Anda di halaman 1dari 35

DR. H. HUSEN SARUJIN, SH, MM, M.

Si, MH

Dosen Pengampu Mata Kuliah :

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

“PENDIDIKAN ANTI KORUPSI DAN PENCEGAHANNYA’’

OLEH :

KELOMPOK 9 KELAS PBI C

1. NURSABRINA SYARIF (20400121070)


2. NUR SUCI INDAH SARI (20400121084)
3. IKHSAN UMAR (20400121075)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS

2022
DR. H. HUSEN SARUJIN, SH, MM, M.Si, MH

DOSEN PENGAMPU MATA KULIAH PENDIDIKAN


PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN ALAUDDIN MAKASSAR.
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, shalawat serta
salam senantiasa tercurah kepada Rasulullah SAW beserta keluarga dan
sahabatnya. Berkat rahmat dan hidayahnyalah akhirnya kami dapat
menyelesaikan makalah yang membahas tentang “Pendidikan anti korupsi
dan cara pencegahannya ” ini.

Makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Pendidikan


Kewarganegaraan semester II .Dalam kesempatan ini kami menyampaikan
rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua
pihak yang telah memberikan bantuan, dorongan, bimbingan dan arahan
kepada penyusun.

Ucapan terima kasih dan penghargaan tersebut kami sampaikan kepada:

1. Allah SWT yang telah memberikan segalanya kepada penulis

2. Bapak Dr. H. Husen Sarujin, SH, MM, M.Si, MH selaku dosen penyusun
makalah ini.

Dalam makalah ini, kami menyadari masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu
segala saran dan kritik guna perbaikan dan kesempurnaan sangat kami
nantikan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penyusun
dan para pembaca pada umumnya.

Gowa , 20 Mei 2022

Penyusun

ii
DAFTAR ISI
BAB I....................................................................................................................................................5
PENDAHULUAN.................................................................................................................................5
A. LATAR BELAKANG................................................................................................................5
B. RUMUSAN MASALAH.........................................................................................................14
C. TUJUAN.............................................................................................................................14
BAB II.................................................................................................................................................15
PEMBAHASAN.................................................................................................................................15
A. PENGERTIAN KORUPSI....................................................................................................15
1. Apa itu korupsi ?................................................................................................................15
2. Jenis-jenis korupsi............................................................................................................17
B. PENGERTIAN PENDIDIKAN ANTI KORUPSI.................................................................18
a. Nilai-nilai pendidikan anti korupsi....................................................................................19
b. Tujuan pendidikan anti korupsi........................................................................................20
C. KASUS KORUPSI YANG TERJADI DI INDONESIA...................................................21
a. Faktor penyebab terjadinya korupsi di indonesia.........................................................21
1. Sifat Serakah Manusia.........................................................................................................21
2. Gaya Hidup yang Konsumtif...............................................................................................21
3. Dorongan Keluarga..............................................................................................................21
4. Aspek Pemahaman Masyarakat Terhadap Korupsi........................................................21
5. Aspek Ekonomi.....................................................................................................................21
6. Aspek Politis..........................................................................................................................22
7. Aspek Organisasi..................................................................................................................22
b. Teori penyebab korupsi....................................................................................................22
1. Teori Penyebab Korupsi Menurut Jack Bologne (GONE)...............................................22
2. Teori Penyebab Korupsi Robert Klitgaard (CDMA).........................................................22
3. Teori Penyebab Korupsi Menurut Donald R. Cressey Fraud.........................................23
4. Teori Cost-Benefit Model.....................................................................................................23
5. Teori Willingness and Opportunity to Corrupt...................................................................23
c. Kasus korupsi di indonesia..............................................................................................23
D. MENANAMKAN PENDIDIKAN ANTI KORUPSI DI JIWA PEMUDA.........................25
E. PENCEGAHAN KORUPSI..................................................................................................28
Peran masyarakat dalam membasmi korupsi.......................................................................30
BAB III................................................................................................................................................32

3
PENUTUP..........................................................................................................................................32
A. KESIMPULAN.......................................................................................................................32
B. SARAN...................................................................................................................................33
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................................34

4
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Masalah Korupsi telah menjadi perhatian semua pihak pada saat ini.
Bentukbentuk dan perwujudan korupsi jauh lebih banyak daripada kemampuan
untuk melukiskannya. Iklim yang diciptakan oleh korupsi menguntungkan bagi
tumbuh suburnya berbagai kejahatan.1 Korupsi pun menjadi permasalahan yang
sungguh serius dinegeri ini. Kasus korupsi sudah tidak terhitung lagi jumlahnya.
Berkembang dengan pesat, meluas dimana–mana, dan terjadi secara sistematis
dengan rekayasa yang canggih dan memanfaatkan teknologi modern. Kasus
terjadinya korupsi dari hari kehari kian marak. Hampir setiap hari berita tentang
korupsi menghiasi berbagai media. Bahkan Korupsi dianggap biasa dan
dimaklumi banyak orang sehingga masyarakat sulit membedakan nama
perbuatan korup dan mana perbuatan yang tidak korup. Meskipun sudah ada
komisi pemberantasan korupsi (KPK) dan beberapa instansi antikorupsi lainnya,
faktanya negeri ini menduduki rangking teratas sebagai negara terkorup di dunia.
Tindak korupsi di negeri ini bisa dikatakan mulai merajalela, bahkan menjadi
kebiasaan, dan yang lebih memprihatinkan adalah korupsi dianggap biasa saja
atau hal yang sepele. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk
mencegah terjadinya korupsi, namun tetap saja korupsi menjadi hal yang sering
terjadi. Memerangi korupsi bukan cuma menangkapi koruptor. Sejarah mencatat,
dari sejumlah kejadian terdahulu, sudah banyak usaha menangkapi dan
menjebloskan koruptor ke penjara. Era orde baru, yang berlalu, kerap
membentuk lembaga pemberangus korupsi. Mulai Tim Pemberantasan Korupsi
di tahun 1967, Komisi Empat pada tahun 1970, Komisi Anti Korupsi pada 1970,
Opstib di tahun 1977, hingga Tim Pemberantas Korupsi. Nyatanya,
penangkapan para koruptor tidak membuat jera yang lain. Koruptor junior terus
bermunculan.2 Upaya pemberantasan korupsi semata-mata hanya lewat
penuntutan korupsi, padahal yang perlu saat sekarang ini adalah kesadaran
setiap orang untuk taat pada undang-undang korupsi.3 Bangsa Indonesia
sekarang butuh penerus bangsa yang berakhlak mulia, dalam artian mempunyai
sikap dan perilaku yang baik. Kesadaran tersebut membuat pemerintah memutar

5
otak untuk bagaimana menciptakan hal tersebut. Lebih khusus kepada
penanaman nilai antikorupsi pada setiap individu putra bangsa. Namun
masalahnya adalah Membentuk hal tersebut tidaklah mudah seperti
membalikkan telapak tangan. Generasi sekarang memang masih mengalaminya
(korupsi), tetapi generasi yang akan datang, semoga dikabulkan Tuhan dengan
kerja keras semuanya, hanya akan melihat kejahatan korupsi, kemiskinan dan
ketimpangan sosial pada deretan diorama di Museum Nasional. Harapan
segenap bangsa ini adalah dimana korupsi tidak akan terjadi lagi digenerasi
berikutnya. Lain sisi, penindakan korupsi sekarang ini belum cukup dan belum
mencapai sasaran, hingga pemberantasan korupsi perlu ditambah dengan
berbagai upaya di bidang pencegahan dan pendidikan. Menanggapi masalah
tersebut beberapa kalangan elemen masyarakat mengungkapkan bahwa ada
kekeliruan dalam upaya pemberantasan korupsi oleh pemerintah, karena
fokusnya hanya kepada menindak para koruptor. Seperti apa yang dikatakan
oleh M. Zaki:

“di Indonesia, Pedagogi harapan tersebut, belum sepenuhnya masuk ke dalam


lini pendidikan. Negara justru mensibukkan dirinya dengan mengotak-atik
mahzab pidana mati dan perampasan aset diruang parlemen. Padahal esensi
dari aktivitas pemberantasan korupsi adalah melakukan pencegahan agar tidak
menimbulkan tindak pidana tersebut”.

Upaya pencegahan budaya korupsi dimasyarakat terlebih dahulu dapat


dilakukan dengan mencegah berkembangnya mental korupsi pada anak bangsa
Indonesia melalui pendidikan. Semangat antikorupsi yang patut menjadi kajian
adalah penanaman pola pikir, sikap, dan perilaku antikorupsi melalui sekolah,
karena sekolah adalah proses pembudayaan.6 Sedikit sekali upaya untuk
pencegahan korupsi, salah satunya yaitu lewat pendidikan antikorupsi.
Menyadari hal tersebut muncul gagasan untuk memasukkan materi antikorupsi
kedalam kurikulum pendidikan SD-SMU di Indonesia. Proses pendidikan
mestinya bersifat sistematis dan massif. Cara sistematis yang bisa ditempuh
adalah dengan melaksanakan pendidikan antikorupsi secara intensif. Pendidikan
antikorupsi menjadi sarana sadar untuk melakukan upaya pemberantasan
korupsi. Pendidikan antikorupsi merupakan tindakan untuk mengendalikan dan
6
mengurangi korupsi berupa keseluruhan upaya untuk mendorong generasi
mendatang untuk mengembangkan sikap menolak secara tegas terhadap setiap
bentuk korupsi. Mentalitas antikorupsi ini akan terwujud jika kita secara sadar
membina kemampuan generasi mendatang untuk mampu mengidentifkasi
berbagai kelemahan dari sistem nilai yang mereka warisi dan memperbaharui
sistem nilai warisan dengan situasi-situasi yang baru. Dalam konteks pendidikan,
“memberantas korupsi sampai ke akar-akarnya” berarti melakukan rangkaian
usaha untuk melahirkan generasi yang tidak bersedia menerima dan memaafkan
suatu perbuatan korupsi yang terjadi. Pendidikan antikorupsi melalui jalur
pendidikan lebih efektif, karena pendidikan merupakan proses perubahan sikap
mental yang terjadi pada diri seseorang, dan melalui jalur ini lebih tersistem serta
mudah terukur, yaitu perubahan perilaku anti korupsi. Perubahan dari sikap
membiarkan dan memaafkan para koruptor ke sikap menolak secara tegas
tindakan korupsi, tidak pernah terjadi jika kita tidak secara sadar membina
kemampuan generasi mendatang untuk memperbaharui sistem nilai yang
diwarisi (korupsi) sesuai dengan tuntutan yang muncul dalam setiap tahap
pernjalanan bangsa. Sekolah dapat mengambil peran strategis dalam
melaksanakan pendidikan antikorupsi terutama dalam membudayakan perilaku
antikorupsi di kalangan siswa. Pendidikan antikorupsi harus diberikan sejak dini
dan dimasukkan dalam proses pembelajaran dalam proses pembelajaran mulai
dari tingkat pendidikan dasar, menengah, dan pendidikan tinggi. Hal ini sebagai
upaya membentuk perilaku peserta didik yang antikorupsi. Kekhasan pendidikan
antikorupsi ialah dapat menghasilkan anak bangsa yang jujur boleh jadi
Indonesia akan menjadi bangsa yang teregister sebagai Pendidikan Antikorupsi
Sebagai Satuan Pembelajaran Berkarakter dan Humanistik bangsa paling
“bersih”. Diharapkan pemerintah dapat membangun kerja sama dengan berbagai
pilar utama pendidikan yaitu: sekolah, orang tua, dan masyarakat serta pihak
swasta dalam membangun karakter jujur dan membuat bangsa ini sehat secara
mental dan moral.9 Inti dari materi pendidikan antikorupsi ini adalah penanaman
nilai-nilai luhur yang terdiri dari sembilan nilai yang disebut dengan sembilan nilai
antikorupsi. Sembilan nilai tersebut adalah: tanggung jawab, disiplin, jujur,
sederhana, mandiri, kerja keras, adil, berani, dan peduli.

7
Sejak reformasi bergulir tahun 1998 yang lalu hingga kini, berita tentang
korupsi makin gencar. Berbagai harian (surat kabar) di Indonesia hampir tiap hari
dalam terbitannya memberitakan peristiwa korupsi. Dalam berita tersebut,
korupsi tidak hanya melanda kehidupan politik, tetapi juga ekonomi dan sosial.
Pelaku yang ditindak oleh aparat tidak hanya para pelaku bisnis, tetapi juga
mereka yang berasal dari kalangan birokrasi dan pemerintahan, DPR, DPRD,
bahkan pula kalangan kampus perguruan tinggi dan sekolah. Rakyat kecil pun,
seperti pedagang beras, pedagang buah, kondektur bus, sopir angkutan, dan
tukang becak pun turut melakukan korupsi kecil-kecilan. Korupsi tampaknya
sudah menjadi budaya masyarakat Indonesia. Korupsi sesungguhnya bukan
merupakan penyakit di luar diri bangsa. Ia adalah penyakit bawaan, sebab benih-
benih korupsi sudah ada dalam tubuh bangsa Indonesia tidak hanya pada
masamasa ketika Indonesia dijajah bangsa kolonial, tetapi juga sudah
berlangsung pada masa kejayaan kerajaan-kerajaan nusantara.

Upaya untuk mencegah meluasnya perbuatan korupsi dan tindakan hukum


untuk mengatasinya pun telah dilakukan pada masa kerajaan-kerajaan
nusantara. Azra (2006: viii) menulis bahwa pada masa kerajaan Islam nusantara,
Undang-Undang Melaka yang digunakan sebagai rujukan hukum di beberapa
kerajaan Islam di wilayah Sumatera, secara eksplisit memuat hukum larangan
suapmenyuap. Bahkan segala macam hadiah yang diperuntukkan bagi hakim
termasuk pemberian makanan dan uang yang bersumber dari baitul mal
dianggap sebagai suap dan tegas-tegas haram hukumnya. Korupsi menjadi
salah satu masalah yang serius di tubuh pemerintahan. Ia tidak hanya
merupakan masalah lokal, tetapi sudah menjadi fenomena internasional yang
memengaruhi seluruh masyarakat dan merusak seluruh sendi kehidupan.
Perhatian masyarakat internasional sangat tinggi terhadap fenomena korupsi ini.
Komitmen untuk melakukan pemberantasan korupsi didukung oleh lembaga-
lembaga pembiayaan dunia, seperti World Bank, ADB, IMF, dan organisasi
internasional lainnya seperti OECD dan APEC. PBB dalam sidang umum pada
tanggal 16 Desember 1996 mendeklarasikan upaya pemberantasan korupsi
dalam dokumen United Nation Declaration Against Corruption and Bribery In
International Commercial Transaction yang dipublikasikan sebagai resolusi PBB
Nomor A/RES/51/59 tanggal 28 Januari 1997. Semangat antikorupsi terus
8
berlanjut, ketika wakil-wakil dari masyarakat 93 negara menyatakan Declaration
of 8th International Conference Against Corruption di Lima Peru pada tanggal 11
September 1997. Dalam konferensi tersebut disepakati bahwa untuk memerangi
korupsi diperlukan kerjasama antara masyarakat, dunia usaha, dan pemerintah.
Butir-butir kesepakatan lainnya yang penting, Pendidikan Antikorupsi 3
diantaranya adalah semua penyelenggaraan pemerintahan harus dilakukan
secara transparan dan akuntabel serta harus menjamin independensi, integritas,
dan depolitisasi sistem peradilan sebagai bagian penting dari tegaknya hukum
yang akan menjadi tumpuan dari semua upaya pemberantasan korupsi secara
efektif. PBB terus berupaya menebar semangat antikorupsi kepada semua
bangsa di dunia, hingga pada tahun 2003 menetapkan konvensi melawan
korupsi (United Nations Convention Against Corruption). United Nations
Convention Against Corruption 2003 tersebut oleh pemerintah Indonesia
disahkan melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006. Dalam preambul
konvensi tersebut diungkapkan adanya keprihatinan atas keseriusan masalah
dan ancaman yang ditimbulkan oleh korupsi terhadap stabilitas dan keamanan
masyarakat yang merusak lembaga-lembaga dan nilai-nilai demokrasi, nilai-nilai
etika dan keadilan serta mengacaukan pembangunan yang berkelanjutan dan
penegakan hukum. Konvensi juga prihatin terhadap hubungan antara korupsi
dan bentuk-bentuk kejahatan lain, khususnya kejahatan terorganisasi dan
kejahatan ekonomi termasuk pencucian uang. Korupsi yang sudah berlangsung
lama sejak Indonesia kuno, madya, hingga modern tampaknya telah
membudaya. Bahkan Azra (2006: viii) memandang kultur korupsi telah sampai
pada level yang membahayakan bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara Indonesia. Bahkan secara universal boleh dikata korupsi sama tuanya
dengan umur manusia atau paling tidak sejak adanya organisasi negara, korupsi
muncul mengiringinya. Korupsi muncul menyertai kelahiran negara, sebab
negara memiliki. kekuasaan (power) yang jika tidak amanah akan dengan mudah
diselewengkan. Persoalan ini sudah diungkap oleh Lord Acton dalam
pernyataannya yang terkenal “power tend to corrupt and absolute power tend
corrupts absolutely”. Indonesia bukannya tidak berupaya memberantas korupsi.
Sejak era orde lama, orde baru, hingga era reformasi, pemerintah berusaha
keras melakukan pemberantasan korupsi. Pada masa orde baru bahkan telah
dikeluarkan TAP MPR mengenai pemberantasan korupsi dan puncaknya pada
9
tahun 1971 pemerintah Indonesia mengeluarkan Undang-Undang Nomor 3
Tahun 1971. Meskipun sudah ada undang-undang dan tim khusus yang dibentuk
Presiden Soeharto untuk menangani kasuskasus korupsi, perbuatan korupsi
masih saja dilakukan oleh para pengkhianat bangsa. Bahkan Soeharto turun dari
jabatan, karena disinyalir ada indikasi KKN. Agenda pemberantasan KKN yang
diusung oleh para mahasiswa pada tahun 1998 telah mendorong Soeharto untuk
mengundurkan diri dari jabatannya. Masyarakat mengira bahwa korupsi sebagai
penyakit kronis orde baru bakal hilang seiring dengan lengsernya Soeharto
beserta kroni-kroninya. Dugaan masyarakat ternyata meleset, karena penyakit
korupsi tersebut ternyata telah bermutasi menjadi neokorupsi pada masa
reformasi. Bahkan boleh dibilang korupsi makin menjadi-jadi pada masa
reformasi. Jika pada masa orde baru, orang melakukan korupsi secara
sembunyi-sembunyi atau di bawah meja, sedangkan pada masa reformasi,
korupsi dilakukan secara terang-terangan atau dilakukan di atas meja. Makin
kronisnya tindak korupsi ini mendorong MPR mengeluarkan Ketetapan MPR
Nomor XI/MPR/1998 tentang Pendidikan Antikorupsi 5 Penyelenggara Negara
Yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Salah satu dasar
pertimbangan (konsiderans) dikeluarkannya TAP MPR ini adalah bahwa dalam
penyelenggaraan negara telah terjadi praktik-praktik usaha yang lebih
menguntungkan sekelompok tertentu yang menyuburkan korupsi, kolusi, dan
nepotisme yang melibatkan para pejabat negara dengan para pengusaha,
sehingga merusak sendi-sendi penyelenggaraan negara dalam berbagai aspek
kehidupan nasional. Sebagai tindak lanjut dari TAP MPR tersebut, Pemerintah
bersama DPR menetapkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang
Penyelenggara Negara Yang Bersih dan Bebas KKN dan Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Salah satu dasar
pertimbangan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 adalah
bahwa korupsi, kolusi, dan nepotisme tidak hanya dilakukan antarpenyelenggara
negara, melainkan juga antara penyelenggara negara dan pihak lain yang dapat
merusak sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara serta
membahayakan eksistensi negara, sehingga diperlukan landasan hukum untuk
pencegahannya (Pembinaan Jaringan Kerjasama Antar Komisi dan Instansi KPK
2006: 153). Upaya untuk mencegah dan memberantas korupsi dalam UU Nomor
10
28 tersebut dituangkan dalam pasal 5 mengenai kewajiban penyelenggara
negara. Beberapa kewajiban tersebut diantaranya: bersedia diperiksa
kekayaannya sebelum, selama, dan setelah menjabat (ayat 2), melaporkan dan
mengumumkan kekayaannya sebelum dan setelah menjabat (ayat 3), tidak
melakukan perbuatan korupsi, kolusi, dan nepotisme (ayat 4), dan melaksanakan
tugas dengan penuh rasa tanggung jawab dan tidak melakukan perbuatan
tercela, tanpa pamrih baik untuk kepentingan pribadi, keluarga, kroni, maupun
kelompok dan tidak mengharapkan imbalan dalam bentuk apapun yang
bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
(ayat 6). Dengan pengaturan yang jelas mengenai kewajiban penyelenggara
negara terutama yang bersinggungan dengan masalah KKN tersebut,
diharapkan para penyelenggara negara dapat menjalankan tugas dan
kewajibannya secara profesional disertai rasa tanggung jawab yang tinggi,
sehingga pada gilirannya masyarakat dapat menikmati hak-haknya secara baik
dan roda pembangunan berjalan lancar. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001
sebagai perubahan dari Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 dan juga
merupakan kelanjutan dari Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 dalam
konsideransnya menyatakan bahwa tindak pidana korupsi yang selama ini terjadi
secara meluas, tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga merupakan
pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas,
sehingga tindak pidana korupsi digolongkan sebagai kejahatan yang
pemberantasannya harus dilakukan secara luar biasa. Sanksi pidana yang
dijatuhkan kepada pelaku korupsi menurut UU Nomor 20 Tahun 2001 cukup
berat. Misalnya, jika seseorang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada
hakim dengan maksud untuk memengaruhi putusan perkara yang diserahkan
kepadanya untuk diadili, maka yang bersangkutan dapat dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling Pendidikan Antikorupsi 7 lama 15
(lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 150.000.000,00 dan paling
banyak Rp 750.000.000,00 (pasal 6 ayat (1) a). Sanksi yang dijatuhkan bagi
koruptor tersebut, dalam realitasnya tidak menyurutkan langkah dan kenekatan
para koruptor atau calon koruptor baru. Itulah sebabnya, Pemerintah bersama
DPR menetapkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK). Pembuat Undang-Undang KPK
menyadari bahwa lembaga pemerintah yang menangani perkara tindak pidana
11
korupsi saat ini, seperti kepolisian dan kejaksaan, belum berfungsi secara efekti
dan efisien dalam memberantas tindak pidana korupsi. Tidak jarang oknum-
oknum dari kedua lembaga tersebut berlepotan oli hitam korupsi yang melumuri
wajah, tangan, badan, dan kaki mereka, sehingga tidak mungkin mereka mampu
membersihkan diri dengan sabun antikorupsi. Oleh karenanya dibutuhkan
sebuah lembaga negara yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya
bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun. Lembaga
tersebut adalah Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau disingkat
KPK. Lembaga yang dibentuk dengan menelan biaya tidak kurang dari Rp 6,4
miliar tersebut kehadirannya tidak sia-sia. Kenyataannya, sejak KPK dibentuk,
banyak pejabat negara seperti menteri, anggota DPR/MPR, pejabat kepolisian
dan kejaksaan, gubernur, bupati/wali kota, politisi, dan para pengusaha kelas
kakap, ditangkap dan dijebloskan ke dalam penjara. Prestasi tersebut tidak
pernah dicapai oleh kepolisian dan kejaksaan meskipun mereka sudah lama
eksis. Perhatian dan dukungan yang besar dari masyarakat dan lembaga-
lembaga antikorupsi kepada KPK, makin memantapkan tekat dan langkah KPK
memberantas korupsi hingga ke akar-akarnya. Sebagaimana sudah diuraikan
sebelumnya bahwa keberadaan lembaga-lembaga penegak hukum terhadap
tindak pidana korupsi ternyata belum menyurutkan nyali koruptor untuk mencuri
atau merampok harta negara dan rakyat demi kepentingan diri, keluarga, dan
kelompok mereka. Upaya-upaya kuratif memang memberikan hasil seketika dan
memberi efek jera yang hebat, namun karena spektrum perilaku korupsi yang
demikian luas, maka diperlukan upaya lain yang hasilnya tidak bisa dilihat
sekarang, yakni melalui pendidikan antikorupsi. Pendidikan antikorupsi yang
dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 ditangani oleh Subbidang
Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat merupakan pilar penting dari Bidang
Pencegahan KPK. Adanya Bidang Pencegahan KPK yang membawahi
Subbidang Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat akan memperkuat tugas KPK
terutama dalam hal melakukan tindakan-tindakan pencegahan terhadap tindak
pidana korupsi. Dalam kaitan persoalan di atas, muncul pertanyaan apakah
pendidikan antikorupsi efektif untuk melakukan pencegahan terhadap tindak
pidana korupsi, mengingat korupsi sudah seperti tulang dan daging dalam
kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia. Sebagaimana diketahui
bahwa sudah ada lembaga penegak hukum andal seperti Kepolisian, Kejaksaan,
12
dan KPK serta sanksi yang dijatuhkan kepada pelaku pun berat baik dari sisi
lama pidananya maupun jumlah denda yang harus dibayar, namun korupsi tetap
ada di mana-mana bahkan menyebar dan meluas ke relung-relung kehidupan
yang dulu tidak pernah Pendidikan Antikorupsi dibayangkan akan masuk. Masih
perlukah tindakan pencegahan, berupa pendidikan antikorupsi? Pendidikan
antikorupsi mutlak diperlukan untuk memperkuat pemberantasan korupsi yang
sedang berjalan, di antaranya melalui reformasi sistem (constitutional reform)
dan reformasi kelembagaan (institutional reform) serta penegakan hukum (law
enforcement). Menurut Azra (2006: viii), pendidikan antikorupsi merupakan
upaya reformasi kultur politik melalui sistem pendidikan untuk melakukan
perubahan kultural yang berkelanjutan, termasuk untuk mendorong terciptanya
good governance culture di sekolah dan perguruan tinggi. Sekolah atau
perguruan tinggi dapat mengambil peran strategis dalam melaksanakan
pendidikan antikorupsi terutama dalam membudayakan perilaku antikorupsi di
kalangan siswa dan mahasiswa. Melalui pengembangan kultur sekolah,
diharapkan siswa-siswa memiliki modal sosial untuk membiasakan berperilaku
antikorupsi. Pendidikan anti korupsi seyogyanya diberikan kepada anak-anak
paling tidak sejak mereka duduk di bangku SD. Anakanak SD yang berusia
antara 7 hingga 12 tahun dapat berpikir transformasi revesible atau dapat
dipertukarkan dan kekekalan (Disiree 2008: 2). Mereka dapat mengerti adanya
perpindahan benda. Mereka mampu membuat klasifikasi dalam level konkret.

13
B. RUMUSAN MASALAH

Rumusan masalah ini, dimaksudkan agar penelitian tidak melebar


permasalahannya. sehingga mudah untuk memahami hasilnya. Berdasarkan
latar belakang diatas maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut:

1. Apa yang di maksud dengan korupsi ?


2. Apa yang di maksud dengan pendidikan anti korupsi ?
3. Kasus kasus korupsi yang pernah terjadi di indonesia ?
4. Bagaimana menanamkan pendidkan anti korupsi dalam jiwa-jiwa muda ?
5. Bagaimana cara pencegahan korupsi ?

C. TUJUAN

1. Untuk mengetahui pengertian korupsi


2. Untuk mengetahui pengertian pendidikan anti korupsi
3. Untuk mengetahui kasus korupsi nyang pernah terjadi di indonesia
4. Untuk mengetahui cara menanamkan pendidikan anti korupsi dalam
jiwa-jiwa muda
5. Untuk mengetahui cara pencegahan korupsi

14
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN KORUPSI

1. Apa itu korupsi ?

Korupsi berasal dari bahasa Latin corruptio atau corruptus yang kemudian
dikatakan bahwa corruptio berasal dari bahasa Latin yang lebih tua, yaitu
corrumpere. Secara harfiah, korupsi adalah kebusukan, keburukan, kebejatan,
ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, dan penyimpangan dari kesucian.

Pengertian korupsi secara gamblang telah dijelaskan dalam 13 buah pasal dalam


UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001. Dari sudut pandang hukum,
tindak pidana korupsi secara garis besar memenuhi unsur-unsur seperti perbuatan
melawan hukum, penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana,
memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi, dan merugikan keuangan
negara atau perekonomian negara. Penyebab korupsi bisa bermacam-macam,
tergantung konteksnya. Biasanya media sering mempublikasikan kasus korupsi
yang berkaitan dengan kekuasaan dalam pemerintahan. Pada faktanya, korupsi
sebenarnya telah terjadi dari hal paling sederhana sampai hal-hal yang lebih
kompleks.

Korupsi sekarang ini banyak dikaitkan dengan politik, ekonomi,


kebijakan pemerintahan dalam masalah sosial maupun internasional, serta
pembangunan nasional. Setiap tahun bahkan mungkin setiap bulan, banyak pejabat
pemerintah yang tertangkap karena melakukan tindakan korupsi. Pengertian korupsi
bisa kamu temui dalam berbagai macam perspektif. Seperti yang telah disebutkan
sebelumnya, pengertian korupsi bisa terjadi dari segi kehidupan mana pun, tidak
hanya pada pemerintahan. Akibatnya korupsi juga berkembang degan begitu
banyak definisi. Secara internasional belum ada satu definisi yang menjadi satu-
satunya acuan di seluruh dunia tentang apa yang dimaksud dengan korupsi.

15
Korupsi adalah istilah yang berasal dari bahasa Latin corruptio dari kata kerja
corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik,
menyogok, mencuri, maling. Menurut kamus Oxford, pengertian korupsi adalah
perilaku tidak jujur atau ilegal, terutama dilakukan orang yang berwenang.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian korupsi adalah


penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan, organisasi,
yayasan, dan sebagainya) untuk keuntungan pribadi atau orang lain.

Sementara itu, menurut hukum di Indonesia, pengertian korupsi adalah perbuatan


melawan hukum dengan maksud memperkaya diri sendiri/orang lain, baik
perorangan maupun korporasi, yang dapat merugikan keuangan
negara/perekonomian negara.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-Undang Nomor


20 Tahun 2001. Ada 30 delik tindak pidana korupsi yang dikategorikan menjadi 7
jenis. Kerugian keuangan negara, penyuapan, pemerasan, penggelapan dalam
jabatan, kecurangan, benturan kepentingan dalam pengadaan barang dan jasa,
serta gratifikasi.

Dalam arti yang luas, pengertian korupsi adalah penyalahgunaan jabatan resmi
untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintah/pemerintahan rentan korupsi
dalam praktiknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam
bentuk penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima
pertolongan, sampai dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya. 

16
2. Jenis-jenis korupsi

Masih mengutip buku 'Teori & Praktik Pendidikan Anti Korupsi' menurut studi yang
dilakukan oleh Transparency International Indonesia, praktik-praktik korupsi, meliputi
manipulasi uang negara, praktik suap dan pemerasan, politik uang, dan kolusi
bisnis. Pada dasarnya praktik korupsi dapat dibagi menjadi beberapa jenis, yakni :

1. Penyuapan (Bribery)

Penyuapan adalah pembayaran dalam bentuk uang atau sejenisnya yang


diberikan atau diambil dalam hubungan korupsi. Dengan demikian, dalam konteks
penyuapan, korupsi adalah tindakan membayar atau menerima suap. Penyuapan
biasanya dilakukan dengan tujuan untuk memuluskan atau memperlancar urusan
terutama ketika harus melewati proses birokrasi formal.

2. Penggelapan/Pencurian (Embezzlement)

Penggelapan atau pencurian merupakan tindakan kejahatan menggelapkan atau


mencuri uang rakyat yang dilakukan oleh pegawai pemerintah, pegawai sektor
swasta, atau aparat birokrasi.

3. Penipuan (Fraud)

Penipuan atau fraud dapat didefinisikan sebagai kejahatan ekonomi berwujud


kebohongan, penipuan, dan perilaku tidak jujur. Jenis korupsi ini merupakan
kejahatan ekonomi yang terorganisir dan biasanya melibatkan pejabat.
Dengan begitu, kegiatan penipuan relatif lebih berbahaya dan berskala lebih luas
dibandingkan penyuapan dan penggelapan.

4. Pemerasan (Extortion)

Korupsi dalam bentuk pemerasan merupakan jenis korupsi yang melibatkan aparat
17
dengan melakukan pemaksaan untuk mendapatkan keuntungan sebagai imbal jasa
pelayanan yang diberikan. Pada umumnya, pemerasan dilakukan from above, yaitu
dilakukan oleh aparat pemberi layanan terhadap warga.

5. Favoritisme (Favortism)

Favoritisme dikenal juga dengan pilih kasih merupakan tindak penyalahgunaan


kekuasaan yang melibatkan tindak privatisasi sumber daya.
Cara Memberantas Korupsi di Indonesia

B. PENGERTIAN PENDIDIKAN ANTI KORUPSI

Hari-hari ini kita menyaksikan berita tentang tindak pidana korupsi dan perilaku
koruptif di mana-mana. Terjadi di hampir semua daerah di Tanah Air, di semua level,
dan di semua segi kehidupan dengan beragam jenis, modus, dan kompleksitas.
Perilaku koruptif telah merasuki semua elemen bangsa. Padahal kita semua tahu
bahwa korupsi adalah perilaku yang tidak bermoral. Sebuah ironi.

Muara dari persoalan korupsi adalah hilangnya nilai-nilai antikorupsi (jujur, peduli,
mandiri, disiplin, tanggung- jawab, kerja keras, sederhana, berani, adil) dari dalam diri
individu. Ketika hari-hari ini kita menyaksikan kasus-kasus korupsi kian marak, meluas
dan beragam, serta perilaku saling tidak percaya, saling menyalahkan, lepas
tanggungjawab, mencari jalan pintas, arogan, inkonsisten, dan rupa-rupa perilaku tak
pantas lainnya kian menyesakkan dada, kita sadar budaya antikorupsi kita menghilang.
Kemanakah budaya antikorupsi kita?

Di satu sisi Bangsa kita memiliki kelemahan perilaku yang diwariskan sebagai hasil
penjajahan. Sejak lama kita sadari kelemahan ini. Mental menerabas, tidak menghargai
waktu, meremehkan mutu, tidak percaya diri, dan banyak lagi.

Sementara di sisi lain, dunia pendidikan yang diharapkan menjadi penguat budaya
antikorupsi makin dirasakan tidak konsisten dalam menjalankan fungsinya. Proses

18
pendidikan seperti mementingkan penguasaan pengeta- huan semata ketimbang
membiasakan perilaku baik. Sekalipun sekolah mengimplementasikan berbagai
kegiatan sejenis, akan tetapi hal tersebut dilaksanakan seolah terpisah dari proses
pembelajaran yang utuh.

Oleh karena itu, inilah saatnya untuk mengembalikan sekolah sebagai lokomotif
penguatan budaya antikorupsi untuk jangka panjang. Kita awali dengan melakukan
Pendidikan Antikorupsi yang dimotori oleh satuan pendidikan. Pendidikan anti
korupsi adalah program pendidikan tentang korupsi yang bertujuan untuk
membangun dan meningkatkan kepedulian warganegara terhadap bahaya dan
akibat dari tindakan korupsi.

a. Nilai-nilai pendidikan anti korupsi

Nilai-nilai anti korupsi adalah kejujuran, kepedulian, kemandirian, kedisiplinan,


tanggungjawab, kerja keras, kesederhanaan, keberanian, dan keadilan. Pengertian
nilai-nilai tersebut dapat dipaparkan sebagai berikut :

1 . Kejujuran

Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu
dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan

2. Kepedulian Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang
lain dan masyarakatyang membutuhkan

3. Kemandirian Sikap dan perilaku yang tidak mudah pada orang lain dalam
menyelesaikan tugas-tugas

4. Kedisipilinan Tindakan yang menunjukkan periaku tertib dan patuh pada


perbagai ketentuan dan peraturan

5. Tanggungjawab Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan


kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat,
lingkungan (alam, sosial,budaya), negara, dan Tuhan yang Maha Esa

19
6. Kerja keras Perilaku yang menunjukkan upaya sungguhsungguhdalam menatasi
berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-
baiknya

7. Kesederhanaan Bersahaja, sikap dan perilku yang tidak berlebihan, tidak banyak
seluk beluknya, tidak banyak pernik , lugas, apa adanya, hemat sesuai kebutuhan,
dan rendah hati

8. Keberanian Mempunyai sifatyang mantap dan rasa percaya diri yang besar
dalam menghadapi bahaya, kesulitan, dsb (tidak takut, gentar), dan pantang mundur

9. Keadilan Sama beat, tidak berat sebelah, tidak pilih kasih, berpihak pada
kebenaran,, sepatutnya, tidak sewenang-wenang, netral, objektif, dan proporsional.
Pendidikan anti korupsi merupakan salah satu pendidikan karakter , yang bertujuan
unuk memperbaiki karakter bangsa dengan titik tekan agar generasi muda tidak
melakukan dan berkata “tidak”untuk korupsi.

b. Tujuan pendidikan anti korupsi

Pendidikan Anti Korupsi bagi mahasiswa bertujuan untuk memberikan


pengetahuan yang cukup tentang seluk beluk korupsi dan pemberantasannya serta
menanamkan nilai-nilai anti korupsi. Tujuan utama dari pendidikan anti
korupsi adalah memperlihatkan fenomena korupsi sampai dengan akibat
dari korupsi itu sendiri. Oleh karena itu, pendidikan anti
korupsi merupakan pendidikan penanaman nilai-nilai dasar untuk membentuk
sifat anti korupsi dari setiap mahasiswa.

C. KASUS KORUPSI YANG TERJADI DI INDONESIA

20
a. Faktor penyebab terjadinya korupsi di indonesia

1. Sifat Serakah Manusia

Faktor internal penyebab terjadinya korupsi yang pertama, yaitu karena adanya
sifat serakah manusia. Setiap manusia memiliki sikap serakah, selalu merasa tidak
berkecukupan, dan memiliki hasrat besar untuk memiliki segalanya. Jika tidak dapat
mengendalikan diri, maka korupsi akan terjadi dari diri sendiri.

2. Gaya Hidup yang Konsumtif

Demi diterima dalam lingkungan sosial, banyak orang memilih untuk melakukan
gaya hidup yang konsumtif. Hal ini bisa menyebabkan terjadinya korupsi secara
disadari. Perilaku konsumtif adalah perilaku yang suka membeli barang-barang tidak
penting, dengan harga yang mahal maupun ekonomis. Perilaku ini dilakukan untuk
memenuhi semua keinginan yang sementara.

3. Dorongan Keluarga

Karena memiliki jabatan yang tinggi, ada beberapa orang yang menyelewengkan
jabatannya untuk korupsi. Bahkan pelaku tindak pidana korupsi mendapatkan
dorongan dari keluarganya untuk melakukan perbuatan tersebut. Hal ini tentu saja
didasari dengan alasan memenuhi kebutuhan keluarga.

4. Aspek Pemahaman Masyarakat Terhadap Korupsi

Adanya aspek pemahaman masyarakat yang kurang terhadap korupsi, bisa menjadi
penyebab terjadinya korupsi. Hal ini dasari karena masyarakat tidak sadar kalau
terlibat dalam korupsi, atau menjadi korban utama dalam tindak pidana korupsi.
Masyarakat juga kurang paham, jika korupsi dapat dicegah dan diberantas.

5. Aspek Ekonomi

Penyebab terjadinya korupsi paling sering karena adanya aspek ekonomi. Karena
banyaknya kebutuhan untuk hidup dan merasa memiliki pendapatan yang kurang,
sehingga ada sebagian orang yang nekat melakukan korupsi. Aspek ekonomi bisa

21
menjadi dasar manusia merasa terdesak untuk mengambil jalan pintas, demi
mencukupi kebutuhan dan keinginannya.

6. Aspek Politis

Aspek politis dapat menyebabkan terjadinya korupsi. Tindakan ini dilakukan


karena memiliki jabatan atau kekuasaan yang tinggi di pemerintahan. Demi
mempertahankan jabatan dan memenangkan urusan politik, maka banyak orang
melakukan tindakan korupsi.

7. Aspek Organisasi

Penyebab terjadinya korupsi yang terakhir, yaitu karena aanya aspek organisasi.
Biasanya hal ini akan didukung karena organisasi tersebut tidak memiliki aturan
yang kuat. Organisasi juga tidak memiliki pemimpin yang dapat diteladani.
Parahnya, organisasi tidak memiliki lembaga pengawasan dan sistem pengendalian
manajemen yang lemah.

b. Teori penyebab korupsi

1. Teori Penyebab Korupsi Menurut Jack Bologne (GONE)

Menurut Jack Bologne, korupsi disebabkan karena adanya keserakahan (Greed),


kesempatan (Opportunity), kebutuhan (Needs), dan pengungkapan (Expose). Teori
penyebab korupsi ini dikenal dengan istilah GONE. Dengan adanya sikap serakah,
seeorang atau suatu organisasi memiliki kesempatan untuk melakukan tindakan
curang, untuk memperkaya diri sendiri dan merugikan orang lain. Hal ini didasari
karena tiap individu memiliki kebutuhan. Sehingga adanya pengungkapan yang
berhubungan dengan tindak pidana korupsi.

2. Teori Penyebab Korupsi Robert Klitgaard (CDMA)

Penyebab korupsi menurut Robert Klitgaard disingkat dengan istilah CDMA,


yaitu Corruption, Directionary, Monopoly dan Accountability. Sehingga dapat

22
disimpulkan bahwa korupsi terjadi karena disebabkan oleh faktor kekuasaan dan
monopoli yang disertai adanya akuntabilitas.

3. Teori Penyebab Korupsi Menurut Donald R. Cressey Fraud

Donald R. Cressey Fraud berpendapat bahwa penyebab korupsi karena adanya


teori triangle, yaitu  kesempatan, motivasi, dan rasionalisasi. Dengan adanya ketiga
faktor ini, seseorang atau organisasi dapat melakukan korupsi secara besar-besar,
tanpa memperhatikan kebutuhan orang lain.

4. Teori Cost-Benefit Model

Penyebab korupsi bisa didasari dengan adanya teori Cost-Benefit Model. Teori ini


menjelaskan bahwa orang yang melakukan tindak pidana korupsi, lebih memikirkan
tentang manfaat yang didapatkan saat melakukan korupsi daripada risikonya.
Sehingga pelaku tindak pidana korupsi sering mengabaikan konsekuensi atau
risikonya.

5. Teori Willingness and Opportunity to Corrupt

Penyebab korupsi yang terakhi adalah adanya pandangan tentang teori Willingness


and Opportunity to Corrupt. Teori ini menjelaskan bahwa penyebab korupsi adalah
adanya kesempatan atau peluang, yang didorong dengan niat atau keinginan untuk
kebutuhan atau kepentingan pribadi.

c. Kasus korupsi di indonesia

Kasus korupsi di Indonesia masih terus terjadi. Berdasarkan Indeks Persepsi


Korupsi 2021, Indonesia berada di peringkat 96 dari 180 negara. Sementara itu
berdasarkan survei dari Badan Pusat Statistik (BPS) di tahun 2021, Indeks Perilaku
Anti Korupsi berada di kisaran 3,88%.

23
Kasus Korupsi berhasil diungkap oleh lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK). Beberapa kasus besar yang sangat banyak merugikan Negara ini sangat
memecahkan rekor dengan nilai yang fantastis.

Soeharto
Mantan Presiden kedua kita yaitu Soeharto telah melakukan tindak pidana korupsi
terbesar dalam sejarah dunia. Perkiraan harta Negara yang telah dicuri oleh
Soeharto sekitar 15 hingga 35 miliar dollar AS atau sekitar Rp.490 triliun.

Kasus BLBI
Kasus korupsi Bantuan Likuiditas Nak Indonesia (BLBI) menjadi salah satu  kasus
korupsi terbesar yang ada di Indonesia. BLBI adalah program pinjaman dari Bank
Indonesia kepada sejumlah bank yang mengalami masalah pembayaran kewajiban
saat menghadapi krisis moneter 1998. Bank yang telah mengembalikan bantuan
mendapatkan Surat Keterangan Lunas (SKL), namun belakangan diketahui SKL itu
diberikan sebelum bank tertentu melunasi bantuan. Menurut keterangan dari KPK
kerugian negara akibat kasus megakorupsi ini mencapai Rp 3,7 triliun.

Asabri
Kasus PT Asabri menjadi sorotan meskipun belum diketahui secaa pasti, namun
total kerugian Negara diyakini mencapai Rp.10 triliun.

Jiwasraya
Kasus korupsi yang menjerat PT Asuransi Jiwasraya (Persero) menjadi sorotan
publik . Jiwasraya sebelumnya mengalami gagal bayar polis kepada nasabah terkait
investasi Saving Plan sebesar Rp.12,4 triliun. Produk tersebut adalah asuransi jiwa
berbalut investasi hasil kerja sama dengan sejumlah bank sebagai agen penjual.dan
akibatnya, negara mengalami kerugian lebih dari Rp 13,7 triliun.

Kasus E-KTP
Kasus pengadaan E-KTP menjadi kasus korupsi yang paling fenomenal. Kasus ini
menyeret Mantan Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto yang telah bergulir
sejak 2011 dengan total kerugian negara mencapai Rp 2,3 triliun.

24
Ada sekitar 280 saksi yang telah diperiksa KPK atas kasus ini dan hingga kini ada 8
orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka.

Pelindo II
Ada empat proyek di PT Pelindo II yang menyebabkan kerugian negara mencapai
Rp 6 triliun. Empat proyek tersebut di luar proyek pengadaan mobile crane dan quay
crane container yang dugaan korupsinya ditangani oleh Bareskrim Polri dan KPK.
Kasus ini menyeret nama mantan Dirut PT Pelindo RJ Lino yang telah ditetapkan
tersangka sejak 2015 lalu. Dalam kasus ini, Lino juga diduga menyalahgunakan
wewenangnya dengan menunjuk langsung HDHM dari China dalam pengadaan tiga
unit QCC.

D. MENANAMKAN PENDIDIKAN ANTI KORUPSI DI JIWA PEMUDA

Praktek-paktek korupsi terjadi dihampir semua daerah di tanah air, disemua level
dan disemua segi kehidupan dengan beragam jenis modus dan kompleksitas,
artinya sifat atau perilaku korupsi ini telah merasuki semua elemen bangsa tanpa
mengenal usia, latar belakang, jenis kelamin, ras dan lain sebagianya. Padahal kita
tahu bahwa korupsi adalah perilaku yang tidak bermoral. Muara dari persoalan
korupsi adalah hilangnya nilai-nilai anti korupsi itu sendiri yakni jujur, peduli, mandiri,
disiplin, tanggungjawab, sederhana, berani, adil dari dalam diri individu. Korupsi juga
menjadi masalah serius dan menjadi bahaya yang harus segera ditangani oleh
seluruh kalangan masyarakat disebabkan kondisi keuangan negara tergerogoti
habis oleh praktek korupsi pejabat negara. Hal ini perlu diatasi secara tepat sebagai
wujud kesadaran kita sebagai masyarakat yang masih rindu akan kemakmuran
bangsa. Lembaga pendidikan menjadi salah satu media strategis dalam rangka
menyuarakan kebaikan serta membekali generasi muda yang bebas korupsi

Keberhasilan penanaman nilai-nilai antikorupsi dipengaruhi cara penyampaian dan


pendekatan pembelajaran yang dipergunakan. Untuk tidak menambah beban siswa
yang sudah cukup berat, perlu dipikirkan secara matang bagaimana model dan
pendekatan yang akan dipilih. Ada tiga model penyelenggaraan pendidikan untuk

25
menanamkan nilai-nilai antikorupsi yang dapat dilakukan di sekolah, yaitu:

A. Kegiatan Ekstrakurikuler

1. Pendidikan ekstrakurikuler khusus


Penanaman nilai antikorupsi dapat ditanamkan melalui kegiatan-kegiatan di
luar pembelajaran misalnya dalam kegiatan ekstrakurikuler atau kegiatan
insidental. Penanaman nilai dengan model ini lebih mengutamakan
pengolahan dan penanaman nilai melalui suatu kegiatan untuk dibahas dan
dikupas nilai-nilai hidupnya. Model ini dapat dilaksanakan oleh guru sekolah
yang bersangkutan yang mendapat tugas tersebut atau dipercayakan pada
lembaga di luar sekolah untuk melaksanakannya, misalnya dari Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK).

a. Materi
Materi yang harus disampaikan sebagai berikut:

Peserta didik dapat:


2. Memahami manfaat disiplin
3. Mengidentifikasi karakter disiplin
4. Melakukan control diri terhadap tidakan disiplin
5. Memahami dampak perilaku tidak berdisiplin

6. Memahami manfaat berbuat jujur


7. Mengidentifikasi karakter jujur
8. Melakukan control diri terhadap tidakan kejujurannya
9. Memahami dampak perilaku tidak jujur

10. Memahami manfaat bertanggung jawab


11. Mengidentifikasi karakter tanggung jawab
12. Melakukan control diri terhadap tanggung jawab yang dilakukan
13. Memahami dampak perilaku tidak bertanggung jawab

14. Memahami manfaat hidup sederhana


15. Mengidentifikasi karakter kesederhanaan

26
16. Melakukan control diri terhadap kesederhanaan yang dilakukan
17. Memahami dampak perilaku tidak berdisiplin

18. Memahami manfaat bekerja keras


19. Mengidentifikasi karakter kerja keras
20. Melakukan control diri terhadap tidakan kerja keras
21. Memahami dampak perilaku tidak bekerja keras

23. Mengidentifikasi karakter mandiri


24. Melakukan control diri terhadap tidakan mandiri
25. Memahami dampak perilaku tidak mandiri

26. Memahami manfaat berbuat berani


27. Mengidentifikasi karakter Tindakan berani
28. Melakukan Tindakan berani sesuai dengan situasi dan kondisinya
29. Memahami dampak perilaku tidak berani sesuai dengan situasi dan
kondisinya

30. Memahami manfaat adil


31. Mengidentifikasi karakter berbuat adil
32. Melakukan control diri terhadap tidakan adil yang dilakukan
33. Memahami dampak perilaku tidak adil

34. Memahami manfaat peduli


35. Mengidentifikasi karakter peduli
36. Melakukan control diri terhadap tidakan peduli yang dilakukan
37. Memahami dampak perilaku tidak berdisiplin

b.Metode
Metode penyampaian materi Pendidikan antikorupsi melalui kegiatan ekstrakurikuler
khusus ini menggunakan prinsip “belajar sambil bermain”. Teknik penyampaian
dapat melalui:

 a. Kolaborasi, kegiatan diskusi dari pengamatan fakta


 b. Bermain peran

27
 c. Debat
 d. Dan lain-lain

2. Pengembangan Kegiatan Ekstrakurikuler Wajib Pramuka

Disain Ekstrakurikuler Wajib Pendidikan Kepramukaan dalam konteks Kurikulum


2013, pada dasarnya berwujud proses aktualisasi dan penguatan capaian
pembelajaran Kurikulum 2013, ranah sikap dalam bingkai KI-1, KI-2, dan ranah
keterampilan dalam KI-4, sepanjang yang bersifat konsisten dan koheren dengan
sikap dan kecakapan Kepramukaan.

Dengan demikian terjadi proses saling interaktif dan saling menguatkan (mutually
interactive and reinforcing). Secara programatik, Ektrakurikuler Wajib Pendidikan
Kepramukaan diorganisasikan dalam model blok, model aktualisasi, dan model
regular di gugus depan. Apapun model yang dilaksanakan, Pendidikan antikorupsi
sangat strategis ditanamkan dalam berbagai kegiatan kepramukaan. Hal ini sesuai
dengan prinsip kepramukaan yang menggunakan trisatya dan dasadarma sebagai
ruhnya.

E. PENCEGAHAN KORUPSI

Korupsi memicu kemiskinan dan kerawanan sosial. Oleh karena itu, tindak pidana
korupsi dapat menjadi pangkal dari permasalahan yang lain, termasuk mengganggu
penciptaan lapangan kerja dan meningkatkan harga kebutuhan pokok. Hal ini
tecermin dari hasil sebuah survei nasional pada November 2021 yang lalu.
Masyarakat menempatkan pemberantasan korupsi sebagai permasalahan kedua
yang mendesak untuk diselesaikan.

Hasil survei tersebut melansir pada urutan pertama, rakyat menginginkan


penciptaan lapangan kerja. Persentasenya mencapai 37,3 persen. Urutan kedua
adalah pemberantasan korupsi mencapai 15,2 persen. Dan, urutan ketiga adalah

28
masyarakat menginginkan harga kebutuhan pokok yang terjangkau sebesar 10,6
persen.

Terlepas dari persepsi antikorupsi yang membaik, Kepala Negara juga menyoroti
indeks persepsi korupsi tahun 2020 Indonesia yang masih tertinggal dibandingkan
dengan negara-negara Asia lainnya. Dari 180 negara Indonesia berada di posisi ke-
102. Adapun Singapura menempati ranking ke-3, Brunei Darussalam ranking 35,
Malaysia ranking 57, dan Indonesia tercecer di ranking 102.

Oleh karena itu, Presiden Jokowi menekankan perlunya upaya keras untuk
memperbaiki hal tersebut. "Aparat penegak hukum termasuk KPK, sekali lagi jangan
cepat berpuas diri dulu, karena penilaian masyarakat terhadap upaya
pemberantasan korupsi masih dinilai belum baik. Kita semua harus sadar mengenai
ini," tegasnya. 

Pencegahan

Salah satu upaya pencegahan korupsi adalah dengan membangun sistem


pengelolaan keuangan negara yang baik dan integritas aparatur. Hal itu dilakukan
Kementerian Keuangan sebagai pengelola keuangan negara berperan aktif dalam
kegiatan pencegahan korupsi demi membangun kesadaran masyarakat terhadap
budaya antikorupsi, khususnya di lingkungan Kementerian Keuangan. Pengelolaan
keuangan yang prudent dan berintegritas diharapkan dapat meningkatkan
pencegahan rasuah di pemerintahan.

Salah satu program membangun integritas tersebut adalah sinergi Kementerian


Keuangan dan KPK. Inspektorat Jenderal Kemenkeu bersama Deputi Bidang
Pencegahan dan Monitoring KPK melakukan penandatanganan Perjanjian Kerja
Sama terkait integrasi Aplikasi Laporan Harta Kekayaan (ALPHA) dan Laporan
Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) oleh Inspektur Jenderal Kemenkeu dan
Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring KPK, Selasa (8/12/2021).

Perjanjian kerja sama ini sebagai pedoman bagi para pihak dalam rangka kerja
sama pelaksanaan integrasi ALPHA dan LHKPN, mendukung kegiatan pengawasan

29
internal, serta sebagai penyederhanaan administrasi pelaporan kewajiban dari
pejabat dan/atau pegawai di Kementerian Keuangan.

Dengan adanya perjanjian kerja sama ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas
dan integritas data, serta memberikan manfaat optimal bagi Kementerian Keuangan.
Sinergi itu juga dilakukan dengan seluruh kementerian/lembaga pemerintah,
legislatif, yudikatif, BUMN/BUMD hingga pemerintah daerah serta korporasi swasta. 

Sebagus apapun sistem pencegahan yang dibangun, tanpa fondasi integritas yang
kuat, pemberantasan korupsi menjadi tak bergigi

Strategi Preventif
1. Memperkuat Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR.

2. Memperkuat Mahkamah Agung dan jajaran peradilan di bawahnya.

3. Membangun kode etik di sektor publik.

4. Membangun kode etik di sektor partai politik, organisasi profesi, dan asosiasi bisnis.

5. Meneliti lebih jauh sebab-sebab perbuatan korupsi secara berkelanjutan.

Peran masyarakat dalam membasmi korupsi

Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana


Korupsi dalam Pasal 41 ayat (5) dan Pasal 42 ayat (5) menegaskan bahwa tata cara
pelaksanaan peran serta masyarakat dan pemberian penghargaan dalam
pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi perlu diatur dengan
Peraturan Pemerintah. Peran serta masyarakat tersebut dimaksudkan untuk
mewujudkan hak dan tanggungjawab masyarakat dalam penyelenggaraan negara
yang bersih dari tindak pidana korupsi.

Di samping itu, dengan peran serta tersebut masyarakat akan lebih bergairah untuk
melaksanakan kontrol sosial terhadap tindak pidana korupsi.  Peran serta
masyarakat dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi
diwujudkan dalam bentuk antara lain mencari, memperoleh, memberikan data atau
informasi tentang tindak pidana korupsi dan hak menyampaikan saran dan pendapat

30
secara bertanggungjawab terhadap pencegahan dan pemberantasan tindak pidana
korupsi. 

Sesuai dengan prinsip keterbukaan dalam negara demokrasi yang memberikan


hak kepada masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur dan tindakan
diskriminatif mengenai pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi,
maka dalam Peraturan Pemerintah ini diatur mengenai hak dan tanggungjawab
masyarakat dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi.
Oleh karena itu, kebebasan menggunakan hak tersebut haruslah disertai dengan
tanggungjawab untuk mengemukakan fakta dan kejadian yang sebenarnya dengan
mentaati dan menghormati aturan-aturan moral yang diakui umum serta hukum dan
perundang-undangan yang berlaku. 

Peraturan Pemerintah ini juga mengatur mengenai kewajiban pejabat yang


berwenang atau Komisi untuk memberikan jawaban atau menolak memberikan isi
informasi, saran atau pendapat dari setiap orang, Organisasi Masyarakat, atau
Lembaga Swadaya Masyarakat.  Sebaliknya masyarakat berhak menyampaikan
keluhan, saran atau kritik tentang upaya pencegahan dan pemberantasan tindak
pidana korupsi yang dianggap tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Pengalaman dalam kehidupan sehari-hari menunjukan bahwa
keluhan, saran, atau kritik masyarakat tersebut sering tidak ditanggapi dengan baik
dan benar oleh pejabat yang berwenang. 

Dengan demikian, dalam rangka mengoptimalkan peran serta masyarakat dalam


upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi, pejabat yang
berwenang atau Komisi pemberantasan tindak pidana korupsi diwajibkan untuk
memberikan jawaban atau keterangan sesuai dengan tugas fungsinya masing-
masing. Kewajiban tersebut diimbangi pula dengan kesempatan pejabat yang
berwenang atau Komisi pemberantasan tindak pidana korupsi menggunakan hak
jawab informasi yang tidak benar dari masyarakat.  Disamping itu untuk memberi
informasi yang tinggi kepada masyarakat, maka dalam Peraturan Pemerintah ini
diatur pula pemberian penghargaan kepada masyarakat yang berjasa terhadap
upaya pencegahan dan penanggulangan tindak pidana korupsi berupa piagam dan
atau premi.

31
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dapat memiliki rasa


kebangsaan dan cinta tanah air dengan memakai produk negaranya
sendiri dan memelihara rasa persatuan dan kesatuan. Metode diskusi
adalah metode mengajar yang digunakan guru dengan memberikan
kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan pendapatnya untuk
memecahkan masalah. Penggunaan metode diskusi yang baik dalam
pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan akan dapat membuat materi
pelajaran tersebut dapat dipahami oleh siswa. Dan perlu di ingat bahwa
korupsi terjadi di berbagai bidang dan berbagai level masyarakat,
sehingga dalam pemberantasannya tidak hanya menjadi tanggung jawab
pemerintah, utamanya lembaga penegak hukum dan keadilan, tetapi juga
harus didukung oleh seluruh lapisan masyarakat. Masyarakat dapat
menjadi mitra strategis bagi lembaga antikorupsi dalam melakukan
kegiatan pencegahan dan penindakan terhadap pelaku korupsi.
Masyarakat perlu dilibatkan dalam upaya pemberantasan korupsi, karena
masyarakat memiliki kontribusi dan memberikan peluang bagi tumbuh
suburnya korupsi. Hal ini dapat dipahami karena masyarakat juga menjadi
pelaku dan lahan subur bagi tumbuh dan berkembangnya korupsi. Tidak
jarang masyarakatlah yang sering memberi suap. Titik singgung antara
sektor swasta dan sektor publik juga sering menjadi tempat terjadinya
korupsi dan suap-menyuap. Contoh yang paling telanjang adalah
penyuapan yang dilakukan oleh pengendara motor atau mobil kepada
polisi lalu lintas ketika mereka melakukan pelanggaran lalu lintas. Upaya
antikorupsi tanpa melibatkan masyarakat, akan sia-sia karena masyarakat
merupakan salah satu pendukung yang paling berpotensi dan ampuh
dalam memberantas korupsi. Itulah sebabnya, pemerintah juga memiliki
kewajiban turut memberdayakan masyarakat agar mereka semakin sadar
dan tidak terlibat korupsi.

32
B. SARAN

Walaupun dalam hal ini penulis mengharapkan sempurnanya penyusunan


ini namun pada kenyataannya masih begitu sangat banyak berbagai
kekurangan yang nantinya harus penulis segera perbaiki.Dalam hal ini
disebbkan oleh masih sangat minimnya ilmu pengetahuan yang penulis miliki.
Maka oleh sebab itu kritik serta saran yang membangun terutama bagi semua
para pembaca sangat penulis butuhkan agar bisa dijadikan sebagai bahan
acuan dan evaluasi diri agar kedepannya bisa lebih baik lagi.

33
DAFTAR PUSTAKA
https://inspektorat.jatengprov.go.id/17/pages/materi-pendidikan-anti-korupsi-kpk

https://lp3.unnes.ac.id/v2/wp-content/uploads/2019/03/Pendidikan-Anti-Korupsi-
Suplemen-MKU-Pend.-Konservasi.pdf

https://dindik.jatimprov.go.id/pak//blog/1/pengertian-pendidikan-antikorupsi

https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5803362/korupsi-pengertian-jenis-dan-cara-
memberantasnya

https://hot.liputan6.com/read/4730252/pengertian-korupsi-menurut-para-ahli-penyebab-
dan-dampaknya

https://www.kompasiana.com/ivena07423/61a0f17762a70442ac00b062/menanamkan-
jiwa-antikorupsi-melalui-pendidikan-antikorupsi

https://m.fimela.com/lifestyle/read/4895746/7-faktor-internal-dan-eksternal-penyebab-
terjadinya-korupsi-di-indonesia

https://www.kompas.com/skola/read/2020/08/12/081500069/bagaimana-caramu-
menanamkan-sifat-antikorupsi-di-kehidupan-sehari-hari

34

Anda mungkin juga menyukai