Anda di halaman 1dari 8

KORUPSI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

Ivenda Khandya Erminira 1), Karina Eka Prasetya Pitaloka 2), Mutiara Septya
Budiyani 3), Rohmah Puji Lestari 4), Shafa Tiranita Hazanah 5)
Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya
Jl. Veteran, Ketawanggede, Kec. Lowokwaru, Kota Malang, Jawa Timur 65145
Email: karinapitaloka@student.ub.ac.id

ABSTRAK

Salah satu masalah sosial yang sering ditemui di masyarakat adalah korupsi,
Tindakan korupsi merupakan suatu tindakan yang menyalah gunakan kepercayaan
untuk kepentingan diri sendiri atau perorangan. Korupsi termasuk tindakan yang
merugikan banyak pihak, imbasnya tidak hanya diri sendiri melainkan orang lain
juga merasakan dampak dari perbuatan korupsi. Islam mengatur segala tingah
laku manusia agar sesuai dengan ketentuan Allah SWT ,dalam hukum islam
korupsi tergolong kedalam perbuatan yang  diharamkan dan termasuk kedalam
perbuatan dosa. Korupsi terdiri atas pengkhianatan, suap menyuap, dan pencurian.
Untuk mencegah terjadiya kropusi perlu adanya penekanan terhadap diri sendiri
agar dijauhkan dari segala tindakan kejahatan, selain itu terdapat upaya-upaya non
pidana yang dapat digunakan dalam pencegahan korupsi di kalangan masyarakat.
Tulisan ini dibuat untuk mengingatkan sesama manusia agar tidak terjerumus
kealam keserakahan, selebihnya korupsi merupakan perbuatan tercela yang
menyalah gunakan  amanah seseorang.

Kata kunci: Korupsi, islam, tindakan, masyarakat.

ABSTRACT

One of the social problems that are often encountered in society is corruption.
Corruption is an act that abuses trust for self or individual interests. Corruption
is an act that harms many parties, the impact is not only for yourself but also for
other people who feel the impact of acts of corruption. Islam regulates all human
behavior so that it is in accordance with the provisions of Allah SWT, in Islamic
law corruption is classified as an act that is forbidden and is included in an act of
sin. Corruption consists of treason, bribery, and theft. To prevent corruption, it is
necessary to emphasize oneself so that you are kept away from all criminal acts,
besides that there are non-criminal efforts that can be used to prevent corruption
in the community. This paper was written to remind fellow human beings not to
fall into the realm of greed, the rest is corruption is a disgraceful act that abuses
someone's trust.

Keywords: Corruption, Islam, action, society.

PENDAHULUAN
Tindakan korupsi yang sering terjadi Indonesia merupakan isu sentral dalam
penegakan hukum dan nampaknya sudah menjadi hal yang lumrah di negeri ini. Hal ini
tentu mempengaruhi kesejahteraan masyarakat dan pada akhirnya meninggalkan
masyarakat pada pendidikan yang buruk. Hal ini acuh, apalagi hukuman bagi koruptor
sangat rendah dan tidak memberikan efek jera, namun justru jumlah korupsi berkurang
dan justru bertambah, dan terdapat kecurangan dibandingkan dengan kejahatan pencurian
biasa. Istilah korupsi itu sendiri korupsi latin (korruptie, Belanda) artinya korupsi,
kebejatan, kejahatan, tidak jujur, suap, penggelapan, kerakusan, dan semua
penyimpangan kesucian. Ensiklopedi Hukum Islam menyebutkan korupsi Ini hal yang
buruk pada penyalahgunaan dana serta wewenang yang digunakan untuk keuntungan
pribadi, hal itu yang menyebabkan kerugian orang lain. Dalam konteks politik, pada
dasarnya korupsi adalah segala bentuk penipuan atau penyalahgunaan tugas serta
penyalahgunaan anggaran perkembangan.
Hukum Islam menyebut korupsi Ghulul (korupsi), Riswah (korupsi), Ghasab
(mengambil hak/milik orang lain), Pengkhianat, Sariqah (mencuri), Hirabah (mencuri), al
max (pengambilan ilegal), al ikhtilas (pencopet), al ihtihab (perampasan). Sedangkan,
hukuman bagi pelaku korupsi menurut hukum Islam tetap penuh perdebatan di antara
para ahli fiqih, tapi kita bisa mengkategorikan kalimat-kalimatnya korupsi sebagai
berikut. Pertama, sanksi moral, misalnya jika pelaku bertindak Suap maut tak bisa minta
sedetik pun Jarimah Hudud (Hukum ditetapkan oleh Allah), Contoh seorang pencuri
dipotong tangannya, Ketiga pengembalian barang yang diambil, empat hukuman Takzir
(hukuman sedang berlangsung kewenangan sebagai hakim), misalnya pelaku korupsi.
Tujuan pada penulisan artikel ini yaitu untuk mengingatkan kepada umat muslim
yang dimana ketika kita sudah diberikan amanah maka jangan pernah melakukan hal
serakah yang semestinya bukan milik hak kita, sehingga hal tersebut dapat menyebabkan
kerugian terhadap orang lain.
PENGERTIAN KORUPSI
Secara umum, pengertian korupsi merupakan perbuatan atau tindakan
tercela dengan menyelewengkan baik dana, jabatan atau wewenang dan juga
waktu demi keuntungan pribadi.

RAGAM KORUPSI
Menurut (Amelia, 2017; Gunawan.H, 2018 ) beberapa terminologi yang
hampir sama dengan korupsi dapat dideduksikan dalam tulisan - tulisan berikut.

a. Ghulul (Pengkhianatan)
Secara bahasa ghulul memiliki makna berarti khianat. Secara istilah ghulul
dapat dimaknai dengan pengkhianatan yang tersembunyi. Segala bentuk tindakan
pengkhianatan, penyelewengan, maupun perilaku tidak jujur termasuk korupsi
dapat dimasukkan ke dalam perilaku ghulul. Korupsi terkadang juga dimaknai
sebagai pengkhianatan terhadap negara atas amanat yang diberikan semestinya
dijaga justru mendistorsi informasi (manipulasi) dengan tujuan mengambil
keuntungan, dimana tidak dibenarkan dalam tugasnya. Hal itu dalam hukum Islam
disebut dengan Ghulul. 

Ghulul juga dijelaskan dalam Q.S Ali Imran ayat 161. Allah Subhanahu Wa Ta'ala
berfirman:
ٰ ِ ‫لْ يَْأ‬MMُ‫ۗ و َم ْن يَّ ْغل‬
‫ت َوهُ ْم اَل‬ ٍ ‫لُّ نَ ْف‬MM‫ َوفّى ُك‬Mُ‫ت بِمَا غَ َّل يَوْ َم ْالقِ ٰيمَ ِة ۚ ثُ َّم ت‬
ْ َ‫ب‬M‫س َّما َك َس‬ َ  ‫ َّل‬M‫َو َما َكا نَ لِنَبِ ٍّي اَ ْن يَّ ُغ‬
ْ ‫ي‬
َ‫ُظلَ ُموْ ن‬
Artinya. "Dan tidak mungkin seorang nabi berkhianat (dalam urusan harta
rampasan perang). Barangsiapa berkhianat, niscaya pada hari Kiamat dia akan
datang membawa apa yang dikhianatkannya itu. Kemudian setiap orang akan
diberi balasan yang sempurna sesuai dengan apa yang dilakukannya dan mereka
tidak dizalimi." (QS. Ali 'Imran 3: Ayat 161). 

a . Risywah atau Rasya (Suap - Menyuap) 


Dalam hukum Islam, korupsi juga sering dimaknai sebagai risywah yang
berasal dari kata rasya yarsyu risywatan bermakna al-Ju’l yang berarti pemberian,
hadiah, atau komisi yang secara harfiah berarti batu bulat. Misal jika seseorang
dibungkam oleh orang lain dengan adanya pemberian, hadiah maupun komisi
tersebut, maka seseorang tidak akan bisa berkata apa - apa. Atau dengan kata lain,
risywah dapat menghalangi seseorang untuk mengatakan yang sebenarnya. 
Menurut terminologi, risywah merupakan tindakan memberikan harta atau
sejenisnya untuk membatalkan hak milik orang lain maupun bertujuan
mendapatkan milik orang lain termasuk juga sebagai usaha agar didahulukan
dalam urusannya tanpa harus melalui prosedur. 

Ayat lainnya adalah QS An Nisa ayat 29

‫ ُك ْم ۚ ِإ َّن‬M‫و ۟ا َأنفُ َس‬M ۟ ‫۟ ْأ‬ ٓ


ٍ ‫ٰيََأيُّهَا ٱلَّ ِذينَ َءا َمنُوا اَل تَ ُكلُ ٓوا َأ ْم ٰ َولَ ُكم بَ ْينَ ُكم بِ ْٱل ٰبَ ِط ِل ِإٓاَّل َأن تَ ُكونَ تِ ٰ َج َرةً عَن تَ َر‬
ٓ Mُ‫اض ِّمن ُك ْم ۚ َواَل تَ ْقتُل‬
‫ٱهَّلل َ َكانَ بِ ُك ْم َر ِحي ًما‬

Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku
dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu,
sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu."

Selain Allah SWT, Rasulullah SAW juga melaknat pemberi dan penerima suap.
Hal ini dijelaskan dalam hadits berikut

‫َّاش َى َو ْال ُمرْ ت َِش َى‬


ِ ‫ الر‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ِ ‫ع َْن َع ْب ِد هَّللا ِ ْب ِن َع ْم ٍرو قَا َل لَ َعنَ َرسُو ُل هَّللا‬.

Artinya: Dari Abdullah bin 'Amr, dia berkata, "Rasûlullâh melaknat pemberi suap
dan penerima suap." (HR Ahmad).

a . Sariqah (Pencurian)
Sebagian ulama juga sering mengkategorikan koruptor sebagai pencuri,
yaitu mencuri uang negara yang dalam hukum Islam diistilahkan dengan sariqah
(mengambil harta milik orang lain) yang bukan haknya seperti mencopet
(mencuri) termasuk mencuri uang negara atau korupsi karena sama - sama
mengambil yang bukan haknya. 

QS. Al-Baqarah Ayat 188


َ‫اس بِااْل ِ ْث ِم َواَ ْنتُ ْم تَ ْعلَ ُموْ ن‬ ‫ْأ‬ ‫ْأ‬
ِ َّ‫ࣖ َواَل تَ ُكلُ ْٓوا اَ ْم َوالَ ُك ْم بَ ْينَ ُك ْم بِ ْالبَا ِط ِل َوتُ ْدلُوْ ا بِهَٓا اِلَى ْال ُح َّك ِام لِتَ ُكلُوْ ا فَ ِر ْيقًا ِّم ْن اَ ْم َوا ِل الن‬
“Dan janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil, dan
(janganlah) kamu menyuap dengan harta itu kepada para hakim, dengan maksud
agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa,
padahal kamu mengetahui.” 

HUKUM KORUPSI
Dalam pandangan Islam, seluruh bentuk korupsi itu diharamkan. Hal itu
dikarenakan, korupsi memiliki dampak yang merugikan bagi semua orang baik
bagi negara, agama dan masyarakat. Seperti kutipan ayat Al - Qur’an maupun
hadist yang telah dijelaskan di atas, dapat dimaknai bahwa Allah SWT melarang
hamba-Nya untuk melakukan segala bentuk tindakan korupsi.

MOTIF-MOTIF KORUPSI
Dalam pandangan Islam, motif-motif terjadinya tindakan korupsi dibagi
menjadi dua yaitu motif tujuan dan motif penyebab. Motif tujuan terkandung
dalam Q.S. Al-Baqarah (2): 188. Tujuan ini dilakukan dengan adanya suap
sehingga dengan tujuan ini diharapkan untuk menguasai hak milik orang lain
melalui hakim. Tindakan korupsi yang melibatkan suap dilakukan untuk
memenuhi norma-norma tertentu, yang  dapat menyebabkan motif mengambil
milik orang lain dianggap sah. Dalam  motif tujuan,  pelaku korupsi memiliki
tujuan ketika ia melakukan tindakan untuk mencapai keinginan yang
diproyeksikan. Keinginan ini menyatakan niat, perencanaan, antisipasi, dan
prediksi. Harapan ini  erat kaitannya dengan keinginan pelaku untuk mencapai
maksud dan tujuan yang diinginkan. Turunnya Q.S. Ali Imran (3): 161 ditujukan
untuk orang yang serakah dalam urusan harta, maka pengkhianatan terhadap
tanggung jawab bisa disebabkan karena ada unsur keserakahan. Keserakahan
dalam ayat tersebut menjadi salah satu contoh motif penyebab (Muwaidah, 2020).

Motif seseorang dalam melakukan korupsi dalam aspek ekonomi salah


satunya ialah ingin memiliki uang yang banyak dalam waktu yang cepat. Terdapat
motif lain  yang saling  mempengaruhi dan menghasilkan tindakan korupsi,
misalnya kepentingan politik pejabat yang bertanggung jawab dalam memperoleh
dan mempertahankan kekuasaannya. Motif tersebut didorong oleh godaan
kekuasaan sekaligus kekayaan yang tidak dapat dikendalikan. Korupsi muncul
karena monopoli kekuasaan lembaga, akuntabilitas yang lemah, dan luasnya
wewenang yang diberikan kepada individu oleh. Adanya ketidakadilan  dan
perlakuan yang tidak setara juga berkontribusi terhadap peningkatan tindakan
korupsi (Alesina & Angeletos, 2005).

UPAYA PENCEGAHAN KORUPSI


Di zaman Rasulullah SAW, pencegahan korupsi dilakukan dengan sistem
pembuktian terbalik. Sistem ini dinilai sangat sederhana dan efektif, serta telah
dilaksanakan oleh Umar Bin Khattab. Dalam sistem ini, dijelaskan bahwa harta
negara dalam sistem khalifah yang sebenarnya adalah harta Allah SWT yang
dipercayakan kepada pejabat untuk dijaga dan tidak dapat diambil secara tidak
adil (Syarif, 2010). Umar bin Khattab mengibaratkan, tindakan mengambil uang
negara secara tidak adil merupakan tindakan yang curang. Dengan ini, Umar bin
Khattab menyatakan tindakan tersebut haram dikarenakan sama saja mencuri
harta Allah SWT. Prosedur yang dilakukan Umar bin Khattab yakni gubernur atau
walikota pertama-tama dihitung dengan kekayaan pribadi mereka sebelum
diangkat, dan kemudian dihitung lagi ketika mereka diberhentikan  dari
jabatannya. Jika ada bukti tambahan jumlah kekayaan yang tidak wajar, makan
akan dilakukan penyitaan terhadap kelebihan yang tidak wajar atau bagi menjadi
dua, di antaranya diberikan Baitul Mal.
Upaya islam dalam pencegahan korupsi dapat juga dilakukan dengan
sistem penggajian dan tunjangan menyeluruh yang layak. Rasulullah SAW dalam
hadis riwayat Abu Dawud mengatakan, “Barang siapa yang diserahi pekerjaan
dalam keadaan tidak mempunyai rumah, akan disediakan rumah, jika belum
beristri hendaknya menikah, jika tidak mempunyai pembantu hendaknya ia
mengambil pelayan, jika tidak mempunyai hewan tunggangan (kendaraan)
hendaknya diberi. Dan barang siapa mengambil selainnya, itulah kecurangan
(ghalin)” (Irfan, 2009). Dengan penggajian yang layak, potensi aparat pemerintah
untuk melakukan korupsi sangat kecil. Namun, hal ini juga harus didukung oleh
kinerja aparat pemerintah yang baik. Secara umum, upaya pencegahan korupsi
dapat dilakukan dengan cara non-pidana. Strategi ini dapat dilakukan dengan cara
mendorong penerapan dan pendidikan anti korupsi sejak usia dini, berusaha
sendiri untuk memenuhi semua kebutuhan pelayanan publik, dan berani
menyiarkan kepada masyarakat umum apabila menemukan perilaku korupsi, baik
melalui tulisan maupun kampanye (Sri, 2006). Terdapat 4 strategi non-pidana
yang dapat digunakan sebagai berikut:

a. Strategi Hesitant-Environmental
Memerangi korupsi dengan melakukan gerakan moral di luar cakupan
kerangka kerja konstitusional. Gerakan moral ini dilakukan tanpa rencana dan
tidak terintegrasi dengan baik. Bentuk gerakan yang dapat dilakukan seperti,
program gerakan massa anti-korupsi. Diharapkan, dengan kegiatan tersebut
perilaku korupsi akan dipandang hina oleh masyarakat. Pada akhirnya, tidak ada
lagi pemikiran-pemikiran untuk melakukan korupsi.

b. Strategi Determined-Environmental
Berbeda dengan strategi Hesitant-Environmental, strategi ini merupakan
strategi gerakan moral yang terencana, terintegrasi, dan tersistem dengan baik. Hal
ini karena, strategi ini lebih fokus terhadap upaya peningkatan kesadaran
masyarakat akan dampak negatif dari tindakan korupsi. Strategi ini dapat
ditanamkan di lembaga-lembaga pendidikan maupun suatu komunitas.

c. Strategi Hesistant-Institutional
Strategi yang lebih menekankan dalam tindakan institusional. Misalnya,
membuat undang-undang anti-korupsi, menyediakan layanan untuk menangani
pengaduan masyarakat sebagai bagian dari kerja sama, dan  partisipasi publik
dalam anti-korupsi memimpin kampanye antikorupsi di berbagai kegiatan.

d. Strategi Determined-Institutional
Strategi ini berfokus pada tindakan yang sistematis dan terkoordinasi
untuk mendeteksi, menghukum tindakan korupsi, dan mengurangi berbagai
sumber korupsi. Dalam hal ini, otoritas dikendalikan oleh masyarakat dalam
merancang langkah-langkah hukum, organisasi, prosedural,   dan  kelembagaan
untuk memberantas korupsi secara efektif. Strategi ini meliputi adanya lembaga
anti-korupsi yang independen,  sistem pemerintahan yang transparan, media 
yang  bebas sehingga dapat menjadi sarana pengawasan publik.

ANCAMAN PERILAKU KORUPSI DALAM AJARAN ISLAM

Menurut (Gunawan, 2018) dalam hukum pidana Islam cukup bervariatif


sesuai dengan tingkat dan modus tindak pidana korupsi yang antara lain sebagai
berikut.

a . Hukuman Had
Secara istilah kata Had memiliki jamak berupa hudud, berarti hukuman
yang secara khusus telah ditetapkan di dalam Al - Qur’an dan sunnah seperti
hukuman potong tangan. Apabila korupsi sama dengan sariqah, maka
hukumannya sudah jelas yaitu hukuman Had. Hukuman berupa potong tangan
terhadap pencuri yang mencuri lebih dari ¼ dirham, namun apabila kurang dari ¼
dirham, maka pelaku dihukum ta’zir (kebijakan pemerintah). Kebijakan
pemerintah tersebut bisa saja dengan menyuruh mereka membayar ganti rugi dua
kali lipat atau dengan mencambuk pelaku sebagai pembelajaran kepadanya.
Namun, apabila pencurian dilakukan oleh beberapa orang, hukum yang diterapkan
harus disesuaikan dengan zaman. 

Untuk tindakan yang lebih besar dari pencurian seperti perampokan


maupun tindakan yang membahayakan tidak hanya potong tangan tetapi juga
hukuman mati sebagaimana ditegaskan dalam Q.S Al - Maidah ayat 33. Ada pula,
hukuman berupa hukuman mati (baik dipenggal maupun tembak mati) dan juga
hukuman dibuang atau diasingkan dari kampung halamannya. Sebagian ulama
berpendapat bahwa maksud dari diasingkan tersebut adalah dipenjara (ditahan). 

b . Hukuman Ta’zir
Hukuman Ta’zir atau disebut juga dengan keputusan hakim. Contoh dari
penerapan hukuman ta’zir sangat beragam, seperti Rasulullah SAW pernah
menegur Ibnu Luthbiyyah, seorang pegawai pajak yang terbukti menerima suap,
Rasulullah SAW pernah memecat seorang komandan atas dasar menerima suap,
serta juga pernah menyita harta yang telah dijadikan suap lalu dimasukkan
Rasulullah SAW sebagai kas negara. 
Menurut imam Nawawi dalam (Gunawan, 2018) dijelaskan bahwa
Rasulullah SAW sengaja menghukum korupsi bervariasi sebagai suatu isyarat
untuk umat manusia dalam menghukum para pelaku ghulul dan risywah di dunia
sesuai dengan perkembangan tarap kehidupan masyarakat dari zaman ke zaman.
Namun , untuk hukuman di akhirat sudah ditetapkan oleh Allah SWT yang
diuraikan dalam beberapa hadist yang artinya:

“Rasulullah SAW menugaskan seorang laki-laki dari Bani Asad yang disebut Ibn 
Lutbiyah untuk mengambil zakat, kemudian setelah kembali ia berkata (kepada
Rasulullah SAW): “Ini untuk tuan dan ini diberikan kepadaku”, kemudian nabi
naik ke mimbar, begitu juga yang dikatakan Sufyan, kemudian Rasulullah SAW
memuji Allah SWT dan menyanjung-Nya lalu bersabda: “Apa - apaan petugas ini,
aku utus kembali seraya berkata, “ini untukmu dan ini untukku?” maka cobalah ia
duduk (saja) di rumah orang tuanya (tidak menjadi petugas) dan mengandaikan ia
diberi hadiah atau tidak?  Demi Zat yang diriku berada di tangan-Nya, maka ia
tidak mendapat apa-apa kecuali datang di hari kiamat dengan memikul di atas
leher, kalaupun berupa unta, sapi atau kambing yang semuanya meringkik.”
Kemudian nabi mengangkat tangannya sampai kelihatan putihnya ketiak beliau
(kata rawi) dan bersabda: “bukankah telah aku sampaikan?” diulanginya tiga kali.
{HR. Bukhari).

PENUTUP

Kesimpulan
Definisi korupsi adalah suatu perbuatan atau tindakan tercela dengan
menyelewengkan baik dana, jabatan atau wewenang dan juga waktu demi
keuntungan pribadi. Tindakan korupsi menjadi marak terjadi di Indonesia karena
besarnya ambisi seseorang untuk merampas hak milik orang lain dan menguasai
sesuatu. Bentuk atau ragam korupsi yang mudah kita temukan adalah kasus suap,
pencurian dan suatu pengkhianatan. Hukum tindakan korupsi di Islam adalah
haram karena dampak yang ditimbulkan dari tindakan korupsi dapat merugikan
pihak korban dan merusak moral pelaku. Sebagai muslim yang baik dan beriman,
hendaknya kita mencegah tindakan korupsi mulai dari diri sendiri. Adanya
dorongan penerapan dan pendidikan anti korupsi sejak usia dini, berusaha sendiri
untuk memenuhi semua kebutuhan pelayanan publik, dan berani menyiarkan
kepada masyarakat umum apabila menemukan perilaku korupsi, baik melalui
tulisan maupun kampanye membantu pencegahan tindakan korupsi diri sendiri
dan juga orang lain. Pelaku tindakan korupsi memiliki dua jenis hukuman dalam
ajaran islam antara lain, hukuman had dan hukuman ta’zir. 

Saran
Saran yang dapat kami sampaikan bagi peneliti selanjutnya adalah
memperluas literasi mengenai ancaman tindakan korupsi bagi kaum muslim.
Selain itu, tetap menerapkan prinsip anti korupsi kepada diri sendiri.
DAFTAR PUSTAKA

Alesina, A., & Angeletos, G. M. (2005). Corruption, Inequelity, and Fairness.


Journal of Monetary Economics, 52(7), 1227-1244.

Amelia. (2017). KORUPSI DALAM TINJAUAN HUKUM ISLAM. JURIS, 9(1),


61-87.

Gunawan, Hendra. (2018). KORUPSI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM.


Jurnal Hukum Ekonomi, 4(2), 182-199.

Ihsan, M. (2019). Pencegahan Korupsi dalam Perspektif Hukum Islam. Jurnal


Lex Justitia, 1(1), 101-112.

Irfan,Muhammad (2009). Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia Dalam Perspektif


Fiqih Jinayah. Jakarta: Balitbang & Depag RI.

Muwahidah, S. (2020). MOTIF KORUPSI DALAM AL-QUR’AN PERSPEKTIF


TINDAKAN SOSIAL. Jurnal Studi Ilmu-ilmu Al-Qur'an dan Hadis,
21(1), 47-66.

Sri Yuliani, “Korupsi Birokrasi: Faktor Penyebab dan Penanggulangannya”,


Jurnal “DINAMIKA” Vol. 6 N0.1 Th.2006, 7-9.

Syarif, Z. (2010). Upaya Islam Dalam Membendung Budaya Korupsi. Karsa:


Jurnal Sosial dan Budaya Keislaman, 51-57.

Anda mungkin juga menyukai