Anda di halaman 1dari 70

i

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI


RISIKO PRODUKSI NENAS DI KECAMATAN TAMANSARI
KABUPATEN BOGOR

VAHRY QASTHARI

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
ii
iii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER


INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa karya ilmiah berjudul Analisis Faktor-
Faktor yang Memengaruhi Risiko Produksi Nenas di Kecamatan Tamansari
Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir karya ilmiah ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2018

Vahry Qasthari
NIM H34164023
iv
v

ABSTRAK

VAHRY QASTHARI. Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Risiko


Produksi Nenas di Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh
NARNI FARMAYANTI.

Nenas merupakan salah satu komoditas unggulan di Kabupaten Bogor.


Salah satu sentra produksi nenas adalah di Kecamatan Tamansari. Produktivitas
nenas di Kecamatan Tamansari sangat rendah dibanding kecamatan lain. Hal ini
mengindikasikan adanya risiko produksi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
menganalisis pengaruh faktor-faktor produksi terhadap risiko produksi yang
dihadapi oleh petani nenas di Kecamatan Tamansari. Penelitian ini menggunakan
model fungsi produksi Just and Pope yang terdiri dari dua fungsi, yaitu fungsi
produktivitas dan fungsi variance. Berdasarkan hasil uji, menunjukkan faktor
produksi bibit berpengaruh positif secara signifikan terhadap produktivitas nenas.
Sedangkan pupuk kimia, obat-obatan, dan tenaga kerja memiliki pengaruh negatif
terhadap produktivitas nenas. Hasil uji terhadap risiko produksi menunjukkan
bibit berpengaruh secara signifikan terhadap variasi produktivitas nenas sebagai
faktor penambah risiko, sedangkan pupuk kandang menjadi faktor yang dapat
mengurangi risiko produksi secara signifikan.

Kata kunci: Just and Pope, nenas, risiko produksi

ABTRACT
VAHRY QASTHARI. Analysis of production Factors Affecting Production Risk
of Pineapple in Tamansari, Bogor Regency. Supervised by NARNI
FARMAYANTI.

Pineapple is one of main commoditiy in Bogor Regency. One center of


pineapple production is in Tamansari districts. Productivity of pineapple in
Tamansari districts is very low compared to other districts that is indicate the
existence of production risk. The purpose of this research to analyze the influence
of production factors to production risks faced by pineapple farmers in Tamansari
district. This research used Just and Pope production function consists of two
functions, productivity function and variance function. Based on the test results,
the seed production factor has a significant positive effect on the productivity of
pineapple. While chemical fertilizers, agricultural medicines, and labor have a
negative effect on the productivity of pineapple. The test results on production
risk show that seedlings has a significant effect on variations in pineapple
productivity as risk enhancing factors, while manure is a factor that can
significantly reduce production risk.

Key words: Just and Pope, pineapple, production risk


vi
vii

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI


RISIKO PRODUKSI NENAS DI KECAMATAN TAMANSARI
KABUPATEN BOGOR

VAHRY QASTHARI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
viii
x
xi

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-
Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
karya ilmiah ini ialah Risiko Produksi, dengan judul Analisis Faktor-Faktor yang
Memengaruhi Risiko Produksi Nenas di Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Narni Farmayanti, Ir. M.Sc selaku
pembimbing yang telah banyak memberikan saran dan dukungan dalam penulisan
karya ilmiah ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak, Ibu,
serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya, serta teman-teman
alihjenis agribisnis angkatan 7. Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2018

Vahry Qasthari
xii
xiii

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI xii


DAFTAR TABEL xiv
DAFTAR GAMBAR xv
DAFTAR LAMPIRAN xv
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Rumusan Masalah 3
Tujuan Penelitian 5
TINJAUAN PUSTAKA 6
Faktor Faktor yang Memengaruhi Produksi Komoditas Pertanian 6
Faktor Faktor yang Memengaruhi Risiko Produksi 6
KERANGKA PEMIKIRAN 8
Teori Produksi 8
Teori Risiko Produksi 10
Kerangka Pemikiran Operasional 11
METODE PENELITIAN 14
Lokasi dan Waktu Penelitian 14
Jenis dan Sumber Data 14
Metode Pengambilan Sampel 14
Metode Pengumpulan Data 15
Metode Pengolahan Data 15
Analisis Deskriptif 15
Model Just and Pope 15
Hipotesis 16
Pengujian Asumsi Klasik 17
Pengujian Hipotesis 18
Definisi Operasional 21
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 21
Karakteristik Wilayah 21
Karakteristik Petani Responden 22
Usia 22
Tingkat Pendidikan 23
Pekerjaan Utama 24
Pengalaman Usahatani 24
Luas Lahan Usahatani Nenas 25
Status Kepemilikan Lahan 25
Komoditas yang dibudidayakan 26
Sumber Modal 26
Sikap dalam Menghadapi Resiko 27
Keragaan Usahatani Nenas di Kecamatan Tamansari 28
Proses Kegiatan Usahatani Nenas 28
Penggunaan Sarana Produksi Nenas 30
xiv

HASIL DAN PEMBAHASAN 34


Hasil Pengujian Penyimpangan Asumsi Klasik 34
Uji Normalitas 34
Uji Multikolinearitas 34
Uji Autokorelasi 35
Uji Heteroskedastisitas 35
Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Nenas 36
Bibit 37
Pupuk Kandang 37
Pupuk Kimia 37
Obat-obatan 38
Tenaga Kerja 38
Analisis Fakto-Faktor yang mempengaruhi Risiko Produksi Nenas 39
Bibit 40
Pupuk Kandang 41
Pupuk Kimia 41
Obat-obatan 42
Tenaga Kerja 42
SIMPULAN DAN SARAN 43
Simpulan 43
Saran 43
DAFTAR PUSTAKA 44
LAMPIRAN 46
RIWAYAT HIDUP 54

DAFTAR TABEL

1 Volume ekspor beberapa komoditas buah-buahan tahun 2012-2015 (Ton) 1


2 Data produksi dan luas panen nenas Indonesia tahun 2013 – 2016 2
3 Produktivitas nenas di Indonesia tahun 2013-2016 (Ton/Ha) 2
4 Produksi nenas Provinsi Jawa Barat 3
5 Jumlah pohon komoditas buah-buahan di Kabupaten Bogor tahun 2016 4
6 Data produksi, jumlah pohon, dan produktivitas nenas di tujuh kecamatan 5
7 Luas dan pola pemanfaatan lahan di Kecamatan Tamansari tahun 2017 22
8 Sebaran usia petani responden 22
9 Sebaran tingkat pendidikan petani responden 23
10 Sebaran pekerjaan utama petani responden 24
11 Sebaran pengalaman berusahatani nenas petani responden 24
12 Sebaran luas lahan petani responden 25
13 Sebaran status kepemilikan lahan petani responden 25
14 Sebaran komoditas yang dibudidayakan petani responden 26
15 Sebaran sumber modal petani responden 27
16 Sebaran sikap petani responden dalam menghadapi risiko 27
17 Rata-rata penggunaan tenaga kerja untuk usahatani nenas per Hektar 33
18 Hasil uji multikolineritas 35
19 Hasil pendugaan fungsi produktivitas nenas petani responden 36
20 Hasil pendugaan persamaan fungsi variance produktivitas nenas 39
xv

DAFTAR GAMBAR
1 Kurva produksi 9
2 Kerangka pemikiran operasional 13
3 Jarak tanam yang digunakan petani responden 29
4 Jenis bibit tanaman nenas 31

DAFTAR LAMPIRAN
1.Kuesioner 48
2 Hasil output fungsi produktivitas 50
3 Hasil output fungsi variance produktivitas 51
1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Komoditas unggulan dari sub sektor agribisnis yang masih mempunyai


peluang yang cukup besar untuk dikembangkan dan ditingkatkan melalui
diversifikasi produk adalah komoditas buah-buahan. Keuntungan iklim tropis di
Indonesia merupakan keuntungan alamiah dibandingkan dengan negara-negara
yang memiliki iklim sub tropis, sehingga dapat dijadikan sebagai negara penghasil
produk buah-buahan terbesar di dunia (Syam 2001).
Prospek agribisnis buah-buahan sangat cerah baik di pasar dalam negeri
maupun pasar untuk ekspor terlihat dari total berat bersih ekspor buah-buahan
yang meningkat dari tahun 2016 seberat 368.2 ton menjadi 414.5 ton pada tahun
2017. Dari sekian banyak komoditas buah-buahan nenas menjadi komoditas buah
yang memiliki prospek paling tinggi karena nenas menjadi komoditas buah-
buahan yang memiliki volume ekspor tertinggi bila dibandingkan komoditas
buah-buahan lain. hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Volume ekspor beberapa komoditas buah-buahan tahun 2012-2015 (Ton)


Tahun
Komoditas
2012 2013 2014 2015
Nenas 183 072 174 096 192 315 193 948
Mangga 1 515 1 089 1 149 1 243
Manggis 20 169 7 648 10 082 38 177
Jeruk 1 384 1 558 1 796 3 225
Anggur 867 596 219 408
Semangka 726 503 541 931
Apel 59 81 73 399
Pir 0 72 22 20
Pisang 1 489 5 680 26 264 22 308
Sumber : Kementerian Pertanian (2016)

Tabel 1 menunjukkan bahwa dari tahun 2012 sampai 2015 nenas memiliki
volume ekspor tertinggi bila dibandingkan komoditas buah-buahan lain. Hal ini
menandakan bahwa nenas menjadi komoditas buah-buahan yang memiliki
prospek terbaik di Indonesia. Tabel 1 juga menunjukkan bahwa volume ekspor
nenas mengalami kecenderungan peningkatan dari tahun ke tahun. Walaupun
sempat menurun dari tahun 2012 yaitu seberat 183 072 ton menjadi 174 096 ton
pada tahun 2013 tetapi kembali meningkat yaitu 192 315 ton pada tahun 2014 dan
193 948 ton pada tahun 2015. Peningkatan tersebut dikarenakan adanya
perubahan orientasi pasar dimana produsen nenas lebih terpacu untuk mengekspor
nenas. Laju peningkatan ekspor menunjukkan peningkatan permintaan nenas di
luar negeri, sekaligus menunjukkan peningkatan peluang pasar untuk para petani
atau produsen nenas. Peningkatan peluang ini hendaknya diimbangi oleh
peningkatan produksi nenas dalam negeri, tetapi pada kenyataannya peluang
tersebut tidak dapat dimanfaatkan dengan baik. Hal tersebut terlihat dari
2

menurunnya produksi nenas Indonesia. Penurunan produksi nenas dalam negeri


mungkin terjadi karena dampak penurunan luas lahan panen nenas Indonesia
tahun 2013 – 2016 yang disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Data produksi dan luas panen nenas Indonesia tahun 2013 – 2016
Produksi Persentase Luas panen Persentase
Tahun
(ton) Perubahan (%) (ha) Perubahan (%)
2013 1 882 802 15 807
2014 1 835 483 - 2.50 15 617 -1.20
2015 1 729 600 - 5.77 14 694 -5.90
2016 1 396 141 -19.28 13 067 -11.10
Sumber : Kementerian Pertanian (2017)

Pada Tabel 2 terlihat penurunan total produksi dalam negeri terjadi seiring
menurunnya total luas panen nenas Indonesia. Pada tahun 2013 total produksi
nenas Indonesia yaitu 1 882 802 ton menjadi 1 835 483 ton pada tahun 2014 dan
terus menurun pada tahun 2015 dan 2016. Penurunan juga terjadi pada luas panen
nenas pada tahun 2013 seluas 15 807 ha menjadi 15 617 ha pada tahun 2014 dan
terus menurun pada tahun 2015 dan 2016. Persentase penurunan total produksi
dan luas panen nenas pun semakin meningkat dari tahun ke tahun.
Beberapa penyebab dapat melatarbelakangi luas lahan panenan nenas
Indonesia yang terus menurun dari tahun ke tahun yang pertama adalah terjadinya
alih fungsi lahan dari lahan pertanian menjadi lahan industri. Semakin
berkembangnya bisnis di sektor industri dan properti dapat membuat lahan-lahan
yang pada mulanya digunakan untuk bertani nenas dialih fungsikan menjadi lahan
industri dan perumahan. Penyebab kedua yang dapat menyebabkan penurunan
luas panen nenas adalah banyaknya lahan pertanian nenas yang belum dipakai.
Hal ini dapat terjadi karena belum adanya modal untuk bertani nenas, sehingga
para petani membiarkan lahannya menjadi lahan tidur. Penyebab yang terakhir
adalah para petani nenas sudah berganti komoditasnya dari yang awalnya bertani
nenas menjadi bertani komoditas lain. Hal ini mengindikasikan ada berbagai
masalah yang menyebabkan petani nenas berganti komoditas bertaninya. Salah
satu masalah yang dihadapi para petani nenas adalah produktivitas nenas yang
masih rendah dan terus menurun seperti yang disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Produktivitas nenas di Indonesia tahun 2013-2016 (Ton/Ha)

Tahun Produktivitas Persentase Perubahan (%)

2013 119.11
2014 117.53 - 1.33
2015 117.71 - 0.15
2016 106.85 - 9.23
Sumber : Kementerian Pertanian (2017)

Produktivitas nenas di Indonesia terus menurun dari tahun 2013 seberat


119.11 ton/ha menjadi 117.53 ton/ha pada tahun 2014. Penurunan cukup
signifikan juga terjadi pada tahun 2015 – 2016 yaitu seberat 117.71 ton/ha
3

menjadi 106.85 ton/ha. Penurunan produktivitas ini tentu dapat berdampak pada
kualitas buah dan kontinuitas jumlah pasokan pemasaran buah yang tidak dapat
terpenuhi. Hal ini mengindikasikan bahwa petani nenas dalam bertani sering
dihadapkan pada masalah risiko, utamanya risiko produksi dan ketidakpastian
harga hasil produksi (risiko harga). Oleh karena itu perlu dilakukan pengkajian
lebih lanjut mengenai faktor-faktor apa saja yang memengaruhi risiko produksi
pada komoditas nenas agar petani nenas mengetahui risiko-risiko apa saja yang
dapat memengaruhi produksi nenas guna mencapai tujuan meningkatkan produksi
nenas dalam negeri (Kementan 2017).
Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi komoditas
buah-buahan yang ada di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh kondisi tanah yang
subur dan cuaca yang mendukung proses budidaya buah-buahan itu sendiri.
Kabupaten Bogor merupakan salah satu daerah sentra utama buah nenas di
Provinsi Jawa Barat yang berusaha meningkatkan produksi dan nilai tambah
nenas agar dapat meningkatkan pendapatan daerah pada khususnya dan
meningkatkan kontribusi pertanian terhadap perekonomian nasional pada
umumnya. Kecamatan Tamansari adalah kecamatan kedua dengan tingkat
produksi nenas tertinggi di Kabupaten Bogor.

Rumusan Masalah

Provinsi Jawa Barat terus mengembangkan potensi komoditas nenas di


tengah terus menurunnya produksi nenas nasional. Hal tersebut dapat dilihat pada
Tabel 4.

Tabel 4 Produksi nenas Provinsi Jawa Barat

Tahun Produksi Persentase Perubahan (%)

2013 95 015
2014 149 814 57.67
2015 187 555 25.19
2016 209 348 11.62
Sumber : Kementerian Pertanian (2017)

Pada Tabel 4 dapat dilihat terus meningkatnya produksi nenas Jawa Barat
yaitu 95 015 ton (2013), 149 814 ton (2014), 187 555 ton (2015), dan 209 348 ton
(2016). Kabupaten Bogor menjadi kabupaten di Jawa Barat yang menjadikan
komoditas nenas sebagai komoditas unggulannya. Hal tersebut dapat dilihat dari
jumlah pohon komoditas buah-buahan yang ada di Kabupaten Bogor yang
disajikan pada Tabel 5.
4

Tabel 5 Jumlah pohon komoditas buah-buahan di Kabupaten Bogor tahun 2016


Komoditas Jumlah Pohon
Alpukat 14 378
Belimbing 11 891
Dukuh 21 075
Jambu biji 82 922
Manga 18 525
Manggis 61 590
Nangka 66 209
Nenas 277 785
Papaya 120 993
Sumber : Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Kabupaten Bogor (2017)

Tabel 5 menunjukkan di Kabupaten Bogor nenas menjadi komoditas buah


dengan jumlah pohon terbanyak. Perbedaan signifikan terlihat antara jumlah
pohon nenas dan komoditas buah lainnya yang menandakan nenas menjadi salah
satu komoditas unggulan di Kabupaten Bogor. Ada beberapa jenis nenas yang
menjadi nenas asli Kabupaten Bogor yaitu jenis Nenas Gati, Nenas Mahkota,
ataupun Nenas Kapas. Nenas yang pada umumnya dibudidayakan di Kabupaten
Bogor tersebut bila dilihat dari segi agronomi sangat cocok untuk ditanam di
beberapa daerah di Kabupaten Bogor karena memiliki kesesuaian terhadap suhu,
curah hujan, pH tanah serta ketinggian lahan. Tetapi keadaan alam yang cukup
baik belum tentu mendukung perkembangan suatu komoditas.
Jenis-jenis nenas asli bogor tersebut kalah bersaing dengan jenis nenas lain
yang berasal dari luar Kabupaten Bogor. Hal tersebut terlihat dari komoditas
nenas yang ditemukan di pasar tradisional di Kabupaten Bogor bukanlah nenas
asli bogor yang telah disebutkan diatas. Jenis nenas yang ditemukan di pasar-pasar
adalah nenas yang berasal dari Provinsi Sumatera Selatan (nenas Palembang),
Kabupaten Blitar (nenas blitar), dan Kabupaten Subang (nenas madu). Nenas asli
Bogor sangat sulit ditemukan di pasar terutama saat bukan musim panen raya,
sangat jauh berbeda dengan jenis nenas lain yang hampir dapat ditemukan di pasar
setiap hari.
Hal-hal tersebut menunjukkan nenas asli bogor belum berkembang dengan
baik. Tidak berkembangnya nenas asli bogor dapat disebabkan para petani nenas
tidak mengetahui risiko produksi yang dihadapi sehingga tidak tepat dalam
menyikapinya yang menyebabkan produksi belum optimal. Risiko produksi
diduga disebabkan oleh penggunaan faktor produksi internal dan faktor eksternal
yaitu adanya serangan hama dan penyakit. Hasil studi pendahuluan belum
menggambarkan secara rinci apa saja faktor-faktor yang memengaruhi
produktivitas serta faktor-faktor yang dapat memengaruhi risiko produksi dalam
melakukan budidaya nenas.
Kecamatan Tamansari adalah kecamatan dengan jumlah pohon nenas
terbanyak dan produksi nenas tertinggi kedua di Kabupaten Bogor di bawah
Kecamatan Cijeruk. Karena hal itu Kecamatan Tamansari mempunyai peluang
untung menjadi daerah yang dapat mengembangkan komoditas nenas. Data
produksi, jumlah pohon, dan produktivitas nenas di tujuh kecamatan Kabupaten
Bogor ditunjukkan pada Tabel 6.
5

Tabel 6 Data produksi, jumlah pohon, dan produktivitas nenas di tujuh kecamatan
di Kabupaten Bogor tahun 2016
Kecamatan Produksi (Kg) Jumlah Pohon Produktivitas (Kg/pohon)
Dramaga 2100 164 12.80
Tamansari 225100 62476 3.60
Cigombong 9600 6258 1.53
Caringin 8200 3500 2.34
Sukamakmur 4900 2300 2.13
Cijeruk 1220100 80000 15.25
Rancabungur 20500 1500 13.67
Sumber : Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Kabupaten Bogor (2017)

Data pada Tabel 6 menunjukkan meskipun Kecamatan Tamansari memiliki


jumlah pohon nenas terbanyak kedua di Kabupaten Bogor, akan tetapi
produktivitas nenas di Kecamatan Tamansari terbilang rendah bila dibandingkan
dengan kecamatan lain seperti Kecamatan Dramaga, Kecamatan Rancabungur,
dan Kecamatan Cijeruk yang memiliki produktivitas jauh diatas Kecamatan
Tamansari. Selain itu produktivitas nenas di Kecamatan Tamansari berada
dibawah potensi hasil dari nenas Bogor yaitu 4.5 kilogram perpohon. Hal itu
menandakan ada masalah yang dihadapi para petani nenas di Kecamatan
Tamansari dalam hal produksi yang membuat produktivitas rendah. Oleh karena
itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor produksi apa
saja yang memengaruhi risiko produksi dalam melaksanakan budidaya nenas di
Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor.
Berdasarkan uraian diatas maka rumusan masalah yang akan dikaji dalam
penelitian ini adalah:
1. Faktor-faktor apa saja yang memengaruhi produktivitas nenas di Kecamatan
Tamansari?
2. Bagaimana pengaruh faktor-faktor produksi terhadap risiko produksi nenas di
Kecamatan Tamansari

Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah dikemukakan,


maka tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Menganalisis faktor-faktor apa saja yang memengaruhi produktivitas nenas di
Kecamatan Tamansari.
2. Menganalisis pengaruh faktor-faktor produksi terhadap risiko produksi yang
dihadapi oleh petani nenas di Kecamatan Tamansari.
6

TINJAUAN PUSTAKA

Faktor Faktor yang Memengaruhi Produksi Komoditas Pertanian

Penelitian terdahulu yang menganalisis pengaruh penggunaan faktor-faktor


produksi terhadap jumlah produksi diantaranya adalah penelitian Situmeang
(2011) mengenai analisis pendapatan usahatani dan faktor yang memengaruhi
produksi cabai merah keriting di Desa Citapen Kecamatan Ciawi Kabupaten
Bogor. Nofita (2012) yang melakukan penelitian mengenai analisis usahatani
cabai merah besar (Capsicum Annum L) di Desa Andongsari, Kecamatan Ambulu,
Kabupaten Jember. dan Hermawan (2004) yang melakukan penelitian tentang
efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi pada usahatani cabe merah di
Kabupaten Bantul. Secara spesifik menganalisis faktor yang memengaruhi
produksi cabai merah tersebut menunjukkan bahwa ternyata penggunaan bibit dan
tenaga kerja berpengaruh secara nyata dan memiliki pengaruh yang positif
terhadap produksi cabai merah. Kemudian faktor lainnya seperti pupuk kandang,
pupuk kimia, pestisida, dan obat-obatan memiliki hasil yang berbeda untuk ketiga
penelitian tersebut dimana pada penelitian Situmeang (2011) penggunaan pupuk,
pestisida, dan nutrisi berpengaruh signifikan dan memiliki pengaruh positif
terhadap produksi cabai merah, berbeda dengan penelitian yang dilakukan Nofita
(2012) yang menunjukkan bahwa ternyata penggunaan pupuk dan pestisida justru
tidak berpengaruh secara nyata terhadap jumlah produksi cabai merah.
Penelitian lainnya yang menganalisis mengenai pengaruh penggunaan faktor
produksi terhadap jumlah produksi dilakukan oleh Rifqie (2008) yang
menganalisis produksi kubis di Desa Cimenyan Kabupaten Bandung, serta Kamil
(2013) yang menganalisis mengenai produksi dan pendapatan kacang panjang di
Kecamatan Nagrak Kabupaten Sukabumi memberikan hasil yang berbeda dimana
penelitian Rifqie (2008), menunjukkan penggunaan pupuk kimia, pupuk kandang
serta pestisida padat secara signifikan dapat meningkatkan jumlah produksi kubis
disisi lain ternyata bibit dan pestisida cair nyatanya tidak berpengaruh signifikan
terhadap produksi kubis. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Kamil
(2013) yang ternyata penggunaan pupuk kandang dan pupuk urea berpengaruh
secara signifikan namun memiliki dampak yang negatif terhadap jumlah produksi
kacang panjang di Kecamatan Nagrak Kabupaten Sukabumi. Hal tersebut menurut
hasil analisis peneliti diakibatkan oleh penggunaan pupuk kandang dan pupuk
urea yang sudah berlebih sehingga pupuk yang diduga dapat meningkatkan
produksi kacang panjang pada nyatanya justru mengurangi produksi diakibatkan
penggunaan yang terlebih tersebut.

Faktor Faktor yang Memengaruhi Risiko Produksi

Penelitian ini memiliki perbedaan dan persamaan dengan penelitian-


penelitian yang menganalisis sumber risiko, persamaanya terletak pada
penggunaan variance untuk melakukan analisis risiko produksi. Kemudian untuk
perbedaannya adalah pada penelitian ini sumber risiko yang dianalisis adalah
penggunaan input produksi atau faktor internal, berbeda dengan penelitian-
penelitian yang telah dilakukan dimana sumber risiko yang dianalisis adalah
7

sumber yang berasal dari faktor eksternal seperti cuaca serta adanya serangan
hama penyakit. Menurut Fufa dan Hassan (2003) pengaruh gangguan stokastik
alam dari kegiatan produksi pertanian menjadi sumber utama risiko produksi.
Akan tetapi variasi pada hasil panen suatu produksi pertanian tidak hanya
dijelaskan oleh faktor di luar kendali petani seperti harga input dan output, tetapi
juga faktor yang dapat dikendalikan oleh petani seperti alokasi pada penggunaan
input produksi (Just dan Pope 1979; Antle 1983 dalam Fufa dan Hassan 2003).
Hal ini dapat dipahami karena memang dalam melakukan usahatani atau
budidaya komoditas pertanian khsususnya pasti dipengaruhi oleh adanya beberapa
faktor, baik itu faktor yang berasal dari luar (eksternal) seperti pengaruh cuaca
atau faktor yang berasal dari dalam (internal). Salah satu model yang dapat
digunakan untuk menghitung fungsi produksi dan fungsi risiko secara bersamaan
adalah model risiko produksi Just and Pope. Penelitian Aldila (2013) dalam
menganalisis risiko produksi jagung manis, Lesmana (2013) dalam menganalisis
risiko produksi dan risiko harga tomat, dan Puspitasari (2011) untuk analisis risiko
produksi mentimun menggunakan fungsi risiko produksi Just and Pope untuk
mengetahui pengaruh alokasi penggunaan input terhadap hasil produksi rata-rata
dan variasi hasil produksi, sehingga dapat diketahui faktor produksi yang menjadi
pengurang risiko produksi (Risk Reducing Factor) atau menjadi penyebab
meningkatnya risiko produksi (Risk Inducing Factor). Sedangkan penelitian yang
dilakukan oleh Pratiwi (2011) dalam menganalisis risiko produksi caisin,
Fariyanti et al. (2007) dalam menganalisis risiko produksi kentang dan kubis, dan
Fariyanti (2008) yang menganalisis risiko produksi kentang menggunakan fungsi
produksi dan fungsi risiko dengan metode GARCH.
Penelitian yang dilakukan Aldila (2013), Lesmana (2013), Puspitasari
(2011), Pratiwi (2011), dan Fariyanti et al. (2007) yang menganalisis mengenai
faktor-faktor produksi yang memengaruhi risiko produksi memberikan hasil yang
berbeda-beda dan tidak dapat disimpulkan untuk secara keseluruhan, persamaan
pada penelitian tersebut hanya terletak dimana peningkatan penggunaan tenaga
kerja ternyata dapat menurunkan risiko. Selain penggunaan input tenaga kerja,
penggunaan input seperti pupuk kandang, pupuk daun, pestisida, pupuk NPK,
pupuk phonska, pupuk TSP, furadan, dan bibit dapat menjadi faktor yang
menimbulkan risiko ataupun yang mengurangi risiko tergantung kepada
komoditas yang diteliti oleh peneliti tersebut. Sebagai contoh lain penelitian yang
dilakukan oleh Fariyanti et al. (2007) memberikan hasil yang berbeda untuk
faktor produksi yang memengaruhi risiko produksi usahatani kentang dan kubis di
Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung, dimana pada petani yang
melakukan usatahani kentang luas lahan dan penggunaan obat-obatan menjadi
faktor yang dapat menurunkan risiko sedangkan pada petani yang melakukan
usahatani kubis faktor luas lahan dan penggunaan obat-obatan justru menjadi
faktor yang meningkatkan risiko.
Penelitian ini akan menganalisis mengenai bagaimana pengaruh faktor-
faktor produksi (input produksi) terhadap produksi rata-rata dan risiko produksi.
Penelitian ini menggunakan model risiko Just and Pope seperti Penelitian Aldila
(2013), Lesmana (2013), dan Puspitasari (2011). Perbedaan penelitian ini dengan
penelitian sebelumnya adalah komoditas yang diteliti serta lokasi yang menjadi
tempat penelitian, dimana penelitian ini menganalisis faktor-faktor produksi yang
memengaruhi risiko produksi nenas di Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor.
8

KERANGKA PEMIKIRAN

Teori Produksi

Analisis mengenai pengaruh faktor-faktor produksi terhadap risiko produksi


dilakukan untuk mengetahui faktor produksi yang berpengaruh terhadap risiko
produksi yang dapat dilihat dari adanya fluktuasi produksi. Dalam pelaksanaannya
produksi nenas dipengaruhi secara langsung oleh penggunaan faktor produksi dan
faktor lain yang tidak dapat dikendalikan oleh petani. Lipsey et al. (1995)
mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan produksi adalah suatu kegiatan
yang mengubah input menjadi output. Hubungan antara input yang digunakan
dalam proses produksi dengan kuantitas output yang dihasilkan disebut sebagai
fungsi produksi. Fungsi produksi di dalam ekonomi dijelaskan sebagai hubungan
fisik atau teknis antara output dengan satu atau lebih variabel input. Hal ini
berarti, proses produksi untuk menghasilkan output tidak selalu tergantung pada
satu input produksi tetapi bisa menggunakan lebih dari satu input produksi (Ellis
1993).
Menurut Lipsey et al. (1995) dalam Fungsi produksi terdapat produk total
atau total product (TP), produk rata-rata atau average product (AP), dan produk
marjinal atau marginal product (MP). Produk total adalah jumlah total yang
diproduksi selama periode waktu tertentu. Jika semua input kecuali satu faktor
dijaga konstan, produk total akan berubah menurut banyak sedikitnya faktor
variabel yang digunakan. Produk rata-rata adalah produk total dibagi jumlah unit
faktor variabel yang digunakan untuk memproduksinya. Produk marjinal adalah
perubahan dalam produk total sebagai akibat satu unit tambahan penggunaan
variabel. Tingkat output dimana produk marjinal mencapai maksimum dinamakan
titik berkurangnya produktivitas marjinal. Secara detail, Debertin (1986)
menjelaskan bahwa dalam kaitannya antara produk marjinal dan proses produksi,
seorang produsen dapat menambah hasil produksi dengan menambah semua input
produksi atau menambah satu atau beberapa input produksi. Penambahan input
produksi mengikuti hukum The law of diminishing marginal returns yang
merupakan dasar dalam ekonomi produksi. The law of diminishing marginal
returns terjadi jika jumlah input variabel ditambah penggunaannya, maka output
yang dihasilkan meningkat, tapi setelah mencapai satu titik tertentu penambahan
output semakin lama semakin berkurang.
Kurva fungsi produksi memiliki tiga daerah yaitu Daerah I di sebelah kiri
titik AP maksimum, Daerah II di antara AP maksimum dan MP = 0, dan Daerah
III di sebelah kanan MP = 0. Daerah I merupakan daerah yang tidak rasional
karena daerah ini belum mencapai keuntungan maksimum sehingga seharusnya
input masih bisa terus ditingkatkan, dengan nilai Ep ≥ 1. Daerah II merupakan
daerah rasional karena pada tingkat produksi tertentu penggunaan input dapat
memberikan keuntungan maksimum. Daerah II memiliki nilai Ep antara 0 dan 1
(0 < Ep < 1). Daerah III termasuk ke dalam daerah yang tidak rasional karena
setiap penambahan faktor produksi akan menurunkan output yang dihasilkan (Ep
< 0).
9

Sumber : Suratiyah (2009)


Gambar 1 Kurva produksi

Fungsi produksi Cobb-Douglas merupakan sebuah model berbentuk


persamaan yang didalamnya terdapat dua variable atau lebih. Berdasarkan pada
fungsi produksi Cobb-Douglas dapat dijelaskan hubungan antara dua variabel
yaitu variabel dependen dan variabel independen. Variabel yang dijelaskan
disebut variabel dependen (Y) dan variabel yang menjelaskan disebut variabel
independen (X). Dimana variabel dependen berupa output dan variabel
independen berupa input (Soekartawi 2002). Adapun persamaan mematis dari
fungsi Cobb-Douglas secara umum dapat dijelaskan sebagai berikut :

Y = b0X1b1X2b2X3b3,…..,Xnbneu

Dimana:
Y = variabel dependen (variabel yang dijelaskan)
X = variabel independen (variabel yang menjelaskan)
bn = besaran yang akan diduga
u = kesalahan (distrubance term)
e = logaritma natural (e=2,718)
10

Penggunaan model persamaan Cobb-Douglas didasarkan pada fungsi Cobb-


Douglas relatif lebih mudah digunakan karena fungsi ini dapat dibuat menjadi
linier, mampu menggambarkan keadaan skala hasil (return to scale), dan secara
langsung menunjukkan elastisitas produksi dari setiap input yang digunakan
dalam model tersebut (Soekartawi 2002)

Teori Risiko Produksi

Kegiatan yang dilakukan oleh setiap manusia dalam kehidupan sehari-hari


termasuk kegiatan bisnis tentunya memiliki risiko yang harus dihadapi termasuk
bisnis di bidang pertanian dalam hal ini usahatani. Petani memberikan pandangan
bahwa risiko merupakan kejadian yang dapat merugikan bagi kegiatan
usahataninya. Dimana yang dimaksud dengan risiko menurut Robison dan Barry
(1987) adalah peluang terhadap suatu kejadian yang dapat diketahui oleh pelaku
bisnis sebagai pembuat keputusan berdasarkan kejadian serupa yang pernah
terjadi pada masa sebelumnya sehingga hasil dari keputusan terhadap kejadian
sebelumnya dapat digunakan untuk mengestimasikan peluang kejadian
berikutnya. Sedangkan ketidakpastian adalah sesuatu yang tidak bisa diramalkan
sebelumnya sehingga peluang terjadinya kerugian belum diketahui sebelumnya.
Dan secara lebih jelas, Vose (2008) mendefinisikan risiko sebagai kejadian acak
yang mungkin terjadi dan jika terjadi akan berdampak negatif pada tujuan
organisasi. Terdapat tiga unsur penting ketika sesuatu hal dilihat sebagai risiko :
(1) merupakan suatu kejadian, (2) kejadian tersebut masih merupakan
kemungkinan (bisa terjadi atau tidak terjadi), (3) jika sampai terjadi, akan
menimbulkan kerugian (Kountur 2008).
Menurut Harwood, et al (1999) menjelaskan mengenai sumber-sumber
risiko dalam pertanian. Terdapat lima jenis sumber risiko yang dijelaskan, yaitu:
1. Risiko produksi pertanian, adanya risiko produksi dipengaruhi oleh kejadian
yang tidak dapat dikendalikan seperti cuaca, termasuk curah hujan yang
terlalu sedikit atau bahkan berlebihan, suhu ekstrim, serangan hama maupun
penyakit. Penggunaan teknologi berperan dalam menanggulangi risiko
produksi produk pertanian dengan aplikasi yang cepat dan efisien ataupun
melaluivarietas tanaman baru dan teknik produksi yang dapat mengurangi
risiko produksi yang mungkin akan terjadi.
2. Risiko harga, adalah risiko yang erat kaitannya dengan adanya perubahan
dalam harga output maupun input yang setelah petani memutuskan untuk
melakukan usahatani. Risiko harga juga dipengaruhi oleh berbagai faktor
seperti kondisi permintaan dan penawaran di pasar.
3. Risiko kelembagaan, terjadi karena adanya perubahan kebijakan dan
peraturan yang Memengaruhi bidang pertanian seperti adanya perubahan
dalam peraturan pemerintah tentang penggunaan pestisida, obat-obatan,
adanya pembatasan kuota impor komoditi tertentu oleh negara importir
sehingga Memengaruhi ketersediaan dan harga komoditi tersebut, hingga
perubahan ketentuan pajak atau ketentuan kredit dalam bidang pertanian.
4. Risiko Sumberdaya Manusia (Personal), munculnya risiko dapat juga
berasal dari individu petani itu sendiri seperti kematian, kecelakaan,
kesehatan dapat Memengaruhi perusahaan. Sehingga Memengaruhi kinerja
pada perusahaan seperti menurunnya produktivitas. Selain itu, adanya
11

kelalaian manusia seperti kebakaran, kehilangan atau kerusakan, serta


pencurian juga merupakan penyebab risiko yang dapat merugikan
perusahaan.
5. Risiko keuangan. Risiko ini dapat terjadi apabila petani dalam pelaksanaan
usahataninya menggunakan pinjaman. Sehingga petani perlu membayar
pinjaman tersebut dengan cara menyisihkan sebagian uang dari
pendapatannya. Risiko ini terjadi ketika petani kekurangan pengetahuan
mengenai tingkat suku bunga sehingga dapat mengakibatkan kesulitan
dalam pembayaran pinjaman.

Petani dalam pelaksanaan kegiatan usahataninya menggunakan input dalam


hal ini faktor produksi yang berhubungan terhadap risiko. Salah satu produksi
yang dapat dihadapi oleh petani adalah risiko produksi seperti yang sudah
dijelaskan diatas. Dalam menentukan risiko produksi dapat menggunakan model
fungsi produksi Just and Pope (Robison dan Barry 1987). fungsi produksi Just
and Pope yang terdiri atas fungsi produksi rata-rata (mean production function)
dan fungsi varians produksi (variance production function). Pemodelan risiko
produksi Just and Pope menggunakan prosedur dua langkah, yaitu fungsi
produksi rata-rata dan fungsi varians produksi yang dijelaskan oleh Asche dan
Tveteras (1999).
Dalam model risiko, beberapa input dapat menjadi faktor yang
menimbulkan risiko produksi (risk inducing factor) dan faktor pengurang risiko
(risk reducing factor). Menurut Robison dan Barry (1987) beberapa contoh yang
termasuk dalam faktor produksi pengurang risiko adalah sistem irigasi, pestisida,
biaya yang dikeluarkan untuk jasa informasi pasar, penggunaan konsultan
profesional dan membeli peralatan baru. Sedangkan penggunaan bibit dan pupuk
dapat menyebabkan peningkatan risiko produksi. Secara matematis, persamaan
model risiko fungsi produksi Just dan Pope dapat ditulis sebagai berikut (Robison
dan Barry 1987):

q = f(x) + h(x)e

dimana:
q = Hasil produksi yang dihasilkan (output)
f(x) = Fungsi produksi rata-rata
h(x) = Fungsi varian (fungsi risiko)
x = Input atau faktor produksi yang digunakan
e = Komponen error

Kerangka Pemikiran Operasional

Menurut Direktorat Jenderal Hortikultura, Kecamatan Tamansari


merupakan sentra produksi Nenas yang ada di Kabupaten Bogor. Usahatani nenas
memang mempunyai prospek yang baik untuk dikembangkan sehingga sebagian
besar penduduk Kecamatan Tamansari pun melakukan usahatani nenas. Dalam
pelaksanaan kegiatan budidaya Nenas. tentunya tidak terlepas dari adanya risiko
produksi yang ditunjukkan oleh adanya penurunan produksi dan fluktuasi
produktivitas. Adapun terjadinya penurunan produksi tersebut dipengaruhi oleh
12

adanya faktor-faktor yang memengaruhi baik faktor internal ataupun faktor


eksternal. Faktor eksternal yang tidak dapat dikendalikan diantaranya adalah
serangan hama dan penyakit serta adanya keadaan cuaca yang tidak menentu.
Selain itu, ada juga faktor internal yang dalam pelaksanaannya dapat dikendalikan
oleh petani.
Input yang digunakan dalam budidaya nenas di Kecamatan Tamansari
diantaranya adalah bibit, pupuk kandang, pupuk kimia, obat-obatan dan tenaga
kerja. Dalam realitanya di lapangan ternyata untuk beberapa tahun terakhir banyak
petani yang mengeluhkan serangan hama. Sehingga penggunaan bibit yang
memiliki kualitas baik, pemberian pupuk yang cukup dan dapat memenuhi
kebutuhan unsur hara yang dibutuhkan tanaman, pemberian pupuk kimia yang
sesuai dengan waktu tanaman terkena serangan hama atau penyakit dengan dosis
dan cara pemberian yang tepat serta perlakuan atau pemeliharaan tenaga kerja
terhadap nenas menjadi faktor penting untuk menghasilkan nenas dengan
kuantitas dan kualitas yang baik.
Analisis mengenai risiko produksi dan faktor-faktor yang memengaruhinya
pada usahatani nenas dilakukan dengan menggunakan model risiko produksi Just
and Pope dengan menggunakan fungsi produksi rata-rata dan fungsi produksi
variance error. Dengan menggunakan model ini maka dapat dilihat adanya
pengaruh dari penggunaan input terhadap produktivitas nenas dan pengaruh
penggunaan input produksi terhadap risiko produksi. Penggunaan model tersebut
terbatas untuk menganalisis pengaruh faktor internal (input produksi) yang terdiri
dari bibit, pupuk kandang, pupuk kimia, obat-obatan dan tenaga kerja. Sedangkan
pengaruh eksternal yang berasal dari adanya hama, penyakit, dan keadaan cuaca
dianalisis secara deskriptif berdasarkan hasil pengamatan dan hasil analisis
peneliti. Kerangka pemikiran operasional dapat dilihat pada Gambar 2.
13

Kegiatan usahatani nenas di Kecamatan


Tamansari Kabupaten Bogor

Rendahnya produktivitas nenas di


Kecamatan Tamansari

Risiko produksi nenas

Sumber risiko produksi : Penggunaan faktor-faktor


(Sumber eksternal) produksi :
1. Hama dan penyakit (Sumber internal)
2. Cuaca 1. Bibit
2. Pupuk kandang
3. Pupuk kimia
4. Obat-obatan
Analisis deskriptif
5. Tenaga kerja

Analisis risiko produksi model Just & Pope

Pengaruh faktor-faktor produksi terhadap


risiko produksi nenas di Kecamatan Tamansari

Faktor penambah risiko Faktor pengurang risiko


(Risk inducing factor) (Risk reducing factor)

Rekomendasi penanganan risiko produksi pada


kegiatan budidaya nenas di Kecamatan Tamansari
Gambar 2 Kerangka pemikiran operasional
14

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini menganalisis mengenai faktor-faktor yang memengaruhi risiko


produksi nenas di Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi
dilakukan secara sengaja (purposive). Alasan pemilihan lokasi ini karena lokasi
yang bersangkutan merupakan sentra produksi nenas di Bogor. Penelitian
mengenai analisis faktor-faktor yang memengaruhi risiko produksi nenas di
Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor dilaksanakan dalam periode waktu Mei
sampai Juli 2018.

Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data yang berasal dari data primer dan data
sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari sumber atau
objek penelitian melalui wawancara. Sumber atau objek penelitian pada penelitian
ini di antaranya adalah para petani nenas, penyuluh pertanian, perangkat desa,
dinas terkait yang mewakili pemerintah untuk mengetahui keadaan umum lokasi
usaha, proses produksi, penanganan produk, dan sumber risiko serta penggunaan
faktor produksi yang dapat menimbulkan risiko yang dihadapi dalam
melaksanakan usahatani nenas di Kecamatan Tamansari. Data primer yang
dikumpulkan meliputi karakteristik rumah tangga petani nenas, penguasaan lahan
usahatani, input, dan output dari usahatani yang dilaksanakan.
Data sekunder merupakan data yang diterbitkan yang dapat digunakan
kembali untuk tujuan penelitian. Data sekunder yang digunakan diantaranya data
monografi wilayah desa yang diperoleh dari Kantor Kecamatan Tamansari, serta
literatur terkait yang digunakan dalam penelitian yang diperoleh dari berbagai
sumber, seperti publikasi yang diterbitkan oleh Departemen pertanian, Dinas
pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Bogor, Badan Pusat Statistik, dan
perpustakaan IPB. Selain itu juga digunakan data ataupun pustaka yang diperoleh
dari buku, jurnal, maupun berbagai penelitian yang telah dilakukan sebelumnya.

Metode Pengambilan Sampel

Responden pada penelitian ini adalah para petani nenas di Kecamatan


Tamansari, Kabupaten Bogor. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara
mencari informasi tentang populasi petani nenas di Kecamatan Tamansari.
Informasi mengenai populasi petani diperoleh dari penyuluh pertanian di
Kecamatan tersebut. Berdasarkan informasi populasi petani nenas di Kecamatan
Tamansari sebanyak 76 orang, lalu dipilih 35 petani sebagai responden pada
penelitian ini mengacu pada batas minimum sebaran normal metode statistika
yaitu sebanyak 30 orang. Karena hanya didapatkan data jumlah petani nenas tetapi
tidak didapatkan daftar petani nenas maka metode penarikan sampel adalah
menggunakan metode snowball sampling, karena informasi tentang petani nenas
diperoleh dari informan sebelumnya. Responden yang dipilih adalah petani
pemilik usaha dan bukan sekedar pekerja atau buruh tani agar informasi yang
15

didapat lebih valid. Penggalian informasi dengan cara melakukan wawancara


langsung dengan petani di lokasi penelitian.
Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data primer dalam penelitian ini dilakukan dengan cara


melaksanakan observasi, wawancara dan diskusi dengan petani responden yang
ada di Kecamatan Tamansari. Kegiatan observasi atau pengamatan langsung
terhadap objek penelitian dilakukan untuk mengetahui hal-hal yang berhubungan
dengan objek penelitian seperti gambaran umum petani di Kecamatan Tamansari.
Sedangkan teknik wawancara dan diskusi dengan para petani responden
menggunakan daftar pertanyaan (kuisioner) yang berfumgsi sebagai pedoman
pengumpulan data yang telah disusun terlebih dahulu untuk mengidentifikasi
faktor-faktor produksi, gambaran umum lokasi penelitian, proses kegiatan teknis
seperti kegiatan produksi dan pemasaran, sumber risiko, dan informasi lain yang
dibutuhkan dalam penelitian ini. Sedangkan pengumpulan data sekunder
dilaksanakan dengan berkunjung langsung ke instansi atau dinas terkait kemudian
melakukan wawancara dan pengambilan data kepada pihak-pihak yang memiliki
informasi yang dibutuhkan dalam penelitian.

Metode Pengolahan Data

Penelitian ini menggunakan metode analisis kualitatif dan kuantitatif,


Analisis kualitatif dilakukan dengan pendekatan deskriptif untuk mendeskripsikan
mengenai gambaran umum objek yang diteliti. Sedangkan untuk analisis
kuantitatif yang digunakan dalam penelitian ini meliputi analisis faktor-faktor
yang memengaruhi risiko produksi menggunakan model Just and Pope.

Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif pada penelitian ini menjelaskan mengenai karakteristik
petani nenas yang menjadi responden seperti usia, tingkat pendidikan,
pengalaman, dan karakteristik lainnya. Selain itu, digunakan juga sebagai alat
untuk melakukan analisis terhadap keragaan usahatani petani nenas yang menjadi
responden dalam hal proses budidaya, penggunaan input, serta kegiatan lain yang
berhubungan dengan usahatani nenas petani responden. Metode analisis deskriptif
ini dilakukan dengan cara observasi, wawancara dan diskusi dengan petani.

Model Just and Pope


Identifikasi terhadap tingkat risiko produksi dapat menggunakan acuan
terhadap nilai variance produktivitas. Model Just and Pope adalah salah satu
model yang dapat digunakan untuk mengetahui variance produktivitas tersebut.
Persamaan fungsi produksi yang digunakan pada model ini adalah fungsi produksi
Cobb-Douglas dalam bentuk logaritma natural yang menggunakan model Just and
Pope ini, sehingga nilai risiko produksi dapat diperoleh dengan melakukan
pendugaan terhadap fungsi produktivitas dan fungsi variance produktivitas.
Adapun fungsi produktivitas dan fungsi variance produktivitas nenas adalah
sebagai berikut :
16

Fungsi Produktivitas:
LnYi = β0 + β1LnX1i + β2LnX2i + β3LnX3i + β4LnX4i + β5LnX5i + ε

Fungsi Variance Produktivitas :


Lnσ2Yi = θ0 + θ1LnX1i + θ2LnX2i + θ3LnX3i + θ4LnX4i + θ5LnX5i + ε

Variance Produktivitas :
σ2Yi = ( Yi - Ŷi )2

Dimana:
Y = Produktivitas nenas aktual (ton/ha)
Ŷ = Produktivitas nenas dugaan (ton/ha)
X1 = Jumlah bibit yang digunakan per musim tanam (buah/ha)
X2 = Jumlah pupuk kandang yang digunakan per musim tanam (kg/ha)
X3 = Jumlah pupuk kimia yang digunakan per musim tanam (kg/ha)
X4 = Jumlah obat-obatan yang digunakan per musim tanam (liter/ha)
X5 = Jumlah tenaga kerja yang digunakan per musim tanam (HOK/ha)
2
σ Y = Varians produktivitas nenas
β0, θ0 = Konstanta
β1,..,β5= Koefisien parameter dugaan X1,X2, …, X5
θ1,..,θ5 = Koefisien parameter dugaan X1,X2, …, X5
ε = error
i = petani responden

Hipotesis
1. Hipotesis Untuk Fungsi Produktivitas
Hipotesis yang digunakan sebagai dasar pertimbangan adalah bahwa semua
faktor produksi berpengaruh positif terhadap rata-rata hasil produksi nenas.
Adapun penjelasan hipotesis tersebut adalah :
a. Penggunaan bibit (X1)
β1 > 0, menunjukkan bahwa peningkatan penggunaan bibit akan meningkatkan
produktivitas nenas.
b. Penggunaan pupuk kandang (X2)
β2 > 0, menunjukkan bahwa peningkatan penggunaan pupuk kandang akan
meningkatkan produktivitas nenas.
c. Penggunaan pupuk kimia (X3)
β3 > 0, menunjukkan bahwa peningkatan penggunaan pupuk kima akan
meningkatkan produktivitas nenas.
d. Penggunaan obat-obatan (X4)
β4 > 0, menunjukkan bahwa peningkatan penggunaan obat-obatan akan
meningkatkan produktivitas nenas.
e. Penggunaan tenaga kerja (X5)
β5 > 0, menunjukkan bahwa peningkatan penggunaan tenaga kerja akan
meningkatkan produktivitas nenas.
17

2. Hipotesis Untuk Fungsi Varians Produktivitas


Hipotesis yang digunakan sebagai dasar pertimbangan berdasarkan pada
realitanya tidak semua faktor produksi berpengaruh positif terhadap variance hasil
produksi nenas. Adapun penjelasan hipotesis tersebut adalah :
a. Penggunaan bibit (X1)
θ1 > 0, menunjukkan bahwa peningkatan penggunaan bibit akan meningkatkan
varians produktivitas nenas.
b. Penggunaan pupuk kandang (X2)
θ2 < 0, menunjukkan bahwa peningkatan penggunaan pupuk kandang akan
menurunkan varians produktivitas nenas.
c. Penggunaan pupuk kimia (X3)
θ3 < 0, menunjukkan bahwa peningkatan penggunaan pupuk kimia akan
menurunkan varians produktivitas nenas.
d. Penggunaan obat-obatan (X4)
θ4 < 0, menunjukkan bahwa peningkatan penggunaan obat-obatan akan
menurunkan varians produktivitas nenas.
e. Penggunaan tenaga kerja (X5)
θ5 > 0, menunjukkan bahwa peningkatan penggunaan tenaga kerja akan
meningkatkan varians produktivitas nenas.

Pengujian Asumsi Klasik


Analisis regresi menjadi penting karena analisis regresi linier merupakan
salah satu cara untuk mendapatkan garis regresi yang baik (Widarjono 2005).
Metode yang dapat dipakai adalah metode ordinary least squares (OLS), Metode
OLS yang baik adalah metode yang menghasilkan estimator linier tidak bias
dengan varian yang minimum (best linier unbiased estimator/BLUE). uji
normalitas, uji multikolonieritas, uji autokorelasi, dan uji heteroskedastisitas
merupakan uji yang digunakan untuk mengetahui metode OLS yang digunakan
BLUE atau tidak.
1. Uji Normalitas
Asumsi normalitas residual diperlukan untuk mendapatkan hasil uji
yang tidak bias, konsisten, dan mempunyai varians-minimum (estimator
efisien). Dari beberapa uji normalitas, uji Jarque-Berra (J-B) merupakan uji
yang paling populer (Hakim 2014). Nilai bisa dihitung dengan rumus
berikut :

Hipotesis :
H0 : Residual didistribusikan secara normal
H1 : Residual didistribusikan dengan distribusi selain normal

Kriteria Uji :
Terima H0 jika P-Value > α. Hal ini berarti residual didistribusikan secara
normal.
2. Uji Autokorelasi
Asumsi autokorelasi juga sangat penting untuk mendapatkan asumsi
BLUE yang tidak terdapat autokorelasi (no autocorrelation) antar residual.
Asumsi ini penting jika data yang digunakan untuk model berbentuk time
18

series. Namun tidak menutup kemungkinan model dengan data cross


section juga akan mengalami gejala autocorrelation (Hakim 2014). Pada
penelitian ini dilakukan uji untuk mendeteksi autocorrelation menggunakan
uji LM Test (Breusch-Godfrey).

Hipotesis :
H0 : Tidak Terdapat Autokorelasi
H1 : Ada Autokorelasi

Kriteria Uji :
Terima H0 jika Prob chi-square pada output Breuch-Godfrey Serial
Correlation LM Test (P-Value) > α . Hal ini berarti tidak terdapat
autukorelasi.
3. Uji Multikolinieritas
Model regresi yang mempunyai lebih dari dua variabel independen
sering ada masalah multikolinearitas, yaitu kondisi dimana terdapat
hubungan linier diantara masing-masing variabel independent. Hal ini dapat
di deteksi dengan melihat nilai Variable Inflation Factor (VIF). Ketika
setiap variabel nilainya lebih dari 10 maka dapat disimpulkan terdapat
multikolinearitas.
4. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas digunakan untuk melihat adanya
ketidaksamaan varians dari residual apakah konstan atau tidak. Jika terdapat
perbedaan mengindikasikan bahwa terdapat pelanggaran terhadap asumsi ini
yang disebut heteroskedastisitas (Hakim 2014). Menguji ada atau tidaknya
heteroskedastisitas dapat menggunakan uji white.

Hipotesis :
H0 : Varians residual homoskedastik (tidak ada heteroskedastisitas)
H1 : Varians residual heteroskedastik (Ada Heteroskedastisitas)

Kriteria uji :
Terima H0 jika Prob chi-square pada output White Heteroscedasticity Test
(P-Value) > α . Hal ini berarti varians residual homoskedastik atau uji yang
dilakukan menunjukkan bahwa tidak terdapat heteroskedastisitas.

Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis dilakukan untuk melihat tingkat akurasi atau tingkat
kesesuaian model dalam memprediksi variabel dependent. Pengujian hipotesis
dilakukan dengan melihat nilai koefisien determinasi (R2), uji signifikansi model
dugaan, dan uji signifikansi variabel.
1. Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi (R2) digunakan sebagai alat ukur tingkat
kesesuaian (goodness of fit) model dugaan dan untuk mengetahui variance
produktivitas dapat dijelaskan oleh variabel independen yang masuk
kedalam model. Nilai R2 maksimal bernilai 1 dan minimal bernilai 0. Nilai
R2 menunjukkan seberapa besar keragaman produksi dapat dijelaskan oleh
variabel independen yang dipilih, dan sisanya (1-R2) dijelaskan oleh
19

komponen yang tidak dimasukkan dalam model atau komponen error.


Semakin besar nilai koefisien determinasi (R2) berarti model dugaan yang
diperoleh semakin akurat untuk meramalkan variabel dependen. Koefisien
determinasi (R2) dapat dituliskan sebagai berikut :

2. Uji signifikansi model dugaan (Uji F)


Uji signifikansi model dugaan digunakan untuk mengetahui apakah
faktor produksi berpengaruh nyata terhadap produksi nenas. Pengujian
model dugaan menggunakan uji F (Gujarati dan Porter 2010). Adapun
prosedur pengujiannya sebagai berikut:
a) Hipotesis
Pengujian fungsi produksi rata-rata:
H0 : β1= β2= .... =β5 = 0
H1 : Ada salah satu βi yang tidak sama dengan 0

Pengujian fungsi variance produktivitas:


H0 : θ1= θ2= .... =θ5 = 0
H1 : Ada salah satu θi yang tidak sama dengan 0

b) Statistik Uji F

Dimana:
R2 = Koefisien determinasi
k = Jumlah variabel bebas
n = Jumlah sampel

c) Kriteria Uji
Kriteria uji dengan membandingkan nilai F-hitung dengan nilai sebaran F
pada tabel:

Fhitung > F(k-1, n-k) pada taraf nyata α, maka tolak H0


Fhitung < F(k-1, n-k) pada taraf nyata α, maka terima H0

Jika tidak menggunakan tabel maka dapat dilihat nilai P dengan kriteria uji
sebagai berikut:

P-value < α , maka tolak H0


P-value > α , maka terima H0
20

Apabila Fhitung > F(k-1, n-k) atau P-value < α maka secara bersama-
sama variabel bebas dalam kegiatan produksi mempunyai pengaruh yang
nyata terhadap hasil produksi atau variance produktivitas. Sedangkan
apabila Fhitung < F(k-1, n-k) atau P-value > α maka secara bersama-sama
variabel bebas atau faktor produksi tersebut tidak berpengaruh secara nyata
terhadap hasil produksi atau variance produktivitas.
3. Uji signifikansi variabel
Uji signifikansi variabel digunakan untuk mengetahui variabel bebas
yang berpengaruh nyata terhadap variabel dependen. Uji yang digunakan
yaitu uji T (Gujarati dan Porter, 2010). Prosedur uji signifikansi variabel
sebagai berikut:
a) Hipotesis
Pengujian fungsi produksi rata-rata:
H0 : βi = 0 , i = 1,2,3,...,5
H1 : βi ≠ 0

Pengujian fungsi variance produktivitas:


H0 : θi = 0 , i = 1,2,3,...,5
H1 : θi ≠ 0

b) Statistik Uji T

Dimana:
bi = Koefisien regresi untuk variabel Xi
StDev = Standar deviasi dari bi

c) Kriteria Uji
Kriteria uji dengan membandingkan nilai T-hitung dengan nilai
sebaran T pada tabel:

Thitung > T(α, n-k) pada taraf nyata α, maka tolak H0


Thitung < T(α, n-k) pada taraf nyata α, maka terima H0

Dimana:
n = jumlah sampel
k = jumlah variabel bebas
Jika tidak menggunakan tabel maka dapat dilihat nilai P dengan kriteria uji
sebagai berikut:
P-value < α , maka tolak H0
P-value > α , maka terima H0

Jika tolak H0 artinya variabel bebas ke-i berpengaruh nyata terhadap


variabel tidak bebas dalam model.
21

Definisi Operasional
1. Produktivitas (Y) adalah jumlah total panen nenas yang dihitung dalam
satuan buah per hektar selama satu periode tanam.
2. Bibit (X1) adalah jumlah bibit yang digunakan untuk melakukan proses
usahatani nenas yang dihitung dalam satuan buah per hektar selama satu
periode tanam.
3. Pupuk kandang (X2) adalah jumlah pupuk kandang yang digunakan untuk
melakukan proses usahatani nenas yang dihitung dalam satuan kilogram per
hektar selama satu periode tanam.
4. Pupuk kimia (X3) adalah jumlah pupuk kimia yang digunakan untuk
melakukan proses usahatani nenas yang dihitung dalam satuan kilogram per
hektar selama satu periode tanam.
5. Obat-obatan (X4) adalah jumlah obat-obatan yang digunakan untuk
melakukan proses usahatani nenas yang dihitung dalam satuan kilogram per
hektar selama satu periode tanam.
6. Tenaga kerja (X5) adalah jumlah tenaga kerja yang digunakan untuk
melakukan proses usahatani nenas yang dihitung dalam satuan hari orang
kerja (HOK) per hektar selama satu periode tanam.

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Karakteristik Wilayah

Kecamatan Tamansari merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten


Bogor yang memiliki luas 2 164 Ha. Kecamatan Tamansari memiliki delapan
desa, 25 Lingkungan/Dusun, 91 RW, dan 360 RT. Secara administrasi Kecamatan
Tamansari memiliki batas wilayah sebagai berikut:
Sebelah Utara : Berbatasan dengan Kecamatan Ciomas dan Bogor Selatan
Sebelah Barat : Berbatasan dengan Gunung Salak
Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Kecamatan Tenjolaya dan Kecamatan
Dramaga
Sebelah Timur : Berbatasan dengan Kecamatan Cijeruk
Tamansari memiliki delapan desa, yaitu Desa Sukamantri, Desa Sirnagalih,
Desa Pasir Eurih, Desa Tamansari, Desa Sukaresmi, Desa Sukaluyu, Desa
Sukajadi, dan Desa Sukajaya. Masing-masing desa pada umumnya dapat dilalui
dengan kendaraan beroda dua maupun beroda empat karena jalan di Kecamatan
Tamansari sebagian besar sudah beraspal. Kecamatan Tamansari memiliki jarak
27.5 kilometer dari Ibukota Kabupaten, 120 Km dari Ibukota Propinsi Jawa Barat,
serta 65 kilometer dari Ibukota Negara yaitu Jakarta. Menurut luasan lahan dan
pemanfaatan lahan di Kecamatan Tamansari, sebanyak 981.94 Ha lahan di
Kecamatan Tamansari merupakan sawah, 237.78 Ha merupakan lahan darat, dan
sebanyak 1 610.75 Ha merupakan lahan perkebunan. Berikut merupaan tabel 7
yang berisi keterangan mengenai luas tanah dan pemanfaatan lahan di Kecamatan
Tamansari.
Kecamatan Tamansari pada umumnya beriklim sejuk dengan temperatur
rata-rata 300C pada siang hari dan 250C pada malam hari. Kecamatan Tamansari
yang berada pada ketinggian 700 mdpl merupakan kawasan berbukit yang berada
22

di bawah kaki Gunung Salak. Kecamatan Tamansari termasuk wilayah


pembanguna selatan (zona 3) yang merupakan kawasan penyangga resapan air
dan kawasan hijau dengan mengintensifkan dan melestarikan tanaman tahunan
dan mengadakan gerakan rehabilitasi lahan kritis (penanaman pohon).

Tabel 7 Luas dan pola pemanfaatan lahan di Kecamatan Tamansari tahun 2017
No Pemanfaatan Luas lahan (Ha)
1 Pemukiman -
2 Sawah 981.84
3 Darat 237.78
4 Perkebunan 1610.75
5 Pertanian -
6 Rawa 35
7 Hutan -
Lain-lain 8.60
Sumber: Data Monografi Kecamatan Tamansari Tahun 2017

Karakteristik Petani Responden

Petani responden dalam penelitian ini adalah petani yang membudidayakan


nenas di wilayah Kecamatan Tamansari. Jumlah petani responden pada penelitian
ini berjumlah 35 orang dengan karakteristik yang berbeda-beda. Perbedaan
karakteristik setiap petani tentunya dapat memberikan perbedaan terhadap cara
budidaya, pemahaman terhadap prosedur budidaya, teknik budidaya yang
dilakukan, hingga bagaimana pemasaran yang dilakukan oleh setiap petani untuk
produk yang dihasilkannya. Sehingga menjadi penting untuk mengetahui
karakteristik individu dari para petani responden ini sebagai sebuah bahan analisis
yang terdiri dari usia, tingkat pendidikan, pekerjaan, pengalaman bertani, luas
lahan, status kepemilikan lahan, komoditas yang dibudidayakan, sumber modal,
dan bagaimana sikap petani dalam menghadapi risiko.

Usia
Petani responden yang berjumlah 35 orang memiliki usia yang berbeda-beda
antara 18 tahun hingga 81 tahun untuk usia petani responden yag paling tua.
Sebaran usia petani responden nenas di Kecamatan Tamansari dapat dibagi
menjadi empat kategori, yaitu dewasa atau produktif (18 – 45 tahun), pertengahan
(45 – 59 tahun), lanjut usia (60 – 70 tahun), sangat tua (71 – 90 tahun). Sebaran
usia petani nenas responden ditunjukkan di Tabel 8.
Tabel 8 Sebaran usia petani responden
No Usia (tahun) Jumlah (orang) Persentase (%)
1 18 - 45 16 45.71
2 46 - 59 7 20.00
3 60 - 70 10 28.57
4 71 - 90 2 5.71

Mayoritas petani responden berada pada usia produktif yaitu sebesar 45.71
persen. Rentang usia ini dikatakan produktif karena pada rentang usia ini petani
23

sedang ada pada masa masih adanya semangat untuk bertani serta secara fisik juga
masih dapat dikatakan baik. Petani dengan rentang usia 46 – 59 di kategorikan
pada masa pertengahan yaitu dimana kondisi fisik sudah mulai menurun. Terdapat
20 persen petani responden yang termasuk dalam rentang usia ini. Petani dengan
rentang usia antara 60 - 70 dan diatas 71 tahun juga masih ditemui di Kecamatan
Tamansari, hal ini juga ditunjukkan berdasarkan data sebaran usia responden
bahwa masih ada total 34.28 persen responden yang berada pada rentang usia
tersebut. Pada rentang usia tersebut seharusnya para petani sudah mewariskan
lahan dan ilmu budidaya kepada anak-anaknya untuk dikelola. Berdasarkan
wawancara langsung dengan beberapa petani alasan mereka masih aktif bertani
selain karena minat generasi muda untuk bertani semakin sedikit adalah karena
tuntutan ekonomi dan secara fisik masih merasa mampu.

Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan petani responden rata-rata masih dibawah Sekolah
Menengah Pertama (SMP) dengan persentase mencapai 88.57 persen bahkan tidak
didapatkan petani responden yang memiliki tingkat pendidikan setara Sekolah
Menengah Atas (SMA). Tingkat pendidikan petani responden yang paling banyak
adalah lulusan Sekolah Dasar (SD) yaitu sebesar 54.28 persen. Berdasarkan hasil
wawancara dengan petani responden penyebab pendidikannya yang rendah adalah
keadaan finansial pada saat berada di masa sekolah memang tidak memungkinkan
untuk melanjutkan pendidikan sehingga lebih memilih untuk membantu orangtua
menjadi pembudidaya nenas. Petani responden yang memiliki tingkat pendidikan
setara dengan Sekolah Menengah Pertama (SMP) hanya 11.43 persen saja. Tabel
9 menunjukkan sebaran tingkat pendidikan petani responden nenas di Kecamatan
Tamansari.

Tabel 9 Sebaran tingkat pendidikan petani responden


No Tingkat Pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%)
1 TS 12 34.29
2 SD 19 54.28
3 SMP 4 11.43

Tingkat pendidikan tentunya akan mempengaruhi pola pandang dan cara


berfikir petani. Cara budidaya, penerapan teknologi, dan inovasi serta evaluasi
terhadap kegiatan budidaya nenas antara petani yang memiliki tingkat pendidikan
dan dasar teoritis pertanian kemungkinan akan lebih mampu mengaplikasikan
ilmunya untuk meningkatkan tingkat produksi dan taraf hidupnya secara ekonomi.
Disisi lain kemampuan pemasaran dan adanya inovasi dalam hal pemasaran juga
diharapkan dapat lebih berkembang. Tetapi walaupun tingkat pendidikan petani
nenas di Kecamatan Tamansari rendah namun para petani memiliki pengalaman
dalam bertani nenas dan tidak sedikit yang berhasil dalam budidaya nenasnya.
Sehingga tidak heran masih ada beberapa petani yang menganggap bahwa
pendidikan tidak terlalu penting jika memang tujuannya adalah untuk terjun di
bidang pertanian, hal inilah yang perlu dirubah agar pertanian di Kecamatan
Tamansari terus berkembang dan dapat bersaing serta berkelanjutan.
24

Pekerjaan Utama
Petani nenas di Kecamatan Tamansari sebagian besar menjadikan kegiatan
bertani sebagai pekerjaan utama. Berdasarkan wawancara yang dilakukan,
sebagian besar petani rsponden yang memang sudah lama menjadi petani merasa
penghasilan dari bertani sudah cukup untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari.
Sebanyak 97.14 persen petani responden menjadikan kegiatan budidaya sebagai
pekerjaan utamanya. Disisi lain berdasarkan data yang diphasil wawancara petani
responden yang mempunyai pekerjaan utama diluar usahatani nenas ternyata
memiliki lahan yang tidak luas, sehingga hal ini dapat dipahami bahwa
pendapatan dari menjalankan budidaya nenas dirasa masih kurang sehingga
melaksanakan kegiatan atau pekerjaan lainnya. Sebaran perkejaan utama petani
responden nenas di Kecamatan Tamansari dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Sebaran pekerjaan utama petani responden


Pekerjaan Utama
No Jumlah (orang) Persentase (%)
Sebagai Petani
1 Ya 34 97.14
2 Tidak 1 2.86

Tanaman nenas baru mulai berbuah pada umur 12 – 14 bulan sehingga


menyebabkan petani nenas harus mencari pekerjaan sambilan untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari. Berdasarkan hasil wawancara ada beberapa cara untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari petani seperti menjadi buruh tani, supir angkutan
umum, ataupun dengan meminjam uang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Tapi ada juga petani responden yang masih bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari
menggunakan uang hasil penjualan nenas periode sebelumnya.

Pengalaman Usahatani
Kemampuan dalam budidaya nenas tidak bisa dipisahkan karena adanya
pengalaman dari setiap petani. Petani yang telah memiliki pengalaman bertani
yang cukup lama tentunya sudah cukup banyak mengalami suka maupun duka
dalam melaksanakan usahatani nenas. Sehingga sudah banyak belajar mengenai
teknik budidaya yang tentunya meningkatkan keterampilan dalam hal mengatasi
masalah-masalah yang seringkali muncul, maupun kemampuan dalam hal
pemasaran nenas itu sendiri. Tabel 11 menunjukkan pengalaman petani responden
dalam membudidayakan nenas.

Tabel 11 Sebaran pengalaman berusahatani nenas petani responden


No Pengalaman (tahun) Jumlah (orang) Persentase (%)
1 <5 9 25.71
2 5 – 15 12 34.29
3 > 15 14 40.00

Pengalaman berusahatani nenas dibawah 5 tahun menandakan petani belum


terlalu berpengalaman dalam berusahatani nenas. Pengalaman usahatani nenas 5 –
15 tahun menandakan petani sudah lebih berpengalaman dalam bertani, dan
pengalaman diatas 15 tahun menandakan petani responden sudah sangat
berpengalaman dalam usahatani nenas. Hasil data yang dikumpulkan petani
25

dengan pengalaman diatas 15 tahun menjadi petani responden terbanyak yaitu


dengan persentase 40 persen, sementara persentase paling sedikit adalah petani
dengan pengalaman dibawah 5 tahun yaitu sebesar 25.71 persen. Banyaknya
petani nenas di Kecamatan Tamansari dengan pengalaman diatas 15 tahun
mempunyai sisi positif dan negatif. Sisi positifnya adalah usahatani nenas di
Kecamatan Tamansari Seharusnya bisa berkembang dengan baik karena sebagian
besar petaninya sudah berpengalaman dalam usahatani nenas sehingga sudah
paham cara mengatasi masalah-masalah yang mungkin timbul dalam usahatani
nenas. Sisi negatifnya adalah lebih banyak petani yang berpengalaman
dibandingkan yang tidak berpengalaman adalah tanda dari semakin sedikitnya
para petani muda untuk berusahatani nenas dan petani nenas di Kecamatan
Tamansari semakin lama akan semakin sedikit karena para petani pengalaman
sudah berhenti berusahatani nenas karena faktor usia.

Luas Lahan Usahatani Nenas


Luas lahan rata-rata petani responden adalah dibawah 0.1 Hektar dengan
persentase sebesar 88.57 persen, dimana petani responden yang memiliki luas
lahan terendah adalah seluas 0.006 Ha atau 60 m2 dan yang tertinggi adalah 0.4
Ha. Lahan yang dimiliki petani ada yang menjadi suatu hamparan namun ada juga
beberapa petani responden yang memiliki lahan yang terpisah. Sebaran luas lahan
pertanian petani responden di Kecamatan Tamansari dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12 Sebaran luas lahan petani responden


No Luas Lahan (Ha) Jumlah (orang) Persentase (%)
1 < 0.1 31 88.57
2 ≥ 0.1 4 11.43

Status Kepemilikan Lahan


Status kepemilikan lahan petani responden dibagi menjadi dua yaitu lahan
milik petani responden sendiri dan lahan sewa. Lahan milik sendiri merupakan
lahan yang secara legalitas merupakan lahan yang dimiliki oleh petani responden
sendiri, bukan atas nama atau milik orang lain. Lahan sewa merupakan lahan
orang lain yang dipakai oleh petani responden dengan imbalan berupa uang sewa
ataupun bagi hasil. Status kepemilikan lahan petani responden nenas di
Kecamatan Tamansari dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13 Sebaran status kepemilikan lahan petani responden


No Stauts Kepemilikan Lahan Jumlah (orang) Persentase (%)
1 Milik Sendiri 29 82.86
2 Sewa 6 17.14

Menurut hasil wawancara yang terdapat pada Tabel 13 dapat dilihat bahwa
petani responden yang melakukan usahatani nenas sebagian besar menggunakan
lahan miliknya yaitu sebanyak 82.86 persen responden. Hal ini dapat dipahami
bahwa sebagian besar petani adalah warga Kecamatan Tamansari yang sudah
turun temurun tinggal di Kecamatan tersebut serta melaksanakan kegiatan
usahatani secara turun temurun. Hal ini mengakibatkan sebagian besar petani
26

menggunakan lahan miliknya agar lebih produktif yaitu dengan menggunakannya


menjadi lahan pertanian, selain itu ada 17.14 persen petani responden yang
menggunakan lahan sewaan. Sistem sewanya pun beragam.
Sistem sewa yang pertama adalah dengan menggunakan biaya sewa yang
harus dibayarkan terlebih dahulu diawal saat lahan tersebut akan mulai digunakan
untuk usahatani nenas. Besarnya biaya sewa tergantung kesepakatan petani dan
pemilik lahan. Sedangkan sistem sewa yang kedua adalah dengan bagi hasil, yaitu
dimana pemilik tanah memberikan kuasa penuh kepada petani untuk
melaksanakan kegiatan usahatani di lahan yang dimilikinya dengan syarat hasil
produksi atau pendapatan atas hasil produksi nantinya akan dibagi berdasarkan
kesepakatan yang biasanya ditetapkan diawal. Petani yang menyewa lahan
beralasan karena keterbatasan lahan yang dimiliki serta keterbatasan modal,
sehingga dengan sistem sewa petani tersebut masih dapat melakukan budidaya
nenas meskipun dengan keterbatasan lahan.

Komoditas yang dibudidayakan


Petani responden yang melakukan kegiatan usahatani nenas sebagian besar
dalam kegiatan usahataninya hanya fokus pada nenas saja tanpa membudidayakan
komoditas lain. Petani yang dalam kegiatan usahataninya hanya membudidayakan
nenas mencapai 82.86 persen dari total responden yang ada. Sebagian besar alasan
petani mengapa hanya membudidayakan nenas adalah untuk memaksimalkan
return atas penggunaan lahan yang dimilikinya. Petani responden beranggapan
bahwa dengan menanam nenas pendapatan yang diterimanya lebih tinggi
dibandingkan dengan menggunakan lahan tersebut untuk budidaya komoditas lain
seperti cabai, tomat cherry, ataupun komoditas sayuran seperti kubis dan yang
lainnya. Tabel 14 menunjukkan komoditas yang dibudidayakan petani responden.

Tabel 14 Sebaran komoditas yang dibudidayakan petani responden


No Komoditas Jumlah (orang) Persentase (%)
1 Hanya nenas 29 82.86
2 Tidak hanya nenas 6 17.14

Beberapa petani responden menanam dan membudidayakan komoditas


lainnya meskipun jumlahnya hanya 17.14 persen dari total petani responden.
Alasan petani responden yang juga membudidayakan komoditas lain seperti cabai
siam, tomat cherry, kubis, ataupun sayuran lainnya adalah untuk berjaga-jaga
ketika panen nenas tidak maksimal bahkan mengalami kerugian. Petani tersebut
cenderung mencari aman dan menghindari risiko (risk averse). Adapula alasan
lain petani responden tidak hanya membudidayakan nenas adalah karena
pekerjaan utamanya bukan hanya sebagai petani sehingga ia tidak fokus untuk
membudidayakan satu komoditas.

Sumber Modal
Modal merupakan salah satu faktor penting dalam suatu kegiatan usahatani.
Berjalannya proses budidaya, adanya input, serta kebutuhan lainnya tentunya
memerlukan modal baik itu secara materi ataupun tenaga kerja. Petani responden
nenas di Kecamatan Tamansari sebagian besar menggunakan modal sendiri dalam
membiayai kegiatan usahatani yang dijalankannya. Sebanyak 88.57 persen
27

responden menggunakan modal sendiri dalam membiayai kegiatan usahataninya,


petani tersebut beralasan bahwa dengan menggunakan modal sendiri akan lebih
tenang berbeda dengan menggunakan pinjaman dari Bank atau lembaga lainnya,
serta tidak harus membayar bunga kredit. Tabel 15 Menunjukkan persentase
penggunaan modal petani responden dalam membiayai kegiatan usahatani yang
dijalankannya.
Tabel 15 Sebaran sumber modal petani responden
No Sumber Modal Jumlah (orang) Persentase (%)
1 Sendiri 31 88.57
2 Pinjaman 4 11.43

Terdapat beberapa petani yang sumber modalnya berasal dari pinjaman


yaitu sebesar 11.43 persen. Hasil wawancara didapatkan petani yang sumber
modalnya dari pinjaman, lebih memilih meminjam modal ke kerabat atau
temannya dibanding ke Bank dengan alasan lebih fleksibel dalam hal
pembayarannya. Biasanya petani meminjam modal untuk keperluan input
produksi seperti pupuk dan juga upah tenaga kerja.

Sikap dalam Menghadapi Resiko


Petani responden dalam menghadapi risiko produksi dalam melaksanakan
kegiatan budidaya atau usahatani nenas memiliki respon yang berbeda-beda untuk
setiap petaninya. Ada petani yang cenderung menghindari risiko, dimana
berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan terdapat petani ketika pada saat
periode tanam sebelumnya petani tersebut mengalami kerugian atau gagal panen
nenas. maka petani tersebut untuk periode tanam selanjutnya akan beralih
menanam komoditas lain. Jumlah petani responden yang cenderung menghindari
risiko memang hanya 5 orang dari total petani responden sebanyak 35 orang.
Sebagian besar petani yang menghindari resiko (risk avers), mengatasi resiko
dengan tidak hanya membudidayakan nenas tapi juga membudidayakan
komoditas lain seperti cabai, tomat, ataupun jambu kristal. Sehingga jika terjadi
kerugian pada usahatani nenas bisa ditutupi oleh komoditas lain. Tabel 16
menunjukkan sikap petani dalam menghadapi risiko produksi dalam
melaksanakan kegiatan usahatani nenas.

Tabel 16 Sebaran sikap petani responden dalam menghadapi risiko


Sikap Menghadapi
No Jumlah (orang) Persentase (%)
Resiko
1 Risk Lover 25 71.42
2 Risk Netral 5 14.29
3 Risk Avers 5 14.29

Petani responden sebagian besar suka dalam menghadapi risiko produksi


nenas. Sebanyak 71.42 persen responden menyatakan ketika pada periode panen
sebelumnya mengalami kegagalan atau kurang maksimal dalam hal produksi,
pada periode selanjutnya akan tetap menanam nenas. Hal ini dapat dipahami
dikarenakan berdasarkan hasil wawancara petani tersebut beralasan tetap yakin
untuk periode selanjutnya dapat mendapatkan jumlah produksi yang tinggi. Disisi
28

lain, banyak petani yang beralasan secara terus menerus menanam nenas meski
mengetahui bahwa melaksanakan usahatani nenas memiliki risiko yang cukup
tinggi karena menganggap mengganti komoditas yang ditanam justru akan lebih
beresiko karena belum terlalu memahami usahatani komoditas tersebut.
Petani yang menyatakan tidak terlalu menghiraukan ada atau tidak risiko
yang dijalaninya yaitu 14.29 persen. Petani responden beralasan bahwa sudah
menjadi risiko atau konsekuensi atas keputusannya melaksanakan kegiatan
usahatani nenas. Petani tersebut juga beralasan bahwa setiap komoditas pertanian
yang dibudidayakan tidak terlepas dari adanya risiko produksi. Sehingga beberapa
petani tersebut tidak terlalu mengkhawatirkan adanya risiko tersebut dan
menjalani saja pekerjaan yang menjadi sumber penghidupannya.

Keragaan Usahatani Nenas di Kecamatan Tamansari

Proses Kegiatan Usahatani Nenas


Kegiatan budidaya (on-farm) merupakan aspek penting dalam menghasilkan
kualitas dan kuantitas hasil panen. Proses budidaya yang dilakukan oleh petani
nenas di Kecamatan Tamansari pada umunya dibagi menjadi empat kegiatan,
yaitu persiapan lahan, penanaman, pemeliharaan tanaman, dan pemanenan.
Kegiatan budidaya yang rutin dilakukan dalam waktu satu tahun adalah
pemeliharaan tanaman (termasuk pemupukan) serta kegiatan panen. Karena
penelitian dibatasi pada kegiatan yang dilakukan selama setahun dengan
responden yang sudah melakukan panen minimal selama satu tahun, maka petani
responden tidak melakukan persiapan lahan dan penanaman. Tanaman nenas
merupakan tanaman tahunan sehingga pembersihan lahan dan penanaman
dilakukan sebelum tahun 2018 dan kegiatan tersebut tidak termasuk dalam
batasan penelitian. Komponen biaya dalam kegiatan persiapan lahan dan
penanaman tidak dihitung, tetapi proses pelaksanaan tetap dijabarkan dalam
subsistem budidaya.
1. Persiapan Lahan
Persiapan lahan merupakan proses yang paling awal dilakukan, yaitu
dengan cara melakukan pembukaan lahan dan penggemburan lahan. Pembukaan
lahan (clearing land) dilakukan dengan beberapa cara, seperti melakukan
penyemprotan terlebih dahulu atau langsung dibersihkan dengan cangkul dan arit.
Proses selanjutnya adalah penggemburan lahan, yaitu dengan cara mengangkat
atau membolak-balik tanah sehigga tanah yang awalnya berbentuk padat dan
keras akan lebih gembur sehingga lebih mudah ditanami. Proses penggemburan
lahan dapat dilakukan dengan alat cangkul. Lahan yang akan ditanami sebaiknya
dibersihkan dari batu-batu yang besar, alang-alang, atau tunggul batang dan
sebagainya agar tidak mengganggu sistem perakaran tanaman atau menghambat
penyerapan unsur hara. Bersihkan lahan dari kotoran-kotoran, daun, dan ranting
bekas pangkasan yang dapat menjadi sumber penularan hama dan penyakit.
2. Penanaman
Penanaman adalah langkah selanjutnya dalam kegiatan budidaya nenas.
Pola tanam yang dapat diterapkan adalah satu baris, dua baris, atau tiga baris
tanaman per bedeng. Pola tanam yang diterapkan oleh petani nenas di Kecamatan
Tamansari adalah pola tanam satu baris, yaitu dalam satu lubang tanam akan
ditanam satu bibit dengan jarak antar baris dan dalam baris yang berbeda antara
29

masing-masing petani. Jarak antar bedeng terkecil adalah sebesar 50 cm dan yang
terbesar adalah sebesar 90 cm, sedangkan jarak dalam baris terkecil adalah 25 cm
dan jarak dalam baris terbesar adalah sebesar 35 cm.

Gambar 3 Jarak tanam yang digunakan petani responden

Bibit ditanam pada lubang tanam yang telah disediakan sedalam 5 – 10 cm


tergantung ukuran bibit biasanya seperempat dari panjang bagian bibit, bibit
ditanam satu bibit per lubang. Sebelum ditanam, daun-daun tua pada bibit
dihilangkan agar akar yang ada pada buku cepat tumbuh. Agar tanaman nenas
tidak mudah roboh dan perakarannya dapat mencapai air tanah, maka tanah di
sekitar pangkal batang perlu ditekan, kemudian dilakukan penyiraman sampai
tanah lembab dan basah. Penyulaman dilakukan paling lambat satu bulan setelah
tanam
3. Pemeliharaan Tanaman
Pada kegiatan budidaya nenas di Kecamatan Tamansari, kegiatan
pemeliharaan seperti pemupukan merupakan kegiatan yang rutin dilakukan setiap
tahunnya. Kegiatan pembersihan lahan dilakukan secara rutin oleh petani dalam
waktu sekali setiap minggu. Kegiatan pemeliharaan mencakup kegiatan
menghilangkan rumput dan tumbuhan liar yang hidup di sekitar bedengan. Faktor
produksi utama dalam kegiatan ini adalah TKDK. Dalam melakukan kegiatan
perawatan tanaman, petani melihat bahwa terdapat beberapa hama dan penyakit
yang menyerang tanaman nenas. Contoh hama bagi nenas adalah semut dan tupai.
Hama semut dapat mengganggu sistem perakaran nenas sehingga menyebabkan
tanaman nenas mengalami pembusukan, sedangkan hama tupai memakan buah
yang masak. Cara penanggulangan hama semut dilakukan dengan merusak sarang
semut yang berada di bagian akar tanaman nenas, sedangkan hama tupai tidak
dapat dibasmi dikarenakan tidak terdapat predator alami tupai. Penyakit yang
dialami tanaman nenas diantaranya menyerang bagian daun, dimana saat beberapa
hari setelah terjangkit penyakit daun dari tanaman tampak agak kemerahan.
Sebagian besar para petani di Kecamatan Tamansari tidak begitu peduli dengan
penyakit ini karena tidak mempengaruhi kuantitas dan kualitas secara signifikan,
sehingga saat tanaman nenas terkena hama dan penyakit petani menanggulangi
dengan cara mencabut tanaman dan mengganti dengan tanaman baru.
Tanaman nenas termasuk tanaman yang tahan kekeringan. Pengairan
dilakukan apabila curah hujan tidak mencukupi kebutuhan tanaman. Pengairan
sangat diperlukan sampai tanaman berumur 1-2 bulan, dan pada umur selanjutnya
30

tanaman sudah menutupi permukaan tanah. Oleh karena itu konservasi air tanah
perlu dilakukan melalui pengendalian gulma, penggunaan populasi tanam yang
optimum sehingga dapat mengurangi evaporasi. Selain dari penyiangan dan
pengairan juga ada penjarangan anakan yang berfungsi agar buah yang dihasilkan
dapat berukuran besar dan mutunya bagus. Penjarangan anakan dilakukan dengan
mengatur jumlah anakan maksimal 2 anakan dalam setiap rumpun.

4. Pemanenan
Kurun waktu panen nenas berbeda-beda, tergantung pada varietas dan
macam bibit yang digunakan. Para petani nenas di Kecamatan Tamansari biasanya
dalam kurun waktu satu tahun mengalami masa panen besar tiga kali dalam
setahun. Saat buah satu sudah cukup tua dan berwarna kuning, maka terdapat
buah lainnya yang masih berwarna hijau. Waktu panen yang tidak bersamaan ini
menjadikan petani harus kembali ke kebun untuk memetik buah yang akan
matang seminggu hingga dua minggu kemudian. Selama kurun waktu satu tahun,
petani rata-rata mengalami panen 6 sampai 12 kali. Petani memiliki kebiasaan
yang berbeda dalam saat melakukan panen. Komoditi layak panen dapat dilihat
dengan dua cara, yaitu berdasarkan warna buah dan bentuk tangkai. Bila dilihat
dari tangkai buah, tangkai yang sudah terlihat memiliki keriput menandakan
bahwa buah nenas sudah cukup tua. Berdasarkan warna buah, maka buah nenas
yang dipanen seharusnya berwarna kuning karena buah nenas yang berwarna
demikian menandakan bahwa buah sudah matang sepenuhnya. Walaupun terdapat
perbedaan pendapat mengenai kriteria nenas layak panen, tetapi umumnya petani
nenas di Kecamatan Tamansari memiliki kebiasaan yang sama, yaitu memanen
buah nenas beserta tangkai nenas yang terdapat di bagian bawah nenas. Bagi
petani responden, nenas yang bertangkai merupakan identitas dari nenas bogor
sehingga petani terus memanen nenas beserta tangkai buah.
Pemanenan merupakan kegiatan rutin yang dilakukan tiap tahunnya.
Meskipun kegiatan ini mudah dilakukan tetapi memiliki upah kerja yang berbeda
dari kegiatan lainnya. Menurut informasi beberapa petani, upah tenaga kerja saat
panen dapat mencapai Rp 50 000 per hari kerja, tetapi menurut beberapa petani
lainnya, upah tenaga kerja saat panen memiliki besaran yang sama dengan upah
pada kegiatan lainnya, yaitu kurang lebih Rp 30 000 hingga Rp 40 000 per hari.
Perbedaan ini berdasarkan pendapat salah satu informan bahwa pada beberapa
kasus, petani yang mempekerjakan TKLK laki-laki akan cenderung melakukan
pemanenan dalam satu hari sehingga waktu kerja dalam sehari lima jam sehari
berubah menjadi 7 sampai 9 sehari.

Penggunaan Sarana Produksi Nenas


Terdapat beberapa input yang digunakan dalam kegiatan usahatani nenas di
Kecamatan Tamansari, contohnya adalah bibit, lahan, pupuk dan obat-obatan,
tenaga kerja, serta alat pertanian. Sarana produksi ini berpengaruh terhadap
performa usahatani. Semakin mudah aksesibilitas dan semakin banyak
ketersediaan sarana produksi di pasaran maka subsistem ini memiliki performa
yang semakin baik.
1. Bibit
Bibit merupakan salah satu faktor penting dalam budidaya tanaman nenas.
Bibit yang baik berasal dari tanaman induk yang berkualitas, serta terbebas dari
31

hama dan penyakit terutama penyakit sistemik. Nenas dapat diperbanyak secara
konvesional maupun secara in-vitro. Perbanyakan konvesional dilakukan dengan
cara generative maupun vegetatif. Perbanyakan generative biasanya dilakukan
untuk tujuan pemuliaan. Nenas mempunyai sifat self incompatible, yaitu polen
tidak dapat berfungsi jika terjadi penyerbukan sendiri sehingga tidak terbentuk
biji, biji hanya terbentuk apabila terjadi penyerbukan di antara tanaman yang
berbeda.
Perbanyakan nenas secara vegetatif dapat dilakukan melalui tunas anakan,
slip (tunas dasar buah), tunas mahkota, dan mahkota. Masing-masing jenis tunas
tersebut mempunyai karakteristik spesifik tersendiri. Perbanyakan yang umum
dipilih oleh petani nenas di Kecamatan Tamansari adalah perbanyakan secara
vegetatif. Biasanya petani menggunakan bibit dari tunas anakan, karena ukuran
tunas lebih besar sehingga dapat lebih cepat dipacu pembungaannya. Cara
perbanyakan dengan menggunakan tunas ditujukan untuk varietas nenas yang
memiliki jumlah anakan dan slip banyak. Keuntungan perbanyakan ini adalah
dalam waktu yang sama ukuran bibit yang dihasilkan lebih besar dibandingkan
dengan cara stek batang, tetapi kekurangannya adalah jumlah bibit yang
dihasilkan lebih sedikit.

A B

C D
Gambar 4 Jenis bibit tanaman nenas; tunas anakan (A), slip (B), tunas mahkota
(C), mahkota (D)

Untuk menghasilkan buah yang berkualitas dan produksi yang banyak, bibit
yang digunakan adalah bibit yang diambil dari pohon induk dengan usia minimal
12 bulan dan sudah panen sebanyak satu kali, karena biasanya setelah masa panen
satu kali tanaman nenas mengeluarkan tunas. Kebutuhan bibit petani nenas di
Kecamatan Tamansari dapat dipenuhi dengan beberapa cara, yaitu dari anakan
yang tumbuh dari tanaman nenas milik sendiri, membeli, atau meminta bibit yang
dimiliki petani lain. Pada tahun 2017, harga jual bibit di Kecamatan Tamansari
dapat mencapai Rp 1 000 per bibit. Pada umumya petani tidak memiliki masalah
dalam mengakses bibit karena bibit mudah didapatkan dan harga jual bibit
cenderung murah bahkan kadang tidak membutuhkan biaya. Hal ini terjadi karena
32

petani memiliki hubungan yang baik dengan warga desa sekitar sehingga untuk
memperoleh bibit terkadang petani hanya perlu meminta bibit dari tetangga
sehingga mengurangi biaya pembelian.
2. Lahan
Lahan merupakan faktor produksi yang berfungsi sebagai tempat budidaya
nenas. Sebagian besar lahan yang digarap petani responden adalah lahan milik
sendiri sehingga petani tidak terbebani biaya sewa ataupun pungutan lain. Petani
nenas di Kecamatan Tamansari menggarap lahan dengan tetap memperhatikan
kelestarian lahan dengan melakukan bera setelah periode tanam berakhir agar
lahan tetap produktif. Lokasi tersebut berada di kaki Gunung Salak yakni pada
ketinggian 700 - 800 meter di atas permukaan laut. Tipe lahan di lokasi petani
responden yang tidak rata atau berbukit, membuat petani agak kesulitan di
persiapan lahan dalam budidaya nenas.
3. Pupuk dan obat-obatan
Pupuk dan obat-obatan merupakan input yang penting untuk menjaga
tanaman agar tumbuh optimal. Meskipun begitu, tidak semua petani nenas di
Kecamatan Tamansari menggunakan obat-obatan. Dari total responden sebanyak
35 orang, sebanyak 12 petani responden atau 34.28 persen petani hanya
menggunakan pupuk kandang, sedangkan petani responden yang menggunakan
pupuk kandang juga pupuk kimia ada 5 orang atau 14.29 persen. Tidak ada petani
responden yang menggunakan pupuk kandang, pupuk kimia, serta obat-obatan
dalam satu periode tanam sekaligus. Ada 8 orang atau 22.86 persen petani yang
menggunakan pupuk kimia dan obat-obatan tanpa pemberian pupuk kandang,
bahkan ada 1 orang petani responden yang tidak memeberikan pupuk kandang,
pupuk kimia, ataupun obat-obatan pada tanaman nenasnya.
Pupuk kandang yang digunakan petani nenas di Kecamatan Tamansari dapat
diperoleh dengan cara membeli, meminta pupuk pada warga desa yang memiliki
kandang, atau menggunakan kotoran ternak yang berasal dari kandang milik
sendiri. Pupuk kandang yang selalu tersedia menyebabkan petani tidak merasakan
kesulitan untuk mengakses input ini, tetapi keterbatasan modal menjadi halangan
utama bagi petani dalam membeli pupuk terutama pupuk kimia. Selain itu opini
mengenai nenas yang dapat berkembang baik walaupun tidak diberi pupuk juga
mendukung petani untuk tidak melakukan pemupukan.
4. Tenaga Kerja
Kegiatan budidaya komoditas pertanian dalam hal ini nenas di Kecamatan
Tamansari selalu membutuhkan tenaga kerja. Tenaga kerja bertindak sebagai
pelaku usahatani serta sebagai pengambil keputusan sehingga tenaga dan
kemampuan dalam melakukan manajemen terhadap sumberdaya lain. Tenaga
kerja yang digunakan dalam usahatani nenas dibagi menjadi dua jenis, yaitu
Tenaga Kerja Dalam Keluarga (TKDK) dan Tenaga Kerja Luar Keluarga
(TKLK). Baik TKDK dan TKLK dibagi lagi menjadi dua kategori berdasarkan
jenis kelamin, yaitu tenaga kerja laki-laki dan tenaga kerja perempuan. Perbedaan
dilakukan berdasarkan kemampuan dan tingkat upah yang dibayarkan pada
masing-masing tenaga kerja. Pada tenaga kerja laki-laki, biasanya kegiatan yang
yang dilakukan adalah berupa pengolahan lahan seperti mencangkul (clearing
land). Sedangkan tenaga kerja perempuan bertugas untuk untuk melakukan
pekerjaan yang lebih ringan seperti pembersihan rumput dan pemupukan. Upah
tenaga kerja laki-laki berkisar antara Rp 25 000 hingga Rp 35 000 per hari kerja,
33

sedangkan tenaga kerja perempuan sebesar Rp 20 000 per hari kerja dengan waktu
kerja yang sama, yaitu sejak jam 7 hingga jam 12 (rata-rata lima jam).
TKLK tersedia pada masing-masing desa karena sebagian masyarakat desa
ada yang berprofesi sebagai buruh tani. Tetapi mahalnya upah serta kemampuan
membayar upah sangat rendah sehingga petani mengandalkan TKDK sebagai
pelaku kegiatan budidaya. Jumlah anggota keluarga yang terlibat dalam usahatani
nenas biasanya sebanyak 1 hingga 2 orang. Semua tenaga kerja laki-laki, baik
berasal dari dalam atau luar keluarga, terlibat dalam setiap tahap budidaya nenas.
Sedangkan tenaga kerja perempuan pada umumnya terlibat pada tahap persiapan
lahan, penanaman, dan pemeliharaan. Adapula sebagian kecil tenaga kerja
perempuan yang terlibat pada tahap pemanenan. Sedangkan untuk tahap
pembibitan biasanya dilakukan oleh tenaga kerja laki-laki. Tingginya penggunaan
tenaga kerja di Kecamatan Tamansari dikarenakan karekteristik lahan yang tidak
datar dan mudah ditumbuhi alang-alang membuat petani harus berusaha lebih
keras untuk mengolah lahannya. Berikut merupakan rata-rata penggunaan tenaga
kerja usahatani nenas di Kecamatan Tamansari yang ditunjukan pada Tabel 17.

Tabel 17 Rata-rata penggunaan tenaga kerja untuk usahatani nenas per Hektar di
Kecamatan Tamansari
Penggunaan Tenaga Kerja
No Kegiatan Usahatani (HOK) Total (HOK)
TKLK TKDK
1 Persiapan lahan 24.37 42.72 67.09
2 Penanaman 8.03 14.08 22.11
3 Pemeliharaan 21.6 37.84 59.44
4 Pemanenan 22.72 39.83 62.55
Total 76.72 134.47 211.19

5. Alat Pertanian
Jenis alat-alat pertanian yang digunakan dalam kegiatan usahatani Nenas di
Kecamatan Tamansari ini meliputi cangkul, kored, golok, garpu dan pikulan.
Cangkul dan garpu digunakan untuk menggemburkan tanah dan membuat selokan
air. Parang digunakan untuk memanen buah nenas dan memotong bibit nenas.
Kored biasanya digunakan untuk menyiangi rumput dan membuat lubang tanam.
Sedangkan golok digunakan untuk membabat atau membuka lahan. Garpu
digunakan juga dalam penggemburan lahan dalam membuat lubang tanam dan
terakhir pikulan dipakai untuk mengangkut hasil panen nenas.
Peralatan tersebut biasanya adalah milik sendiri. Jumlah peralatan tidak
berbanding lurus dengan luas lahan yang dimiliki oleh petani. Hal ini disebabkan
pada saat pengerjaannya petani sudah berpengalaman dalam pemakaian peralatan
pertanian tersebut. Petani di Kecamatan Tamansari tidak selalu membeli alat
pertanian setiap musim tanamnya karena ada beberapa alat yang digunakan untuk
beberapa kali musim tanam.
34

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis risiko produksi nenas di Kecamatan Tamansari ini menggunakan


metode analisis risiko produksi Just and Pope. Analisis risiko produksi Just and
Pope dapat menggambarkan bagaimana pengaruh faktor produksi terhadap
produktivitas nenas serta menggambarkan pengaruh dari adanya penggunaan
faktor produksi terhadap risiko produksi yang dapat dilihat dari pengaruh faktor
produksi tersebut terhadap variance produktivitas. Pengaruh tersebut dijelaskan
dari dua fungsi yang dihasilkan dari model Just and Pope yaitu fungsi
produktivitas dan fungsi variance produktivitas. Persamaan fungsi tersebut
menggunakan model Cobb-Douglas.
Faktor-faktor produksi yang diduga mempengaruhi produktivitas dan risiko
produksi nenas di Kecamatan Tamansari adalah bibit, pupuk kandang, pupuk
kimia, obat-obatan, dan penggunaan jumlah tenaga kerja. Adapun hasil output
pengolahan data menggunakan Eviews 7 dapat dilihat pada Lampiran 2 dan
Lampiran 3.

Hasil Pengujian Penyimpangan Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik dilakukan sebelum proses pengujian hipotesis dilakukan


untuk mendapatkan model dugaan terbaik. Model dugaan yang baik adalah model
yang menghasilkan estimator linier tidak bias dengan varian yang minimum (best
linier unbiased estimator/BLUE). uji normalitas, uji multikolonieritas, uji
autokorelasi, dan uji heteroskedastisitas merupakan uji yang digunakan untuk
mengetahui metode OLS yang digunakan BLUE atau tidak.

Uji Normalitas
Asumsi normalitas residual diperlukan untuk mendapatkan hasil uji yang
tidak bias, konsisten, dan mempunyai varians-minimum (estimator efisien). Dari
beberapa uji normalitas, uji Jarque-Berra (J-B) merupakan uji yang paling populer
(Hakim 2014). jika χ2uji < χ2tabel atau P-Value > α. Hal ini berarti residual
didistribusikan secara normal.
Berdasarkan hasil uji yang dilakukan didapatkan nilai Probability sebesar
0.540060 untuk fungsi produktivitas, sedangkan nilai Probability 0.530130 untuk
fungsi variance produktivitas. Dari kedua fungsi tersebut menunjukkan bahwa
nilai dari probability kedua persamaan tersebut lebih besar dari α yang ditetapkan
yaitu sebesar 0.10. Berdasarkan hasil uji normalitas pada residual tersebut maka
dapat disimpulkan bahwa residual terdistribusi secara normal.

Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas merupakan uji yang digunakan untuk mengetahui
apakah setiap variabel independen atau variabel bebas yang terdapat pada model
saling berhubungan satu sama lain secara linier atau tidak (Hakim 2014). Adanya
gejala multikolinearitas dapat dilihat dari nilai Variance Inflation Factor (VIF).
Jika nilai VIF yang dihasilkan memiliki nilai melebihi 10 maka dapat disimpulkan
bahwa pada model tersebut terdapat gejala multikolinearitas.
35

Berdasarkan hasil uji multikolinearitas yang dilakukan didapatkan hasil


bahwa tidak terdapat gejala multikolinearitas baik pada fungsi produktivitas
maupun fungsi variance produktivitas. Hal ini ditunjukkan oleh nilai VIF yang
dihasilkan dari kedua persamaan tersebut yang kurang dari 10, sehingga model
tersebut tidak memiliki gejala multikolinearitas. Adapun hasil uji
multikolinearitas dapat dilihat pada Tabel 18.

Tabel 18 Hasil uji multikolineritas


Nilai VIF
Variabel
Fungsi Produktivitas Fungsi Variance
Bibit 1.434733 1.434734
Pupuk Kandang 2.113127 2.113126
Pupuk Kimia 1.951000 1.951002
Obat-obatan 1.409955 1.409951
Tenaga Kerja 1.620955 1.620953

Uji Autokorelasi
Asumsi ini penting jika data yang digunakan untuk model berbentuk time
series. Namun tidak menutup kemungkinan model dengan data cross section juga
akan mengalami gejala autocorrelation (Hakim 2014). Terdapatnya gejala
autokorelasi dapat menyebabkan kesalahan sehingga mengakibatkan hasil
estimasi yang tidak tepat pada setiap variabel. Pada penelitian ini dilakukan uji
untuk mendeteksi autocorrelation menggunakan uji LM Test (Breusch-Godfrey).
Berdasarkan hasil uji yang dilakukan menunjukkan tidak terdapat gejala adanya
autokorelasi dikarenakan nilai dari Prob chi-square pada output Breuch-Godfrey
Serial Correlation LM Test (P-Value) > α.
Uji autokorelasi menggunakan uji LM Test (Breusch-Godfrey) untuk fungsi
produktivitas menghasilkan nilai Prob chi-square sebesar 0.0971 yang lebih dari
nilai α yang ditetapkan yaitu 0.05, sehingga dapat disimpulkan tidak terdapat
autokorelasi. Sedangkan untuk uji yang dilakukan terhadap fungsi variance
produktivitas menghasilkan nilai prob chi-square sebesar 0.4560 yang melebihi
nilai α, sehingga dapat disimpulkan tidak terdapat autokorelasi pada kedua
persamaan tersebut.

Uji Heteroskedastisitas
Heteroskedastisitas merupakan ketidaksamaan varians dari residual. Jika
terdapat perbedaan mengindikasikan bahwa terdapat pelanggaran terhadap asumsi
ini yang disebut heteroskedastisitas (Hakim 2014). Menguji ada atau tidaknya
heteroskedastisitas dapat menggunakan uji white. Hasil uji dikatakan tidak
terdapat heteroskedastisitas jika Prob chi-square pada output White
Heteroscedasticity Test (P-Value) > α. Hal ini berarti varians residual
homoskedastik atau uji yang dilakukan menunjukkan bahwa tidak terdapat
heteroskedastisitas.
Berdasarkan uji yang dilakukan pada fungsi produktivitas didapatkan hasil
Prob chi-square sebesar 0.0713 pada output Heteroscedasticity Test: White,
sehingga nilai tersebut lebih dari α yang ditetapkan yaitu 0.05. Sedangkan uji
yang dilakukan pada fungsi variance produktivitas menunjukkan hasil Prob chi-
36

square sebesar 0.5396 yang melebihi nilai α yang ditetapkan. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa pada kedua persamaan yang di uji tersebut tidak terdapat
gejala heteroskedastisitas.

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Nenas


Pengaruh faktor-faktor produksi yang mempengaruhi produktivitas nenas
dilihat dari fungsi produktivitas atau fungsi produksi rata-rata (mean production
function). Faktor yang menjadi variabel bebas adalah bibit, pupuk kandang, pupuk
kimia, obat-obatan, dan tenaga kerja dengan produktivitas nenas sebagai variabel
terikat. Adapun hasil pengolahan data menunjukkan persamaan fungsi
produktivitas nenas sebagai berikut :

Ln Produktivitas = 4.407982 + 0.859842 Ln Bibit + 0.008140 Ln Pupuk Kandang


– 0.001376 Ln Pupuk Kimia - 0.007211 Ln Obat-obatan –
0.085335 Ln Tenaga Kerja

Hasil pendugaan terhadap fungsi produktivitas menunjukkan hasil koefisien


determinasi (R-square) sebesar 77.37 dengan nilai koefisien determinasi
terkorelasi (Adjusted R-square) sebesar 73.47 persen. Nilai R-square sebsar 77.37
persen menunjukkan bahwa sebesar 77.37 persen keragaman produktivitas nenas
dapat dijelaskan secara bersama-sama oleh faktor produksi bibit, pupuk kandang,
pupuk kimia, obat-obatan dan tenaga kerja. Sedangkan sisanya sebesar 22.63
persen dijelaskan oleh faktor lain yang tidak dimasukan kedalam model seperti
adanya pengaruh cuaca, kondisi lingkungan budidaya, dan adanya seragan hama
penyakit. Tabel 19 menunjukkan pendugaan fungsi produktivitas.

Tabel 19 Hasil pendugaan fungsi produktivitas nenas petani responden

Variabel Koefisien Regresi t-Statistic Prob. (P-Value)

Ln Bibit 0.859842 8.294858 0.0000


Ln Pupuk Kandang 0.00814 0.501961 0.6195
Ln Pupuk Kimia -0.001376 -0.087134 0.9312
Ln Obat-obatan -0.007211 -0.390252 0.6992
Ln Tenaga Kerja -0.085335 -0.270511 0.7887
Konstanta 4.407982 2.979077 0.0058
R-Square = 77.36 % R-Square (Adj) = 73.46 % F-statistic =19.82866

Hasil pendugaan fungsi produktivitas menunjukkan hasil uji F hitung


sebesar 19.82866 dan P-Value sebesar 0.0000 sehingga berpengaruh nyata pada α
sebesar 5 persen. Hal ini menunjukkan bahwa faktor produksi yang digunakan
secara bersama-sama memengaruhi produktivitas secara nyata. Faktor produksi
yang secara signifikan mempengaruhi produktivitas nenas pada taraf nyata 10
persen hanyalah bibit. Hal ini dapat dilihat dari nilai P-Value yang kurang dari
0.1. hal ini berarti ketika ada peningkatan ataupun pengurangan penggunaan
faktor produksi tersebut dapat mengakibatkan perubahan jumlah produksi nenas.
sedangkan untuk variabel lainnya menunjukkan hasil P-Value yang nilainya diatas
37

0.1 sehingga variabel tersebut tidak berpengaruh secara signifikan terhadap


produktivitas nenas. Berikut adalah penjelasan detail mengenai pengaruh faktor-
faktor produksi terhadap produktivitas nenas.

Bibit
Penggunaan bibit pada penelitian ini berpengaruh positif dengan nilai
pendugaan parameter sebesar 0.859842 dan berpengaruh secara signifikan
dikarenakan nilai P-Value yang dihasilkan kurang dari nilai α yang ditetapkan
yaitu 0.1 sedangkan nilai P-Value yang dihasilkan adalah 0.0000. Faktor produksi
bibit memiliki nilai koefisien sebesar 0.859842 yang artinya setiap penambahan
bibit sebanyak 1 persen maka akan menaikkan produktivitas nenas sebanyak
0.859842 persen dengan asumsi variable lainnya tetap (ceteris paribus). P-Value
variable bibit lebih kecil daripada α menunjukkan bahwa penggunaan bibit yang
semakin banyak akan meningkatkan produktivitas nenas secara nyata.
Hal ini sesuai dengan hipotesis awal dimana diduga ketika jumlah bibit yang
digunakan ditambah maka produktivitas pun akan meningkat. Sebagian besar
hasil panen petani responden dijual dengan sistem borongan berdasarkan jumlah,
sehingga jumlah nenas yang semakin banyak dipanen dalam luasan tertentu
dianggap menguntungkan bagi petani. Jumlah tanaman nenas yang banyak tentu
membutuhkan jumlah bibit yang lebih banyak. Hal tersebut tentunya juga harus
memperhatikan jarak tanam ideal untuk tanaman nenas. Menurut Balai Penelitian
Tanaman Buah Tropika (2008), jarak tanam ideal untuk tanaman nenas adalah
80-100 cm x 35-50 cm.
.
Pupuk Kandang
Nilai pendugaan parameter untuk variable pupuk kandang bernilai positif,
yaitu sebesar 0.00814 tetapi tidak berpengaruh nyata atau signifikan terhadap
produktivitas nenas karena nilai signifikansinya lebih dari α. Nilai signifikansi
dari variable pupuk kandang adalah sebesar 0.6195. Nilai koefisien yang positif
memiliki arti bahwa jika pupuk kandang ditingkatkan penggunaannya sebesar satu
persen, maka akan meningkatkan produktivitas sebesar 0.00814 persen dengan
asumsi cateris paribus.
Pupuk kandang dapat meningkatkan produktivitas nenas jika pupuk
kandang tersebut telah dikeringkan atau tidak basah. Hal ini sesuai dengan
penelitian sebelumnya yang menyebutkan bahwa produktivitas akan menurun
ketika pemberian pupuk kandang yang digunakan masih basah atau langsung
diberikan dari kandang ternak ke lahan, karena pupuk kandang yang masih basah
mengandung amoniak yang tidak baik bagi tanaman (Pratiwi 2011). Pupuk
kandang mengandung unsur hara yang tidak termasuk kimia buatan. Penggunaan
pupuk kandang tidak merusak struktur hara tanah. Pupuk kandang akan
memperbaiki struktur hara yang ada pada tanah sehingga kandungan hara yang
dibutuhkan oleh tanaman nenas kembali tersedia.

Pupuk Kimia
Penggunaan pupuk kimia berpengaruh negatif pada produktivitas nenas
akan tetapi tidak berpengaruh nyata atau signifikan. Permyataan tersebut
didapatkan dari hasil pendugaan fungsi produktivitas pada Tabel 18 dimana nilai
pendugaan parameter untuk variable pupuk kimia bernilai negatif 0.001376 dan
38

P-Valuenya sebesar 0.9312. Hasil tersebut menunjukkan bahwa peningkatan


penggunaan pupuk kimia sebanyak satu persen akan menurunkan produktivitas
nenas sebanyak 0.001376 persen.
Pupuk kimia yang umumnya digunakan oleh petani responden adalah pupuk
phonska. Pupuk phonska memiliki kandungan yang cukup lengkap, yaitu terdapat
unsur Nitrogen, Pospat, Kalium, dan Sulfur. Selain sebagai unsur hara, pupuk
phonska juga berguna untuk menjadikan tanaman nenas lebih tegak dan kuat.
Tetapi penggunaan pupuk kimia juga memiliki beberapa kelemahan. Unsur yang
terdapat pada pupuk kimia memiliki sifat cepat terurai, karena cepat terurai
sehingga untuk memperoleh hasil pemupukan yang efisien dan optimal harus
digunakan dengan dosis yang tepat. Jika dosis yang digunakan tidak tepat maka
tidak akan memberi manfaat yang optimal pada tanaman nenas. Pemakaian pupuk
kimia yang berlebihan juga dapat mengakibatkan tak seimbangnya unsur hara
dalam tanah. Dalam jangka waktu panjang pemakaian pupuk kimia akan
mengakibatkan turunnya pH tanah, dan juga dapat menyebabkan tanah menjadi
kurus atau kurang nutrisi. Hal tersebut yang dapat menyebabkan menurunnya
produktivitas tanaman nenas.

Obat-obatan
Penggunaan obat-obatan pada tanaman nenas memiliki kesamaan dengan
penggunaan pupuk kimia, yaitu berpengaruh negatif terhadap produktivitas nenas
tetapi tidak berpengaruh nyata atau signifikan. Hal itu dapat dilihat dari nilai
pendugaan parameter variable obat-obatan yang bernilai negatif 0.007211 dan
nilai P-Value sebesar 0.6992. hasil tersebut menunjukkan bahwa peningkatan
pemakaian obat-obatan sebesar satu persen akan menurnkan produktivitas nenas
sebesar 0.007211 persen (cateris paribus).
Obat-obatan yang biasa dipakai petani responden adalah ROUNDUP 486
SL. ROUNDUP 486 SL adalah pestisida dari jenis herbisida yang digunakan
petani untuk mengendalikan berbagai jenis gulma tanaman, bahan aktif dari
herbisida ROUNDUP 486 SL adalah isopropil amina glifosat (glyphosate-
isopropyl ammonium) dengan jumlah takaran 486 g/liter. Herbisida ROUNDUP
486 SL adalah herbisida yang mempunyai sifat sistemik purna tumbuh dan zat
pengatur tumbuh tanaman sehingga herbisida ini mudah diserap oleh tanaman.
Sama halnya seperti pupuk phonska yang dipakai petani responden, pemakaian
ROUNDUP juga memiliki efek samping yang dapat timbul bila pemakaiannya
tidak sesuai dosis dan juga akan mengakibatkan penurunan produktivitas tanaman
nenas.

Tenaga Kerja
Nilai signifikan variable tenaga kerja sebesar 0.7887 yang lebih dari 0.1000
menunjukkan bahwa variabel tenaga kerja tidak berpengaruh nyata terhadap
produktivitas nenas. Hasil pendugaan parameter untuk variabel tenaga kerja
bernilai negative sebesar -0.085335. Nilai ini berarti penambahan tenaga kerja
satu persen akan menurunkan produktivitas nenas sebesar 0.085335 persen.
Penurunan produktivitas nenas yang terjadi apabila penambahan tenaga
kerja mengindikasikan terjadi kelebihan tenaga kerja dalam produksi nenas.
Jumlah tenaga kerja yang dilibatkan dalam produksi nenas perlu disesuaikan
dengan keperluan agar hasil produksi nenas tidak menurun. Tenaga kerja yang
39

bekerja pada produksi nenas cukup banyak dibandingkan dengan lahan yang
dimiliki petani yang terbilang sempit, terutama pada saat kegiatan panen tenaga
kerja akan lebih banyak karena ada penambahan tenaga kerja panen dari
tengkulak yang membeli hasil panen. Hal ini diduga akan merusak anakan nenas
yang akan ditanam kembali untuk periode produksi selanjutnya. Selain itu
kelebihan tenaga kerja dapat mempengaruhi kualitas kerja, yang akan
mengakibatkan turunnya kualitas kerja yang berdampak pada turunnya
produktivitas nenas.

Analisis Fakto-Faktor yang mempengaruhi Risiko Produksi Nenas

Analisis mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi risiko produksi nenas


dapat dijelaskan berdasarkan hasil pendugaan fungsi variance produktivitas nenas.
Model pendugaan fungsi variance produktivitas nenas diperoleh dari nilai
variance produktivitas sebagai variabel dependent dan faktor-faktor produksi
sebagai variabel independen. Variabel independen yang digunakan adalah bibit,
pupuk kandang, pupuk kimia, obat-obatan dan tenaga kerja. Penggunaan faktor-
faktor produksi yang pada pelaksanaannya dapat dikendalikan oleh petani
seringkali menjadi faktor yang menimbulkan risiko produksi dikarenakan
pengaplikasiannya pada tanaman yang tidak sesuai. Analisis terhadap faktor-
faktor produksi yang dipakai dalam usahatani nenas di Kecamatan Tamansari
selain untuk mengetahui bagaimana pengaruh penggunaan faktor produksi
tersebut terhadap produktivitas nenas juga dapat digunakan untuk menganalisis
bagaimana pengaruh penggunaan faktor produksi tersebut terhadap risiko
produksi. Model Just and Pope melalui fungsi variance produktivitasnya dapat
menunjukkan risiko produksi yang diketahui melalui pengaruh faktor produksi
terhadap variance produktivitas. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan
Eviews 7. Hasil pengolahan data menunjukkan pendugaan fungsi variance
produktivitas nenas yang dilakukan petani responden di Kecamatan Tamansari
yang dapat dilihat pada Tabel 20.

Tabel 20 Hasil pendugaan persamaan fungsi variance produktivitas nenas


Variabel Koefisien Regresi t-Statistic Prob. (P-Value)

Ln Bibit 0.751214 1.407548 0.0499


Ln Pupuk Kandang -0.120664 -1.445196 0.1591
Ln Pupuk Kimia -0.024494 -0.301196 0.7654
Ln Obat-obatan -0.001325 -0.013930 0.9809
Ln Tenaga Kerja 1.670744 1.028682 0.3121
Konstanta 0.521270 0.068425 0.9459
R-Square = 21.19 % R-Square (Adj) = 7.6% F-statistic =1.559677

Berdasarkan hasil pendugaan fungsi variance produktivitas pada tabel diatas


maka fungsi variance produktivitas nenas dapat diduga dengan persamaan sebagai
berikut:
40

Ln Variance = 0.521270 + 0.751214 Ln Bibit – 0.120664 Ln Pupuk Kandang –


0.024494 Ln Pupuk Kimia – 0.001325 Ln Obata-obatan +
1.670744 Ln Tenaga Kerja

Berdasarkan hasil perhitungan dengan Eviews 7, pendugaan fungsi variance


produktivitas nenas memiliki nilai R-Square sebesar 21.19 persen. Nilai tersebut
memiliki arti bahwa sebesar 21.19 persen keragaman variance produktivitas nenas
yang dihasilkan petani responden di Kecamatan Tamansari dapat dijelaskan secara
bersama-sama dengan penggunaan bibit, pupuk kandang, pupuk kimia, obat-
obatan, dan tenaga kerja. Sedangkan sisanya sebesar 78.81 persen keragaman
variance produktivitas nenas dijelaskan oleh variabel lain diluar model seperti
hama, penyakit, dan cuaca atau musim. Menurut Gani dan Amalia (2015),
penelitian yang menggunakan data primer dengan jenis data cross section sulit
mendapatkan nilai koefisien determinasi (R2) yang tinggi, sehingga jika nilai yang
diperoleh telah melebihi 20 persen maka hasil analisis tersebut sudah cukup layak
untuk dijadikan sebagai alat analisis dan estimasi. Selain itu, hal ini dapat
dipahami karena analisis yang dilakukan pada fungsi variance produktivitas untuk
melihat pengaruh penggunaan input produksi terhadap variance dari produktivitas
nenas menjadikan nilai koefisien determinasi yang diperoleh menjadi rendah.
Hasil perhitungan menunjukkan nilai F-hitung sebesar 1.559677 dengan
nilai P-Value 0.2027 yang tidak berpengaruh nyata pada taraf nyata 0.100. Nilai F
hitung yang tidak berpengaruh nyata menunjukkan bahwa penggunaan faktor-
faktor produksi secara bersama-sama tidak berpengaruh nyata atau tidak
signifikan berpengaruh terhadap nilai variance produktivitas nenas di Kecamatan
Tamansari. Hasil pendugaan fungsi variance produktivitas menunjukkan bahwa
tidak semua faktor produksi tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap variance
produktivitas nenas baik sebagai pengurang risiko atau sebagai penambah risiko.
Hal ini dapat dipahami seperti yang telah dijelaskan di atas diakibatkan adanya
faktor lain diluar model yang lebih dominan mempengaruhi risiko produksi
seperti adanya serangan hama, penyakit, dan cuaca Dari hasil nilai P-Value dapat
diketahui faktor produksi apa saja yang berpengaruh secara signifikan terhadap
variance produktivitas nenas. Hasil pendugaan menunjukkan bahwa variabel bibit
berpengaruh nyata terhadap variance produktivitas. Variabel lain seperti pupuk
kimia, obat-obatan, dan tenaga kerja tidak berpengaruh nyata karena nilai
P-Valuenya lebih dari 0.100. Kecilnya koefisien determinasi atau risiko produksi
yang diakibatkan adanya penggunaan input produksi ini diduga karena munculnya
risiko produksi lebih dominan disebabkan oleh faktor diluar model yang di uji
pada penelitian ini. Berikut adalah penjelasan detail mengenai pengaruh faktor-
faktor produksi terhadap variance produktivitas nenas.

Bibit
Hasil pendugaan parameter untuk variabel bibit adalah positif. Hal ini
berarti semakin banyak bibit yang digunakan maka variance produktivitas akan
meningkat. Variable bibit merupakan faktor penimbul risiko (risk inducing
factor). Koefisien untuk variable bibit adalah 0.751214. Nilai ini memiliki arti
bahwa peningkatan bibit sebanyak satu persen akan meningkatkan variance
produktivitas nenas sebanyak 0.751214 persen dengan asumsi cateris paribus.
Nilai P-Value variabel bibit adalah kurang 0.100, dengan demikian variabel bibit
41

berpengaruh nyata atau signifikan terhadap variance produktivitas nenas di


Kecamatan Tamansari. Hal ini sejalan dengan hasil uji pada fungsi produktivitas
dimana faktor produksi bibit pun secara signifikan mempengaruhi produksi nenas.
Berdasarkan pengamatan dilapangan serta wawancara yang dilakukan
kepada para petani nenas di Kecamatan Tamansari, diduga penyebab faktor
produksi bibit menjadi faktor penambah risiko adalah berlebihnya jumlah
populasi nenas yang ditanam. Hal ini dapat dipahami ketika jumlah tanaman
sudah terlalu padat maka pertumbuhan tanaman menjadi kurang optimal. Karena
terjadi persaingan penyerapan hara dalam tanah. Sehingga ketika jumlah bibit
ditambahkan lagi hal tersebut justru dapat mengurangi produktivitas dan
menimbulkan adanya risiko produksi. Selain itu hal yang diduga menimbulkan
risiko produksi adalah cara penanaman yang dilakukan oleh petani responden.
Bibit nenas yang sudah dipisahkan dari tanaman induknya seharusnya dijemur
terlebih dahulu selama 1 minggu sampai 2 minggu. Penjemuran nenas ini
bertujuan untuk mengurangi jumlah tanaman yang mati setelah ditanam. Jika bibit
nenas tidak dijemur terlebih dahulu, seringkali tanaman nenas mengalami
kebusukan setelah ditanam. Petani responden di Kecamatan Tamansari tidak
melakukan penjemuran dengan alasan efisiensi waktu. Hal ini diduga dapat
meningkatkan risiko produksi nenas.

Pupuk Kandang
Pupuk kandang adalah faktor pengurang risiko (risk reducing factor), hal itu
terlihat dari nilai koefisisen untuk variabel pupuk kandang yang bernilai negatif.
Hasil pendugaan parameter untuk variabel pupuk kandang bernilai negatif
0.120664. Nilai ini mempunyai arti bahwa setiap peningkatan penggunaan pupuk
kandang sebesar satu persen, maka akan akan menurunkan varians produktivitas
sebesar 0.120664 persen. Hasil P-Value variabel pupuk kandang yang sebesar
0.1591 pun menunjukkan bahwa pupuk kandang tidak berpengaruh signifikan
pada variasi produktivitas nenas pada taraf nyata 10 persen.
Hasil persamaan fungsi variance produktivitas yang menyatakan bahwa
pupuk kandang sebagai faktor pengurang risiko produksi nenas menandakan
bahwa masih kurangnya penggunaan pupuk kandang oleh petani responden,
sehingga bila petani responden meningkatkan pemakaian pupuk kandang, hal itu
akan berdampak baik yaitu mengurangi risiko produksi nenas walaupun tidak
secara signifikan. Pupuk kandang bermanfaat untuk memperbaiki struktur hara
yang ada pada tanah sehingga kandungan hara yang dibutuhkan oleh tanaman
nenas kembali tersedia.

Pupuk Kimia
Pupuk kimia berpengaruh secara tidak nyata terhadap variance produktivitas
nenas. Ditunjukkan dengan nilai P-Valuenya yang lebih besar dari taraf nyata
sebesar 10 persen, yaitu 0.7654. Hasil pendugaan parameter untuk variabel pupuk
kimia negatif sebesar -0.024494. nilai ini memiliki arti bahwa jika penambahan
pupuk kimia sebesar satu persen, maka akan menurunkan variasi produktivitas
sebesar 0.024494 persen. Hal itu menandakan bahwa variabel pupuk kimia
merupakan faktor pengurang risiko (risk reducing factor). Pada dasarnya pupuk
kimia memiliki kelebihan seperti unsur yang terkandung cepat terurai sehinga
lebih cepat diserap oleh tanaman dan pemupukannya pun relatif mudah.
42

Kelebihan tersebut yang diduga membuat pupuk kimia menjadi variabel


pengurang risiko walaupun tidak berpengaruh secara signifikan, tentunya dengan
catatan pemakaian yang tidak berlebihan karena justru justru berdampak buruk.

Obat-obatan
Hasil pendugaan parameter untuk variabel obat-obatan berkofoefisien
negatif sebesar -0.001325. nilai ini memiliki arti bahwa jika penambahan obat-
obatan sebesar satu persen, maka akan menurunkan variasi produktivitas sebesar
0.001325 persen. Hasil pendugaan tersebut menandakan bahwa variabel obat-
obatan merupakan faktor pengurang risiko (risk reducing factor), tetapi tidak
berpengaruh secara nyata atau signifikan karena nilai P-Valuenya yang lebih besar
dari taraf nyata 10 persen, yaitu sebesar 0.9809. Obat-obatan yang dipakai petani
responden adalah ROUNDUP 486. ROUNDUP 486 menjadi faktor pengurang
risiko (risk reducing factor), karena bermanfaat untuk membasmi hama yang
dapat mengganggu produktivitas tanaman nenas karena menimbulkan persaingan
dalam penyerapan unsurhara. Kehadiran gulma juga dapat menjadi perantara
tersebarnya hama dan penyakit yang dapat mempengaruhi produktivitas tanaman
nenas petani responden. Walaupun obatan-obatan menjadi faktor pengurang risiko
tetapi tetap harus diperhatikan pemakaiannya karena bila berlebihan juga akan
berdampak buruk bagi tanaman nenas. Cara dan waktu pengaplikasiannya pun
harus benar sehingga dapat bermanfaat secara optimal.

Tenaga Kerja
Tenaga kerja berdasarkan nilai parameter dugaan memiliki tanda positif
sehingga setiap penambahan jumlah tenaga kerja pada usahatani nenas yang
dilakukan petani responden dapat meningkatkan variasi produktivitas nenas itu
sendiri. Nilai koefisien yang diperoleh adalah sebesar 1.670744 yang artinya
setiap penambahan 1 persen jumlah tenaga kerja dapat meningkatkan variasi
produktivitas nenas sebesar 1.670744 persen (ceteris paribus). Pengaruh yang
diakibatkan penambahan jumlah tenaga kerja terhadap variasi produktivitas
cenderung kecil, hal ini dipengaruhi oleh tidak signifikannya variabel tenaga kerja
dimana nilai P-Valuenya sebesar 0.3121 yang melebihi taraf nyata yang
ditetapkan yaitu 10 persen. Namun berdasarkan hasil uji tersebut faktor produksi
tenaga kerja dapat meningkatkan adanya variasi produktivitas sehingga dapat
dikategorikan sebagai faktor yang meningkatkan risiko produksi nenas (risk
inducing factors). Penelitian Nugraha (2011) yang meneliti risiko produksi ayam
broiler menunjukkan hasil yang sama dengan penelitian ini dimana penambahan
penggunaan tenaga kerja ternyata justru meningkatkan risiko. Hal itu dikarenakan
tenaga kerja yang kurang terampil dan tidak disiplin.
Penggunaan tenaga kerja oleh petani responden dengan pengetahuan
pengelolaan risiko yang kurang, maka akan meningkatkan risiko produksi nenas
di Kecamatan Tamansari. Hal ini diduga yang menyebabkan peningkatan tenaga
kerja dapat meningkatkan risiko nenas. Maka diperlukan penyuluhan tentang
pengelolaan risiko khususnya nenas dari pemerintah. Tenaga kerja yang
mengelola produksi nenas di Kecamatan Tamansari mayoritas belum mengetahui
pengelolaan risiko produksi.
43

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Faktor produksi yang dapat meningkatkan produktivitas nenas petani


responden di Kecamatan Tamansari adalah penggunaan bibit dan pupuk kandang,
sedangkan penggunaan pupuk kimia, obat-obatan, dan tenaga kerja memberikan
dampak negatif. Faktor produksi yang berpengaruh signifikan terhadap
produktivitas nenas adalah penggunaan bibit, Sedangkan penggunaan pupuk
kandang, pupuk kimia, obat-obatan, dan tenaga kerja tidak secara signifikan
memengaruhi produktivitas nenas.
Faktor produksi yang berperan sebagai faktor penambah risiko (risk
inducing factors) dalam usahatani nenas adalah bibit dan tenaga kerja, sedangkan
faktor produksi yang berperan sebagai faktor pengurang risiko (risk reducing
factors) adalah pupuk kandang, pupuk kimia, dan obat-obatan. Bibit menjadi
faktor produksi yang secara signifikan memengaruhi risiko produksi nenas.

Saran

1. Penggunaan faktor produksi bibit dapat meningkatkan produktivitas dan


meningkatkan risiko. Petani harus berhati-hati dalam menggunakan bibit,
karena penggunaan bibit pada jumlah dan waktu yang tidak tepat dapat
meningkatkan risiko produksi nenas.
2. Petani responden yang menggunakan bibit dari anakan sebaiknya
melakukan perlakuan penjemuran sebelum penanaman agar didapatkan bibit
yang baik.
3. Alokasi tenaga kerja juga penting untuk diperhatikan petani, karena
kelebihan penggunaan tenaga kerja yang terjadi berdasarkan hasil penelitian
ini menyebabkan risiko produktivitas pada usahatani nenas meningkat.
4. Pemerintah setempat melalui Petugas Penyuluh Pertanian sebaiknya
melakukan pengawasan dan penyuluhan mengenai penggunaan faktor-
faktor produksi nenas agar penggunaan faktor-faktor produksi sesuai dengan
standar sehingga lebih efisien dan efektif dalam melakukan usahatani nenas.
5. Penyuluhan dalam pengelolaan risiko juga dilakukan kepada tenaga kerja
petanian agar tersedianya tenaga kerja pertanian yang terampil.
6. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat melihat pengaruh risiko produksi
terhadap pendapatan petani nenas
44

DAFTAR PUSTAKA

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2017. PDB Atas Dasar Harga Berlaku Menurut
Lapangan Usaha. Jakarta (ID) : BPS. [diunduh 1 Maret 2018]. Tersedia
pada : https://www.bps.go.id/site/resultTab
[Kementan] Kementerian Pertanian, Ditjen Hortikultura. 2016. Statistik Pertanian
2016: Kementan. [diunduh 2018 Feb 8]. Tersedia pada :
https://aplikasi.pertanian.go.id/bdsp/newlok.asp
Aldila HF. 2013. Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Risiko Produksi
Jagung Manis di Desa Gunung Malang Kecamatan Tenjolaya Kabupaten
Bogor. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Asche F, Tveteras R. 1999. Modeling production risk with a two-step prosedure.
Journal of Agricultural and Resource Economics 24(2):424-439.
Debertin DL. 1986. Agricultural Production Economics. New York : Macmillan
Publishing Company.
Ellis F. 1993. Peasant Economics: Farm Households and Agrarian Development.
2nd ed. New York: Cambridge University.
Fariyanti A. 2008. Pengaruh Ekonomi Rumah Tangga Petani Sayuran dalam
Menghadapi Risiko Produksi dan Harga Produk di Kecamatan Pangalengan
Kabupaten Bandung. [Disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Fariyanti A, Kuntjoro, Haryanto S, Daryanto A. 2007. Pengaruh Risiko Produksi
dan Harga Kentang Terhadap Perilaku Produksi Rumahtangga Petani di
Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung. Jurnal Agribisnis dan
Ekonomi Pertanian. [Internet]. [diunduh 9 November 2017]; 1 (No.1-Juni
2007). Tersedia pada: http://download.portalgaruda.org/article.
Fufa B, Hassan RM. 2003. Stochastic maize production technology and
production risk analysis in Dadar District, East Ethiopia. Journal of
Agricultural Economics 42(2):116-128.
Gujarati DN, Porter DC. 2010. Essentials of Econometrics. 4th ed. New York:
McGraw-Hill
Gani I dan Amalia S. 2015. Alat Analisis Data : Aplikasi Statistik untuk Penelitian
Bidang Ekonomi dan Sosial. Yogyakarta: Penerbit ANDI.
Harwood J, Heifner R, Coble K, Perry J, Somwaru A. 1999. Managing Risk in
Farming: Concepts, Research, and Analysis. U.S: Economic Research
Service.
Hermawan R. 2004. Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi pada Usahatani
Cabe Merah di Kabupaten Bantul. [Tesis]. Jogjakarta (ID): Universitas
Gadjah Mada.
Kamil DS. 2013. Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Produksi dan
Pendapatan Usahatani Kacang Panjang (Studi Kasus Kecamatan Nagrak,
Kabupaten Sukabumi). [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertania Bogor.
Kountur R. 2008. Mudah Memahami Manajemen Risiko Perusahaan. Jakarta:
Penerbit PPM.
Lesmana TA. 2013. Analisis Faktor-Faktor Produksi Yang Memengaruhi Risiko
Produksi Dan Analisis Risiko Harga Tomat Di Desa Gekbrong Kabupaten
Cianjur. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
45

Lipsey RG, Courant PN, Purvis DD, Steiner PO. 1995. Pengantar Mikroekonomi.
Ed ke-10, Jilid 1. Wasana J, Kibrandoko, penerjemah; Jakarta: Binarupa
Aksara.
Nofita I. 2011. Analisis Usahatani Cabai Merah Besar (Capsicum Annum L) di Desa
Andongsari, Kecamatan Ambulu, Kabupaten Jember. [Skripsi]. Jember (ID):
Universitas Jember.
Pratiwi MY. 2011. Analisis Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Risiko Produksi
Caisin Di Desa Citapen Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor. [Skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Puspitasari D. 2011. Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Risiko Produksi
Mentimun (Cucumis sativus L) di Desa Citapen Kecamatan Ciawi
Kabupaten Bogor [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen,
Institut Pertanian Bogor.
Rifqie AS. 2008. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Usahatani
Kubis (Studi Kasus di Desa Cimenyan, Kecamatan Cimenyan, Kabupaten
Bandung). [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertania Bogor.
Robison LJ, Barry PJ. 1987. The Competitive Firm’s Response to Risk. New
York: Macmillan Publishing Company.
Situmeang H. 2011. Analisis risiko produksi cabai merah keriting pada kelompok tani
Pondok Menteng Desa Citapen Kecamatan Ciawi Bogor. [Skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Soekartawi. 2002a. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian: Teori dan Aplikasi.
Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Soekartawi. 2002b. Analisis Usahatani. Jakarta: UI-Press.
Suratiyah K. 2009. Ilmu Usahatani. Jakarta: Penebar Swadaya
Syam, S. 2001. Tantangan dan Peluang Ekspor Nenas. Direktorat Tanaman Buah.
Direktorat Jendral Bina Produksi Holtikultura. Jakarta.
Vose D. 2008. Risk Analysis: A Quantitative guide. West Sussex: John Wiley.
46

LAMPIRAN
47
48

Lampiran 1. Kuesioner
KUESIONER PENELITIAN
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI RISIKO
PRODUKSI NENAS DI KECAMATAN TAMANSARI
KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT
Oleh :
VAHRY QASTHARI (H34164023)

PERTANYAAN UNTUK RESPONDEN PETANI NENAS

IDENTITAS DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN

1. Nama : ………………………………….
2. Jenis Kelamin : Laki-laki/Perempuan
3. Umur : …………………………... tahun
4. Pendidikan Terakhir : SD/SMP/SMA/Perguruan Tinggi
5. Pekerjaan Utama : ……………………………...…..
6. Pekerjaan Sampingan : ……………………………...…..
7. Lama Bertani : ……………………….….. tahun
8. No. Handphone : ………………………………….
9. Alamat : ………………………………….
……………………………...…..

SEJARAH PERUSAHAAN
1. Sejak kapan usaha didirikan?
2. Siapa pendiri usaha?
3. Latar belakang didirikannya usaha?
4. Alasan pemilihan lokasi?
5. Pekerjaaan sebelum menjadi pembudidaya?
49

BUDIDAYA USAHATANI NENAS


Modal
1. Sumber biaya investasi awal usaha : Milik pribadi/Pinjaman/Lainnya
2. Sumber biaya total usaha per siklus : Milik pribadi/Pinjaman/Lainnya
Lahan dan Tenaga Kerja
1. Luas lahan yang digunakan : ……………………………...m²
2. Status kepemilikan lahan : Milik pribadi/Sewa/Bagi hasil
3. Jumlah tenaga kerja : …………………………..orang
4. Pembagian tugas, waktu dan upah tenaga kerja
Jumlah Status Waktu kerja Waktu kerja
No Tugas
(orang) pekerja (Jam/hari) (hari/minggu)

Kegiatan Produksi
1. Komoditas apa saja yang dibududayakan?
2. Berapa lama waktu budidaya nenas hingga panen? (bulan)
3. Berapa periode produksi nenas dalam setahun? (periode)
4. Berapa rata-rata jumlah produksi nenas per periode tanam? (buah / hektar)
5. Berapa jumlah bibit yang digunakan dalam satu periode tanam? (anakan/
hektar)
6. Berapa banyak jumlah pupuk kandang yang dipakai dalam satu periode tanam?
(kg/hektar)
7. Berapa banyak jumlah pupuk kimia yang dipakai dalam satuperiode tanam?
(kg/hektar)
8. Apakah menggunakan obat-obatan tertentu? Berapa banyak? (kg/hektar)

RISIKO BUDIDAYA NENAS

1. Alasan memilih melakukan budidaya nenas?


2. Risiko apa saja yang dihadapi ketika melakukan budidaya nenas?
3. Bila produksi nenas yang ditanam menurun apakah akan tetap menanam
nenas?
4. Apakah berani melakukan pinjaman untuk keperluan budidaya nenas?
50

Lampiran 2 Hasil output fungsi produktivitas


Dependent Variable: Y
Method: Least Squares
Date: 07/20/18 Time: 18:54
Sample: 1 35
Included observations: 35

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

X1 0.859842 0.103660 8.294858 0.0000


X2 0.008140 0.016217 0.501961 0.6195
X3 -0.001376 0.015795 -0.087134 0.9312
X4 -0.007211 0.018478 -0.390252 0.6992
X5 -0.085335 0.315457 -0.270511 0.7887
C 4.407982 1.479647 2.979077 0.0058

R-squared 0.773691 Mean dependent var 8.834212


Adjusted R-squared 0.734672 S.D. dependent var 0.729758
S.E. of regression 0.375898 Akaike info criterion 1.035809
Sum squared resid 4.097686 Schwarz criterion 1.302440
Log likelihood -12.12665 Hannan-Quinn criter. 1.127850
F-statistic 19.82866 Durbin-Watson stat 2.297942
Prob(F-statistic) 0.000000

Variance Inflation Factors


Date: 07/21/18 Time: 11:05
Sample: 1 35
Included observations: 35

Coefficient Uncentered Centered


Variable Variance VIF VIF

X1 0.010745 86.31303 1.434733


X2 0.000263 2.993231 2.113127
X3 0.000249 2.180716 1.951000
X4 0.000341 5.757966 1.409955
X5 0.099513 698.7543 1.620955
C 2.189355 542.3049 NA

9
9 Series: Residuals
8 Sample 1 35
Observations 35
Series: Residuals
7 8 Sample 1 35
6 Mean 4.10e-15 Observations 35
7 Median 0.065413
5 Maximum 0.813041
6 Minimum -0.729300 Mean 4.10e-15
4 Std. Dev. 0.347160 Median 0.065413
Skewness -0.405682 Maximum 0.813041
3 5 Kurtosis 3.431963
2
Minimum -0.729300
4 Jarque-Bera 1.232152 Std. Dev. 0.347160
1 Probability 0.540060 Skewness -0.405682
3
0 Kurtosis 3.431963
-0.8 -0.6 -0.4 -0.2 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8
2
Jarque-Bera 1.232152
1
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: Probability 0.540060

0
F-statistic
-0.8 -0.6 -0.4 2.075051
-0.2 0.0 Prob.0.2
F(2,27)0.4 0.6 0.8 0.1451
Obs*R-squared 4.663020 Prob. Chi-Square(2) 0.0971
51

Test Equation:
Dependent Variable: RESID
Method: Least Squares
Date: 07/20/18 Time: 18:59
Sample: 1 35
Included observations: 35
Presample missing value lagged residuals set to zero.

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

X1 0.056429 0.105576 0.534485 0.5974


X2 -0.005774 0.015902 -0.363135 0.7193
X3 -0.005905 0.015527 -0.380301 0.7067
X4 0.000123 0.018506 0.006641 0.9948
X5 -0.140555 0.317025 -0.443356 0.6610
C 0.388418 1.457297 0.266533 0.7919
RESID(-1) -0.283354 0.208365 -1.359894 0.1851
RESID(-2) -0.344908 0.194697 -1.771505 0.0878

R-squared 0.133229 Mean dependent var 4.10E-15


Adjusted R-squared -0.091489 S.D. dependent var 0.347160
S.E. of regression 0.362693 Akaike info criterion 1.007114
Sum squared resid 3.551755 Schwarz criterion 1.362622
Log likelihood -9.624490 Hannan-Quinn criter. 1.129835
F-statistic 0.592872 Durbin-Watson stat 1.874361
Prob(F-statistic) 0.755937

Heteroskedasticity Test: White

Test Equation:
Dependent Variable: RESID^2
Method: Least Squares
Date: 07/20/18 Time: 18:57
Sample: 1 35
Included observations: 35

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -0.343907 0.318311 -1.080412 0.2889


X1^2 -0.011720 0.003854 -3.041145 0.0050
X2^2 0.002028 0.000990 2.048538 0.0497
X3^2 -0.000301 0.000987 -0.304578 0.7629
X4^2 0.001210 0.000904 1.338186 0.1912
X5^2 0.023851 0.011721 2.034944 0.0511

R-squared 0.422718 Mean dependent var 0.117077


Adjusted R-squared 0.323187 S.D. dependent var 0.185244
S.E. of regression 0.152398 Akaike info criterion -0.769843
Sum squared resid 0.673526 Schwarz criterion -0.503211
Log likelihood 19.47225 Hannan-Quinn criter. -0.677802
F-statistic 4.247083 Durbin-Watson stat 2.305082
Prob(F-statistic) 0.005097

Lampiran 3 Hasil output fungsi variance produktivitas


Dependent Variable: Y
Method: Least Squares
52

Date: 07/21/18 Time: 22:16


Sample: 1 35
Included observations: 35

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

X1 0.751214 0.533704 1.407548 0.0499


X2 -0.120664 0.083493 -1.445196 0.1591
X3 -0.024494 0.081321 -0.301196 0.7654
X4 -0.001325 0.095135 -0.013930 0.9890
X5 1.670744 1.624160 1.028682 0.3121
C 0.521270 7.618107 0.068425 0.9459

R-squared 0.211922 Mean dependent var 14.14884


Adjusted R-squared 0.076046 S.D. dependent var 2.013425
S.E. of regression 1.935354 Akaike info criterion 4.313263
Sum squared resid 108.6223 Schwarz criterion 4.579894
Log likelihood -69.48210 Hannan-Quinn criter. 4.405304
F-statistic 1.559677 Durbin-Watson stat 1.898525
Prob(F-statistic) 0.202708

Variance Inflation Factors


Date: 07/21/18 Time: 22:23
Sample: 1 35
Included observations: 35

Coefficient Uncentered Centered


Variable Variance VIF VIF

X1 0.284840 86.31318 1.434734


X2 0.006971 2.993229 2.113126
X3 0.006613 2.180719 1.951002
X4 2.637895 698.7505 1.620953
X5 0.009051 5.757952 1.409951
C 58.03555 542.3020 NA

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

F-statistic 0.634150 Prob. F(2,27) 0.5381


Obs*R-squared 1.570327 Prob. Chi-Square(2) 0.4560

Test Equation:
Dependent Variable: RESID
53

Method: Least Squares


Date: 07/21/18 Time: 22:25
Sample: 1 35
Included observations: 35
Presample missing value lagged residuals set to zero.

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

X1 0.005895 0.555528 0.010612 0.9916


X2 0.010916 0.087904 0.124180 0.9021
X3 0.008416 0.082912 0.101509 0.9199
X4 -0.401934 1.705554 -0.235662 0.8155
X5 0.010461 0.098972 0.105695 0.9166
C 2.204561 7.975092 0.276431 0.7843
RESID(-1) 0.013461 0.205567 0.065482 0.9483
RESID(-2) -0.232980 0.207812 -1.121110 0.2721

R-squared 0.044866 Mean dependent var -6.67E-15


Adjusted R-squared -0.202761 S.D. dependent var 1.787393
S.E. of regression 1.960242 Akaike info criterion 4.381644
Sum squared resid 103.7488 Schwarz criterion 4.737152
Log likelihood -68.67878 Hannan-Quinn criter. 4.504366
F-statistic 0.181186 Durbin-Watson stat 1.805198
Prob(F-statistic) 0.987031

Heteroskedasticity Test: White

F-statistic 0.762813 Prob. F(5,29) 0.5840


Obs*R-squared 4.068141 Prob. Chi-Square(5) 0.5396
Scaled explained SS 5.594501 Prob. Chi-Square(5) 0.3477

Test Equation:
Dependent Variable: RESID^2
Method: Least Squares
Date: 07/21/18 Time: 22:24
Sample: 1 35
Included observations: 35

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -17.96680 13.39972 -1.340834 0.1904


X1^2 0.083225 0.162226 0.513016 0.6118
X2^2 0.038147 0.041669 0.915464 0.3675
X3^2 0.005884 0.041551 0.141600 0.8884
X4^2 0.499407 0.493395 1.012184 0.3198
X5^2 0.033105 0.038051 0.870017 0.3914

R-squared 0.116233 Mean dependent var 3.103494


Adjusted R-squared -0.036141 S.D. dependent var 6.302505
S.E. of regression 6.415384 Akaike info criterion 6.710080
Sum squared resid 1193.557 Schwarz criterion 6.976711
Log likelihood -111.4264 Hannan-Quinn criter. 6.802121
F-statistic 0.762813 Durbin-Watson stat 1.929777
Prob(F-statistic) 0.583992
54

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 24 Februari 1996 dari Bapak


Irvan dan Ibu Lily Indrasari. Penulis adalah putra kedua dari dua bersaudara.
Penulis menempuh pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 9 Bogor
lulus pada tahun 2013, dan pada tahun yang sama penulis diterima di Program
Diploma Institut Pertanian Bogor Program Keahlian Teknologi Industri Benih
melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan lulus pada tahun 2016,
kemudian di tahun yang sama penulis berhasil diterima di program Alih Jenis
Agribisnis, Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB.
Selama mengikuti perkuliahan di Alih Jenis Agribisnis IPB, Penulis tercatat
sebagai anggota Departemen PSDM Forum of Agribusiness Transfer Program
Student (FASTER) periode 2016/2017 dan Ketua Departemen PSDM Forum of
Agribusiness Transfer Program Student (FASTER) periode 2017/2018. Selama
perkuliahan penulis juga sering mengikuti kepanitiaan pada acara tingkat
departemen ataupun tingkat fakultas.

Anda mungkin juga menyukai