Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Korupsi merupakan kejahatan yang mendapat perhatian masyarakat luas.
Sejak era reformasi, korupsi menjadi kejahatan yang secara terus menerus
mendapatkan perhatian untuk mendapatkan penanganan secara serius. Keseriusan
untuk memberantas korupsi karena korupsi merupakan kejahatan yang
mengurangi hak-hak warga negara dan menimbulkan kesengsaraan dikalangan
masyarakat. Berbagai studi menunjukkan bahwa korupsi telah merusak sendi-
sendi kehidupan masyarakat serta mengamputasi hak-hak masyarakat untuk
mendapatkan kesejahteraan.
Korupsi di Indonesia terus menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun.
Tindak pidana korupsi sudah meluas dalam masyarakat, baik dari jumlah kasus
yang terjadi dan jumlah kerugian negara maupun dari segi kualitas tindakk pidana
yang dilakukan semakin sistematis serta lingkupnya yang memasuki seluruh
aspek kehidupan masyarakat.(Evi Hartanti : 2002)
Tindak pidana korupsi juga merupakan ancaman terhadap prinsip-prinsip
demokrasi, yang menjunjung tinggi transparansi, akuntabilitas, dan integritas,
serta keamanan dan stabilitas bangsa Indonesia. Korupsi merupakan tindak pidana
yang bersifat sistematik dan merugikan pembangunan berkelanjutan sehingga
memerlukan langkah-langkah pencegahan dan pemberantasan yang bersifat
menyeluruh, sistematis, dan berkesinambungan baik pada tingkat nasional
maupun tingkat internasional. Dalam melaksanakan pencegahan dan
pemberantasan tindak pidana korupsi yang efisien dan efektif diperlukan
dukungan manajemen tata pemerintahan yang baik dan kerja sama internasional,
termasuk pengembalian aset-aset yang berasal dari tindak pidana korupsi.
Tindak pidana korupsi sangat merugikan keuangan negara atau perekonomian
negara dan menghambat pembangunan nasional, sehingga harus diberantas dalam
rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan
Undang-undang Dasar 1945. Akibat tindak pidana korupsi yang terjadi selama ini
selain merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, juga menghambat

1
pertumbuhan dan kelangsungan pembangunan nasional yang menuntut efisiensi
tinggi.
Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan manusia Indonesia seutuhnya
dan masyarakat Indonesia seluruhnya yang adil, makmur, sejahtera, dan tertib
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945; untuk mewujudkan
masyarakat Indonesia yang adil, makmur, dan sejahtera tersebut, perlu secara
terus menerus ditingkatkan usaha-usaha pencegahan dan pemberantasan tindak
pidana pada umumnya serta tindak pidana korupsi pada khususnya.
Korupsi akan menyuburkan jenis kejahatan lain di masyarakat. Melalui
korupsi, masyarakat biasa, pejabat negara, birokrat bahkan aparat penegak hukum
sekalipun dapat membengkokkan hukum. Di Indonesia, korupsi sudah harus
dilihat sebagai kejahatan yang luar biasa, bersifat sistemik, serta sudah menjadi
epidemik yang berdampak luas.(Juniver Girsang : 2012)
Apabila Korupsi adalah sebuah kejahatan luar biasa yang dpat disebut
sebagai extraordinary crimes maka upaya pemberantasannya seharusnya bersifat
luar biasa. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah mendorong agar hukum
mampu berperan dalam upaya menciptakan kontrol guna memperoleh informasi
dan transparansi terhadap perilaku birokrasi yaitu mencoba mengubah birokrasi
yang tertutup menjadi terbuka dan transparan. (Mien Rukmini : 2006)
Diperlukan upaya yang komperehensif untuk menanggulangi korupsi yaitu
melalui upaya pengembangan sistem hukum, karena pada dasarnya korupsi
merupakan kejahatan sistematik yang berkaitan erat dengan kekuasaan
sebagimana dijelaskan Indriyanto Seno Adji,( Indriyanto Seno Adji : 2001)
“Bentuk kejahatan struktural inilah yang memasukkan format korupsi sebagai
bagian dari kejahatan terorganisir. Korupsi yang melanda hampir seluruh dunia ini
merupakan kejahatan struktural yang meliputi sistem, organisasi, dan struktur
yang baik sehingga korupsi menjadi sangat kuat dalam konteks perilaku politik
dan sosial.”
Korupsi yaitu perbuatan yang merugikan kepentingan publik atau masyarakat
luas untuk keuntungan pribadi atau golongan. Korupsi dapat terjadi karena
berbagai faktor misalnya pendapatan yang rendah, adanya kesempatan, dan ada
juga faktor dari luar yaitu bujukan oranglain, atau kurangnya control diri. Korupsi
sangat merugikan rakyat maupun negara. Sebagian besar para koruptor adalah

2
para pejabat pemerintah yang diberi kepercayaan dan wewenang tetapi banyak
yang menyelewengkan. Dampak korupsi yaitu dapat mengubah segala tatanan
kehidupan masyarakat, seperti ekonomi, sosial dan budaya masyarakat. Upaya
pemberantasan dan penanggulangan korupsi harus dimulai dari diri sendiri
melalui lingkup keluarga sampai pada masyarakat agar taat terhadap aturan yang
dibuat pemerintah.
Salah satu cara melibatkan masyarakat, mulai dari keluarga, LSM.
penyelenggara negara, penegak hukum pencinta anti korupsi adalah dengan
mengetahui secara dini bagaimana teknik korupsi (modus operandi) korupsi itu
dilakukan. Sehingga menurut pendapat Surachmin dan Suhandi Cahaya,
pencegahan dan pemberantasan korupsi bisa semakin efektif karena orang
kebanyakan akan mengetahui gejala-gejala atau indikasi sesuatu perbuatan dalam
pengelolaan keuangan negara atau keuangan publik maupun keuangan privat akan
menuju kepada perbuatan korupsi. (Surachmin dan Suhandi Cahaya : 2010).
Keluarga merupakan lembaga pendidikan yang pertama dan utama dalam
masyarakat, karena dalam keluargalah manusia dilahirkan, berkembang menjadi
dewasa. Bentuk dan isi serta cara-cara pendidikan di dalam keluarga akan selalu
mempengaruhi tumbuh dan berkembangnya watak, budi pekerti dan kepribadian
tiap-tiap manusia. Pendidikan yang diterima dalam keluarga inilah yang akan
digunakan oleh anak sebagai dasar untuk mengikuti pendidikan selanjutnya di
sekolah.(Ihsan, Fuad : 2003), Pendidikan anti korupsi sudah layaknya ditanamkan
dalam diri setiap anggota keluarga.
Korupsi yaitu perbuatan yang merugikan kepentingan publik atau masyarakat
luas untuk keuntungan pribadi atau golongan. Korupsi dapat terjadi karena
berbagai faktor misalnya pendapatan yang rendah, adanya kesempatan, dan ada
juga faktor dari luar yaitu bujukan oranglain, atau kurangnya control diri. Korupsi
sangat merugikan rakyat maupun negara. Sebagian besar para koruptor adalah
para pejabat pemerintah yang diberi kepercayaan dan wewenang tetapi banyak
yang menyelewengkan. Dampak korupsi yaitu dapat mengubah segala tatanan
kehidupan masyarakat, seperti ekonomi, sosial dan budaya masyarakat. Upaya
pemberantasan dan penanggulangan korupsi harus dimulai dari diri sendiri
melalui lingkup keluarga sampai pada masyarakat agar taat terhadap aturan yang

3
dibuat pemerintah. Sehingga dalam penulisan ini yang dikaji adalah Peran
Keluarga dalam Pemberantasan dan Penanggulangan Korupsi.

1.2 Rumusan Masalah


1) Bagaimana peran keluarga dalam pembudayaan perilaku anti
korupsi?
2) Bagaimana peran sekolah dalam pembudayaan perilaku anti
korupsi?

1.3 Tujuan
1) Mengetahui peran keluarga dalam pembudayaan perilaku anti
korupsi.
2) Mengetahui peran sekolah dalam pembudayaan perilaku anti
korupsi.

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pendidikan Moral Sebagai Langkah Awal


Pendidikan sejatinya merupakan faktor pertama untuk mencerdaskan
kehidupan bangsa, juga mempunyai integritas moral yang tinggi. Oleh karena itu,
maju mundurnya suatu bangsa sangat ditentukan oleh maju mundurnya
pendidikan. Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa pendidikan umumnya berarti
daya upaya untuk memajukan budi pekerti (kekuatan batin), pikiran (intellect) dan
jasmani anak-anak, selaras dengan alam dan masyarakatnya. Sedangkan di dalam
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal
3 ditegaskan bahwa, pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan
dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat.
Agar anak terlibat dalam proses pembudayaan nilai moral diperlukan adanya
proses pembelajaran yang memfasilitasi pengalaman mereka untuk mengetahui
nilai moral, mempraktekkan nilai moral, dan terbiasa berbuat sesuai dengan aturan
moral yang berlaku. Dalam kaitan ini UNESCO (United Nations for Education
Scientific and Cultural Organization) mengusulkan empat pilar belajar, yaitu:
“learning to know, learningto do, learning to be, and learning to live
together.” (UNESCO, 1996). Penerapan empat pilar tersebut dalam proses
pembelajaran memungkinkan anak menguasai cara memperoleh pengetahuan,
berkesempatan menerapkan pengetahuan yang dipelajarinya, dan berkesempatan
untuk berinteraksi secara aktif dengan sesama anak sehingga dapat menemukan
dirinya. Model pembelajaran seperti ini hanya dapat berlangsung dengan tenaga
guru yang penuh konsentrasi, peralatan yang memadai, materi yang terpilih, dan
waktu yang cukup tanpa harus mengejar target ujian nasional.
Ada kesan kuat bahwa baik guru, orang tua, maupun murid selalu didorong
untuk mengejar dan menghimpun informasi keilmuan sebanyak mungkin namun
melupakan aspek pendidikan yang fundamental, yaitu bagaimana menjalani hidup
dengan terhormat. Ketika pendidikan tidak lagi menempatkan prinsip-prinsip

5
moralitas agung sebagai basisnya, maka akan menghasilkan orang yang selalu
mengejar materi dan pemenuhan tuntutan physical happiness yang durasinya
hanya sesaat dan potensial membunuh nalar yang sehat dan nurani terdalam
(Hidayat, 2003). Pendidikan yang sehat adalah yang secara sadar membantu anak
bisa merasakan, menghayati dan menghargai jenjang makna hidup dari yang
bersifat fisikal sampai yang estetikal, moral dan spiritual (Bertens, 2000). Selama
ini dalam teori pendidikan terdapat tiga domain dalam taksonomi tujuan
pendidikan:
1. Domain kognitif
Menekankan aspek untuk mengingat dan mereproduksi informasi yang
telah dipelajari, yaitu untuk mengkombinasikan cara-cara kreatif dan
mensintesiskan ide-ide dan materi baru.
2. Domain kreatif
Menekankan aspek emosi, sikap, apresiasi nilai atau tingkat
kemampuan menerima atau menolak sesuatu.
3. Domain psikomotorik
Menekankan pada tujuan untuk melatih ketrampilan seperti menulis,
teknik mengajar, berdagang, dan lain-lain.
Dari ketiga domain pendidikan itu idealnya selaras dan saling melengkapi
(Helmiati, 2007). Tapi kenyataannya,hubungan antara perubahan sikap (efektif)
dan meningkatnya ilmu pengetahuan (kognitif) secara statistik cenderung berdiri
sendiri. Karena itu dalam penyelenggaraan pendidikan, jika dilihat dari tiga
kerangka domain tersebut, ada hal-hal sangat problematis. Cenderung tidak terjadi
keselarasan perimbangan antara ketiga aspek domain pendidikan tersebut. Terlihat
ada kecenderungan di salah satu aspek, sedangkan aspek yang lain terabaikan.
Contoh kasus pendidikan Islam di Indonesia, kondisi yang demikian itu
diperparah adanya kekeliruan persepsi keagamaan. Dengan demikian, pendidikan
Islam di Tanah Air menjadi terhenti dan cenderung tidak mampu menghadapi
perubahan sosial. Hal demikian itu disebabkan persepsi keagamaan yang
diajarkan tidak lagi kontektual dan tidak menyentuh permasyalahan kehidupan
masyarakat. Musibah ini terjadi karena lagi-lagi orentasi pendidikan diarahkan
pada pematangan aspek kognitif yang sangat kuat.
Pendidikan antikorupsi merupakan hal mendasar, mengingat tujuan dari
pendidikan hanya mengembangkan dimensi koqnitif, tetapi juga dimensi afektif.
Pendidikan karakter dan akhlak yang baik selama ini kurang mendapat penekanan
dalam sistem pendidikan negara kita. Pelajaran PPKN, Agama atau Budi Pekerti
selama ini dianggap tidak berhasil karena mengajarkannya sebatas teori tanpa
adanya refleksi dari nilai-nilai pendidikan tersebut. Akibatnya anak tumbuh
menjadi manusia yang tidak memiliki karakter, bahkan dinilai lebih buruk lagi
menjadi manusia yang tidak memiliki karakter, bahkan di nilai lebih buruk lagi
menjadi generasi yang tidak bermoral. Selama ini merosotnya kualitas pendidikan

6
nasional hanya terfokus pada persoalan untuk menyiapkan anak agar mampu
bersaing di era pasar global, sehingga yang disorot hanyalah hasil
kelulusan (output) belaka.Sementara penanaman moral dan pencapaian tujuan
pendidikan nasional untuk mampu mencetak generasi yang tidak hanya cerdas
secara intelektual, tetapi juga cerdas secara emosionaldan spiritual menjadi
terlupakan.
Pendidikan antikorupsi bagi pelajar adalah langkah awal yang ditempuh untuk
mulai melakukan penanaman nilai ke arah yang lebih baik sejak usia muda. Anak
adalah mereka yang dalam waktu relatif singkat akan segera bersentuhan dengan
beberapa aspek pelayanan publik. Dengan demikian, apabila mereka dapat
memahami lingkup, modus, dampak dari korupsi, baik dalam lingkup yang paling
dekat dan dalam skala yang paling kecil hingga lingkup makro dan mencakup
skala yang besar maka minimal mereka mulai berani berkata “tidak” untuk
korupsi.
Namun apabila di runtut penyebab utamanya adalah pendidikan, yang di awali
dari lingkungan keluarga, kemudian sekolah, dan masyarakat harus bersama-sama
secara kolektif melakukan pembudayaan perilaku kejujuran dan keadilan, dalam
kata lainnya pendidikan anti korupsi. Hal itu wajib di laksanakan jangan sampai
problem yang sudah endemik ini dibiarkan begitu saja bahkan masuk kedalamnya.
Perlu adanya gerakan nasional yang di awali dari pendidikan.

2.2 PERAN KELUARGA DALAM PEMBUDAYAAN PERILAKU


ANTIKORUPSI
Pada usia anak-anak, keluarga mempunyai andil yang besar untuk memberi
pesan moral. Keberhasilan anak tidak hanya diukur dari tinggi rendahnya nilai,
akan tetapi juga kejujuran, akhlak atau budi pekerti yang dimiliki. Menurut
Syaharudin (2009) upaya pemberantasan korupsi dalam jangka panjang akan
menuai keberhasilan apabila dilakukan dengan kombinasi antara represif,
preventif dan edukatif secara integral.
Orang tua, meski bukan guru, semestinya juga seorang pendidik dan
pembimbing bagi anak-anaknya. Tidak banyak orangtua yang menyadari hal itu,
tetapi secara alamiah mereka pun akan menjadi pendidik dan pembimbing, karena
para orangtua bertanggung jawab atas perkembangan keturunan mereka.
Tumbuhnya watak pendidik (educator) dalam diri orang tua memang bersifat
relatif. Ada orang yang menonjol (explicite)dalam sifat tersebut, ada pula yang
tidak memperlihatkan sifat-sifat (implisite) pendidiknya, sekalipun sebenarnya
memiliki potensi cukup besar, misalnya dilihat dari sudut jenjang pendidikan,
ragam pekerjaan, dan tanggung jawab atas generasi penerus. Untuk
menumbuhkan kemampuan mendidik ini, seseorang harus memiliki kesadaran
yang tinggi sekaligus pengalaman hidup yang luas, dan bersedia untuk senantiasa
selalu bersinggungan dengan masalah-masalah di sekitarnya. Pendidik memiliki
sifat universal. Karena tanggung jawabnya, pendidik juga memiliki akses

7
langsung terhadap bidang-bidang lain seperti manajemen (managerial) dan
kepemimpinan (leadership). Menjadi pendidik, pemimpin dan guru, merupakan
suatu proses berlanjut yang menempatkan pribadi manusia dalam satu hamparan
kontinum menuju kesempurnaan hidup. Pendidik dan pemimpin adalah basis atau
dasar bagi pembentukan konsep guru dan manager.
Pendidik dan pemimpin tampaknya harus memiliki sejumlah atribut yang
muncul dari tempat di mana dia berada, yakni atribut yang lekat dengan peran
yang dimainkan dalam proses pembudayaan dalam masyarakatnya. Pendidik dan
pemimpin dengan begitu tumbuh dari kesadaran dari proses pendidikan yang
secara informal dialami oleh manusia sepanjang hayatnya. Ia belajar tidak dari
lembaga pendidikan formal tetapi dari lembaran-lembaran hidup yang telah
dialaminya terus menerus. Apabila dicermati dari beberapa unsur kajian yang
ada, yaitu posisi sosial, lingkar kekuasaan yang dirasakan, atribut, dominasi
kekuatan, peran yang dimainkan, dan sumber kekuasaan, maka pendidik adalah
manusia yang memiliki fungsi utama dalam dirinya untuk membudayakan secara
konkret potensi yang ada, demi kepentingan bersama. Pendidik adalah manusia
yang berhubungan dengan hati nurani, memiliki kesadaran budaya, dan memiliki
aktualitas diri yang tinggi untuk menjadi (to-be) sekaligus memiliki (to-have).
Dari penyelidikan psikolog perkembangan Piaget dan Kohlberg (dalam
Santrock, 2006) diketahui bahwa proses perkembangan moral adalah proses
perkembangan otak. Karena itu perkembangan moral berhubungan erat dengan
perkembangan kognitif seseorang. Anak-anak dan remaja membentuk pemikiran
moral mereka seiring dengan perkembangan mereka dari tahap yang satu ke tahap
berikutnya, dan bukan hanya bersikap pasif dengan menerima saja moralitas suatu
kebudayaan. Tahapan-tahapan tersebut adalah sebagai berikut:
a. Usia 2 sampai 7 tahun
Dari penyelidikan diketahui bahwa anak diantara usia 2-7 tahun belum
mampu membuat pertimbangan-pertimbangan tentang baik atau buruk
suatu perbuatan. Mereka patuh untuk melakukan suatu perbuatan tertentu,
tujuannya untuk menyenangkan orang tua dan mendapat pujian, serta tidak
melakukan suatu perbuatan yang dilarang adalah karena takut akan
hukuman. Mengajar anak kejujuran dalam fase ini dapat dilakukan
terutama melalui penguatan positif terhadap kejujuran, dengan memuji dan
menghargai perbuatan jujurnya dan penguatan negatif terhadap perbuatan
tidak jujur dengan mencela dan menghukum perbuatan tidak jujur serta
mengajar melalui peneladanan oleh orang tua atau guru.
b. Usia 7 sampai 10 tahun
Anak usia ini mulai memahami dan mengunakan konsep. Maka konsep
kejujuran mulai dapat diajarkan, demikian juga konsep tentang
ketidakjujuran dan akibatnya. Hati nurani anak mulai terbentuk dan anak
mulai mengetahui tentang baik buruknya sebuah perbuatan. Cara
berpikirnya masih sangat terbatas terhadap perbuatan yang nyata (konkret)
dan anak belum sanggup melihat dari sudut pandang orang lain. Mengajari

8
anak tentang kejujuran dalam fase ini selain dengan peneladanan dan
penguatan positif dan negatif, juga melalui cerita dan kasus nyata yang
dapat dibayangkan anak. Lalu ditanyakan apa akibatnya dari perbuatan
tidak jujur orang tersebut. Pada usia ini motivasi untuk melakukan hal
yang baik sudah harus berpindah dari menyenangkan orang tua, kepada
alasan bahwa melakukan perbuatan baik membawa rasa senang dan damai
pada diri sendiri, karena sesuai dengan hati nuraninya.
c. Usia 11 sampai 13 tahun
Pada usia ini, anak sudah mulai dapat berpikir kearah abstrak dan
sanggup melihat dari sudut pandang orang lain. Ia sudah dapat
membedakan motivasi yang ada dibelakang sebuah perbuatan dan dapat
mempertimbangkan perbuatan dari segi motivasi atau niat itu.
d. Usia 13 sampai dewasa
Remaja dan pemuda telah sanggup berpikir abstrak dan membuat
hipotesa. Mereka mempunyai standar tentang yang baik atau buruk
perbuatan dari diri mereka sendiri. Pada usia ini tingkah laku moral yang
sesungguhnya baru timbul. Masa ini perlu digunakan baik-baik untuk
menanamkan kesanggupan berpikir mandiri dan bertanggung jawab dalam
membuat penalaran moral. Para remaja sanggup menginterpretasi
penilaian moral dan menjadikannya sebagai nilai pribadi. Dari penelitian
diketahui bahwa perkembangan mempribadikan
konsep (internalisasi) terjadi melalui identifikasi dengan tokoh yang
dianggap sebagai contoh atau model (hero worship).
Sampai sekarang tidak sedikit orang yang meyakini bahwa nilai itu
berkembang dan dibina di sekitar keluarga, karena hubungan Insani antara
orang tua dengan anak di keluarga sangat dekat sehingga memungkinkan
terjadinya pewarisan nilai yang insentif dalam setiap aktivitasnya, baik
melalui sikap dan perbuatan maupun pemikiran. Namun, menurut hasil
penelitian Thomas Lickona (1991) ternyata bahwa orang tua hanya
memiliki waktu yang sedikit seharinya untuk berdialog secara bermakna
dengan anaknya. Akibatnya, menurut Louls Raths (1978), kesempatan
mendiskusikan kegiatan-kegiatan harian yang bermakna itu hilang.
Akhirnya, anak akan menerima dan menginternalisasi nilai dari luar, salah
satu diantaranya dari teman-teman sebaya.
Pergaulan dengan teman sebaya akan menambah pembendaharaan
informasi yang akhirnya akan memengaruhi berbagai jenis kepercayaan
yang dimiliki oleh anak (Djiwandono, 2004). Kumpulan kepercayaan yang
dimiliki oleh anak akan membentuk sikap yang mendorong untuk memilih
atau menolak sesuatu. Informasi, sikap dan kebiasaan teman sebaya sangat
kuat pengaruhnya karena diantara mereka relatif lebih terbuka dan
intensitas pergaulannya relatif sering, baik di sekolah maupun di
lingkungan masyarakat. Kelompok sebaya mempunyai aturan main
sendiri, dan anak cenderung menyesuaikan diri dengan aturan main

9
tersebut dengan harapan agar diterima oleh kelompoknya. Jika nilai yang
disampaikan teman sebaya tersebut negatif akan membiaskan internalisasi
nilai-nilai luhur yang seharusnya mereka miliki.
Di samping itu, tokoh politik, selebritis, dan para pejabat publik
merupakan salah satu bagian masyarakat yang dapat memengaruhi
perilaku anak. Masing-masing figur dapat menawarkan nilai yang berbeda,
bahkan tidak jarang perilaku yang diperlihatkan bertentangan dengan nilai-
nilai luhur moralitas bangsa. Persoalan ini menambah kebingungan anak.
Kebingungan anak terhadap nilai, diperluas dengan derasnya arus
informasi dari media komunikasi.

Berikut dibawah ini penjelasan dari tiap-tiap nilai-nilai anti korupsi yang dapat
ditanamkan dalam diri setiap anggota keluarga, meliputi :
1) Kejujuran, dapat didefinisikan sebagai lurus hati, tidak
berbohong, dan tidak curang. Jujur adalah salah satu sifat yang sangat
penting bagi kehidupan keluarga, tanpa sifat jujur dalam keluarga
diantara suami, istri, anak dan orang tua, tidak akan dipercaya dalam
kehidupan sosialnya. Nilai kejujuran dalam keluarga yang diwarnai
dengan rasa kebersamaan dan rasa memiliki satu sama lain sangatlah
diperlukan. Nilai kejujuran ibaratnya seperti mata uang yang berlaku
dimana-mana termasuk dalam kehidupan keluarga. Jika anggota keluarga
terbukti melakukan tindakan yang tidak jujur, baik pada lingkup rumah
tangga maupun sosial, maka selamanya orang lain akan selalu merasa
ragu untuk mempercayai anggota keluarga tersebut. Sebagai akibatnya
anggota keluarga akan selalu mengalami kesulitan dalam menjalin
hubungan dengan orang lain. Hal ini juga akan menyebabkan
ketidaknyamanan bagi orang lain karena selalu merasa curiga terhadap
orang tersebut yang terlihat berbuat curang atau tidak jujur.
2) Nilai kepedulian, sangat penting bagi anggota keluarga dan di
masyarakat. apabila anak sebagai salah satu anggota keluarga merupakan
calon pemimpin masa depan memiliki rasa kepedulian terhadap
lingkungannya, baik di dalam keluarga maupun diluar lingkungan
keluarga. Rasa kepedulian seorang anak harus ditumbuhkan sejak anak
itu tumbuh dan berkembang dalam keluarga, anak diajarkan untuk peduli
kepada ayah, ibu maupun saudara-saudaranya, peduli terhadap
lingkungan disekitarnya. Bentuk kepeduliannya dengan cara tidak
berbuat kecurangan bagi orang lain, misalnya pada saat berada di
sekolah tidak mencontek waktu ujian, seorang anak dalam membuat
laporan keuangan kelas dengan jujur.
3) Nilai kemandirian, dapat diartikan sebagai proses mendewasakan
diri yaitu dengan tidak bergantung pada orang lain untuk mengerjakan
tugas dan tanggung jawabnya. Hal ini penting untuk masa depannya
dimana masing-masing anggota keluarga tersebut harus mengatur

10
kehidupannya dan orang-orang yang berada dibawah tanggung jawabnya
sebab tidak mungkin orang tidak dapat mandiri (mengatur dirinya
sendiri) akan mampu mengatur hidup orang lain. Dengan karakter
kemandirian tersebut setiap anggota keluarga dituntut untuk mengerjakan
semua tanggung jawab dengan usahanya sendiri dan bukan orang lain
yang mengerjakan tanggung jawab itu.
4) Kedisiplinan, dalam mengatur kehidupan keluarga dan masyarakat
perlu hidup disiplin. Hidup disiplin tidak berarti harus hidup seperti pola
militer, namun hidup disiplin dalam keluarga dimana setiap anggota
keluarga dapat mengatur dan mengelola waktu yang ada digunakan
dengan sebaik-baiknya. Misalnya orang tua akan lebih percaya dengan
anaknya yang hidup disiplin untuk belajar.
5) Tanggung jawab, Apabila dalam keluarga setiap anggota memiliki
rasa tanggung jawab dalam melaksanakan tugas masing-masing,
misalkan seorang anak diberikan tanggung jawab oleh orang tua dalam
mengerjakan pekerjaan rumah rumah, maka anak tersebut melaksanakan
tugas itu dengan baik dan penuh rasa tanggung jawab.
6) Sederhana, Gaya hidup yang tidak mewah, menjaga hati dan jiwa
dari sifat pamer, iri hati, ingin dipuji, sombong dan lain sebagainya
dengan cara tidak melakukan perbuatan yang bisa menimbulkan kata-
kata sombong, pamer, iri seperti sering mengonta-ganti mobil.
7) Keberanian, Untuk mengembangkan sikap keberanian demi
mempertahankan pendirian dan keyakinan anggota keluarga dibutuhkan
kerja keras, melakukan sesuatu menghargai proses bukan hasil semata,
tidak melakukan jalan pintas dalam mempeoleh sesuatu, belajar dengan
sungguh-sungguh dalam mempeoleh apa yang ingin dicapai.
8) Keadilan, Berdasarkan arti katanya, adil adalah sama berat, tidak
berat sebelah, tidak memihak. Nilai keberanian dapat dikembangkan oleh
mahasiswa dalam kehidupan di kampus dan di luar kampus. Antara lain
dapat diwujudkan dalam bentuk berani mengatakan dan membela
kebenaran, berani mengakui kesalahan, berani bertanggung jawab, dan
lain sebagainya.

Disamping itu, bentuk dari peran keluarga dalam pemberantasan tindak


pidana korupsi sebagai individu-individu harus dimulai dari diri pribadi dengan
cara meningkatkan iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, agar tidak
terjerumus dan berniat untuk tidak melakukan tindakan-tindakan yang
menyimpang dari norma-norma yang ada terutama norma agama, karena
semua kejadian atau perbuatan berawal dari niat di dalam diri pribadi
(masyarakat). Apabila benteng keimanan dan ketakwaan sudah sangat kokoh,
serta niat yang telah bulat untuk tidak malakukan hal-hal yang berbau korupsi,

11
maka semua bentuk kejelekan atau keburukan yang ada dan kesempatan untuk
melakukan hal-hal yang terkait dengan perbuatan korupsi akan sulit masuk ke
dalam diri kita yang dikarenakan telah tertanam keimanan dan ketakwaan, serta
niat yang baik karena Tuhan Yang Maha Esa dan takut kepada-Nya.

Dalam kaitannya dengan Norma Agama, kontrol internal dalam diri


pribadi sangat diperlukan agar seseorang tidak melakukan hal-hal yang buruk
dalam kehidupan bermasyarakat. Kontorl internal yaitu kontrol dari dalam diri
sendiri. Banyak hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kontrol internal
seperti beribadah menurut agama masing-masing, menambah pemahaman
terhadap korupsi, mengetahui dampak dari perbuatan korupsi, resiko yang
harus dihadapi jika melakukan korupsi dan bahaya korupsi bagi diri kita,
keluarga kita dan masyarakat luas.

Prasyarat keberhasilan dalam pencegahan dan penanggulangan korupsi


adalah adanya komitmen dari seluruh masyarakat, mulai dari keluarga, LSM.
penyelenggara negara, penegak hukum untuk tidak melakukan tindakan tidak
terpuji telah diwujudkan dalam berbagai bentuk ketetapan dan peraturan
perundang-undangan.Tetapi pemberantasan korupsi tidak cukup dilakukan
hanya dengan komitmen semata karena pencegahan dan penanggulangan
korupsi bukan suatu pekerjaan yang mudah. Komitmen tersebut harus
diaktualisasikan dalam bentuk strategi yang komprehensif untuk
meminimalkan aspek penyebab dan dampak dari korupsi tersebut. Strategi itu
mencakup aspek preventif, detektif, dan represif, yang dilaksanakan secara
intensif dan terus menerus serta konsisten tanpa pandang bulu. Strategi
Preventive, diarahkan untuk mencegah terjadinya korupsi dengan cara
menghilangkan atau memindahkan faktor-faktor penyebab atau peluang
terjadinya korupsi. Strategi Detektif, diarahkan untuk mengidentifikasi
terjadinya perbuatan korupsi, Strategi Represif, dimana penanggulangan secara
represif pada dasarnya merupakan tindak lanjut atas penyimpangan yang
ditemukan dari langkah-langkah detektif.

12
2.3 PERAN SEKOLAH DALAM PEMBUDAYAAN PERILAKU
ANTIKORUPSI
Sekolah sebagai lingkungan kedua bagi anak, dapat menjadi tempat
pembangunan karakter dan watak. Sekolah dapat memberikan nuansa yang
mendukung upaya untuk menginternalisaksikan nilai-nilai dan etika yang hendak
ditanamkan, termasuk di dalamnya perilaku antikorupsi. Upaya yang dapat
dilakukan untuk penanaman pola pikir, sikap dan perilaku antikorupsi yaitu
melalui sekolah, karena sekolah adalah proses pembudayaan (Hassan, 2004:9).
Pendidik merupakan profesi yang mulia, pekerjaan yang bukan hanya
mengajarkan menulis, membaca, menghitung, membedakan warna atau mengenal
bentuk mata uang, akan tetapi pendidik adalah orang yang mentranformasikan
pengetahuan (knowledge) sekaligus prilaku (behavior) kepada peserta didik.
Kalau pengetahuan yang salah di transferkan kepada peserta didik tentunya itu
dapat diperbaiki oleh waktu , akan tetapi kalau prilaku yang salah dan di
justifikasi lalu ditansformasikan kepada peserta didik tentunya ini akan
melahirkan generasi-generasi yang menyimpang. Dari sini muncul pameo, kalau
profesi guru itu lebih bahaya dari pada dokter, artinya jika dokter salah dalam
mendiagnosa penyakit seorang pasien dapat menyebabkan seorang pasien tersebut
meninggal, sedangkan guru kalau salah dalam mentansformasikan ilmu dan
prilaku akan “membunuh” empat puluh orang dalam satu lokal. Untuk itu
pendidik/guru harus memiliki hati nurani.
Sadar atau tanpa sadar pendidik atau guru merupakan ujung tombak dari
sebuah negara dalam pencapaian visi dan misi, hal ini menjadikan guru masuk
kedalam system politik secara luas pada suatu Negara. Di Indonesia dalam
pencapaian tujuan pendidikan nasional peran guru sangat signifikan, tapi ini
terkadang tidak disadari oleh setiap guru. Pendidilan Nasional adalah pendidikan
yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional
Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.
Untuk mewujudkan cita-cita tersebut, diperlukan perjuangan seluruh lapisan
masyarakat. Dilihat dari peran guru sebagai pelaksana tujuan Pendidikan
Nasional, Pendidikan merupakan pilar tegaknya bangsa. Melalui pendidikanlah
bangsa akan tegak mampu menjaga martabat. Pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi anak agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Visi dan misi pendidikan nasional telah menjadi rumusan dan dituangkan pada
bagian “penjelasan” atas UU 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Visi
dan misi pendidikan nasional ini adalah merupakan bagian dari strategi
pembaruan sistem pendidikan.

13
Pendidikan nasional mempunyai visi terwujudnya system pendidikan sebaga
pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga
Negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga
mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah.Pendidikan
di Indonesia tentunya mempunyai peranan penting dalam mengembangkan nilai-
nilai antikorupsi. Karena manusia yang lahir melalui sektor pendidikan adalah
manusia yang menjunjung tinggi nilai-nilai kebenaran, beriman, berakhlak mulia,
memiliki kompetensi dan profesionalitas serta dapat menjadi warga negara yang
bertanggung jawab. Di saat institusi lain tidak berdaya melakukan perlawanan
terhadap korupsi, maka institusi pendidikan dapat dijadikan benteng terakhir
tempat menyebarkan nilai-nilai antikorupsi. Dengan cara melakukan pembinaan
pada aspek mental, spiritual dan moral anak. Pendidikan harus dijadikan sebagai
pilar paling depan untuk mencegah korupsi dalam rangka menciptakan
pemerintahan yang bersih dan baik (clean and good governance) untuk masa yang
akan datang.
Saatnya dunia pendidikan mendorong upaya pemberantasan dan pencegahan
praktik korupsi dengan serius. Institusi pendidikan diyakini sebagai tempat terbaik
untuk menyebarkan dan menanamkan nilai-nilai antikorupsi. Peserta didik yang
akan menjadi tulang punggung bangsa di masa mendatang sejak dini harus
diajarkan untuk menjauhipraktik korupsi dan dapat turut aktif memeranginya.
Dengan cara melakukan pembinaan pada aspek mental, spiritual dan moral
(Prayitno, 2007).
Pendidikan adalah suatu proses belajar dan penyesuaian individu-individu
secara terus-menerus terhadap nilai-nilai budaya dan cita-cita masyarakat. Suatu
proses dimana suatu bangsa mempersiapkan generasi mudanya untuk
menjalankan kehidupan dan untuk memenuhitujuan hidup secara efektif dan
efisien (Sanaky, 2009). Dalam rangka mencerdaskan kehidupan kearifan-kearifan
lokal (Local Wisdoms)seperti menghargai pentingnya nilai-nilai kejujuran,
keadilan, dan integritas. Dilihat dari tujuannya, memasukkan pendidikan
antikorupsi di sekolah merupakan gagasan yang sangat cerdas.Karena anak
merupakan kelompok umur yang masih mungkin dibentuk semangat
idealismenya. Menurut Hassan (2004:8) pendidikan antikorupsi di sekolah
merupakan suatu langkah untuk memutus mata rantai agar korupsi pada saatnya
kelak tidak lagi menjadi budaya. Untuk mencapai hal tersebut lingkungan sekolah
harus bisa memberikan contoh-contoh nyata keluhuran perilaku, utamanya adanya
keteladanan dari pendidik itu sendiri.

Merealisasi Kegiatan Pembelajaran Penanaman Nilai-Nilai Anti Korupsi

Siswa di Sekolah:

14
1) Pengembangan Berbagai Bentuk Kegiatan Kesiswaan

2) Memberikan kepercayaan kepada siswa untuk mengelola warung

kejujuran adalah bentuk tanggung jawab siswa kepada sekolah.

Laboratorium warung kejujuran merupakan implementasi hasil penanaman

nilai-nilai anti korupsi di kelas. Adanya laboratorium warung kejujuran

menjadikan siswa memperoleh pengalaman secara langsung. Laboratorium

warung kejujuran melibatkan beberapa mata pelajaran, diantaranya mata

pelajaran IPS yaitu materi konsep jual beli, dan mata pelajaran PKn dan

agama yaitu materi konsep kejujuran. Penerapan warung kejujuran dapat

memberikan manfaat bukan hanya bagi siswa tapi juga berguna bagi guru

dan sekolah. Tujuan warung kejujuran adalah membiasakan dan melatih

nilai-nilai kedisiplinan, kemandirian, kejujuran, dan tanggung jawab.

Kelak siswa akan lebih bertanggungjawab dalam menghadapi berbagai

masalah di setiap langkah kehidupan serta membentuk sikap anti korupsi

siswa.

3) Dalam pelaksanaan kegiatan kesiswaan seperti OSIS, Pramuka,

Kopsis, PMR, dan sebagainya mulai dari rencana, keputusan rapat,

pelaksanaan kegiatan, dan hasil kegiatannya ditulis dalam jurnal kegiatan

individual pengurus atau panitia yang sewaktu-waktu dapat dicek oleh

siapapun dan diumumkan secara tertulis di Papan Informasi Kegiatan.

Tujuannya agar dapat dibaca oleh seluruh warga sekolah. Untuk itulah

perlu ditumbuhkan rasa dedikasi, keikhlasan, rasa pengabdian, demokratis,

15
dan objektif dalam setiap sanubari anggota serta pengurus organisasi

kesiswaan.

4) Pembiasaan perilaku di kalangan warga sekolah. Dalam

melaksanakan pembiasaan-pembiasaan perlu disampaikan pesan tentang

sosialisasi dan ajakan untuk berperilaku anti korupsi sehingga dapat

menumbuhkan pola pikir, sikap, dan perilaku anti korupsi di kalangan

warga sekolah khususnya peserta didik

5) Pembiasaan yang dapat dilakukan secara rutin diantaranya ceramah

kultum oleh seorang siswayang mewakili kelasnya secara bergiliran pada

pagi hari sebelum masuk jam pelajaran pertama. Ceramah dilakukan di

suatu ruang khusus misal ruang OSIS yang diperdengarkan melalui

speaker yang sudah terpasang pada setiap kelas. Supaya efektif maka guru

yang mengajar pada jam pertama wajib datang lebih awal lalu

mengkondisikan siswa agar dapat berkumpul di masing-masing kelas

secara tertib dan bersama-sama mendengarkan dari siswa penceramah. Hal

ini dapat menanamkan sikap kedisiplinan, tanggungjawab serta kejujuran

6) Sekolah sudah seharusnya memiliki “Bengkel Anti Korupsi”, yang

di dalamnya berisi hasil-hasil karya siswa yang terbaik tentang anti

korupsi, seperti poster-poster anti korupsi, puisi, sajak, karikatur, cerpen,

cergam, opini, dan ulasan anti korupsi. Di “Bengkel Anti Korupsi” tersebut

juga dibuatkan “Posko Benda Hilang”, yaitu tempat penampungan

barang-barang yang ditemukan siswa dengan dicatat ciri-ciri benda

tersebut, dan apabila ada siswa yang merasa bahwa barang miliknya hilang

16
bisa datang ke “Bengkel Anti Korupsi” tepatnya di “Posko Benda

Hilang”. Setelah siswa yang kehilangan barang tersebut menyebutkan ciri-

ciri barangnya yang hilang, dan ternyata cocok dengan barang yang

ditemukan tersebut, barulah barang dapat diambil.

7) Ditekankan pada siswa untuk sholat dhuhur secara berjamaah

bersama guru-guru saat istirahat kedua. Untuk itulah sekolah harus

mengkondisikan agar siswa mempunyai waktu lebih banyak untuk

persiapan sholat sampai dengan pelaksanaan sholat, kemudian dilanjutkan

istirahat siswa. Misalnya jam istirahat kedua diberikan waktu ishoma

selama 20 menit, hal tersebut melebihi jam istirahat pertama yang hanya

10 menit.

8) Metode keteladanan. Para guru memberikan keteladanan kepada

siswa dalam setiap langkah yang dilakukan guru, diantaranya tepat waktu

masuk kelas maupun ke luar kelas, bersikap adil kepada siswa, bersikap

jujur kepada siswa diantaranya tepat secara keilmuan dalam memberikan

materi pelajaran. Apabila ada pertanyaan dari siswa yang tidak diketahui

oleh guru, maka guru harus mengakui, serta tidak boleh

sembarangandalam menjawab pertanyaan siswa tersebut. Hal ini

menunjukkan kejujuran keilmuan seorang Pendidik.

9) Model pendidikan anti korupsi dapat dimulai dari hal-hal

sederhana, seperti kepedulian terhadap lingkungan yang ditunjukkan oleh

keberanian siswa dalam menegur temannya bila berbuat salah. Contoh ada

teman yang membuang sampah di sembarang tempat atau menjumpai

17
teman yang sedang merokok, bersikap tidak sopan terhadap guru atau

sesama teman, maka harus berani menegur. Hal ini menunjukkan

keberanian siswa untuk mengingatkan ketika ada teman yang berlaku

salah.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

18
Korupsi merupakan perbuatan yang bertentangan dengan kaidah-
kaidah umum yang berlaku di masyarakat. Korupsi di Indonesia telah
dianggap sebagai kejahatan luar biasa. Korupsi memiliki dampak yang
masif dalam segala bidang, baik dalam penyelenggaraan negara maupn
ekonomi masyarakat maka sangat diperlukan peranan dari segala pihak
utnuk memeranginya. Keluarga sebagai komponen masyarakat yang akan
meneruskan kelangsungan penyelenggaraan negara dan masyarakat
dimasa yang akan datang harus dipersiapkan sejak dini untuk memiliki
sikap anti korupsi mulai dari lingkungan pendidikannya. Untuk itu
didalam keluarga (suami, istri, anak dan orang tua) perlu ditanamkan nilai-
nilai anti korupsi yang meliputi kejujuran, kepedulian, kemandirian,
kedisiplinan, pertanggungjawaban, kerja keras, kesederhanaan, keberanian
dan keadilan. Disamping itu, bentuk dari peran keluarga dalam
pemberantasan tindak pidana korupsi sebagai individu-individu harus
dimulai dari diri pribadi dengan cara meningkatkan iman dan takwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, agar tidak terjerumus dan berniat untuk
tidak melakukan tindakan-tindakan yang menyimpang dari norma-norma
yang ada terutama norma agama, karena semua kejadian atau perbuatan
berawal dari niat di dalam diri pribadi (masyarakat). Memang melihat
fenomena korupsi yang ada saat ini sepertinya sangat sulit untuk
memberantas korupsi yang menggurita dinegeri ini, namun ini adalah
tanggung jawab seluruh rakyat Indonesia untuk memberantasnya karena
pemberantasan korupsi bukan hanya tanggung jawab KPK (Komisi
Pemberantasan Korupsi).

3.2 Saran
Dalam proses pembudayaan nilai moral diperlukan adanya proses
pembelajaran yang memfasilitasi pengalaman anak untuk mengetahui nilai
moral, mempraktekkan nilai moral, dan terbiasa berbuat sesuai dengan
aturan moral yang berlaku.

19
Dunia pendidikan mendorong upaya pemberantasan dan pencegahan
praktik korupsi dengan serius. Institusi pendidikan diyakini sebagai tempat
terbaik untuk menyebarkan dan menanamkan nilai-nilai antikorupsi.
Peserta didik yang akan menjadi tulang punggung bangsa di masa
mendatang sejak dini harus diajarkan untuk menjauhipraktik korupsi dan
dapat turut aktif memeranginya. Dengan cara melakukan pembinaan pada
aspek mental, spiritual dan moral.

20
DAFTAR PUSTAKA

Ihsan, Fuad, Dasar-Dasar Kependidikan, Rineka Cipta, Jakarta, 2003.


Surachmin dan Suhandi Cahaya, Strategi dan Teknik Korupsi, Untuk
mengetahui dan Mencegah, Sinar Grafika, Jakarta, 2010.
Buku Pendidikan Anti Korupsi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi tahun 2011.
http://pgri-jateng.info/archive/read/153/penanaman-nilai-nilai--anti-korupsi-di-
sekolah

21

Anda mungkin juga menyukai