil jika hanya dilakukan oleh KPK.
Membutuhkan peran serta semua pihak untuk bisa mewujudkan negara yang bebas dari korupsi,
dari pemerintah hingga masyarakat.Butuh komitmen dan political will dari pemerintah dan
publik untuk menuntut standar etis dan norma yang lebih tinggi, bahwa korupsi bukan hanya soal
melawan hukum tapi juga merusak sendi-sendi kebangsaan.Pihak swasta yang kerap juga terlibat
dalam kasus korupsi harus juga berperan dalam strategi ini. Karena itulah, Trisula
Pemberantasan Korupsi juga diarahkan ke sektor swasta secara proporsional.
Masyarakat sipil yang bersemangat antikorupsi dan media massa yang independen juga
menjadi salah satu kunci memberantas korupsi di tanah air. Sinergitas KPK dengan aparat
penegak hukum lainnya, kementerian atau lembaga, organisasi pemerintah dan non pemerintah
mesti ditingkatkan untuk mendeteksi dan menindak para pelaku korupsi.

2.4 Hambatan dan tantangan dalam pemberantasan korupsi.


Hambatan dalam pemberantasan korupsi dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Hambatan Struktural, yaitu hambatan yang bersumber dari praktik-praktik
penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang membuat penanganan tindak pidana
korupsi tidak berjalan sebagaimana mestinya. Yang termasuk dalam kelompok ini di
antaranya: egoisme sektoral dan institusional yang menjurus pada pengajuan dana
sebanyak-banyaknya untuk sektor dan instansinya tanpa memperhatikan kebutuhan
nasional secara keseluruhan serta berupaya menutup-nutupi penyimpangan-
penyimpangan yang terdapat di sektor dan instansi yang bersangkutan; belum
berfungsinya fungsi pengawasan secara efektif; lemahnya koordinasi antara aparat
pengawasan dan aparat penegak hukum; serta lemahnya sistem pengendalian intern yang
memiliki korelasi positif dengan berbagai penyimpangan dan inefesiensi dalam
pengelolaan kekayaan negara dan rendahnya kualitas pelayanan publik.
b. Hambatan Kultural, yaitu hambatan yang bersumber dari kebiasaan negatif yang
berkembang di masyarakat. Yang termasuk dalam kelompok ini di antaranya: masih
adanya ”sikap sungkan” dan toleran di antara aparatur pemerintah yang dapat
menghambat penanganan tindak pidana korupsi; kurang terbukanya pimpinan instansi
sehingga sering terkesan toleran dan melindungi pelaku korupsi, campur tangan
eksekutif, legislatif dan yudikatif dalam penanganan tindak pidana korupsi, rendahnya
komitmen untuk menangani korupsi secara tegas dan tuntas, serta sikap permisif (masa
bodoh) sebagian besar masyarakat terhadap upaya pemberantasan korupsi. kepegawaian
di antaranya sistem rekrutmen, rendahnya ”gaji formal” PNS, penilaian kinerja dan
reward and punishment.
c. Hambatan Instrumental, yaitu hambatan yang bersumber dari kurangnya instrumen
pendukung dalam bentuk peraturan perundangundangan yang membuat penanganan
tindak pidana korupsi tidak berjalan sebagaimana mestinya. Yang termasuk dalam
kelompok ini di antaranya: masih terdapat peraturan perundang-undangan yang tumpang
tindih21 sehingga menimbulkan tindakan koruptif berupa penggelembungan dana di
lingkungan instansi pemerintah; belum adanya “single identification number” atau suatu
identifikasi yang berlaku untuk semua keperluan masyarakat (SIM, pajak, bank, dll.)
yang mampu mengurangi peluang penyalahgunaan oleh setiap anggota masyarakat;
lemahnya penegakan hukum penanganan korupsi; serta sulitnya pembuktian terhadap
tindak pidana korupsi.
d. Hambatan Manajemen, yaitu hambatan yang bersumber dari diabaikannya atau tidak
diterapkannya prinsip-prinsip manajemen yang baik (komitmen yang tinggi dilaksanakan
secara adil, transparan dan akuntabel) yang membuat penanganan tindak pidana korupsi
tidak berjalan sebagaimana mestinya. Yang termasuk dalam kelompok ini di antaranya:
kurang komitmennya manajemen (Pemerintah) dalam menindaklanjuti hasil pengawasan;
lemahnya koordinasi baik di antara aparat pengawasan maupun antara aparat pengawasan
dan aparat penegak hukum; kurangnya dukungan teknologi informasi dalam
penyelenggaraan pemerintahan; tidak independennya organisasi pengawasan; kurang
profesionalnya sebagian besar aparat pengawasan; kurang adanya dukungan sistem dan
prosedur pengawasan dalam penanganan korupsi, serta tidak memadainya sistem.

Dampak Negatif Korupsi di Indonesia

Korupsi memiliki dampak negatif bagi negara indonesia. Korupsi memiliki dampak hebat,
utamanya terhadap ekonomi. Beberapa ahli juga membuat statement yang dapat diringkas
beberapa poin, bahwa korupsi menyebabkan enam hal sebagai berikut:

1. Investasi mejadi rendah, terutama investasi langsung dari luar negeri.

2. Mengurangi pertumbuhan ekonomi.

3. Mengubah komposisi belanja pemerintah menjadi tidak produktif.

4. Ketidaksamaan dan kemiskinan menjadi lebih besar.

5. Mengurangi efisiensi bantuan.

6. Menyebabkan negara menjadi krisis. 

Korupsi juga melanggar dan mengganggu hak asasi manusia. Khususnya hak yang harus dimiliki
oleh seorang anak. ICHRP dan Transpalency Internasional mencatat bahwa korupsi berdampak
pada terlanggarnya hak anak untuk hidup, khususnya hak untuk memperoleh pendidikan dan
pelayanan kesehatan.

Dalam prespektif ekonomi politik korupsi merupakan kejahatan yang secara langsung
menggerogoti sendi–sendi bangunan ekonomi dan politik suatu bangsa. Dan korupsi juga dapat
merusak sendi–sendi kehidupan bermasyarakat.
*Adapun peran masyarakat dalam pemberantasan korupsi yaitu, mencari, memperoleh,
memberikan data, atau informasi tentang tindak pidana korupsi dan hak menyampaikan saran
dan pendapat serta bertangung jawab terhadap pencegahan dan pemberantasan tindak
pidana korupsi.

* Mahasiswa dapat mengambil peran pada setiap strategi pemberantasan korupsi dengan cara


yang santun, berbudi, bermoral, dan bertanggung jawab, serta gerakan moral perlu dilakukan

mulai dari diri sendiri, mulai dari hal-hal yang kecil, serta mulai dari sekarang juga.

2.5 Tantangan dalam pemberantasan korupsi

Pemberantasan korupsi di Indonesia dilakukan sejak tahun 1967 hingga sekarang dengan
pembentukan sejumlah lembaga pemberantas korupsi. Namun, hingga sekarang, korupsi masih
saja terjadi. Komisi Pemberantasan Korupsi yang terbentuk pada 2002 telah melaksanakan
tugasnya untuk memberantas korupsi, tetapi menghadapi sejumlah tantangan. Tantangan terbesar
menurut hasil jajak pendapat Kompas berasal dari aparat penegak hukum yang masih tidak
bersih. Selanjutnya, karena hukuman bagi koruptor yang kurang berat, budaya korupsi yang
sudah mengakar, serta penegakan hukum yang tebang pilih. Wakil rakyat yang seharusnya
memberikan contoh baik bagi masyarakat justru dinilai sebagai pihak yang paling menghambat

pemberantasan korupsi.

Tantangan korupsi Yaitu hambatan yang bersumber dari praktik-praktik penyelenggaraan negara


dan pemerintahan yang membuat penanganan tindak pidana korupsi tidak berjalan sebagaimana
mestinya.

Ini adalah contoh gambar tantangan dalam pemberantasan korupsi


Ada pun beberapa bahaya korupsi:
a. Bahaya Korupsi terhadap Masyarakat dan Individu Jika korupsi dalam suatu masyarakat
telah merajalela dan menjadi makanan masyarakat setiap hari, maka akibatnya akan
menjadikan masyarakat tersebut sebagai masyarakat yang kacau, tidak ada sistem sosial
yang dapat berlaku dengan baik. Setiap individu dalam masyarakat hanya akan
mementingkan diri sendiri (self interest), bahkan selfishness. 6 Tidak akan ada kerja sama
dan persaudaraan yang tulus. Fakta empirik dari hasil penelitian di banyak negara7 dan
dukungan teoritik oleh para saintis sosial menunjukkan bahwa korupsi berpengaruh
negatif terhadap rasa keadilan sosial dan kesetaraan sosial. Korupsi menyebabkan
perbedaan yang tajam di antara kelompok sosial dan individu baik dalam hal pendapatan,
prestis, kekuasaan dan lain-lain.
b. Bahaya Korupsi terhadap Generasi Muda Salah satu efek negatif yang paling berbahaya
dari korupsi pada jangka panjang adalah rusaknya generasi muda. Dalam masyarakat
yang korupsi telah menjadi makanan sehari-hari, anak tumbuh dengan pribadi antisosial,
selanjutnya generasi muda akan menganggap bahwa korupsi sebagai hal biasa (atau
bahkan budaya), sehingga perkembangan pribadinya menjadi terbiasa dengan sifat tidak
jujur dan tidak bertanggung jawab.11 Jika generasi muda suatu bangsa keadaannya
seperti itu, bisa dibayangkan betapa suramnya masa depan bangsa tersebut.
c. Bahaya Korupsi terhadap Politik Kekuasaan politik yang dicapai dengan korupsi akan
menghasilkan pemerintahan dan pemimpin masyarakat yang tidak legitimate di mata
publik. Jika demikian keadaannya, maka masyarakat tidak akan percaya terhadap
pemerintah dan pemimpin tersebut, akibatnya mereka tidak akan patuh dan tunduk pada
otoritas mereka.12 Praktik korupsi yang meluas dalam politik seperti pemilu yang
curang, kekerasan dalam pemilu, money politics dan lainlain juga dapat menyebabkan
rusaknya demokrasi, karena untuk mempertahankan kekuasaan, penguasa korup itu akan
menggunakan kekerasan (otoriter)13 atau menyebarkan korupsi lebih luas lagi di
masyarakat.14 Di samping itu, keadaan yang demikian itu akan memicu terjadinya
instabilitas sosial politik dan integrasi sosial, karena terjadi pertentangan antara penguasa
dan rakyat. Bahkan dalam banyak kasus, hal ini menyebabkan jatuhnya kekuasaan
pemerintahan secara tidak terhormat, seperti yang terjadi di Indonesia.
d. Bahaya Korupsi Bagi Ekonomi Bangsa Korupsi merusak perkembangan ekonomi suatu
bangsa.16 Jika suatu projek ekonomi dijalankan sarat dengan unsur-unsur korupsi
(penyuapan untuk kelulusan projek, nepotisme Korupsi juga membahayakan terhadap
standar moral dan intelektual masyarakat. Ketika korupsi merajalela, maka tidak ada nilai
utama atau kemulyaan dalam masyarakat. Theobald menyatakan bahwa korupsi
menimbulkan iklim ketamakan, selfishness, dan sinisism.9 Chandra Muzaffar
menyatakan bahwa korupsi menyebabkan sikap individu menempatkan kepentingan diri
sendiri di atas segala sesuatu yang lain dan hanya akan berpikir tentang dirinya sendiri
semata-mata.10 Jika suasana iklim masyarakat telah tercipta demikian itu, maka
keinginan publik untuk berkorban demi kebaikan dan perkembangan masyarakat akan
terus menurun dan mungkin akan hilang.
e. Bahaya Korupsi Bagi Birokrasi Korupsi juga menyebabkan tidak efisiennya birokrasi dan
meningkatnya biaya administrasi dalam birokrasi. Jika birokrasi telah dikungkungi oleh
korupsi dengan berbagai bentuknya, maka prinsip dasar birokrasi yang rasional, efisien,
dan berkualitas akan tidak pernah terlaksana. Kualitas layanan pasti sangat jelek dan
mengecewakan publik. Hanya orang yang berpunya saja yang akan dapat layanan baik
karena mampu menyuap.19 Keadaan ini dapat menyebabkan meluasnya keresahan sosial,
ketidaksetaraan sosial dan selanjutnya mungkin kemarahan sosial yang menyebabkan
jatuhnya para birokrat.

*KLASIFIKASI PERBUATAN KORUPSI DALAM UNDANG-UNDANG KORUPSI


Bentuk-bentuk perbuatan korupsi menurut UU No. 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20
Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Merugikan Keuangan Negara a. Pasal 2 ayat (1) Setiap orang yang secara melawan
hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu
korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana
dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun
dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua
ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
2. Suap menyuap
a. Pasal 5 ayat (1) huruf a Dipidana dengan pidana penjara paling sedikit 1 (satu) tahun dan
paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima
puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 250.000.000,00 (duaratus limapuluh juta rupiah)
setiap orang yang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau
penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara
tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan
kewajibannya;

1. Penggelapan dalam Jabatan


a. Pasal 8 Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15
(lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh
juta rupiah) dan paling banyak Rp. 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah),
pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan
umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja menggelapkan uang
atau surat berharga yang disimpan karena jabatannya, atau membiarkan uang atau surat
berharga tersebut diambil atau digelapkan oleh orang lain, atau membantu dalam melakukan
perbuatan tersebut.

2. Pemerasan
a. Pasal 12 hurut e Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling
singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling
sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00
(satu milyar rupiah) pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud
menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau menyalahgunakan
kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima
pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri.

3. Perbuatan curang a. Pasal 7 ayat (1) huruf a Dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan atau pidana denda
paling sedikit Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.
350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah) pemborong, ahli bangunan yang
pada waktu membuat bangunan, atau penjual bahan bangunan yang pada waktu
menyerahkan bahan bangunan, melakukan perbuatan curang yang dapat
membahayakan keamanan orang atau barang, atau keselamatan negara dalam
keadaan perang;

4. Benturan Kepentingan dalam Pengadaan Pasal 12 huruf i Dipidana dengan pidana


penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singat 4 (empat) tahun dan paling
lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00
(dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar
rupiah) pegawai negeri atau penyelenggara negara baik langsung maupun tidak
langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan, atau
persewaan, yang pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau sebagian
ditugasan untuk mengurus atau mengawasinya.

5. Gratifikasi
a. Pasal 12B (1) Setiap gratifiasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara
dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan
kewajibn atau tugasnya, dengan ketentuan sebagai berikut: a. yang nilainya Rp. 10.000.000,00
(sepuluh juta rupiah) atau lebih, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut merupakan suap
dilakukan oleh penerima gratifikasi.
BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas dapat disampaikan simpulan sebagai berikut.
1. Meskipun pemberantasan korupsi menghadapi berbagai kendala, namun upaya
pemberantasan korupsi harus terus-menerus dilakukan dengan melakukan berbagai
perubahan dan perbaikan.
2. Perbaikan dan perubahan tersebut antara lain terkait dengan lembaga yang menangani
korupsi agar selalu kompak dan tidak sektoral, upaya-upaya pencegahan juga terus
dilakukan, kualitas SDM perlu ditingkatkan, kesejahteraan para penegak hukum menjadi
prioritas.
3. Meskipun tidak menjamin korupsi menjadi berkurang, perlu dipikirkan untuk melakukan
revisi secara komprehensif terhadap UndangUndang tentang Pemberantasan Korupsi.

Tindak pidana korupsi sangat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dan
menghambat pembangunan nasional, sehingga harus diberantas dalam rangka mewujudkan
masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945,maka
dari itu kita harus memberantas korupsi.

3.2 Saran
1. Pemberantasan dan pencegahan korupsi haruslah dilakukan dari atas atau “top political
will” secara konsisten dari para penyelenggara negara;
2. Pemberantasan tindak pidana korupsi harus tetap berpegang pada Undangundang korupsi
yang telah berlaku dengan mengedepankan pertanggung jawaban pidana terlebih dahulu
kemudian pertanggung jawaban secara perdata.
3. Peraturan perundang-undangan pemberantasan korupsi yang jelas dengan sanksi yang
dapat menimbulkan kejeraan serta proses peradilan yang cepat dan transparan.
DAFTAR PUSTAKA

Alatas. S, 1980, The Sociology Of Corruption, Singapore, Times Book Internasional Hadjon
Philipus M , 1994, Pengkajian Ilmu Hukum Dogmatik (Normatif), Yuridika, Majalah FH
Universitas Airlangga Surabaya. Kansil. C.S. T, 1984, pengantar ilmu hukum dan tata
hukum Indonesia, Balai Pustaka. Jakarta Kian Gie, 2003. Permasalahan Korupsi di
Indonesia. Klitgaard, R Dan Maclean, R, 2002, Penuntun Pemberantasan Korupsi Dalam
Pemerintahan Daerah, Jakarta Press. ___________ , 2001, Membasmi Korupsi, Yayasan
Obor Indonesia Marzuki Mahmud. P. 2001. Penelitian Hukum. Yuridika Surabaya
Mertokusumo, S, Penemuan Hukum. Projdjohamijojo. M, Penerapan Pembuktian Terbalik
Dalam Delik Korupsi, Bandung, Mandar Maju. Singgih.2002. Dunia Pun Memerangi
Korupsi, Pusat Studi Hukum Bisnis Universitas Pelita Harapan Jakarta. Soehino, 1998, Ilmu
Negara, Liberty, Yogyakarta Soekanto, S, Mamudji S. 1985. Penelitian Hukum Normatif
Suatu Tinjauan Singkat, CV. Rajawali, Jakarta. Sudarto. 1986. Tindak Pidana Korupsi Di
Indonesia Dalam Hukum Dan Hukum Pidana. Bandung. Alumni
https://www.scribd.com/document/443028453/maklah-hambatandan-tantangan-pem-korupsi

Anda mungkin juga menyukai