VAHRY QASTHARI
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
ii
iii
Dengan ini saya menyatakan bahwa karya ilmiah berjudul Analisis Faktor-
Faktor yang Memengaruhi Risiko Produksi Nenas di Kecamatan Tamansari
Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir karya ilmiah ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Vahry Qasthari
NIM H34164023
iv
v
ABSTRAK
ABTRACT
VAHRY QASTHARI. Analysis of production Factors Affecting Production Risk
of Pineapple in Tamansari, Bogor Regency. Supervised by NARNI
FARMAYANTI.
VAHRY QASTHARI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
viii
x
xi
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-
Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
karya ilmiah ini ialah Risiko Produksi, dengan judul Analisis Faktor-Faktor yang
Memengaruhi Risiko Produksi Nenas di Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Narni Farmayanti, Ir. M.Sc selaku
pembimbing yang telah banyak memberikan saran dan dukungan dalam penulisan
karya ilmiah ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak, Ibu,
serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya, serta teman-teman
alihjenis agribisnis angkatan 7. Semoga skripsi ini bermanfaat.
Vahry Qasthari
xii
xiii
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
1 Kurva produksi 9
2 Kerangka pemikiran operasional 13
3 Jarak tanam yang digunakan petani responden 29
4 Jenis bibit tanaman nenas 31
DAFTAR LAMPIRAN
1.Kuesioner 48
2 Hasil output fungsi produktivitas 50
3 Hasil output fungsi variance produktivitas 51
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tabel 1 menunjukkan bahwa dari tahun 2012 sampai 2015 nenas memiliki
volume ekspor tertinggi bila dibandingkan komoditas buah-buahan lain. Hal ini
menandakan bahwa nenas menjadi komoditas buah-buahan yang memiliki
prospek terbaik di Indonesia. Tabel 1 juga menunjukkan bahwa volume ekspor
nenas mengalami kecenderungan peningkatan dari tahun ke tahun. Walaupun
sempat menurun dari tahun 2012 yaitu seberat 183 072 ton menjadi 174 096 ton
pada tahun 2013 tetapi kembali meningkat yaitu 192 315 ton pada tahun 2014 dan
193 948 ton pada tahun 2015. Peningkatan tersebut dikarenakan adanya
perubahan orientasi pasar dimana produsen nenas lebih terpacu untuk mengekspor
nenas. Laju peningkatan ekspor menunjukkan peningkatan permintaan nenas di
luar negeri, sekaligus menunjukkan peningkatan peluang pasar untuk para petani
atau produsen nenas. Peningkatan peluang ini hendaknya diimbangi oleh
peningkatan produksi nenas dalam negeri, tetapi pada kenyataannya peluang
tersebut tidak dapat dimanfaatkan dengan baik. Hal tersebut terlihat dari
2
Tabel 2 Data produksi dan luas panen nenas Indonesia tahun 2013 – 2016
Produksi Persentase Luas panen Persentase
Tahun
(ton) Perubahan (%) (ha) Perubahan (%)
2013 1 882 802 15 807
2014 1 835 483 - 2.50 15 617 -1.20
2015 1 729 600 - 5.77 14 694 -5.90
2016 1 396 141 -19.28 13 067 -11.10
Sumber : Kementerian Pertanian (2017)
Pada Tabel 2 terlihat penurunan total produksi dalam negeri terjadi seiring
menurunnya total luas panen nenas Indonesia. Pada tahun 2013 total produksi
nenas Indonesia yaitu 1 882 802 ton menjadi 1 835 483 ton pada tahun 2014 dan
terus menurun pada tahun 2015 dan 2016. Penurunan juga terjadi pada luas panen
nenas pada tahun 2013 seluas 15 807 ha menjadi 15 617 ha pada tahun 2014 dan
terus menurun pada tahun 2015 dan 2016. Persentase penurunan total produksi
dan luas panen nenas pun semakin meningkat dari tahun ke tahun.
Beberapa penyebab dapat melatarbelakangi luas lahan panenan nenas
Indonesia yang terus menurun dari tahun ke tahun yang pertama adalah terjadinya
alih fungsi lahan dari lahan pertanian menjadi lahan industri. Semakin
berkembangnya bisnis di sektor industri dan properti dapat membuat lahan-lahan
yang pada mulanya digunakan untuk bertani nenas dialih fungsikan menjadi lahan
industri dan perumahan. Penyebab kedua yang dapat menyebabkan penurunan
luas panen nenas adalah banyaknya lahan pertanian nenas yang belum dipakai.
Hal ini dapat terjadi karena belum adanya modal untuk bertani nenas, sehingga
para petani membiarkan lahannya menjadi lahan tidur. Penyebab yang terakhir
adalah para petani nenas sudah berganti komoditasnya dari yang awalnya bertani
nenas menjadi bertani komoditas lain. Hal ini mengindikasikan ada berbagai
masalah yang menyebabkan petani nenas berganti komoditas bertaninya. Salah
satu masalah yang dihadapi para petani nenas adalah produktivitas nenas yang
masih rendah dan terus menurun seperti yang disajikan pada Tabel 3.
2013 119.11
2014 117.53 - 1.33
2015 117.71 - 0.15
2016 106.85 - 9.23
Sumber : Kementerian Pertanian (2017)
menjadi 106.85 ton/ha. Penurunan produktivitas ini tentu dapat berdampak pada
kualitas buah dan kontinuitas jumlah pasokan pemasaran buah yang tidak dapat
terpenuhi. Hal ini mengindikasikan bahwa petani nenas dalam bertani sering
dihadapkan pada masalah risiko, utamanya risiko produksi dan ketidakpastian
harga hasil produksi (risiko harga). Oleh karena itu perlu dilakukan pengkajian
lebih lanjut mengenai faktor-faktor apa saja yang memengaruhi risiko produksi
pada komoditas nenas agar petani nenas mengetahui risiko-risiko apa saja yang
dapat memengaruhi produksi nenas guna mencapai tujuan meningkatkan produksi
nenas dalam negeri (Kementan 2017).
Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi komoditas
buah-buahan yang ada di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh kondisi tanah yang
subur dan cuaca yang mendukung proses budidaya buah-buahan itu sendiri.
Kabupaten Bogor merupakan salah satu daerah sentra utama buah nenas di
Provinsi Jawa Barat yang berusaha meningkatkan produksi dan nilai tambah
nenas agar dapat meningkatkan pendapatan daerah pada khususnya dan
meningkatkan kontribusi pertanian terhadap perekonomian nasional pada
umumnya. Kecamatan Tamansari adalah kecamatan kedua dengan tingkat
produksi nenas tertinggi di Kabupaten Bogor.
Rumusan Masalah
2013 95 015
2014 149 814 57.67
2015 187 555 25.19
2016 209 348 11.62
Sumber : Kementerian Pertanian (2017)
Pada Tabel 4 dapat dilihat terus meningkatnya produksi nenas Jawa Barat
yaitu 95 015 ton (2013), 149 814 ton (2014), 187 555 ton (2015), dan 209 348 ton
(2016). Kabupaten Bogor menjadi kabupaten di Jawa Barat yang menjadikan
komoditas nenas sebagai komoditas unggulannya. Hal tersebut dapat dilihat dari
jumlah pohon komoditas buah-buahan yang ada di Kabupaten Bogor yang
disajikan pada Tabel 5.
4
Tabel 6 Data produksi, jumlah pohon, dan produktivitas nenas di tujuh kecamatan
di Kabupaten Bogor tahun 2016
Kecamatan Produksi (Kg) Jumlah Pohon Produktivitas (Kg/pohon)
Dramaga 2100 164 12.80
Tamansari 225100 62476 3.60
Cigombong 9600 6258 1.53
Caringin 8200 3500 2.34
Sukamakmur 4900 2300 2.13
Cijeruk 1220100 80000 15.25
Rancabungur 20500 1500 13.67
Sumber : Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Kabupaten Bogor (2017)
Tujuan Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
sumber yang berasal dari faktor eksternal seperti cuaca serta adanya serangan
hama penyakit. Menurut Fufa dan Hassan (2003) pengaruh gangguan stokastik
alam dari kegiatan produksi pertanian menjadi sumber utama risiko produksi.
Akan tetapi variasi pada hasil panen suatu produksi pertanian tidak hanya
dijelaskan oleh faktor di luar kendali petani seperti harga input dan output, tetapi
juga faktor yang dapat dikendalikan oleh petani seperti alokasi pada penggunaan
input produksi (Just dan Pope 1979; Antle 1983 dalam Fufa dan Hassan 2003).
Hal ini dapat dipahami karena memang dalam melakukan usahatani atau
budidaya komoditas pertanian khsususnya pasti dipengaruhi oleh adanya beberapa
faktor, baik itu faktor yang berasal dari luar (eksternal) seperti pengaruh cuaca
atau faktor yang berasal dari dalam (internal). Salah satu model yang dapat
digunakan untuk menghitung fungsi produksi dan fungsi risiko secara bersamaan
adalah model risiko produksi Just and Pope. Penelitian Aldila (2013) dalam
menganalisis risiko produksi jagung manis, Lesmana (2013) dalam menganalisis
risiko produksi dan risiko harga tomat, dan Puspitasari (2011) untuk analisis risiko
produksi mentimun menggunakan fungsi risiko produksi Just and Pope untuk
mengetahui pengaruh alokasi penggunaan input terhadap hasil produksi rata-rata
dan variasi hasil produksi, sehingga dapat diketahui faktor produksi yang menjadi
pengurang risiko produksi (Risk Reducing Factor) atau menjadi penyebab
meningkatnya risiko produksi (Risk Inducing Factor). Sedangkan penelitian yang
dilakukan oleh Pratiwi (2011) dalam menganalisis risiko produksi caisin,
Fariyanti et al. (2007) dalam menganalisis risiko produksi kentang dan kubis, dan
Fariyanti (2008) yang menganalisis risiko produksi kentang menggunakan fungsi
produksi dan fungsi risiko dengan metode GARCH.
Penelitian yang dilakukan Aldila (2013), Lesmana (2013), Puspitasari
(2011), Pratiwi (2011), dan Fariyanti et al. (2007) yang menganalisis mengenai
faktor-faktor produksi yang memengaruhi risiko produksi memberikan hasil yang
berbeda-beda dan tidak dapat disimpulkan untuk secara keseluruhan, persamaan
pada penelitian tersebut hanya terletak dimana peningkatan penggunaan tenaga
kerja ternyata dapat menurunkan risiko. Selain penggunaan input tenaga kerja,
penggunaan input seperti pupuk kandang, pupuk daun, pestisida, pupuk NPK,
pupuk phonska, pupuk TSP, furadan, dan bibit dapat menjadi faktor yang
menimbulkan risiko ataupun yang mengurangi risiko tergantung kepada
komoditas yang diteliti oleh peneliti tersebut. Sebagai contoh lain penelitian yang
dilakukan oleh Fariyanti et al. (2007) memberikan hasil yang berbeda untuk
faktor produksi yang memengaruhi risiko produksi usahatani kentang dan kubis di
Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung, dimana pada petani yang
melakukan usatahani kentang luas lahan dan penggunaan obat-obatan menjadi
faktor yang dapat menurunkan risiko sedangkan pada petani yang melakukan
usahatani kubis faktor luas lahan dan penggunaan obat-obatan justru menjadi
faktor yang meningkatkan risiko.
Penelitian ini akan menganalisis mengenai bagaimana pengaruh faktor-
faktor produksi (input produksi) terhadap produksi rata-rata dan risiko produksi.
Penelitian ini menggunakan model risiko Just and Pope seperti Penelitian Aldila
(2013), Lesmana (2013), dan Puspitasari (2011). Perbedaan penelitian ini dengan
penelitian sebelumnya adalah komoditas yang diteliti serta lokasi yang menjadi
tempat penelitian, dimana penelitian ini menganalisis faktor-faktor produksi yang
memengaruhi risiko produksi nenas di Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor.
8
KERANGKA PEMIKIRAN
Teori Produksi
Y = b0X1b1X2b2X3b3,…..,Xnbneu
Dimana:
Y = variabel dependen (variabel yang dijelaskan)
X = variabel independen (variabel yang menjelaskan)
bn = besaran yang akan diduga
u = kesalahan (distrubance term)
e = logaritma natural (e=2,718)
10
q = f(x) + h(x)e
dimana:
q = Hasil produksi yang dihasilkan (output)
f(x) = Fungsi produksi rata-rata
h(x) = Fungsi varian (fungsi risiko)
x = Input atau faktor produksi yang digunakan
e = Komponen error
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan data yang berasal dari data primer dan data
sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari sumber atau
objek penelitian melalui wawancara. Sumber atau objek penelitian pada penelitian
ini di antaranya adalah para petani nenas, penyuluh pertanian, perangkat desa,
dinas terkait yang mewakili pemerintah untuk mengetahui keadaan umum lokasi
usaha, proses produksi, penanganan produk, dan sumber risiko serta penggunaan
faktor produksi yang dapat menimbulkan risiko yang dihadapi dalam
melaksanakan usahatani nenas di Kecamatan Tamansari. Data primer yang
dikumpulkan meliputi karakteristik rumah tangga petani nenas, penguasaan lahan
usahatani, input, dan output dari usahatani yang dilaksanakan.
Data sekunder merupakan data yang diterbitkan yang dapat digunakan
kembali untuk tujuan penelitian. Data sekunder yang digunakan diantaranya data
monografi wilayah desa yang diperoleh dari Kantor Kecamatan Tamansari, serta
literatur terkait yang digunakan dalam penelitian yang diperoleh dari berbagai
sumber, seperti publikasi yang diterbitkan oleh Departemen pertanian, Dinas
pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Bogor, Badan Pusat Statistik, dan
perpustakaan IPB. Selain itu juga digunakan data ataupun pustaka yang diperoleh
dari buku, jurnal, maupun berbagai penelitian yang telah dilakukan sebelumnya.
Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif pada penelitian ini menjelaskan mengenai karakteristik
petani nenas yang menjadi responden seperti usia, tingkat pendidikan,
pengalaman, dan karakteristik lainnya. Selain itu, digunakan juga sebagai alat
untuk melakukan analisis terhadap keragaan usahatani petani nenas yang menjadi
responden dalam hal proses budidaya, penggunaan input, serta kegiatan lain yang
berhubungan dengan usahatani nenas petani responden. Metode analisis deskriptif
ini dilakukan dengan cara observasi, wawancara dan diskusi dengan petani.
Fungsi Produktivitas:
LnYi = β0 + β1LnX1i + β2LnX2i + β3LnX3i + β4LnX4i + β5LnX5i + ε
Variance Produktivitas :
σ2Yi = ( Yi - Ŷi )2
Dimana:
Y = Produktivitas nenas aktual (ton/ha)
Ŷ = Produktivitas nenas dugaan (ton/ha)
X1 = Jumlah bibit yang digunakan per musim tanam (buah/ha)
X2 = Jumlah pupuk kandang yang digunakan per musim tanam (kg/ha)
X3 = Jumlah pupuk kimia yang digunakan per musim tanam (kg/ha)
X4 = Jumlah obat-obatan yang digunakan per musim tanam (liter/ha)
X5 = Jumlah tenaga kerja yang digunakan per musim tanam (HOK/ha)
2
σ Y = Varians produktivitas nenas
β0, θ0 = Konstanta
β1,..,β5= Koefisien parameter dugaan X1,X2, …, X5
θ1,..,θ5 = Koefisien parameter dugaan X1,X2, …, X5
ε = error
i = petani responden
Hipotesis
1. Hipotesis Untuk Fungsi Produktivitas
Hipotesis yang digunakan sebagai dasar pertimbangan adalah bahwa semua
faktor produksi berpengaruh positif terhadap rata-rata hasil produksi nenas.
Adapun penjelasan hipotesis tersebut adalah :
a. Penggunaan bibit (X1)
β1 > 0, menunjukkan bahwa peningkatan penggunaan bibit akan meningkatkan
produktivitas nenas.
b. Penggunaan pupuk kandang (X2)
β2 > 0, menunjukkan bahwa peningkatan penggunaan pupuk kandang akan
meningkatkan produktivitas nenas.
c. Penggunaan pupuk kimia (X3)
β3 > 0, menunjukkan bahwa peningkatan penggunaan pupuk kima akan
meningkatkan produktivitas nenas.
d. Penggunaan obat-obatan (X4)
β4 > 0, menunjukkan bahwa peningkatan penggunaan obat-obatan akan
meningkatkan produktivitas nenas.
e. Penggunaan tenaga kerja (X5)
β5 > 0, menunjukkan bahwa peningkatan penggunaan tenaga kerja akan
meningkatkan produktivitas nenas.
17
Hipotesis :
H0 : Residual didistribusikan secara normal
H1 : Residual didistribusikan dengan distribusi selain normal
Kriteria Uji :
Terima H0 jika P-Value > α. Hal ini berarti residual didistribusikan secara
normal.
2. Uji Autokorelasi
Asumsi autokorelasi juga sangat penting untuk mendapatkan asumsi
BLUE yang tidak terdapat autokorelasi (no autocorrelation) antar residual.
Asumsi ini penting jika data yang digunakan untuk model berbentuk time
18
Hipotesis :
H0 : Tidak Terdapat Autokorelasi
H1 : Ada Autokorelasi
Kriteria Uji :
Terima H0 jika Prob chi-square pada output Breuch-Godfrey Serial
Correlation LM Test (P-Value) > α . Hal ini berarti tidak terdapat
autukorelasi.
3. Uji Multikolinieritas
Model regresi yang mempunyai lebih dari dua variabel independen
sering ada masalah multikolinearitas, yaitu kondisi dimana terdapat
hubungan linier diantara masing-masing variabel independent. Hal ini dapat
di deteksi dengan melihat nilai Variable Inflation Factor (VIF). Ketika
setiap variabel nilainya lebih dari 10 maka dapat disimpulkan terdapat
multikolinearitas.
4. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas digunakan untuk melihat adanya
ketidaksamaan varians dari residual apakah konstan atau tidak. Jika terdapat
perbedaan mengindikasikan bahwa terdapat pelanggaran terhadap asumsi ini
yang disebut heteroskedastisitas (Hakim 2014). Menguji ada atau tidaknya
heteroskedastisitas dapat menggunakan uji white.
Hipotesis :
H0 : Varians residual homoskedastik (tidak ada heteroskedastisitas)
H1 : Varians residual heteroskedastik (Ada Heteroskedastisitas)
Kriteria uji :
Terima H0 jika Prob chi-square pada output White Heteroscedasticity Test
(P-Value) > α . Hal ini berarti varians residual homoskedastik atau uji yang
dilakukan menunjukkan bahwa tidak terdapat heteroskedastisitas.
Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis dilakukan untuk melihat tingkat akurasi atau tingkat
kesesuaian model dalam memprediksi variabel dependent. Pengujian hipotesis
dilakukan dengan melihat nilai koefisien determinasi (R2), uji signifikansi model
dugaan, dan uji signifikansi variabel.
1. Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi (R2) digunakan sebagai alat ukur tingkat
kesesuaian (goodness of fit) model dugaan dan untuk mengetahui variance
produktivitas dapat dijelaskan oleh variabel independen yang masuk
kedalam model. Nilai R2 maksimal bernilai 1 dan minimal bernilai 0. Nilai
R2 menunjukkan seberapa besar keragaman produksi dapat dijelaskan oleh
variabel independen yang dipilih, dan sisanya (1-R2) dijelaskan oleh
19
b) Statistik Uji F
Dimana:
R2 = Koefisien determinasi
k = Jumlah variabel bebas
n = Jumlah sampel
c) Kriteria Uji
Kriteria uji dengan membandingkan nilai F-hitung dengan nilai sebaran F
pada tabel:
Jika tidak menggunakan tabel maka dapat dilihat nilai P dengan kriteria uji
sebagai berikut:
Apabila Fhitung > F(k-1, n-k) atau P-value < α maka secara bersama-
sama variabel bebas dalam kegiatan produksi mempunyai pengaruh yang
nyata terhadap hasil produksi atau variance produktivitas. Sedangkan
apabila Fhitung < F(k-1, n-k) atau P-value > α maka secara bersama-sama
variabel bebas atau faktor produksi tersebut tidak berpengaruh secara nyata
terhadap hasil produksi atau variance produktivitas.
3. Uji signifikansi variabel
Uji signifikansi variabel digunakan untuk mengetahui variabel bebas
yang berpengaruh nyata terhadap variabel dependen. Uji yang digunakan
yaitu uji T (Gujarati dan Porter, 2010). Prosedur uji signifikansi variabel
sebagai berikut:
a) Hipotesis
Pengujian fungsi produksi rata-rata:
H0 : βi = 0 , i = 1,2,3,...,5
H1 : βi ≠ 0
b) Statistik Uji T
Dimana:
bi = Koefisien regresi untuk variabel Xi
StDev = Standar deviasi dari bi
c) Kriteria Uji
Kriteria uji dengan membandingkan nilai T-hitung dengan nilai
sebaran T pada tabel:
Dimana:
n = jumlah sampel
k = jumlah variabel bebas
Jika tidak menggunakan tabel maka dapat dilihat nilai P dengan kriteria uji
sebagai berikut:
P-value < α , maka tolak H0
P-value > α , maka terima H0
Definisi Operasional
1. Produktivitas (Y) adalah jumlah total panen nenas yang dihitung dalam
satuan buah per hektar selama satu periode tanam.
2. Bibit (X1) adalah jumlah bibit yang digunakan untuk melakukan proses
usahatani nenas yang dihitung dalam satuan buah per hektar selama satu
periode tanam.
3. Pupuk kandang (X2) adalah jumlah pupuk kandang yang digunakan untuk
melakukan proses usahatani nenas yang dihitung dalam satuan kilogram per
hektar selama satu periode tanam.
4. Pupuk kimia (X3) adalah jumlah pupuk kimia yang digunakan untuk
melakukan proses usahatani nenas yang dihitung dalam satuan kilogram per
hektar selama satu periode tanam.
5. Obat-obatan (X4) adalah jumlah obat-obatan yang digunakan untuk
melakukan proses usahatani nenas yang dihitung dalam satuan kilogram per
hektar selama satu periode tanam.
6. Tenaga kerja (X5) adalah jumlah tenaga kerja yang digunakan untuk
melakukan proses usahatani nenas yang dihitung dalam satuan hari orang
kerja (HOK) per hektar selama satu periode tanam.
Karakteristik Wilayah
Tabel 7 Luas dan pola pemanfaatan lahan di Kecamatan Tamansari tahun 2017
No Pemanfaatan Luas lahan (Ha)
1 Pemukiman -
2 Sawah 981.84
3 Darat 237.78
4 Perkebunan 1610.75
5 Pertanian -
6 Rawa 35
7 Hutan -
Lain-lain 8.60
Sumber: Data Monografi Kecamatan Tamansari Tahun 2017
Usia
Petani responden yang berjumlah 35 orang memiliki usia yang berbeda-beda
antara 18 tahun hingga 81 tahun untuk usia petani responden yag paling tua.
Sebaran usia petani responden nenas di Kecamatan Tamansari dapat dibagi
menjadi empat kategori, yaitu dewasa atau produktif (18 – 45 tahun), pertengahan
(45 – 59 tahun), lanjut usia (60 – 70 tahun), sangat tua (71 – 90 tahun). Sebaran
usia petani nenas responden ditunjukkan di Tabel 8.
Tabel 8 Sebaran usia petani responden
No Usia (tahun) Jumlah (orang) Persentase (%)
1 18 - 45 16 45.71
2 46 - 59 7 20.00
3 60 - 70 10 28.57
4 71 - 90 2 5.71
Mayoritas petani responden berada pada usia produktif yaitu sebesar 45.71
persen. Rentang usia ini dikatakan produktif karena pada rentang usia ini petani
23
sedang ada pada masa masih adanya semangat untuk bertani serta secara fisik juga
masih dapat dikatakan baik. Petani dengan rentang usia 46 – 59 di kategorikan
pada masa pertengahan yaitu dimana kondisi fisik sudah mulai menurun. Terdapat
20 persen petani responden yang termasuk dalam rentang usia ini. Petani dengan
rentang usia antara 60 - 70 dan diatas 71 tahun juga masih ditemui di Kecamatan
Tamansari, hal ini juga ditunjukkan berdasarkan data sebaran usia responden
bahwa masih ada total 34.28 persen responden yang berada pada rentang usia
tersebut. Pada rentang usia tersebut seharusnya para petani sudah mewariskan
lahan dan ilmu budidaya kepada anak-anaknya untuk dikelola. Berdasarkan
wawancara langsung dengan beberapa petani alasan mereka masih aktif bertani
selain karena minat generasi muda untuk bertani semakin sedikit adalah karena
tuntutan ekonomi dan secara fisik masih merasa mampu.
Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan petani responden rata-rata masih dibawah Sekolah
Menengah Pertama (SMP) dengan persentase mencapai 88.57 persen bahkan tidak
didapatkan petani responden yang memiliki tingkat pendidikan setara Sekolah
Menengah Atas (SMA). Tingkat pendidikan petani responden yang paling banyak
adalah lulusan Sekolah Dasar (SD) yaitu sebesar 54.28 persen. Berdasarkan hasil
wawancara dengan petani responden penyebab pendidikannya yang rendah adalah
keadaan finansial pada saat berada di masa sekolah memang tidak memungkinkan
untuk melanjutkan pendidikan sehingga lebih memilih untuk membantu orangtua
menjadi pembudidaya nenas. Petani responden yang memiliki tingkat pendidikan
setara dengan Sekolah Menengah Pertama (SMP) hanya 11.43 persen saja. Tabel
9 menunjukkan sebaran tingkat pendidikan petani responden nenas di Kecamatan
Tamansari.
Pekerjaan Utama
Petani nenas di Kecamatan Tamansari sebagian besar menjadikan kegiatan
bertani sebagai pekerjaan utama. Berdasarkan wawancara yang dilakukan,
sebagian besar petani rsponden yang memang sudah lama menjadi petani merasa
penghasilan dari bertani sudah cukup untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari.
Sebanyak 97.14 persen petani responden menjadikan kegiatan budidaya sebagai
pekerjaan utamanya. Disisi lain berdasarkan data yang diphasil wawancara petani
responden yang mempunyai pekerjaan utama diluar usahatani nenas ternyata
memiliki lahan yang tidak luas, sehingga hal ini dapat dipahami bahwa
pendapatan dari menjalankan budidaya nenas dirasa masih kurang sehingga
melaksanakan kegiatan atau pekerjaan lainnya. Sebaran perkejaan utama petani
responden nenas di Kecamatan Tamansari dapat dilihat pada Tabel 10.
Pengalaman Usahatani
Kemampuan dalam budidaya nenas tidak bisa dipisahkan karena adanya
pengalaman dari setiap petani. Petani yang telah memiliki pengalaman bertani
yang cukup lama tentunya sudah cukup banyak mengalami suka maupun duka
dalam melaksanakan usahatani nenas. Sehingga sudah banyak belajar mengenai
teknik budidaya yang tentunya meningkatkan keterampilan dalam hal mengatasi
masalah-masalah yang seringkali muncul, maupun kemampuan dalam hal
pemasaran nenas itu sendiri. Tabel 11 menunjukkan pengalaman petani responden
dalam membudidayakan nenas.
Menurut hasil wawancara yang terdapat pada Tabel 13 dapat dilihat bahwa
petani responden yang melakukan usahatani nenas sebagian besar menggunakan
lahan miliknya yaitu sebanyak 82.86 persen responden. Hal ini dapat dipahami
bahwa sebagian besar petani adalah warga Kecamatan Tamansari yang sudah
turun temurun tinggal di Kecamatan tersebut serta melaksanakan kegiatan
usahatani secara turun temurun. Hal ini mengakibatkan sebagian besar petani
26
Sumber Modal
Modal merupakan salah satu faktor penting dalam suatu kegiatan usahatani.
Berjalannya proses budidaya, adanya input, serta kebutuhan lainnya tentunya
memerlukan modal baik itu secara materi ataupun tenaga kerja. Petani responden
nenas di Kecamatan Tamansari sebagian besar menggunakan modal sendiri dalam
membiayai kegiatan usahatani yang dijalankannya. Sebanyak 88.57 persen
27
lain, banyak petani yang beralasan secara terus menerus menanam nenas meski
mengetahui bahwa melaksanakan usahatani nenas memiliki risiko yang cukup
tinggi karena menganggap mengganti komoditas yang ditanam justru akan lebih
beresiko karena belum terlalu memahami usahatani komoditas tersebut.
Petani yang menyatakan tidak terlalu menghiraukan ada atau tidak risiko
yang dijalaninya yaitu 14.29 persen. Petani responden beralasan bahwa sudah
menjadi risiko atau konsekuensi atas keputusannya melaksanakan kegiatan
usahatani nenas. Petani tersebut juga beralasan bahwa setiap komoditas pertanian
yang dibudidayakan tidak terlepas dari adanya risiko produksi. Sehingga beberapa
petani tersebut tidak terlalu mengkhawatirkan adanya risiko tersebut dan
menjalani saja pekerjaan yang menjadi sumber penghidupannya.
masing-masing petani. Jarak antar bedeng terkecil adalah sebesar 50 cm dan yang
terbesar adalah sebesar 90 cm, sedangkan jarak dalam baris terkecil adalah 25 cm
dan jarak dalam baris terbesar adalah sebesar 35 cm.
tanaman sudah menutupi permukaan tanah. Oleh karena itu konservasi air tanah
perlu dilakukan melalui pengendalian gulma, penggunaan populasi tanam yang
optimum sehingga dapat mengurangi evaporasi. Selain dari penyiangan dan
pengairan juga ada penjarangan anakan yang berfungsi agar buah yang dihasilkan
dapat berukuran besar dan mutunya bagus. Penjarangan anakan dilakukan dengan
mengatur jumlah anakan maksimal 2 anakan dalam setiap rumpun.
4. Pemanenan
Kurun waktu panen nenas berbeda-beda, tergantung pada varietas dan
macam bibit yang digunakan. Para petani nenas di Kecamatan Tamansari biasanya
dalam kurun waktu satu tahun mengalami masa panen besar tiga kali dalam
setahun. Saat buah satu sudah cukup tua dan berwarna kuning, maka terdapat
buah lainnya yang masih berwarna hijau. Waktu panen yang tidak bersamaan ini
menjadikan petani harus kembali ke kebun untuk memetik buah yang akan
matang seminggu hingga dua minggu kemudian. Selama kurun waktu satu tahun,
petani rata-rata mengalami panen 6 sampai 12 kali. Petani memiliki kebiasaan
yang berbeda dalam saat melakukan panen. Komoditi layak panen dapat dilihat
dengan dua cara, yaitu berdasarkan warna buah dan bentuk tangkai. Bila dilihat
dari tangkai buah, tangkai yang sudah terlihat memiliki keriput menandakan
bahwa buah nenas sudah cukup tua. Berdasarkan warna buah, maka buah nenas
yang dipanen seharusnya berwarna kuning karena buah nenas yang berwarna
demikian menandakan bahwa buah sudah matang sepenuhnya. Walaupun terdapat
perbedaan pendapat mengenai kriteria nenas layak panen, tetapi umumnya petani
nenas di Kecamatan Tamansari memiliki kebiasaan yang sama, yaitu memanen
buah nenas beserta tangkai nenas yang terdapat di bagian bawah nenas. Bagi
petani responden, nenas yang bertangkai merupakan identitas dari nenas bogor
sehingga petani terus memanen nenas beserta tangkai buah.
Pemanenan merupakan kegiatan rutin yang dilakukan tiap tahunnya.
Meskipun kegiatan ini mudah dilakukan tetapi memiliki upah kerja yang berbeda
dari kegiatan lainnya. Menurut informasi beberapa petani, upah tenaga kerja saat
panen dapat mencapai Rp 50 000 per hari kerja, tetapi menurut beberapa petani
lainnya, upah tenaga kerja saat panen memiliki besaran yang sama dengan upah
pada kegiatan lainnya, yaitu kurang lebih Rp 30 000 hingga Rp 40 000 per hari.
Perbedaan ini berdasarkan pendapat salah satu informan bahwa pada beberapa
kasus, petani yang mempekerjakan TKLK laki-laki akan cenderung melakukan
pemanenan dalam satu hari sehingga waktu kerja dalam sehari lima jam sehari
berubah menjadi 7 sampai 9 sehari.
hama dan penyakit terutama penyakit sistemik. Nenas dapat diperbanyak secara
konvesional maupun secara in-vitro. Perbanyakan konvesional dilakukan dengan
cara generative maupun vegetatif. Perbanyakan generative biasanya dilakukan
untuk tujuan pemuliaan. Nenas mempunyai sifat self incompatible, yaitu polen
tidak dapat berfungsi jika terjadi penyerbukan sendiri sehingga tidak terbentuk
biji, biji hanya terbentuk apabila terjadi penyerbukan di antara tanaman yang
berbeda.
Perbanyakan nenas secara vegetatif dapat dilakukan melalui tunas anakan,
slip (tunas dasar buah), tunas mahkota, dan mahkota. Masing-masing jenis tunas
tersebut mempunyai karakteristik spesifik tersendiri. Perbanyakan yang umum
dipilih oleh petani nenas di Kecamatan Tamansari adalah perbanyakan secara
vegetatif. Biasanya petani menggunakan bibit dari tunas anakan, karena ukuran
tunas lebih besar sehingga dapat lebih cepat dipacu pembungaannya. Cara
perbanyakan dengan menggunakan tunas ditujukan untuk varietas nenas yang
memiliki jumlah anakan dan slip banyak. Keuntungan perbanyakan ini adalah
dalam waktu yang sama ukuran bibit yang dihasilkan lebih besar dibandingkan
dengan cara stek batang, tetapi kekurangannya adalah jumlah bibit yang
dihasilkan lebih sedikit.
A B
C D
Gambar 4 Jenis bibit tanaman nenas; tunas anakan (A), slip (B), tunas mahkota
(C), mahkota (D)
Untuk menghasilkan buah yang berkualitas dan produksi yang banyak, bibit
yang digunakan adalah bibit yang diambil dari pohon induk dengan usia minimal
12 bulan dan sudah panen sebanyak satu kali, karena biasanya setelah masa panen
satu kali tanaman nenas mengeluarkan tunas. Kebutuhan bibit petani nenas di
Kecamatan Tamansari dapat dipenuhi dengan beberapa cara, yaitu dari anakan
yang tumbuh dari tanaman nenas milik sendiri, membeli, atau meminta bibit yang
dimiliki petani lain. Pada tahun 2017, harga jual bibit di Kecamatan Tamansari
dapat mencapai Rp 1 000 per bibit. Pada umumya petani tidak memiliki masalah
dalam mengakses bibit karena bibit mudah didapatkan dan harga jual bibit
cenderung murah bahkan kadang tidak membutuhkan biaya. Hal ini terjadi karena
32
petani memiliki hubungan yang baik dengan warga desa sekitar sehingga untuk
memperoleh bibit terkadang petani hanya perlu meminta bibit dari tetangga
sehingga mengurangi biaya pembelian.
2. Lahan
Lahan merupakan faktor produksi yang berfungsi sebagai tempat budidaya
nenas. Sebagian besar lahan yang digarap petani responden adalah lahan milik
sendiri sehingga petani tidak terbebani biaya sewa ataupun pungutan lain. Petani
nenas di Kecamatan Tamansari menggarap lahan dengan tetap memperhatikan
kelestarian lahan dengan melakukan bera setelah periode tanam berakhir agar
lahan tetap produktif. Lokasi tersebut berada di kaki Gunung Salak yakni pada
ketinggian 700 - 800 meter di atas permukaan laut. Tipe lahan di lokasi petani
responden yang tidak rata atau berbukit, membuat petani agak kesulitan di
persiapan lahan dalam budidaya nenas.
3. Pupuk dan obat-obatan
Pupuk dan obat-obatan merupakan input yang penting untuk menjaga
tanaman agar tumbuh optimal. Meskipun begitu, tidak semua petani nenas di
Kecamatan Tamansari menggunakan obat-obatan. Dari total responden sebanyak
35 orang, sebanyak 12 petani responden atau 34.28 persen petani hanya
menggunakan pupuk kandang, sedangkan petani responden yang menggunakan
pupuk kandang juga pupuk kimia ada 5 orang atau 14.29 persen. Tidak ada petani
responden yang menggunakan pupuk kandang, pupuk kimia, serta obat-obatan
dalam satu periode tanam sekaligus. Ada 8 orang atau 22.86 persen petani yang
menggunakan pupuk kimia dan obat-obatan tanpa pemberian pupuk kandang,
bahkan ada 1 orang petani responden yang tidak memeberikan pupuk kandang,
pupuk kimia, ataupun obat-obatan pada tanaman nenasnya.
Pupuk kandang yang digunakan petani nenas di Kecamatan Tamansari dapat
diperoleh dengan cara membeli, meminta pupuk pada warga desa yang memiliki
kandang, atau menggunakan kotoran ternak yang berasal dari kandang milik
sendiri. Pupuk kandang yang selalu tersedia menyebabkan petani tidak merasakan
kesulitan untuk mengakses input ini, tetapi keterbatasan modal menjadi halangan
utama bagi petani dalam membeli pupuk terutama pupuk kimia. Selain itu opini
mengenai nenas yang dapat berkembang baik walaupun tidak diberi pupuk juga
mendukung petani untuk tidak melakukan pemupukan.
4. Tenaga Kerja
Kegiatan budidaya komoditas pertanian dalam hal ini nenas di Kecamatan
Tamansari selalu membutuhkan tenaga kerja. Tenaga kerja bertindak sebagai
pelaku usahatani serta sebagai pengambil keputusan sehingga tenaga dan
kemampuan dalam melakukan manajemen terhadap sumberdaya lain. Tenaga
kerja yang digunakan dalam usahatani nenas dibagi menjadi dua jenis, yaitu
Tenaga Kerja Dalam Keluarga (TKDK) dan Tenaga Kerja Luar Keluarga
(TKLK). Baik TKDK dan TKLK dibagi lagi menjadi dua kategori berdasarkan
jenis kelamin, yaitu tenaga kerja laki-laki dan tenaga kerja perempuan. Perbedaan
dilakukan berdasarkan kemampuan dan tingkat upah yang dibayarkan pada
masing-masing tenaga kerja. Pada tenaga kerja laki-laki, biasanya kegiatan yang
yang dilakukan adalah berupa pengolahan lahan seperti mencangkul (clearing
land). Sedangkan tenaga kerja perempuan bertugas untuk untuk melakukan
pekerjaan yang lebih ringan seperti pembersihan rumput dan pemupukan. Upah
tenaga kerja laki-laki berkisar antara Rp 25 000 hingga Rp 35 000 per hari kerja,
33
sedangkan tenaga kerja perempuan sebesar Rp 20 000 per hari kerja dengan waktu
kerja yang sama, yaitu sejak jam 7 hingga jam 12 (rata-rata lima jam).
TKLK tersedia pada masing-masing desa karena sebagian masyarakat desa
ada yang berprofesi sebagai buruh tani. Tetapi mahalnya upah serta kemampuan
membayar upah sangat rendah sehingga petani mengandalkan TKDK sebagai
pelaku kegiatan budidaya. Jumlah anggota keluarga yang terlibat dalam usahatani
nenas biasanya sebanyak 1 hingga 2 orang. Semua tenaga kerja laki-laki, baik
berasal dari dalam atau luar keluarga, terlibat dalam setiap tahap budidaya nenas.
Sedangkan tenaga kerja perempuan pada umumnya terlibat pada tahap persiapan
lahan, penanaman, dan pemeliharaan. Adapula sebagian kecil tenaga kerja
perempuan yang terlibat pada tahap pemanenan. Sedangkan untuk tahap
pembibitan biasanya dilakukan oleh tenaga kerja laki-laki. Tingginya penggunaan
tenaga kerja di Kecamatan Tamansari dikarenakan karekteristik lahan yang tidak
datar dan mudah ditumbuhi alang-alang membuat petani harus berusaha lebih
keras untuk mengolah lahannya. Berikut merupakan rata-rata penggunaan tenaga
kerja usahatani nenas di Kecamatan Tamansari yang ditunjukan pada Tabel 17.
Tabel 17 Rata-rata penggunaan tenaga kerja untuk usahatani nenas per Hektar di
Kecamatan Tamansari
Penggunaan Tenaga Kerja
No Kegiatan Usahatani (HOK) Total (HOK)
TKLK TKDK
1 Persiapan lahan 24.37 42.72 67.09
2 Penanaman 8.03 14.08 22.11
3 Pemeliharaan 21.6 37.84 59.44
4 Pemanenan 22.72 39.83 62.55
Total 76.72 134.47 211.19
5. Alat Pertanian
Jenis alat-alat pertanian yang digunakan dalam kegiatan usahatani Nenas di
Kecamatan Tamansari ini meliputi cangkul, kored, golok, garpu dan pikulan.
Cangkul dan garpu digunakan untuk menggemburkan tanah dan membuat selokan
air. Parang digunakan untuk memanen buah nenas dan memotong bibit nenas.
Kored biasanya digunakan untuk menyiangi rumput dan membuat lubang tanam.
Sedangkan golok digunakan untuk membabat atau membuka lahan. Garpu
digunakan juga dalam penggemburan lahan dalam membuat lubang tanam dan
terakhir pikulan dipakai untuk mengangkut hasil panen nenas.
Peralatan tersebut biasanya adalah milik sendiri. Jumlah peralatan tidak
berbanding lurus dengan luas lahan yang dimiliki oleh petani. Hal ini disebabkan
pada saat pengerjaannya petani sudah berpengalaman dalam pemakaian peralatan
pertanian tersebut. Petani di Kecamatan Tamansari tidak selalu membeli alat
pertanian setiap musim tanamnya karena ada beberapa alat yang digunakan untuk
beberapa kali musim tanam.
34
Uji Normalitas
Asumsi normalitas residual diperlukan untuk mendapatkan hasil uji yang
tidak bias, konsisten, dan mempunyai varians-minimum (estimator efisien). Dari
beberapa uji normalitas, uji Jarque-Berra (J-B) merupakan uji yang paling populer
(Hakim 2014). jika χ2uji < χ2tabel atau P-Value > α. Hal ini berarti residual
didistribusikan secara normal.
Berdasarkan hasil uji yang dilakukan didapatkan nilai Probability sebesar
0.540060 untuk fungsi produktivitas, sedangkan nilai Probability 0.530130 untuk
fungsi variance produktivitas. Dari kedua fungsi tersebut menunjukkan bahwa
nilai dari probability kedua persamaan tersebut lebih besar dari α yang ditetapkan
yaitu sebesar 0.10. Berdasarkan hasil uji normalitas pada residual tersebut maka
dapat disimpulkan bahwa residual terdistribusi secara normal.
Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas merupakan uji yang digunakan untuk mengetahui
apakah setiap variabel independen atau variabel bebas yang terdapat pada model
saling berhubungan satu sama lain secara linier atau tidak (Hakim 2014). Adanya
gejala multikolinearitas dapat dilihat dari nilai Variance Inflation Factor (VIF).
Jika nilai VIF yang dihasilkan memiliki nilai melebihi 10 maka dapat disimpulkan
bahwa pada model tersebut terdapat gejala multikolinearitas.
35
Uji Autokorelasi
Asumsi ini penting jika data yang digunakan untuk model berbentuk time
series. Namun tidak menutup kemungkinan model dengan data cross section juga
akan mengalami gejala autocorrelation (Hakim 2014). Terdapatnya gejala
autokorelasi dapat menyebabkan kesalahan sehingga mengakibatkan hasil
estimasi yang tidak tepat pada setiap variabel. Pada penelitian ini dilakukan uji
untuk mendeteksi autocorrelation menggunakan uji LM Test (Breusch-Godfrey).
Berdasarkan hasil uji yang dilakukan menunjukkan tidak terdapat gejala adanya
autokorelasi dikarenakan nilai dari Prob chi-square pada output Breuch-Godfrey
Serial Correlation LM Test (P-Value) > α.
Uji autokorelasi menggunakan uji LM Test (Breusch-Godfrey) untuk fungsi
produktivitas menghasilkan nilai Prob chi-square sebesar 0.0971 yang lebih dari
nilai α yang ditetapkan yaitu 0.05, sehingga dapat disimpulkan tidak terdapat
autokorelasi. Sedangkan untuk uji yang dilakukan terhadap fungsi variance
produktivitas menghasilkan nilai prob chi-square sebesar 0.4560 yang melebihi
nilai α, sehingga dapat disimpulkan tidak terdapat autokorelasi pada kedua
persamaan tersebut.
Uji Heteroskedastisitas
Heteroskedastisitas merupakan ketidaksamaan varians dari residual. Jika
terdapat perbedaan mengindikasikan bahwa terdapat pelanggaran terhadap asumsi
ini yang disebut heteroskedastisitas (Hakim 2014). Menguji ada atau tidaknya
heteroskedastisitas dapat menggunakan uji white. Hasil uji dikatakan tidak
terdapat heteroskedastisitas jika Prob chi-square pada output White
Heteroscedasticity Test (P-Value) > α. Hal ini berarti varians residual
homoskedastik atau uji yang dilakukan menunjukkan bahwa tidak terdapat
heteroskedastisitas.
Berdasarkan uji yang dilakukan pada fungsi produktivitas didapatkan hasil
Prob chi-square sebesar 0.0713 pada output Heteroscedasticity Test: White,
sehingga nilai tersebut lebih dari α yang ditetapkan yaitu 0.05. Sedangkan uji
yang dilakukan pada fungsi variance produktivitas menunjukkan hasil Prob chi-
36
square sebesar 0.5396 yang melebihi nilai α yang ditetapkan. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa pada kedua persamaan yang di uji tersebut tidak terdapat
gejala heteroskedastisitas.
Bibit
Penggunaan bibit pada penelitian ini berpengaruh positif dengan nilai
pendugaan parameter sebesar 0.859842 dan berpengaruh secara signifikan
dikarenakan nilai P-Value yang dihasilkan kurang dari nilai α yang ditetapkan
yaitu 0.1 sedangkan nilai P-Value yang dihasilkan adalah 0.0000. Faktor produksi
bibit memiliki nilai koefisien sebesar 0.859842 yang artinya setiap penambahan
bibit sebanyak 1 persen maka akan menaikkan produktivitas nenas sebanyak
0.859842 persen dengan asumsi variable lainnya tetap (ceteris paribus). P-Value
variable bibit lebih kecil daripada α menunjukkan bahwa penggunaan bibit yang
semakin banyak akan meningkatkan produktivitas nenas secara nyata.
Hal ini sesuai dengan hipotesis awal dimana diduga ketika jumlah bibit yang
digunakan ditambah maka produktivitas pun akan meningkat. Sebagian besar
hasil panen petani responden dijual dengan sistem borongan berdasarkan jumlah,
sehingga jumlah nenas yang semakin banyak dipanen dalam luasan tertentu
dianggap menguntungkan bagi petani. Jumlah tanaman nenas yang banyak tentu
membutuhkan jumlah bibit yang lebih banyak. Hal tersebut tentunya juga harus
memperhatikan jarak tanam ideal untuk tanaman nenas. Menurut Balai Penelitian
Tanaman Buah Tropika (2008), jarak tanam ideal untuk tanaman nenas adalah
80-100 cm x 35-50 cm.
.
Pupuk Kandang
Nilai pendugaan parameter untuk variable pupuk kandang bernilai positif,
yaitu sebesar 0.00814 tetapi tidak berpengaruh nyata atau signifikan terhadap
produktivitas nenas karena nilai signifikansinya lebih dari α. Nilai signifikansi
dari variable pupuk kandang adalah sebesar 0.6195. Nilai koefisien yang positif
memiliki arti bahwa jika pupuk kandang ditingkatkan penggunaannya sebesar satu
persen, maka akan meningkatkan produktivitas sebesar 0.00814 persen dengan
asumsi cateris paribus.
Pupuk kandang dapat meningkatkan produktivitas nenas jika pupuk
kandang tersebut telah dikeringkan atau tidak basah. Hal ini sesuai dengan
penelitian sebelumnya yang menyebutkan bahwa produktivitas akan menurun
ketika pemberian pupuk kandang yang digunakan masih basah atau langsung
diberikan dari kandang ternak ke lahan, karena pupuk kandang yang masih basah
mengandung amoniak yang tidak baik bagi tanaman (Pratiwi 2011). Pupuk
kandang mengandung unsur hara yang tidak termasuk kimia buatan. Penggunaan
pupuk kandang tidak merusak struktur hara tanah. Pupuk kandang akan
memperbaiki struktur hara yang ada pada tanah sehingga kandungan hara yang
dibutuhkan oleh tanaman nenas kembali tersedia.
Pupuk Kimia
Penggunaan pupuk kimia berpengaruh negatif pada produktivitas nenas
akan tetapi tidak berpengaruh nyata atau signifikan. Permyataan tersebut
didapatkan dari hasil pendugaan fungsi produktivitas pada Tabel 18 dimana nilai
pendugaan parameter untuk variable pupuk kimia bernilai negatif 0.001376 dan
38
Obat-obatan
Penggunaan obat-obatan pada tanaman nenas memiliki kesamaan dengan
penggunaan pupuk kimia, yaitu berpengaruh negatif terhadap produktivitas nenas
tetapi tidak berpengaruh nyata atau signifikan. Hal itu dapat dilihat dari nilai
pendugaan parameter variable obat-obatan yang bernilai negatif 0.007211 dan
nilai P-Value sebesar 0.6992. hasil tersebut menunjukkan bahwa peningkatan
pemakaian obat-obatan sebesar satu persen akan menurnkan produktivitas nenas
sebesar 0.007211 persen (cateris paribus).
Obat-obatan yang biasa dipakai petani responden adalah ROUNDUP 486
SL. ROUNDUP 486 SL adalah pestisida dari jenis herbisida yang digunakan
petani untuk mengendalikan berbagai jenis gulma tanaman, bahan aktif dari
herbisida ROUNDUP 486 SL adalah isopropil amina glifosat (glyphosate-
isopropyl ammonium) dengan jumlah takaran 486 g/liter. Herbisida ROUNDUP
486 SL adalah herbisida yang mempunyai sifat sistemik purna tumbuh dan zat
pengatur tumbuh tanaman sehingga herbisida ini mudah diserap oleh tanaman.
Sama halnya seperti pupuk phonska yang dipakai petani responden, pemakaian
ROUNDUP juga memiliki efek samping yang dapat timbul bila pemakaiannya
tidak sesuai dosis dan juga akan mengakibatkan penurunan produktivitas tanaman
nenas.
Tenaga Kerja
Nilai signifikan variable tenaga kerja sebesar 0.7887 yang lebih dari 0.1000
menunjukkan bahwa variabel tenaga kerja tidak berpengaruh nyata terhadap
produktivitas nenas. Hasil pendugaan parameter untuk variabel tenaga kerja
bernilai negative sebesar -0.085335. Nilai ini berarti penambahan tenaga kerja
satu persen akan menurunkan produktivitas nenas sebesar 0.085335 persen.
Penurunan produktivitas nenas yang terjadi apabila penambahan tenaga
kerja mengindikasikan terjadi kelebihan tenaga kerja dalam produksi nenas.
Jumlah tenaga kerja yang dilibatkan dalam produksi nenas perlu disesuaikan
dengan keperluan agar hasil produksi nenas tidak menurun. Tenaga kerja yang
39
bekerja pada produksi nenas cukup banyak dibandingkan dengan lahan yang
dimiliki petani yang terbilang sempit, terutama pada saat kegiatan panen tenaga
kerja akan lebih banyak karena ada penambahan tenaga kerja panen dari
tengkulak yang membeli hasil panen. Hal ini diduga akan merusak anakan nenas
yang akan ditanam kembali untuk periode produksi selanjutnya. Selain itu
kelebihan tenaga kerja dapat mempengaruhi kualitas kerja, yang akan
mengakibatkan turunnya kualitas kerja yang berdampak pada turunnya
produktivitas nenas.
Bibit
Hasil pendugaan parameter untuk variabel bibit adalah positif. Hal ini
berarti semakin banyak bibit yang digunakan maka variance produktivitas akan
meningkat. Variable bibit merupakan faktor penimbul risiko (risk inducing
factor). Koefisien untuk variable bibit adalah 0.751214. Nilai ini memiliki arti
bahwa peningkatan bibit sebanyak satu persen akan meningkatkan variance
produktivitas nenas sebanyak 0.751214 persen dengan asumsi cateris paribus.
Nilai P-Value variabel bibit adalah kurang 0.100, dengan demikian variabel bibit
41
Pupuk Kandang
Pupuk kandang adalah faktor pengurang risiko (risk reducing factor), hal itu
terlihat dari nilai koefisisen untuk variabel pupuk kandang yang bernilai negatif.
Hasil pendugaan parameter untuk variabel pupuk kandang bernilai negatif
0.120664. Nilai ini mempunyai arti bahwa setiap peningkatan penggunaan pupuk
kandang sebesar satu persen, maka akan akan menurunkan varians produktivitas
sebesar 0.120664 persen. Hasil P-Value variabel pupuk kandang yang sebesar
0.1591 pun menunjukkan bahwa pupuk kandang tidak berpengaruh signifikan
pada variasi produktivitas nenas pada taraf nyata 10 persen.
Hasil persamaan fungsi variance produktivitas yang menyatakan bahwa
pupuk kandang sebagai faktor pengurang risiko produksi nenas menandakan
bahwa masih kurangnya penggunaan pupuk kandang oleh petani responden,
sehingga bila petani responden meningkatkan pemakaian pupuk kandang, hal itu
akan berdampak baik yaitu mengurangi risiko produksi nenas walaupun tidak
secara signifikan. Pupuk kandang bermanfaat untuk memperbaiki struktur hara
yang ada pada tanah sehingga kandungan hara yang dibutuhkan oleh tanaman
nenas kembali tersedia.
Pupuk Kimia
Pupuk kimia berpengaruh secara tidak nyata terhadap variance produktivitas
nenas. Ditunjukkan dengan nilai P-Valuenya yang lebih besar dari taraf nyata
sebesar 10 persen, yaitu 0.7654. Hasil pendugaan parameter untuk variabel pupuk
kimia negatif sebesar -0.024494. nilai ini memiliki arti bahwa jika penambahan
pupuk kimia sebesar satu persen, maka akan menurunkan variasi produktivitas
sebesar 0.024494 persen. Hal itu menandakan bahwa variabel pupuk kimia
merupakan faktor pengurang risiko (risk reducing factor). Pada dasarnya pupuk
kimia memiliki kelebihan seperti unsur yang terkandung cepat terurai sehinga
lebih cepat diserap oleh tanaman dan pemupukannya pun relatif mudah.
42
Obat-obatan
Hasil pendugaan parameter untuk variabel obat-obatan berkofoefisien
negatif sebesar -0.001325. nilai ini memiliki arti bahwa jika penambahan obat-
obatan sebesar satu persen, maka akan menurunkan variasi produktivitas sebesar
0.001325 persen. Hasil pendugaan tersebut menandakan bahwa variabel obat-
obatan merupakan faktor pengurang risiko (risk reducing factor), tetapi tidak
berpengaruh secara nyata atau signifikan karena nilai P-Valuenya yang lebih besar
dari taraf nyata 10 persen, yaitu sebesar 0.9809. Obat-obatan yang dipakai petani
responden adalah ROUNDUP 486. ROUNDUP 486 menjadi faktor pengurang
risiko (risk reducing factor), karena bermanfaat untuk membasmi hama yang
dapat mengganggu produktivitas tanaman nenas karena menimbulkan persaingan
dalam penyerapan unsurhara. Kehadiran gulma juga dapat menjadi perantara
tersebarnya hama dan penyakit yang dapat mempengaruhi produktivitas tanaman
nenas petani responden. Walaupun obatan-obatan menjadi faktor pengurang risiko
tetapi tetap harus diperhatikan pemakaiannya karena bila berlebihan juga akan
berdampak buruk bagi tanaman nenas. Cara dan waktu pengaplikasiannya pun
harus benar sehingga dapat bermanfaat secara optimal.
Tenaga Kerja
Tenaga kerja berdasarkan nilai parameter dugaan memiliki tanda positif
sehingga setiap penambahan jumlah tenaga kerja pada usahatani nenas yang
dilakukan petani responden dapat meningkatkan variasi produktivitas nenas itu
sendiri. Nilai koefisien yang diperoleh adalah sebesar 1.670744 yang artinya
setiap penambahan 1 persen jumlah tenaga kerja dapat meningkatkan variasi
produktivitas nenas sebesar 1.670744 persen (ceteris paribus). Pengaruh yang
diakibatkan penambahan jumlah tenaga kerja terhadap variasi produktivitas
cenderung kecil, hal ini dipengaruhi oleh tidak signifikannya variabel tenaga kerja
dimana nilai P-Valuenya sebesar 0.3121 yang melebihi taraf nyata yang
ditetapkan yaitu 10 persen. Namun berdasarkan hasil uji tersebut faktor produksi
tenaga kerja dapat meningkatkan adanya variasi produktivitas sehingga dapat
dikategorikan sebagai faktor yang meningkatkan risiko produksi nenas (risk
inducing factors). Penelitian Nugraha (2011) yang meneliti risiko produksi ayam
broiler menunjukkan hasil yang sama dengan penelitian ini dimana penambahan
penggunaan tenaga kerja ternyata justru meningkatkan risiko. Hal itu dikarenakan
tenaga kerja yang kurang terampil dan tidak disiplin.
Penggunaan tenaga kerja oleh petani responden dengan pengetahuan
pengelolaan risiko yang kurang, maka akan meningkatkan risiko produksi nenas
di Kecamatan Tamansari. Hal ini diduga yang menyebabkan peningkatan tenaga
kerja dapat meningkatkan risiko nenas. Maka diperlukan penyuluhan tentang
pengelolaan risiko khususnya nenas dari pemerintah. Tenaga kerja yang
mengelola produksi nenas di Kecamatan Tamansari mayoritas belum mengetahui
pengelolaan risiko produksi.
43
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2017. PDB Atas Dasar Harga Berlaku Menurut
Lapangan Usaha. Jakarta (ID) : BPS. [diunduh 1 Maret 2018]. Tersedia
pada : https://www.bps.go.id/site/resultTab
[Kementan] Kementerian Pertanian, Ditjen Hortikultura. 2016. Statistik Pertanian
2016: Kementan. [diunduh 2018 Feb 8]. Tersedia pada :
https://aplikasi.pertanian.go.id/bdsp/newlok.asp
Aldila HF. 2013. Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Risiko Produksi
Jagung Manis di Desa Gunung Malang Kecamatan Tenjolaya Kabupaten
Bogor. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Asche F, Tveteras R. 1999. Modeling production risk with a two-step prosedure.
Journal of Agricultural and Resource Economics 24(2):424-439.
Debertin DL. 1986. Agricultural Production Economics. New York : Macmillan
Publishing Company.
Ellis F. 1993. Peasant Economics: Farm Households and Agrarian Development.
2nd ed. New York: Cambridge University.
Fariyanti A. 2008. Pengaruh Ekonomi Rumah Tangga Petani Sayuran dalam
Menghadapi Risiko Produksi dan Harga Produk di Kecamatan Pangalengan
Kabupaten Bandung. [Disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Fariyanti A, Kuntjoro, Haryanto S, Daryanto A. 2007. Pengaruh Risiko Produksi
dan Harga Kentang Terhadap Perilaku Produksi Rumahtangga Petani di
Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung. Jurnal Agribisnis dan
Ekonomi Pertanian. [Internet]. [diunduh 9 November 2017]; 1 (No.1-Juni
2007). Tersedia pada: http://download.portalgaruda.org/article.
Fufa B, Hassan RM. 2003. Stochastic maize production technology and
production risk analysis in Dadar District, East Ethiopia. Journal of
Agricultural Economics 42(2):116-128.
Gujarati DN, Porter DC. 2010. Essentials of Econometrics. 4th ed. New York:
McGraw-Hill
Gani I dan Amalia S. 2015. Alat Analisis Data : Aplikasi Statistik untuk Penelitian
Bidang Ekonomi dan Sosial. Yogyakarta: Penerbit ANDI.
Harwood J, Heifner R, Coble K, Perry J, Somwaru A. 1999. Managing Risk in
Farming: Concepts, Research, and Analysis. U.S: Economic Research
Service.
Hermawan R. 2004. Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi pada Usahatani
Cabe Merah di Kabupaten Bantul. [Tesis]. Jogjakarta (ID): Universitas
Gadjah Mada.
Kamil DS. 2013. Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Produksi dan
Pendapatan Usahatani Kacang Panjang (Studi Kasus Kecamatan Nagrak,
Kabupaten Sukabumi). [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertania Bogor.
Kountur R. 2008. Mudah Memahami Manajemen Risiko Perusahaan. Jakarta:
Penerbit PPM.
Lesmana TA. 2013. Analisis Faktor-Faktor Produksi Yang Memengaruhi Risiko
Produksi Dan Analisis Risiko Harga Tomat Di Desa Gekbrong Kabupaten
Cianjur. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
45
Lipsey RG, Courant PN, Purvis DD, Steiner PO. 1995. Pengantar Mikroekonomi.
Ed ke-10, Jilid 1. Wasana J, Kibrandoko, penerjemah; Jakarta: Binarupa
Aksara.
Nofita I. 2011. Analisis Usahatani Cabai Merah Besar (Capsicum Annum L) di Desa
Andongsari, Kecamatan Ambulu, Kabupaten Jember. [Skripsi]. Jember (ID):
Universitas Jember.
Pratiwi MY. 2011. Analisis Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Risiko Produksi
Caisin Di Desa Citapen Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor. [Skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Puspitasari D. 2011. Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Risiko Produksi
Mentimun (Cucumis sativus L) di Desa Citapen Kecamatan Ciawi
Kabupaten Bogor [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen,
Institut Pertanian Bogor.
Rifqie AS. 2008. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Usahatani
Kubis (Studi Kasus di Desa Cimenyan, Kecamatan Cimenyan, Kabupaten
Bandung). [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertania Bogor.
Robison LJ, Barry PJ. 1987. The Competitive Firm’s Response to Risk. New
York: Macmillan Publishing Company.
Situmeang H. 2011. Analisis risiko produksi cabai merah keriting pada kelompok tani
Pondok Menteng Desa Citapen Kecamatan Ciawi Bogor. [Skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Soekartawi. 2002a. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian: Teori dan Aplikasi.
Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Soekartawi. 2002b. Analisis Usahatani. Jakarta: UI-Press.
Suratiyah K. 2009. Ilmu Usahatani. Jakarta: Penebar Swadaya
Syam, S. 2001. Tantangan dan Peluang Ekspor Nenas. Direktorat Tanaman Buah.
Direktorat Jendral Bina Produksi Holtikultura. Jakarta.
Vose D. 2008. Risk Analysis: A Quantitative guide. West Sussex: John Wiley.
46
LAMPIRAN
47
48
Lampiran 1. Kuesioner
KUESIONER PENELITIAN
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI RISIKO
PRODUKSI NENAS DI KECAMATAN TAMANSARI
KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT
Oleh :
VAHRY QASTHARI (H34164023)
1. Nama : ………………………………….
2. Jenis Kelamin : Laki-laki/Perempuan
3. Umur : …………………………... tahun
4. Pendidikan Terakhir : SD/SMP/SMA/Perguruan Tinggi
5. Pekerjaan Utama : ……………………………...…..
6. Pekerjaan Sampingan : ……………………………...…..
7. Lama Bertani : ……………………….….. tahun
8. No. Handphone : ………………………………….
9. Alamat : ………………………………….
……………………………...…..
SEJARAH PERUSAHAAN
1. Sejak kapan usaha didirikan?
2. Siapa pendiri usaha?
3. Latar belakang didirikannya usaha?
4. Alasan pemilihan lokasi?
5. Pekerjaaan sebelum menjadi pembudidaya?
49
Kegiatan Produksi
1. Komoditas apa saja yang dibududayakan?
2. Berapa lama waktu budidaya nenas hingga panen? (bulan)
3. Berapa periode produksi nenas dalam setahun? (periode)
4. Berapa rata-rata jumlah produksi nenas per periode tanam? (buah / hektar)
5. Berapa jumlah bibit yang digunakan dalam satu periode tanam? (anakan/
hektar)
6. Berapa banyak jumlah pupuk kandang yang dipakai dalam satu periode tanam?
(kg/hektar)
7. Berapa banyak jumlah pupuk kimia yang dipakai dalam satuperiode tanam?
(kg/hektar)
8. Apakah menggunakan obat-obatan tertentu? Berapa banyak? (kg/hektar)
9
9 Series: Residuals
8 Sample 1 35
Observations 35
Series: Residuals
7 8 Sample 1 35
6 Mean 4.10e-15 Observations 35
7 Median 0.065413
5 Maximum 0.813041
6 Minimum -0.729300 Mean 4.10e-15
4 Std. Dev. 0.347160 Median 0.065413
Skewness -0.405682 Maximum 0.813041
3 5 Kurtosis 3.431963
2
Minimum -0.729300
4 Jarque-Bera 1.232152 Std. Dev. 0.347160
1 Probability 0.540060 Skewness -0.405682
3
0 Kurtosis 3.431963
-0.8 -0.6 -0.4 -0.2 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8
2
Jarque-Bera 1.232152
1
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: Probability 0.540060
0
F-statistic
-0.8 -0.6 -0.4 2.075051
-0.2 0.0 Prob.0.2
F(2,27)0.4 0.6 0.8 0.1451
Obs*R-squared 4.663020 Prob. Chi-Square(2) 0.0971
51
Test Equation:
Dependent Variable: RESID
Method: Least Squares
Date: 07/20/18 Time: 18:59
Sample: 1 35
Included observations: 35
Presample missing value lagged residuals set to zero.
Test Equation:
Dependent Variable: RESID^2
Method: Least Squares
Date: 07/20/18 Time: 18:57
Sample: 1 35
Included observations: 35
Test Equation:
Dependent Variable: RESID
53
Test Equation:
Dependent Variable: RESID^2
Method: Least Squares
Date: 07/21/18 Time: 22:24
Sample: 1 35
Included observations: 35
RIWAYAT HIDUP