Anda di halaman 1dari 14

BAB I

Pendahuluan

A. Latar Belakang
Harta harus dijaga secara baik, tidak boleh saling mencurangi dan menguasai dengan
cara yang batil dalam melakukan mu’amalah, tidak boleh menzalimi orang lain seperti
mengambil hak-hak anak yatim, mengorupsi, melakukan penyuapan kepada hakim atau
pejabat tertentu, memberikan hadiah dengan tujuan dan maksud khusus kepada seorang
pejabat, menghasab dan mencuri. Berlaku curang dalam menakar timbangan, baik
dengan cara mengurangi atau melebihkan ukuran barang yang diperjual-belikan
merupakan suatu perbuatan yang tercela dikarenakan perbuatan tersebut merugikan
orang lain.

Dari kisah Nabi Syu’aib dapat dijadikan teladan untuk bersikap jujur, tidak bertindak
curang dan amanah dalam bermu’amalah. Di Indonesia, masalah dalam menjaga amanat
masih sangat perlu diperhatikan oleh banyak pihak, terlebih masalah korupsi yang
menjadi masalah besar, baik dari kalangan eksekutif maupun legislatif, baik pusat
maupun daerah.

Menurut hasil Indeks Persepsi (IPK) tahun 2007 yang diluncurkan oleh Transparency
International, koalisi global untuk melawan korupsi menunjukkan bahwa negara
Indonesia berada diurutan 143 dengan nilai 2,3. Skor Indonesia mengalami penurunan
sebesar 0,1 dibandingkan dengan IPK tahun 2006 (2,4). Dengan nilai IPK tersebut dapat
disimpulkan bahwa Indonesia masuk dalam daftar negara yang banyak melakukan
korupsi didunia bersama dengan 71 negara yang skornya dibawah 3.

Walaupun dalam ayat-ayat al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi belum menjelaskan secara
ekspilit mengenai pidana tindak korupsi, namun ada beberapa istilah yang disebutkan
ayat al-Qur’an dan hadits Nabi yang mengisyaratkan dan mengindikasikan jenis
kejahatan korupsi secara global.

1
Landasan pelarangan tindak korupsi terdapat pada firman Allah SWT dalam surat Al –
Baqarah: 188 yaitu:

Artinya: ”Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara
kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada
hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu
dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.”

Tafsir surat al-Baqarah ayat 188 menurut tafsir al-Misbah:

“Janganlah sebagian kamu mengambil harta orang lain dan menguasainya tanpa hak, dan
jangan pula menyerahkan urusan harta kepada hakim yang berwewenang memutuskan
perkara bukan untuk tujuan memperoleh hak kalian, tetapi untuk mengambil hak orang
lain dengan melakukan dosa, dan dalam keadaan mengetahui bahwa kalian sebenarnya
tidak berhak. “

Dalam Islam, korupsi mempunyai banyak kata didalamnya, diantaranya adalah ghulul,
risywah, sariqah dan hirabah. Letak perbedaanya adalah Saraqah diartikan sebagai
perbuatan mengambil harta dari pemiliknya atau wakilnya dengan cara sembunyi-
sembunyi, sedangkan hirabah atau merampok merupakan suatu kejahatan besar yang
didalamnya terdapat had Allah, sedangkan pelakunya biasa disebut sebagai muharibin.

Dengan beberapa istilah yang searti dengan korupsi baik dari kitab-kitab klasik, al-
Qur’an maupun hadits-hadits Nabi Saw, dapat disimpulkan bahwa hal mendasar yang
merugikan dalam masalah korupsi adalah merampas hak-hak orang lain, walaupun
anehnya dalam kasus-kasus besar di Indonesia dapat dibenarkan melalui tinjauan hukum
tertentu. Padahal secara sederhana keputusan hukum untuk membebaskan tersangka
tindak pidana korupsi sama sekali tidak menyentuh rasa keadilan.

Korupsi merupakan perbuatan yang dilakukan oleh seseorang atau bersama-sama


beberapa orang secara profesional yang berkaitan dengan kewenangan atau jabatan
dalam suatu birokrasi pemerintahan dan dapat merugikan departemen atau instansi
terkait. Lain halnya perbuatan mencuri yang adakalanya dilakukan langsung dalam
bentuk harta dan adakalanya pula dalam bentuk administrasi. Oleh karena itu, seseorang
yang melakukan pelanggaran bidang administrasi seperti memberikan laporan melebihi
kenyataan dana yang dikeluarkan merupakan jenis perilaku yang merugikan pihak
uang berkaitan dengan laporan yang dibuatnya.
2
Karena perbuatan korupsi tidak hanya tercela jika dilihat dari kacamata hukum, tetapi
korupsi juga tercela jika dilihat dari kacamata akhlak (etika) maka penulis ingin mencoba
untuk menggali lebih dalam tentang sanad dan hadits tentang korupsi dengan melakukan
telaah kritis terhadap kutub at-Tis’ah. Diantara contoh hadits Nabi yang mengindikasikan
jenis kejahatan korupsi ialah hadits yang melarang saling memakan harta orang lain
secara batil, tradisi suap-menyuap yang berkaitan erat dengan tindakan korupsi. Hadits
tersebut bersumber dari periwayatan Imam Ahmad yang menyatakan bahwa, “Rasulullah
Saw melaknat pelaku suap, yang disuap, dan perantara tindak pidana penyuapan.
Diantara hadits tentang korupsi yang akan penulis kaji ialah hadits riwayat Imam at-
Tirmidzi bab Ma Ja’a fi ar-Rasyi wa al-Murtasyi fi al-Hukmi.

1342 - ‫ب خعخنن خخخخاَلههه‬ ْ‫ي خحخخددخثخناَ انبخخنْن أخهبخخيِ هذنئخخ ب‬


‫خحددخثخناَ أخنْبوُ نْموُخسىَّ نْمخحدمنْد نبنْن انلنْمخثدنىَّ خحددخثخناَ أخنْبوُ خعخخاَهمبْر انلخعخقخخهد ي‬
‫صخدلىَّ د‬
‫انْخخ خعخلنيخهه‬ ‫اخخ خ‬‫ا نبهن خعنمبْروُ خقاَخل خلخعخخن خرنْسخوُنْل د ه‬ ‫ث نبهن خعنبهد الدرنحخمهن خعنن أخهبيِ خسخلخمخة خعنن خعنبهد د ه‬ ‫انلخحاَهر ه‬
‫حيحح‬‫صخخخخخخ ه‬ ‫ث خحخسخخخخخخحن خ‬ ‫خوُخسخخخخخخلدخم الدراهشخخخخخخخيِ خوُانلنْمنرختهشخخخخخخخيِ خقخخخخخخاَخل أخنْبخخخخخخوُ هعيخسخخخخخخىَّ خهخخخخخخخذا خحخخخخخخهدي ح‬
Artinya:
“Telah menceritakan hadits kepada kita Muhammad Ibnu al-Mutsanna, telah
menceritakan hadits kepada kita Abu ‘Amir al-‘Aqadi telah menceritakan hadits kepada
kita Ibnu Abi Dzi’bin dari pamannya al-Harits Ibnu ‘Abdurrahman dari Abu Salamah,
dari ‘Abdullah bin ‘Amr berkata, “Rasulullah Saw melaknat orang yang menyuap dan
orang yang menerima suap” Imam at-Tirmidzi berkata, “Ini adalah hadits hasan shahih.”

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana harta dan jabatan menurut pandangan Islam ?
2. Bagaimana Harta dan Jabatan sebagai amanah dan karunia allah ?
3. Bagaimana kwajiban dari mencari harta ?
4. Bagaimana pendayagunaan harta dan jabatan dijalan Allah ?
5. Bagaimana Sikap kita terhadap Harta dan Jabatan ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui harta dan jabatan dalam pandangan Islam.
2. Untuk mengetahui tentang harta dan jabatan sebagai amanah dan karunia Allah.

3
3. Untuk mengetahui kewajiban mencari harta.
4. Untuk mengetahui pendayagunaan harta dan jabatan di jalan Allah.
5. Untuk mengetahui sikap kita terhadap harta dan jabatan.

BAB II
PEMBAHASAN

4
A. Pengertian Harta dan Jabatan Menurut Islam

Harta dalam bahasa Arab disebut Al-mal, yang menurut bahasa berarti condong,
cenderung, atau miring. Al-mal juga diartikan sebagai segala sesuatu yang
menyenangkan manusia dan mereka pelihara, baik dalam bentuk materi, maupun
manfaat. Harta merupakan salah satu keperluan pokok manusia dalam menjalani
kehidupan didunia ini. Selain itu, harta juga merupakan perhiasan kehidupan dunia,
sebagai cobaan (fitnah), sarana untuk memenuhi kesenangan, dan sarana untuk
menghimpun bekal bagi kehidupan akhirat.

Dalam Al – Qur’an bahwa harta adalah perluasan hidup. Pada Al-Qur’an surat Al –
Kahfi: 46 dan surat An-Nisa: 14 dijelaskan bahwa kebutuhan manusia terhadap harta
sama dengan kebutuhan manusia terhadap anak atau keturunan, maka kebutuhan
manusia terhadap harta adalah kebutuhan yang mendasar.

Manusia bukan pemilik mutlak terhadap harta, kepemilikan manusia terhadap harta
dibatasi oleh hak-hak Allah, ini terlihat dari kewajiban manusia mengeluarkan sebagian
kecil hartanya untuk berzakat dan ibadah lainnya. Cara – cara pengambilan manfaat harta
mengarah kepada kemakmuran bersama, pelaksanannya dapat diatur oleh masyarakat
melalui wakil – wakilnya. Harta perorangan boleh digunakan untuk umum, masyarakat
tidak boleh mengganggu dan melanggar kepentingan pribadi, selama tidak merugikan
orang lain dan masyarakat, karena kepemilikan manfaat berhubungan dengan hartanya,
maka pemilik boleh untuk memindahkan hak miliknya kepada orang lain, misalnya
dengan cara menjualnya, mengibahkannya dan sebagainya.

Menurut bahasa, jabatan artinya sesuatu yang dipegang, sesuatu tugas yang diemban.
Semua orang yang punya tugas tertentu, kedukan tertentu atau terhormat dalam setiap
lembaga atau institusi lazim disebut orang yang punya jabatan.

Dalam Al-Qur’an banyak ayat yang menggambarkan tentang jabatan, baik yang
menunjukkan kebaikan seperti ayat-ayat tentang Nabi Yusuf maupun yang menunjukkan
keburukan seperti ayat-ayat tentang Fir’aun, Qarun dan sebagainya. Dalam surat Al-
Haqqah Allah SWT menyatakan bahwa pejabat yang tidak beriman itu di akhirat kelak
akan mengatakan bahwa lepas sudah jabatannya (yang sewaktu di dunia ia miliki).

5
Hakikat harta dan dan jabatan adalah merupakan amanah dan karunia Allah. Disebut
sebagai amanah Allah karena harta dan jabatan tersebut didapat bukan semata-mata
karena kehebatan seseorang, tetapi karena berkah dan karunia dari Allah, juga sejatinya
bukan dimaksud untuk kesenangan pribadi pemiliknya, tetapi juga buat kemaslahatan
orang lain. Karena harta dan jabatan adalah amanah, maka harus dijaga dan dijalankan
atau dipelihara dan dilaksanakan dengan benar, sebab satu saat akan dipertanggung-
jawabkan di hadapan Allah SWT.

Itu sebabnya didalam Al-Qur’an dan hadis selalu mengingatkan bahwa harta itu juga
merupakan cobaan atau fitnah, seperti Firman Allah pada Surat Al-Anfal ayat 28:

‫ال فععنلدهم ألعجةر لعفظيِةم‬


‫لواععللمموُا ألننلماَ ألعملوُالممكعم لوألعوللمدمكعم ففعتنلةة لوألنن ن‬

Artinya: “Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebaga icobaan,
dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar.”

Juga Firman Allah pada Surat At-Taghabun ayat 15:

‫ام فععنلدهم ألعجةر لعفظيِةم‬


‫فإنلماَ ألعملوُالممكعم لوألعوللمدمكعم ففعتنلةة لو ن‬

Artinya: “Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), di sisi


Allahlah pahala yang besar.”

Sehubungan dengan hal itu, maka harta dan jabatan adalah karunia Allah yang sangat
baik bagi manusia, tetapi manakala tidak dapat dijaga dan dipelihara dengan baik, maka
ia akan menjadi fitnah dan bencana.

Harta dan jabatan yang halal serta digunakan dengan baik akan membawa manfaat dan
barokah, sedangkan harta dan jabatan yang disalahgunakan atau diperoleh dengan tidak
halal akan menjadi fitnah bahkan musibah. Sehubungan dengan hal ini Rasulullah SAW
bersabda:

" ‫صنلىَّ ام لعللعيِفه لولسلنلم فيِماَ رواه الماَم أحمد في " مسنده‬
‫فقد قاَل ل‬

) .‫من حديث عمرو بببن العبباَص رفعببه "نعببم المبباَل الصبباَلح للرجببل الصبباَلح" وإسببناَده صببحيِح‬
(17763

6
Rasulullah bersabda: “Sebaik-baiknya harta yang soleh adalah yang dimiliki oleh orang
yang soleh.” HR Ahmad dan Ibnu Hibban. (Musnah Ahmad 29/16 hadits 17763 dan
sohih Ibnu Hibban 8/6) Dijelaskan bahwa hadits ini adalah sohih.

Dalam sebuah Hadits riwayat Abu Daud, Rasulullah bersabda:


‘‘Seseorang pada Hari Akhir nanti pasti akan ditanya tentang empat hal: usianya untuk
apa dihabiskan, jasmaninya untuk apa dipergunakan, hartanya darimana didapatkan dan
untuk apa dipergunakan, serta ilmunya untuk apa dipergunakan.’’

Status harta yang dimiliki manusia adalah sebagai berikut :


Harta sebagai amanah (titipan) dari Allah SWT. Manusia hanyalah pemegang amanah
karena memang tidak mampu mengadakan benda dari tiada. Harta sebagai perhiasan
dunia. Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia (Q.S. Al-Kahfi:46).

Harta sebagai cobaan. Harta sebagai perhiasan hidup, dijadikan indah pada (pandangan)
manusia kecintaan pada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta
yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak, dan sawah
ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik
(surga) (Q.S.Ali-Imron:14).

Harta sebagai bekal ibadah, dan infaqkanlah sebagian apa yang Allah telah memberi
rezeki kepadamu sebelum maut mendatangimu (Q.S. Al- Munafiqun:10)

B. Harta dan Jabatan Sebagai Amanah dan Karunia Allah

Dalam Al-Qur’an banyak ayat yang menggambarkan tentang jabatan, baik yang
menunjukkan kebaikan seperti ayat-ayat tentang Nabi Yusuf maupun yang menunjukkan
keburukan seperti ayat-ayat tentang Fir’aun, Qarun dan sebagainya. Dalam surat Al-
Haqqah Allah SWT menyatakan bahwa pejabat yang tidak beriman itu di akhirat kelak
akan mengatakan bahwa lepas sudah jabatannya (yang sewaktu di dunia ia miliki).

Hakikat harta dan dan jabatan adalah merupakan amanah dan karunia Allah. Disebut
sebagai amanah Allah karena harta dan jabatan tersebut didapat bukan semata-mata
karena kehebatan seseorang, tetapi karena berkah dan karunia dari Allah, juga sejatinya

7
bukan dimaksud untuk kesenangan pribadi pemiliknya, tetapi juga buat kemaslahatan
orang lain. Karena harta dan jabatan adalah amanah, maka harus dijaga dan dijalankan
atau dipelihara dan dilaksanakan dengan benar, sebab suatu saat akan dipertanggung-
jawabkan di hadapan Allah SWT. Itu sebabnya maka Al-Qur’an dan hadis selalu
mengingatkan bahwa harta itu juga merupakan cobaan atau fitnah, seperti Firman Allah
pada Surat Al-Anfal ayat 72 yang berisi :

Artinya :
Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad dengan harta dan
jiwanya pada jalan Allah dan orang-orang yang memberikan tempat kediaman dan
pertoIongan (kepada orang-orang muhajirin), mereka itu satu sama lain lindung-
melindungi. Dan (terhadap) orang-orang yang beriman, tetapi belum berhijrah, maka
tidak ada kewajiban sedikitpun atasmu melindungi mereka, sebelum mereka berhijrah.
(Akan tetapi) jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan)
agama, maka kamu wajib memberikan pertolongan kecuali terhadap kaum yang telah ada
perjanjian antara kamu dengan mereka. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu
kerjakan.

C. Kewajiban Mencari Nafkah

Pemilikan harta dapat dilakukan melalui usaha (‘amal) atau mata pencaharian (Ma’isyah)
yang halal dan sesuai dengan aturanNya. (Al-Baqarah: 267)

‘’Sesungguhnya Allah mencintai hambaNya yang bekerja. Barangsiapa yang bekerja


keras mencari nafkah yang halal untk keluarganya maka sama dengan mujahid di jalan
Allah’’ (HR Ahmad).

‘’Mencari rezki yang halal adalah wajib setelah kewajiban yang lain’’(HR Thabrani).
‘’jika telah melakukan sholat subuh janganlah kalian tidur, maka kalian tidak akan
sempat mencari rezki’’ (HR Thabrani).

8
Apabila telah ditunaikan sembahyang maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan
carilah karunia Allah. (Al-Jumuah: 10) dan mohonlah kepada Allah, sebagian dari
karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatunya. (An-Nisa: 32)
Demikianlah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan
Allah mempunyai karunia yang besar. (Al- Jumu’ah: 4)

Dilarang mencari harta yang berusaha atau bekerja untuk melupakan mati (at-Takatsur:
1-2), melupakan Zikrullah/mengingat ALLAH (al-Munafiqun: 9), melupakan sholat dan
zakat (an-Nuur: 37), dan memusatkan kekayaan hanya pada sekelompok orang kaya saja
(al-Hasyr: 7).

Dilarang menempuh usaha yang haram, seperti melalui kegiatan riba (al-Baqarah: 273-
281), perjudian, jual beli barang yang haram (al-maidah: 90-91), mencuri atau merampok
(al-Maidah: 38), curang dalam takaran dan timbangan (al-Muthaffifin: 1-6), melalui cara-
cara yang batil dan merugikan (al-Baqarah: 188), dan melalui suap menyuap (HR Imam
Ahmad).

Dalam mencari dan memperoleh harta, Amir Syarifudin menegaskan secara perinci
sebagai berikut :
Islam tidak membatasi kehendak seseorang dalam mencari dan memperoleh harat selama
yang denikian tetap dilakukan dalam prinsip umum yang berlaku, yaitu halal dan baik.
Hal ini berarti Islam tidak melarang seseorang untuk mencari kekayaan sebanyak
mungkin. Karena bagaimanapun yang menentukan kekayaan yang dapat diperoleh
seseorang adalah Allah SWTi. Di samping itu, dalam pandangan Islam harta itu bukanlah
tujuan, tetapi merupakan alat untuk menyempurnakan kehidupan dan untuk mencapai
keridhaan Allah.

D. Sikap Terhadap Harta dan Jabatan

Harta dan Jabatan itu merupakan Amanah dari allah SWT, maka kita harus bersikap hati-
hati terhadapnya. Bila terhadap harta kita wajib berupaya dan berusaha mencarinya
karena harta merupakan kebutuhan kita sebagai bagian dari modal hidup, namun bukan

9
demikian halnya tentang jabatan. Jabatan itu merupakan amanah, oleh karena itu kita
tidak harus ambisius untuk memperolehnya.

Allah menyuruh menikmati hasil usaha bagi kepentingan hidup didunia. Namun, dalam
memanfaatkan hasil usaha itu ada beberapa hal yang dilarang untuk dilakukan oleh setiap
muslim, yaitu sebagai berikut:
1. Israf, yaitu berlebih-lebihan dalam memanfaatkan harta meskipun untuk kepentingan
hidup sendiri. Makan dan minumlah tetapi jangan berlebih-lebihan. Sesungguhnya
Allah tidak senang kepada orang yang berlebih-lebihan. (Q.S.Al-A’raf:31)

2. Tabdzir (boros), dalam arti menggunakan harta untuk sesuatu yang tidak diperlukan
dan menghambur-hamburkan untuk sesuatu yang tidak bermanfaat. Janganlah kmau
menghambur-hamburkan hartamu secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros
itu adalah saudara-saudara setan, dan setan itu adalah sangat kafir (ingkar) terhadap
Tuhannya. (Q.S.Al-Isra’:26 &27)

Khalifah itu wajib menjalankan hukum Allah dan Rasulnya, baik terhadap amal dirinya
sendiri maupun terhadap jalannya pemerintahan. Bagi yang mempunyai kompetensi atau
keahlian dan mempunyai visi misi yang maslahat kelak dalam jabatannya, maka boleh
meminta jabatan dengan ketentuan bahwa ia juga tidak boleh terlalu percaya akan
keahliannya, sebaliknya jabatan atau menjaga amanah bagi yang tidak punya kompetensi
atau keahlian oleh Allah disebut sebagai perilaku zhalim dan bodoh, sebagaimana Firman
allah pada Surat Yusuf ayat 54 dan 55 serta Surat Al-Ahzab ayat 72 :

(Surat Yusuf: 54) dan raja berkata: "Bawalah Yusuf kepadaKu, agar aku memilih Dia
sebagai orang yang rapat kepadaku". Maka tatkala raja telah bercakap-cakap dengan Dia,
Dia berkata: "Sesungguhnya kamu (mulai) hari ini menjadi seorang yang berkedudukan
Tinggi lagi dipercayai pada sisi kami".

(Surat Yusuf: 55) Yusuf berkata: "Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir);
Sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan".

(Surat Al – Ahzab: 72) “Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada


langit, bumi dan gunung-gunung, Maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan

10
mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia.
Sesungguhnya manusia itu Amat zalim dan Amat bodoh.”

E. Pendayagunaan Harta dan Jabatan di Jalan Allah

Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang
kematian kepada salah seorang di antara kamu, lalu ia berkata dalam surat Al –
Munafiqun ayat 10:

“Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum
datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata: "Ya Rabb-ku,
mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian)ku sampai waktu yang dekat, yang
menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang saleh?”

Apabila harta telah dibelanjakan di jalan Allah, maka kebaikan/pahalanya akan mengalir
terus sehingga dapat dikatakan sebagai aset yang permanen, terutamabila yang
dibelanjakan itu bertahan lama zatnya atau yang disebut sebagai wakaf, ini sesuai dengan
sabda Nabi SAW yang berbunyi:
“Apabila manusia telah meninggal dunia maka terputuslah (pahala) amalnya kecuali dari
3 hal, yaitu: Ilmu yang dimanfaatkan, sodakoh yang mengalir untuknya atau anak soleh
yang mendoakan untuk kebaikannya. HR Ad-Darimi dan tirmidzi. (Sunan Darimi 1/462
dan sunan tirmidzi 3/53 Sanadnya Sohih)”

Jabatan juga harus digunakan secara baik dan penuh amanah, sebab di akhirat kelak
jabatan itu akan dipertanggung-jawabkan, sebagaimana firman Allah SWT dalam Surat
Al-Israk ayat 13 dan 34 yang berbunyi:
Ayat 13
“Dan tiap-tiap manusia itutelah Kami tetapkan amal perbuatannya (sebagaimana
tetapnya kalung) pada lehernya. dan Kami keluarkan baginya pada hari kiamat sebuah
kitab yang dijumpainya terbuka.”

Ayat 34
“Dan penuhilah janji sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggunganjawabnya.”

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa harta dan jabatan adalah hal
yang menjadi prioritas manusia didunia, namun kembali pada sebuah hadis yang
menjelaskan bahwa dunia adalah ladang akhirat. Bekerjalah untuk tetap dapat hidup

12
didunia menambah amalan dan ibdah untuk di akhirat kelak. Karena harta dan jabatan
adalah amanah dari yang maha kuasa yang harus dipergunakan dan dijalankan
sebagaimana mestinya yang menghasilkan ibadah di dunia yang untuk
dipertanggungjawabkan di akhirat kelak.

B. Saran
a. Semogah makalah ini bermanfaat bagi pembaca.

b. Semogah dengan adanya materi pada makalah ini bisa menunjang pembelajaran

mata kuliah Al Islam.

c. Penyusunan makalah mengharapkan kritik dan saran yang membangun bagi

kelancaran dan kesempurnaan penyusunan makalah berikutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Ghazaly, dkk. (2010). Fiqh Muamalat. Hal 17. Jakarta: Kencana.

Muslich, Ahmad Wardi. (2010). Fiqh Muamalat. Hal 67. Jakarta: Amzah.

Rasjid, Sulaiman. (1990). Fiqh Islam. Bandung: Sinar Biru.

Syarifudin, Amir. (2003). Garis-garis Besar Fiqh. Hal. 182. Bogor: Kencana.

13
14

Anda mungkin juga menyukai