Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH PENDIDIKAN ANTI KORUPSI

BAB I

PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang

Korupsi adalah bentuk perbuatan yang dilakukan seseorang yang dengan atau karena
melakukan suatu kejahatan atau pelanggaran memperkaya diri sendiri atau orang lain atau badan, yang
dilakukan dengan menyalahgunakan jabatan atau kedudukan yang didudukinya. Umumnya, korupsi
dilakukan secara rahasia dan bias dilakukan oleh lebih dari satu orang. Salah satu faktor penyebabnya
ialah lemahnya pendidikan agama yang dimiliki seseorang (pejabat).Oleh karena itu, perlu adanya
pendidikan anti korupsi sebagai tindakan preventif (upaya pencegahan) terhadap korupsi.

Tujuan dari pendidikan anti-korupsi adalah untuk membangun nilai-nilai dan mengembangkan
kapasitas yang diperlukan untuk membentuk posisi sipil anak didik dalam melawan korupsi.Pendidikan
anti korupsi bisa dilaksanakan (diterapkan) baik secara formal maupun informal.Ditingkat formal, unsur-
unsur pendidikan anti korupsi dapat dimasukkan kedalam kurikulum diinsersikan/diintegrasikan ke
dalam matapelajaran.

Di lembaga pendidikan Islam, model pendidikan anti korupsi ditampilkan dalam Pendidikan
Agama Islam (PAI).Pendidikan anti korupsi yang dimaksud disini adalah program pendidikan anti korupsi
yang secara konsepsional disisipkan pada mata pelajaran yang sudah ada disekolah dalam bentuk
perluasan tema yang sudah ada dalam kurikulum dengan menggunakan pendekatan kontekstual pada
pembelajaran anti korupsi, yaitu dengan model pendidikan anti korupsi integratif-inklusif dalam
Pendidikan Agama Islam.

Dalam gerakan pencegahan dan pemberantasan korupsi, ada dua model yang dapat dilakukan
oleh sekolah dalam mengembangkan kurikulum pendidikan anti korupsi yang integratif-inklusif pada
Pendidikan Agama Islam.Pertama, proses pendidikan harus menumbuhkan kepedulian sosial-normatif,
membangun penalaran objektif, dan mengembangkan perspektif universal pada individu.Kedua,
pendidikan harus mengarah pada penyemaian strategis, yaitu kualitas pribadi individu yang konsekuen
dan kokoh dalam keterlibatan peran sosialnya.
Dalam makalah ini, penyusun akan membahas mengenai Studi al-Qur’an dengan judul
“Pendidikan Anti Korupsi” yang mana penyusun akan membahas tentang korupsi dari sudut pandang al-
Qur’an tentangpengertiankorupsi, bagaimana pendidikan pencegahannya, dan bagaimana pendidikan
anti korupsi di lembaga pendidikan Islam.

Banyak sekali kekurangan dalam makalah ini, oleh karenanya penyusun makalah
sangat mengharapkan kepada seluruh pembaca dalam memberikan kritikan dan saran yang
membangun guna menyempurnakan makalah ini.

B.       Rumusan Masalah

1.      Apa definisi korupsi dan bagaimana upaya pencegahan serta pemberantasannya?

2.      Bagaimana pendidikan anti korupsi sebagai upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi?

3.      Bagaimana pendidikan anti korupsi di lembaga pendidikan Islam?

C.      Tujuan Penulisan

1.      Untuk mengetahui dan memahami definisi serta upaya pemberantasan korupsi.

2.      Untuk mengetahui dan memahami pendidikan anti korupsi sebagai upaya pencegahan dan
pemberantasan korupsi.

3.      Untuk mengetahui dan memahami pendidikan anti korupsi di lembaga pendidikan Islam.

BAB II

PEMBAHASAN
A.    Pengertian Korupsi

Kata korupsi berasal dari bahasa Inggris, yaitu corruption, artinya penyelewengan atau
penggelapan uang negara atau perusahaan dan sebagainya, untuk kepentingan pribadi atau orang lain.
[1]
Dalam Kamus Ilmiah Populer kata korupsi mempunyai arti sebagai kecurangan; penyelewengan/
penyalahgunaan jabatan untuk kepentingan diri; pemalsuan. [2]

Sedangkan menurut JW. Schoorl, korupsi adalah penggunaan kekuasaan negara untuk
memperoleh penghasilan, keuntungan, atau prestise perorangan, atau untuk memberi keuntungan bagi
sekelompok orang atau suatu kelas sosial dengan cara yang bertentangan dengan UU atau dengan
norma akhlak yang tinggi.

Secara harfiah, korupsi merupakan sesuatu yang busuk, jahat, dan merusak. Jika membicarakan
korupsi, maka akan menemukan kenyataan semacam itu karena korupsi menyangkut segi-segi moral,
sifat dan keadaan yang busuk, jabatan dalam instansi ataupun aparatur pemerintah, penyelewengan
kekuasaan dalam jabatan karena pemberian, faktor ekonomi dan politik, serta penempatan keluarga
atau golongan kedalam kedinasan dibawah kekuasaan jabatanya. Dengan demikian, secara harfiah
dapat ditarik kesimpulan bahwa sesungguhnya istilah korupsi memiliki arti yang sangat luas.

a.       Korupsi, penyelewengan atau penggelapan (uang Negara atau perusahaan dan sebagainya) untuk
kepentingan pribadi dan orang lain.

b.      Korupsi: busuk; rusak; suka memakai barang atau uang yang dipercayakan kepadanya; dapat disogok
(melalui kekuasaanya untuk kepentingan pribadi).

Adapun menurut Subekti dan Tjitrosoedibio dalam Kamus Hukum, yang


dimaksud corruptie  adalah korupsi; perbuatan curang; tindak pidana yang merugikan keuangan
Negara.Korupsi sudah berlangsung lama, sejak zaman Mesir Kuno, Babilonia, Roma sampai abad
pertengahan dan sampai sekarang.Korupsi terjadi di berbagai Negara, tak terkecuali di Negara-negara
maju sekalipun.[3]

B.     Pandangan Al-Qur’an Terhadap Korupsi

1.      Ayat Tentang Korupsi


Adapun ayat-ayat yang berkenaan dengan masalah-masalah KKN antara lain:

1)      Surat al-Baqarah: 188

“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan
yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat
memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, Padahal kamu
mengetahui”. (Al-Baqarah: 188)

2)      Surat al-Imron: 161è“Tidak mungkin seorang Nabi berkhianat dalam urusan harta rampasan
perang. Barangsiapa yang berkhianat dalam urusan rampasan perang itu, Maka pada hari kiamat ia
akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu, kemudian tiap-tiap diri akan diberi pembalasan
tentang apa yang ia kerjakan dengan (pembalasan) setimpal, sedang mereka tidak dianiaya”.(al-Imron:
161)

2.      Kosakata

  Surat al-Baqarah: 188

1)      Kata al-bathil   (ُ‫)اَ ْلبَا ِطل‬adalah isim fa’il  dari kata kerja batala  yang berarti hilang, rusak, rugi, dan batal,
menunjukkan sifat suatu, orang atau pekerjaan, atau barang, artinya adalah yang batil, yang hilang, yang
rusak, atau yang rugi.

Dari makna-makana tersebut dapat disimpulkan bahwa al-bathil  adalah suatu perbuatan atau cara yang
dilakukan oleh seseorang, yang tidak mengikuti aturan atau hukum yang telah ditentukan oleh agama
Islam, seperti melakukan korupsi, kolusi, suap, riba dan lain-lain baik untuk kepentingan perorangan,
keluarga, maupun untuk kelompok, yang dapat menghilangkan hak orang lain, atau dapat
mendatangkan kerugian bagi masyarakat atau negara. [4]

2)      Kata tudluu  (‫)تُ ْدلُوْ ا‬ diambil dari kata dalwun  (‫)د َْل ٌو‬ yang berarti ember, artinya adalah mengulurkan ember
ke dalam sumur untuk memperoleh air.
Di dalam Al-Qur’an kata itu misalnya terdapat dalam Surah Yusuf: 19, yaitu satu kafilah yang singgah di
tempat itu mengulurkan embernya kedalam sebuah sumur untuk memperoleh air, tetapi yang
diperolehnya adalah seorang anak laki-laki, yang kelak menjadi nabi, yaitu nabi Yusuf.

  Surat Al-‘Imran: 161

1)      Kata yaglul  ( ْ‫)يَ ْغلُل‬ kata dasarnya adalah al-gall,  yang berarti curang, atau mengambil sesuatu dengan cara
sembunyi-sembunyi. Asalnya terambil dari kata agalall-jazir,  ketika tukang dagingmenguliti binatang
sembelihan, dia mencuri daging dari binatang tersebut dan menyembunyikannya disela-sela kulit yang
dilipatnya. Dari kata ini muncul ungkapan al-gillu fis-sudur  artinya menyembunyikan kebenaran di hati.
Penghianatan dengan cara mengambil harta rampasan perang disebut al-gulul.[5]

3.      Tafsir Ayat Korupsi

1)      Al-Baqarah: 188

Menurut Al-Qurtubi, bahwa dalam ayat 188 Surah Al-Baqarah tersebut Allah melarang untuk
memakan harta orang lain dengan jalan yang bathil. Termasuk dalam larangn ini adalah larangan makan
hasil judi, tipuan, rampasan, dan paksaan untuk mengambil hak orang lain, yang tidak atas kerelaan
pemiliknya, atau yang diharamkan oleh syariat meskipun atas kerelaan pemiliknya, seperti
pemberian/imbalan dalam perbuatan zina, atau perbuatan zalim, hasil tenung, harga minuman yang
memabukkan (miras), harga penjualan babi, dan lain-lain. [6]

            Selanjutnya Al-Qurtubimengatakan, bahwa orang yang mengambil harta orang lain, yang tidak
atas cara yang dibenarkan oleh syar’I, maka ia telah memakannya dengan cara yang batil. Termasuk
kategori dalam memakan yang batil adalah qadi  (halim) memutuskan perkara sedangkan ia mengetahui
yang dilakukannya itu batil. Maka yang haram tidak menjadi halal karena keputusan hakim, karena ia
memutuskan perkara yang zahir (yang tampak). Hal ini sesuai dengan hadist Nabi dari Ummu Salamah:

،‫ ولع ّل بعضكم أن يكون الحن بحجّته من بعض فأقضي' ل''ه بنح''و م''ا أس''مع‬،‫إنّما انا بشر وإنّكم تختصمون إلّى‬
‫ (رواه مالك وأحم''د‬.‫ فليحملها أو يذرها‬،‫ فإنّما' أقطع له قطعة من النّار‬،‫ق أخيه شيئا يأخذه‬
ّ ‫فمن قضيت له من ح‬
.)‫والبخاري' ومسلم وغيرهم عن أم سلمة‬
Sesungguhnya aku adalah manusia dan kamu datang membawa sesuatu perkara untuk aku selesaikan.
Barangkali di antara kamu ada yang lebih pintar berbicara sehingga aku memenangkannya,
berdasarkan alasan-alasan yang aku dengar. Maka siapa yang mendapat keputusan hukum dari aku
untuk memperoleh bagian dari harta saudaranya (yang bukan haknya) kemudian ia mengambil harta
itu, maka ini berarti aku memberikan sepotong api neraka kepadanya, maka hendaklah ia
membawanya atau meninggalkannya.  (Riwayat Malik, al-Bukhari, Muslim, dan lain-lain dari Ummu
salamah).

            Menurut Al-Maraghi, bahwa larangan Allah agar “janganlah kamu memakan harta diantara
kamu”, maksudnya janganlah sebagian dari kamu memakan harta sebagian yang lainnya, adalah
mengingatkan bahwa menghormati harta orang lain selainmu berarti menghormati dan menjaga
hartamu. Sama halnya dengan merusak harta orang selainmu adalah sebagai tindak pidana terhadap
masyarakat (umat) yang engkau adalah salah satu dari anggota masyarakat itu. Selanjutnya menurut Al-
Maraghi, banyak hal yang dilarang dalam ayat ini, antara lain: makan riba, karena riba adalah memakan
harta orang lain tanpa imbalan dari pemilik harta yang memberikannya. Juga termasuk yang dilarang
adalah harta yang diberikan kepada hakim (Pejabat) sebagai suap dan lain-lain. [7]

            Sedangkan menurut M. Quraish Shihab, bahwa makna ayat: “Dan janganlah kamu makan harta
diantara kamu”, yakni janganlah memperoleh dan menggunakannya. Harta yang dimiliki oleh si A hari
ini, dapat menjadi milik si B esok. Harta seharusnya memiliki fungsi sosial sehingga sebagian di antara
apa yang dimiliki si A seharusnya dimiliki pula si B, baik melalui zakat maupun sedekah. Ketika si A
menganggap harta yang dimiliki si B nerupakan hartanya juga, maka ia tidak akan merugikan si B, karena
itu berarti merugikan dirinya sendiri. [8]

            Selanjutnya dalam surat Al-Baqarah ayat: 188 tersebut, dijelaskan bahwa Allah melarang untuk
menyuap hakim dengan maksud untuk mendapatkan sebagaian harta orang lain dengan cara yang batil,
seperti menyogok, sebagaimana dikatakan oleh M. Qurais Shihab, bahwa salah satu yang terlarang dan
sering dilakukan dalam masyarakat adalah menyogok (memberi suap).

            Sementara ulama memahami penutup ayat ini sebagai isyarat tentang bolehnya memberi sesuatu
kepada yang berwenang bila pemberian itu tidak bertujuan dosa, tetapi bertujuan mengambil hak
pemberi sendiri.Dalam hal ini, yang berdosa adalah yang menerima bukan yang memberi.Demikian tulis
al-Biqa’I dalam tafsirnya. Hemat penulis (Quraish Shihab), isyarat yang dimaksud tidak jelas bahkan tidak
benar, walau ada ulama lain yang membenarkan ide tersebut seperti as-San’ani dalam buku
hadisnya, Sulubus-salam.

            Sehubungan dengan penafsiran tersebut, Ibnu Katsir mengatakan, bahwa Ali bin Abi Talhah
meriwayatkan dari Ibnu Abbas mengenai seseorang yang menguasai harta kekayaan, namun tidak
memiliki bukti kepemilikannya. Lalu dia memanipulasi harta itu dan mengadukannya kepada hakim,
sedang dia mengetahui bahwa dirinya berdosa karena memakan barang haram.Sebagian ulama salaf
mengatakan, “janganlah mengaukan suatu persoalan, sedang kamu mengetahui bahwa kamu berbuat
zalim”.Hal itu dilarang berdasarkan ayat dan hadits riwayat Malik, Ahmad, al-bukhari, Muslim dan selain
mereka dari Ummu Salamah sebagaimana telah disebutkan sebelumnya.

            Ayat dan hadits tersebut menunjukkan, bahwa ketetapan hakim tidak dapat menghalalkan
perkara haram yang berkarakter haram dan dia tidak mengharamkan perkara halal yang berkarakter
haram, karena dia hanya berpegang teguh kepada zahirnya saja.Jika sesuai, maka itulah yang
dikehendaki dan jika tidak sesuai, maka hakim tetap memperoleh pahala dan bagi yang menipu adalah
dosanya. Oleh karena itu Allah SWT berfirman: “Dan janganlah kamu memakan harta di antara kamu
dengan batil….sedang kamu mengetahuinya”. Yakni mengetahui kebatilan perkara yang kamu
sembunyikan di dalam alasan-alasan yang kamu ajukan.

Berhubungan dengan surat Al-Baqarah ayat: 188 yang telah ditafsirkan yang pada intinya adalah             
mengharamkan pemilikan harta dengan cara yang dilarang oleh syariat, seperti menipu, korupsi,
menyogok dan lain-lain, maka dalam ayat 29 dan 30 surat an-Nisa’ disebutkan:Ž

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang
batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.dan
janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”.(an-Nisa’:
29)

“Dan Barangsiapa berbuat demikian dengan melanggar hak dan aniaya, Maka Kami kelak akan
memasukkannya ke dalam neraka.yang demikian itu adalah mudah bagi Allah”. (An-Nisa’: 30)

            Dalam ayat 29 tersebut Allah melarang dengan tegas untuk mengambil harta orang lain dengan
jalan batil, yaitu dengan cara yang dilarang oleh agama Islam, seperti memakan atau mengambil milik
orang lain dengan cara melakukan korupsi, memakan riba, menyalahgunakan jabatan, atau amanat
untuk memperoleh suap, menipu, dan lain-lain, kecuali melalui perniagaan atas dasar kerelaan
bersama.Kemudian dlam ayat 30 Allah memberi ancaman, bahwa orang yang melanggar larangan
tersebut akan dimasukkan kedalam neraka.

2)      Al-Imran: 161

Menurut Ibnu Kasir mengatakan bahwa firman Allah: “Barang siapa berkhianat, niscaya pada
hari kiamat dia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu. Kemudian setiap orang akan
diberi balasan yang sempurna sesuai dengan apa yang dilakukannya dan mereka tidak dizalimi”, ini
merupakan larangan keras dan ancaman yang tegas terhadap orang yang berkhianat (melakukan
korupsi).

Dalam hadits Rasulullah SAW. Banyak pula menyebutkan larangan berkhianat (korupsi) dan
suap, antara lain:

a.       Sabda Rasulullah SAW

‫ أو في ال ّدار فيقطع‬،‫ تجدون ال ّرجلين جارين في األرض‬،‫أعظم الغلول عند هللا ذراع من األرض‬
‫ (رواه أحم''د عن‬.‫ فإذا قطعه ط ّوقه من سبع أرضين ي''وم القيام''ة‬،‫أحدهما من حظّ صاحبه ذراعا‬
.)‫أبي مالك األشجعى‬
“Korupsi yang paling besar menurut pandangan Allah aialah sejengkal tanah. Kamu melihat dua orang
yang tanahnya atau rumahnya berbatasan. Kemudian salah seorang dari keduanya mengambil
sejengkal dari milik saudaranya itu. Maka jika ia mengambilnya, akan dikalungkan kepadanya dari tujuh
lapis bumi pada hari kiamat”.  (Riwayat Ahmad dari Abu Malik al-Asyja’i)

b.      Sabda Rosulullah SAW.

)‫ (رواه أحمد والتّرمذى والحاكم عن أبى هريرة‬.‫لعن هللا ال ّراشى ووالمرتشى في الحكم‬
Allah mengutuk orang orang yang menyogok dan orang yang disogok dalam memutuskan
perkara. (Riwayat Ahmad, At-Tirmizi dan al-Hakim dari Abu Hurairah).

            Menurut M. Quraish Shihab: kata yagula  yang diterjemahkan “berkhianat”, oleh sementara


ulama dipahami dalam arti “bergegas mengambil sesuatu yang berharga dari rampasan perang”. Karena
itu, mereka memahaminya terbatas pada rampasan perang. Tetapi penggunaannya dalam bahasa, kata
tersebut memiliki pengertian khianat secara umum, baik pengkhianatan dalam amanah yang diserahkan
masyarakat, maupun pribadi kepada pribadi.

            Jadi, menurut M. Quraish Shihab, makna berkhianat dalam Al-‘Imron: 161 tersebut bukan hanya
berarti khianat pada harta rampasan perang, tetapi pengertiannya adalah khianat secara umum. Orang
berkhianat dalam peperangan dengan menyembunyikan harta rampasan adalah sebagai koruptor
menurut hadits yang telah disebutkan. Dengan demikian, maka setiap orang yang berkhianat, seperti
menyalahgunakan jabatan, menerima suap untuk meluluskan yang batil, atau mengangkat keluarganya
untuk suatu jabatan, padahal keluarganya itu tidak memiliki kapabilitas, tidak propofesional, dan tidak
memiliki moral yang baik, semuanya itu tergolong khianat, yaitu khianat kepada masyarakat dan negara.
Orang yang khianat bisa muncul dari perilaku korupsi atau pada pemberi suap dan orang yang disuap.

C.    Dampak Negatif Korupsi

Adapun dampak negatif dari Korupsi adalah sebagai berikut:

1.      Menghancurkan wibawa hukum. Orang yang salah dapat lolos dari hukuman, sedangkan yang belum
jelas kesalahannya dapat meringkuk dalam tahanan. Pencuri berat hukumannya daripada pencuri uang
rakyat (koruptor) yang merugikan negara dan masyarakat, karena dia memiliki uang yang banyak untuk
menyuap.

2.      Menurunnya etos kerja. Para pemmpin dan pejabat yang mangkal di pemerintahan adalah mereka yang
tidak mempunyai etos kerja yang baik sehingga mengakibatkan menurunnya etos kerja. Bagi mereka
uang segala-galanya.

3.      Menurunnya kualitas. Seorang yang pandai dapat tersingkirkan oleh orang yang bodoh tetapi
berkantong tebal. Seorang profesional dapat terdepak oleh mereka yang belum berpengalaman tetapi
ber-backing kuat, karena nepotisme dan banyak duit.

4.      Kesenjangan sosial dan ekonomi. Karena uang negara hanya beredar di kalangan kelas elit dari pada
konglomerat, yang berakibat tidak terdistribusikannya uang secara merata, maka lahirlah fenomena di
atas.
D.    Pendidikan Anti Korupsi di Lembaga Pendidikan Islam

Dalam prakteknya, korupsi sangat sukar bahkan hampir tidak mungkin dapat diberantas, oleh
karena sangat sulit memberikan pembuktian-pembuktian yang eksak. Disamping itu, sangat sulit
mendekteksinya dengan dasar-dasar hukum yang pasti.Namun akses perbuatan korupsi merupakan
bahaya latent yang harus diwaspadai baik oleh pemerintah maupun oleh masyarakat itu sendiri.

Salah satu cara atau langkah yang harus dilakukan oleh pemerintah maupun masyarakat adalah
memberikan informasi  serta perlunya edukasi akan nilai anti korupsi yang disampaikan melalui jalur
pendidikan, sebab pendidikan merupakan satu instrumen perubahan yang mengedepankan cara damai,
menjauhkan diri dari tarik menarik politik pragmatis, relative sepi dari caci maki dan hujatan sosial,
berawal dari pembangkitan kesadaran kritis serta sangat potensial untuk bermuara pada pemberdayaan
dan transformasi masyarakat berdasarkan model penguatan inisiatif manusiawi dan nuraniah untuk
suatu agenda perubahan sosial.

Education is a mirror society, pendidikan adalah cermin masyarakat. Artinya, kegagalan


pendidikan berarti kegagalan dalam masyarakat.Demikian pula sebaliknya, keberhasilan pendidikan
mencerminkan keberhasilan masyarakat. Pendidikan yang berkualitas akan menciptakan masyarakat
yang berkualitas pula.

Ada satu hal yang tidak kalah penting dalam pemberantasan korupsi, yakni pencegahan
pencegahan korupsi.Pencegahan menjadi bagian penting dalam program pemberantasan korupsi.Oleh
sebab itu, pencegahan korupsi harus diajarkan disetiap jenjang pendidikan.

Mengapa demikian?sebab, pertama, korupsi hanya dapat dihapuskan dari kehidupan kita secara
berangsur-angsur. Kedua, pendidikan untuk membasmi korupsi sebaiknya berupa persilangan
(intersection) antara pendidikan watak dan pendidikan kewarganegaraan.Ketiga,  pendidikan untuk
mengurangi korupsi harus berupa pendidikan nilai, yaitu pendidikan untuk mendorong setiap generasi
menyusun kembali sistem nilai yang diwarisi.

Sangat mungkin korupsi dihapus melalui sector pendidikan, apabila kita bersungguh-sungguh
bertekad memberantas korupsi dari berbagai aspek kehidupan, bukan hanya pada tingkat lembaga atau
organisasi–organisasi yang besar, tetapi juga pada tingkat interaktif sesame manusia termasuk dalam
proses belajar dari generasi muda.
Supaya pendidikan anti korupsi tumbuh sejak dini, keterlibatan pendidikan formal dalam upaya
pencegahan korupsi sebenarnya bukanlah hal baru.Justru memiliki kedudukan strategis-
antisipatif.Upaya pencegahan budaya korupsi dimasyarakat terlebih dahulu dapat dilakukan dengan
mencegah berkembangnya mental korupsi pada anak bangsa Indonesia melalui pendidikan. Semangat
anti korupsi yang patut menjadi kajian adalah penanaman pola piker, sikap, dan perilaku anti korupsi
melalui sekolah, karena sekolah adalah proses pembudayaan.

Pendidikan anti korupsi adalah perpaduan antara pendidikan nilai dan pendidikan
karakter.Sebuah karakter yang dibangun diatas landasan kejujuran, integritas dan keluhuran. Pendidikan
anti korupsi bagi anak-anak perlu ditanamkan sejak usia dini sebab mereka juga mempunyai potensi
berlaku negatif. Misalnya mengambil barang milik orang lain tanpa member tahu pemiliknya.

Secara psikologis, sifat ini dimiliki tiap anak.Hanya terealisasinya memerlukan syarat-syarat
tertentu. Jika sejak usia dini anak tidak dididik dengan baik, sifat negatif itu akan muncul. Secara
akademik dan psikologis hal itu dibenarkan, tetapi jika dibiarkan akan berakibat fatal.

Yang perlu diingat adalah bahwa pendidikan selalu membawa implikasi individual dan
sosial.Secara individual, pendidikan adalah sarana untuk mengembangkan potensi, baik potensi jasmani,
rohani, maupun akal.Pendidikan yang baik pastilah dapat mengembangkan potensi manusia tersebut
secara bertahap menuju kebaikan dan kesempurnaan.

Secara sosial, pendidikan merupakan proses pewarisan kebudayaan, berupa nilai-nilai perilaku
dan teknologi. Semua itu diharapkan dapat diwariskan kepada generasi muda agar kebudayaan
masyarakat senantiasa terpelihara dan berkembang.Tentu saja pewarisan budaya tidak dalam konotasi
yang pasif, tetapi berupaya untuk melahirkan generasi yang mampu berkreasi untuk mengembangkan
kebudayaan agar lebih maju dan berkembang kearah yang lebih positif.Secara singkat, dunia pendidikan
memiliki tugas mulia untuk mencetak generasi-generasi bangsa yang anti korupsi. Penanaman nilai-nilai
anti korupsi sangat mungkin dan efektif apabila dilakukan dilembaga pendidikan dimana anak-anak
masih berada dalam usia dini.

Dalam masa ini, anak sedang berproses membentuk karakter (character building).Pendidikan
anti korupsi dapat digunakan untuk menanaman kejujuran dan semangat tidak menyerah untuk
mencapai kebaikan dan kesuksesan.Sikap anti korupsi perlu ditanamkan kepadfa anak-anak sejak usia
dini. Harapanya, setelah mereka dewasa (terutama jika menjadi pejabat) tidak akan menyelewengkan
uang rakyat atau uang negara. Mereka tidak akan berlaku materialistik, hedonistik, ataupun melakukan
hal-hal lain yang tidak terpuji.

Sektor pendidikan formal di Indonesia, dapat berperan dalam memenuhi kebutuhan


pencegahan korupsi. Langkah preventif Pencegahan tersebut secara tidak langsung dapat dilakukan
melalui dua pendekatan (approach), yaitu:

1.    Menjadikan peserta didik menjadi target

2.    Menggunakan pemberdayaan peserta didik untuk menekan lingkungan agar tidak permissive to


corruption.

Gerakan anti korupsi perlu ditanamkan sejak dini kepada anak didik, agar generasi muda
penerus bangsa tumbuh menjadi SDM berkualitas serta memiliki moral yang terpuji.Inilah yang biasanya
disebut dengan “memberantas korupsi sampai ke akar-akarnya”.

Pendidikan Islam, mencoba menampilkan model pendidikan anti korupsi dalam Pendidikan
Agama Islam (PAI). Pendidikan anti korupsi yang dimaksud disini adalah program pendidikan anti korupsi
yang secara konsepsional disisipkan pada mata pelajaran yang sudah ada disekolah dalam bentuk
perluasan tema yang sudah ada dalam kurikulum dengan menggunakan pendekatan kontekstual pada
pembelajaran anti korupsi, yaitu dengan model pendidikan anti korupsi integratif-inklusif dalam
Pendidikan Agama Islam.

Untuk berpartisipasi dalam gerakan pencegahan dan pemberantasan korupsi ada dua model
yang dapat dilakukan oleh sekolah dalam mengembangkan kurikulum pendidikan anti korupsi yang
integratif-inklusif pada Pendidikan Agama Islam.

1.    Proses pendidikan harus menumbuhkan kepedulian sosial-normatif, membangun penalaran objektif,


dan mengembangkan perspektif universal pada individu.

Bagaimana cara mensosialisasikan anti koruspi pada anak sejak dini? Salah satu jawabanya
adalah mengajarkan sikap jujur dan bertanggung jawab kepada diri sendiri.Orang tua atau guru harus
menjadi teladan bagi anak atau siswanya.

Dalam pembelajaran, diperlukan prinsip modeling. Artinya, siswa atau anak dengan mudah akan
melakukan suatu perilaku tertentu melalui proses peniruan pada sang model. Model ini bias siapapun,
apakah itu orang tua, guru, maupun orang-orang yang dikaguminya.
Pendidikan harus mampu menjadi benteng moral.Sikap-sikap yang seharusnya ditanamkan
adalah nilai-nilai anti korupsi seperti jujur dan bertanggung jawab.Sikap jujur dan bertanggung jawab
dapat dikembangkan melalui kegiatan-kegiatan yang beragam.Seperti mengajak siswa membayar zakat,
sedekah, infak dan lain sebagainya.Dengan cara tersebut, akan melatih mereka menjadi manusia yang
materialistik dan hedonistik, yang membuat hidupnya hanya ingin menumpuk harta, termasuk dengan
cara yang tidak halal.

Pendidikan Islam anti korupsi, tidak cukup hanya sampai disini.Pemberantasan korupsi harus
memiliki basis teologis. Sebagaimana kesepakatan dua organisasi Islam terbesar di Indonesia, yakni
Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama yang mengeluarkan fatwa bahwa korupsi adalah syirik yang tidak
akan diampuni oleh Allah SWT.Tanpa basis teologis demikian, dosa korupsi dapat diputihkan dengan
sedekah dan ibadah tertentu, apalagi jika dilakukan dalam situasi darurat.

Selama ini, korupsi dipandang sebagai dosa kecil yang masih bias diampuni, apalagi jika hasil
korupsinya disisihkan untuk ibadah atau sedekah bagi fakir miskin dan anak yatim. Kelak diakhirat,
timbangan pahala sedekah dari hasil korupsi bias lebih berat dari sanksi dosanya. Jika demikian, para
koruptor dan penjahat politik bias mendapat ampunan dan masuk surge.

Nilai nilai ajaran Islam juga perlu ditekankan dan dikontekstualisasikan secara lebih dan
ekstra.Misalnya saja dengan mensosialisasikan hadist-hadist anti korupsi seperti hadist tentang menjaga
amanah. Sebagaimana yang diketahui bersama bahwa semua tindakan korupsi dimulai dari
penyalahgunaan amanah (abuse of trust), yang menjalar menjadi penyalahgunaan  kekuasaan atau
wewenang (abuse of power), baik dalam urusan individu maupun publik. Amanah diyakini sebagai
benteng anti korupsi yang sangat kuat. Jika benteng amanah telah rusak, maka yang lain pun akan rusak.
Rasulallah SAW bersabda tentang pentingnya jujur dan menjaga amanah:

Sulaiman Abu Rabi’ telah menceritakan hadist kepada kami, Ismail Ibnu Ja’far telah
menceritakan hadist kepada kami, Nafi’ Ibnu Malik Ibnu Abi Amir, yaitu Abi Suhail, telah menceritaka
hadist kepada kami dari Bapaknya dari Abi Hurairah dari Nabi bersabda: “ Tanda-tanda orang munafik
ada tiga: jika berbicara berdusta, jika berjanji ingkar, jika dipercaya berhianat.” (HR. Bukhari).

Hadits ini sangat tegas dan lugas bahwa kejujuran, keterbukaan, dan tanggung jawab adalah
tanda-tanda pokok keimanan yang harus dipelihara.Tanpa ketiga hal tersebut, walaupun telah
memperbanyak ibadah ritual, seseorang layak disebut munafik.Betapa banyak orang yang berjanji ketika
kampanye politik, bersumpah ketika hendak memangku sebuah jabatan, berpidato berapi-api dalam
sambutan pelantikan, tetapi semuanya hanya tinggal janji, sumpah palsu dan omong kosong.Kursi
kekuasaan seringkali membuat orang lupa pada janji dan sumpah jabatan yang disaksikan orang banyak
serta disaksikan oleh Allah SWT.Harta berlimpah seringkali membutakan mata, menulikan telinga, dan
menumpulkan akal budi, sehingga kepercayaan public yang dibangun sejak lama pun dikorbankan.

Tindakan korupsi sangat bertentangan dengan prinsip amanah dan kejujuran yang diajarkan
dalam agama. Lebih jelas lagi, Rasulallah SAW berpesan tentang akibat pelanggaran atau
penyalahgunaan amanah, yaitu sebuah kerusakan total sistem kehidupan masyarakat. Pernyataan
Rasulallah SAW ini terbukti ketika banyak pejabat pemegang amanah menyeleweng, semua sistem sosial
kemasyarakatan lambat laun menjadi rusak.

Dari Abu Hurairah ra, ia berkata bahwa Rasulallah SAW bersabda:

‫ض'ا َعتُهَا؟‬ َّ ‫ت ْاالَ َمانَةُ فَا ْنتَ ِظ ِر‬


َ ِ‫ َك ْي''فَ إ‬:‫ فَقَ''ا َل‬,َ‫الس'ا َعة‬ ُ ‫ فَإ ِ َذا‬:‫ال‬
ِ ‫ضيِّ َع‬ َ َ‫ض َي هللاُ َع ْنهُ ق‬ ِ ‫ع َْن اَبِى هُ َري َْرةَ َر‬
.‫ فَا ْنت َِظ ِرا لسَّا َع ِة‬,‫ اِ َذا ُو ِّسدَا ْاالَ ْم ُر إِلَى َغي ِْر اَ ْهلِ ِه‬:‫ال‬
َ َ‫ق‬
Artinya: Dari Abu Hirairah ra., ia berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Jika amanah disia-
siakan, maka tunggulah kehancuran. Kemudian dinyatakan: “bagaimana maksud amanah disia-siakan
itu? Rasul menjawab: “Jika suatu perkara (amanat/ pekerjaan) diserahkan pada orang yang tidak ahli
(profesional), maka tunggulah saat kehancuran.”  (HR. Bukhari).

Dari hadist diatas, hubungan antara amanah dan keahlian sangatlah erat.  Jika keduanya
hilang, maka kehancuran akan mengancam. Dan salah satu faktor yang dapat merusak amanah dan
profesionalitas adalah suap.Seseorang yang sebelum menjabat, mungkin tantangan berlaku jujur
mungkin tidak berat.Namun ketika sudah menjabat/ menduduki jabatan tertentu, tawaran suap sulit
dihindari.Disinilah amanah seorang pejabat diuji.

Dalam hadist lain, Rasulallah SAW menegaskan hubungan iman dengan amanah dan kaitan
ketat amanah dengan pemenuhan janji.

“Tidak beriman (tidak sempurna iman) orang yang tidak menjaga amanah dan tidak
beragama (tidak sempurna agama) seseorang yang tidak menepati janjinya.” (HR. Ahmad)
Hadist diatas menjelaskan bahwa iman harus dibuktikan dengan sikap amanah dalam interaksi
sosial.

Tanpa sikap amanah, iman menjadi rusak sehingga rasa aman menjadi hilang.Lebih jelasnya,
jika kecurangan dan korupsi disemua lini, iman dan amanah sudah tidak ada, maka keamanan menjadi
problem yang sulit dikendalikan.Akhirnya, kejahatan merajalela dan hukumpun tidak berdaya, karena
jika amanah telah tiada, maka hukum dan keadilan dapat diperjualbelikan.Selanjutnya, rusaklah tata
kehidupan masyarakat dan sendi-sendi bangsa negara.

Selain hal-hal tersebut diatas, pendidikan Islam juga harus mensosialisasikan hadist-hadist
tentang korupsi.Dalam kitab-kitab hadist, beberapa istilah yang sering diidentikan atau memiliki
kedekatan arti dengan korupsi ialah ghulul dan risywah.

Ghulul  adalah bentuk korupsi yang sangat popular.Ghulul merupakan istilah yang paling
banyak digunakan oleh Rasulallah SAW dalam hadist-hadist yang terkait dengan perilaku korupsi atau
penggelapan harta publik.Ghulul adalah isim masdar dari kata ghalla-yaghullu-ghallan wa
ghullun.  Artinya  Akhdzu asy-syai’ wa dassahu fi mata’ihi  (mengambil sesuatu dan menyembunyikanya
dalam hartanya).[9]

Ibnu Hajar al-Asqalani mendefinisikan  ghulul dengan “ma ya’khudzu min al-ghanimati


khafiyyatan qabla al-qismah” (apa saja yang diambil dari barang rampasan perang secara sembunyi-
sembunyi sebelum pembagian). Ada juga pendapat yang hampir sama bahwa ghulul dimaknai “akhudzu
asy-syai’ wa dassahu fi mata’ihi”  (penghianatan dalam hal harta rampasan perang).

Semula, ghulul merupakan istilah yang khusus bagi penggelapan harta rampasan


perang sebelum dibagikan secara transparan.Definisi diatas menunjukan bahwa ghulul
terjadi pada penggelapan harta rampasan perang. Hal ini sejalan dengan firman Allah
SWT:“Tidak mungkin seorang Nabi berkhianat dalam urusan harta rampasan perang.Barangsiapa
yang berkhianat dalam urusan rampasan perang itu, Maka pada hari kiamat ia akan datang membawa
apa yang dikhianatkannya itu, kemudian tiap-tiap diri akan diberi pembalasan tentang apa yang ia
kerjakan dengan (pembalasan) setimpal, sedang mereka tidak dianiaya.”(QS. Ali Imran:161)

Meskipun demikian, melihat beberapa hadist lainya, ghulul juga gterjadi pada kasus


pegawai/pejabat yang mengambil sesuatu diluar haknya yang diatur secara resmi. Pejabat yang
menerima hadiah dari pihak tertentu terkait dengan tugasnya, dan orang yang mengambil tanah orang
lain yang bukan haknya.

Dengan melihat unsur-unsur yang melingkupinya, cakupan makna ghulul dapat diperluas dan
dikembangkan hingga ke istilah korupsi dalam berbagai bentuknya yang makin canggih modus
operasinya dan menjadi duri dalam kehidupan masyarakat.Hadist-hadist tentang ghulul berikut dinilai
wewakili kajian tematik tentang korupsi.

Ali bin Abdillah telah menceritakan hadist kepada kami. Sufyan telah menceritakan kepada
kami. Dari Amr dari Salim bin Abi Al-Ja’di, dari Abdullah bin Umar berkata,  bahwa pada rombongan
Rasulallah SAW, ada seorang yang bernama Kirkirah yang mati di medan perang. Rasulallah SAW
bersabda: “dia masuk neraka.” Para sahabat pun bergegas menyelidiki perbekalan perangnya. Mereka
mendapatkan mantel yang ia korup dari harta rampasan perang.  (HR. Bukhari).[10]

Dari Zuhair bin Harb, dari Hisyam bin Al-Qasim, dari Ikrimah bin Amr ia berkata simak al-Hanafi
Abu Zumail telah bercerita kepadaku. Ia berkata Abdullah bin Abbas telah menceritakan kepadaku.
Umar bin Khattab menceritakan kepadaku bahwa ia berkata, ketika terjadi perang khaibar, beberapa
sahabat Nabi bersabda: “si Fulan mati syahid, si Fulan mati syahid.”  Hingga mereka berpapasan dengan
seseorang. Mereka pun berkata: “si Fulan mati syahid.” (HR. Muslim)

Kemudian Rasulallah SAW bersabsa: Tidak begitu. Sungguh aku melihatnya didalam neraka,
karena burdah  (selimut atau  aba’ah) mantel yang ia korup dari harta rampasan perang. Lalu Rasulallah
SAW berkata: “Wahai Ibnu al-Khattab, “Berangkatlah, dan samapaikan kepada manusia bahwa tidak
akan masuk surge selain orang-orang yang beriman.” (HR. Muslim)

Dua hadist diatas, menjelaskan tentang peristiwa ghulul/ korupsi dimedan perang khaibar.
Seorang yang pejuang berani kemudian mati, belum dapat dipastikan bahwa ia mati syahid dan masuk
surge. Setelah diinvestigasi (dilacak) secara cermat dan jujur, ternyata orang tersebut  terlibat ghulul,
mengambil selimut atau mantel dan itu menjadikanya mati sia-sia kemudian masuk neraka. Dalam
konteks kekinian, seorang pejabat atau pegawai public (terkait urusan orang banyak) yang telah
berjuang mati-matian dalam tugasnya, tetapi jika ditemukan kasus-kasus terkait “ketidakbersihan” dan
kecurangan.

Istilah lain yang serupa dengan korupsi tetapi tak sama adalah risywah/suap menyuap. Jika
ghulul dilakukan oleh satu pihak yang aktif, risywah dilakukan oleh dua pihak yang sama-sama aktif dan
sama-sama berkepentingan. Al-Jurnani mendefinisikan rasywah sebagai ma yu’tha li ibthali haqqin aw li
ihqaqi bathilin (apa saja yang diberikan untuk membatalkan atau menyalahkan yang benar dan
membenarkan yang batal atau salah).

Orang yang menyuap disebut dengan ar-rasyi dan yang meminta atau menerima suap disebut
dengan al-murtasyi.Risywah  sangatlah berbahaya bagi kehidupan masyarakat, karena dapat merusak
sistem yang adil dan dapat memutarbalikan fakta dan kebenaran.Risywah dapat mengahambat nilai
profesionalitas, merusak martabat pihak lain, dan menurunkan standar kualitas.Betapa tidak,
masyarakat menjadi tidak jujur dalam menilai sesuatu, menyebabkan biaya tinggi dan dapat
mempengaruhi keputusan seseorang.Dalam kehidupan politik, suap sering dikenal sebagai money
politics (politik uang).Artinya, dengan menggunakan kekuatan uang (dan sejenisnya) keputusan atau
pilihan seseorang dapat berubah.Suap seringkali digunakan untuk mengurangi hukuman seseorang,
bahkan membebaskanya dari tuntutan hukum.

Hadist-hadist tentang risywah, antara lain:

Affan telah menceritakan bahwa Abu Awanah telah menceritakan kepada kami, ia berkata
Umar bin Abi Salamah telah menceritakan hadist kepada kami, dari Bapaknya, dari Abu Hurairah, ia
berkata bahwa Rasulallah SAW bersabda:  “Allah SWT melaknat orang yang menyuap dan orang yang
disuap terkait masalah hukum/kebijakan.”

Hadist ini menjelaskan bahwa Allah SWT melaknat orang yang menyuap dan menerima suap
dalam masalah hukum atau kebijakan.  Dalam riwayat lain disebutkan kata “fi al-hukm”, sehingga
cakupan maknanya lebih luas kesemua aspek. Rasulallah SAW bersabda: “ Laknat Allah untuk orang
yang memberi suap dan yang menerima suap.”  (HR. Ahmad dan Ibnu Majjah)

Hadist ini semakin menegaskan bahwa Allah SWT sangat murka kepada para penyuap dan
penerima suap dalam semua hal.Dari Tsauban, ia berkata bahwa Rasulallah SAW melaknat penyuap,
penerima suap, dan perantaranya, yaitu orang yang menghubungkan antara keduanya.

Riwayat hadist ini ada tambahan kata ar-ra’isy, yaitu orang yang menjadi perantara antara
penyuap dan yang disuap. Tentu hadist ini menunjukan bahwa semua orang yang terlibat aktif dalam
proses suap menyuap mendapat laknat dari Allah SWT dan Rasul-Nya.
Menanamkan nilai-nilai keislaman yang anti korupsi, baik dari Al-Qur’an maupun sejarah Islam,
dalam proses pemberantasan korupsi akan lebih efektif dan mengena. Karena nilai-nilai tersebut
terkandung dalam kitab tuntunan yang diyakini kebenaranya oleh seluruh umat Islam.

BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

Menurut Subekti dan Tjitrosoedibio dalam Kamus Hukum, yang dimaksud corruptie  adalah


korupsi; perbuatan curang; tindak pidana yang merugikan keuangan Negara.

Baharuddin Lopa, mengutip pendapat dari David M. Chalmers, menguraikan arti istilah korupsi
dalam berbagai bidang, yakni yang menyangkut masalah penyuapan, yang berhubungan dengan
manipulasi dibidang ekonomi, dan yang menyangkut bidang kepentingan umum.

Pendidikan antikorupsi harus dikenalkan pada anak sejak awal anak mulai dikenalkan nilai-nilai
anti korupsi.Tujuan dari pendidikan anti-korupsi adalah untuk membangun nilai-nilai dan
mengembangkan kapasitas yang diperlukan untuk membentuk posisi sipil murid dalam melawan
korupsi.

Sektor pendidikan formal di Indonesia, dapat berperan dalam memenuhi kebutuhan


pencegahan korupsi. Langkah preventif Pencegahan tersebut secara tidak langsung dapat dilakukan
melalui dua pendekatan (approach), yaitu:

1.      Menjadikan peserta didik menjadi target

2.      Menggunakan pemberdayaan peserta didik untuk menekan lingkungan agar tidak permissive to


corruption.

Pendidikan Islam, dalam lembaga pendidikan Islam mencoba menampilkan model pendidikan
anti korupsi dalam Pendidikan Agama Islam (PAI). Pendidikan anti korupsi yang dimaksud disini adalah
program pendidikan anti korupsi yang secara konsepsional disisipkan pada mata pelajaran yang sudah
ada disekolah dalam bentuk perluasan tema yang sudah ada dalam kurikulum dengan menggunakan
pendekatan kontekstual pada pembelajaran anti korupsi, yaitu dengan model pendidikan anti korupsi
integratif-inklusif dalam Pendidikan Agama Islam.

DAFTAR RUJUKAN

Kementrian Agama RI, Pembangunan Ekonomi Umat (Tafsir Al-Qur’an Tematik), (Jakarta: Direktorat Urusan
Agama Islam dan Pembinaan Syariah, 2012).

Pius A Partanto& M. Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Populer,  (Surabaya: Arkola, 2001).

Anshori LAL, Pendidikan Islam Transformatif,  (Jakarta: Referensi, 2012).

M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah,  (Jakarta: Lentera Hati, 2000).

Anda mungkin juga menyukai