Anda di halaman 1dari 55

PENDIDIKAN ANTI KORUPSI

Terlaknat orang yang menyuap dan disuap


(HR. AHMAD)

http://si-fahri.blogspot.com/p/pendidikan-anti-korupsi.html

A. Pendahuluan
Korupsi, kini sudah menjadi permasalahan serius di negeri ini. Kasus korupsi sudah
tidak terhitung lagi jumlahnya. Meskipun sudah ada Komisi Pemberantasan
Korupsi(KPK) dan beberapa Instansi anti korupsi lainnya. Namun faktanya negeri ini
masih menduduki rangking atas sebagai Negara terkorup didunia. Karena dari itu,
korupsi patut menjadi perhatian serius bagi kita semua.
Pendidikan anti korupsi sesungguhnya sangat penting guna mencegah tindak pidana
korupsi. Jika KPK dan beberapa instansi anti korupsi lainnya menangkapai para
koruptor, maka Pendidikan anti korupsi juga penting guna mencegah adanya koruptor.
Seperti pentingnya pelajaran akhlak, moral dan sebagainya. Pelajaran akhlak penting
guna mencegah terjadinya kriminalitas. Begitu halnya pendidikan anti korupsi itu
penting guna mencegah aksi korupsi. Maka dari itu, pada makalah ini kami akan
membahas tentang
Pendidikan anti Korupsi Perspektif Islam, dan
Pendidikan anti Korupsi menurut beberapa ulama dan para pakar
Dan disusunnya makalah ini adalah bertujuan agar
Kita memahami Justifikasi yang diberikan Islam dalam pelaksanaan Pendidikan anti
Korupsi, serta
Pendapat beberapa ulama dan tokoh Masyarakat tentang Pendidikan anti Korupsi.

B. Pendidikan anti Korupsi Perspektif Islam.


Berbicara soal pendidikan anti korupsi perspektif Islam. Kita patut merujuk pada Alquran
dan Alhadits sebagai sumber utama dari ajaran Islam. Maka dari itu kita akan
menjabarkan pendidikan anti korupsi menurut versi Islam disini.
Korupsi (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk,
rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyuap). Secara harfiah, korupsi adalah
perilaku pejabat publik, baik politikus|politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak
wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat
dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada
mereka.
Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar mencakup unsur-
unsur sebagai berikut:
1. perbuatan melawan hukum;
2. penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana;
3. memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi;
4. merugikan keuangan negara atau perekonomian negara;
Selain itu terdapat beberapa jenis tindak pidana korupsi yang lain, di antaranya:
1. memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan);
2. penggelapan dalam jabatan;
3. pemerasan dalam jabatan;
4. ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara);
5. menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara).
Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi
untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintah|pemerintahan rentan korupsi
dalam prakteknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam
bentuk penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima
pertolongan, sampai dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung
korupsi adalah kleptokrasi, yang arti harafiahnya pemerintahan oleh para pencuri,
dimana pura-pura bertindak jujur pun tidak ada sama sekali.
The Encyclopedia Americana mendefinisikan korupsi sebagai a general term for the
misuse of public position of trust for private gain. Its specific definition and application
vary according to time, place and culturepolitical corruption concerns the illegal
pursuit or misuse of public office.
Sedangkan The Harper Collin Dictionary of Sociology mendefinisikan korupsi sebagai
the abandonment of expected standards of behavior by those in authority for the sake
of unsanctional personal advantage.
Menurut Bank Dunia, korupsi adalah the abuse of public power for private benefit.
Dari aspek hukum, korupsi merupakan all illegal or unethical use of governmental
authority as result of considerations of personal or political gain.
Jika melihat dari pengertian korupsi diatas, bisa disimpulkan jika korupsi adalah sejenis
penghianatan, dalam hal ini adalah penghianatan terhadap rakyat yang telah
memberikan amanah dalam mengemban tugas tertentu. Dalam Alquran Alloh telah
banyak mengingatkan manusia tentang hal ini. Antara lain:


Dan janganlah kamu berdebat (untuk membela) orang-orang yang mengkhianati
dirinya. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang selalu berkhianat lagi
bergelimang dosa, (QS An nisa:107)



Sesungguhnya Allah membela orang-orang yang Telah beriman. Sesungguhnya Allah
tidak menyukai tiap-tiap orang yang berkhianat lagi mengingkari nikmat. (QS Al Hajj: 38)
Melihat dari firman Alloh diatas, jelas jika Islam melarang segala bentuk penghianatan.
Karena dari itu bisa disimpulkan jika Alloh melarang Korupsi karena korupsi adalah
salah satu bentuk penghianatan. Bahkan Rosulluloh menerangkan lebih rinci dalam hal
ini. Beliau bersabda:
Terlaknatlah orang yang disuap dan yang menyuap (HR. Ahmad)
: ,
: :


,

Artinya: Dari Abu Hirairah ra., ia berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda: Jika
amanah disia-siakan, maka tunggulah kehancuran. Kemudian dinyatakan: bagaimana
maksud amanah disia-siakan itu? Rasul menjawab: Jika suatu perkara (amanat/
pekerjaan) diserahkan pada orang yang tidak ahli (profesional), maka tunggulah saat
kehancuran. (HR. Bukhari)
Dalam ayat Alquran lain dikatakan jika


Dan jika kamu khawatir akan (terjadinya) pengkhianatan dari suatu golongan, Maka
kembalikanlah perjanjian itu kepada mereka dengan cara yang jujur. Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang berkhianat. (QS AL Anfal: 58)
Selain itu juga lebih ditegaskan lagi


Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul
(Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang
dipercayakan kepadamu, sedang kamu Mengetahui. (QS Al Anfal: 27)
Segala bentuk larangan yang tertuang dalam Alquran adalah suatu hal mutlak yang
harus dihindari terlebih bagi orang-orang Islam. Karena Alquran adalah penunjuk jalan
yang lurus.

Kitab (Al Quran) Ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa.
(QS. Albaqarah: 2)
Dalam Alquran dijelaskan jika manusia ingin diberi petunjuk, maka dia harus iman
terhadap Alquran. Dalam ayat diatas dijelaskan jika kita harus takwa yaitu memelihara
diri dari siksaan Allah dengan mengikuti segala perintah-perintah-Nya; dan menjauhi
segala larangan-larangan-Nya. tidak cukup diartikan dengan takut saja. Maka dari itu,
kitapun juga harus menjahui larangan Alloh berupa khianat atau korupsi. Allohpun juga
menegaskan lagi tentang hal tersebut.




Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu
dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada
hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu
dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu Mengetahui. (QS. Al Baqarah: 188)





Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak


menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia
supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang
sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha
Melihat. (QS. Annisa:58)
Korupsi, selain diartikan sebagai khianat, suap dan sebagainya. Juga dapat diartikan
memakan harta sebagian yang lain dengan jalan bathil. Dengan bathil karena korupsi
adalah menghabiskan milik Negara yang harusnya untuk kebutuhan umum dan untuk
memfasilitasi rakyat. Maka dari itu jelas jikahal tersebut dilarang.
Berkenaan tentang Pendidikan anti korupsi, maka kita patut menganalogikan hal
tersebut. Jika Alloh mewajibkan sholat misalkan, maka kita harus belajar ilmu-ilmu
sholat. Jika kita tidak belajar ilmu-ilmu sholat, mustahil kita bisa sholat dengan baik.
Begitu pula ketika Alloh menyuruh umatnya untuk amanat. Maka kitapun arus belajar
tentang amanat tersebut agar manusia senantiasa wara dalam hidupnya.
Jadi, jika Alloh telah memberikan lampu merah pada perbuatan korupsi. Maka jelas ini
adalah lampu hijau untuk menjalankan pendidikan anti korupsi. Seperti halnya
pendidikan Islam yang didalamnya mengkaji segala kewajiban-kewajiban dan larangan
manusia, maka jelas pendidikan anti korupsi perlu guna memberikan pemahaman lebih
matang kepada umat manusia dalam bertndak amanah dan menjauhi khianat yang
salah satu didalamnya adalah korupsi. Karena bukan tidak mungkin jika orang yang
korupsi itu karena serakah, melainkan karena tidak memahami bentuk-bentuk dari
korupsi itu sendiri.
C. Pendidikan Anti Korupsi Menurut Beberapa Tokoh.
Banyak tokoh yang cukup vocal dalam berbicara masalah ini. Menurut mereka
pendidikan korupsi adalah suatu hal penting dalam upaya pemberantasan korupsi.
Salah satu tokoh yang cukup vocal dalam hal ini adalah Mantan Nahkoda KPK sebelum
digantikan Antasari Azhar yaitu Taufiequrachman Ruki. Dia berpendapat jika
Pemberantasan korupsi bukan hanya menyangkut bagaimana menangkap dan
memidanakan pelaku tindak pidana korupsi, tapi lebih jauh adalah bagaimana
mencegah tindak pidana korupsi agar tidak terulang pada masa yang akan datang
melalui pendidikan anti korupsi, kampanye antikorupsi dan island of integrity (daerah
percontohan bebas korupsi). Hal ini dinyatakannya mengacu definisi korupsi yang telah
jelas diatur dalam UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001.
Menurutnya, tindakan preventif dan represif ini dilakukan dengan memosisikan KPK
sebagai katalisator (trigger) bagi aparat atau institusi lain agar tercipta good and clean
governance dengan pilar utama transparansi, partisipasi dan akuntabilitas.
Taufiequrachman Ruki mengemukakan data hasil survei Transparency Internasional
mengenai penilaian masyarakat bisnis dunia terhadap pelayanan publik di Indonesia.
Hasil survei itu memberikan nilai IPK (indeks persepsi korupsi) 2,2 kepada Indonesia.
Nilai ini menempatkan Indonesia pada urutan 137 dari 159 negara tersurvei. Survei
Transparency International Indonesia berkesimpulan bahwa lembaga yang harus
dibersihkan menurut responden, adalah lembaga peradilan (27%), perpajakan (17%),
kepolisian (11%), DPRD (10%), kementerian/departemen (9%), bea dan cukai (7%),
BUMN (5%), lembaga pendidikan (4%), perijinan (3%), dan pekerjaan umum (2%).
Lebih lanjut disampaikan, survei terbaru Transparency International yaitu "Barometer
Korupsi Global", menempatkan partai politik di Indonesia sebagai institusi terkorup
dengan nilai 4,2 (rentang penilaian 1-5, 5 untuk yang terkorup). Masih berangkat dari
data, di Asia, Indonesia menduduki prestasi sebagai negara terkorup dengan skor 9.25
(terkorup 10) di atas India (8,9), Vietnam (8,67), Philipina (8,33) dan Thailand (7,33).
Dengan adanya fakta terukur bahwa keberadaan korupsi di Indonesia telah
membudaya sistemik dan endemik maka Taufiequrachman berasumsi bahwa kunci
utama dalam pemberantasan korupsi adalah integritas yang akan mencegah manusia
dari perbuatan tercela, entah itu corruption by needs, corruption by greeds atau
corruption by opportunities.
Lebih lanjut disampaikan bahwa pembudayaan etika dan integritas harus melalui
proses yang tidak mudah, sehingga dibutuhkan peran pemimpin sebagai teladan
dengan melibatkan institusi keluarga, pemerintah, organisasi masyarakat dan
organisasi bisnis.
Selain Taufiequrachman Ruki, tokoh yang juga berpendapat senada adalah Faisal
Djabbar yang juga Fungsional Direktorat Pendidikan & Pelayanan Masyarakat Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK). Dia berpendapat jika Memerangi korupsi bukan cuma
menangkapi koruptor. Sejarah mencatat, dari sejumlah kejadian terdahulu, sudah
banyak usaha menangkapi dan menjebloskan koruptor ke penjara. Era orde baru, yang
berlalu, kerap membentuk lembaga pemberangus korupsi. Mulai Tim Pemberantasan
Korupsi di tahun 1967, Komisi Empat pada tahun 1970, Komisi Anti Korupsi pada 1970,
Opstib di tahun 1977, hingga Tim Pemberantas Korupsi. Nyatanya, penangkapan para
koruptor tidak membuat jera yang lain. Koruptor junior terus bermunculan. Mati satu
tumbuh seribu, kata pepatah.
Salah satu kekeliruan upaya pemberantasan korupsi selama ini adalah terlalu fokus
pada upaya menindak para koruptor. Sedikit sekali perhatian pada upaya pencegahan
korupsi. Salah satunya lewat upaya pendidikan antikorupsi. Terakhir, era reformasi
melahirkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang selain diserahi tugas
penindakan, juga tugas pencegahan tindak pidana korupsi, seperti pendidikan
antikorupsi kepada masyarakat.
Menyadari hal ini, tersembul gagasan memasukkan materi antikorupsi dalam kurikulum
pendidikan tingkat SD hingga SMU, sebagai bentuk nyata pendidikan antikorupsi.
Tujuan pendidikan antikorupsi adalah menanamkan pemahaman dan perilaku
antikorupsi.
Ide memasukkan materi antikorupsi dalam kurikulum mendapat respons positif
masyarakat. Hasil jajak pendapat harian Seputar Indonesia terhadap 400 responden
(27/5), sebanyak 87% menyatakan perlunya memasukkan pendidikan antikorupsi
dalam kurikulum. Keyakinan masyarakat juga relatif besar. Hampir 200 responden
menyatakan keyakinannya bahwa pendidikan antikorupsi bisa berjalan efektif
membendung perilaku korupsi di Indonesia.
Jajak pendapat itu menjaring pula pendapat masyarakat seputar pentingnya pendidikan
antikorupsi. Masyarakat berharap pendidikan antikorupsi memberikan pengetahuan
seputar korupsi dan bahayanya, mencetak daya manusia yang berkesadaran tinggi
terhadap hukum, serta memutus mata rantai korupsi.
Lebih dari itu, masyarakat berkeinginan agar upaya pendidikan antikorupsi berjalan
paralel dengan upaya lainnya, yakni maksimalisasi penegakan hukum, fungsi
pengawasan yang ketat, sosialiasi dan kampanye gerakan antikorupsi secara berkala
dan berkesinambungan, dan menghilangkan praktik korupsi dalam birokrasi.
Sementara itu, tokoh lain yaitu pakar Pendidikan Arief Rahman berpendapat lain. Dia
berpendapat jika tidak tepat bila pendidikan antikorupsi menjadi satu mata pelajaran
khusus. Alasannya, karena siswa sekolah mulai SD, SMP, hingga SMU sudah terbebani
sekian banyak mata pelajaran. Dari segi pemerintah, menurut Arief Rachman, akan
berbuntut pada kesulitan-kesulitan, seperti pengadaan buku-buku antikorupsi dan
repotnya mencari guru antikorupsi.
Arief Rahman memberikan saran jika pendidikan anti korupsi lebih tepat dijadikan
pokok bahasan dalam mata pelajaran tertentu. Sebuah usulan yang mesti dicermati.
Materi pendidikan antikorupsi nantinya bisa saja diselipkan dalam mata pelajaran
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKN), Matematika, Bimbingan Karir,
Bahasa. Pokok bahasan mencakup kejujuran, kedisiplinan, kesederhanaan, dan daya
juang. Selain itu, juga nilai-nilai yang mengajarkan kebersamaan, menjunjung tinggi
norma yang ada, dan kesadaran hukum yang tinggi.
Tokoh lain adalah Franz Magnis Suseno. Dia berpendapat pendidikan anti korupsi
harus membuat orang merasa malu apabila tergoda untuk melakukan korupsi, dan
marah bila ia menyaksikannya. Menurut Franz Magnis Suseno, ada tiga sikap moral
fundamental yang akan membikin orang menjadi kebal terhadap godaan korupsi:
kejujuran, rasa keadilan, dan rasa tanggung jawab.
Lebih lanjut Franz menjelaskan Jujur berarti berani menyatakan keyakinan pribadi.
Menunjukkan siapa dirinya. Kejujuran adalah modal dasar dalam kehidupan bersama.
Ketidakjujuran jelas akan menghancurkan komunitas bersama. Siswa perlu belajar
bahwa berlaku tidak jujur adalah sesuatu yang amat buruk.
Adil berarti memenuhi hak orang lain dan mematuhi segala kewajiban yang mengikat
diri sendiri. Magnis mengatakan, bersikap baik tetapi melanggar keadilan, tidak pernah
baik. Keadilan adalah tiket menuju kebaikan.
Tanggung jawab berarti teguh hingga terlaksananya tugas. Tekun melaksanakan
kewajiban sampai tuntas. Misalnya, siswa diberi tanggung jawab mengelola dana
kegiatan olahraga di sekolahnya. Rasa tanggung jawab siswa terlihat ketika dana
dipakai seoptimal mungkin menyukseskan kegiatan olahraga. Menurut Magnis,
pengembangan rasa tanggung jawab adalah bagian terpenting dalam pendidikan anak
menuju kedewasaan. Menjadi orang yang bermutu sebagai manusia.
Sementara itu Imam Suprayogo juga berpendapat jika Pendidikan Islam harus bisa
terintegratif dan berisi serta masuk dalam seluruh relung kehidupan sekolah, dan
apalagi di keluarga masing-masing, maka saya berkeyakinan Islam menjadi sebuah
budaya dan bahkan peradaban, yaitu budaya dan peradaban Islam. Islam yang selalu
mengajarkan tentang hidup santun, menghargai dan hormat pada orang lain, apalagi
kepada orang yang lebih tua apalagi guru dan orang tuanya sendiri; penuh kasih
sayang, selalu menghindar dari perbuatan rendah seperti berbohong, tidak jujur, tidak
amanah(korupsi); selalu mendekat pada Allah melalui kegiatan spiritual seperti banyak
berdzikir ----ingat Allah, sholat berjamaah, membaca al Quran dan lain-lain, justru
Islam akan lebih terasakan dalam kehidupan sehari-hari. Jadi Pendidikan Islampun juga
bisa menjadi Pendidikan yang menjauhkan dari tindakan korup.
Menurut Hujair AH. Sanaky, Pendidikan anti korupsi yang diberikan di sekolah
diharapkan dapat menyelamatkan generasi muda agar tidak menjadi penerus tindakan-
tindakan korup generasi sebelumnya. Tapi hanya saja memberikan pendidikan anti
korupsi bukan hal mudah. Sebab, bahkan lahirnya fenomena praktik korupsi juga
berawal dari dunia pendidikan yang cenderung tidak pernah memberikan sebuah
mainstream atau paradigma berperilaku jujur dalam berkata dan berbuat. Termasuk
sekolah-sekolah di negeri ini. Misalnya guru menerangkan hal-hal idealis dalam
memberikan pelajaran, menabung pangkal kaya, tetapi realitanya banyak guru yang
korupsi, seperti korupsi waktu, korupsi materi pelajaran yang diberikan,. korupsi berupa
absen mengajar tanpa izin kelas. Hal-hal yang dilakukan itu, juga dapat memicu praktik
korupsi yang lebih buruk di dunia pendidikan.
Pendapat lainnya adalah dari H. Abdul Djamil (Rektor IAIN Walisongo Semarang) dia
berpendapat jika peran agama untuk pemberantasan korupsi sebenarnya bagus yakni
mengajarkan dalam bentuk Pendidikan, berlomba-lomba meraih kebajikan dan
menjahui segala kemungkaran atau kejahatan. Sayangnya hidup manusia yang
beragama, tidak pernah konsisten. Manusia beragama masih bergantung pada situasi
dan kondisi. Jika di lingkungan tempat ibadah, patuh pada hukum agama, namun
sebaliknya jika kondisi memungkinkan, jauh pada aturan agama. Karena itu, korupsi
yang juga terjadi di tingkat masyarakat bawah sangat mungkin terinspirasi dari korupsi
di tingkat atas. Sistem pemerintahan yang ada belum mampu menciptakan masyarakat
bersih karena dalam diri pribadi tersimpan watak korup.
Mantan Ketua MPR Hidayat Nurwahid, menyatakan bahwa pendidikan perlu dielaborasi
dan diinternalisasikan dengan nilai-nilai anti korupsi sejak dini. Pendidikan anti korupsi
yang diberikan di sekolah diharapkan dapat menyelamatkan generasi muda agar tidak
menjadi penerus tindakan-tindakan korup generasi sebelumnya. Tapi hanya saja
memberikan pendidikan anti korupsi bukan hal mudah. Sebab, bahkan lahirnya
fenomena praktik korupsi juga berawal dari dunia pendidikan yang cenderung tidak
pernah memberikan sebuah mainstream atau paradigma berperilaku jujur dalam
berkata dan berbuat. Termasuk sekolah-sekolah di negeri ini. Misalnya guru
menerangkan hal-hal idealis dalam memberikan pelajaran, menabung pangkal kaya,
tetapi realitanya banyak guru yang korupsi, seperti korupsi waktu, korupsi materi
pelajaran yang diberikan,. korupsi berupa absen mengajar tanpa izin kelas. Hal-hal
yang dilakukan itu, juga dapat memicu praktik korupsi yang lebih buruk di dunia
pendidikan.
Menurut Hasyim Muzadi (Mantan ketua PBNU) bahwa Pendidikan anti korupsi harus
ditekankan pada nilai Moralitas. Moralitas menjadi bidikan utama langkah preventif
pemberantasan korupsi karena moralitas akan menentukan tingkah laku. Secara
kriminologis, penyebab utama korupsi adalah moralitas yang bobrok yang
mengakibatkan keserakahan. Karena itu, wajar jika moralitas perlu diperbaiki dengan
berbagai cara, misalnya melalui pendidikan dan penyehatan mental masyarakat.
Kesehatan mental (mental health higine) masyarakat juga terus ditingkatkan melalui
pendidikan formal, informal dan nonformal, termasuk melalui pendidikan budipekerti,
wawasan kebangsanaan, dan pendidikan agama. Anak-anak juga perlu ditingkatkan
kesadaran moralnya, termasuk meningkatkan kesejahteraannya.
Selain itu banyak pula buku-buku yang membahas tentang korupsi dan pendidikan anti
korupsi. Antara lain: buku yang ditulis oleh Yunahar Ilyas [Et.al.] yang berjudul Korupsi
Dalam Perspektif Agama-agama (Panduan Untuk Pemuka Umat) yang diterbitkan oleh
KUTUB, 2001. Buku ini merupakan upaya untuk mensosialisasikan kampanye
antikorupsi di kalangan masyarakat melalui jalur pendidikan keumatan. Dalam buku ini
pembahasannya dilakukan dengan pendekatan lintas agama melalui para penulis yang
merepresentasikan dari agama Islam, Kristen, Hindu dan Budha, dan menitikberatkan
pada pembahasan aktualisasi nilai-nilai keagamaan dalam upaya pemberantasan
korupsi.
buku lain adalah dari kalangan Muhammadiyah juga telah ada usaha untuk
mensosialisasikan gerakan antikorupsi. Salah satunya melalui buku yang berjudul
Membasmi Kanker Korupsi yang diterbitkan PSAP, 2004. Buku ini merupakan kompilasi
tulisan beberapa cendikiawan dalam merespon isu korupsi serta menawarkan beberapa
rekomendasi yang dapat dipertimbangkan sebagai langkah-langkah untuk
memberantas korupsi di Indonesia. Tawaran tersebut diantaranya perlunya pendekatan
kultural untuk proses internalisasi nilai-nilai antikorupsi melalui pendidikan.
Selain itu, Pusat Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) yang berbasis
kultural kaum Nahdliyin telah melaksanakan sejumlah bahtsul masail (diskusi hukum
Islam) mengenai korupsi serta menerbitkannya dalam beberapa buku. Diantaranya
Buku yang berjudul Menolak Korupsi: Membangun Kesalehan Sosial, berisi kumpulan
naskah khotbah Jumat yang mengambil tema korupsi. Buku terbitan P3M lain adalah
Korupsi di Negeri Kaum Beragama: Ikhtiar Membangun Fikih Antikorupsi, berisikan
kumpulan makalah yang disajikan dalam acara Munas Bahtsul Masail NU (Mei 2004).
Buku berjudul NU Melawan Korupsi: Kajian Tafsir dan Fiqih yang diterbitkan oleh Tim
Kerja Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi Pengurus Besar Nahdlatul Ulama
(GNPK PB NU), 2006. Buku ini mengelaborasi fenomena korupsi di Indonesia serta
membahasnya melalui pandangan Islam dan strategi pemberantasannya.
Buku berjudul Ayat-Ayat Korupsi yang dibuat Hakim Muda Harahap, MAg dan
diterbitkan oleh Gama Media, 2009. Buku ini hanya membahas ayat-ayat al-quran yang
relevan dengan tindakan korupsi dan hukuman bagi perilaku korupsi.
Dalam buku yang ditulis oleh Abu Fida Abdur Rafi yang berjudul Terapi Penyakit
Korupsi Dengan Tazkiyatun Nafs dan di terbitkan oleh Republika, 2006. Buku ini hanya
membahas bagaimana mengatasi praktek-praktek korupsi dan memberikan terapi dan
tips agar sembuh dari penyakit korupsi.
Buku berjudul Fiqih Korupsi Amanah Vs Kekuasaan yang di terbitkan solidaritas
masyarakat Transparansi NTB (SOMASI NTB), 2003. Buku ini berisikan kumpulan
artikel dari berbagai pakar yang intinya membahas bagaimana memberantas korupsi di
Indonesia dan pentingnya peran ulama dalam memberantas korupsi.

D. KESIMPULAN
Dari berbagai pemaparan diatas dapat disimpukan jika Pendidikan anti korupsi penting
guna mencegah praktek korupsi yang kian hari kian memprihatinkan ini. Islam dengan
beberapa ayatnya dengan tegas melarang perilaku korupsi. Diantaranya QS. Annisa:58






Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak


menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia
supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang
sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha
Melihat.
Dan beberapa tokohpun juga banyak yang mendukung akan pentingnya pendidikan
atikorupsi. Meskipun ada beberapa pihak yang mengatakan jika hal itu sulit dan butuh
waktu yang lama, namun secara umum mereka menyetujui adanya pendidikan anti
korupsi sebagai upaya pencegahan penyakit kronis yang telah mengakar di negeri ini.
Karena hal itu adalah salah satu jalan mutlak jika ingin mencapai kehidupan yang adil
dan makmur serta Negara yang maju.

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Agama RI. Alquran dan Terjemahnya.1998. Surabaya: Al Hidayah


http://id.wikipedia.org/wiki/Korupsi diakses 28-05-2010
http://tokohindonesia.com/TaufiequrachmanRuki diakses 26-05-2010
Jurnal Al-Marawid Prodi Hukum Islam Fakultas Ilmu Agama Universitas Islam
Indonesia, terbitan 2009 ditulis Hujair AH. Sanaky.
http://imamsuprayogo.com/IslamdanPendidikanAntiKorupsi diakses 26-05-2010
www.pendidikan.net/tentangkurikulumantikorupsi diakses 26-05-2010
Bentuk-bentuk korupsi

Menurut Centre of International Crime Prevention (CILP) dari UN Office for Drug Control and
Crime Prevention (UN-ODCP), sebagaimana dikutip oleh Rocky Marbun (2010), ada 10 bentuk
korupsi sebagai berikut :

1. Pemberian Suap/Sogok (Bribery)


Pemberian dalam bentuk uang, barang, fasilitas, dan janji untuk melakukan atau tidak melakukan
atau tidak melakukan sesuatu perbuatan yang akan berakibat membawa untung terhadap diri
sendiri atau pihak lain, yang berhubungan dengan jabatan yang dipegangnya pada saat itu.

2. Penggelapan (Embezzlement)
Perbuatan mengambil tanpa hak oleh seseorang yang telah diberi kewenangan, untuk mengawasi
dan bertanggung jawab penuh terhadap barang milik negara, oleh pejabat publik atau swasta.

3. Pemalsuan (Fraud)
Suatu tindakan atau perilaku untuk mengelabui orang lain atau organisasi, dengan maksud untuk
kepentingan dirinya sendiri ataupun orang lain

4. Pemerasan (extotertion)

Memaksa seseorang untuk membayar atau memberikan sejumlah uang atau barang, atau bentuk
lain, sebagai ganti dari seorang pejabat publik untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
Perbuatan tersebut dapat diikuti dengan ancaman fisik dan kekerasan.

5. Penyalahgunaan jabatan atau wewenang (Abuse of discretion)


Mempergunakan kewenangan yang dimiliki untuk melakukan tindakan yang memihak atau pilih
kasih kepada kelompok atau perseorangan, sementara bersikap diskriminatif terhadap kelompok
atau perseorangan lainnya.

6. Pertentangan kepentingan/memiliki usaha sendiri (Internal trading)


Melakukan transaksi publik dengan menggunakan perusahaan milik pribadi atau keluarga,
dengan cara mempergunakan kesempatan dan jabatan yang dimilikinya untuk memenangkan
kontrak pemerintah.

7. Pilih kasih (Favoritism)


Memberikan pelayanan yang berbeda berdasarkan alasan hubungan keluarga, afiliasi partai
politik, suku, agama, dan golongan, yang bukan alasan objektif, seperti kemampuan, kualitas,
rendahnya harga, dan profesionalisme kerja.

8. Menerima komisi (Commision)


Pejabat publik yang menerima sesuatu yang bernilai, dalam bantuan uang, saham, fasilitas,
barang, dll., sebagai syarat untuk memperoleh pekerjaan atau hubungan bisnis dengan
pemerintah.

9. Nepotisme (Nepotism)
Tindakan untuk mendahulukan sanak keluarga, kawan dekat, anggota partai politik yang
sepaham, dalam penunjukan atau pengangkatan staf, panitia pelelangan, atau pemilihan
pemenang lelang.

10. Kontribusi atau sumbangan ilegal (Ilegal Contribution)


Hal ini terjadi apabila partai politik atau pemerintah yang sedang berkuasa pada waktu itu
menerima sejumlah dana sebagai konstribusi dari hasil yang dibebankan kepada kontrak-kontrak
pemerintah.
Email This BlogThis! Share to Twitter Share to Facebook
http://pendidikan-antikorupsi.blogspot.com/2015/02/bentuk-bentuk-korupsi.html

Sebelum memerangi korupsi, kita perlu mempunyai pemahaman yang baik terhadap apa
yang kita lawan, yaitu korupsi. Seluk-beluk korupsi dimulai dari pengertian, bentuk, alasan,
sampai akibat yang ditimbulkan oleh praktik korupsi.
Korupsi bukanlah hal yang baru dalam sejarah manusia. Ingat sejarah korupsi di
Indonesia yang telah terjadi sejak zaman kerajaan-kerajaan terdahulu. Sejak kapan korupsi
berlangsung menjadi pertanyaan menarik, karena keberaadannya yang tidak disukai tetapi selalu
muncul sepanjang sejarah.
Sejak 2000 tahun yang lalu seorang Perdana Menteri Kerajaan India bernama Kautilya
menulis buku berjudul Arthashastra. Dante yang pada tujuh abad silam juga menulis tentang
korupsi (penyuapan) sebagai tindak kejahatan. Shakespeare, seorang sastrawan, juga
menyinggung korupsi sebagai sebuah bentuk kejahatan. Sebuah ungkapan terkenal pada
tahun 1887 mengenai korupsi dari sejarahwan Inggris, Lord Acton, yaitu power tends to
corrupt, absolute power corrupts absolutely, menegaskan bahwa korupsi berpotensi muncul di
mana saja tanpa memandang ras, geografi, maupun kapasitas ekonomi. (LAN, 2007).

Berapa usia korupsi?


Bulan Desember 1997 dilaporkan bahwa sebuah tim arkeologi Belanda menemukan di Rakka, Syria, sekitar 150
prasasti cuneiform yang menunjukkan bahwa situs itu adalah pusat administrasi peradaban Assyria pada abad ke-13
SM. Ditemukan sebuah arsip, barangkali milik lembaga yang setara dengan lembaga modern Kementrian Dalam
Negeri, yang berisi nama-nama pegawai yang menerima suap, termasuk nama-nama pejabat tinggi dan seorang
putri Assyria.
(Dikutip dalam kertas kerja Parlemen Eropa, Measures to Prevent Corruption in EU Member States, Maret 1998
sebagaimana dikutip kembali oleh Jeremy Pope (2003)
Di Asia, korupsi memiliki berbagai istilah lain. Di China, Hong Kong dan Taiwan,
korupsi dikenal dengan nama yum cha, atau di India terkenal dengan istilah baksheesh,
atau di Filipina dengan nama lagay dan di Indonesia atau Malaysia memiliki padanan kata yaitu
suap. Thailand mempunyai yaitu istilah gin muong, yang secara literal berarti nation eating
(makan negara). Pengertian dari istilah ini menunjukkan adanya kerusakan yang luar biasa
besar terhadap kehidupan suatu bangsa akibat dari adanya perilaku praktik korupsi.
Menurut Kamus Bahasa Indonesia (2008), korup berarti busuk, rusak, busuk. Korup juga
diartikaan sebagai suka menerima uang sogok, dapat disogok (memakai kekuasaannya untuk
kepentingan pribadi). Korupsi dapat diartikan sebagai perbuatan menggunakan kekuasaan untuk
kepentingan sendiri (seperti menggelapkan uang atau menerima uang sogok).
Definisi lain diberikan oleh Robert Klitgaard (2002), menurutnya dalam arti luas, korupsi
berarti menggunakan jabatan untuk kepentingan pribadi. Korupsi berarti memungut uang bagi
layanan bagi yang seharusnya diberikan, atau menggunakan wewenang untuk mencapai tujuan
yang tidak sah. Korupsi juga diartikan sebagai tidak melakukan tugas karena lalai atau sengaja.
Korupsi dapat terjadi di dalam tubuh organisasi (misalnya, penggelapan uang) maupun diluar
organisasi ( misalnya, pemerasan).
Jeremy Pope (2003), memberikan definisi korupsi yang hampir sama. Korupsi berasal
dari corrupted yang artinya menyalahgunakan kekuasaan kepercayaan untuk kepentingan
pribadi. Korupsi juga dapat diartikan sebagai perilaku yang tidak mematuhi prinsip
mempertahankan jarak. Dalam arti ketika seseorang memberikan keputusan untuk kepentingan
publik, tidak memainkan peranan pribadi/keluarga.
Direktur Transparency International India, secara lebih sederhana mendefinisikan
korupsi sebagai the use of public office for private gain. Jadi segala tindakan penggunaan
barang publik untuk kepentingan pribadi adalah termasuk kategori korupsi. Transparency
International sendiri sebagai lembaga internasional yang sangat menaruh perhatian
terhadap korupsi di negara-negara di dunia dan menyoroti korupsi yang dilakukan oleh
birokrasi, mendefinisikan korupsi sebagai perilaku pejabat publik, baik politikus maupun
pegawai negeri yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau
memperkaya mereka yang dekat dengan dirinya, dengan cara menyalahgunakan kekuasaan
publik yang dipercayakan kepada mereka.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa suatu tindakan dapat dikategorikan korupsisiapa pun
pelakunyaapabila memenuhi unsur-unsur:
1. Suatu pengkhianatan terhadap kepercayaan.
2. Penipuan terhadap badan pemerintah, lembaga swasta atau masyarakat umumnya.
3. Dengan sengaja melalaikan kepentingan umum untuk kepentingan khusus.
4. Dilakukan dengan rahasia, kecuali dengan keadaan dimana orang-orang berkuasa atau
bawahannya menganggapnya tidak perlu.
5. Melibatkan lebih dari satu orang atau pihak.
6. Adanya kewajiban dan keuntungan bersama dalam bentuk uang atau yang lain.
7. Terpusatnya kegiatan (korupsi) pada mereka yang menghendaki keputusan yang pasti dan
mereka yang dapat mempengaruhinya.
8. Adanya usaha untuk menutupi perbuatan korup dalam bentuk-bentuk pengesahan hukum.
9. Menunjukkan fungsi ganda yang kontradiktif pada mereka yang melakukan korupsi.
(LAN, 2007)

Apapun istilah yang digunakan, terkait kata awal korupsi berasal dari kata corruptio,
yang berarti kerusakan, kebusukan, atau kebobrokan, maka kamu bisa menyadari bahwa dibalik
fenomena kehidupan yang mengandung kebobrokan, di belakangnya ada perbuatan korupsi.
Misalnya fenomena tentang kerusakan hutan/alam, bangunan cepat ambruk, layanan publik yang
lama, merebaknya narkoba dan sebagainya (Asep Chaeruloh, 2010).
Email This BlogThis! Share to Twitter Share to Facebook

Korupsi dipandang sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) yang oleh karena itu
memerlukan upaya luar biasa pula untuk memberantasnya. Upaya pemberantasan korupsi - yang
terdiri dari dua bagian besar, yaitu penindakan dan pencegahan - tidak akan pernah berhasil
optimal jika hanya dilakukan oleh pemerintah saja tanpa melibatkan peran serta masyarakat.
Oleh karena itu tidaklah berlebihan jika mahasiswa - sebagai salah satu bagian penting dari
masyarakat yang merupakan pewaris masa depan - diharapkan dapat terlibat aktif dalam upaya
pemberantasan korupsi di Indonesia.

Keterlibatan mahasiswa dalam upaya pemberantasan korupsi tentu tidak pada upaya penindakan
yang merupakan kewenangan institusi penegak hukum. Peran aktif mahasiswa diharapkan lebih
difokuskan pada upaya pencegahan korupsi dengan ikut membangun budaya antikorupsi di
masyarakat. Mahasiswa diharapkan dapat berperan sebagai agen perubahan dan motor penggerak
gerakan antikorupsi di masyarakat. Untuk dapat berperan aktif, mahasiswa perlu dibekali dengan
pengetahuan yang cukup tentang seluk beluk korupsi dan pemberantasannya. Yang tidak kalah
penting, untuk dapat berperan aktif mahasiswa harus dapat memahami dan menerapkan nilai-
nilai antikorupsi dalam kehidupan sehari-hari.

Buku Ajar Pendidikan Antikorupsi ini berisikan bahan ajar dasar yang dapat dikembangkan
sesuai dengan kondisi dan kebutuhan Perguruan Tinggi dan Program Studi masing-masing.
Bahan ajar dasar yang ditulis dalam buku ini terdiri dari delapan bab, yaitu : (1) Pengertian
Korupsi, (2) Faktor Penyebab Korupsi, (3) Dampak Masif Korupsi, (4) Nilai dan Prinsip
Antikorupsi, (5) Upaya Pemberantasan Korupsi di Indonesia, (6) Gerakan, Kerjasama dan
Instrumen Internasional Pencegahan Korupsi, (7) Tindak Pidana Korupsi dalam Peraturan
Perundang-undangan, dan (8) Peran Mahasiswa dalam Gerakan Antikorupsi.

Di samping delapan bab yang berisikan bahan ajar dasar, buku ini juga dilengkapi dengan
panduan pembelajaran yang berjudul Model Pembelajaran Matakuliah Antikorupsi yang ditulis
dalam bagian I, untuk memudahkan pengajaran Pendidikan Antikorupsi.
Sebelum memerangi korupsi, kita perlu mempunyai pemahaman yang baik terhadap apa
yang kita lawan, yaitu korupsi. Seluk-beluk korupsi dimulai dari pengertian, bentuk, alasan,
sampai akibat yang ditimbulkan oleh praktik korupsi.
Korupsi bukanlah hal yang baru dalam sejarah manusia. Ingat sejarah korupsi di
Indonesia yang telah terjadi sejak zaman kerajaan-kerajaan terdahulu. Sejak kapan korupsi
berlangsung menjadi pertanyaan menarik, karena keberaadannya yang tidak disukai tetapi selalu
muncul sepanjang sejarah.
Sejak 2000 tahun yang lalu seorang Perdana Menteri Kerajaan India bernama Kautilya
menulis buku berjudul Arthashastra. Dante yang pada tujuh abad silam juga menulis tentang
korupsi (penyuapan) sebagai tindak kejahatan. Shakespeare, seorang sastrawan, juga
menyinggung korupsi sebagai sebuah bentuk kejahatan. Sebuah ungkapan terkenal pada
tahun 1887 mengenai korupsi dari sejarahwan Inggris, Lord Acton, yaitu power tends to
corrupt, absolute power corrupts absolutely, menegaskan bahwa korupsi berpotensi muncul di
mana saja tanpa memandang ras, geografi, maupun kapasitas ekonomi. (LAN, 2007).

Berapa usia korupsi?


Bulan Desember 1997 dilaporkan bahwa sebuah tim arkeologi Belanda menemukan di Rakka, Syria, sekitar 150
prasasti cuneiform yang menunjukkan bahwa situs itu adalah pusat administrasi peradaban Assyria pada abad ke-13
SM. Ditemukan sebuah arsip, barangkali milik lembaga yang setara dengan lembaga modern Kementrian Dalam
Negeri, yang berisi nama-nama pegawai yang menerima suap, termasuk nama-nama pejabat tinggi dan seorang
putri Assyria.
(Dikutip dalam kertas kerja Parlemen Eropa, Measures to Prevent Corruption in EU Member States, Maret 1998
sebagaimana dikutip kembali oleh Jeremy Pope (2003)
Di Asia, korupsi memiliki berbagai istilah lain. Di China, Hong Kong dan Taiwan,
korupsi dikenal dengan nama yum cha, atau di India terkenal dengan istilah baksheesh,
atau di Filipina dengan nama lagay dan di Indonesia atau Malaysia memiliki padanan kata yaitu
suap. Thailand mempunyai yaitu istilah gin muong, yang secara literal berarti nation eating
(makan negara). Pengertian dari istilah ini menunjukkan adanya kerusakan yang luar biasa
besar terhadap kehidupan suatu bangsa akibat dari adanya perilaku praktik korupsi.
Menurut Kamus Bahasa Indonesia (2008), korup berarti busuk, rusak, busuk. Korup juga
diartikaan sebagai suka menerima uang sogok, dapat disogok (memakai kekuasaannya untuk
kepentingan pribadi). Korupsi dapat diartikan sebagai perbuatan menggunakan kekuasaan untuk
kepentingan sendiri (seperti menggelapkan uang atau menerima uang sogok).
Definisi lain diberikan oleh Robert Klitgaard (2002), menurutnya dalam arti luas, korupsi
berarti menggunakan jabatan untuk kepentingan pribadi. Korupsi berarti memungut uang bagi
layanan bagi yang seharusnya diberikan, atau menggunakan wewenang untuk mencapai tujuan
yang tidak sah. Korupsi juga diartikan sebagai tidak melakukan tugas karena lalai atau sengaja.
Korupsi dapat terjadi di dalam tubuh organisasi (misalnya, penggelapan uang) maupun diluar
organisasi ( misalnya, pemerasan).
Jeremy Pope (2003), memberikan definisi korupsi yang hampir sama. Korupsi berasal
dari corrupted yang artinya menyalahgunakan kekuasaan kepercayaan untuk kepentingan
pribadi. Korupsi juga dapat diartikan sebagai perilaku yang tidak mematuhi prinsip
mempertahankan jarak. Dalam arti ketika seseorang memberikan keputusan untuk kepentingan
publik, tidak memainkan peranan pribadi/keluarga.
Direktur Transparency International India, secara lebih sederhana mendefinisikan
korupsi sebagai the use of public office for private gain. Jadi segala tindakan penggunaan
barang publik untuk kepentingan pribadi adalah termasuk kategori korupsi. Transparency
International sendiri sebagai lembaga internasional yang sangat menaruh perhatian
terhadap korupsi di negara-negara di dunia dan menyoroti korupsi yang dilakukan oleh
birokrasi, mendefinisikan korupsi sebagai perilaku pejabat publik, baik politikus maupun
pegawai negeri yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau
memperkaya mereka yang dekat dengan dirinya, dengan cara menyalahgunakan kekuasaan
publik yang dipercayakan kepada mereka.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa suatu tindakan dapat dikategorikan korupsisiapa pun
pelakunyaapabila memenuhi unsur-unsur:
1. Suatu pengkhianatan terhadap kepercayaan.
2. Penipuan terhadap badan pemerintah, lembaga swasta atau masyarakat umumnya.
3. Dengan sengaja melalaikan kepentingan umum untuk kepentingan khusus.
4. Dilakukan dengan rahasia, kecuali dengan keadaan dimana orang-orang berkuasa atau
bawahannya menganggapnya tidak perlu.
5. Melibatkan lebih dari satu orang atau pihak.
6. Adanya kewajiban dan keuntungan bersama dalam bentuk uang atau yang lain.
7. Terpusatnya kegiatan (korupsi) pada mereka yang menghendaki keputusan yang pasti dan
mereka yang dapat mempengaruhinya.
8. Adanya usaha untuk menutupi perbuatan korup dalam bentuk-bentuk pengesahan hukum.
9. Menunjukkan fungsi ganda yang kontradiktif pada mereka yang melakukan korupsi.
(LAN, 2007)

Apapun istilah yang digunakan, terkait kata awal korupsi berasal dari kata corruptio,
yang berarti kerusakan, kebusukan, atau kebobrokan, maka kamu bisa menyadari bahwa dibalik
fenomena kehidupan yang mengandung kebobrokan, di belakangnya ada perbuatan korupsi.
Misalnya fenomena tentang kerusakan hutan/alam, bangunan cepat ambruk, layanan publik yang
lama, merebaknya narkoba dan sebagainya (Asep Chaeruloh, 2010).

Narasumber TOT Pendidikan Anti-Korupsi

Jakarta, 12 Maret 2012Bangkit atau Bangkrut! Jargon tersebut menjadi salah satu yang
didengungkan dalam Training of Trainer Pendidikan Anti-Korupsi (ToT PAK) untuk Perguruan
Tinggi yang diselenggarakan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan (Ditjen Dikti Kemdikbud) bekerja sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK).

Saat ini, korupsi telah mewabah hampir pada seluruh sendi kehidupan bangsa Indonesia.
Kejahatan luar biasa ini memerlukan upaya yang luar biasa untuk memberantasnya. Salah satu
upaya untuk memberantasnya adalah memberikan pembekalan kepada mahasiswa sebagai
pewaris masa depan.

Inilah mengapa Ditjen Dikti dan KPK membentuk tim penyusun dari perwakilan perguruan
tinggi negeri maupun swasta untuk membuat buku ajar yang berisi materi dasar mata kuliah
Pendidikan Anti-Korupsi bagi mahasiswa. Setelah buku ini rampung, diselenggarakanlah
pelatihan bagi para dosen (ToT) yang akan mengampu mata kuliah PAK.

Dirjen Dikti Djoko Santoso memberikan wewenang bagi pengelola perguruan tinggi untuk
menjadikan PAK sebagai pelajaran sisipan, mata kuliah pilihan ataupun wajib. Menurut Djoko,
citra buruk bangsa Indonesia sebagai koruptor akan menimbulkan banyak kerugian. Ia berharap
pembekalan ini mampu memberikan persepsi yang sama mengenai pengertian, penanganan dan
pemberantasan korupsi di Indonesia.

Direktur Pendidikan Anti-Korupsi KPK Dedi Arrahim menyambut baik ToT ini. PAK menjadi
elemen pendukung dalam penanaman nilai-nilai integrasi generasi muda. Dedi yakin PAK dapat
menjadi salah satu upaya pencegahan tidak pidana korupsi di masa depan. PAK dimulai dari
usia dini hingga perguruan tinggi, ujar Dedi.

Kerja sama antara Kemdikbud dan KPK

Sebelumnya, Kemendikbud dan KPK menandatangani nota sepahaman (MoU) untuk


meningkatkan kerja sama dan koordinasi dalam pemberantasan tindak pidana korupsi secara
lebih efektif sesuai wewenang masing-masing. Penandatanganan dilakukan oleh ketua KPK
Abraham Samad dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh di Jakarta, 9 Maret
2012 lalu.

Ruang lingkup kerja sama ini meliputi PAK, penelitian dan pengembangan, pertukaran data dan
informasi, Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), Program Pengendalian
Gratifikasi (PPG), pengaduan masyarakat dan pengawasan serta penertiban barang milik negara.

Selain itu di hari yang sama, Nuh juga melantik Inspektur Jenderal Kemdikbud Haryono Umar.
Ia berharap mantan pimpinan KPK ini mampu menciptakan iklim Anti-Korupsi di Kemdikbud.
Bagi Haryono, tugas ini adalah tantangan dalam mengembalikan kepercayaan publik kepada
pemerintah. Anti-Korupsi harus dimulai dari setiap lini, termasuk dari dalam kementerian,
ucap Haryono.

Buku Ajar Pendidikan Anti-Korupsi


Modul Pendidikan Anti-Korupsi
Surat Edaran Dirjen Dikti tentang Pendidikan Anti-Korupsi

PENDIDIKAN ANTI KORUPSI


PENDIDIKAN ANTI KORUPSI

Oleh : Hujair AH. Sanaky[1]

Lembaga-lembaga pendidikan
selalu diidolakan dengan lembaga yang bebas dari praktik korupsi.
Harapan dibebankan kedunia pendidikan untuk membangun sikap anti korupsi, membangun
sikap amanah (trust).
Tuntutannya,
sistem pendidikan harus dibenahi agar dapat menjawab permintaan tersebut. Pertanyaannya
apakah pendidikan di Indonesia siap untuk itu?
Pendidikan suatu proses belajar dan penyesuaian individu-individu secara terus menerus
terhadap nilai-nilai budaya dan cita-cita masyarakat; suatu proses dimana suatu bangsa
mempersiapkan generasi mudanya untuk menjalankan kehidupan dan untuk memenuhi tujuan
hidup secara efektif dan efisien. Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa pendidikan umumnya
berarti daya upaya untuk memajukan budi pekerti (kekuatan batin), pikiran (intellect) dan
jasmani anak-anak, selaras dengan alam dan masyarakatnya.[2] Mohammad Natsir dalam
tulisannya Idiologi Didikan Islam, menyatakan pendidikan satu pimpinan jasmani dan ruhani
menuju kepada kesempurnaan dan kelengkapan arti kemanusiaan dalam arti sesungguhnya.[3]
Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003, pasal 3 bahwa
pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.[4]
Dalam teori pendidikan terdapat tiga ranah dalam taksonomi tujuan pendidikan. Pertama, ranah
kognitif yang menekankan aspek untuk mengingat dan mereproduksi informasi yang telah
dipelajari, yaitu untuk mengkombinasikan cara-cara kreatif dan mensintesakan ide-ide dan
materi baru. Kedua, ranah afektif yang menekankan aspek emosi, sikap, apresiasi, nilai atau
tingkat kemampuan menerima atau menolak sesuatu. Ketiga, ranah psikomotorik yang
menekankan pada tujuan untuk melatih keterampilan seperti menulis, teknik mengajar,
berdagang, dan lain-lain. Dari ketiga ranah pendidikan tersebut idealnya harus selaras dan saling
melengkapi. Tetapi kenyataannya hubungan antara perubahan sikap (afektif) dan meningkatnya
ilmu pengetahuan (kognitif) secara statistik cenderung berdiri sendiri. Maka dari ketiga unsur
pencapaian pendidikan itu, idealnya harus dilakukan secara terpadu (integral) sehingga tercapai
tujuan proses pendidikan yang diinginkan dan akan jelas ke mana pendidikan itu akan diarahkan.
Namun kenyataanya kecenderungan dan pencapaian pendidikan sudah jauh bergeser dari tujuan
idealnya.[5]

Pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan dan


mengembangkan kreatifitas.[6] Maka untuk mewujudkan pendidikan anti korupsi, harus menjadi
tanggungjawab bersama antara keluarga, masyarakat, dan pemerintah, karena itu pendidikan
berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan di dalam lingkungan keluarga, sekolah, dan
masyarakat. Pendidikan kita terdiri atas tiga bagian, yaitu pendidikan informal (keluarga), formal
(sekolah) dan nonformal (masyarakat),[7] yang dapat saling melengkapi dan memperkaya. Oleh
karena itu, sasaran yang ingin dicapai dari pendidikan adalah pembentukan aspek kognitif
(intelektual), afektif (sikap mental atau moral) dan psikomotorik (skill/keterampilan). Maka
idealnya, pembentukan aspek kognitif menjadi tugas dan tanggung jawab para pendidik (guru) di
sekolah, pembentukan aspek efektif menjadi tugas dan tanggung jawab orangtua, dengan
membangun kepribadian dan kebiasaan. Sedangkan, pembentukan aspek psikomotorik menjadi
tugas dan tanggung jawab masyarakat (lembaga-lembaga kursus, dan sejenisnya). Dengan
adanya pembagian tugas seperti ini, maka masalah pendidikan anti korupsi sebenarnya menjadi
tanggung jawab semua pihak: orangtua, pendidik (guru), dan masyarakat.[8]
Dalam pendidikan keluarga, mengupayakan pendidikan moral seperti agama, budi pekerti, etika,
dan sejenisnya, menjadi tugas dan tanggung jawab orangtua. Ayah maupun ibu harus melatih
anak-anaknya untuk jujur dalam melakukan berbagai hal, khususnya yang menyangkut dengan
uang. Kejujuran merupakan prinsip dasar dalam pendidikan anti korupsi. Katakan saja, kalau
seorang ayah atau ibu menyuruh anaknya untuk belanja sesuatu ke warung, dia harus diajarkan
mengembalikan uang sisa belanja tersebut dan tidak boleh mengantongi uang sisa belanja
tersebut untuk dirinya sendiri. Intinya kita sebagai orangtua harus menanamkan kejujuran pada
anak. Hal ini dikatakan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan (Menneg PP) Meutia Hatta
kepada wartawan di sela-sela bakti sosial menyambut Hari Ibu ke-80, di Jakarta.[9]
Kita harus dan berani membentuk sikap anti korupsi sejak dini dan dimulai dari pendidikan
keluarga. Hal ini jelas merupakan tindakan yang patut dan harus didukung, sebab internalisasi
sikap dan kebiasaan anti korupsi dapat saja lewat penegakan hukum maupun pendidikan yang
bernilai preventif dan edukatif. Maka arah dari semua langkah itu adalah membangun kultur
perlawanan terhadap budaya korupsi yang dimulai dari pendidikan keluarga, dengan sifat
menciptakan efek jera, menebarkan budaya malu, menciptakan budaya kejujuran, budaya
tanggung jawab dan berupaya untuk mencegah agar para calon pelaku korupsi takut untuk
berbuat serupa.
Pendidikan di sekolah, mengembangkan pendidikan iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi)
menjadi tugas dan tanggung jawab para pendidik (guru) di sekolah. Maka untuk mewujudkan
pendidikan anti korupsi, pendidikan di sekolah harus diorientasikan pada tataran moral action,
agar peserta didik tidak hanya berhenti pada kompetensi (competence) saja, tetapi sampai
memiliki kemauan (will), dan kebiasaan (habit) dalam mewujudkan nilai-nilai dalam kehidupan
sehari-hari. Lickona (1991), menyatakan bahwa untuk mendidik moral anak sampai pada tataran
moral action diperlukan tiga proses pembinaan yang berkelanjutan mulai dari proses moral
knowing, moral feeling, hingga sampai pada moral action. Ketiganya harus dikembangkan secara
terpadu dan seimbang.[10] Dengan demikian diharapkan potensi peserta didik dapat berkembang
secara optimal, baik pada aspek kecerdasan intelektual, yaitu memiliki kecerdasan, pintar,
kemampuan membedakan yang baik dan buruk, benar dan salah, serta menentukan mana yang
bermanfaat. Kecerdasan emosional, berupa kemampuan mengendalikan emosi, menghargai dan
mengerti perasaan orang lain, dan mampu bekerja dengan orang lain. Keecerdasan sosial, yaitu
memiliki kemampuan berkomunikasi, senang menolong, berteman, senang bekerja sama, senang
berbuat untuk menyenangkan orang lain. Kecerdasan spritual, yaitu memiliki kemampuan iman
yang anggun, merasa selalu diawasi oleh Allah, gemar berbuat baik karena lillahi taalah, disiplin
beribadah, sabar, ikhtiar, jujur, pandai bersyukur dan berterima kasih. Sedangkan kecerdasan
kinestetik, adalah menciptakan keperdulian terhadap dirinya dengan menjaga kesehatan jasmani,
tumbuh dari rizki yang hahal, dan sebagainya. Maka sosok manusia yang mengembangkan
berbagai kecerdasan tersebut, diharapkan siap menghadapi dan memberantas perbuatan korupsi
atau bersikap anti korupsi.
Pendidikan di sekolah harus dilakukan secara berkelanjutan mulai dari proses moral knowing,
moral feeling, hingga moral action. Kenapa, karena pendidikan memiliki peran yang strategis
dalam mendukung dan bahkan mempercepat pembentukan masyarakat berkeadaban,[11]
memiliki kemampuan, keterampilan, etos, dan motivasi untuk berpartisifasi aktif secara jujur
dalam masyarakat. Dalam konteks ini, menurut penulis dalam pendidikan di sekolah, perlu
membangun kantin kejujuran di sekolah-sekolah, tidak hanya berkesan simbolik, atau bersifat
basah basih, tetapi harus dirancang dengan muatan sifat edukasi yang dikemukan di atas.
Mungkin saja, eksistensinya mungkin terlalu kecil di tengah gelombang budaya korupsi dan
erosi kejujuran yang melanda dan mendera bangsa ini. Tapi bila semua proses pendidikan dan
pengajaran sekolah-sekolah di seluruh Indonesia membudayakan gerakan yang sama, maka
lamban atau cepat manfaat besar dari proses pendidikan ini akan sama-sama dirasakan. Secara
teknis, pada kantin kejururan di sekolah, tiap pembeli atau siswa boleh mengambil barang apa
pun di kantin tersebut, membayarnya, dan mengambil sendiri uang pengembaliannya. Tidak ada
penjual atau penjaga yang mengawasi, sehingga kalau seseorang mau bersikap tidak jujur dengan
mengambil tanpa membayar atau membayar semaunya saja, tidak akan ada orang yang tahu.
Yang dibutuhkan adalah mendengarkan suara atau kata hati nurani, dengan merasa tanpa diawasi
oleh siapapun, maka hati dan tindakannya tetap harus mewujudkan sikap jujur. Dengan demikian
ukuran sukses atau tidaknya tujuan kantin tersebut akan terlihat dari neraca keuangannya, apakah
secara bisnis bisa berjalan terus atau bangkrut. [12] Hal ini sebagai salah satu upaya untuk
menanamkan dan membentuk perilaku anti korupsi sejak dini. Maka melalui kebiasaan dan
pemberian contoh, para siswa akan belajar untuk bersikap jujur, kerja keras, disiplin, berani,
tanggung jawab, mandiri, sederhana, adil, dan peduli, sehingga diharapkan akan terbentuk
karakter anti korupsi.
Proses percepatan pemberantasan korupsi bukan seperti membalik telapak tangan. Artinya, lebih
dari itu harus ada kerja-kerja keras yang spartan dan simultan antara aparat penegak hukum dan
masyarakat. Harus dibangun kesadaran yang mengartikulasikan kejujuran dan budaya malu
melakukan korupsi. Maka munculnya wacana dan kesadaran moral untuk memberantas korupsi
yang sudah menggurita ke segala lini kehidupan masyarakat Indonesia, selain melalui
mekanisme hukum, juga membangun filosofi baru berupa penyamaan nalar dan nilia-nilai baru
yang bebas korupsi melalui pendidikan formal, nonformal, dan informal. Hal itu dilakukan
karena pendidikan memiliki posisi sangat vital dalam upaya membangun sikap anti korupsi.
Karena, hakekat pendidikan adalah suatu proses menumbuhkembangkan eksistensi peserta-didik
yang memasyarakat, membudaya, dalam tata kehidupan bermasyarakat.[13]
Kata Antasari Azhar, bahwa kebiasaan korupsi sepertinya telah mendarah daging di Indonesia.
Agar tak ikut arus, pendidikan anti korupsi harus diberikan sejak dini. Ketua Komisi
Pemberantasan Korupsi pun berniat akan mengundang anak-anak yang duduk di sekolah dasar
untuk belajar anti korupsi di kantornya. Menurutnya pendidikan anti korupsi sejak dini ini
penting. Kita akan undang ke KPK untuk diberi pendidikan itu, katanya. Hal itu dikatakannya di
hadapan siswa-siswi Sekolah Darurat Kartini di kawasan Jakarta Utara, Kamis (6/11/2008).
Rencana ini, katanya akan menjadi salah satu program KPK ke depan. Anak-anak yang
diundang, tidak hanya mereka yang menempuh pendidikan formal saja, tapi juga pendidikan
informal. Korupsi dapat berdampak ke banyak bidang termasuk pendidikan. Ketua Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) pun miris ketika masuk dan melihat Sekolah Darurat Kartini dan
menyatakan apa ini akibat korupsi? [14]
Pendidikan anti korupsi harus diberikan melalui pembelajaran sikap mental dan nilai-nilai moral
bebas korupsi di sekolah, sehingga generasi baru Indonesia diharapkan dapat memiliki
pandangan dan sikap yang keras terhadap segala bentuk praktik korupsi. Ketua MPR Hidayat
Nurwahid, menyatakan bahwa pendidikan perlu dielaborasi dan diinternalisasikan dengan nilai-
nilai anti korupsi sejak dini. Pendidikan anti korupsi yang diberikan di sekolah diharapkan dapat
menyelamatkan generasi muda agar tidak menjadi penerus tindakan-tindakan korup generasi
sebelumnya. Tapi hanya saja memberikan pendidikan anti korupsi bukan hal mudah. Sebab,
bahkan lahirnya fenomena praktik korupsi juga berawal dari dunia pendidikan yang cenderung
tidak pernah memberikan sebuah mainstream atau paradigma berperilaku jujur dalam berkata
dan berbuat. Termasuk sekolah-sekolah di negeri ini. Misalnya guru menerangkan hal-hal idealis
dalam memberikan pelajaran, menabung pangkal kaya, tetapi realitanya banyak guru yang
korupsi, seperti korupsi waktu, korupsi materi pelajaran yang diberikan,. korupsi berupa absen
mengajar tanpa izin kelas. Hal-hal yang dilakukan itu, juga dapat memicu praktik korupsi yang
lebih buruk di dunia pendidikan.[15]
Demikianlah tradisi korupsi yang kronis di negeri ini. Marilah kita berbuat, meskipun masih
dalam batas yang kecil-kecilan, tapi yang penting memang itulah yang baru mampu kita lakukan.
Maka langkah untuk menangani korupsi melalui sistem pendidikan yang akan berdampak besar
dalam kehidupan manusia Indonesia. Dengan pendidikan anti korupsi, diharapkan dapat
menghasilkan manusia-manusia yang memiliki kecintaan terhadap bangsa dan negara, memiliki
prilaku yang baik, bermoral, berakhlakul karimah dan memiliki keimanan yang kuat. Sejak dini
para murid mulai diperkenalkan dan mempelajari betapa menarik dan buruknya dunia
perkorupsian di Indonesia dalam mata pelajaran Anti-Korupsi. Maka, dalam mata pelajaran Anti-
Korupsi, para murid dapat membahas tentang bahaya korupsi, isu-isu terkini seputar korupsi,
siapa saja pejabat yang terlibat dalam kasus korupsi, dan siapa saja yang sudah diputuskan
bersalah. Maka dari pendidikan Anti-Korupsi, target yang diharapkan adalah bagaimana
menanamkan sebuah pola pikir dan sikap kepada masyarakat Indonesia terutama para pelajar
sebagai calon-calon pemimpin untuk mengharamkan dan bahkan pada sikap membenci
suatu perbuatan atau perilaku yang dinamakan dengan tindakan korupsi.[16]
Selain itu, dalam proses pembelajaran sikap pengajar harus terbuka, jujur, tidak melakukan
tindakan-tindakan pengurangan waktu, tidak korupsi materi pelajaran yang diberikan, tidak
korupsi absen mengajar tanpa izin kelas, dan sebagainya Bangunlah sistem pendidikan sebagai
proses penyadaran potensi kejujuran, pendidikan hendaknya sebagai media penyadaran dari
negara dan masyarakat yang memiliki kemampuan lebih. Sehingga munculkan peserta didik dari
proses penyadaran itu. Tapi janganlah jadikan proses pendidikan sebagai media investasi dari
peserta didik, apa lagi para penyelenggara pendidikan mendapatkan keuntungan finansial dari
investasi peserta didik. Maka apabila sumber daya manusia yang lahir dari proses pendidikan
seperti itu, setelah mendapatkan peluang kerja ia pun akan bekerja untuk mencari keuntungan
demi mengembalikan investasi yang telah ia keluarkan selama dalam proses pendidikan. Bahkan
investasi yang ia telah keluarkan itu harus mendapatkan keuntungan yang lebih. Jika sumber
daya manusia itu tidak memiliki fondasi iman, akhlak, dan mental yang kuat, maka korupsi pun
akan dilakukan, karena mengais atau mencari rezeki secara benar, halal, dan wajar untuk
mengembalikan investasi yang telah ia keluarkan dalam proses pendidikan tidak didapatkannya.
[17]
Lahirlah manusia yang tidak amanah (trust), tidak dapat dipercaya dari prodak pendidikan yang
mengkodisikannya seperti itu. Jika prodak pendidikan, rakyat dan atau masyarakat yang tidak
amanah, sulit dipercaya, tidak jujur, negara akan hancur. Analog di atas diberikan untuk
menggambarkan kantin sebagai sebuah negara. Jika pembelinya tidak membayar sesuai
kewajibannya, maka modal yang dimiliki tentu akan tergerogoti. Maka kekayaan dalam
bangunan sebuah negara akan habis jika ketidakjujuran yang merupakan basis sikap korup terjadi
merajalela. Bermacam jalan telah ditempuh untuk membangun kejujuran yang bertaut dengan
menebar budaya malu. Di antara beragam kreasi elemen rakyat yang peduli, maka kantin
kejujuran merupakan ungkapan perlawanan terhadap korupsi secara edukatif. Maka sebenarnya
para pelaku korupsi, atau mereka yang berada dalam lingkaran kekuasaan mestinya tersentuh
ketika anak-anak muda sekarang ini telah mengembangkan penalarannya sendiri untuk
membangun budaya jujur, budaya malu, dan budaya anti korupsi. Mereka tengah mengasah
bahasa hati, bahasa nurani, dan bahasa kejujuran. Maka disadari atau tidak, itulah sumbangsih
para remaja untuk menyelamatkan Indonesia,[18] dari kebungkrutan karena ulah para koruptor.
Harapan mulai dibebankan kedunia pendidikan untuk membangun sikap anti korupsi,
membangun sikap amanah (trust). Tuntutannya, sistem pendidikan harus dibenahi agar dapat
menjawab permintaan tersebut. Pertanyaannya apakah pendidikan di Indonesia siap untuk itu?
Sebab realitas dalam dunia pendidikan di Indonesia, masih banyak terjadi tindak penyimpangan
dalam proses yang dapat dikatakan sebagai indikator rendahnya sikap amanah (trust) atau tindak
korupsi. Katakan saja dalam dunia pendidikan, muncul dan terjadi tindak pemalsuan ijazah,
penjualan ijazah, pembocoran soal, penjualan soal, terjadi penjualan nilai, terjadi manipulasi
nilai, tradisi nyontek di kalangan siswa/mahasiswa, plagiasi makalah atau tugas-tugas
mahasiswa, skripsi,[19] tesis, disertasi, dan lain-lain, juga merupakan beberapa indikator lainnya
dari rendahnya sikap amanah (trust). Kasus di Yogyakarta beberapa bulan yang lalu, kita
mendengar beribu ijazah aspal (asli tapi palsu) yang dikeluarka beberapa institusi pendidikan.
Fenomena semacam ini sangat memilukan dan menyedihkan dunia pendidikan dan merupakan
tantangan yang perlu segera dijawab oleh lembaga pendidikan itu sendiri, sehingga dapat
membangun masyarakat yang memiliki sikap amanah (trust) yang tinggi.[20]
Pendidikan di masyarakat, mengembangkan pendidikan keterampilan (skills), perilaku
(behavior), pembentukan kebiasaan (habit formation), pemberian contoh atau pemodelan (social
learning) dalam kehidupan di masyarakat. Cara-cara inilah yang harus dibiasakan dan di
internalisasikan dalam kehidupan di lingkungan masyarakat, dilembaga-lembaga sosial
masyarakat, lembaga-lembaga sosial keagama, di rumah-rumah ibadah, sehingga terbangun
social-capital yang kokoh. Inti dari social-capital adalah trust (sikap amanah), atau masyarakat
yang saling percaya dan dapat dipercaya,[21] karena memiliki sikap jujur dan bertanggung
jawab. Menurut pengamatan sementara ahli, bahwa dalam bidang social capital bangsa Indonesia
ini hampir mencapai titik zero trust society, atau masyarakat yang sulit dipercaya, artinya sikap
amanah (trust) sangat lemah. Sebagai salah satu indikatornya, hasil survey the Political and
Economic Risk Consultancy (PERC) tahun 2004, indeks korupsi di Indonesia sudah mencapai
9,25 atau ranking pertama se Asia, bahkan pada tahun 2005 indeksnya meningkat sampai 9,4.
Memang setelah diteliti, ternyata benar bahwa telah terjadi tindak korupsi bermiliar-miliar atau
bahkan trilyunan rupiah di berbagai instansi dan institusi[22]
Pendidikan anti-korupsi bagi masyarakat, untuk membrantas korupsi membutuhkan waktu
beberapa generasi. Itu pun kalau ada program yang dilakukan secara konsisten. Katakan saja,
untuk menghentikan kebiasaan merokok saja tidak gampang, apalagi korupsi. Korupsi sudah
sedemikian menggurita dalam birokrasi negara dan telah membudaya dalam kehidupan
masyarakat. Paling dirugikan adalah rakyat banyak dan di antara lapisan masyarakat yang paling
dirugikan adalah mereka yang jauh dari akses kekuasaan. Oleh sebab itu rakyat atau masyarakat
berhak dan berkewajiban melakukan kontrol untuk menghentikan atau minimal menekan segala
bentuk tindakan korup. Kontrol masyarakat (kontrol publik) merupakan senjata ampuh untuk
terjun ke medan pertempuran melawan wabah korupsi. Tetapi untuk memenangkan pertempuran
melawan korupsi, kontrol publik saja tidaklah memadai. Perlu senjata lain, yaitu partisipasi
publik. Fuad Hassan, menyebut kontrol publik dan partisipasi publik sebagai dwitunggal.
Dengan kontrol dan partisipasi publik, tindak korupsi bisa ditekan.[23]
Maka untuk mewujudkan pendidikan anti-korupsi bagi masyarakat, diperlukan partisipasi publik
sendiri yang merupakan syarat mutlak agar kontrol publik bisa dilakukan secara efektif.
Partisipasi publik akan terwujud bila publik memperoleh cukup informasi. Lantas apa yang
terjadi bila informasinya sengaja ditutupi? Ini berarti tidak ada keterbukaan. Bila tidak ada
keterbukaan, tidak akan ada partisipasi publik, apalagi kontrol publik. Dan jika tidak ada kontrol
publik, kekuasaan akan menjadi semakin kuat tak terkontrol. Dan ini artinya parktek-praktek
korupsi makin menjadi-jadi. Sebagaimana dikatakan Lord Acton; Power tends to corrupt,
absolut power corrupt absolutly. Karena itu memberikan informasi dan pendidikan bagi publik
agar melek informasi, khususnya terkait dengan korupsi bukan hanya perlu tetapi sesuatu yang
mendesak dilakukan. Apalagi dalam kehidupan politik kontemporer, korupsi tidak jarang
dijadikan isu dan komoditas politik, sehingga korupsi dikonstruksi menjadi masalah politik,
bukan lagi masalah hukum apalagi moral kejujuran.
Dalam keadaan seperti ini, kesadaran politik tentang bahaya korupsi harus dibangkitkan dan
dididik agar mempunyai ghirah memberantas korupsi. Upaya mendidik dan menyadarkan
masyarakat ini penting, sebab masyarakat yang sadar jelas lebih baik daripada masyarakat yang
apatis, yang tidak menyadari atau tidak tahu hak-haknya dan bersikap masa bodoh atau
tepoliro terhadap segala bentuk penyelewengan dan penyalahgunaan yang dilakukan pejabat
publik atau siapa saja yang melakukan korupsi. Sebab sikap masa bodoh dan teposliro ini
adalah lahan subur bagi tumbuhnya wabah korupsi dan dianggap sebagai perbuatan biasa saja.
Oleh karena itu, upaya mendidik, memberdayakan, dan membangkitkan kesadaran mengenai
betapa krusialnya persoalan korupsi jelas merupakan sesuatu yang mendesak dilakukan. Karena
warga masyarakat yang sadar dan memiliki pemahaman yang cukup tentang korupsi adalah
landasan yang sangat pengting bagi usaha menekan derasnya arus korupsi. Dengan demikian
kuncinya adalah perlunya pendidikan anti-korupsi bagi siswa, mahasiswa, dan masyarakat
umumnya, agar melek terhadap korupsi.[24] Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa
pendidikan atau pembelajaran anti-korupsi yang dilaksanakan secara terencana dan sistematis,
mulai dari pendidikan informal keluarga dirumah, pendidikan formal di sekolah, dan pendidikan
nonformal di masyarakat, dapat mencegah, mengurangi, dan bahkan memberantas korupsi di
Indonesia sampai ke akar-akarnya.

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Azhar, Antasari, Beri Pendidikan Anti Korupsi, Antasari Undang Anak-anak ke KPK, Kamis,
06/11/2008 12:40 WIB http://www.detiknews.com/read/ 2008/11/06/124015/1032322/10/beri-
pendidikan-anti-korupsi-antasari-undang-anak- anak-ke-kpk, access, sabtu,30/1/2009,jam.23.00
wib.
Azra, Azyumardi, 2002, Paradigma Baru Pendidikan Nasional, Rekonstruksi dan Demokratisasi,
Penerbit Kompas, Jakarta.
Bayu. An, Pendidikan Anti Korupsi ? Wajib itu., http://bayuadhitya.wordpress.
com/2008/05/28/pendidikan-anti-korupsi-wajib-itu/,access,kamis,29/1/ 2009, jam. 23.30 wib.
Dewantara, Ki Hajar, 1977, Pendidikan, Majelis Luhur Persatuan Tamaan Siswa, Yogyakarta.
Elisabeth, Stevani, Pendidikan Antikorupsi Dimulai dari Rumah Tangga,
http://www.sinarharapan.co. id/ berita/ 0812/ 12/kesra01.html,access, 30/1/2009, jam. 23.00 wib.
Lickona, Thomas, 1991, Educating for Character How Our Schools Can Teach Respect and
Responsibility, New York: Bantam Books.
Muhaimin, 2006, Nuansa Baru Pendidikan Islam, Mengurai Benang Kusut Dunia Pendidikan,
RajaGrafindo Persada, Jakarta.
Mimbar Agama Hindu, Pendidikan Mengatasi Korupsi http://www. balipost. co.id/
balipostcetak/2005/4/26/o3.htm., access, kamis, 29/1/2009, jam. 23.00
Mursyid, Ali, Pendidikan Anti-Korupsi Berbasis Masyarakat, http://
kangalimursyid.blogspot.com/2007/05/pendidikan-anti-korupsi-berbasis. html, access, kamis,
29/1/2009, jam. 23.30
Nugroho, Tjahjadi, 2007, Kata Sambutan, dalam buku: Syamsul Maarif, Revitalisasi Pendidikan
Islam, Graha Ilmu, Yogyakarta.
Tilaar, HAR., 1998. Beeberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional Dalam Perspektif Abad
21, Tera Indonesia, Magelang.
____,1999, Pendidikan, Kebudayaan, dan Masyarakat Madani Indonesia, Startegi Reformasi
Pendidikan Nasional, Remaja Rosdakarya, Bandung.
Pendidikan Anti Korupsi di UIN/IAIN/STAIN: Membangun Budaya Anti Korupsi,
http://www.csrc.or.id/ berita/index. php?detail=051212063548, access, kamis, 29/1/2009, jam
23.00.
Rosi Sugiarto, Pendidikan Anti Korupsi Sejak Dini, http://news.okezone.com/ read/2008/12/10/
220/172280/220/ pendidikan-anti-korupsi-sejak-dini, access, jumat, 30/1/2009, jam. 23.00.
Rusli, Korupsi Di Indonesia, http://www.bangrusli.net/index.php?option=
com_content&task=view&id=317&Itemid=38, access, kamis, 29/1/2009, jam. 23.15.
Sanaky, Hujair AH., 2003, Paradigma Pendidikan Islam: Membangun Masyaraakat Madani
Indonesia, Safiria Insania Press dan MSI, Yogyakarta.
____, 2008, Academics Undergound (Studi Terhadap Layanan Biro-biro Bimbingan Skripsi di
Daerah Istimewa Yogyakarta), Hasil penelitian ini telah dimuat di Jurnal Millah, Jurnal Studi
Agama, ISSN 1412-0992, Terakreditasi SK Dirjen Dikti Diknas RI No. 167/DIKTI/Kep./2007,
Vol.VII,No.2 Februari 2008. Magister Studi Islam (MSI), Universitas Islam Indonesia
Yogyakarta.
Syarif S, Sabiqul Khair, Pendidikan Antikorupsi di Sekolah, http://www. freelists.
org/post/list_indonesia/ppiindia-Pendidikan-Antikorupsi-di-Sekolah,8, acces, sabtu, 30/1/2009,
jam. 20.40 wib.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003, Sistem Pendidikan Nasional,
Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia, Jakarta.
Wiryana, Made, Penyelesaian Problem Sosial Melalui Optimalisasi Fungsi Tri Pusat Pendidikan
(sebuah paper yang idenya tercetus ketika banyak melihat problem sosial di kampung-kampung
miskin di perkotaan) http://wiryana- holistic.blogspot.com/2008/05/problem-sosial-dan-tri-pusat-
pendidikan.html, achttp://wiryana-holistic.blogspot. com/ 2008/05/problem-sosial-dan-tri-pusat-
pendidikan.html, access, sabtu, 31/1/2009, jam. 16.45.

[1] Tulisan artikrl ini judul lengkapnya adalah Pendidikan Mengatasi dan Anti Korupsi, yang
akan dimuat di Jurnal Al-Marawid Prodi Hukum Islam Fakultas Ilmu Agama Universitas Islam
Indonesia, terbitan 2009, sehingga bagi yang ingin membaca lengkap tulisan ini, dapat membaca
jurnal Al-Mawarid.
[2] Ki Hajar Dewantara, Pendidikan, (Yogyakarta: Majelis Luhur Persatuan Tamaan Siswa,
1977), hlm.14.
[3] Pendidikan Anti Korupsi di UIN/iain/STAIN: Membangun Budaya Anti Korupsi,
http://www.csrc.or.id/ berita/index. php?detail=051212063548, access, kamis, 29/1/2009, jam
23.00.
[4] Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003, Sistem Pendidikan Nasional,
Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia, Jakarta, 2003, hlm.8.
[5] Baca: Pendidikan Anti Korupsi di UIN/iain/STAIN: Membangun Budaya Anti Korupsi,
http://www.csrc.or.id/ berita/index. php?detail=051212063548, access, kamis, 29/1/2009, jam
23.00.
[6] Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003, Pasal 4 ayat (4) Sistem
Pendidikan Nasional, Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia, Jakarta, 2003,
hlm.9.
[7] Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003, Pasal 13 ayat (2) Sistem
Pendidikan Nasional,, Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia, Jakarta, 2003,
hlm.13.
[8] Made Wiryana, Penyelesaian Problem Sosial Melalui Optimalisasi Fungsi Tri Pusat
Pendidikan (sebuah paper yang idenya tercetus ketika banyak melihat problem sosial di
kampung-kampung miskin di perkotaan) http://wiryana-holistic.blogspot.com/2008/05/problem-
sosial-dan-tri-pusat-pendidikan.html, achttp://wiryana-holistic.blogspot. com/ 2008/05/problem-
sosial-dan-tri-pusat-pendidikan.html, access, sabtu, 31/1/2009, jam. 16.45.
[9] Stevani Elisabeth, Pendidikan Antikorupsi Dimulai dari Rumah Tangga,
http://www.sinarharapan.co. id/ berita/ 0812/ 12/kesra01.html,access, 30/1/2009, jam. 23.00 wib.
[10] Lickona, Thomas, Educating for Character How Our Schools Can Teach Respect and
Responsibility, New York: Bantam Books, 1991, hlm. 53.
[11] Azyumardi Azra, Paradigma Baru Pendidikan Nasional, Rekonstruksi dan Demokratisasi,
(Jakarta: Kompas, 2002), hlm. Xix.
[12] Baca: Rosi Sugiarto , Pendidikan Anti Korupsi Sejak Dini,
http://news.okezone.com/read/2008/12/10/ 220/172280/220/ pendidikan-anti-korupsi-sejak-dini,
access, jumat, 30/1/2009, jam. 23.00.
[13] HAR. Tilaar, Pendidikan, Kebudayaan, dan Masyarakat Madani Indonesia, Strategi
Reformasi Pendidikan Nasional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1999), hlm. 28.
[14] Antasari Azhar, Beri Pendidikan Anti Korupsi, Antasari Undang Anak-anak ke KPK, Kamis,
06/11/2008 12:40 WIB http://www.detiknews.com/read/2008/11/06/124015/1032322/10/beri-
pendidikan-anti-korupsi-antasari-undang-anak-anak-ke-kpk, access, sabtu, 30/1/2009, jam. 23.00
wib.
[15] Baca: Sabiqul Khair Syarif S, Pendidikan Antikorupsi di Sekolah,
http://www.freelists.org/post/list_indonesia/ppiindia-Pendidikan-Antikorupsi-di-Sekolah,8,
acces, sabtu, 30/1/2009, jam. 20.40 wib.
[16] Baca: Bayu.An, Pendidikan Anti Korupsi ? Wajib itu.,
http://bayuadhitya.wordpress.com/2008/05/28/pendidikan-anti-korupsi-wajib-itu/, access, kamis,
29/1/2009, jam. 23.30 wib
[17] Baca: Mimbar Agama Hindu, Pendidikan Mengatasi Korupsi, http://www.mail-
archive.com/ppiindia@yahoogroups .com/ msg 17897.html, access, kamis, 29/1/2009, jam.
23.00 wib.
[18] Rosi Sugiarto , Pendidikan Anti Korupsi Sejak Dini,
http://news.okezone.com/read/2008/12/10/ 220/172280/220/ pendidikan-anti-korupsi-sejak-dini,
access, jumat, 30/1/2009, jam. 23.00.
[19] Baca: Hujair AH. Sanaky, Academics Undergound (Studi Terhadap Layanan Biro-biro
Bimbingan Skripsi di Daerah Istimewa Yogyakarta), Hasil penelitian ini telah dimuat di Jurnal
Millah, Jurnal Studi Agama, ISSN 1412-0992, Terakreditasi SK Dirjen Dikti Diknas RI No.
167/DIKTI/Kep./2007, Vol.VII,No.2 Februari 2008. Magister Studi Islam (MSI), Universitas
Islam Indonesia Yogyakarta, hlm.106-127.
[20] Baca: Muhaimin, Nuansa Baru Pendidikan Islam, Mengurai Benang Kusut Dunia
Pendidikan, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2006), hlm. 84.
[21] Muhaimin, Nuansa Baru Pendidikan Islam, Mengurai Benang Kusut Dunia Pendidikan,
(Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2006), hlm. 84.
[22] Muhaimin, Nuansa Baru Pendidikan Islam, Mengurai Benang Kusut Dunia Pendidikan,
(Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2006), hlm. 84.
[23] Ali Mursyid, Pendidikan Anti-Korupsi Berbasis Masyarakat,
http://kangalimursyid.blogspot.com/2007/05/pendidikan-anti-korupsi-berbasis.html, access,
kamis, 29/1/2009, jam. 23.30 wib.
[24] Baca: Ali Mursyid, Pendidikan Anti-Korupsi Berbasis Masyarakat, http://kangalimursyid.
blogspot. com/2007/05/ pendidikan-anti-korupsi-berbasis.html, access, kamis, 29/1/2009, jam.
23.30 wib.

Permasalahan korupsi di Indonesia sudah sampai pada taraf menimbulkan skeptisime semua
kalangan, termasuk mahasiswa. Maka dari itu mendesain mata kuliah baru Anti-korupsi agar
menjadi sebuah pembelajaran yang menarik, tidak monoton dan efektif bukan hal mudah. Materi
tentu penting untuk memperkuat aspek kognitif, namun pemilihan metode pembelajaran yang
kreatif merupakan kunci bagi keberhasilan mengoptimalkan intelektual, sifat kritis dan etika
integritas mahasiswa. Dosen sendiri harus menjadi komunikator, fasilitator dan motivator yang
baik bagi mahasiswa. Peran pimpinan perguruan tinggi juga diperlukan untuk menciptakan
kampus sebagai land of integrity yang mendukung efektifitas pendidikan Anti-korupsi itu
sendiri.

Korupsi merupakan perbuatan yang bertentangan dengan kaidah-kaidah umum yang berlaku di
masyarakat. Korupsi di Indonesia telah dianggap sebagai kejahatan luar biasa. Melihat realita
tersebut timbul public judgement bahwa korupsi adalah manisfestasi budaya bangsa. Telah
banyak usaha yang dilakukan untuk memberantas korupsi. Namun sampai saat ini hasilnya
masih tetap belum sesuai dengan harapan masyarakat.

Korupsi sebagai masalah keserakahan elite telah Mencoreng citra bangsa di mata internasional.
Sangatlah wajar apabila kampanye anti keserakahan dijadikan sebagai salah satu upaya
memberantas Korupsi. Banyak faktor penyebab terjadinya korupsi, namun faktor tersebut
berpusat pada satu hal yakni toleransi terhadap korupsi. Kita lebih banyak wicara dan upacara
ketimbang aksi. Mencermati faktor penyebab korupsi sangat tepat sebagai langkah awal bergerak
menuju pemberantasan korupsi yang riil.

Meluasnya praktik korupsi di suatu negara akan memperburuk kondisi ekonomi bangsa,
misalnya harga barang menjadi mahal dengan kualitas yang buruk, akses rakyat terhadap
pendidikan dan kesehatan menjadi sulit, keamanan suatu negara terancam, kerusakan lingkungan
hidup, dan citra pemerintahan yang buruk di mata internasional sehingga menggoyahkan sendi-
sendi kepercayaan pemilik modal asing, krisis ekonomi yang berkepanjangan, dan negara pun
menjadi semakin terperosok dalam kemiskinan.

Pada dasarnya korupsi terjadi karena adanya faktor internal (niat) dan faktor eksternal
(kesempatan). Niat lebih terkait dengan faktor individu yang meliputi perilaku dan nilai-nilai
yang dianut, sedangkan kesempatan terkait dengan sistem yang berlaku. Upaya pencegahan
korupsi dapat dimulai dengan menanamkan nilai-nilai anti korupsi pada semua individu.
Setidaknya ada 9 (sembilan) nilai anti korupsi yang penting untuk ditanamkan pada semua
individu, yaitu Kejujuran, Kepedulian, Kemandirian, Kedisiplinan, Tanggung jawab, Kerja keras,
Sederhana, Keberanian, dan Keadilan.

Banyak sekali hambatan dalam pemberantasan korupsi. Terlebih bila korupsi sudah secara
sistemik mengakar dalam segala aspek kehidupan masyarakat di sebuah negara. Beragam cara
dicoba, namun praktek korupsi tetap subur dan berkembang baik dari segi kuantitas maupun
kualitasnya. Kegagalan pemberantasan korupsi di masa lalu tidak boleh menyurutkan keinginan
semua pihak untuk memberantas korupsi. Perlu dipahami bahwa tidak ada satu konsep tunggal
yang dapat menjawab bagaimana korupsi harus dicegah dan diberantas. Semua cara, strategi dan
upaya harus dilakukan dalam rangka memberantas korupsi.

Tindak Pidana korupsi bukanlah tindak pidana baru di dalam peraturan perundang-undangan di
Indonesia. Istilah tindak pidana korupsi itu sendiri telah digunakan sejak diberlakukannya
Peraturan Pemberantasan Korupsi Penguasa Perang Pusat Nomor Prt/Peperpu/013/1950. Namun
perbuatan korupsi yang diatur di dalam peraturan perundang-undangan Indonesia pada
hakikatnya telah dikenal dan diatur di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Hal
ini terbukti dengan diadopsinya beberapa ketentuan hukum pidana dalam KUHP menjadi delik
korupsi.

Dalam sejarah tercatat bahwa mahasiswa mempunyai peran penting dalam menentukan
perjalanan bangsa Indonesia. Dengan idealisme, semangat muda, dan kemampuan intelektual
tinggi yang dimilikinya mahasiswa mampu berperan sebagai agen perubahan (agent of change).
Peran mahasiswa tersebut terlihat menonjol dalam peristiwa-peristiwa besar seperti Kebangkitan
Nasional tahun 1908, Sumpah Pemuda tahun 1928, Proklamasi Kemerdekaan tahun 1945,
lahirnya Orde Baru tahun 1966, dan Reformasi tahun 1998. Maka tidaklah berlebihan jika
mahasiswa diharapkan juga dapat menjadi motor penggerak utama gerakan anti korupsi di
Indonesia.

Pendidikan Anti Korupsi


Posted on December 29, 2012 by nur shd

Indonesia Republik Korupsi? Ya, idiom itu memang bisa menjadi sebuah stigma yang amat
tidak nyaman bagi warga bangsa yang masih memiliki nurani. Namun, cobalah raba dan rasakan
denyutnya! Betapa proses anomali sosial

bernama korupsi itu sudah demikian deras mengalir di berbagai lini dan lapis kehidupan, mulai
pusat hingga daerah. Sekat-sekat kehidupan di negeri ini (nyaris) tidak lagi
menyisakan spase yang nyaman untuk tidak berbuat korup.

Negeri kita telah lama dikenal sebagai negeri yang kaya. Namun, pemerintahnya banyak utang
dan rakyatnya pun terlilit dalam kemiskinan permanen. Sejak zaman pemerintahan kerajaan,
kemudian zaman penjajahan, dan hingga zaman modern dalam pemerintahan NKRI dewasa ini,
kehidupan rakyatnya tetap saja miskin. Akibatnya, kemiskinan yang berkepanjangan telah
menderanya bertubi-tubi sehingga menumpulkan kecerdasan dan masuk terjerembab dalam
kurungan keyakinan mistik, fatalisme, dan selalu ingin mencari jalan pintas.

Kepercayaan terhadap pentingnya kerja keras, kejujuran, dan kepandaian semakin memudar
karena kenyataan dalam kehidupan masyarakat menunjukkan yang sebaliknya. Banyak mereka
yang kerja keras, jujur dan pandai, tetapi ternyata bernasib buruk hanya karena mereka datang
dari kelompok yang tak beruntung, seperti para petani, kaum buruh. Sementara itu, banyak yang
dengan mudahnya mendapatkan kekayaan hanya karena mereka datang dari kelompok elite atau
berhubungan dekat dengan para pejabat dan penguasa, bahkan oleh para mereka yang disebut
kyai sekalipun.

Akibatnya, kepercayaan rakyat terhadap rasionalitas intelektual menurun karena hanya dipakai
para elite untuk membodohi kehidupan mereka saja.

Mereka memuja dan selalu mencari jalan pintas untuk mendapatkan segala sesuatu dengan
mudah dan cepat, baik kekuasaan maupun kekayaan. Korupsi lalu menjadi budaya jalan pintas
dan masyarakat pun menganggap wajar memperoleh kekayaan dengan mudah dan cepat.

Sungguh demikian parahkah perilaku korup di sebuah negeri yang pernah diagung-agungkan
sebagai bangsa yang santun, beradab, dan berbudaya? Haruskah negeri ini hancur dan tenggelam
ke dalam kubangan dan lumpur korupsi hingga akhirnya loyo dan tak berdaya dalam
menghadapi tantangan peradaban?

Berdasarkan fakta ironis semacam itu, masuk akal juga kalau ada yang pernah menggulirkan
wacana pendidikan antikorupsi. Pendidikan antikorupsi didasarkan pertimbangan bahwa
pemberantasan korupsi mesti dilakukan secara integratif dan simultan yang mesti berjalan
beriringan dengan tindakan represif terhadap koruptor. Karena itulah, pendidikan antikorupsi
mesti didukung. Jangan sampai timbul keawaman terhadap korupsi dan perilaku koruptif.

Pendidikan antikorupsi perlu dirancang agar menggunakan pijakan multikutural sebagai basisnya
karena banyaknya perbedaan dalam kesederajatan, baik secara individual maupun kebudayaan.
Dalam model multikulturalisme, masyarakat dilihat sebagai sebuah kepingan unik dari sebuah
mosaik besar. Konsep multikulturalisme tidak sama dengan pluralisme. Pluralisme menekankan
pengakuan dan penghormatan kepada adanya keragaman budaya dan suku bangsa, juga agama.
Multikulturalisme menekankan keanekaragaman dalam persamaan derajat.

Pendidikan antikorupsi berbasis multikultural mengandaikan domain bangsa sebagai arena yang
dipenuhi bermacam tipe manusia. Pendidikan antikorupsi berbasis multikultur didasari konsep
perbedaan yang unik pada tiap orang. Setiap orang memperoleh peluang pembelajaran sesuai
keunikannya. Pendidikan ini dikelola sebagai sebuah dialog, sehingga tumbuh kesadaran dari
setiap warga akan pentingnya pemberantasan dan pencegahan korupsi. Sampai tingkat lanjut
menumbuhkan kesadaran kolektif, untuk secara bersama memberantas korupsi.

Memang sudah saatnya dunia pendidikan kita disentuh oleh persoalan-persoalan riil yang
berlangsung di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Ketika perilaku korupsi sudah demikian
mengakar di berbagai lapis dan lini kehidupan masyarakat, sudah seharusnya para siswa didik
yang kelak akan menjadi penentu masa depan negeri ini, diperkenalkan dengan masalah-masalah
korupsi untuk selanjutnya diajak bersama-sama memberikan sebuah pencitraan bahwa korupsi
harus menjadi public enemy yang harus dihancurkan bersama. Para siswa didik perlu tahu betapa
berbahayanya perilaku koprusi itu sehingga mereka diharapkan memiliki filter yang amat kuat
untuk tidak tergoda melakukan tindakan-tindakan korup.

Persoalannya sekarang, perlukah pendidikan antikorupsi dimasukkan ke dalam kurikulum


sebagai mata pelajaran tersendiri? Ya, pertanyaan ini menjadi penting untuk dijawab, sebab
jangan sampai kita mengulang bentuk-bentuk indoktrinasi yang cenderung dogmatis seperti yang
pernah terjadi pada masa Orde Baru. Penataran P4, misalnya, demikian masif dilaksanakan di
segenap lapis birokrasi dan institusi, tetapi kenyataannnya justru pengamalan Pancasila hanya
sekadar menjadi sebuah kekenesan dan kelatahan tanpa merasuk ke dalam roh dan jiwa.

Selain itu, korupsi sebenarnya merupakan persoalan kompleks dan rumit yang mencakup ranah
hukum, sosial, ekonomi, politik, budaya, maupun agama. Realitas sosial yang timpang,
kemiskinan rakyat yang meluas serta tidak memadainya gaji dan upah yang diterima seorang
pekerja, merebaknya nafsu politik kekuasaan, budaya jalan pintas dalam mental suka menerabas
aturan, serta depolitisasi agama yang makin mendangkalkan iman, semuanya itu telah membuat
korupsi semakin subur dan sulit diberantas, selain karena banyaknya lapisan masyarakat dan
komponen bangsa yang terlibat dalam tindak korupsi. Karena itu, dekonstruksi sosial tak bisa
diabaikan begitu saja dan kita perlu merancang dan mewujudkannya dalam masyarakat baru
yang antikorupsi.

Nah, agaknya akan sia-sia saja pendidikan antikorupsi masuk ke dalam kurikulum pendidikan
secara formal kalau tidak diimbangi dengan proses dekonstruksi sosial secara simultan. Berbagai
komponen masyarakat perlu menjadikan perilaku korupsi ini sebagai tindakan tidak bermartabat
yang bisa menyengsarakan hajat hidup rakyat banyak. Supremasi hukum harus jalan. Seiring
dengan itu, para siswa didik juga perlu diajak berdialog dan mengikuti proses pembelajaran
secara terbuka dan interaktif melalui pemaparan perilaku korupsi dan dampaknya bagi
masyarakat luas. Dengan cara begitu, perilaku antikorupsi dengan sendirinya akan masuk ke
dalam ranah nurani dan jiwa siswa didik sehingga kelak mereka benar-benar menjadi generasi
masa depan yang bersih dan bermartabat. Wallahu Alam nur s

Pengertian Korupsi
Korupsi atau rasuah (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk,
rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok) adalah tindakan pejabat publik, baik politisi
maupun pegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan itu yang secara tidak wajar
dan tidak legal menyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan kepada mereka untuk
mendapatkan keuntungan sepihak.
Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar memenuhi unsur-unsur
sebagai berikut:

perbuatan melawan hukum,

penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana,

memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi, dan

merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Jenis tindak pidana korupsi di antaranya, namun bukan semuanya, adalah

memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan),

penggelapan dalam jabatan,

pemerasan dalam jabatan,

ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara),


dan

menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara).

Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk
keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintah|pemerintahan rentan korupsi dalam prakteknya.
Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan
dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan korupsi berat yang
diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung korupsi adalah kleptokrasi, yang arti harafiahnya
pemerintahan oleh para pencuri, dimana pura-pura bertindak jujur pun tidak ada sama sekali.

Korupsi yang muncul di bidang politik dan birokrasi bisa berbentuk sepele atau berat,
terorganisasi atau tidak. Walau korupsi sering memudahkan kegiatan kriminal seperti penjualan
narkotika, pencucian uang, dan prostitusi, korupsi itu sendiri tidak terbatas dalam hal-hal ini saja.
Untuk mempelajari masalah ini dan membuat solusinya, sangat penting untuk membedakan
antara korupsi dan kejahatan.

Tergantung dari negaranya atau wilayah hukumnya, ada perbedaan antara yang dianggap korupsi
atau tidak. Sebagai contoh, pendanaan partai politik ada yang legal di satu tempat namun ada
juga yang tidak legal di tempat lain.
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Korupsi merupakan kata yang dinegasikan oleh setiap orang, namun tidak orang
menyadari bahwa korupsi telah menjadi bagian dari dirinya. Hal ini biasanya terjadi akibat
pemahaman yang keliru tentang korupsi atau karena realitas struktural yang menghadirkan
korupsi sebagai kekuatan sistematik yang membuat tak berdaya para perilakunya. Ada nilai-nilai
kultural seperi pemberian hadiah yang mendorong seseorang untuk melakukan tindakan korupsi,
namun ada pula sistem yang memaksa seseorang berlaku korupsi.

1.2 Rumusan Masalah


a. Apa itu Korupsi?
b. Apa saja prinsip-prinsip antikorupsi

BAB II
PEMBAHASAN

II.1. Pengertian Korupsi dan Prinsip-Prinsip Korupsi

II.1.1. Defenisi Korupsi


Secara etimologis, korupsi berasal dari kata korup yang berarti buruk, rusak, dan busuk
korup juga dapat berarti dapat disogok (melalui kekuasaan untuk kepentingan pribadi).
Korupsi juga disebutkan berasal dari bahasa latin corrupere dan corruptio yang berarti
penyuapan dan corrupere yang berarrti merusak. Istilah ini kemudian di pakai dalam bebagai
bahasa asing, seperti Inggris menjadi cooruption dan di Indonesia menjadi korupsi.
Dalam bahasa arab korupsi disebut riswah yang berarti penyuapan. Riswah juga dimaknai
sebagai uang suap. Korupsi sebagai sebuah tindakan yang merusak dan berkhianat juga disebut
fasad dan gulul. Ketiga istilah ini memiliki rujukan teologis baik dalam hadis maupun dalam Al-
quran.
Sementara dalam terminologis korupsi diartikan sebagai pemberian dan penerimaan suap.
Defenisi korupsi ini lebih menekankan pada praktik pemberian suap atau penerimaaan suap.
Dengan demikian baik yang menerima maupun memberi keduanya termasuk koruptor.
David M Chalmers menguraikan pengertian korupsi sebagai tindakan-tindakan
manipulasi dan kepurusan mengenai keuangan yang membahayakan ekonomi. JJ Senturia dalam
Encyclopedia of social sciens (Vol VI, 1993) mendefinisikan korupsi sebagai penyalahgunaan
kekusaan pemerintahan untuk keuntungan pribadi. Definisi ini dianggap sangat spesifik dan
konvensional karena meletakan persoalan korupsi sebagai ranah pemerintah semata. Padahal
seiring dengan proses swastanisasi (privatisasi) perusahaan negara dan pengalihan kegiatan yang
selama ini masuk dalam ranah negara ke sektor swasta, maka definisi korupsi mengalami
perluasan. Ia tidak hanya terkait dengan penyimpanagan yang dilakukan oleh pemerintah, tapi
juga oleh pihak swasta dan pejabat-pejabatranah publik baik politisi, pegawai negrimaupun
orang-orang dekat mereka yang memperkaya diri dengan cara melanggar hukum. Berpijak paa
hal tersebut Transparancy International memasukan tiga unsur korupsi yaitu penyalahgunaan
kekuasaan, kekuasaan yang dipercayakan dan keuntungan pribadi baik secara pribadi, anggota
keluarga, maupun kerabat dekat lainnya.
Dari beberapa defenisi diatas, baik secara etimologis maupun terminologis, korupsi dapat
dipahami dalam tiga level. Pertama Korupsi dalam pengertian tindakan pengkhianatan terhadap
kepercayaan, kedua pengertian dalam semua tindakan penyalahgunaan kekuasaan baik pada
tingkat negara maupun lembaga-lembaga struktural lainnya termasuk lembaga pendidikan.
Ketiga korupsi dalam pengertian semua bentuk tindakan penyalahgunaan kekuasaanuntuk
mendapatkan keuntungan materil.

II.1.2. Prinsip-Prinsip Antikorupsi


Prinsip-prinsip anti korupsi pada dasarnya merupakan langkah-langkah antisipatif yang
harus dilakukan agar laju pergerakan korupsi dapat dibendung bahkan diberantas. Pada dasarnya
Prinsip-prinsip anti korupsi terkait dengan semua objek kegiatan publik yang menuntut adanya
integritas, objektivitas, kejujuran, keterbukaaan, tanggung gugat dan meletakkan kepentingan
publik diatsa kepentingan individu. Dalam konteks korupsi ada beberapa prinsip yang harus
ditegakkan untuk mencegah terjadinya korupsi, yaitu prinsip akuntabilitas, transparansi,
kewajaran dan adanya aturan maen yang dapat membatasi ruang gerak korupsi, serat kontrol
terhadap aturan maen tersebut.
1. Akuntanbilitas
Prinsip akuntabilitas merupakan pilar penting dalam rangka mencegah terjadinya korupsi.
Prinsip ini pada dasarnya dimaksudkan agar segenap kebijakan dan langkah-langkah yang yang
dijalankan sebuah lembaga dapat dipertanggungjawabkan secara sempurna. Akuntabilitas
mensyaratkan adanya sebuah kontrak aturan maen baik yang teraktualisasidalam bentuk
konvensi maupun konstruksi, baik pada level budaya (individu dengan individu) maupun pada
level lembaga. Melalui aturan maen itulah sebuah kebijakan dapat dipertanggungjawabkan. Oleh
kaerena itu prinsip akuntabilitas sebagai prinsip pencegahan tindak korupsi membutuhkan
perangkat-perangkat pendukung, baik berupa perundang-undangan maupun dalam bebtuk
komitmen dan dukungan masyarakat.
Keberadaan undang-undang maupun peraturansecara otomatis mengaharuskan adanya
akuntabilitas.Hal ini berlansung pada seluruh level kelembagaan, baik pada level negara maupun
komunitas tertentu. Sebagai prinsip akuntabilitas undang-undang negara juga menyebutkan
adanya kewajiban ganti rugi yang diberlakukan atas mereka yang karena kelengahan itu telah
merugikan negara.

2. Transparansi
Transparansi merupakan prinsip yang mengaharuskan semua kebijakan dilakukan secara
terbuka sehingga segala bentuk penyimpangan dapat diketahui oleh publik. Transparansi menjadi
pintu masuk, sekaligus kontrol bagi seluruh bagi seluruh proses dinamika struktural kelembagaan
seluruh sektor kehidupan publik mensyaratkan adanya transparansi sehingga tidak terjadi distorsi
dan penyelewengan yang merugikan masyarakat. Dalam bentuk yang paling sederhana
keterikatan interaksi antar dua individu atau lebih mengharuskan adanya keterbukaan,
keterbukaan dalam konteks ini merupakan bagian dari kejujuran untuk saling menjujung
kepercayaan yang terbina antar individu.
Sektor-sektor yang harus melibatkan masyarakat adalah sebagai berikut:
a. Proses penganggaran yang bewrsifat dari bawah ke atas, mulai dari perencanaan,
implementasi, laporan pertanggungjawaban dan penilaian terhadap kinerja anggran. Hal ini perlu
dilakukan untuk memudahkan masyarakat melkukan kontrol terhadappengelolaan anggaran.
b. Proses penyusunan kegiatan atau proyek
c. Proses pembahasan tentang pembuatan rancangan peraturan yang berkaitan dengan strategi
penggalangan dana.
d. Proses tentang tata cara dan mekanisme pengelolaan proyek mulai dari proses tender, pengerjaan
teknis, pelaporan finansial dan pertanggungjawaban secara teknis dari proyek yang dikerjakan
oleh pimpinan proyek atau kontraktor.

3. Fairness
Fairness merupakan salah satu Prinsip-prinsip anti korupsi yang mengedepankan
kepatutan atau kewajaran. Prinsip Fairness sesungguhnya lebih ditujukan untuk mencegah
terjadinnya manipulasi dalam penganggaran proyek pembangunan, baik dalam bebtuk mark up
maupun ketidakwajaran kekuasaan lainnya. Jika mempelajari definisi korupsi sebelumya, maka
dalam korupsi itu sendiri terdapat unsur-unsur manipulasi dan penyimpangan baik dalam bentuk
anggaran, kebijkan dan lainnya. Berdasarkan kondisi tersebut, maka para perumus kebijakan
pembangunan menekankan pentingnya prinsip fairness dalam proses pembangunan hingga
pelaksanaanya. Haze Croall dalam bukunya White Collar Crime (kejahatan kerah putih)
merumuskan kejahatan kerah putih atau koruptor sebagai kejahatan orang-orang yang menyukai
cara-cara licik, menipu dan jauh dari sifat-sifat fairness.
Untuk menghindari pelanggaran terhadap prinsip fairness, khususnya dalam proses
penganggaran, diperlukan beberapa langkah sebagai berikut:
a. Komprehensif dan disiplin
b. Fleksibilitas
c. Terprediksi
d. Kejujuran
e. Informatif
4. Kebijakan Anti Korupsi
Kebijakan merupak sebuah upaya untuk mengatur tata interaksi dalam ranah social.
Korupsi sebagai bentuk kejahatan luar biasa yang mengancam tata kehidupan berbagai telah
memaksa setiap negara membuat undang-undang untuk mencegahnya. Korupsi sebagai bagian
dari nilai-nilaiyang ada dalam diri seseorang dapat dikendalikan dan dikontrol oleh peraturan.
Kebikjakan anti korupsi dapat dilihat dalam beberapa perspektif, yaitu: isi kebijkan, pembuatan
kebijakan, penegakkan kebijakan, hukum kebijakan.

5. Kontrol Kebijakan
Mengapa perlu kontrol kebijakan? Jawaban yang pasti atas pertanyaan ini adalah karena
tradisi pembangunan yang dianut selama ini lebih bersifat sentralistik. Menurut David Korten
lebih dari tiga dasawarsa, pembangunan diasumsikan dari pemerintah dan untuk pemerintah
sendiri. Ini berarti bahwa fungsi peran, dan kewenangan pemerintah teramat dominan hingga
terkesan bahwa proses kenegaraan hanya menjadi tugas pemerintah dan sama sekali tidak perlu
melibatkan masyarakat seolah-olah pemerintah paling mengetahui seluk beluk kehidupan
masyarakat di negarannya. Itulah sebabnya, ditengah arus demokratisasi, paradigma tersebut
harus direkonstruksi sehingga tumbuh tradisi baru berupa kontrol kebijakan.
Paling tidak terdapat tiga model kontrol terhadap kebijakan pemerintah, yaitu oposisi,
penyempurnaan dan perubahan terhadap pemerintah. Penggunaaan tiga metode kontrol tersebut
tergantung pada bentuk perumusan dan pelaksanaan kebijakanpemerintah serta pilihan politik
yang hendak dibangun.

KESIMPULAN

Korupsi sebagai sebuak bentuk konsepsi mengalami pemaknaan yang beragam. Mulai
pemaknaan yang bersifat etimologis, terminologis, sampai levelisasi korupsi. Sebagai sebuah
penyimpangan, korupsi tidak hanya berlangsung pada ranah kekuasaan untuk mencari
keuntungan materi juga dalam bentuk penyimpangan kepercayaan yang ada pada setiap orang.
Korupsi bukan hanya milik pemerintah, tapi juga sektor swasta bahkan lembaga pendidikan.
Korupsi tidak hanya berlangsung pada level struktural, tapi juga kultural.
DAFTAR PUSTAKA

Alatas, Syed Husein, korupsi, sebab dan fungsi, jakarta: LP3ES, 1987
Baasir faisal, pembangunan dan krisis, jakarta: pustaka sinar harapan, 2003
Hartati, evi tindak pidana korupsi, jakatra: sinar grafica, 2005
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kepada Rabb semesta alam, sebab Dialah Rabb semesta alam yang
malik serta Mudabbir. Berkat pertolongan-Nya dan Inayah-Nya, maka tugas ini dapat di
selesaikan.

Shalawat teriring salam semoga selalu tercurah kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad
SAW. Karena berkat perjuangannyalah hingga kita bisa hidup segala dengan Ilmu Pengetahuan.

1. Coba Anda jelaskan pengertian dan prinsip-prinsip anti korupsi?

Pengertian korupsi

Secara etimologi korupsi berasal dari kata korup yang berarti buruk, rusak, dan busuk, korup
juga berarti dapat di sogok (melalui kekuasaan untuk kepentingan pribadi) korupsi juga
disebutkan beasal dari bahasa Latin Corumpere dan curruptio yang berarti penyuapan dan
corruptor yang berarti merusak.

Sementara secara terminologi korupsi berarti sebagai pemberian dan penerimaan suap. Definisi
korupsi ini lebih menekankan pada praktik pemberian suap atau penerimaan suap.

David M. Chalmers menguraikan pengertian korupsi sebagai tindakan-tindakan manipulasi dan


keputusan mengenai keuangan yang membahayakan ekonomi (financial maniplations and
decision injuriouns to the economy are often libeled corrupt). Korupsi tidak hanya terkait dengan
penyimpangan yang dilakukan oleh pemerintah, tapi juga oleh pihak swasta dan pejabat-pejabat
tanah publik baik politisi, Pegawai Negeri maupun orang-orang dekat mereka yang memperkaya
diri dengan cara melanggar hukum.

Dari beberapa definisi di atas, korupsi dapat dipahami dalam tiga level, yaitu:

a. Korupsi dalam pengertian tindakan penghianatan terhadap kepercayaan (betrayal of trust).

b. Korupsi dalam pengertian semua tindakan penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power),


terkait dengan struktur kekuasaan.

c. Korupsi dalam pengertian semua bentuk tindakan penyalahgunaan kekuasaan untuk


mendapatkan keuntungan material.
Prinsip-prinsip korupsi

a. Akuntabilitas

Prinsip akuntabilitas merupakan faktor penting dalam rangka mencegah terjadinya korupsi.
Prinsip ini pada dasarnya dimaksudkan agar segenap kebijakan dan langkah-langkah yang
dijalankan sebuah lembaga dapat dipertanggungjawabkan secara sempurna.

Agenda-agenda yang harus ditempuh untuk mewujudkan prinsip-prinsip akuntabilitas pengelola


keuangan negara meliputi dua aspek, yaitu :

Pertama, mekanisme pelaporan dan pertanggungjawaban mekanisme yang berjalan. Melalui


akuntabilitas, maka mekanisme pelaporan dan pertanggungjawaban tidak hanya diajukan kepada
segelintir pihak seperti penanggung jawaban proyek dan Direktorat Jendral anggaran departemen
keuangan, melainkan kepada semua pihak khususnya kepada lembaga-lembaga kontrak seperti
DPR.

Kedua, berkenaan dengan upaya-upaya evaluasi, selama ini evaluasi hanya terbatas sebagai
penilian dan evaluasi terhadap kinerja administrasi dan proses pelaksanaan dan tidak dilakukan
evaluasi terhadap dampak dan manfaat yang diberikan oleh setiap proyek kepada masyarakat,
baik dampak langsung maupun manfaat jangka panjang setelah beberapa tahun proyek itu
dilaksanakan.

b. Transparansi

Transparansi merupakan prinsip yang mengharuskan semua proses kebijakan dilakukan secara
terbuka, kedua sehingga segala bentuk penyimpangan dapat diketahui oleh publik.

Sektor-sektor yang harus melibatkan masyrakat adalah sebagai berikut:

Pertama, proses penganggaran yang bersifat dari bawah ke atas (bottom up). Hal ini perlu
dilakukan untuk memudahkan masyarakat melakukan kontrol terhadap pengelola anggaran.

Kedua, proses penyusunan kegiatan atau proyek pembangunan dan penganggaran.

Keempat, proses pembahasan tentang pembuatan rancangan peraturan yang berkaitan dengan
strategi penggalangan dana.

Kelima, proses evaluasi terhadap penyelenggaraan proyek yang dilakukan secara terbuka dan
bukan hanya pertanggungjawaban secara administratif.

2. Jelaskan bentuk-bentuk korupsi serta faktor penyebab korupsi.

Bantuk-bentuk (Bribery)

a. Penyuapan merupakan sebuah perbuatan kriminal yang melibatkan sejumlah pemberian


kepada seorang dengan sedemikian rupa sehingga bertentangan dengan tugas dan
tanggungjawabnya. Sesuatu yang diberikan sebagai suap tidak harus berupa uang, tapi bisa
berupa barang berharga, rujukan hak-hak istimewa, keuntungan ataupun janji tindakan, suara
atau pengaruh seseorang dalam sebuah jabatan publik.

b. Penggelapan (embezzlement) dan pemalsuan atau penggelembungan (froud).

Penggelapan merupakan suatu bentuk korupsi yang melibatkan pencurian uang, properti, atau
barang berharga. Oleh seseorang yang diberi amanat untuk menjaga dan mengurus uang, properti
atau barang berharga tersebut. Penggelembungan menyatu kepada praktik penggunaan informasi
agar mau mengalihkan harta atau barang secara suka rela.

c. Pemerasan (Extorion)

Pemerasan berarti penggunaan ancaman kekerasan atau penampilan informasi yang


menghancurkan guna membujuk seseorang agar mau bekerjasama. Dalam hal ini pemangku
jabatan dapat menjadi pemeras atau korban pemerasan.

d. Nepotisme (nepotism)

Kata nepotisme berasal dari kata Latin nepos yang berarti nephew (keponakan).

Nepotisme berarti memilih keluarga atau teman dekat berdasarkan pertimbagan hubunga, bukan
karena kemamuannya.

Faktor penyebab korupsi

a. Faktor internal

Adalah faktor dari dalam diri si pelaku terkait denagn persepsi terhadap korupsi dan moralitas
manapun integrasi moral individu yang bersangkutan.

- Persepsi terhadap korupsi

Persoalan bahwa korupsi adalah sebuah perbuatan kriminal dan kejahatan sebenarnya tidak perlu
di perdebatkan lagi. Meskipun demikian, ada anggapan yang menyatakan bahwa korupsi bersifat
fungsional karena disebut dapat meningkatkan derajat sekonomi seseorang pendapat yang
melihat korupsi bersifat fungsional pada saat sekarang semakin tidak relevan. Disamping
persepsi korupsi yang fungsional tersebut, tindakan korupsi seringkali disebabkan karena
minimnya pengetahuan terhadap perilaku korupsi.

- Moralitas dan intgritas individu

Persoalan moralitas banyak dihubungkan dengan pemahaman dan internalisasi nilai-nilai


keagamaan pada seseorang. Pengingkaran terhadap prinsip-prinsip agama ini menjadikan
individu tidak memiliki moralitas. Persoalan integritas pribadi ini sangat penting karena
sebagaimana dikatakan Prof. Taverne, Berikan aku hakim dan jaksa yang baik, maka dengan
Undang-undang yang buruk pun saya bisa membuat putusan yang bagus. Dengan demikian kata
orang yang memiliki integrasi akan mengubah sistem yang buruk menjadi baik, sebaliknya
integrasi dan moral yang rendah akan mengubah sistem yang baik menjadi buruk.

b. Faktor Eksternal

Adalah faktor di luar diri pelaku yang memberi peluang bagi munculnya prilaku korupsi dan
sistem dan struktur hukum, politik, corporate culture, sistem dan struktur sosial dan sistem
pendidikan.

- Sistem hukum

Penyebab korupsi sering dilihat dari seberapa besar efektifitas sistem hukum untuk
mencegahmya. Sistem hukum yang tidak efektif sangat berpengaruh terhadap munculnya
perilaku korupsi.

- Sistem Politik

Struktur dan sistem politik biasanya difahami sebagai proses bagaimana kekuasaan didapatkan
dan dijalankan.

- Corporate culture atau budaya lembaga

Yang dimaksud denga corporate culture adalah kebiasaan kerja seluruh perangkat perusahaan
atau lembaga baik manajemen maupun seluruh lapisan karyawan yang dibentuk dan dilakuan
serta diterima sebagai standar perilaku kerja, serta membuat seluruh perangkat terikat terhadap
perusahaan atau lembaga.

- Struktur dan sistem sosial

Semakin memberi peluang untuk korupsi jika di tingkat masyarakat juga muncul budaya nrimo
eweh pekewuh khusus kasus di Indonesia

- Sistem pendidikan

Lembaga pendidikan sebagai lembaga pencerahan yang mendidik siswa dan mahasiswa untuk
lebih kritis, faham dengan kenyataan, dan bisa menyelesaikan persoalan-persoalan hidup masih
hidup di pertanyakan

- Sistem ekonomi

Persoalan kemiskinan, gaji yang tidak memadai menjadi faktor yang sangat klasik untuk
membenarkan tindakan korupsi.

3. Upaya penegakan hukum dan pemberantasan korupsi sejarah Indonesia


Sejak orde lama hingga orde reformasi

Budaya upaya pemberantasan tindak pidana korupsi telah dilakukan sejak tahun 1960-an, baik
dalam bentuk pembentukan komisi-komisi yang bersifat adhok, kelembagaan yang permanen,
maupun melalui penyempurnaan dan pmebentukan perundang-undangan. Pada masa orde lama
di bawah kepemimpinan Oekarno, tercatat sudah dua kali dibentuk badan pemberantasan
korupsi. Namun, ternyata pemerintah pada waktu setengah hati menjalankannya. Adapun
perangkat hukum yang digunakan adalah undang-undang denan produknya yang diberi nama
PARAN (Panitia Retoaling Aparatur Negara). Badan ini dipimpin oleh AH. Nasution dai bantu
oleh 2 orang anggota yakni Prof. M. Yamin dan Roeslan Abdul Gani.

Salah satu tugas paran saat itu adalah agar para pejabat pemerintah dharuskan mengisi formulir
yang disediakan, istilah sekarang mungkin daftar kekayaan pejabat negara.

Usaha PARAN akhirnya mengalami deadlock karena kebanyakan pejabat berlindung dibalik
Presiden. Disisi lain, karena pergolakan di daerah-daera sedang memanas sehingga tugas
PARAN akhirnya diserahkan kembali pemerintah (Kabinet Juanda). Tahun 1963 melalui
keputusan kembali digalakkan. Nasution yang saat itu menjabat sebagai menkohonkam/Kasab
ditunjuk kembali sebagai ketua dibantu ooleh Woryono Prodjodikusumo. Tugas mereka lebih
berat yaitu meneruskan kasus-kasus korupsi ke meja pengadilan. Lembaga ini kemudian hari di
kenal dengan istilah Operasi Budhi. Operasi Budhi ternyata juga mengalami hambatan.

Tahun 1970, terdorong oleh ketidakseriusan TPK dalam memberantas korupsi seperti komitemen
Soeharto, mahasiswa dan pelajar melakukan unjuk rasa memprotes keberadaan TPK. Maraknya
gelombang protes dan unjuk rasa yang dilakukan mahasiswa, akhirnya ditanggapi Soeharto yang
membentuk komite Empat beranggotakan tokoh-tokoh tua yang dianggap bersih dan berwibawa
seperti Prof. Johannes, IJ. Kasimo, Mr. Wilopo dan A. Tjokroaminoto. Tugas mereka yang utama
adalah membersihkan antara lain Departemen Agama, Bulog, CV. Waringin, PT. Mantrust,
Telkom, Pertamina, dll.

Pada tahun 1997, awal bencana krisi ekonomi melanda Asia tak terkecuali Indonesia, bahkan,
akibat krisis tersebut Indonesia merupakan negara yang dinilai paling parah. Jika di negara-
negara lain dalam waktu 4-5 tahun sudah beranjak dari krisis moneter, tetapi di Indonesia justru
krisis berkembang keberbagai dimensi kehidupan. Dimana-mana terjadi kerusuhan, kriminalitas
dan termasuk meningkatnya budaya korupsi

4. Bagaimana pendapat anda bila salah satu pencegahan dan pemberantasan korupsi dilakukan
melalui jalur pendidikan? Jelaskan.

Saya berharap untuk kedepannya supaya penegakan dan pemberantasan korupsi itu melalui jalur
pendidikan. Supaya penerus bangsa ini tidak terpengaruh atau mengikuti langkah-langkah para
korup-korup di zaman sekarang yang hanya merugikan negara.

Read more: http://www.emakalah.com/2013/01/makalah-pendidikan-anti-


korupsi.html#ixzz3Y314OtBM
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Korupsi di Indonesia berkembang secara sistemik. Bagi banyak orang, korupsi


bukan lagi merupakan suatu pelanggaran hukum, melainkan sekedar suatu
kebiasaan. Dalam seluruh penelitian perbandingan pemberantasan korupsi antar
negara, Indonesia selalu menempati posisi paling rendah.

Perkembangan korupsi di Indonesia juga mendorong pemberantasan korupsi di


Indonesia. Namun, hingga kini pemberantasan korupsi di Indonesia belum
menunjukkan titik terang. Hal ini dikarenakan banyak kasus korupsi di Indonesia
yang belum tuntas diungkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kepolisian,
LSM dan alat perangkat negara lainnya.

Dalam makalah ini, akan membahas tentang pemberantasan korupsi di


Indonesia dengan menggunakan konsepsi Pancasila, yang merupakan Dasar Negara
Republik Indonesia.

B. Rumusan masalah

1. Apa pengertian dari Korupsi?

2. Apa saja dampak yang ditimbulkan dari Korupsi?

3. Apa pandangan Pancasila terhadap Korupsi?

4. Bagaimana upaya pemberantasan Korupsi?

C. Tujuan dan Manfaat


Tujuan

Makalah ini ditulis bertujuan sebagai pemahaman tentang Pemberantasan


Korupsi dalam Konsepsi Pancasila. Dan untuk memenuhi tugas makalah yang
diberikan oleh Dosen.

Manfaat

1. teoritis atau pendidikan


Menambah informasi tentang korupsi

Mempermudah pemahaman serta lebih simple dalam mempelajari

2. Pemerintahan atau Negara


Menambah strategi baru dalam proses pemberantasan korupsi

3. Masyarakat
Menambah informasi tentang korupsi

Mengetahui hal-hal yang diakibatkan dari korupsi

4. Kelompok
Lebih mendalami arti korupsi

BAB II

PEMBAHASAN

1. PENGERTIAN KORUPSI

Korupsi berasal dari kata latin Corrumpere, Corruptio, atau Corruptus. Arti
harfiah dari kata tersebut adalah penyimpangan dari kesucian (Profanity), tindakan
tidak bermoral, kebejatan, kebusukan, kerusakan, ketidakjujuran atau kecurangan.
Dengan demikian korupsi memiliki konotasi adanya tindakan-tindakan hina, fitnah
atau hal-hal buruk lainnya. Bahasa Eropa Barat kemudian mengadopsi kata ini
dengan sedikit modifikasi; Inggris : Corrupt, Corruption; Perancis : Corruption;
Belanda : Korruptie. Dan akhirnya dari bahasa Belanda terdapat penyesuaian ke
istilah Indonesia menjadi : Korupsi.
Kumorotomo (1992 : 175), berpendapat bahwa korupsi adalah penyelewengan
tanggung jawab kepada masyarakat, dan secara faktual korupsi dapat berbentuk
penggelapan, kecurangan atau manipulasi. Lebih lanjut Kumorotomo
mengemukakan bahwa korupsi mempunyai karakteristik sebagai kejahatan yang
tidak mengandung kekerasan (non-violence) dengan melibatkan unsur-unsur tipu
muslihat (guile), ketidakjujuran (deceit) dan penyembunyian suatu kenyataan
(concealment).

Korupsi berdasarkan pemahaman pasal 2 Undang-Undang Nomor 31 Tahun


1999 yang diubah menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Korupsi
merupakan tindakan melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri/orang lain
(perseorangan atau sebuah korporasi) , yang secara langusng maupun tidak
langsung merugikan keuangan atau prekonomian negara, yang dari segi materiil
perbuatan itu dipandang sebagai perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai
keadilan masyarakat.

Korupsi= Pencurian + Penggelapan

Untuk pengertian korupsi pada point yang terkahir, Komisi Pemberantasan


Korupsi dalam buku Mengenali Dan Memberantas Korupsi memberikan suatu kiat
untuk memahami korupsi secara mudah; yaitu dengan memahami terlebih dahulu
pengertian pencurian dan penggelapan
1) Pencurian berdasarkan pemahaman pasal 362 KUHP, merupakan suatu
perbuatan melawan hukum mengambil sebagian atau seluruh milik orang lain
dengan tujuan untuk memiliki atau menguasainya. Barang/hak yang berhasil
dimiliki bisa diartikan sebagai keuntungan bagi pelaku

2) Penggelapan berdasarkan pemahaman pasal 372 KUHP, merupakan pencurian


barang/hak yang dipercayakan atau berada dalam kekuasaan pelaku.
2. AKIBAT DARI KORUPSI

K.A Abbas (1975), korupsi berakibat sangat berbahaya bagi kehidupan


manusia, baik aspek kehidupan sosial, politik, birokrasi, ekonomi, dan individu.
Bahaya korupsi bagi kehidupan diibaratkan bahwa korupsi adalah seperti kanker
dalam darah, sehingga si empunya badan harus selalu melakukan cuci darah
terus menerus jika ia menginginkan dapat hidup terus. Secara aksiomatik, akibat
korupsi dapat dijelaskan seperti berikut:

a. Bahaya korupsi terhadap masyarakat dan individu.

Jika korupsi dalam suatu masyarakat telah merajalela dan menjadi makanan
masyarakat setiap hari, maka akibatnya akan menjadikan masyarakat tersebut
sebagai masyarakat yang kacau, tidak ada sistem sosial yang dapat berlaku dengan
baik. Setiap individu dalam masyarakat hanya akan mementingkan diri sendiri (self
interest), bahkan selfishness. Tidak akan ada kerjasama dan persaudaraan yang
tulus.

Fakta empirik dari hasil penelitian di banyak negara dan dukungan teoritik oleh
para ilmuwan sosial menunjukkan bahwa korupsi berpengaruh negatif terhadap
rasa keadilan sosial dan kesetaraan sosial. Korupsi menyebabkan perbedaan yang
tajam di antara kelompok sosial dan individu baik dalam hal pendapatan, prestise,
kekuasaan dan lain-lain.

Korupsi juga membahayakan terhadap standar moral dan intelektual


masyarakat. Ketika korupsi merajalela, maka tidak ada nilai utama atau kemuliaan
dalam masyarakat.

b. Bahaya korupsi terhadap generasi muda.

Salah satu efek negatif yang paling berbahaya dari korupsi pada jangka
panjang adalah rusaknya generasi muda. Dalam masyarakat yang korupsi telah
menjadi makanan sehari-harinya, anak tumbuh dengan pribadi antisosial,
selanjutnya generasi muda akan menganggap bahwa korupsi sebagai hal biasa
(atau bahkan budayanya), sehingga perkembangan pribadinya menjadi terbiasa
dengan sifat tidak jujur dan tidak bertanggungjawab. Jika generasi muda suatu
bangsa keadaannya seperti itu, bisa dibayangkan betapa suramnya masa depan
bangsa tersebut.

c. Bahaya korupsi terhadap politik.

Kekuasaan politik yang dicapai dengan korupsi akan menghasilkan


pemerintahan dan pemimpin masyarakat yang tidak legitimate di mata publik. Jika
demikian keadaannya, maka masyarakat tidak akan percaya terhadap pemerintah
dan pemimipin tersebut, akibatnya mereka tidak akan akan patuh dan tunduk pada
otoritas mereka. Praktik korupsi yang meluas dalam politik seperti pemilu yang
curang, kekerasan dalam pemilu, money politics dan lain-lain juga dapat
menyebabkan rusaknya demokrasi, karena untuk mempertahankan kekuasaan,
penguasa korup itu akan menggunakan kekerasan (otoriter) atau menyebarkan
korupsi lebih luas lagi di masyarakat.

Di samping itu, keadaan yang demikian itu akan memicu terjadinya instabilitas
sosial politik dan integrasi sosial, karena terjadi pertentangan antara penguasa dan
rakyat. Bahkan dalam banyak kasus, hal ini menyebabkan jatuhnya kekuasaan
pemerintahan secara tidak terhormat, seperti yang terjadi di Indonesia.

d. Bahaya korupsi terhadap ekonomi

Korupsi merusak perkembangan ekonomi suatu bangsa. Jika suatu projek


ekonomi dijalankan sarat dengan unsur-unsur korupsi (penyuapan untuk kelulusan
projek, nepotisme dalam penunjukan pelaksana projek, penggelepan dalam
pelaksanaannya dan lain-lain bentuk korupsi dalam projek), maka pertumbuhan
ekonomi yang diharapkan dari projek tersebut tidak akan tercapai.

Penelitian empirik oleh Transparency International menunjukkan bahwa korupsi


juga mengakibatkan berkurangnya investasi dari modal dalam negeri maupun luar
negeri, karena para investor akan berfikir dua kali ganda untuk membayar biaya
yang lebih tinggi dari semestinya dalam berinvestasi (seperti untuk penyuapan
pejabat agar dapat izin, biaya keamanan kepada pihak keamaanan agar
investasinya aman dan lain-lain biaya yang tidak perlu). Sejak tahun 1997, investor
dari negara-negera maju (Amerika, Inggris dan lain-lain) cenderung lebih suka
menginvestasikan dananya dalam bentuk Foreign Direct Investment (FDI) kepada
negara yang tingkat korupsinya kecil.

e. Bahaya korupsi terhadap birokrasi

Korupsi juga menyebabkan tidak efisiennya birokrasi dan meningkatnya biaya


administrasi dalam birokrasi. Jika birokrasi telah dikungkungi oleh korupsi dengan
berbagai bentuknya, maka prinsip dasar birokrasi yang rasional, efisien, dan
kualifikasi akan tidak pernah terlaksana. Kualitas layanan pasti sangat jelek dan
mengecewakan publik. Hanya orang yang berpunya saja yang akan dapat layanan
baik karena mampu menyuap. Keadaan ini dapat menyebabkan meluasnya
keresahan sosial, ketidaksetaraan sosial dan selanjutnya mungkin kemarahan sosial
yang menyebabkan jatuhnya para birokrat.

3. KORUPSI DALAM PERSPEKTIF PANCASILA


Tindakan-tindakan korupsi merupakan bentuk penyelewengan dari butir-butir
Pancasila, dijelaskan sebagai berikut :
a. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa.
Manusia Indonesia percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dalam hal ini
jelas perilaku tindakan pidana korupsi ini tidak mencerminkann perilaku tersebut
karena perilaku tindak pidana korupsi adalah perilaku yang tidak percaya dan taqwa
kepada Tuhan. Dia menafikan bahwa Tuhan itu Maha Melihat lagi Maha Mendengar.
b. Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab.
Dalam sila ini perilaku tindak pidana korupsi sangat melanggar bahkan sama sekali
tidak mencerminkan perilaku ini, seperti mengakui persamaan derajat, saling
mencintai, sikap tenggang rasa, gemar melakukan kegiatan kemanusiaan serta
membela kebenaran dan keadilan.

c. Sila Persatuan Indonesia.


Tindak pidana dan tipikor bila dilihat dalam sila ini, pelakunya itu
hanya mementingkan pribadi, tidak ada rasa rela berkorban untuk bangsa dan
Negara, bahkan bisa dibilang tidak cinta tanah air karena perilakunya cenderung
mementingkan nafsu, kepentingan pribadi atau kasarnya kepentingan perutnya
saja.
d. Sila Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam
Permusyarawatan / Perwakilan.
Dalam sila ini perilaku yang mencerminkannya seperti, mengutamakan kepentingan
Negara dan masyarakat, tidak memaksakan kehendak, keputusan yang diambil
harus dipertanggungjawabkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta menjunjung
tinggi harkat martabat manusia dan keadilannya. Sangat jelaslah bahwa tindak
pidana korupsi tidak pernah ada rasa dalam sila ini.
e. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Rata-rata bahkan sebagian besar pelaku tindak pidana korupsi itu, tidak ada
perbuatan yang luhur yang mencerminkan sikap dan suasana gotong royong, adil,
menghormati hak-hak orang lain, suka memberi pertolongan, menjauhi sikap
pemerasan terhadap orang lain, tidak melakukan perbuatan yang merugikan
kepentingan umum, serta tidak ada rasa bersama-sama untuk berusaha
mewujudkan kemajuan yang merata dan keadilan sosial.
Jadi semua perilaku tindak pidana dan tipikor itu semuanya melanggar dan
tidak mencerminkan sama sekali perilaku pancasila yang katanya ideologi bangsa
ini. Selain bersifat mengutamakan kepentingan pribadi, juga tidak adanya rasa
kemanusiaan, keadilan, saling menghormati, saling mencintai sesama manusia, dan
yang paling riskan adalah tidak ada rasa percaya dan taqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa.

4. UPAYA YANG DAPAT DITEMPUH DALAM PEMBERANTASAN KORUPSI

Ada beberapa upaya yang dapat ditempuh dalam memberantas tindak korupsi di
Indone-sia, antara lain sebagai berikut :

a. Upaya pencegahan (preventif).

b. Upaya penindakan (kuratif).

c. Upaya edukasi masyarakat/mahasiswa.

d. Upaya edukasi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat).

a. Upaya Pencegahan (Preventif)


1. Menanamkan semangat nasional yang positif dengan mengutamakan pengabdian
pada bangsa dan negara melalui pendidikan formal, informal dan agama.

2. Melakukan penerimaan pegawai berdasarkan prinsip keterampilan teknis.


3. Para pejabat dihimbau untuk mematuhi pola hidup sederhana dan memiliki
tanggung jawab yang tinggi.

4. Para pegawai selalu diusahakan kesejahteraan yang memadai dan ada jaminan
masa tua.

5. Menciptakan aparatur pemerintahan yang jujur dan disiplin kerja yang tinggi.

6. Sistem keuangan dikelola oleh para pejabat yang memiliki tanggung jawab etis
tinggi dan dibarengi sistem kontrol yang efisien.

7. Melakukan pencatatan ulang terhadap kekayaan pejabat yang mencolok.

8. Berusaha melakukan reorganisasi dan rasionalisasi organisasi pemerintahan


melalui penyederhanaan jumlah departemen beserta jawatan di bawahnya.

b. Upaya Penindakan (Kuratif)


Upaya penindakan, yaitu dilakukan kepada mereka yang terbukti melanggar
dengan diberikan peringatan, dilakukan pemecatan tidak terhormat dan dihukum
pidana. Beberapa contoh penindakan yang dilakukan oleh KPK :

a. Dugaan korupsi dalam pengadaan Helikopter jenis MI-2 Merk Ple Rostov Rusia
milik Pemda NAD (2004).

b. Menahan Konsul Jenderal RI di Johor Baru, Malaysia, EM. Ia diduga melakukan


pungutan liar dalam pengurusan dokumen keimigrasian.

c. Dugaan korupsi dalam Proyek Program Pengadaan Busway pada Pemda DKI
Jakarta (2004).

d. Dugaan penyalahgunaan jabatan dalam pembelian tanah yang merugikan


keuangan negara Rp 10 milyar lebih (2004).

e. Kasus korupsi dan penyuapan anggota KPU kepada tim audit BPK (2005).

f. Kasus penyuapan panitera Pengadilan Tinggi Jakarta (2005).


g. Kasus penyuapan Hakim Agung MA dalam perkara Probosutedjo.

h. Menetapkan seorang Bupati di Kalimantan Timur sebagai tersangka dalam


kasus korupsi Bandara Loa Kolu yang diperkirakan merugikan negara sebesar
Rp 15,9 miliar (2004).

i. Kasus korupsi di KBRI Malaysia (2005).

c. Upaya Edukasi Masyarakat/Mahasiswa


1. Memiliki tanggung jawab guna melakukan partisipasi politik dan kontrol sosial
terkait dengan kepentingan publik.

2. Tidak bersikap apatis dan acuh tak acuh.

3. Melakukan kontrol sosial pada setiap kebijakan mulai dari pemerintahan desa
hingga ke tingkat pusat/nasional.

4. Membuka wawasan seluas-luasnya pemahaman tentang penyelenggaraan


pemerintahan negara dan aspek-aspek hukumnya.

5. Mampu memposisikan diri sebagai subjek pembangunan dan berperan aktif


dalam setiap pengambilan keputusan untuk kepentingan masyarakat luas.

d. Upaya Edukasi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat)

1. Indonesia Corruption Watch (ICW) adalah organisasi non-pemerintah yang


mengawasi dan melaporkan kepada publik mengenai korupsi
di Indonesia dan terdiri dari sekumpulan orang yang memiliki komitmen
untuk memberantas korupsi melalui usaha pemberdayaan rakyat untuk
terlibat melawan praktik korupsi. ICW lahir di Jakarta pada tgl 21 Juni 1998 di
tengah-tengah gerakan reformasi yang menghendaki pemerintahan pasca-
Soeharto yg bebas korupsi.
2. Transparency International (TI) adalah organisasi internasional yang bertujuan
memerangi korupsi politik dan didirikan di Jerman sebagai organisasi nirlaba
sekarang menjadi organisasi non-pemerintah yang bergerak menuju
organisasi yang demokratik. Publikasi tahunan oleh TI yang terkenal adalah
Laporan Korupsi Global. Survei TI Indonesia yang membentuk Indeks Persepsi
Korupsi (IPK) Indonesia 2004 menyatakan bahwa Jakarta sebagai kota
terkorup di Indonesia, disusul Surabaya, Medan, Semarang dan Batam.
Sedangkan survei TI pada 2005, Indonesia berada di posisi keenam negara
terkorup di dunia. IPK Indonesia adalah 2,2 sejajar dengan Azerbaijan,
Kamerun, Etiopia, Irak, Libya dan Usbekistan, serta hanya lebih baik dari
Kongo, Kenya, Pakistan, Paraguay, Somalia, Sudan, Angola, Nigeria, Haiti &
Myanmar. Sedangkan Islandia adalah negara terbebas dari korupsi.

BAB III
KESIMPULAN
Korupsi merupakan tindakan melawan hukum untuk memperkaya diri
sendiri/orang lain (perseorangan atau sebuah korporasi), yang secara langsung
maupun tidak langsung merugikan keuangan atau prekonomian negara, yang dari
segi materiil perbuatan itu dipandang sebagai perbuatan yang bertentangan
dengan nilai-nilai keadilan masyarakat. Korupsi berakibat sangat berbahaya bagi
kehidupan manusia, baik dalam aspek kehidupan sosial, politik, birokrasi, ekonomi,
dan individu. Tindakan-tindakan korupsi merupakan bentuk penyelewengan dari
butir-butir Pancasila. Beberapa upaya yang dapat ditempuh dalam memberantas
tindak korupsi di Indonesia, antara lain: upaya pencegahan (preventif), upaya
penindakan (kuratif), upaya edukasi masyarakat/mahasiswa, dan upaya edukasi
LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat).
DAFTAR PUSTAKA
http://wiwitna.blogspot.com/2013/03/upaya-pemberantasan-korupsi-di-
indonesia.html

http://www.iba.web.id/2013/04/pengertian-korupsi-berdasarkan-undang.html

http://hanyagoresantika.blogspot.com/2012/06/korupsi-di-indonesia-akibat-
dan.html

http://korupsi-dalam-perspektif-islam-dan.html

Email ThisBlogThis!Share to TwitterShare to Facebook


Reactions:

Newer Post Older Post Home

1 comments:
Post a Comment

Subscribe to: Post Comments (Atom)


Social Profiles

Search

Popular

Tags

Blog Archives

Digital clock - DWR

PROFIL

nida usanah

View my complete profile

Followers

Guru Gatra, Guru Wilangan lan Guru lagu tembang-tembang macapat

1. Maskumambang : 12i, 6a, 8i, 8a 2. Pucung: 12u, 6a, 8i, 12a. 3. Gambuh:
7u, 10u, 12i, 8u, 8o 4. Megatruh: 12u, 8i, 8u, 8i, 8o 5. Mijil...

contoh proposal kewirausahaan

CONTOH PROPOSAL KEWIRAUSAHAAN TENTANG USAHA WARNET DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR DAFTAR ISI...

Penayangan

Google+ Followers

Labels
ALBUM

ARTIKEL

BUKU

CURCOL

IMPIAN

KARYA

LIRIK LAGU

MATERI

Archives

2015 (2)

2014 (24)

o December (2)

o June (6)

o April (6)

o March (8)

o January (2)

PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM KONSEPSI PANCASILA

Kisah Perjuangan dan Harapan

2013 (18)

2012 (30)

2011 (1)

Anda mungkin juga menyukai