Anda di halaman 1dari 180

ANALISIS PREFERENSI DAN KEPUASAN KONSUMEN

TERHADAP BERAS DI KECAMATAN MULYOREJO


SURABAYA JAWA TIMUR

Oleh :
Endang Pudji Astuti
A14104065

PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008

RINGKASAN
ENDANG PUDJI ASTUTI. Analisis Preferensi dan Kepuasan Konsumen
Terhadap Beras Di Kecamatan Mulyorejo Surabaya Jawa Timur (Di bawah
bimbingan RITA NURMALINA).
Bustaman (2003) menyatakan bahwa beras sangat penting terkait jumlah
produsen dan konsumennya di Indonesia. Dari sisi produsen, usahatani padi di
Indonesia melibatkan 25,4 juta rumah tangga. Sedangkan dari sisi konsumen,
lebih dari 90 persen penduduk Indonesia mengkonsumsi beras, bahkan 30 persen
dari total pengeluaran rumah tangga miskin dipergunakan untuk membeli beras.
Ini menunjukkan posisi beras yang sangat strategis sebagai penopang ketahanan
pangan di Indonesia, stabilitas ekonomi, dan lapangan kerja.
Konsumsi beras perkapita yang tinggi, disertai jumlah penduduk Indonesia
yang sebagian besar mengkonsumsi beras menyebabkan total konsumsi beras
nasional yang tinggi setiap tahunnya. Bagi negara dengan kebutuhan beras yang
besar seperti Indonesia, bergantung pada pasar impor jelas berisiko.
Perilaku konsumen dalam pembelian bahan pangan terus berkembang.
Peningkatan pendapatan masyarakat mengakibatkan terjadinya tuntutan terhadap
kualitas. Perubahan struktur demografi seperti tingkat pendidikan, pengetahuan,
gaya hidup, teknologi, transportasi, dan komunikasi mempengaruhi preferensi dan
kepuasan konsumen. Sejalan dengan upaya peningkatan produktivitas bagi
pemenuhan kebutuhan, beras yang dihasilkan seharusnya dapat memenuhi
keinginan konsumen yang terus berkembang seiring berjalannya waktu.
Konsumen beras terdiri dari beragam kelas sosial, baik ditinjau dari
pekerjaan, pendapatan, kekayaan, dan variabel kelas sosial lainnya. Menurut
Selamet (2003), kelas sosial sangat berpengaruh terhadap perbedaan sikap serta
tindakan yang diambil konsumen dalam proses keputusan pembelian beras dan
atribut-atribut yang dianggap penting. Hal ini mengakibatkan adanya kebutuhan
strategi pemasaran yang berbeda bagi setiap kelas sosial.
Tujuan penelitian ini adalah (1) mengkaji karakteristik konsumen beras, (2)
menganalisis proses pengambilan keputusan yang dilakukan konsumen dalam
pembelian beras, (3) menganalisis preferensi konsumen terhadap atribut-atribut
beras, dan (4) menganalisis kepuasan konsumen terhadap atribut-atribut beras, dan
(5) menyusun rekomendasi bauran pemasaran yang sesuai berdasarkan studi
perilaku konsumen. Pemilihan tempat dilakukan dengan sengaja dengan
mempertimbangkan Kecamatan Mulyorejo memiliki responden dengan latar
belakang status sosial ekonomi yang beragam. Penelitian dilakukan bulan
Februari-Maret 2008. Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah
Convinience Sampling.
Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan analisis deskriptif untuk
meringkas dan mempermudah pemahaman mengenai karakteristik dan proses
pengambilan keputusan dalam pembelian beras oleh responden. Selain itu,
digunakan juga Important&Performance Analisis (IPA) dan Customer
Satisfaction Index (CSI) untuk melihat preferensi dan kepuasan konsumen
terhadap atribut-atribut beras.
Hasil dari analisis karakteristik responden adalah sebagian besar responden
berjenis kelamin perempuan, telah menikah, pekerjaan ibu rumah tangga, bersuku

Jawa, dan berada dalam usia matang sebagai pengambil keputusan terkait dengan
konsumsi beras. Beberapa perbedaan karakteristik responden berdasarkan kelas
sosial terkait tingkat pendidikan dan pendapatan keluarga per bulan. Semakin
tinggi kelas sosial, tingkat pendidikan dan rata-rata pendapatan per bulan
keluarganya akan semakin tinggi. Hal ini mempengaruhi perilaku konsumen
dalam mengkonsumsi beras.
Motivasi utama mengkonsumsi beras adalah kebiasaan, Responden
mendapatkan informasi sebagian besar dari penjual, namun informasi yang paling
dipercaya adalah informasi dari diri sendiri (ingatan). Pertimbangan awal yang
utama bagi kelas bawah dalam membeli beras adalah harga beras, sedangkan bagi
kelas menengah dan kelas atas adalah penampakan fisik. Beras yang dikonsumsi
adalan beras domestik dan pembelian direncanakan. Kelas bawah melakukan
pembelian hampir setiap hari dan tempat pembelian terbanyak adalah warung.
Kelas menengah melakukan pembelian sebulan sekali dan tempat pembelian
terbanyak adalah pasar tradisional. Kelas atas melakukan pembelian sebulan
sekali dan tempat pembelian terbanyak adalah supermarket/mall. Sebagian besar
responden berniat melakukan pembelian berulang. Semakin tinggi kelas sosial,
rata-rata harga beras yang dikonsumsi semakin tinggi.
Berdasarkan perhitungan CSI dan IPA pada seluruh responden, diketahui
bahwa kepuasan total konsumen yang telah terpenuhi oleh atribut-atribut beras
yang berada dalam penelitian ini sebesar 70,03 persen. Sisanya belum terpuaskan
karena atribut-atribut yang dianggap penting oleh konsumen seperti keseragaman
butir, daya tahan beras, dan harga beras kinerjanya belum memuaskan.
Setelah dilakukan analisis pada masing-masing kelas, nilai CSI
menunjukkan bahwa kepuasan total pada ketiga kelas sosial seluruhnya berada
pada range puas. Semakin tinggi kelas sosial kepuasan konsumen terhadap
beras yang dikonsumsi semakin tinggi. Nilai CSI kelas atas sebesar 77,05 persen.
Sisanya belum terpuaskan oleh atribut-atribut beras yang selama ini dikonsumsi.
Berdasarkan hasil dari proses keputusan pembelian dan IPA, diketahui bahwa
sebagian besar gap tersebut dipengaruhi oleh kinerja dua atribut beras yang
dianggap penting namun kinerjanya belum memuaskan, yaitu kemudahan
mendapatkan beras dan pelayanan di tempat pembelian beras.
Nilai CSI kelas menengah 67,87 persen. Sisanya belum terpuaskan oleh
atribut-atribut beras yang selama ini dikonsumsi, yaitu broken, keseragaman butir
beras, dan daya tahan beras untuk disimpan. Nilai CSI kelas bawah 67,86 persen.
Sisanya belum terpuaskan oleh atribut-atribut beras yang selama ini dikonsumsi,
yaitu aroma nasi saat dimasak, kebersihan beras, broken, dan harga beras.
Berdasarkan hasil analisis dalam penelitian ini, diperoleh rekomendasi
bauran pemasaran yang terdiri dari strategi produk, harga, distribusi, dan promosi.
Kualitas produk sebaiknya terus ditingkatkan. Kontinyuitas dan pelayanan di
tempat penjualan beras penting bagi kelas atas. Bagi kelas bawah, sangat penting
untuk menyediakan beras yang terjangkau. Promosi sebaiknya dilakukan melalui
penjual beras, spanduk, dan katalog harga supermarket.

ANALISIS PREFERENSI DAN KEPUASAN KONSUMEN


TERHADAP BERAS DI KECAMATAN MULYOREJO
SURABAYA JAWA TIMUR

Oleh :
Endang Pudji Astuti
A14104065

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian pada
Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008

Judul Skripsi
Nama
NRP

: Analisis Preferensi dan Kepuasan Konsumen terhadap Beras Di


Kecamatan Mulyorejo Surabaya Jawa Timur
: Endang Pudji Astuti
: A14104065

Mengetahui,
Dosen Pembimbing Skripsi

Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS


NIP. 131 685 542

Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr


NIP. 131 124 019

Tanggal lulus :

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL


ANALISIS PREFERENSI DAN KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP
BERAS DI KECAMATAN MULYOREJO SURABAYA JAWA TIMUR
BENAR-BENAR MERUPAKAN HASIL KARYA SENDIRI DAN BELUM
PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN
TINGGI ATAU LEMBAGA APAPUN.

Bogor, Mei 2008


Endang Pudji Astuti
A14104065

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sorong, tanggal 25 Januari 1986. Penulis merupakan


anak tunggal dari pasangan Edy Mukair dan Kasriati.
Penulis menempuh pendidikan Taman Kanak-Kanak di TK Yayasan Islam
Fak-Fak Irian Jaya sejak tahun 1990 selama dua tahun. Pada tahun 1992, penulis
melanjutkan pendidikan Sekolah Dasar di SDN Yapis Fak-Fak sampai tahun
1997. Setelah itu, penulis melanjutkan Sekolah Dasar di SDN Tambakromo II
Malo Bojonegoro Jawa Timur sampai tahun 1998. Penulis menempuh pendidikan
menengah di SLTP I Bojonegoro Jawa Timur sampai tahun 2001, dilanjutkan di
SMUN I Bojonegoro jawa Timur sampai tahun 2004. Pada tahun yang sama,
penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Manajemen Agribisnis,
Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Peranian, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB).
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di beberapa kepanitiaan kampus
dan organisasi kemahasiswaan, yaitu Paguyuban Angkling Darmo (PAD) tahun
2004-2008, Rohis Program Studi Manajemen Agribisnis tahun 2004-2008, Gentra
Kaheman tahun 2005-2008, dan Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Pertanian
periode 2006-2007.

KATA PENGANTAR

Bismillahhirrahmanirrahiim
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat-Nya,
sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini. Semoga setiap langkah selalu
dihaturkan untuk senantiasa beribadah kepada-Nya.
Penulisan skripsi yang berjudul Analisis Preferensi dan Kepuasan
Konsumen terhadap Beras di Kecamatan Mulyorejo Surabaya Jawa Timur
bertujuan untuk menganalisis proses pengambilan keputusan, preferensi dan
kepuasan konsumen terhadap atribut-atribut beras, serta menyusun rekomendasi
bauran pemasaran yang tepat berdasarkan hasil analisis perilaku konsumen.
Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna
mengingat keterbatasan-keterbatasan yang dihadapi dan dimiliki penulis selama
berlangsungnya penelitian. Semoga hasil yang diperoleh dari penelitian ini dapat
dimanfaatkan dengan baik oleh pihak-pihak yang membutuhkannya.

Bogor, Mei 2008


Penulis

UCAPAN TERIMA KASIH


Atas terselesaikannya skripsi ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan
penghargaan kepada :
1. Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS, selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
dengan sabar membimbing, memberikan motivasi, kritik, saran, dan solusi
atas terselesaikannya skripsi ini.
2. Ir. Joko Purwono, MS, selaku dosen penguji utama dan pembimbing
akademik, yang telah berkenan memberikan bimbingan kepada penulis selama
menjadi mahasiswa.
3. Arif Karyadi, SP, selaku dosen penguji wakil departemen, yang telah berkenan
memberikan saran dan kritik demi kesempurnaan skripsi ini.
4. Seluruh staf pengajar yang telah memberikan cucuran ilmu kepada penulis dan
Sekretariat Agribisnis atas segala bantuannya.
5. Biblio Butaflika, selaku pembahas seminar yang telah memberi masukanmasukan yang berarti dalam penyempurnaan skripsi ini.
6. Bapak dan Ibu yang paling hebat, yang tiada henti mengalirkan doa,
semangat, dukungan, dan cinta yang tanpa syarat. Terima kasih, ananda tak
akan bisa membalas semua kebaikan bapak dan ibu.
7. Maulvi Nazir dan keluarga, yang telah membantu pengerjaan skripsi.
8. Temen-temen AGB41 yang telah menemani penulis selama 4 tahun masa
kuliah.
9. Sahabat dan rekan di Surabaya (Mbak Di2, Hendik, Gion, Tya, Kantor
Kelurahan & Kecamatan Mulyorejo) yang telah membantu pengumpulan data
di Surabaya.
10. Teman-teman Cendana yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini.
11. Semua pihak yang telah membantu namun tak dapat disebutkan satu persatu.

Bogor, Mei 2008


Penulis

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR ISI..................................................................................................

vii

DAFTAR TABEL..........................................................................................

ix

DAFTAR GAMBAR.....................................................................................

xii

DAFTAR LAMPIRAN..................................................................................

xiii

I.

II.

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang..
1.2 Perumusan Masalah....
1.3 Tujuan Penelitian...
1.4 Kegunaan Penelitian..
1.5 Ruang Lingkup Penelitian.

1
6
10
11
11

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Asal Usul dan Klasifikasi Padi..
2.2 Teknologi Pascapanen Padi...
2.3 Karakteristik Beras
2.4 Standardisasi Beras di Indonesia...
2.5 Penelitian Terdahulu.....

12
13
15
16
18

III. KERANGKA PEMIKIRAN


3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis....
3.1.1 Konsumen dan Perilaku Konsumen...
3.1.2 Karakteristik...
3.1.3 Proses Pengambilan Keputusan.....
3.1.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Pengambilan
Keputusan...
3.1.5 Atribut Produk....
3.1.6 Preferensi Konsumen.....
3.1.7. Kepuasan Konsumen..........................................................
3.1.8 Garis Anggaran dan Kurva Indiferen.................................
3.1.9 Skala Likert....
3.1.10 Analisis Deskriptif....
3.1.11 Customer Satisfaction Index (CSI)
3.1.12 Important and Performance Analisys (IPA) ...
3.1.13 Bauran Pemasaran..
3.2 Kerangka Pemikiran Operasional..
IV. METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Tempat Penelitian......
4.2 Jenis dan Sumber Data.........

24
24
25
28
30
34
35
36
38
42
43
43
43
44
47
51
51

4.3 Metode Pengambilan Sampel...


4.4 Metode Pengumpulan Data..
4.5 Metode Pengolahan dan Analisis Data.........
4.5.1 Analisis Deskriptif.....
4.5.2 Customer Satisfaction Index (CSI) ...
4.5.3 Important and Performance Analisys (IPA)
4.6 Definisi Operasional.

52
53
54
55
55
57
60

KARAKTERISTIK UMUM DAERAH PENELITIAN DAN


KARAKTERISTIK UMUM SAMPEL
5.1 Karakteristik Umum Daerah Penelitian ..
5.2 Karakteristik Umum Responden..........

64
67

PROSES KEPUTUSAN PEMBELIAN BERAS


6.1 Pengenalan Kebutuhan.....
6.2 Pencarian Informasi......
6.3 Evaluasi Alternatif....
6.4 Proses Pembelian..
6.5 Pasca Pembelian...............................................

73
76
79
84
91

VII. TINGKAT KEPENTINGAN DAN KINERJA ATRIBUT BERAS


7.1 Customer Satisfaction Index.....
7.2 Tingkat Kepentingan Atribut Beras.........
7.2.1 Tingkat Kepentingan Atribut Beras Kelas Atas
7.2.2 Tingkat Kepentingan Atribut Beras Kelas Menengah..
7.2.3 Tingkat Kepentingan Atribut Beras Kelas Bawah....
7.3 Tingkat Kinerja Atribut Beras......
7.3.1 Tingkat Kinerja Atribut Beras Kelas Atas........................
7.3.2 Tingkat Kinerja Atribut Beras Kelas Menengah...........
7.3.3 Tingkat Kinerja Atribut Beras Kelas Bawah.........
7.4 Important and Performance Matrix.........
7.5 Rekomendasi Bauran Pemasaran.........................
7.5.1 Strategi Produk..........
7.5.2 Strategi Harga............
7.5.3 Strategi Distribusi..........
7.5.4 Strategi Promosi............

99
104
104
105
106
108
109
110
111
114
135
135
137
137
138

V.

VI.

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN


8.1 Kesimpulan...................... 139
8.2 Saran................................ 140
DAFTAR PUSTAKA....

141

LAMPIRAN

145

DAFTAR TABEL

Halaman
1.
2.
3
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31
32.
33.

Rata-Rata Konsumsi Pangan Berdasarkan Jenis Pangan di Indonesia


Tahun 2006......... 3
Data Konsumsi Beras di Indonesia Tahun 2000-2005...
4
Komposisi Zat Gizi Beras Per 100 gram................................................ 15
Persyaratan Kualitas Beras Pengadaan Dalam Negeri Tahun 2003... 17
Penggunaan Lahan di Kelurahan Mulyorejo.......................................... 64
Komposisi Penduduk Berdasarkan Status Kesejahteraan Keluarga di
Kelurahan Mulyorejo............................................................................. 65
Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian Penduduk di
Kelurahan Mulyorejo............................................................................. 66
Karakteristik Responden Beras Berdasarkan Kelas Sosial.................... 71
Alasan Utama Responden Mengkonsumsi Beras dalam Pemenuhan
Karbohidrat............................................................................................. 74
Frekuensi Responden Mengkonsumsi Nasi Dalam Sehari.................... 75
Sumber Informasi Tentang Beras Yang Akan Dibeli............................ 77
Sumber Informasi Yang Paling Mempengaruhi Responden.................. 78
Varietas Beras Yang Diingat Responden............................................... 79
Total Nilai Terhadap Variabel-variabel Awal Yang Dipertimbangkan 80
Responden Sebelum Membeli Beras......................................................
Urutan Variabel-variabel Awal Yang Dipertimbangkan Responden 81
Sebelum Membeli Beras........................................................................
Jenis Beras Yang Dikonsumsi Responden............................................. 84
Alasan Utama Konsumen Lebih Memilih Mengkonsumsi Beras
Domestik atau Beras Impor.................................................................... 85
Cara Responden Memutuskan Pembelian Beras.................................... 86
Varietas Beras Yang Sering Dikonsumsi Responden............................ 87
Jangka Waktu Pembelian Beras Dalam Satu Bulan............................... 88
Ukuran Pembelian Beras Dan Harga Rata-Rata Yang Sering Dibeli.... 88
Tempat Pembelian Beras Yang Biasa Dikunjungi Responden.............. 89
Pertimbangan Utama Responden Membeli Beras di Tempat
Tertentu.................................................................................................. 90
Pengambil Keputusan Pembelian Beras................................................. 91
Keluhan Responden Terhadap Beras Yang Dibelinya........................... 91
Keluhan Dalam Pembelian Beras Yang Sering Dialami Responden..... 92
Cara Responden Menanggapi Keluhan.................................................. 93
Perilaku Konsumen Beras Apabila Harga Beras Naik........................... 94
Perlakuan Responden Apabila Beras Yang Diinginkan Tidak Tersedia 94
Perilaku Konsumen Beras Pada Niat Pembelian Berulang.................... 95
Perhitungan CSI Total............................................................................ 97
Perhitungan IPA Total............................................................................ 98
Perhitungan Customer Satisfaction Index Atribut Beras Kelas Atas. 100

34.
35.
36.
37.
38.
34.
35.
36.
37.
38.
39.
40.

Perhitungan Customer Satisfaction Index Atribut Beras Kelas


Menengah...
Perhitungan Customer Satisfaction Index Atribut Beras Kelas Bawah
Tingkat Kepentingan Atribut Beras Responden Kelas Atas..................
Tingkat Kepentingan Atribut Beras Responden Kelas Menengah.........
Tingkat Kepentingan Atribut Beras Responden Kelas Bawah..
Tingkat Kinerja Atribut Beras Responden Kelas Atas...........................
Tingkat Kinerja Atribut Beras Responden Kelas Menengah.................
Tingkat Kinerja Atribut Beras Responden Kelas Bawah.......................
Hasil Important and Performance Matrix Responden Kelas Atas....
Hasil Important and Performance Matrix Responden Kelas
Menengah...
Hasil Important and Performance Matrix Responden Kelas
Bawah.....................................................................................................
Hasil Important and Performance Matrix Seluruh Kelas Sosial...

101
102
105
106
107
110
111
112
117
118
119
120

DAFTAR GAMBAR

Halaman
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10
11.

Tahap-Tahap Proses Pengambilan Keputusan.... 28


Tingkat Kepuasan Konsumen.................................................................. 36
Garis Anggaran........................................................................................ 39
Kurva Indiferen....................................................................................... 40
Garis Pendapatan-Konsumsi................................................................... 42
Bagan Alir Kerangka Pemikiran Operasional......................................... 50
Diagram Kartesius (Important and Performance Analisys).... 59
Important and Performance Matrix.... 99
Important and Performance Matrix Responden Kelas Atas... 116
Important and Performance Matrix Responden Kelas Menengah.. 117
Important and Performance Matrix Responden Kelas Bawah... 118

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
1.
2.
3.
4.
5
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.

Negara-neraga Importir Beras Dunia Periode 1998-2006.......................


Kinerja Produksi Padi Tahun 1970-2005................................................
Volume Impor Beras Menurut Negara Asal Utama Tahun 2001-2005..
Negara-neraga Produsen Beras Dunia Periode 1998-2006.....................
Perkembangan Pengeluaran Pangan menurut kelompok pangan...........
Bagan Alir Sistem Penggilingan Padi Diskontunyu................................
Bagan Alir Sistem Penggilingan Padi Modifikasi Kontinyu...................
Bagan Alir Proses Pembuatan Beras Kristal...........................................
Kadar Amilosa, Kepulenan, dan Bentuk Padi.........................................
Daftar Istilah SNI....................................................................................
Indikator Tahapan Keluarga Berencana..
Perhitungan IPA Kelas Atas....................................................................
Perhitungan IPA Kelas Menengah..........................................................
Perhitungan IPA Kelas Bawah................................................................
Kuesioner Penelitian................................................................................
Gambar Beras..........................................................................................

145
146
147
148
149
150
151
152
153
154
156
157
158
159
160
165

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Beras adalah komoditas pangan pokok yang dikonsumsi oleh sebagian
besar penduduk Indonesia. Menurut Sawit (2000) dalam Ariani (2004), beras
harus dipandang sebagai barang kuasi publik, yang tidak saja berfungsi sebagai
barang privat tetapi juga barang publik. Banyak kepentingan publik dihasilkan
oleh beras, dan beras berperan penting dalam ketahanan pangan, stabilitas
ekonomi, dan lapangan kerja. Bahkan menurut penelitian Timmer (1996) dalam
Amang dan Sawit (1999), membuktikan secara empiris bagaimana eratnya kaitan
antara pertumbuhan ekonomi dan ketahanan pangan, didapat kesimpulan bahwa
tidak ada negara yang dapat mempertahankan pertumbuhan ekonomi tanpa
terlebih dahulu memecahkan masalah ketahanan pangan.
Ketahanan pangan di Indonesia sangat erat kaitannya dengan beras. Salah
satu cara mengupayakan ketahanan pangan adalah dengan diselenggaraannya
Pekan Padi Nasional 2008 dengan tema Inovasi Teknologi Padi Mengantisipasi
Perubahan Iklim Global Dalam Rangka Mendukung Ketahanan Pangan. Salah
satu tujuan dari kegiatan tersebut adalah memperagakan berbagai varietas unggul
dan komponen teknologi pra-pasca panen yang prospektif untuk meningkatkan
produksi guna mencapai ketahanan pangan dan perbaikan efisiensi usaha tani
guna peningkatan pendapatan petani.

Balai
Besar
Penelitian
Tanaman
Padi.
2008.
Seminar
Nasional
Padi.
http://bbpadi.litbang.deptan.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=118&Itemid=46&limit=1
&limitstart=2 (8 April 2008)

Bustaman (2003) menyatakan bahwa beras juga sangat penting terkait


jumlah produsen dan konsumennya di Indonesia. Dari sisi produsen, usahatani
padi di Indonesia melibatkan 25,4 juta rumah tangga. Sedangkan dari sisi
konsumen, sekitar 30 persen dari total pengeluaran rumah tangga miskin
dipergunakan untuk membeli beras. Saat ini lebih dari 90 persen penduduk
Indonesia mengkonsumsi beras sebagai makanan pokok. Dari sisi gizi dan nutrisi,
beras relatif unggul dari pangan lain. Seluruh bagian beras dapat dimakan, dengan
kandungan energi 360 kalori dan protein 6,8 gr per 100 gr. Pangsa beras pada
konsumsi energi per kapita mencapai 54,3 persen. Artinya, lebih dari setengah
dari energi yang kita gunakan bersumber dari beras. Selain itu, sekitar 40 persen
sumber protein juga dipenuhi dari beras. Ini menunjukkan posisi beras yang
sangat strategis sebagai penopang ketahanan pangan di Indonesia.
Beras memiliki sejarah panjang dalam kehidupan bangsa Indonesia.
Sebagian besar beras dikonsumsi setelah diolah menjadi nasi. Memakan nasi
terkait erat dengan budaya makan dan citra status sosial di masyarakat.
Mengkonsumsi beras dianggap meningkatkan prestise dibanding sumber
karbohidrat lainnya. Saat ini masyarakat luas berpendapat bahwa makanan pokok
selain beras seperti jagung, umbi-umbian, dan sagu dianggap sebagai orang tidak
mampu.
Upaya untuk mengurangi ketergantungan terhadap beras telah dilakukan
melalui program-program diversifikasi pangan. Pada tahun 1950-an dilakukan
upaya melalui Panitia Perbaikan Pangan Rakyat dan beberapa upaya lainnya
sampai tahun 1974 dengan dikeluarkannya Inpres 14/1974 tentang Perbaikan

Mutu Makanan Rakyat (PPMR). 2 Kebijakan tersebut kemudian disempurnakan


dengan Impres 20/1079. Namun secara operasional, diversifikasi pangan belum
dapat terlaksana dengan efektif. Surono (1998) dalam Selamet (2003) menyatakan
bahwa pola konsumsi beras masyarakat Indonesia tidak dapat diubah secara
drastis karena berkaitan dengan budaya masyarakat yang sudah demikian melekat.
Hal tersebut merupakan cerminan sosial budaya dari interaksi potensi produksi
dan preferensi dalam proses waktu, sehingga menghasilkan suatu pola konsumsi
bahan pangan pada setiap etnis (Saragih, 1998 dalam Selamet, 2003). Berikut data
konsumsi energi dan protein penduduk Indonesia berdasarkan jenis pangan pada
tahun 2006.
Tabel 1 Rata-Rata Konsumsi Energi dan Protein Berdasarkan Jenis Pangan di
Indonesia Tahun 2006
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Jenis Pangan
Padi-padian
Umbi-umbian
Ikan
Daging
Telur dan susu
Sayur-sayuran
Kacang-kacangan
Buah-buahan
Minyak dan lemak

Konsumsi Energi/kapita/hari
(kal)
992,93
51,08
44,56
31,27
43,35
40,2
64,42
36,95
234,5

Sumber : BPS, 2008 (diolah) 3

Konsumsi Protein/kapita/hari
(gr)
23,33
0,41
7,49
1,95
2,51
2,66
5,88
0,39
0,45

Tabel 1 menunjukkan bahwa pada tahun 2006 tingkat konsumsi jenis


pangan padi-padian perkapita penduduk Indonesia masih sangat tinggi baik
sebagai konsumsi energi maupun konsumsi protein dibandingkan jenis pangan
lainnya. Konsumsi beras perkapita yang tinggi, disertai jumlah penduduk
Indonesia yang sebagian besar mengkonsumsi beras menyebabkan konsumsi

2
3

Krisnamurti, Bayu. 2006. Difersifikasi Pangan. www.ekonomirakyat/org/edisi-19/artikel-4.htm (10


Februari 2006)
Badan Pusat Statistik. 2006. Average Daily per Capita Consumption of Energy by Commodity Group
2006. http://www.bps.go.id/sector/consumpexp/table4-5.shtml (6 April 2008)

beras nasional yang tinggi setiap tahunnya. Berikut merupakan data total
konsumsi beras Indonesia tahun 2000-2005.
Tabel 2 Data Konsumsi Beras di Indonesia Tahun 2000-2005
Jumlah Penduduk
(000 jiwa)
205.843
209.732
212.003
215.276
217.854
220.969

Tahun
2000
2001
2002
2003
2004
2005

Konsumsi/kapita
(kg)
103,532
102,440
100,048
100,360
98,748
95,888

Total Konsumsi
(000 ton)
21.311
21.448
21.210
21.605
21.512
21.188

Sumber : BPS, 2008 (diolah)


Tabel 2 dapat memperlihatkan bahwa dari tahun 2000-2005, konsumsi
total beras nasional Indonesia relatif stabil dan hanya sedikit berfluktuasi. Tabel
yang sama juga menunjukkan bahwa konsumsi beras perkapita penduduk
Indonesia

cenderung

menurun

dari

tahun

ke

tahun

terkait

dengan

penganekaragaman pangan sebagai efek perubahan pendidikan, pendapatan, dan


gaya hidup. Namun penurunan tersebut tidak tercermin dalam konsumsi total
beras nasional. Hal ini diduga akibat peningkatan jumlah penduduk. Pertumbuhan
penduduk setiap tahunnya mengakibatkan kebutuhan konsumsi total beras tetap
tinggi.
Kebutuhan beras yang tinggi tersebut dapat disediakan dengan
memproduksi sendiri dan mengimpor dari negara lain. Indonesia adalah salah satu
negara pengimpor beras besar di dunia (Lampiran 1). Menurut Suryana et al.
(2001), selama ini produksi beras Indonesia sangat berfluktuasi. Sekitar tahun
1984 pertanian Indonesia menjadi sorotan dunia dikarenakan Indonesia mampu
berswasembada

beras.

Namun

demikian,

tahun-tahun

berikutnya

hasil

pertumbuhan produksi beras Indonesia terus mengalami penurunan. Dillon et al.


(1999) mengemukakan bahwa penyebab penurunan produksi dikarenakan : (1)

stagnasi dan degradasi teknologi; (2) kesuburan tanah yang makin menurun; (3)
kejenuhan intensitas tanam; (4) rendemen penggilingan yang semakin menurun;
(5) serangan hama dan penyakit; dan (6) iklim yang tidak normal. Ini
menyebabkan menurunnya hasil dan total produksi padi dalam bentuk beras
sehingga berdampak negatif baik dalam profitabilitas usahatani maupun produksi
beras nasional. Kinerja produksi padi di Indonesia dapat dilihat pada Lampiran 2.
Saat ini Indonesia juga mengimpor beras untuk memenuhi kebutuhan
dalam negeri. Beberapa negara yang menjadi lumbung beras impor bagi Indonesia
diantaranya adalah Thailand dan Vietnam (Lampiran 3). Amang dan Sawit (1999)
menyatakan bahwa beras di pasar dunia amat tipis, yaitu 4-7 persen dari total
produksi dunia. Pasarnya jauh dari sempurna karena sekitar 80 persen ekspor
beras dikuasai oleh beberapa negara. Negara-negara produsen beras dapat dilihat
pada Lampiran 4. Beras yang dijual di pasar dunia merupakan sisa konsumsi
domestik (residual goods). Pasar yang tipis dan oligopolistik ini yang membuat
harga beras lebih tidak stabil ketimbang komoditas lain seperti gandum, jagung,
dan kedelai. Bagi negara besar seperti Indonesia, bergantung pada pasar impor
jelas berisiko.
Mengingat pentingnya beras bagi masyarakat Indonesia, sejalan dengan
adanya upaya peningkatan produktivitas, beras yang dihasilkan seharusnya dapat
memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen yang terus berkembang seiring
berjalannya waktu. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, seharusnya diperhatikan
segala aspek yang mencakup kuantitas, kualitas dan kontinuitas bagi para
konsumen beras.

1.2 Perumusan Masalah


Beras dikonsumsi oleh masyarakat baik individu, rumah tangga, maupun
usaha jasa. Konsumen beras pun terdiri dari beragam kelas sosial, baik ditinjau
dari pekerjaan, pendapatan, kekayaan, dan variabel kelas sosial lainnya. Garis
pendapatan-konsumsi menunjukkan bahwa perbedaan pendapatan yang diperoleh
menyebabkan perbedaan pola konsumsi pada setiap konsumen. Perbedaan
pendapatan merupakan salah satu indikator perbedaan kelas sosial. Hal ini
menyebabkan perbedaan perilaku konsumen dalam mengkonsumsi beras pada
kelas sosial yang berbeda.
Menurut Sutrisno (1998) dalam Selamet (2003), pada kelas menengah ke
atas, semakin meningkat pendapatan kelas tersebut, semakin menurun konsumsi
berasnya, beralih ke susu dan telur, dan jajanan lainnya yang cenderung protein.
Ini memperlihatkan bahwa bagi kelas menengah ke atas, beras termasuk jenis
barang inferior. Namun untuk kelompok menengah ke bawah, peningkatan
pendapatan cenderung membuat konsumsi pangan pokok beralih ke beras. Ini
memperlihatkan bahwa bagi kelompok menengah ke bawah, beras termasuk jenis
barang normal, di mana jika pendapatan meningkat, konsumsi barang tersebut
juga meningkat.
Kemajuan di berbagai bidang telah mempengaruhi pola permintaan
pangan, termasuk permintaan beras sebagai salah satu makanan pokok. Tantangan
dalam permintaan pangan di masa yang akan datang diantaranya adalah : (1)
pertumbuhan jumlah penduduk dan peningkatan pendapatan masyarakat, (2)
perubahan struktur demografi, dan (3) globalisasi preferensi konsumen (Suryana
dan Purwanto, 1998).

Perilaku konsumen dalam pembelian bahan pangan termasuk beras


berkembang seiring kemajuan tersebut. Peningkatan pendapatan masyarakat
mengakibatkan peningkatan tuntutan terhadap mutu. Di sisi lain, perubahan
demografi seperti tingkat pendidikan, tingkat urbanisasi, dan tingkat partisipasi
angkatan kerja wanita disertai kemajuan transportasi dan komunikasi saat ini,
mempengaruhi preferensi konsumen. Konsumen lebih menekankan pada
keseimbangan mutu, gizi, dan estetika. Sedangkan meningkatnya partisipasi
angkatan kerja wanita, khususnya daerah perkotaan mendorong konsumen
memilih bahan pangan yang dikemas sedemikian rupa sehingga mereka merasa
nyaman dalam berbelanja, mudah dimasak, dan mudah menyiapkannya.
Data tentang Perkembangan Pengeluaran Pangan Menurut kelompok
Pangan (Lampiran 5) menunjukkan bahwa proporsi pengeluaran terhadap
kebutuhan pangan dari tahun ke tahun (1993-2002) cenderung menurun (kecuali
antara tahun 1996-1999). Ariani (2004) menyatakan bahwa kenaikan proporsi
pengeluaran untuk pangan meningkat pada tahun 1996-1999 karena tingkat
kesejahteraan masyarakat menurun sejak krisis ekonomi melanda Indonesia pada
pertengahan tahun 1997.

Pada periode pemulihan (1999-2002), tingkat

kesejahteraan meningkat kembali, terlihat dari menurunnya pangsa pengeluaran


pengan meskipun kondisinya masih lebih buruk dibandingkan sebelum krisis.
Tahun 2002, proporsi pengeluaran untuk padi-padian menurun sedangkan untuk
pangan hewani menjadi meningkat. Ini menunjukkan kualitas konsumsi pangan
masyarakat Indonesia yang semakin membaik.
Persaingan pemasaran beras saat ini sangat ketat dengan banyaknya
pelaku pemasaran beras, baik produsen dan pedagang beras lokal, serta distributor

beras impor. Dalam usaha meningkatkan produksi beras, sejumlah varietas padi
unggul telah disebarluaskan. Keanekaragaman varietas tersebut juga memberi
keragaman sifat dan mutu beras yang dihasilkan. Peningkatan produksi untuk
memenuhi pasaran menyebabkan konsumen lebih leluasa memilih mutu beras
yang dikehendaki (Damardjati, 1982 dalam Ambarinanti, 2007).

Banyaknya

pilihan produk beras baik berupa jenis beras, kemasan, harga, rasa, dan hal
lainnya serta perbedaan dan pengaruh lingkungan budaya, kelas sosial, daya beli,
motivasi, dan gaya hidup membentuk perilaku konsumen yang berbeda-beda. Hal
ini menuntut para produsen untuk menyediakan produk beras yang sesuai dengan
keinginan konsumen, khususnya segmen pasar yang dituju.
Selama ini pemerintah berusaha keras pada peningkatan kuantitas dan
produktivitas beras untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri. Namun selain
peningkatan kuantitas, preferensi dan kepuasan yang terus berkembang menuntut
adanya peningkatan pada kualitas beras yang selama ini dikonsumsi. Untuk
menghasilkan beras yang sesuai dengan harapan konsumen, langkah awal yang
harus diperhatikan produsen adalah pengetahuan mengenai perilaku konsumen.
Pengetahuan mengenai preferensi perlu dilakukan agar setiap keputusan yang
diambil tidak bertentangan dengan harapan konsumen, mengingat semua
keputusan konsumsi ada ditangan konsumen. Sedangkan pengetahuan mengenai
kepuasan konsumen perlu diketahui agar dapat ditingkatkan kinerja produk yang
dinilai konsumen masih kurang memuaskan.
Pulau Jawa memiliki peran besar dalam produksi padi nasional. Akibat
lahan yang lebih subur, jaringan irigasi yang tersedia, dan teknologi usahatani
yang lebih maju dibandingkan di luar Jawa, produksi padi di Jawa cukup tinggi.

Selama 30 tahun terakhir, Jawa rata-rata menyumbang 59,8 persen terhadap


produksi padi nasional (Amang dan Sawit, 1999). Jawa Timur adalah salah satu
propinsi yang merupakan sentra produksi padi di Indonesia. Data menunjukkan
bahwa Jawa Timur mempunyai rata-rata produksi per hektar padi tertinggi
dibandingkan propinsi lainnya di Indonesia pada tahun 2001-2005 (BPS, 2005).
Jawa Timur juga mempunyai populasi penduduk yang cukup tinggi, menempati
urutan kedua setelah Jawa Barat. Hal ini menyebabkan konsumsi total beras di
propinsi ini juga tinggi sebanding dengan jumlah penduduk yang berada dalam
propinsi tersebut.
Surabaya sebagai ibukota propinsi Jawa Timur, adalah kota yang sedang
berkembang dan merupakan kota tujuan pemasaran beras dari beberapa daerah
sentra produksi beras di Jawa Timur. Kota ini juga memiliki struktur masyarakat
yang beraneka ragam. Keragaman tersebut meliputi budaya, gaya hidup,
pendidikan dan pekerjaan, serta tingkat perekonomian yang tercermin dalam
kehidupan sehari-hari. Keragaman yang tercipta tentu mempengaruhi masyarakat
di kota tersebut dalam pengambilan keputusan konsumsi suatu produk, termasuk
konsumsi beras. Kecamatan Mulyorejo adalah kecamatan dengan pemukiman
penduduk paling merata diantara diantara kecamatan lainnya di Surabaya.
Kecamatan ini mempunyai penduduk dengan latar belakang status sosial yang
beragam dari kelas bawah, menengah, dan atas, serta dan memperoleh beras
dengan membeli (bukan memproduksi sendiri). Hal ini sesuai dengan penelitian
yang akan dilakukan.

Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang akan dikaji pada


penelitian ini adalah :
1. Bagaimana karakteristik konsumen beras berdasarkan kelas sosial ?
2. Bagaimana proses pengambilan keputusan yang dilakukan konsumen dalam
pembelian beras?
3. Bagaimanakah preferensi konsumen terhadap beras dikaitkan dengan atributatribut beras?
4. Bagaimana tingkat kepuasan konsumen terhadap beras dikaitkan dengan
atribut-atribut beras?
5. Bagaimana rekomendasi bauran pemasaran yang sesuai berdasarkan studi
perilaku konsumen?

1.3 Tujuan Penelitian


Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan :
1. Mengkaji karakteristik konsumen beras.
2. Menganalisis proses pengambilan keputusan yang dilakukan konsumen dalam
pembelian beras.
3. Menganalisis preferensi konsumen terhadap beras dikaitkan dengan atributatribut beras.
4. Menganalisis tingkat kepuasan konsumen terhadap beras dikaitkan dengan
atribut-atribut beras.
5. Menyusun rekomendasi bauran pemasaran yang sesuai berdasarkan studi
perilaku konsumen.

1.4 Kegunaan Penelitian


Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pihak-pihak yang terkait,
diantaranya :
1. Bagi produsen dan pengusaha beras, penelitian ini diharapkan dapat digunakan
sebagai bahan masukan dan pertimbangan dalam menjalankan usaha setelah
mengetahui preferensi dan kepuasan konsumen terhadap atribut beras.
2. Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan
pertimbangan dalam pengambilan kebijakan subsektor pangan.
3. Bagi peneliti lain, penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi
untuk mengadakan penelitian lebih lanjut tentang komoditi beras.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini terfokus pada preferensi dan kepuasan konsumen terhadap


atribut-atribut beras.

Penelitian akan dilakukan di Kelurahan Mulyorejo Kecamatan Mulyorejo


Surabaya Jawa Timur.

Responden adalah konsumen beras yang telah mengerti prosedur tanya jawab
dalam kuesioner dan telah memiliki aksesibilitas pribadi dalam mengambil
keputusan, serta bersedia mengisi kuesioner yang telah disediakan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Asal Usul dan Klasifikasi Padi


Setyono dalam Suryana (2003) menyatakan bahwa Padi (Oryza Sativa)

merupakan tanaman pertanian kuno yang asal usulnya masih diperdebatkan. Bukti
sejarah di Propinsi Zheijiang, Cina Selatan, menunjukkan bahwa penanaman padi
di Asia telah dimulai 7000 tahun yang lalu. Beberapa Negara yang diduga menjadi
daerah asal padi adalah India Utara bagian Timur, Bangladesh Utara, dan daerah
yang membatasi Negara Burma, Thailand, Laos, Vietnam, Cina bagian Selatan.
Tinjauan tersebut bertentangan dengan hikayat-hikayat kuno Jawa yang
menyatakan bahwa tanaman padi adalah tanaman asli Indonesia dan merupakan
keturunan dari Dewi Sri dan Retna Dumila. Padi yang merupakan keturunan Dewi
Sri pada akhirnya menjadi padi sawah, sedangkan padi yang merupakan keturunan
Retna Dumila menjelma menjadi padi gogo (Siregar, 1981).
Hitchcock dalam Manurung dan Ismunaji (1988) mengklasifikasikan
padi (Oriza Sativa) sebagai famili Gramineae. Berdasarkan klasifikasi ini,
tanaman padi dimasukkan dalam sub-famili Festucoidae. Genus Oryza
mempunyai 20 spesies, tetapi yang dibudidayakan adalah Oryza Sativa L. di Asia
dan Oryza Glaberrima Steund di Afrika. Berdasarkan penelitian Lu dan Chang
dalam Manurung dan Ismunaji (1988), proses evolusi dari Oryza Sativa
berkembang mnejadi tiga ras ecogeographic, yakni Sinica (Japonoca), Indica, dan
Javanica. Namun yang sekarang ini berkembang di Indonesia adalah Oriza Sativa
Japonica.

2.2

Teknologi Pascapanen Padi


Beras adalah bahan pangan yang berasal dari padi yang sudah tidak

memiliki kulit ari dan sekam. Ada dua cara pengolahan untuk mengubah gabah
menjadi beras, yaitu secara tradisional dengan ditumbuk, dan secara modern
dengan alat-alat atau mesin. Walaupun saat ini masih ada pengolahan dengan cara
ditumbuk, namun sebagian besar pengolahannya telah beralih pada pengolahan
modern.
Untuk mengubah beras menjadi gabah, ada dua fase pengolahan. Fase
pertama adalah melapaskan kulit atau sekam dari caryopsis yang menghasilkan
beras pecah kulit. Beras ini memiliki kandungan vitamin B yang tinggi, tepatnya
pada bagian pericarp. Namun berasnya kurang enak dimakan dan tidak dapat
disimpan lama karena baunya mudah apek.
Pada fase kedua, lapisan caryopsis dan pericarp dikikis, yaitu dengan
cara disosoh. Derajad kejernihan dari beras yang keluar dari mesin penyosoh
tersebut tergantung setelan mesin penyosoh yang disesuaikan dengan mutu beras
yang diinginkan. Semakin jernih beras yang diinginkan, semakin banyak bagian
beras bernilai gizi yang disosoh sehingga menjadi dedak. Walaupun nilai gizinya
berkurang, namun penampakannya menjadi lebih menarik di mata konsumen
(Siregar dalam Selamet, 2003). Nilai gizi yang berkurang diantaranya adalah
karbohidrat dan protein menurun sekitar satu persen dan lemak menurun sekitar
setengah persen.
Menurut Suismono dan Damardjati dalam Suryana (2003), berdasarkan
teknik penggilingan, penggilingan padi dikelompokkan menjadi tiga kelompok,
yaitu : (1) sistem penggilingan padi diskontinyu; (2) sistem penggolongan padi

modifikasi kontinyu; dan (3) sistem penggilingan kontinyu. Sistem penggilingan


kontinyu dan modifikasi kontinyu dapat meningkatkan efisiensi kerja, kapasitas
produksi, dan mutu beras (grader).
Sistem penggilingan padi diskontinyu adalah sistem penggilingan yang
menggunakan mesin pemecah kulit dan penyosohan yang manual (Lampiran 6).
Sistem penggolongan padi modifikasi kontinyu adalah sistem penggilingan yang
proses pemecahan kulit berasnya secara kontinyu, tetapi proses penyosohannya
secara manual (Lampiran 7). Sedangkan sistem penggilingan kontinyu adalah
sistem penggilingan padi yang terdiri dari satu unit mesin penggiling secara
kontinyu (langsung atau ban berjalan), kapasitas 1000 kg per jam, yang dilengkapi
mesin-mesin pembersih gabah, pemecah kulit, pengayak beras pecah kulit (paddy
separator), penyosoh (polisher), dan ayakan beras (grader).
Untuk meningkatkan mutu penampakan beras, dapat dilakukan juga
dengan cara pemolesan beras giling. Proses pemolesan adalah proses penyosohan
beras disertai pengkabut uap agar penampakan beras lebih mengkilap (Lampiran
8). Dalam sistem pengkabut uap, terjadi reaksi antara lemak yang terkandung
dalam bekatul dan air yang akan menghasilkan beras lebih mengkilap, bersih, dan
cemerlang. Beras yang diolah sampai pada proses ini disebut beras kristal
(Suismono dan Damardjati dalam Suryana, 2003).
Untuk menambah daya tarik konsumen, biasanya beras kristal ini diberi
bahan pewangi yang disemprot bersamaan dengan pengkabutan air. Aroma wangi
tambahan tersebut akan bertahan sekitar satu bulan. Sedangkan daya tahan mutu
beras kristal dapat sampai empat bulan. Namun kandungan butir utuh (beras

kepala) menjadi berkurang setelah pemolesan, karena sebagian butir utuh menjadi
patah akibat gesekan selama proses pemolesan (Thahir et al., 1999).

2.3

Karakteristik Beras
Beras secara biologi adalah bagian biji yang terdiri dari : (1) aleuron,

lapisan terluar yang sering kali ikut terbuang dalam proses pemisahan kulit; (2)
endospermia, tempat sebagian besar pati dan protein beras; dan (3) embrio yang
marupakan calon tanaman baru. 4 Komposisi zat gizi beras dapat dilihat pada
Tabel 3.
Tabel 3 Komposisi Zat Gizi Beras Per 100 gram
Komponen Gizi
Energi (kkal)
Protein (gr)
Total Lemak (gr)
Karbohidrat (gr)
Total Fiber (gr)
Total Gula (gr)
Kalsium (mg)
Magnesium (mg)
Fosfor (mg)
Kalium (mg)

Kadar
358,00
6,50
0,52
79,15
2,80
3,00
4,23
23,00
95,00

Komponen Gizi
Natrium (mg)
Seng (mg)
Tembaga (mg)
Mangan (mg)
Selenium (mg)
Thiamin (mg)
Riboflavin (mg)
Niasin (mg)
Vitamin B6 (mg)

Kadar
1,00
1,10
0,21
1,04
15,10
0,56
0,05
4,11
0,17

Sumber : Nutrition Analyser (2008)


Penduduk di berbagai negara memiliki selera yang berbeda terhadap
kandungan amilosa yang terdapat di dalam beras. Penduduk Filipina, Malaysia,
Thailand, dan Indonesia menyukai rasa nasi dari beras dengan kandungan amilosa
medium (20-25 persen), sedangkan Jepang dan Korea menyukai beras dengan
kadar amilosa rendah (13-25 persen).
Kandungan amilosa ini mempengaruhi kandungan rasa nasi secara
keseluruhan sebesar 65 persen. Amilosa adalah rangkaian dari unit-unit gula
(glukosa) yang menyusun molekul-molekul besar dari pati beras. Kandungan
4

Wikipedia Indonesia. 2008. Kandungan Beras. http://id.wikipedia.org/wiki/Beras#Kandungan_beras


(6 April 08)

amilosa mempengaruhi kepulenan nasi, sifat pemekaran volume beras, dan


cepatnya nasi mengeras setelah dimasak. Semakin kecil kadar amilosa beras,
maka nasi akan semakin pulen, semakin tidak mekar, dan semakin lama menjadi
keras satelah dingin.
Aroma pada beras ternyata dipengaruhi

juga oleh suhu dan udara.

Apabila beras disimpan pada suhu diatas 15 C, setelah 3-4 bulan, beras akan
mengalami perubahan aroma dan rasa. Semakin tinggi suhu udara dan semakin
lama beras disimpan, akan semakin menurun rasa dan aroma nasinya.
Ukuran beras secara umum digolongkan atas butir sangat panjang (> 7
mm), panjang (6-6,9 mm), sedang (5-5,9 mm) dan pendek (< 5 mm). sedangkan
bentuknya digolongkan menjadi tiga tipe, yaitu lonjong (ramping), sedang, dan
bulat (Lampiran 9). Di pasaran internasional, beras ukuran panjang mempunyai
preferensi yang tinggi serta memberikan perbedaan harga yang jelas. Berbeda
dengan di Indonesia, ukuran biji beras tidak memberikan perbedaan terhadap
harga beras (Damardjati dan Oka dalam Damardjati, 1995).

2.4

Standardisasi Beras di Indonesia


Menurut Damardjati (1990), di Indonesia belum ada klasifikasi dan

standardisasi beras secara resmi yang digunakan sebagai patokan dalam


perdagangan maupun yang dianut oleh konsumen secara luas. Standar mutu beras
giling sangat diperlukan oleh konsumen dan produsen sebagai kepastian terhadap
mutu yang diinginkan dan untuk pembinaan perbaikan mutu beras di tingkat
petani dan di tingkat penggilingan. Namun hingga saat ini belum ada standardisasi
beras sebagai kriteria mutu beras yang diterima dalam sistem perdagangan secara

nasional. Kriteria mutu yang ditetapkan Deptan dan BULOG seperti yang ada
pada Tabel 4 bertujuan untuk penyimpanan pangan yang didasarkan atas fisik
beras dan kurang memperhatikan preferensi konsumen sehingga kurang dapat
digunakan di pasaran bebas. Keterangan tabel 4 dapat dilihat pada Lampiran 10.
Tabel 4 Persyaratan Kualitas Beras Pengadaan Dalam Negeri Tahun 2003
No
1
2
3
4

No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

I. Persyaratan Umum
Bebas hama dan penyakit yang hidup
Bebas bau apek, asam atau bau-bau asing lainnya
Bersih dari campuran dedak dan katul
Bebas dari tanda-tanda adanya bahan kimia yang membahayakan baik secara visual
maupun secara organoleptik
II. Persyaratan Khusus
Satuan
Mutu
Mutu
Mutu
Mutu
Mutu
Komponen Mutu
Pengukuran
I
II
III
IV
V
Derajat Sosoh
Min (%)
100
100
100
95 min
85 min
Kadar Air
Max (%)
14
14
14
14
15
Beras Kepala
Min (%)
100
95 min
84 min
73 min
60 min
Butir Utuh
Min (%)
60
50
40
35
35
Butir patah
Max (%)
0
5
15
25
35
Butir Menir
Max (%)
0
0
1
2
5
Butir Merah
Max (%)
0
0
1
3
3
Butir Kuning/Rusak
Max (%)
0
0
1
3
5
Butir Mengapur
Max (%)
0
0
1
3
5
Butir Asing
Max (%)
0
0
0,02
0,05
0,2
3
Butir Gabah
Max
0
0
1
2
Butir/100 gr
10
Campuran Varetas Lain
Max (%)
5
5
5
10

Sumber : Deptan dan BULOG (2003)


Preferensi yang dimaksud adalah rasa, kepulenan, dan aroma. Atributatribut tersebut merupakan ungkapan perasaan selera pribadi, sehingga sulit
diukur. Karena itu dalam perdagangan, atribut-atribut ini tidak dimasukkan dalam
grade beras.
Beberapa atribut mutu yang yang diuraikan di atas, baik yang tercantum
pada standar beras nasional maupun atribut lain seperti rasa, aroma, dan warna
merupakan atribut mutu intrinsik. Selain atribut tersebut, dalam pemasaran beras
ada beberapa atribut mutu ekstrinsik yang telah berkembang seperti merek,
kemasan, label (informasi), serta sertifikasi keaslian varietas beras dan sistem
budidaya padi.

Untuk mencapai standar mutu beras nasional dilakukan melalui


penyusunan suatu konsep standar mutu beras yang dapat diterima secara luas. Saat
ini konsep semacam itu telah ada dengan dikeluarkannya beras berlabel Standar
Nasional Indonesia (SNI). Badan Standardisasi Nasional (BSN) menyusun konsep
standar mutu beras giling dengan memperhatikan standar mutu beras Filipina dan
Amerika Serikat, standar mutu beras BULOG, hasil analisis contoh beras dari
beberapa propinsi, dan hasil penelitian Badan Litbang Pertanian (Deptan, 1999).

2.5

Penelitian Terdahulu
Jufri (2006) melakukan penelitian tentang analisis perilaku konsumen

dan strategi pemasaran beras Super Ciherang LDM Sri Jaya Karawang. Penelitian
dilakukan secara sengaja di Kecamatan Tempuran, Karawang, Jawa Barat.
Sampel yang diambil sebanyak 92 orang yang sudah pernah mengkonsumsi Super
Ciherang LDM Sri Jaya Karawang. Data yang diperoleh dianalisis dengan tabulasi
sederhana, analisis komponen utama, dan analisis konjoin.
Dalam penelitian ini, dikemukakan bahwa manfaat yang dicari adalah
untuk memenuhi kebutuhan pokok karena makan nasi (beras) sudah menjadi
kebiasaan. Namun dalam mengkonsumsi beras, terdapat indikator kualitas yang
sangat diperhatikan pada atribut beras. Hal itu adalah keragaman butir beras,
warna beras, kepulenan nasi, kemekaran beras, dan ukuran kemasan beras.
Strategi pemasaran yang perlu dibenahi meliputi strategi produk, harga,
distribusi, dan promosi. Untuk strategi produk, diharapkan LDM Sri Jaya
Karawang dapat menyediakan beras dengan tingkat keseragaman yang tinggi,
berwarna putih, nasinya pulen, beraroma, mekar dan memperbanyak beras dengan

kemasan 20 kg. Pada strategi harga, harus diupayakan harga yang beragam
terutama untuk beras eceran/kiloan dan pemberian potongan harga untuk
pembelian partisi besar. Pemasaran beras kepada konsumen kelas atas dan kelas
menengah sebaiknya dilakukan melalui pasar swalayan karena konsumen
menginginkan tempat berbelanja yang mudah dicapai, kualitas produk yang baik,
pelayanan yang memuaskan, dan suasana yang nyaman. Strategi distribusi untuk
kelas bawah yaitu dengan menyediakan beragam beras, baik harga maupun
jenisnya, serta kedekatan pedagang dengan lokasi perumahan. Promosi dapat
dilakukan dengan komunikasi lisan antara pedagang dengan pembeli. Untuk
konsumen kelas menengah atas, penyampaian informasi dapat dilakukan dengan
menggunakan

katalog

harga

yang

biasa

dikeluarkan

supermarket

dan

penyampaian informasi pada kemasan beras.


Penelitian yang dilakukan oleh Selamet (2003), mengenai analisis proses
keputusan konsumen dalam pembelian beras dan strategi pemasaran beras.
penelitian ini berlokasi di Kelurahan Tegalleja, Kecamatan Bogor Tengah dengan
responden sebanyak 60 orang. Dari seluruh responden tersebut, 30 responden
digolongkan sebagai kelas atas dan 30 responden lainnya digolongkan sebagai
kelas bawah.
Dalam penelitiannya, kelas sosial sangat berpengaruh terhadap perbedaan
sikap serta tindakan yang diambil konsumen kelas atas dan kelas bawah dalam
proses keputusan pembelian beras. Selain itu, proses keputusan pembelian beras
juga dipengaruhi variabel-variabel lain terutama motivasi dan keterlibatan,
budaya, situasi pembelian dan komunikasi, pengetahuan tentang beras, sumber
daya waktu dan kognitif, serta gaya hidup responden.

Pada tahap pengenalan kebutuhan, keterlibatan terhadap beras tinggi,


terutama pada kelas bawah. Secara umum, pengetahuan kelas atas terhadap beras
lebih banyak dibandingkan dengan kelas bawah, namun sumber-sumber informasi
yang berpengaruh terhadap keputusan pembelian beras kelas atas dan kelas bawah
relatif tidak ada perbedaan. Dalam evaluasi alternatif, kelas atas lebih teliti dalam
memutuskan beras mana yang akan dibeli. Namun, baik kelas atas maupun kelas
bawah telah memperhatikan sejumlah atribut yang ada dalam pembelian beras.
Keputusan pembelian beras kelas atas berdasarkan nama jenis/varietas beras,
kenyamanan dan kepraktisan dalam pembelian, namun mereka relatif kurang setia
pada satu tempat pembelian. Keputusan pembelian kelas bawah lebih didasarkan
pada harga, kedekatan dan pelayanan tempat pembelian. Kelas bawah sebagian
besar belum mendapat kepuasan dalam pembelian beras dibandingkan dengan
kelas atas. Namun dalam menyikapi keluhan, baik kelas bawah maupun kelas atas
mengedepankan sikap percaya pada tempat pembelian.
Strategi pemasaran yang penting bagi kelas bawah adalah harga beras
yang beragam dan terjangkau. Sedangkan strategi untuk kelas atas adalah
pengutamaan mutu beras sebagai produk beserta jasa yang menyertainya.
Suryana (2003) melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi proses keputusan pembelian beras domestik dan impor. Penelitian
ini dilakukan di Kelurahan Babakan Kecamatan Bogor Tengah dengan melibatkan
100 responden.
Dalam penelitian itu disebutkan bahwa perilaku konsumen dalam
pembelian bahan pangan berkembang seiring dengan berkembangnya kemajuan di
berbagai bidang. Peningkatan pendapatan masyarakat mengakibatkan terjadinya

tuntutan terhadap kualitas. Konsumen lebih menekankan pada keseimbangan


mutu, gizi, serta estetika. Perubahan struktur demografi seperti tingkat pendidikan,
pengetahuan, gaya hidup, kemajuan teknologi, transportasi, dan komunikasi pada
saat ini mempengaruhi selera atau preferensi konsumen.
Pengolahan data dengan Analisis Faktor menghasilkan tiga komponen
utama yang dipertimbangkan konsumen pada setiap kelas sosial. Variabel utama
yang paling dominan mempengaruhi responden kelas bawah adalah keragaman
jenis beras di toko, perolehan informasi dari penjual, dapat membeli dengan cara
berhutang, lokasi penjual, dan daya tahan beras, sedangkan variabel dominan pada
kelas menengah adalah rasa beras, kepulenan beras, daya tahan beras, dan
kenyamanan lokasi pembelian. Variabel yang mempengaruhi konsumen kelas atas
adalah beragam jenis beras yang dijual, pengetahuan tentang beras, kemasan
beras, iklan beras, dan keutuhan butir beras.
Strategi pemasaran yang sebaiknya dilakukan mencakup strategi produk,
strategi harga, strategi promosi, dan strategi distribusi. Dalam strategi produk,
pemasar hendaknya melakukan grading pada beras sejenis, menjaga kebersihan,
menyalurkan beras yang pulen, dan lebih memperhatikan kemasan yang menarik.
Strategi harga yang harus dilakukan adalah menyesuaikan harga jual dengan pasar
sasaran yang dituju serta menerapkan harga sesuai dengan kualitas grading beras.
Strategi promosi yang dilakukan adalah dengan melakukan personel selling dari
penjual kepada konsumen serta menggunakan iklan pada media elektronik, cetak,
atau spanduk dengan target konsumen wanita. Strategi distribusi dilakukan
dengan cara menyesuaikan lokasi penjualan, penataan tempat penjualan, dan

pelayanan dengan target pasar, serta menyediakan beragam jenis dan harga beras
di tempat penjualan.
Penelitian yang dilakukan Yuniarti (2002) mengenai analisis perilaku
konsumen produk beras kemasan pada kaum wanita. Dari 100 responden yang
dilibatkan, didapat kesimpulan bahwa kaum wanita, baik ibu rumah tangga
maupun wanita bekerja, dalam mengkonsumsi beras, melalui tahap-tahap
pengambilan keputusan. Proses tersebut dipengaruhi berbagai macam faktor
pembeda yang turut mempengaruhi perilaku dan keputusan pembelian mereka
seperti sumber informasi yang diperoleh, penilaian terhadap produk beras
kemasan, hingga preferensi konsumen terhadap produk tersebut.
Dikatakan bahwa perilaku konsumen beras kemasan saat ini dipengaruhi
oleh tingkat pendidikan, pendapatan yang meningkat, gaya hidup, dan
bertambahnya beragam produk beras kemasan. Hal ini menyebabkan konsumen
mulai membandingkan harga dan mutu produk, meminta pengemasan yang lebih
baik dan menarik, dan lebih peka terhadap informasi dan periklanan.
Penelitian yang dilakukan oleh Ningsih (1999) mengenai konsep standar
mutu beras berdasarkan preferensi konsumen dan pedagang beras di Surabaya
mengemukakan bahwa secara umum perhatian responden terhadap mutu beras
telah demikian tingginya. Ini terlihat dari banyaknya responden yang memilih
kriteria mutu sebagai faktor yang paling menentukan jika mereka membeli beras.
Dari sampel yang diwawancarai sebanyak 80 orang, sebanyak 70 persen rumah
tangga dan 85,7 persen rumah makan memilih kriteria mutu sebagai faktor yang
paling menentukan dalam pembelian beras, selain rasa beras dan faktor lainnya.

Damardjati (1990), melakukan penelitian untuk mengetahui perilaku


konsumen di daerah perkotaan terhadap mutu beras dikaitkan dengan harga yang
harus dibayar oleh konsumen untuk setiap kilogram beras yang mereka beli.
Selain itu, penelitian ini mencoba membandingkan pola permintaan konsumen
terhadap karakteristik yang dikelompokkan berdasarkan lokasi (Medan, Jakarta,
dan Ujung Pandang) serta berdasarkan tingkat pendapatan (rendah, sedang, dan
tinggi).
Hasil penelitiannya mengemukakan bahwa konsumen di Jakarta lebih
menyukai kelompok beras dengan rasa nasi pulen, sedangkan di Ujung Pandang
para konsumen lebih menyukai nasi yang lebih keras, sementara di Medan
konsumen menyukai beras lokal dengan rasa nasinya relatif pera tetapi
mempunyai aroma. Share pengeluaran untuk beras dalam total pengeluaran untuk
makanan dipengaruhi oleh harga beras dan pendapatan konsumen, namun tidak
dipengaruhi oleh jumlah anggota keluarga. Share pengeluaran untuk beras dalam
total pengeluaran untuk makanan akan menurun jika pendapatan per kapita per
bulan konsumen meningkat. Dengan kata lain, konsumen akan mengutamakan
kualitas makanan dengan meningkatkan pengeluaran untuk makanan selain beras.

BAB III
KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis


3.1.1

Konsumen dan Perilaku Konsumen


Kotler (2000) mendefinisikan konsumen sebagai individu atau kelompok

yang berusaha untuk memenuhi atau mendapatkan barang atau jasa untuk
kehidupan pribadi atau kelompoknya. Konsumen juga dapat didefinisikan sebagai
setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik
bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun mahkluk hidup lain
dan tidak untuk diperdagangkan (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8
Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen).
Konsumen adalah orang yang melakukan tindakan menghabiskan nilai
barang dan jasa setelah mengeluarkan sejumlah biaya. Tujuan utama dari
mengkonsumsi barang dan jasa adalah untuk memenuhi kebutuhan dan diukur
sebagai kepuasan yang diperoleh. Besarnya kepuasan konsumen diukur dari
sejumlah nilai yang diperoleh dari mengkonsumsi suatu barang dan jasa terhadap
biaya yang dikeluarkan (Kotler, 2000).
Menurut Engel et al. (1994) perilaku konsumen adalah tindakan yang
langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk
dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusuli tindakan ini.
Definisi lain dari perilaku konsumen adalah proses pengambilan keputusan yang
mensyaratkan aktivitas individu yang mengevaluasi, memperoleh, menggunakan,
atau mengatur barang dan jasa (Simamora, 2004), sedangkan menurut Sumarwan

(2004) perilaku konsumen adalah semua kegiatan tindakan serta proses psikologis
yang mendorong tindakan tersebut pada saat sebelum membeli, ketika membeli,
menggunakan, menghabiskan produk dan jasa setelah melakukan hal-hal di atas
atau kegiatan mengevaluasi.
Perilaku konsumen merupakan hal penting yang harus diperhatikan oleh
produsen dengan tujuan memberikan kepuasan kepada konsumen. Mempelajari
perilaku konsumen berarti mempelajari bagaimana konsumen membuat keputusan
dengan menggunakan sumberdaya yang dimiliki (waktu, uang, dan usaha) untuk
memperoleh produk dan jasa yang mereka inginkan. Dimana didalamnya
menyangkut pembahasan tentang jenis alasan, waktu, tempat, dan frekuensi
pemakaian suatu produk barang dan jasa. Perilaku konsumen mencerminkan
tanggapan mereka terhadap berbagai rangsangan dari produk dan dari mereka
sendiri yang berupa pengaruh lingkungan, perbedaan individu, dan proses
psikologis.

3.1.2

Karakteristik
Karakteristik konsumsi menurut Sumarwan (2004) meliputi pengetahuan

dan pengalaman konsumen, kepribadian konsumen, dan karakteristik demografi


konsumen. Konsumen yang memiliki pengetahuan dan pengalaman yang banyak
mengenai produk mungkin tidak termotivasi untuk mencari informasi, karena
konsumen sudah merasa cukup dengan pengetahuannya untuk mengambil
keputusan. Konsumen yang mempunyai kepribadian sebagai seorang yang senang
mencari informasi, (information seeker) akan meluangkan waktu untuk mencari
informasi lebih banyak. Pendidikan adalah salah satu karakteristik demografi yang

penting. Konsumen yang berpendidikan tinggi cenderung mencari informasi yang


banyak mengenai suatu produk sebelum ia memutuskan untuk membelinya.
Selain itu, Sumarwan (2004) juga berpendapat bahwa semua penduduk
berapapun usianya adalah konsumen. Oleh karena itu, pemasar harus memahami
distribusi usia penduduk dari suatu wilayah yang akan dijadikan target pasarnya.
Perbedaan usia akan mengakibatkan perbedaan selera dan kesukaan terhadap
produk. Usia merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi preferensi dan
persepsi konsumen dalam proses keputusan untuk menerima sesuatu yang baru,
baik produk maupun jasa. Seseorang yang berumur relatif muda, akan lebih cepat
menerima sesuatu yang baru.
Pendapatan merupakan imbalan yang diterima seseorang dari pekerjaan
yang dilakukannya. Jumlah pendapatan akan menggambarkan besarnya daya beli
seorang konsumen. Karena alasan inilah konsumen perlu mengetahui pendapatan
konsumen yang menjadi sasarannya (Sumarwan, 2004). Besar kecilnya
pendapatan yang diterima konsumen dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan
pekerjaannya. Pekerjaan akan berpengaruh terhadap besar kecilnya pendapatan
yang akan diperoleh. Pendidikan formal penting dalam membentuk pribadi
dengan wawasan berfikir yang lebih baik.
Karakteristik konsumen yang berguna untuk mengetahui sebuah
segmentasi pasar yang dapat dibagi dalam empat kategori yaitu demografi,
perilaku, profil psikografi, dan karakteristik kepribadian. Ukuran demografi
konsumen yang terdiri dari umur, jenis kelamin, pendapatan, agama, status
perkawinan, pendidikan, etnik dan kebangsaan, memiliki dua manfaat penting
dalam proses segmentasi. Pertama, hal itu dapat digunakan baik secara terpisah

maupun dikombinasikan untuk mengembangkan berbagai subbudaya dimana para


anggotanya saling berbagi nilai, kebutuhan, ritual, dan perilaku tertentu.
Contohnya kombinasi pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan, dapat dipergunakan
untuk mengembangkan kelas sosial konsumen. Manfaat kedua, variabel
demografi dapat digunakan untuk menggambarkan para konsumen yang
diklasifikasikan menjadi segmen melalui sarana lainnya (Sunarto, 2006).
Sunarto (2006) menyatakan bahwa dasar penting untuk segmentasi
perilaku adalah harga, manfaat yang dicari, dan tingkat penggunaan. Segmentasi
menurut elastisitas harga didasarkan atas konsep ekonomi, dimana kelompok
konsumen yang berbeda akan memberikan reaksi yang berbeda terhadap
perubahan harga produk atau jasa. Ide dari segmentasi manfaat adalah
mengembangkan produk dan jasa dengan mutu tertentu yang diinginkan oleh
kelompok konsumen yang homogen. Sedangkan dasar segmentasi pasar yang
penting adalah perilaku penggunaan.
Sunarto (2006) juga menyatakan bahwa kebanyakan segmentasi
psikografi atau kepribadian dikombinasikan dengan segmentasi perilaku. Sebagai
awalan, pemasar memilih konsumen menjadi pengguna berat, moderat, dan ringan
atas sebuah merek dan kemudian menganalisis satu atau lebih segmen ini melalui
inventaris psikografi dan atau kepribadian. Akhirnya, para pemasar merancang
pesanan promosi, serta distribusi, dan strategi penetapan harga yang paling efektif
untuk segmen ini berdasarkan karakteristik kepribadian atau psikografi.

3.1.3

Proses Pengambilan Keputusan


Keputusan konsumen yang dilakukan dalam bentuk tindakan membeli

harus melalui beberapa tahap tertentu. Tahapan ini dimulai dengan pengenalan
kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan pembelian, dan
hasil pembelian konsumen terhadap produk yang dibeli. Tahapan-tahapan tersebut
dapat dilihat pada gambar berikut.
Pengenalan Kebutuhan

Pencarian Informasi

Evaluasi Alternatif

Pembelian

Hasil
Gambar 1. Tahap-Tahap Proses Pengambilan Keputusan
Sumber : Engel et al. (1994)
Tahapan-tahapan dalam proses pengambilan keputusan tersebut adalah :
1. Pengenalan Kebutuhan
Proses pembelian suatu produk oleh konsumen dimulai ketika suatu
kebutuhan mulai dirasakan dan dikenali. Adanya kebutuhan tersebut disebabkan
konsumen merasakan adanya ketidaksesuaian antara keadaan yang nyata dengan
keadaan yang diinginkan. Ketika ketidaksesuaian itu melebihi suatu tingkat
tertentu, maka kebutuhan dikenali (Engel et al., 1994). Pengenalan kebutuhan
muncul ketika konsumen menghadapi suatu masalah, yaitu suatu keadaan yang

sebenarnya terjadi (Sumarwan, 2003). Timbulnya kebutuhan tersebut dapat dipicu


oleh stimuli intern, yaitu kebutuhan dasar seseorang seperti rasa lapar dan haus.
Stimuli yang timbul pada suatu tingkat tertentu dan menjadi sebuah dorongan
yang memotivasi konsumen untuk segera memuaskannya.
2. Pencarian Informasi
Setelah konsumen tergerak oleh suatu stimuli maka kemungkinan mereka
akan berusaha untuk mencari lebih banyak informasi. Menurut Engel et al. (1994)
pencarian informasi yang merupakan tahap kedua dari proses keputusan
pembelian merupakan aktivitas yang termotivasi dari pengetahuan yang tersimpan
dalam ingatan dan perolehan informasi dari lingkungan. Pada tahap ini sumber
informasi konsumen terdiri dari (1) sumber pribadi (keluarga, teman, tetangga),
(2) sumber komersil (iklan, penjual), dan (3) sumber pengalaman.
3. Evaluasi Alternatif
Evaluasi alternatif merupakan proses dimana suatu alternatif pilihan
dievaluasi dan dipilih untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Untuk memilih
alternatif, konsumen menggunakan atribut tertentu yang disebut sebagai kriteria
evaluasi. Kriteria yang sering digunakan oleh konsumen antara lain harga, merek,
dan kriteria yang bersifat hedonik (prestise, status). Kriteria ini biasanya
bervariasi sesuai dengan kepentingan relatif mereka. Setelah menentukan kriteria
yang biasa digunakan untuk menilai alternatif, maka konsumen memutuskan
alternatif mana yang akan dipertimbangkan. Menurut Engel et al. (1994) tahap ini
terdiri dari menentukan alternatif pilihan, menilai alternatif pilihan, dan terakhir
menyeleksi kaidah keputusan. Kaidah keputusan adalah strategi yang digunakan
konsumen untuk menyeleksi alternatif-alternatif pilihan yang ada.

4. Pembelian dan Hasil


Tindakan pembelian merupakan tahap besar terakhir dari proses
keputusan pembelian. Pada tahap ini, konsumen harus mengambil keputusan
mengenai kapan membeli dan di mana membeli. Menurut Engel et al. (1994)
pembelian merupakan fungsi dari dua determinan, yaitu niat pembelian dan
pengaruh lingkungan.
Pengaruh lingkungan dan perbedaan individu juga mempengaruhi
keputusan pembelian seseorang. Menurut Engel et al. (1994) terdapat dua faktor
yang mempengaruhi pembelian dan keputusan pembelian. Faktor pertama adalah
sikap atas pendirian orang lain. Pendirian orang lain dapat dipengaruhi oleh
alternatif yang disukai seseorang tergantung pada (1) intensitas dari pendirian
negatif terhadap alternatif yang disukai konsumen, dan (2) motivasi konsumen
untuk memenuhi keinginan orang lain.
Perilaku proses keputusan pembelian tidak berhenti begitu pembelian
dilakukan. Evaluasi lebih jauh dalam bentuk perbandingan kinerja produk
berdasarkan harapan. Hasilnya adalah kepuasan dan ketidakpuasan. Kepuasan
mengukuhkan loyalitas pembeli, sementara ketidakpuasan dapat menyebabkan
keluhan.

3.1.4

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Pengambilan Keputusan


Proses keputusan konsumen untuk membeli suatu produk tidak terbentuk

begitu saja, tetapi dipengaruhi oleh banyak faktor, menyebabkan keputusan yang
diambil setiap konsumen berbeda-beda. Menurut Engel et al. (1994) terdapat tiga

hal pokok yang mempengaruhi proses keputusan pembelian, yaitu pengaruh


lingkungan, perbedaan individu, dan proses psikologis.

3.1.4.1 Pengaruh Lingkungan


Konsumen hidup dalam lingkungan yang kompleks. Perilaku proses
keputusan mereka dipengaruhi oleh (1) budaya; (2) kelas sosial; (3) pengaruh
pribadi; (4) keluarga; dan (5) situasi.
Budaya adalah seperangkat nilai gagasan, sikap dan simbol lain yang
bermakna yang melayani manusia berkomunikasi, membuat tafsiran, dan
mengevaluasi sebagai anggota masyarakat. Pengaruh budaya terhadap pengaruh
konsumen adalah (1) mempengaruhi struktur konsumsi, (2) mempengaruhi
bagaimana individu mengambil keputusan, dan (3) merupakan variabel utama di
dalam penciptaan dan komunikasi makna di dalam produk (Engel et al., 1994).
Menurut Kotler (2000), kelas sosial adalah pembagian di dalam
masyarakat yang terdiri atas individu yang berbagai nilai, minat, dan perilaku
yang sama, atau kelompok-kelompok yang relatif homogen dalam suatu
masyarakat yang tersusun secara hierarki. Kelas sosial yang berbeda cenderung
memunculkan perilaku konsumsi yang berbeda. Kelas sosial tidak hanya
ditentukan oleh pendapatan, tetapi juga ditentukan oleh pekerjaan, prestasi,
pribadi, interaksi, pemilikan, orientasi, nilai, kesadaran kelas, dan sebagainya
(Engel et al., 1994).
Pengaruh pribadi adalah tekanan yang dirasakan untuk menyesuaikan
diri dengan norma dan harapan yang diberikan oleh orang lain. Sebagai
konsumen, perilaku sering dipengaruhi oleh orang-orang yang berhubungan dekat

atau berhubungan erat dengan kita, yaitu kelompok acuan ataupun pemimpin
opini. Kelompok acuan didefinisikan sebagai orang atau kelompok yang
mempengaruhi secara bermakna perilaku individu.
Keluarga merupakan kelompok acuan primer yang paling berpengaruh
terhadap sikap, perilaku individu, dan perilaku pembelian. Setiap anggota
keluarga memegang peranan penting mencakup penjaga pintu, pemberi pengaruh,
pengambil keputusan, pembeli, dan pemakai.
Situasi dapat memberikan pengaruh yang kuat dalam perilaku
konsumen. pengaruh situasi ini dapat timbul dari pengaruh fisik (lokasi, tata
ruang, suara, warna), lingkungan sosial (orang lain), waktu atau momen, tugas
(tujuan dan sasaran), serta keadaan antasedan (suasana hati dan kondisi sementara
konsumen).

3.1.4.2 Perbedaan Individu


Menurut Engel et al. (1994), perbedaan individu adalah faktor internal
yang menggerakkan dan mempengaruhi perilaku. Perilaku mereka dipengaruhi
oleh (1) sumberdaya konsumen; (2) motivasi dan keterlibatan; (3) pengetahuan;
(4) sikap; (5) kepribadian, gaya hidup, dan demografi.
Sumberdaya konsumen atau apa yang tersedia di masa datang berperan
penting dalam keputusan pembelian. Setiap konsumen membawa tiga sumberdaya
ke dalam situasi pengambilan keputusan, yaitu (1) sumberdaya ekonomi
(pendapatan dan kekayaan), (2) sumberdaya kognitif (kapasitas untuk pengolahan
informasi), dan (3) sumberdaya temporal (waktu).

Motivasi adalah suatu dorongan dalam diri seseorang untuk memenuhi


kebutuhannya dan memperoleh kepuasan dari pemenuhan kebutuhan tersebut.
Perilaku yang termotivasi diprakarsai oleh pengaktifan kebutuhan atau pengenalan
kebutuhan. Kebutuhan atau motivasi diaktifkan ketika ada ketidakcocokan antara
kondisi yang diinginkan dengan kondisi aktual.
Keterlibatan mengacu pada tingkat relevansi yang disadari dalam
tindakan pembelian dan komsumsi. Bila keterlibatan tinggi, ada motivasi lebih
kuat untuk memperoleh dan mengolah informasi secara lebih lengkap.
Pengetahuan didefinisikan sebagai informasi yang disimpan di dalam
ingatan. Pengetahuan dibagi dalam tiga kategori, yaitu (1) pengetahuan produk,
mencakup atribut produk dan kepercayaannya, (2) pengetahuan membeli, yaitu
dimana dan kapan membeli, dan (3) pengetahuan pemakaian (dari ingatan
konsumen dan iklan).
Sikap merupakan keseluruhan evaluasi yang dilakukan konsumen. sikap
ini dilakukan konsumen berdasarkan pandangannya terhadap produk dan proses
belajar baik dari pengalaman sendiri atau dari orang lain. Masing-masing sikap ini
akan bergantung pada kualitas pengalaman komsumen dengan objek sikap
sebelumnya.
Kepribadian, demografi, dan gaya hidup merupakan sikap yang
penting untuk mengerti mengapa orang memperlihatkan perbedaan dalam
mengkonsumsi produk dan preferensi merek. Kepribadian dalam perilaku
konsumen didefinisikan sebagai respon yang konsisten terhadap stimulasi
lingkungan. Demografi mendeskripsikan pangsa konsumen dalam istilah usia,

pendapatan, dan pandidikan. Gaya hidup merupakan pola yang digerakkan orang
untuk menghabiskan sumberdaya yang dimiliki.

3.1.4.3 Pengaruh Psikologis


Kotler

(2000)

menyebutkan

bahwa

pembelian

yang

dilakukan

dipengaruhi oleh empat faktor psikologis utama, yaitu motivasi, persepsi,


pengetahuan dan keyakinan, serta pendirian. Sedangkan proses psikologis sendiri
meliputi tiga proses, yaitu (1) pemrosesan informasi, (2) pembelajaran, dan (3)
perubahan sikap dan perilaku.
Pemrosesan informasi mengacu pada proses yang dengannya suatu
stimulus diterima, ditafsirkan, disimpan dalam ingatan, dan belakangan diambil
kembali. Pembelajaran merupakan proses di mana pengalaman menyebabkan
perubahan dalam pengetahuan, sikap, dan perilaku. Perubahan sikap atau perilaku
adalah proses psikologis terakhir yang berkaitan dengan keputusan yang akan
diambil oleh konsumen.

3.1.5

Atribut Produk
Menurut Engel et al. (1994), keunikan suatu produk dapat dengan mudah

menarik perhatian konsumen. Keunikan ini dapat terlihat dari atribut-atribut yang
dimiliki oleh suatu produk. Atribut produk adalah karakteristik suatu produk yang
berfungsi sebagai atribut evaluatif selama pengambilan keputusan di mana atribut
tersebut tergantung pada jenis produk dan tujuannya. Atribut produk terdiri dari
tiga tipe, yaitu ciri-ciri atau rupa (features), fungsi (function), dan manfaat
(benefit). Penjual perlu mengetahui sikap konsumen yang mendukung atau tidak

mendukung produk mereka. Penjual perlu sekali mengetahui alasan pada sikap ini,
terutama pada atribut yang diinginkan konsumen seperti tipe ciri dan tipe manfaat.
Atribut pada tipe ciri dapat berupa ukuran, karakteristik suatu produk (rasa, warna,
harga), komponen atau bagian-bagiannya, bahan dasar, proses manufaktur, servis
atau jasa, penampilan, harga, susunan maupun trademark atau tanda merek dan
lain-lain. Sementara tipe manfaat dapat berupa kegunaan, kesenangan yang
berhubungan dengan indera, dan non material seperti kesehatan dan kemudahan
serta kenyamanan.
Sedangkan menurut Limbong dan Sitorus (1987) yang dimaksud dengan
atribut produk adalah mutu, penampilan, pilihan gaya, merek, pengemasan, dan
jenis produk. Sementara menurut Kotler (2000), atribut adalah mutu ciri dan
model produk.

3.1.6

Preferensi Konsumen
Preferensi konsumen didefinisikan sebagai pilihan suka atau tidak suka

oleh seseorang terhadap suatu produk barang atau jasa yang dikonsumsi. Menurut
Kotler (2000), preferensi konsumen menunjukkan kesukaan konsumen dari
berbagai pilihan produk yang ada. Teori preferensi digunakan untuk menganalisis
tingkat kepuasan bagi konsumen, misalnya bila seseorang konsumen ingin
mengkonsumsi produk dengan sumberdaya terbatas maka ia harus memilih
alternatif sehingga nilai guna atau utilitas yang diperoleh mencapai optimal.
Preferensi konsumen dapat diketahui dengan mengukur tingkat kegunaan
dan nilai relatif penting setiap atribut yang terdapat pada suatu produk. Atribut
fisik yang ditampilkan pada suatu produk dapat menimbulkan daya tarik pertama

yang dapat mempengaruhi konsumen. Penilaian terhadap produk menggambarkan


sikap konsumen terhadap produk tersebut dan sekaligus dapat mencerminkan
perilaku konsumen dalam membelanjakan dan mengkonsumsi suatu produk.
Konsumen memiliki sikap berbeda-beda dalam menimbang atribut yang
dianggap penting. Mereka akan memberikan perhatian terbesar pada atribut yang
memberikan manfaat-manfaat yang dicarinya. Pasar sebuah produk sering
disegmentasikan berdasarkan atribut yang menonjol dalam kelompok konsumen
yang berbeda (Kotler, 2000).

3.1.7

Kepuasan Konsumen
Engel et al., (1994) mengungkapkan bahwa kepuasan merupakan hasil

evaluasi pasca konsumsi, bahwa sesuatu yang dipilih melebihi atau tidak melebihi
harapannya. Tingkat kepuasan konsumen dapat digambarkan seperti yang
ditunjukkan oleh Gambar 2.
Tujuan Perusahaan

Nilai Produk bagi


Konsumen

Kebutuhan dan Keinginan


Konsumen

Harapan Konsumen
terhadap Produk

Produk

Tingkat Kepuasan Konsumen


Gambar 2. Tingkat Kepuasan Konsumen
Sumber : Engel et al., (1994)
Kotler (2000) mendefinisikan kepuasan sebagai perasaan senang dan
kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan antara persepsi/kesannya

terhadap kinerja (hasil suatu produk) dengan harapan-harapannya. Kepuasan


merupakan fungsi dari persepsi atas kinerja dan harapan. Jika kinerja berada di
bawah harapan, maka konsumen akan merasa puas. Sebaliknya, jika kinerja
memenuhi harapan, maka konsumen akan puas. Umumnya harapan konsumen
merupakan perkiraan atau keyakinannya tentang apa yang akan diterimanya
apabila ia membeli atau mengkonsumsi suatu produk. Sedangkan kinerja
merupakan persepsi konsumen terhadap apa yang ia terima setelah mengkonsumsi
produk yang bersangkutan.
Kotler mendefinisikan bahwa terdapat empat perangkat untuk melacak
dan mengukur kepuasan pelanggan. Keempat perangkat tersebut adalah sebagai
berikut :
a. Sistem Keluhan dan Saran
Perusahaan yang berfokus pada pelanggan mempermudah pelanggannya
untuk memberikan saran dan keluhan. Hal ini dilakukan untuk melaksanakan
komunikasi dua arah. Informasi yang diperoleh merupakan sumber gagasan yang
baik untuk meyakinkan perusahaan bertindak cepat untuk menyelesaikan masalah.
b. Survei Kepuasan Pelanggan
Perusahaan-perusahaan akan mengukur kepuasan pelanggan secara
langsung dengan melakukan survei berkala jika perusahaan tidak dapat
menggunakan keluhan sebagai ukuran kepuasan konsumen. Perusahaan akan
mengirimkan daftar pertanyaan atau menelepon pelanggan-pelanggan terakhir
mereka sebagai sampel acak dan menanyakan apakah mereka sangat puas, puas,
biasa saja, kurang puas, atau sangat tidak puas terhadap aspek kinerja perusahaan.

Selain

mengumpulkan

informasi

tentang

kepuasan

pelanggan,

perusahaan juga mengajukan pertanyaan tambahan untuk mengukur keinginan


pelanggan untuk membeli ulang. Pembelian ulang biasanya tinggi jika kepuasan
pelanggan tinggi.
c. Belanja Siluman
Perusahaan-perusahaan dapat membayar orang-orang untuk bertindak
sebagai pembeli potensial guna melaporkan hasil temuan mereka tentang kekuatan
dan kelemahan yang mereka alami ketika membeli produk perusahaan dan produk
pesaing. Para pembelanja siluman itu bahkan dapat menyampaikan masalah
tertentu untuk menguji apakah staf penjualan dapat menyelesaikan masalah
tersebut dengan baik.
d. Analisis Pelanggan yang Hilang
Perusahaan terus menghubungi para pelanggan yang berhenti membeli
atau berganti pemasok untuk mempelajari sebabnya. Bukan saja penting untuk
melakukan wawancara keluar ketika pelanggan mulai berhenti membeli, tetapi
juga harus memperhatikan tingkat kehilangan pelanggan. Jika tingkat kehilangan
pelanggan meningkat, itu menunjukkan bahwa perusahaan gagal memuaskan
pelanggannya.

3.1.8

Garis Anggaran dan Kurva Indiferen


Karena keterbatasan pendapatan, konsumen tidak mungkin memenuhi

semua keinginan dan kebutuhannya tanpa batas. Pilihan yang nantinya diambil
adalah pilihan yang menghasilkan kepuasan optimal bagi konsumen. Pilihan yang
mungkin dipilih konsumen tersebut dapat dinyatakan pada garis anggaran. Garis

ini merupakan kombinasi komoditi yang tersedia bagi konsumen jika ia


membelanjakan sejumlah uang tetap (dalam hal ini penghasilannya) pada tingkat
harga tertentu komoditas tersebut. garis ini terkadang disebut garis isocost, karena
semua titik pada garis tersebut mengungkapkan sejumlah barang dengan
pengorbanan biaya yang sama.
Garis anggaran mengandung beberapa sifat penting, yaitu : (1) titik-titik
pada garis anggaran menggambarkan sekumpulan barang-barang yang harga
belinya persis menghabiskan seluruh penghasilan konsumen; (2) titik-titik
diantara garis anggaran dan titik nol menggambarkan sekumpulan barang-barang
yang harga belinya lebih rendah daripada pendapatan rumah tangga; (3) titik-titik
di atas garis anggaran menggambarkan kombinasi barang-barang yang harga
belinya melampaui pendapatan konsumen. Garis anggaran untuk dua komoditi
dapat dilihat pada Gambar 3.
Kuantitas barang B

c
b

Garis Anggaran

a
Kuantitas barang A

Gambar 3. Garis Anggaran


Pendapatan nominal yang berbeda menghasilkan garis anggaran yang
berbeda pula. Semakin besar pendapatan konsumen, garis anggarannya semakin
menjauhi nol (c), sedangkan semakin kecil pendapatan akan menghasilkan garis
anggaran yang semakin mendekati titik nol (a). Ini berarti konsumen dengan
pendapatan lebih kecil mempunyai daya beli yang lebih rendah dibandingkan
konsumen yang pendapatannya lebih tinggi.

Apabila harga nominal semua komoditi berubah secara proporsional,


dengan pendapatan yang konstan, garis anggaran juga akan mengalami perubahan
sesuai perubahan harga. Peningkatan harga akan menyebabkan garis anggaran
bergeser ke luar atau menjauhi titik nol (c). Sedangkan penurunan harga akan
menyebabkan garis anggaran bergeser ke dalam atau mendekati titik nol (c).
Untuk harga bertingkat pada suatu komoditi, harga yang lebih mahal menuntut
garis anggaran yang lebih jauh dari titik nol daripada harga yang lebih murah. Ini
konsumen dengan pendapatan lebih besar memiliki kemampuan mengkonsumsi
produk yang harganya lebih tinggi dibandingkan konsumen yang pendapatannya
lebih rendah.
Dari seluruh alternatif komoditas yang ditawarkan pada konsumen, akan
dipilih alternatif yang menghasilkan kepuasan optimal. kombinasi komoditi yang
menghasilkan kepuasan yang sama ditunjukkan oleh kurva indiferen (Gambar 4).
Titik dimanapun di atas kurva menunjukkan kombinasi alternatif yang lebih
disukai oleh konsumen dibandingkan dengan kombinasi yang ditunjukkan oleh
titik-titik pada kurva indiferen. Sedangkan titik yang berada di sebelah kiri dan
bawah kurva merupakan kelompok barang yang bersifat kurang memuaskan
dibandingkan dengan titik-titik pada kurva.
Kuantitas barang B

Kurva Indiferen

Kuantitas barang A

Gambar 4. Kurva Indiferen

Himpunan beberapa kurva indiferen dinamakan peta indiferen. Semakin


jauh kurna indiferen dari titik nol, semakin tinggi tingkat kepuasan yang
didapatkan dari kombinasi barang manapun yang ditunjukkan oleh titik-titik pada
kurva tersebut.
Garis anggaran menerapkan berbagai kemungkinan yang tersedia bagi
konsumen. Sedangkan kurva indiferen menggambarkan berbagai preferensi
konsumen. Untuk memperkirakan kenyataan yang dilakukan konsumen, garis
anggaran dan kurva indiferen harus digabungkan. Kepuasan maksimum konsumen
akan tercapai pada titik saat kurva indiferen menyinggung garis anggaran (titik
equilibrium).
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa semakin tinggi pendapatan, garis
anggarannya juga akan semakin menjauhi titik nol. Untuk setiap tingkat
pendapatan yang berbeda, terdapat kurva indiferen yang berbeda pula dengan
posisi ekuilibrium di mana kurva indiferen menyinggung garis anggaran yang
relevan. Jika titik-titik equilibrium tersebut dihubungkan, maka kita akan
menelusuri garis pendapatan-konsumsi (Gambar 5). Garis ini menggambarkan
bagaimana pola konsumsi berubah karena perubahan pendapatan dengan harga
relatif dipertahankan tetap konstan. Semakin tinggi pendapatan konsumen, maka
akan semakin tinggi daya belinya dan semakin tinggi kepuasan yang akan
diperolehnya.
Pada harga bertingkat, posisi garis anggaran yang semakin jauh dari titik
nol juga menunjukkan bahwa harga nominal pada titik-titik yang berada pada
garis anggaran tersebut lebih mahal daripada garis anggaran yang lebih dekat
dengan titil nol. Kurva indiferen yang berbeda pada garis anggaran yang berbeda

(berdasarkan perbedaan harga nominal) memperlihatkan bahwa kepuasan


konsumen lebih tinggi jika mengkonsumsi produk dengan harga lebih tinggi.
Untuk komoditi beras, harga yang lebih tinggi menunjukkan kualitas yang lebih
baik sehingga dengan membeli beras dengan harga yang lebih tinggi
kemungkinan besar konsumen akan mendapatkan kepuasan yang lebih tinggi
juga.
Kuantitas barang B

Garis pendapatan-konsumsi
E3
E2
E1

Kuantitas
barang A

Gambar 5. Garis Pendapatan-Konsumsi

3.1.9

Skala Likert
Menurut Simamora (2005), skala Likert adalah skala yang memberi

peluang kepada responden untuk mengekspresikan perasaan mereka dalam bentuk


persetujuan terhadap suatu pernyataan. Jumlah pilihan jawaban bisa tiga, lima,
tujuh, yang jelas harus ganjil. Informasi yang diperoleh dari skala Likert berupa
skala pengukuran ordinal.

3.1.10 Analisis Deskriptif


Analisis deskriptif menggambarkan dan meringkaskan berbagai kondisi,
situasi, atau berbagai variabel. Analisis deskriptif berkaitan dengan pengumpulan
data untuk memberikan gambaran atau penegasan suatu konsep atau gejala, juga
untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan sehubungan dengan status objek saat ini.
Analisis deskriptif terbatas pada usaha mengungkapkan suatu masalah, keadaan
atau peristiwa sebagaimana adanya. Sifatnya hanya mengungkap fakta. Hasil
penelitian lebih ditekankan pada pemberian gambaran secara objektif tentang
keadaan yang sebenarnya dari objek yang diselidiki. Akan tetapi, guna
mendapatkan manfaat yang lebih luas disamping mengungkap fakta, diberikan
interpretasi yang cukup kuat (Wirartha, 2006).

3.1.11 Customer Satisfaction Index (CSI)


Customer Satisfaction Index digunakan untuk menentukan tingkat
kepuasan

pelanggan

secara

menyeluruh

dengan

pendekatan

yang

mempertimbangkan tingkat kepentingan dari atribut-atribut kualitas jasa yang


diukur. Skor IPA dari setiap dimensi dan atribut kualitas jasa digunakan untuk
menghitung nilai CSI, sehingga dapat diketahui tingkat kepuasan terhadap kinerja
pelayanan (Hidayati, 2004).

3.1.12 Important and Performance Analysis (IPA)


Analisis ini merupakan dasar bagi manajemen dalam pengambilan
keputusan tentang tindakan apa yang harus dilakukan untuk memperbaiki kinerja
perusahaan demi meningkatkan kepuasan pelanggan. Dari analisis ini akan

dihasilkan empat kuadran yang terbentuk dari tingkat kepentingan dan tingkat
kinerja. Tingkat kepentingan yang dimaksud adalah seberapa penting suatu atribut
bagi pelanggan. Sedangkan tingkat kinerja adalah kinerja aktual dari atribut yang
dirasakan oleh konsumen. Tingkat kinerja ini erat kaitannya dengan penilaian
konsumen.
Setiap kuadran yang terbentuk merupakan penilaian dari konsumen
terhadap atribut-atribut produk. Dari kuadran-kuadran tersebut akan didapat
kesimpulan mengenai produk yang ada di pasaran saat ini dan produk yang
diharapkan konsumen sehingga dapat diambil tindakan bagi produsen terkait
dengan upaya menghasilkan suatu produk yang dapat memuaskan konsumen.

3.1.13 Bauran Pemasaran


Bauran pemasaran merupakan seperangkat alat pemasaran yang
digunakan perusahaan untuk terus-menerus mencapai tujuan pemasarannya di
pasar sasaran (Kotler, 2005). Bauran pemasaran merupakan kumpulan variabel
yang terdiri dari produk (product), harga (price), saluran distribusi (place), dan
promosi (promotion), yang semuanya harus saling mendukung satu dengan yang
lainnya.
1. Produk (product)
Produk merupakan elemen kunci dalam penawaran pasar (market
offering). Produk adalah segala sesuatu yang ditawarkan ke pasar untuk
memuaskan keinginan atau kebutuhan produk yang dipasarkan (Kotler, 2005).
Produk-produk yang ditawarkan meliputi barang fisik, jasa, pengalaman, acaraacara, orang, tempat, properti, organisasi, dan gagasan. Dalam penyusunan

penawaran permintaan pasar, pemasar perlu bertindak berdasarkan bauran produk,


lini produk, merek, kemasan, dan label.
Menurut Kotler (2005), dalam merencanakan tawaran pasar, pemasar
perlu berfikir melalui lima level produk dimana tiap levelnya akan menambah
nilai pelanggan dan akan membentuk hierarki nilai pelanggan. Level paling dasar
adalah manfaat inti (core benefit), yaitu jasa dan manfaat dasar yang
sesungguhnya dibeli oleh pelanggan. Pada level kedua, pemasar harus merubah
manfaat inti menjadi produk dasar (basic product). Pada level ketiga, pemasar
menyiapkan produk yang diharapkan (expected product) yaitu serangkaian atribut
dan kondisi yang biasanya diharapkan oleh para pembeli ketika mereka membeli
produk tersebut. Pada level keempat, pemasar menyiapkan produk yang
ditingkatkan (augmented product), yaitu produk yang melampaui harapan
pelanggan. Pada level terakhir, pemasar menjadikan produknya menjadi produk
potensial (potential product), yang mencakup peningkatan dan transformasi yang
pada akhirnya akan dialami produk tersebut dimasa yang akan datang.
2. Harga (price)
Harga adalah bentuk pengorbanan ekonomi yang dilakukan oleh
konsumen untuk mendapatkan nilai suatu produk. Secara tradisional harga
berperan menjadi penentu utama dari pilihan pembeli. Konsumen selalu
membandingkan pengorbanan yang mereka berikan melalui harga yang akan
mereka bayarkan dengan persepsi nilai produk yang akan mereka miliki. Pada
dasarnya seorang pelanggan membeli suatu produk hanya jika produk tersebut
lebih dibandingkan dengan jumlah uang yang dibayarkan untuk memperoleh
produk tersebut.

Harga merupakan satu-satunya elemen bauran pemasaran yang


menghasilkan pendapatan. Harga juga merupakan bauran pemasaran yang
fleksibel, karena harga dapat berubah dengan cepat tidak seperti ciri khas (feature)
dan perjanjian distribusi. Pengaruh harga terhadap konsumen merefleksikan
beberapa faktor, antara lain harga yang menurut konsumen pantas dibayarkan
untuk sebuah produk, alternatif harga yang tersedia bagi konsumen, harga yang
dibayarkan konsumen di masa lalu, dan sensitifitas konsumen terhadap perubahan
harga (Assail dalam Widaningsih, 2004). Produk dengan nilai (value) yang lebih
tinggi kepada pelanggannya.
3. Saluran Distribusi (place)
Kesuksesan dalam pemasaran senanatiasa diawali oleh kemampuan
memilih dan menggunakan saluran distribusi yang tepat. Keputusan saluran
distribusi merupakan salah satu keputusan yang paling kritis yang dihadapi oleh
menejemen. Saluran yang dipilih akan sangat mempengaruhi semua keputusan
pemasaran. Hal ini disebabkan karena saluran distribusi akan menjamin
ketersediaan produk dipasaran.
Menurut Kotler (2000), terdapat empat level saluran pemasaran untuk
barang konsumen, yaitu : (1) saluran level nol (saluran pemasaran langsung), (2)
saluran satu level berisi perantara penjual seperti pengecer, (3) saluran dua level
berisi dua perantara, umumnya adalah pedagang besar pemborong, dan pengecer.
4. Promosi (promotion)
Menurut Kotler (2000), promosi adalah kunci dalam kampanye
pemasaran, yang terdiri dari kumpulan kiat, intensif, umumnya bersifat jangka
pendek dan dirancang untuk menstimuli pembelian sejumlah produk oleh

konsumen. promosi menjadi hal yang penting saat ini karena dalam pemasaran
modern konsumen memerlukan lebih banyak pengembangan produk yang baik,
penawaran dengan harga yang menarik, dan kemudahan untuk dijangkau.
Bauran komunikasi pemasaran terdiri dari lima komponen utama, yaitu :
(1) periklanan, semua bentuk penyajian dan promosi non personal atas ide,
barang, atau jasa yang dilakukan oleh perusahaan sponsor tertentu, (2) promosi
penjualan, terdiri dari berbagai insentif jangka pendek yang mendorong keinginan
untuk mencoba atau membeli suatu produk atau jasa, (3) hubungan masyarakat
dan publisitas, berbagai program untuk mempromosikan dan atau melindungi citra
perusahaan atau masing-masing produknya, (4) penjualan pribadi, interaksi
langsung dengan pembeli atau lebih guna untuk presentasi, menjawab pertanyaan
dan penerimaan pesanan, dan (5) pemasaran langsung, penghubung non personal
lain untuk berkomunikasi secara langsung dengan pelanggan dan mendapatkan
tanggapan langsung dari pelanggan, dan calon pelanggan tertentu.

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional


Beras adalah komoditas pangan pokok yang dikonsumsi lebih dari 90 %
penduduk Indonesia. Ini mengakibatkan konsumsi beras nasional yang meningkat
seiring bertambahnya jumlah penduduk. Permintaan beras yang tinggi ini
menunjukkan bahwa prospek beras saat ini dan di masa mendatang akan sangat
menguntungkan. Seiring meningkatnya jumlah penduduk dari waktu ke waktu,
terjadi pula perkembangan preferensi konsumen terhadap beras. Hal ini
dikarenakan adanya peningkatan pendidikan dan pendapatan, serta perubahan
gaya hidup sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan kesadaran kualitas dan

kontinyuitas keberadaan beras. Selain itu, adanya berbagai karakteristik konsumen


dan kelas sosial menyebabkan preferensi yang berbeda antar konsumen.
Perbedaan ini membutuhkan penanganan yang berbeda pula dalam kebijakan atau
strategi yang akan dihasilkan para pengusaha beras.
Konsep pemasaran yang dihasilkan menitikberatkan kepada apa yang
diinginkan konsumen. Dengan ini diharapkan apa yang diproduksi sesuai dengan
apa yang dibutuhkan dan diharapkan konsumen. Penelitian mengenai perilaku
konsumen beras saat ini dirasakan sangat diperlukan untuk membantu
tersalurkannya produk yang sesuai dengan pasar target yang ingin dikuasai
produsen.
Dalam penelitian ini, konsumen terlebih dahulu dibedakan berdasarkan
kelas sosialnya, yaitu kelas bawah, menengah, dan atas. Kemudian perilaku
konsumen tersebut dibandingkan, sesuai alur proses keputusan pembelian dan
preferensi konsumen tersebut.
Studi perilaku konsumen yang akan dilakukan terkait dengan
karakteristik, proses keputusan pembelian, serta preferensi konsumen beras.
Melalui analisis deskriptif, karakteristik dan proses keputusan konsumen akan
disusun secara ringkas untuk melihat gambaran berbagai kondisi, situasi, atau
variabel. Selain itu, analisis ini juga

menjawab pertanyaan-pertanyaan

sehubungan dengan status objek yang sedang diteliti saat ini. Metode yang
digunakan dalam menganalisis preferensi konsumen adalah Important &
Performance Analisys (IPA) dan Customer Satisfaction Index (CSI). Hasil dari
analisis ini adalah preferensi konsumen mengenai atribut-atribut beras. Apa saja
atribut yang dianggap sangat penting, penting, biasa, tidak penting, bahkan sangat

tidak penting dari suatu produk, dalam hal ini adalah beras. Selain itu, penelitian
ini juga akan menunjukkan kinerja atribut-atribut beras yang selama ini berada di
pasaran, serta kepuasan konsumen secara keseluruhan terhadap atribut-atribut
beras.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi terkait dengan
preferensi konsumen saat ini sehingga dapat menjadi dasar dalam rekomendasi
strategi pemasaran mengenai tindakan apa yang harus dilakukan untuk
memperbaiki kinerja sesuai harapan konsumen.

Beras merupakan makanan pokok yang dikonsumsi lebih dari 90 % penduduk Indonesia
Permintaan beras nasional yang tinggi karena peningkatan jumlah penduduk
Berkembangnya preferensi konsumen terhadap kualitas dan kontinyuitas beras

Produsen harus menghasilkan beras


yang sesuai dengan harapan dari
target pasar yang dituju

Studi perilaku konsumen

Karakteristik

Proses keputusan
pembelian

Analisis Deskriptif

Perbedaan
Individu
Pengaruh
Lingkungan
Proses
Psikologis

Tingkat kepentingan
konsumen terhadap
atribut beras

Tingkat kepuasan
konsumen terhadap
atribut beras

Important
&Performance
Analisys (IPA)

Customer
Satisfaction
Index (CSI)

Perilaku konsumen yang mewakili


beberapa segmen pasar beras

Rekomendasi bauran yang sesuai berdasarkan studi perilaku konsumen

Gambar 6. Bagan Alir Kerangka Pemikiran Operasional

BAB IV
METODE PENELITIAN

4.1

Lokasi dan Tempat Penelitian


Penelitian ini akan dilakukan di Kecamatan Mulyorejo Surabaya Jawa

Timur. Penentuan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive) dengan


mempertimbangkan bahwa Provinsi Jawa Timur merupakan salah satu sentra
produksi padi di Indonesia, dan Surabaya adalah salah satu kota besar dengan
tingkat konsumerisme yang tinggi di provinsi tersebut. Kecamatan Mulyorejo
merupakan kecamatan dengan persentase lahan pemukiman penduduk terbesar
dibandingkan kecamatan lainnya. Selain itu, kecamatan ini juga mempunyai
penduduk dengan latar belakang status sosial yang beragam dari kelas bawah
sampai kelas atas, dan memperoleh beras dengan membeli (bukan memproduksi
sendiri). Pengumpulan data di lokasi penelitian dilakukan pada bulan Februari Maret 2007.

4.2

Jenis dan Sumber Data


Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer

dan sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara terhadap konsumen


dipandu kuesioner yang telah disediakan sebelumnya. Data sekunder diperoleh
dari studi di Perpustakaan LSI IPB, Perpustakaan Sosial Ekonomi Pertanian, Pusat
Studi Sosial Ekonomi, Badan Pusat Statistik, Kantor Kelurahan dan Kecamatan
Mulyorejo, buku, internet, dan literatur-literatur lainnya yang terkait dengan topik
penelitian.

4.3

Metode Penarikan Sampel


Metode penarikan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Non Probability Sampling, yaitu dengan metode Convinience Sampling, dimana


pengambilan sampel dilakukan terhadap konsumen yang pada saat tersebut sedang
berada di rumah dan bersedia mengisi kuesioner yang telah disediakan. Konsumen
juga harus memenuhi persyaratan sebagai responden, yaitu seseorang yang telah
mengerti prosedur tanya jawab dalam kuesioner dan telah memiliki aksesibilitas
pribadi dalam pengambilan keputusan.
Telah dijelaskan pada perumusan masalah bahwa perbedaan kelas sosial
akan mempengaruhi perbedaan sikap serta tindakan yang diambil konsumen
dalam proses keputusan pembelian beras dan atribut-atribut yang dianggap
penting. Hal ini mengakibatkan adanya kebutuhan strategi pemasaran yang
berbeda bagi setiap kelas sosial. Lapisan kelas sosial dalam penelitian ini dibuat
dengan menggunakan kriteria tahapan keluarga sejahtera yang dikeluarkan Badan
Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), yaitu Keluarga Pra
Sejahtera, Keluarga Sejahtera I (KS I), Keluarga Sejahtera II (KS II), Keluarga
Sejahtera III (KS III), dan Keluarga Sejahtera III plus (KS III plus). Keterangan
mengenai karakteristik pembagian oleh BKKBN tersebut dapat dilihat pada
Lampiran 11. Lapisan tersebut kemudian disederhanakan menjadi tiga kelas sosial
berdasarkan tingkatan ekonomi, yaitu kelas bawah terdiri dari Keluarga Pra
Sejahtera dan KS I, kelas menengah terdiri dari KS II, dan kelas atas terdiri dari
KS III dan KS III plus.
Penentuan jumlah sampel dari populasi yang akan diteliti ditentukan
dengan rumus Slovin dalam

Umar (2002). Jumlah penduduk Kelurahan

Mulyorejo adalah 16.390 orang. Berdasarkan perhitungan Slovin, untuk


mengetahui jumlah responden, dapat diformulasikan dengan rumus :
n =

16.360
N
=
= 99,39 (dibulatkan ke atas menjadi 100)
2
1 + Ne
1 + 16.360 (0,1) 2

Keterangan :

N = jumlah populasi
n = jumlah sampel
e = persen

kelonggaran

ketidaktelitian

karena

kesalahan

pengambilan sampel yang masih dapat ditolerir (10 %).


Berdasarkan perhitungan di atas, maka responden dalam penelitian ini
berjumlah 100 orang. Penentuan jumlah sampel pada masing-masing kelas
ditentukan secara merata. Hal ini dikarenakan jumlah KK pada setiap kelas
terbagi hampir rata. Kelas bawah di Kelurahan Mulyorejo sebanyak 33,17 persen,
kelas menengah 33,55 persen, sedangkan kelas atas 33,27 persen. Sampel diambil
dari kelas bawah 33 orang, kelas menengah 33 orang, dan kelas atas 34 orang.

4.4

Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data pada penelitian ini adalah dengan teknik


survei. Teknik survei adalah pengumpulan data primer dengan melakukan tanya
jawab dengan responden (Simamora, 2004). Instrumen utama yang digunakan
dalam

penelitian

ini

adalah

berupa

kuesioner,

yang

disusun

untuk

mengidentifikasi dan menganalisis karakteristik , proses pengambilan keputusan,


preferensi, dan kepuasan konsumen beras di Surabaya. Jenis kuesioner tersebut
adalah pertanyaan terstruktur dan pertanyaan tidak terstruktur.
Pertanyaan terstruktur adalah pertanyaan yang jawabannya telah
ditentukan sebelumnya, sehingga responden cukup memilih jawaban yang telah

disediakan pada pertanyaan tersebut. Sedangkan pertanyaan tidak terstruktur


adalah daftar pertanyaan yang memberi kebebasan kepada responden untuk
menjawab pertanyaan itu dengan cara yang bebas, menurut pengertiannya sendiri,
menurut logikanya sendiri, dengan memakai istilah dan gaya bahasanya sendiri.
Kuesioner tersebut terdiri dari tiga bagian. Bagian pertama adalah
pertanyaan mengenai identitas dan karakteristik umum responden, bagian kedua
adalah mengenai proses pengambilan keputusan pembelian konsumen, dan bagian
ketiga adalah pertanyaan mengenai tingkat kepentingan dan kinerja atribut beras
menurut konsumen.
Pengumpulan data dilakukan dengan mendatangi tempat tinggal
konsumen. Konsumen yang dijumpai ditanyai kesediaannya untuk menjadi
responden. Apabila konsumem tersebut bersedia,

baru dilakukan pengisian

kuesioner. Kategori responden yang diambil adalah orang yang telah mengerti
prosedur tanya jawab dalam kuesioner dan telah memiliki aksesibilitas pribadi
dalam mengambil keputusan mengenai pembelian beras.

4.5

Metode Pengolahan dan Analisis Data

Penelitian ini menggunakan analisis secara kualitatif dan kuantitatif.


Pengolahan data menggunakan Microsoft Excel 2003 untuk perhitungan Customer
Satisfaction Index (CSI) dan untuk tabulasi deskriptif yang meringkas dan

mempermudah pemahaman mengenai proses keputusan pembelian. Selain itu,


penelitian ini juga menggunakan Minitab 14 untuk analisis tingkat kepentingan
dan kepuasan pelanggan atau Importance and Performance Analysis (IPA).

4.6.1

Analisis Deskriptif

Analisis ini adalah analisis yang menghasilkan output data sampai pada
taraf deskriptif, yaitu menganalisis dan menyajikan fakta secara sistematik
sehingga dapat lebih mudah dipahami dan disimpulkan. Kesimpulan yang
diberikan selalu memiliki dampak faktual yang jelas sehingga semuanya selalu
dapat dikembalikan langsung pada data yang diperoleh (Winartha, 2006).
Metode analisis deskriptif digunakan untuk mendapatkan gambaran tentang
identitas dan latar belakang konsumen secara keseluruhan serta untuk mengetahui
proses pengambilan keputusan konsumen. Langkah awal dalam analisis deskriptif
adalah membuat tabel frekuensi sederhana berdasarkan data dan informasi yang
diperoleh dari kuesioner. Data tersebut kemudian dikelompokkan berdasarkan
jawaban yang sama,

ditabulasikan, kemudian dipersentasikan. Langkah

berikutnya adalah menginterpretasikan data hasil tabulasi tersebut.

4.6.2

Customer Satisfaction Index (CSI)


Customer Satisfaction Index digunakan untuk menentukan tingkat

kepuasan

pelanggan

secara

menyeluruh

dengan

pendekatan

yang

mempertimbangkan tingkat kepentingan dari atribut-atribut kualitas jasa yang


diukur. Metode pengukuran CSI ini meliputi tahap-tahap sebagai berikut
(Stratford, 2007) :
(1). Menghitung weighting factors (WF), yaitu mengubah nilai rata-rata tingkat
kepentingan atau mean important score (MIS) masing-masing atribut
menjadi angka persentase (%) dari total nilai rata-rata tingkat kepentingan
untuk seluruh atribut yang diuji. Rumusnya :

WF =

MISi
x 100%
Total MIS

Dimana : i = atribut ke-i


(2). Menghitung weigted score (WS), yaitu nilai perkalian antar nilai rata-rata
tingkat kinerja atau kepuasan atau mean satisfaction score (MSS) masingmasing atribut dengan weighting factors masing-masing atribut. Rumusnya :
WS = MSS x WF
(3). Menghitung weighted average total (WAT), yaitu menjumlahkan weigted
score dari semua atribut. Dalam penelitian ini, atribut berjumlah 20.

Rumusnya :
WAT = WS1+WS2+.+WS20
(4). Manghitung customer satisfaction index (CSI), yaitu weighted average total
(WAT) dibagi highest scale (HS) atau skala maksimal yang digunakan
(penelitian ini menggunakan skala maksimal 5), kemudian dikali 100 %.
Rumusnya :
CSI =

WAT
x 100%
HS

Tingkat kepuasan responden secara menyeluruh dapat dilihat dari kriteria


tingkat kepuasan. Kepuasan tertinggi dicapai bila CSI menunjukkan 100 %.
Rentang kepuasan berkisar dari 0 100 %. Berdasarkan Simamora (2005), untuk
membuat skala linier numerik, pertama-tama kita cari rentang skala (RS) dengan
rumus :
RS =

mn
b

Dimana :

m = skor tertinggi
n = skor terendah
b = jumlah kelas atau kategori yang akan dibuat

Untuk penelitian ini, rentang skalanya adalah :


RS =

100 % 0 %
= 20 %
5

Berdasarkan rentang skala di atas, maka kriteria kepuasannya adalah sebagai


berikut :
0 % < CSI 20 %

sangat tidak puas

20 % < CSI 40 %

tidak puas

40 % < CSI 60 %

biasa

60 % < CSI 80 %

puas

80 % < CSI 1.00 %

sangat puas

4.6.3

Importance and Performance Analysis (IPA)

Alat analisis lain yang digunakan adalah Importance and Performance


Analysis (IPA) atau Analisis Tingkat Kepentingan dan Kinerja. Tingkat
kepentingan yang dimaksud adalah seberapa penting suatu atribut bagi pelanggan.
Sedangkan tingkat kinerja adalah kinerja aktual dari atribut yang dirasakan oleh
konsumen. Tingkat kinerja ini erat kaitannya dengan penilaian konsumen.
Tingkat kepentingan dan kinerja dalam penelitian ini menggunakan 5
tingkat skala Likert. Tingkat kepentingan penilaiannya terdiri dari sangat penting
diberi nilai 5, penting diberi nilai 4, biasa diberi nilai 3, tidak penting diberi nilai
2, dan sangat tidak penting diberi nilai 1. Begitu juga untuk kinerja, penilaian
dengan 5 tingkat skala dari kinerja yang dianggap sangat tidak baik dengan nilai

1, tidak baik dengan nilai 2, biasa dengan nilai 3, baik dengan nilai 4, sampai
kinerja yang dianggap sangat baik dengan nilai 5.
Dalam analisis data ini terdapat dua buah variabel yang diwakili oleh huruf
X dan Y, dimana X menunjukkan tingkat kinerja suatu produk, sementara Y
menunjukkan tingkat kepentingan konsumen. Bobot penilaian atribut produk
setiap responden (Xi) dan bobot penilaian kepentingan setiap responden (Yi)
dirata-rata dan diformulasikan ke dalam diagram kartesius. Masing-masing atribut
diposisikan dalam sebuah diagram, dimana skor rata-rata penilaian terhadap
kinerja ( X ) menunjukkan posisi suatu atribut pada sumbu X, sementara posisi
atribut pada sumbu Y ditunjukkan oleh skor rata-rata tingkat kepentingan atribut
( Y ). Rumusnya :

X=

Xi
n

dan

Y=

Yi
n

Dimana : X = bobot rata-rata tingkat penilaian kinerja atribut produk

Y = bobot rata-rata penilaian kepentingan pelanggan


n = jumlah responden
Diagram kartesius yang dimaksud di sini adalah suatu bangun yang
dibagi menjadi empat bagian yang dibatasi oleh dua buah garis yang berpotongan
tegak lurus pada suatu titik ( X , Y ). Nilai X dan Y digunakan sebagai pasangan
koordinat titik-titik atribut yang memposisikan suatu atribut terletak dimana pada
diagram kartesius. Rumusnya :
n

X=

Xi
i =1

dan

Y=

Yi
i =1

Dimana :
X

rata-rata dari rata-rata bobot tingkat kinerja responden atribut produk

rata-rata dari rata-rata tingkat kepentingan responden atribut produk

banyaknya atribut yang mempengaruhi kepuasan pelanggan

Penjabaran diagram kartesius ditunjukkan pada gambar berikut.

Penting

Y
I

II

Prioritas utama

Prioritas Prestasi

KEPENTINGAN

Tidak Penting

III

IV

Prioritas Rendah

Berlebihan

X
Tidak Baik

KINERJA

Baik

Gambar 7. Diagram Kartesius (Important and Performance Analisys)


Sumber : Supranto (2001)
Keterangan :
1. Prioritas Utama : Atribut yang berada pada kuadran ini memiliki tingkat

kepentingan yang cukup tinggi, namun memiliki kinerja di bawah rata-rata


atau dinilai konsumen kurang memuaskan. Dengan demikian, kinerja atributatribut yang berada pada kuadran ini harus ditingkatkan agar dapat
memuaskan konsumen.
2. Pertahankan Prestasi : Atribut pada kuadran II menjadi kekuatan produk

karena memiliki tingkat kepentingan dan kinerja yang tinggi. Semua atribut
harus tetap dipertahankan karena atribut-atribut ini merupakan keunggulan
dari produk tersebut.

3. Prioritas Rendah : Atribut pada kuadran III memiliki tingkat kepentingan

dan kinerja yang relatif rendah. Peningkatan kinerja atribut-atribut yang


termasuk pada kuadran ini sebaiknya dilakukan setelah kinerja atribut-atribut
pada kuadran I telah ditingkatkan sehingga sesuai dengan harapan konsumen
karena peningkatan kinerja atribut-atribut pada kuadran III dianggap tidak
penting oleh konsumen.
4. Berlebihan : Atribut yang berada pada kuadran ini adalah atribut yang

memiliki kinerja relatif baik namun tingkat kepentingannya rendah. Kinerja


atribut-atribut pada kuadran ini dianggap berlebihan oleh konsumen sehingga
investasi pada atribut-atribut pada kuadran ini sebaiknya dialihkan pada
peningkatan kinerja atribut-atribut pada Kuadran I.

4.6

Definisi Operasional

1. Konsumen adalah setiap orang yang melakukan pembelian suatu produk atau
jasa dengan tujuan untuk mengkonsumsi produk atau jasa tersebut, dalam
penelitian ini produk yang dimaksud adalah beras.
2. Responden adalah konsumen beras yang telah mengerti prosedur tanya jawab

dalam kuesioner dan telah memiliki aksesibilitas pribadi dalam mengambil


keputusan, serta bersedia mengisi kuesioner yang telah disediakan, dibedakan
menjadi tiga kelompok, yaitu kelas bawah, kelas menengah, dan kelas atas.
3. Kelas Bawah adalah kelompok responden yang berasal dari keluarga Pra

Sejahtera dan Keluarga Sejahtera Tahap I.


4. Kelas Menengah kelompok responden yang berasal dari keluarga Keluarga

Sejahtera Tahap II.

5. Kelas Atas kelompok responden yang berasal dari Keluarga Sejahtera Tahap

III dan Keluarga Sejahtera Tahap III plus.


6. Atribut Produk adalah karakteristik atau ciri-ciri yang dimiliki suatu produk

yang berfungsi sebagai atribut evaluatif selama pengambilan keputusan.


Dalam penelitian ini atribut yang diteliti berjumlah 19 atribut, yaitu kepulenan
beras, aroma nasi, warna beras, kebersihan beras, broken, keseragaman butir
beras, varietas beras, daya tahan beras, kemasan beras, merek, iklan beras,
harga beras, lokasi penjual beras, keragaman varietas di tempat pembelian
beras, keragaman harga di tempat pembelian beras, kenyamanan tempat
pembelian, informasi oleh pedagang, pelayanan di tempat pembelian beras,
dan kemudahan memperoleh beras.
7. Kualitas atau Mutu adalah keseluruhan ciri serta sifat beras yang

berpengaruh pada kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang


dinyatakan atau tersirat.
8. Karakteristik Responden dalam penelitian ini meliputi data responden

tentang usia, jenis kelamin, status pernikahan, suku bangsa, pendidikan,


pekerjaan, dan pendapatan.
9. Tahap Pengenalan Kebutuhan adalah tahap dimana konsumen menyadari

adanya kebutuhan untuk mengonsumsi beras. Tahap ini dijelaskan dengan


mengetahui alasan/motivasi makan nasi (beras), kebutuhan beras per bulan
dalam satuan kilogram, frekuensi makan per hari, serta pentingnya
mengkonsumsi nasi dibandingkan bahan pangan lainnya.
10. Tahap Pencarian Informasi adalah tahap dimana konsumen mengaktifkan

kembali informasi mengenai beras yang pernah dikonsumsi atau konsumen

mencari informasi baru mengenai beras lain di pasaran. Tahap ini dijelaskan
dengan mengetahui jenis pangan pokok dan jenis beras yang diketahui
responden, sumber informasi, informasi yang dianggap penting untuk
diketahui, serta sumber informasi yang paling dipercaya responden untuk
pengambilan keputusan.
11. Tahap Evaluasi Alternatif adalah proses dimana suatu alternatif pilihan jenis

beras dievaluasi dan dipilih konsumen untuk memenuhi kebutuhannya. Tahap


ini diukur dengan mengetahui pertimbangan awal konsumen mengenai atributatribut yang dianggap penting dalam melakukan pembelian. Dalam penelitian
ini, atribut yang dipertimbangkan adalah 20 atribut.
12. Tahap Pembelian adalah tahap terpenting dalam proses keputusan pembelian

konsumen dimana pada tahap ini konsumen mengambil keputusan mengenai


kapan konsumen akan melakukan pembelian beras, dimana pembelian tersebut
dilakukan, dan bagaimana pembelian akan dilakukan.
13. Tahap Pasca-pembalian adalah tahap dimana konsumen melakukan

penilaian terhadap beras yang telah dibeli atau dikonsumsinya. Tahap ini
diukur dari tingkat kepuasan konsumen. Jika konsumen merasa puas, maka ia
akan melakukan pembelian ulang. Namun jika konsumen merasa tidak puas,
maka ia akan mengalihkan pembelian ke tempat, produk atau jenis beras
lainnya.
14. Faktor Pengaruh Lingkungan adalah faktor yang mempengaruhi proses

keputusan pembelian konsumen, dimana faktor ini terbentuk dari pengaruh


budaya, kelas sosial, keluarga, dan situasi.

15. Faktor Perbedaan Individu adalah faktor internal yang menggerakkan dan

mempengaruhi perilaku konsumen. Faktor ini terbentuk dari sumber daya


konsumen, motivasi dan keterlibatan, pengetahuan, sikap, gaya hidup, dan
demografi.
16. Faktor Proses Psikologis adalah faktor yang mempengaruhi proses keputusan

pembelian konsumen dimana proses psikologis ini dipengaruhi oleh proses


pengolahan informasi, pembelajaran, dan perubahan sikap dan perilaku.
17. Strategi Produk adalah strategi yang berhubungan dengan segala sesuatu

yang ditawarkan ke pasar untuk memuaskan keinginan atau kebutuhan produk


yang dipasarkan. Dalam penelitian ini, strategi yang dimaksud terkait dengan
kinerja sifat fisik beras.
18. Strategi

Harga

adalah

strategi

yang

berhubungan

dengan

bentuk

pengorbanan ekonomi yang dilakukan oleh konsumen untuk mendapatkan


nilai suatu produk.
19. Strategi Distribusi adalah strategi yang berhubungan dengan berbagai

kegiatan yang dilakukan pelaku perdagangan beras yang membuat produknya


terjangkau dan tersedia bagi responden.
20. Strategi Promosi adalah strategi yang berhubungan dengan kegiatan pelaku

perdagangan beras untuk mengkomunikasikan beras yang dijualnya dan


menganjurkan responden untuk membelinya.

BAB V
KARAKTERISTIK UMUM DAERAH PENELITIAN
DAN KARAKTERISTIK UMUM SAMPEL

5.1

Karakteristik Umum Daerah Penelitian

Kelurahan Mulyorejo adalah salah satu kelurahan di Kecamatan


Mulyorejo. Kelurahan ini diambil sebagai contoh daerah di Kecamatan Mulyorejo
karena ketersediaan data untuk penelitian. Keseluruhan wilayahnya merupakan
dataran dengan luas sekitar 301 Ha, berada pada ketinggian rata-rata 3 meter dari
permukaan laut, dengan curah hujan rata-rata 3000 mm/tahun. Kelurahan
Mulyorejo berbatasan dengan beberapa kelurahan, antara lain :

Sebelah Utara

: Kelurahan Kalijudan

Sebelah Selatan

: Kelurahan Manyar Sabrangan

Sebelah Barat

: Kelurahan Mojo dan Pacar Kembang

Sebelah Timur

: Kelurahan Suterejo dan Kalisari

Pemanfaatan lahan di Kelurahan Mulyorejo antara lain untuk pemukiman


252 Ha, bangunan 46 Ha, sarana rekreasi dan olahraga 2 Ha, dan lain-lain 1 Ha.
Berikut merupakan perincian data penggunaan lahan di Kelurahan Mulyorejo.
Tabel 5 Penggunaan Lahan di Kelurahan Mulyorejo
Penggunaan Lahan
Pemukiman real estate
Pemukiman umum
Pemukiman pejabat pemerintah
Pemukiman ABRI
Perkantoran
Sekolah
Pertokoan
Rekreasi dan olahraga
Lain-lain
Total

Sumber : Profil Kelurahan Mulyorejo, 2008

Luas (Ha)
200
50
1
1
3
30
3
1
11
301

Persentase (%)
66.67
16, 67
0,33
0,33
1
10
1
0,33
3,67
100,00

Tabel 5 memperlihatkan bahwa pemanfaatan lahan terbanyak di


kelurahan Mulyorejo adalah untuk pemukiman dengan persentase total 84 persen.
Setelah itu, untuk bangunan sekolah dengan persentase 10 persen.
Jumlah penduduk di Kelurahan Mulyorejo sebanyak 16.390 jiwa yang
terdiri dari 4199 kepala keluarga, dengan rincian 8.136 jiwa laki-laki dan 8.254
jiwa perempuan. Pertumbuhan penduduk tahun ini sekitar 1,92 persen per tahun.
Usia penduduk beragam dari yang baru lahir sampai di atas 58 tahun. Kelurahan
Mulyorejo terdiri dari 12 RW. RW 1 4, disebut Perkampungan Lama, dimana
sebagian besar penduduknya merupakan Keluarga Pra Sejahtera dan KS I. KS II
dan KS III sebagian besar bertempat tinggal di RW 5 8. Daerah ini terletak di
Perumahan Wisma Permai dan sekitarnya. Sedangkan pada RW 9 12, sebagian
besar lahannya merupakan perumahan elit yang berada di daerah Dharma Husada
yang hampir seluruh penduduknya merupakan KS III plus.
Tabel 6 Komposisi Penduduk Berdasarkan Status Kesejahteraan Keluarga di
Kelurahan Mulyorejo
No
1
2
3
4
5

Status Kesejahteraan Keluarga


Keluarga Pra Sejahtera
Keluarga Sejahtera I
Keluarga Sejahtera II
Keluarga Sejahtera III
Keluarga Sejahtera III Plus
Total

Jumlah (KK)
596
797
711
698
1397
4199

Persentase (%)
14,19
18,98
16,93
16,62
33.27
100,00

Sumber : BKKBN Provinsi Jawa Timur, 2008


Kesejahteraan penduduk dapat dilihat dari data komposisi penduduk
berdasarkan status kesejahteraan keluarga yang disusun oleh Badan Koordinasi
Keluarga Berencana Nasional di Provinsi Jawa Timur. Tingkat kesejahteraan
penduduk di Kelurahan Mulyorejo dapat dilihat pada Tabel 6. Terlihat bahwa
Keluarga Sejahtera III Plus mempunyai persentase yang lebih tinggi dibandingkan

tiga kelas lainnya. Hal tersebut sesuai dengan kenyataan bahwa pemukiman real

estate merupakan pemukiman terluas di Kelurahan Mulyorejo.


Tabel 7 Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian Penduduk di Kelurahan
Mulyorejo
No
I
1
a

b
c
2
a
b
3
a
b
c
4
5
a
b
6
a
b
7
a
b
8
a
b
c
d
II

Mata Pencaharian
JASA/PERDAGANGAN
Jasa Pemerintahan/Non Pemerintahan
Pegawai Negeri
1). Pegawai Negeri Sipil (PNS)
2). ABRI
3). Guru
4). Dokter
5). Bidan
6). Mantri Kesehatan/Perawat
Pensiunan
Pegawai Swasta`
Jasa lembaga Keuangan
Perbankan
Asuransi
Jasa Perdagangan
Warung
Kios
Toko
Jasa Penginapan (Kos)
Jasa Angkutan/Transportasi
Angkutan bermotor
Mobil Kendaraan Umum
Jasa Hiburan/Tontonan
Bioskop
Billyard
Jasa Pelayanan Hukum dan Penasehat
Notaris
Pengacara
Jasa Ketrampilan
Tukang Kayu
Tukang Batu
Tukang Jahit/Bordir
Tukang Cukur
INDUSTRI
Total

Jumlah (orang)

Persentase (%)

413
54
174
130
4
7
16
3.695

6,25
0,82
2,63
1,97
0,06
0.11
0,24
55,89

15
2

0,23
0,03

125
130
27
115

1,89
1,97
0,41
1,74

12
19

0,18
0,29

1
3

0,02
0,05

2
3

0,03
0,05

250
515
11
6
882
6.611

3,78
7,79
0,17
0,09
13,34
100.00

Sumber : Profil Kelurahan Mulyorejo, 2008


Mata pencaharian penduduk di Kelurahan Mulyorejo cukup beragam
seperti yang dapat dilihat pada Tabel 7. Sebagian besar penduduk di Kelurahan
Mulyorejo mempunyai mata pencaharian sebagai pegawai swasta (55, 89 persen),
industri (13,34 persen), dan pegawai negeri (11,84 persen). Dari data yang
didapat, tidak ada penduduk yang bekerja di bidang pertanian. Hal ini

menunjukkan bahwa mereka tinggal di perkotaan yang mengharuskan mereka


mendapatkan beras dengan membeli, bukan memproduksi sendiri.

5.2

Karakteristik Umum Responden

Jumlah responden dalam penelitian ini berjumlah 100 orang yang terbagi
dalam tiga kelas, yaitu kelas bawah 33 orang, kelas menengah 33 orang, dan kelas
atas 34 orang. Responden kelas bawah adalah penduduk Kelurahan Mulyorejo
yang bertempat tinggal di Perkampungan Lama (RW 1 sampai 4), yang hampir
seluruhnya termasuk dalam kategori Keluarga Sejahtera I. Responden kelas
menengah adalah penduduk yang bertempat tinggal di Wisma Permai (RW 5).
Sedangkan untuk responden kelas atas, dipilih lokasi perumahan elit di RW 9 dan
RW 10.
Karakteristik responden dilihat dari usia, jenis kelamin, suku bangsa,
status pernikahan, jumlah penghuni rumah tangga, pendidikan terakhir, pekerjaan
responden, pekerjaan pasangan, dan pendapatan rata-rata keluarga per bulan.
Karakteristik umum responden dalam penelitian ini secara terperinci dapat dilihat
pada Tabel 8.
Usia responden berkisar antara 20 79 tahun. Ini merupakan usia yang
cukup matang dalam pengambilan keputusan tentang beras yang dikonsumsi, baik
oleh diri sendiri dan keluarga. Tidak ada range yang sangat mendominasi usia
responden, namun responden terbanyak adalah konsumen berusia 40 49 tahun
(26 persen), sebagian besar diisi oleh kelas menengah. Diikuti konsumen yang
berusia 50 59 tahun (24 persen), yang sebagian besar diisi oleh kelas atas.
Selanjutnya konsumen yang berusia 30 39 tahun (20 persen), sebagian besar
berasal dari kelas bawah.

Hampir seluruh responden berjenis kelamin perempuan (97 persen). Hal


ini dikarenakan pengambilan data sebagian besar dilakukan pagi sampai sore hari
sehingga sebagian besar laki-laki sedang bekerja. Selain itu, data ini menunjukkan
bahwa pengambil keputusan mengenai konsumsi beras sampai saat ini masih
didominasi oleh perempuan.
Berkaitan dengan suku bangsa, suku Jawa merupakan suku yang
mendominasi penelitian ini (52 persen). Hal ini dapat dipahami karena penelitian
ini berlokasi di Surabaya dimana sebagian besar penduduknya didominasi oleh
suku Jawa. Suku yang juga tergolong banyak dalam penelitian ini adalah suku
Madura (33 persen). Bahkan pada kelas bawah, responden dari suku Madura lebih
banyak dibandingkan suku Jawa. Ini dikarenakan Madura yang terletak dekat
Surabaya, sehingga banyak warganya yang mencari penghasilan sekaligus juga
bermukim di Surabaya. Sebagian besar warga Madura yang bekerja di Surabaya
merupakan orang-orang tidak mapan di daerah mereka sendiri dan tidak
mempunyai cukup pendidikan untuk mencari pekerjaan di tempat lain. Mereka
bekerja di Surabaya karena tersedia lebih banyak sumber penghasilan yang
dirasakan cocok untuk mereka. Terlihat pada Tabel 8 bahwa pada kelas menengah
dan kelas atas telah terdapat suku-suku lainnya, walaupun jumlahnya sedikit.
Sebagian besar responden berstatus telah menikah (95 persen). Ini
menunjukkan bahwa sebagian besar pengambil keputusan mengenai beras adalah
seseorang yang berstatus telah menikah. Berdasarkan uraian diatas, dapat
diketahui juga bahwa sebagian besar pengambil keputusan mengenai beras adalah
perempuan. Sehingga dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa sebagian

besar pengambil keputusan mengenai beras adalah seorang perempuan yang telah
menikah atau seorang istri.
Jumlah penghuni rumah tangga sebagian besar berjumlah 4 6 orang
(67 persen). Kelas atas cenderung memiliki lebih banyak penghuni rumah
dibandingkan kelas bawah dan menengah. Hal ini dikarenakan kelas atas sebagian
besar mempunyai pembantu. Sedangkan kelas bawah penghuni rumah terdiri dari
anggota keluarga saja. Jumlah penghuni rumah akan berpengaruh pada jumlah
beras yang dibeli setiap bulan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pendidikan terakhir
responden terbanyak adalah SMA (31 persen), S1 (26 persen), dan SD (15
persen). Apabila dilihat dari masing-masing kelas, kelas bawah didominasi oleh
responden berpendidikan SD. Kelas menengah didominasi oleh responden
berpendidikan SMA, sedangkan kelas atas mayoritas Sarjana. Dapat disimpulkan
bahwa semakin tinggi kelas sosial, maka semakin tinggi pula pendidikannya.
Tingkat pendidikan ini menyebabkan semakin peka terhadap informasi dalam
proses keputusan pembelian beras.
Dilihat dari sisi pekerjaan, sebagian besar responden adalah ibu rumah
tangga (40 persen), wiraswasta (21 persen), dan pegawai negeri (20 persen).
Apabila dirinci pada masing-masing kelas, terlihat bahwa responden kelas bawah
dan kelas atas sebagian besar menjadi ibu rumah tangga. Sedangkan responden
kelas menengah sebagian besar adalah pegawai negeri. Alasan menjadi ibu rumah
tangga bagi responden kelas bawah berbeda dengan responden kelas atas.
Responden kelas bawah cenderung beralasan tidak punya pendidikan yang cukup,
sehingga tidak ada alternatif bekerja lainnya selain ibu rumah tangga. Sedangkan

alasan responden kelas atas yang tidak bekerja adalah pendapatan keluarga telah
cukup, dan alasan lainnya seperti tidak diperbolehkan bekerja oleh suami sehingga
bisa lebih konsentrasi melakukan kewajiban sebagai ibu rumah tangga. Sedangkan
dari segi pekerjaan pasangan, sebagian besar responden memiliki suami yang
berwiraswasta (40 persen), pegawai negeri (22 persen), dan pegawai swasta (13
persen). Jika dilihat dari masing-masing kelaspun, pekerjaan pasangan yang
terbanyak adalah sebagai wiraswasta.
Tingkat pendidikan secara tidak langsung juga berpengaruh pada
penghasilan per bulan. Ini dikarenakan tingkat pendidikan akan mempengaruhi
pekerjaan seseorang. Pendapatan yang dihitung pada penelitian ini adalah
pendapatan rata-rata keluarga per bulan. Pendapatan rata-rata keluarga per bulan
yaitu pendapatan seluruh anggota keluarga yang bekerja dan dipakai untuk
pengeluaran keluarga.
Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa pendapatan keluarga kelas bawah per
bulan paling banyak berkisar di bawah Rp 500.000,00. Pendapatan kelas
menengah paling banyak terdapat pada range Rp 1.500.000,00 sampai kurang dari
Rp 2.500.000,00, sedangkan penghasilan kelas atas dominan diatas Rp
4.500.000,00 per bulannya. Hal ini sesuai dengan indikator BKKBN yaitu
semakin tinggi pendapatan keluarga, maka semakin tinggi pula tingkatan keluarga
sejahtera. Semakin tinggi pendapatan, maka seseorang akan lebih leluasa dalam
pemilihan beras yang akan dikonsumsi. Pendapatan yang berbeda akan
mempengaruhi pilihan beras yang berbeda pula pada setiap konsumen.

Tabel 8 Karakteristik Responden Beras Berdasarkan Kelas Sosial


Karakteristik
Responden
Usia :
20 - 29
30 - 39
40 - 49
50 - 59
60 - 69
70 - 79
Jenis Kelamin :
Perempuan
Laki-laki
Suku Bangsa
Jawa
Madura
Sunda
Padang
Batak
Maluku
Palembang
Makasar
WNI Keturunan
Status Pernikahan
Menikah (masih
bersama pasangan)
Belum menikah
Lain-lain (cerai/
pasangan meninggal)

Responden Berdasarkan Kelas Sosial


Kelas Bawah
Kelas Menengah
Kelas Atas

Total

2
11
9
8
2
1

8
3
11
5
4
2

1
6
6
11
9
1

11
20
26
24
15
4

32
1

31
2

34
0

97
3

14
19
0
0
0
0
0
0
0

18
8
0
2
2
1
0
1
1

20
6
4
1
0
0
1
0
2

52
33
4
3
2
1
1
1
3

29
2

32
0

34
0

95
2

Pendidikan
Tidak tamat SD
SD
SMP
SMA
Akademi
S1
S2
S3

6
14
6
6
1
0
0
0

1
1
3
12
7
9
0
1

0
0
0
13
0
17
1
2

7
15
9
31
8
26
1
3

Jumlah Penghuni
Rumah
0-3
46
79
10 - 12

13
16
3
0

8
21
3
1

0
23
7
4

21
60
13
5

Pekerjaan
Ibu RT
Pegawai Negeri
Pegawai Swasta
Wiraswasta
Pensiunan
Mahasiswa
Pembantu
Buruh

17
0
3
8
0
0
1
4

8
12
5
4
1
3
0
0

15
8
2
9
0
0
0
0

40
20
10
21
1
3
1
4

Lanjutan Tabel 8 Karakteristik Responden Beras Berdasarkan Kelas Sosial


Karakteristik
Responden
Pekerjaan Pasangan
Pegawai Negeri
Pegawai Swasta
Wiraswasta
Pensiunan
Sopir
Tukang becak
Buruh bangunan
Tidak Bekerja (termasuk
cerai&meninggal)
Belum ada pasangan
Pendapatan Rata-rata
keluarga (Rp)
< 500.000
500.000 < 1.500.000
1.500.000 < 2.500.000
2.500.000 < 3.500.000
3.500.000 - < 4.500.000
> 4.500.000

Karakteristik Responden Berdasarkan Kelas Sosial


Kelas Bawah
Kelas
Kelas Atas
Menengah

Total

2
2
16
0
2
1
6
2

11
4
12
5
0
0
0
1

9
7
12
6
0
0
0
0

22
13
40
11
2
1
6
3

19
14
0
0
0
0

0
3
15
11
4
0

0
0
0
11
10
13

19
17
15
22
14
13

BAB VI
PROSES KEPUTUSAN PEMBELIAN BERAS

Mengkonsumsi beras merupakan hal yang biasa bagi penduduk


Indonesia. Tetapi belakangan ini proses keputusan pembelian beras terus
berkembang. Hal ini salah satunya disebabkan oleh tingkat pendidikan dan
pendapatan

masyarakat

Indonesia

yang

cenderung

meningkat

sehingga

mempengaruhi konsumsi beras baik dalam pengenalan kebutuhan akan beras,


informasi yang diperoleh konsumen, alternatif pilihan yang semakin berkembang,
berbagai cara pembelian, serta tingkat kepuasan konsumen dalam mengkonsumsi
beras sekaligus bagaimana mereka menanggapi kepuasan atau ketidakpuasan
setelah mengkonsumsi beras. Selain itu, terdapat berbagai pilihan beras yang terus
berkembang di pasaran sehingga memungkinkan konsumen untuk memilih beras
yang sesuai dengan yang mereka inginkan. Keputusan mengkonsumsi beras oleh
responden dalam penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut.

6.1

Pengenalan Kebutuhan

Keputusan membeli suatu produk diawali ketika konsumen menyadari


adanya kebutuhan akan produk tersebut. Kebutuhan akan beras dimotivasi oleh
dua manfaat yaitu manfaat utilitarian dan manfaat hedonis. Manfaat utilitarian
adalah manfaat fungsional dari beras, sedangkan manfaat hedonis adalah manfaat
beras yang mencakup respon emosional, kesenangan panca indera, dan
pertimbangan estetika.

Sebagian besar responden kelas bawah, menengah, maupun kelas atas


mengkonsumsi beras dengan memperhatikan manfaat hedonis, yaitu karena sudah
kebiasaan (58 persen). Ini berarti responden beranggapan bahwa tindakan
mengkonsumsi beras dibandingkan bahan pangan pokok lainnya adalah karena
budaya Indonesia yang terbiasa mengkonsumsi nasi untuk memenuhi kebutuhan
karbohidrat. Responden yang paling banyak dimotivasi oleh alasan ini adalah
kelas bawah (20 persen), kelas menengah (19 persen), dan kelas atas (17 persen).
Tabel 9

Alasan Utama Responden Mengkonsumsi Beras dalam Pemenuhan


Karbohidrat
Alasan

Rasanya lebih enak


Kemudahan mendapatkan
Harga terjangkau
Lebih mengenyangkan
Kebiasaan
Mudah diolah
Kandungan gizi
Total

Alasan Utama Responden Mengkonsumsi Beras dalam


Pemenuhan Karbohidrat Berdasarkan Kelas Sosial
Kelas Bawah
Kelas Menengah
Kelas Atas
Total
(%)
(%)
(%)
(%)
2
5
8
15
2
2
5
9
0
3
0
3
5
0
0
5
20
19
17
56
4
1
0
5
0
3
4
7
33
33
34
100

Alasan lain yang mempengaruhi responden dalam pembelian beras


masih didasari manfaat hedonis, yaitu nasi lebih enak dibandingkan bahan pangan
lain (15 persen). Selanjutnya adalah alasan utilitarian yaitu kemudahan
mendapatkan beras dibandingkan bahan pokok lainnya (9 persen), dan kandungan
gizi yang dianggap cukup baik dalam pemenuhan karbohidrat tubuh (7 persen).
Nasi juga merupakan bahan pangan yang dianggap lebih mengenyangkan
dibandingkan bahan pangan lain (5 persen) dan dianggap memiliki harga cukup
terjangkau dibandingkan beberapa jenis pangan pokok lainnya (3 persen).
Dianggapnya

nasi

sebagai

bahan

pangan

yang

lebih

mengenyangkan

dibandingkan bahan pangan pokok lainnya juga merupakan alasan hedonis karena
penelitian dari Australian Human Nutrition Unit menyatakan bahwa beras berada

pada urutan kesepuluh dalam indeks kekenyangan bahan pangan (Holt, 1999
dalam Suryana, 2003).
Tabel 10 Frekuensi Responden Mengkonsumsi Nasi Dalam Sehari
Frekuensi
Satu kali sehari
Dua kali sehari
Tiga kali sehari
Lebih dari tiga kali sehari
Total
Rata-rata konsumsi beras
per kg per orang per hari

Frekuensi Responden Mengkonsumsi Nasi Dalam Sehari


Berdasarkan Kelas Sosial
Kelas Bawah
Kelas Menengah
Kelas Atas
Total
(%)
(%)
(%)
(%)
1
0
3
4
3
9
11
23
21
24
20
65
8
0
0
8
33
33
34
100
0.33
0.25
0.23

Frekuensi mengkonsumsi nasi masih terpusat pada makan nasi tiga kali
dalam sehari (65 persen). Pada setiap kelas, baik kelas bawah, menengah, dan
kelas atas, frekuensi mengkonsumsi nasi tiga kali sehari juga menempati urutan
pertama. Ini menunjukkan rata-rata konsumsi beras masyarakat Indonesia masih
tinggi. Sebesar 23 persen responden mengkonsumsi nasi dua kali sehari.
Selanjutnya 8 persen responden mengkonsumsi nasi lebih dari tiga kali sehari,
seluruhnya merupakan responden kelas bawah. Sisanya (4 persen) mengkonsumsi
nasi satu kali sehari, yang terdiri dari 1 responden kelas bawah, dan 3 responden
kelas atas. Terdapat perbedaan alasan antara responden kelas bawah dan kelas atas
dalam mengkonsumsi nasi satu kali sehari. Responden kelas bawah beralasan
pendapatan keluarganya tidak cukup untuk makan nasi lebih dari satu kali sehari.
Oleh karena itu, diganti oleh makanan pokok lainnya seperti singkong dan nasi
jagung. Sedangkan alasan responden kelas atas adalah diversifikasi pangan,
sehingga konsumsi nasi sengaja diganti pangan pokok lain seperti roti, sereal, dan
kentang.

Selain dilihat dari frekuensi makan setiap hari, kebutuhan responden


akan beras juga dapat ditunjukkan oleh rata-rata konsumsi beras per hari. Ratarata konsumsi beras per orang per hari dalam setiap kelas diperoleh dari
kebutuhan beras total per bulan dibagi dengan jumlah total penghuni rumah
tangga dalam satu kelas, lalu dibagi jumlah hari dalam satu bulan. Tabel 10 juga
memperlihatkan bahwa semakin tinggi kelas sosial seseorang, maka konsumsi
berasnya akan semakin menurun. Ini ditunjukkan dari tingkat ketergantungan
akan beras pada responden kelas bawah lebih tinggi daripada kelas-kelas lainnya,
yaitu 0,33 kg per orang per hari. Sedangkan untuk kelas menengah 0,25 kg per
orang per hari, dan kelas atas 0,23 kg per orang per hari. Hal ini disebabkan
semakin tinggi kelas sosial, maka akan semakin mudah untuk melakukan
diversivikasi dalam pemenuhan karbohidratnya.
Data Susenas tahun 2005 menyatakan bahwa konsumsi beras per kapita
per hari penduduk Indonesia adalah 0,26 kg. Dibandingkan data susenas ini,
responden kelas bawah mengkonsumsi lebih banyak dari rata-rata konsumsi beras
penduduk Indonesia, sedangkan kelas menengah dan kelas atas mengkonsumsi
lebih rendah dari rata-rata.

6.2

Pencarian Informasi

Setelah pengenalan kebutuhan terjadi, maka konsumen akan mencari


informasi yang berhubungan dengan beras, baik pengetahuan yang tersimpan
dalam ingatan (pencarian internal) maupun informasi yang diperoleh dari
lingkungan (pencarian eksternal).

Tabel 11 Sumber Informasi Tentang Beras Yang Akan Dibeli


Sumber Informasi
Penjual
Teman/kenalan
Keluarga
Iklan
Diri sendiri
Total

Sumber Informasi Tentang Beras Yang Akan Dibeli


Berdasarkan Kelas Sosial
Kelas Bawah
Kelas Menengah
Kelas Atas
Total
(%)
(%)
(%)
(%)
23
20
14
57
3
1
5
9
4
7
8
19
0
2
3
5
3
3
4
10
33
33
34
100

Sumber informasi tentang beras pada seluruh kelas didominasi oleh


penjual beras. Total responden yang menyatakan hal tersebut dari ketiga kelas
sebesar 57 persen. Ini dikarenakan sumber informasi lainnya, terlebih iklan,
sangat terbatas (5 persen). Responden yang sumber informasinya berasal dari
iklan hanya terdapat pada kelas menengah dan kelas atas saja. Informasi tentang
beras juga diperoleh melalui pencarian eksternal lainnya yaitu dari keluarga (19
persen) dan teman atau kenalan (9 persen). Pencarian informasi secara internal
menempati urutan ketiga setelah penjual dan keluarga sebesar 10 persen.
Tabel 12 menunjukkan bahwa walaupun informasi terbanyak diperoleh
dari penjual, namun informasi yang paling dipercaya responden adalah informasi
yang berasal dari diri sendiri (42 persen). Alasannya adalah responden lebih
percaya pada pengalaman pribadi yang telah masuk ke dalam ingatan mengenai
beras apa yang mereka konsumsi setiap hari. Setelah informasi dari diri sendiri,
sebagian responden juga percaya pada informasi yang diberikan oleh penjual
beras (31 persen). Penyebabnya adalah penjual beras dianggap lebih mengetahui
perkembangan informasi tentang beras dan sebagian responden berlangganan
beras telah cukup lama. Hal ini menyebabkan mereka yakin pada informasi dari
penjual beras, sehingga penjaul beras dapat dijadikan sumber yang kredibilitasnya
baik. Selanjutnya adalah informasi yang diperoleh dari keluarga (19 persen).

Keluarga menjadi sumber informasi terpercaya ketiga setelah diri sendiri dan
penjual beras karena informasi yang diberikan oleh keluarga biasanya tidak jauh
berbeda dengan informasi internal responden sehingga informasi tersebut
dianggap benar oleh responden. Selain itu, sumber informasi yang dipercaya
adalah teman atau kenalan (7 persen) dan iklan (2 persen). Kepercayaan terhadap
teman atau kenalan dipengaruhi oleh lingkungan pergaulan responden. Semakin
responden dekat dengan teman atau kenalan itu, tentu akan semakin besar tingkat
kepercayaan responden mengenai informasi yang diberikan teman atau kenalan.
Iklan menempati urutan terakhir dalam tingkat kepercayaan responden. Hal ini
dikarenakan informasi yang didapat dari iklan seringkali tidak sesuai dengan apa
yang ada dalam kenyataan sehari-hari.
Tabel 12 Sumber Informasi Yang Paling Mempengaruhi Responden
Sumber Informasi
Penjual
Teman/kenalan
Keluarga
Iklan
Diri sendiri
Total

Sumber Informasi Yang Paling Mempengaruhi Responden


Berdasarkan Kelas Sosial
Kelas Bawah
Kelas Menengah
Kelas Atas
Total
(%)
(%)
(%)
(%)
12
9
10
31
3
2
2
7
5
10
3
18
0
0
2
2
13
12
17
42
33
33
34
100

Varietas beras yang paling sering disebutkan oleh responden adalah Pandan
wangi (26 persen) dan Rojolele (19 persen) seperti data pada Tabel 13. Hal ini
dikarenakan varietas beras yang sudah terkenal. Kelas sosial yang berbeda
memberikan perbedaan yang nyata pada jumlah varietas beras yang diingat. Kelas
bawah mengingat hanya sedikit varietas beras, sedangkan kelas menengah dan
atas mengingat cukup banyak karena pembelian beras kelas atas dan menengah
memakai kemasan yang tercantum nama varietas beras.

Beberapa responden kelas bawah menyebutkan varietas beras yang


pernah mereka dengar, tetapi mereka mengaku tidak mengkonsumsi beras
tersebut. Terdapat beberapa responden dari berbagai kelas sosial salah
menyebutkan merek beras yang mereka konsumsi sebagai varietas beras. Selain
itu, banyak juga yang mengaku tidak mengetahui varietas beras. Kelompok ini
digolongkan dalam lain-lain yang menempati persentasi terbesar dalam tabel 12,
yaitu 31 persen.
Tabel 13 Varietas Beras Yang Diingat Responden
Varietas
Cianjur
IR
Sentra ramos
Pandan wangi
Rojolele
Membramo
Aromatik
Lain-lain
Total

6.3

Varietas Beras Yang Diingat Responden


Berdasarkan Kelas Sosial
Kelas Bawah
Kelas Menengah
Kelas Atas
(%)
(%)
(%)
0
1
3
0
3
5
1
2
2
3
13
10
5
5
9
0
1
1
0
1
4
24
7
0
33
33
34

Total
(%)
4
8
5
26
19
2
5
31
100

Evaluasi Alternatif

Tahap ketiga dari proses keputusan pembelian adalah evaluasi alternatif .


Dalam proses ini konsumen akan melakukan proses evaluasi pilihan produk dan
merek, dan memilihnya sesuai dengan yang diinginkan konsumen. Hal ini
dilakukan dengan cara membandingkan berbagai pilihan yang tersedia di pasar.
Responden mempertimbangkan beberapa kriteria yang pada akhirnya dapat dipilih
produk yang sesuai dengan kebutuhannya.
Evaluasi alternatif dalam penelitian ini dilakukan dengan memberikan
nilai berurutan pada variabel-variabel awal yang dipertimbangkan konsumen
dalam mengkonsumsi beras. Tidak boleh ada variabel yang dinilai yang sama oleh

seorang responden. Variabel yang dianggap paling penting akan diberi nilai
minimal yaitu satu. Semakin besar nilai yang diberikan konsumen, maka semakin
menunjukkan bahwa variabel tersebut semakin tidak dipertimbangkan oleh
konsumen dalam keputusan pembeliannya. Setelah itu, nilai-nilai tersebut
dijumlahkan per atributnya. Variabel yang memiliki nilai total terkecil adalah
atribut yang paling dipertimbangkan konsumen dalam memutuskan pembelian
beras. Sebaliknya, atribut yang memiliki nilai total paling besar adalah atribut
yang paling tidak dipertimbangkan konsumen. Berikut ini merupakan total nilai
yang diberikan setiap kelas.
Tabel 14 Total Nilai Terhadap Variabel-variabel Awal Yang Dipertimbangkan
Responden Sebelum Membeli Beras
Variabel
Awal
Kepulenan
Aroma
Penampakan
Beras
Tempat
Pembelian
Daya Tahan
Merek dan
Kemasan
Varietas
Harga
Kemudahan
Mendapatkan
Iklan
Total

Total Nilai Variabel-variabel Awal Yang Dipertimbangkan Responden


Sebelum Membeli Beras Bardasarkan Kelas Sosial
Kelas Bawah
Kelas Menengah
Kelas Atas
Total
Nilai
Nilai
Nilai
Nilai
%
%
%
%
Total
Total
Total
Total
94
1,71
94
1,71
86
1,56
274
4,98
189
3,44
114
2,07
130
2,36
422
7,67
100
1,82
91
1,65
84
1,53
275
5
170

3,09

175

3,18

186

3,38

550

10

196
249

3,56
4,53

149
263

2,71
4,78

186
222

3,38
4,04

531
734

9,65
13,35

249
70
178

4,53
1,27
3,24

241
151
216

4,38
2,75
3,93

232
216
200

4,22
3,93
3,64

722
437
586

13,13
7,95
10,66

320
1815

5,81
33

321
1815

5,84
33

328
1870

5,96
34

969
5500

17,61
100

Setelah didapat nilai total untuk setiap atribut dan nilai total keseluruhan,
lalu dicari persentasenya untuk setiap atribut. Ini dilakukan agar dapat diketahui
lebih jelas perbandingan setiap variabel dalam satu kelas maupun dengan kelas
lainnya dalam persen. Tabel 15 menunjukkan peringkat dari variabel-variabel
yang dipertimbangkan responden dalam pembelian beras. Peringkat ini

merupakan kelanjutan dari Tabel 14. Peringkat pertama dari Tabel 15 merupakan
variabel yang mempunyai nilai total dan persentase terkecil dalam Tabel 14.
Peringkat pertama merupakan variabel yang paling dipertimbangkan responden
dalam pembelian beras.
Tabel 15 Urutan Variabel-variabel Awal Yang Dipertimbangkan Responden
Sebelum Membeli Beras
Variabel
Awal
Kepulenan
Aroma
Penampakan
Beras
Tempat
Pembelian
Daya Tahan
Merek dan
Kemasan
Varietas
Harga
Kemudahan
Mendapatkan
Iklan

Urutan Variabel-variabel Awal Yang Dipertimbangkan Responden Sebelum


Membeli Beras Bardasarkan Kelas Sosial
Kelas Bawah
Kelas Menengah
Kelas Atas
Total
2
2
2
1
6
3
3
3
3
2
1
1
4

4 (2)

7
8 (1)

4
9

4 (1)
7

5
9

8 (2)
1
5

8
5
7

8
6
5

8
4
7

10

10

Pada Tabel 15, dapat dilihat bahwa secara keseluruhan, atribut yang
paling dipertimbangkan konsumen adalah kepulenan. Namun apabila dilihat pada
setiap kelas, kepulenan termasuk pada peringkat dua pada setiap kelas, baik kelas
bawah, menengah, dan kelas atas. Hal ini menunjukkan bahwa kepulenan adalah
atribut yang sangat penting bagi responden secara keseluruhan, namun bukan
yang paling dominan dalam setiap kelas.
Bagi kelas bawah, yang terpenting adalah harga beras mengingat
pendapatan yang mereka peroleh sangat terbatas. Bagi kelas menengah dan kelas
atas, variabel yang terpenting adalah penampakan beras. Hal ini dikarenakan
tingkat pendapatan dan tingkat pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan kelas
bawah, sehingga kelas menengah dan kelas atas menuntut adanya kualitas yang

baik untuk beras yang dikonsumsi, salah satunya adalah dari penampakan beras
secara fisik. Secara keseluruhan penampakan fisik menempati urutan kedua
sebagai variabel yang dipertimbangkan responden.
Aroma menempati urutan ketiga secara keseluruhan responden. Pada
kelas bawah, atribut ini menempati urutan keenam, sedangkan pada kelas
menengah dan kelas atas, atribut ini menempati urutan ketiga.
Atribut yang menempati urutan keempat menurut konsumen secara
keseluruhan adalah harga. Kelas bawah menganggap harga adalah hal yang paling
utama sebagai variabel yang dipertimbangkan responden. Kelas menengah
menempatkan harga pada urutan kelima, sedangkan kelas atas pada urutan
keenam. Ini menunjukkan bahwa semakin tinggi kelas sosial, semakin tidak
dipertimbangkan harga dibandingkan variabel lainnya. Hal ini dikarenakan
semakin tinggi kelas sosial, pendapatan yang dimiliki juga semakin besar
sehingga akan lebih mengutamakan kualitas dan kepuasan dalam mengkonsumsi
suatu produk dibandingkan harga produk tersebut.
Daya tahan adalah atribut yang menempati urutan kelima secara
keseluruhan. Berdasarkan kelas sosial, daya tahan menempati urutan ketujuh
untuk kelas bawah, urutan keempat bagi kelas menengah dan kelas atas. Kelas
bawah sebagian besar membeli beras dalam jumlah sedikit sehingga tidak
mementingkan daya tahan beras. Sedangkan pada kelas menengah dan kelas atas
yang membeli beras dalam jumlah relatif banyak, tentu mempertimbangkan daya
tahan sebagai variabel yang penting.
Tempat pembelian menempati urutan keenam menurut responden secara
keseluruhan. Responden menganggap tempat pembelian yang strategis sangat

penting. Kelas bawah dan kelas atas menempatkan tempat pembelian pada urutan
keempat, sedangkan kelas menengah urutan kelima. Sebagian besar responden
kelas atas menganggap tempat pembelian sangat penting karena mereka menyukai
tempat pembelian yang nyaman. Responden kelas bawah menganggap tempat
pembelian sebagai variabel yang penting untuk dipertimbangkan karena sebagian
besar dari kelas ini memilih tempat yang dekat sehingga tidak banyak keluar biaya
untuk melakukan pembelian beras karena frekuensi pembelian beras kelas bawah
lebih besar dibandingkan kelas sosial lainnya. Selain itu, kelas bawah juga
mempertimbangkan diperbolehkannya berhutang dalam menentukan tempat
pembelian beras mereka.
Kemudahan memperoleh beras menjadi urutan ketujuh. Kelas atasdan
kelas bawah menempatkan atribut ini pada urutan kelima, sedangkan kelas
menengah pada urutan ketujuh. Kelas atas mempertimbangkan variabel ini
dikarenakan kelas atas mengkonsumsi lebih beragam beras sehingga terkadang
beras tertentu tidak selalu tersedia di tempat pembelian beras. Kelas bawah
memepertimbangkan variabel ini karena pemilihan beras sangat terbatas bagi
mereka. Hanya beras tertentu yang dapat terjangkau oleh mereka.
Varietas, serta merek dan kemasan secara keseluruhan menempati urutan
ke-8 dan ke-9. Penilaian total ini tidak jauh berbeda dengan penilaian setiap kelas
sosial. Ini menunjukkan atribut tersebut tidak terlalu dipertimbangkan dalam
pembelian beras. Namun terlihat juga bahwa kelas atas lebih mempertimbangkan
variabel merek dan kemasan dibandingkan kelas bawah dan kelas menengah. Ini
menunjukkan tuntutan kelas atas terhadap kualitas beras lebih tinggi daripada
kedua kelas sosial lainnya.

Iklan adalah atribut yang paling tidak dipertimbangkan dalam evaluasi


alternatif pada proses keputusan pembelian beras. Penilaian ini diperoleh dari
responden secara keseluruhan maupun pada setiap kleas sosial. Kelas sosial yang
berbeda tidak terlalu mempengaruhi penilaian responden terhadap iklan beras. Hal
ini dikarenakan keadaan beras yang sebenarnya terkadang tidak sesuai dengan apa
yang dipromosikan.

6.4

Proses Pembelian

Setelah konsumen memutuskan alternatif yang dipilihnya, maka


konsumen akan melakulan pembelian. Pembelian konsumen meliputi keputusan
konsumen mengenai apa yang dibeli, kapan membeli, dimana membeli, dan
bagaimana cara membayarnya.
Tabel 16 memperlihatkan bahwa dari 100 responden dalam penelitian
ini, hampir seluruh responden (97 persen) menyatakan mengkonsumsi beras
dalam negeri. Hanya 3 responden yang mengkonsumsi beras impor, dan
semuanya merupakan responden kelas atas. Hal ini disebabkan oleh daya beli
konsumen kelas atas yang lebih tinggi dibandingkan kelas lainnya. Selain itu,
sebagian besar responden kelas atas didukung oleh pengetahuan, informasi, gaya
hidup, dan pendidikan yang memungkinkan responden sadar akan kualitas beras
yang lebih baik.
Tabel 16 Jenis Beras Yang Dikonsumsi Responden
Jenis
Beras
Beras Domestik
Beras Impor
Total

Jenis Beras Yang Dikonsumsi Responden Berdasarkan Kelas Sosial


Kelas Bawah
Kelas Menengah
Kelas Atas
(%)
(%)
(%)
33
33
31
0
0
3
33
33
34

Total
97
3
100

Beras domestik dikonsumsi oleh hampir seluruh responden baik dari


kelas bawah, menengah, dan atas. Alasan responden berdasarkan hasil wawancara
dapat dilihat pada Tabel 17.
Tabel 17

Alasan Utama Konsumen Lebih Memilih Mengkonsumsi Beras


Domestik atau Beras Impor
Alasan Utama

Kemudahan mendapatkan
Harga terjangkau
Mengutamakan produk dalam negeri
Total
Alasan Utama
Kualitas lebih baik
Lebih enak
Total

Responden Beras Domestik


(jumlah dan %)
44
32
11
77
Responden Beras Impor
(jumlah dan %)
2
1
3

Hampir seluruh responden memilih beras domestik dibandingkan beras


impor. Hal ini dikarenakan sebagian besar responden merasa beras domestik
memiliki kelebihan dibandingkan beras impor. Tabel 17 menunjukkan bahwa 44
persen responden memilih beras domestik karena lebih mudah didapat
dibandingkan beras impor. Beras domestik sangat mudah dijumpai di berbagai
tempat penjual beras, baik untuk kalangan bawah, menengah, dan atas. Sebanyak
32 persen responden menyatakan bahwa harga beras domestik lebih terjangkau
dibandingkan beras impor. Sisanya (11 persen) menyatakan bahwa mereka lebih
mengutamakan produk dalam negeri dibandingkan produk luar negeri karena
beras domestik dinilai masih dapat memenuhi harapan konsumen terhadap beras
yang dikonsumsi. Sedangkan 3 responden yang mengkonsumsi beras impor
menyatakan alasannya memilih beras impor karena kualitas beras impor secara
keseluruhan lebih baik dibandingkan beras domestik (2 persen), dan rasa beras
impor lebih enak dibandingkan beras domestik (1 persen).

Pembelian produk dapat digolongkan ke dalam pembelian yang terencana


sepenuhnya, pembelian separuh terencana, dan pembelian yang tidak terencana.
Karena pembelian produk beras yang memiliki keterlibatan tinggi, maka lebih
cocok digolongkan pada pembelian yang direncanakan, baik sepenuhnya atau
separuhnya terencana. Selain itu, karena kebutuhan akan beras merupakan
kebutuhan pokok yang sangat penting, maka setiap responden akan menyediakan
sebagian pendapatannya untuk membeli beras.
Hal ini sesuai dengan data yang terdapat pada Tabel 18, yaitu 66 persen
responden menyatakan merencanakan pembelian beras sepenuhnya dengan
menetapkan kriteria varietas, merek, atau harga tertentu. Sedangkan 30 persen
responden menyatakan sudah mengetahui akan membeli beras tetapi belum
memutuskan varietas atau merek yang akan dibelinya, sampai mendapatkan
informasi yang lengkap dari penjaul atau display di toko (separuh terencana).
Tabel 18 Cara Responden Memutuskan Pembelian Beras
Cara Memutuskan

Direncanakan
terlebih
dahulu
dengan
menentukan varietas/merek yang akan dibeli
Direncanakan terlebih dahulu tanpa menentukan
varietas/merek yang akan dibeli
Tidak direncanakan/spontan
Total

Cara Responden Memutuskan


Pembelian Beras Berdasarkan
Kelas Sosial
Kelas
Kelas
Kelas
Bawah
Menengah
Atas
(%)
(%)
(%)
17
22
27

Total
(%)
66

13

10

30

3
33

1
33

0
34

4
100

Semakin tinggi kelas sosial, varietas beras turut mempengaruhi


pembelian. Tabel 19 memperlihatkan bahwa kelas atas dan kelas menengah
menyebutkan berbagai varietas beras yang sering dikonsumsinya. Sedangkan pada
responden kelas bawah, hanya 3 responden yang bisa menyebutkan varietas yang
dikonsumsinya. Secara keseluruhan, 25 persen responden beras menyatakan

pandan wangi sebagai beras yang paling sering dikonsumsi. Sedangkan 44 persen
responden termasuk dalan kelompok lain-lain, yaitu tidak tahu, tidak ingat, dan
salah menyebutkan merek.
Tabel 19 Varietas Beras Yang Sering Dikonsumsi Responden
Varietas
Cianjur
IR
Sentra ramos
Pandan wangi
Rojolele
Lain-lain
Total (%)
Harga rata-rata beras
yang sering
dikonsumsi (Rp/kg)

Varietas Beras Yang Sering Dikonsumsi Responden


Berdasarkan Kelas Sosial
Kelas Bawah
Kelas Menengah
Kelas Atas
(%)
(%)
(%)
0
1
3
0
3
2
0
1
6
2
11
12
1
5
9
30
12
2
33
33
34
4.832

6.124

Total
(%)
4
5
7
25
15
44
100

9.950

Harga rata-rata beras yang sering dikonsumsi semakin mahal dengan


meningkatnya kelas sosial. Rata-rata beras yang sering dikonsumsi masyarakat
kelas bawah berharga Rp. 4.823 per kg. Kelas menengah sering mengkonsumsi
beras dengan harga Rp. 6.724 per kg, sedangkan kelas atas mengkonsumsi beras
dengan harga rata-rata Rp. 9.950 per kg (harga bulan April). Setelah peneliti
mewawancarai penjual di beberapa warung terdekat, pasar tradisional, dan juga
supermarket/mall, maka beras yang biasa dikonsumsi konsumen kelas bawah
berdasarkan harga beras yang disebutkan adalah IR 64 kualitas IV. Sedangkan
konsumen kelas menengah rata-rata mengkonsumsi, IR 64 kualitas III, II, dan I,
Rojolele oplosan, Pandan Wangi oplosan, dan Ciherang. Konsumen kelas atas
biasa membeli Pandan wangi, Rojolele, Cianjur, dan Sentra ramos dengan kualitas
I. Selain itu, kelas atas juga mengkonsumsi beras aromatik dan beras impor seperti
Istana Bangkok.

Sebagian besar responden membeli beras satu bulan sekali (43 persen)
dan 2-6 hari sekali (19 persen) seperti yang terlihat pada Tabel 20. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa kelas sosial yang tinggi memiliki frekuensi
pembelian yang sedikit namun dalam jumlah yang besar.
Tabel 20 Jangka Waktu Pembelian Beras Dalam Satu Bulan
Jangka Waktu
1 bulan sekali
2 minggu sekali
1 minggu sekali
2 6 hari sekali
Setiap hari
Total (%)

Jangka Waktu Pembelian Beras Dalam Satu Bulan


Berdasarkan Kelas Sosial
Kelas Bawah
Kelas Menengah
Kelas Atas (%)
(%)
(%)
0
17
26
1
9
8
5
7
0
19
0
0
8
0
0
33
33
34

Total (%)
43
18
12
19
8
100

Jangka waktu pembelian beras terkait dengan ukuran pembelian beras.


Responden kelas bawah sebagian besar membeli beras setiap 2-6 hari sekali (19
persen). Hal ini sangat wajar bila dilihat dari perolehan pendapatan yang tidak
menentu sehingga responden memilih membeli beras secara eceran, seperti yang
terlihat pada Tabel 21 dimana 26 persen responden membeli beras kurang dari 5
kg. Hampir semua responden kelas menengah dan kelas atas memilih membeli
beras setiap bulan atau 2 bulan sekali. Pekerjaan dan penghasilan rumah tangga
yang stabil serta tuntutan kepraktisan membuat kelompok ini cenderung membeli
beras tidak terlalu sering dan dalam jumlah besar yaitu lebih dari 25 kg (19
persen) dan 25 kg (14 persen).
Tabel 21 Ukuran Pembelian Beras Dan Harga Rata-Rata Yang Sering Dibeli
Berat Dalam Kemasan
(Kg)
<5
10
20
25
> 25
Total (%)

Ukuran Pembelian Beras Berdasarkan Kelas Sosial


Kelas Bawah
Kelas Menengah
Kelas Atas
(%)
(%)
(%)
26
0
0
7
7
3
0
9
5
0
14
7
0
3
19
33
33
34

Total
(%)
26
17
14
21
22
100

Keputusan responden dalam menentukan tempat pembelian beras


disajikan pada Tabel 22, dimana secara berurutan responden membeli beras di
warung

(33 persen), supermarket atau mall (29 persen), pasar tradisional (25

persen), toko beras dan agen (12 persen), dan juga ada yang di penggilingan (1
persen). Warung merupakan tempat pembelian dominan responden kelas bawah
dengan pertimbangan tidak ada sarana transportasi pribadi sehingga responden
memilih tempat pembelian yang mudah dijangkau dan tidak mengeluarkan
ongkos. Selain itu, di warung biasanya konsumen boleh membeli dengan cara
berhutang. Sisanya membeli beras di pasar tradisional karena pertimbangan lebih
murah.
Tabel 22 Tempat Pembelian Beras Yang Biasa Dikunjungi Responden
Tempat Pembelian

Pasar tradisional
Warung
Supermarket&mall
Toko khusus beras&agen
Penggilingan
Total (%)

Tempat Pembelian Beras Yang Biasa Dikunjungi


Responden Berdasarkan Kelas Sosial
Kelas Bawah
Kelas Menengah
Kelas Atas
(%)
(%)
(%)
7
13
5
26
6
1
0
9
20
0
5
7
0
0
1
33
33
34

Total
(%)
25
33
29
12
1
100

Kelas menengah sebagian besar membeli di pasar tradisional (13


persen), supermarket dan mall (9 persen), warung (6 persen), dan toko khusus
beras (5 persen). Alasan yang dikemukakan adalah karena jaraknya yang tidak
terlalu jauh dari tempat tinggal untuk pembelian di warung, pasar tradisional, dan
toko khusus beras. Lokasi tempat tinggal kelas menengah ini tidak terlalu jauh
dari pasar tradisional, serta di sekitar tempat tinggal tersebut terdapat toko khusus
beras. Alasan lainnya yaitu tersedia banyak pilihan, pelayanan baik, dan kualitas
yang terjamin.

Kelas atas sebagian besar memilih membeli beras di supermarket atau


mall (20 persen), toko khusus beras (7 persen), dan pasar tradisional (5 persen).
Pembelian di toko khusus beras biasanya dilakukan dengan memesan melalui
telepon. Sedangkan pembelian di pasar tradisional biasa dilakukan oleh pembantu.
Lebih mudah bagi responden kelas atas untuk memilih tempat pembelian beras
karena memiliki sarana transportasi pribadi, alat komunikasi, serta pendapatan
yang lebih tinggi. Alasan responden kelas atas memilih tempat pembelian tersebut
adalah karena kualitas yang terjamin (13 persen), lokasi yang mudah dijangkau (8
persen), dan suasana yang nyaman (4 persen).
Tabel 23 Pertimbangan Utama Responden Membeli Beras di Tempat Tertentu
Alasan
Lokasi mudah dijangkau
Harga terjangkau
Suasana nyaman
Pelayanan Memuaskan
Boleh berhutang
Kualitas Terjamin
Tersedia banyak pilihan
Total (%)

Pertimbangan Utama Responden Membeli Beras di


Tempat Tertentu Berdasarkan Kelas Sosial
Kelas Bawah
Kelas Menengah
Kelas Atas
(%)
(%)
(%)
21
15
8
3
1
1
0
2
7
0
3
4
9
0
0
0
3
13
0
9
1
33
33
34

Total
(%)
44
5
9
7
9
16
10
100

Peranan suami dan istri dalam pengambilan keputusan pembelian beras


pada setiap rumah tangga memiliki ciri khas masing-masing. Namun dalam hal
pengambilan keputusan pembelian beras, sebagian besar pengambil keputusan
adalah istri. Hal ini terlihat pada Tabel 24 dimana sebagian besar (95 persen)
pengambil keputusan adalah istri karena sebagian besar suami sibuk mencari
nafkah sehingga keputusan tersebut diserahkan kepada istri. Tetapi ada 3 persen
suami yang memutuskan pilihan terhadap beras. Dari hasil wawancara, diketahui
bahwa suami yang mengambil keputusan mengenai beras yang dikonsumsi
keluarganya juga menjadi pengambil keputusan dalam hal lain yang biasanya

menjadi peran seorang istri. Ini dikarenakan istri yang bekerja sehingga akan lebih
mudah bagi keluarga tersebut bila keputusan pembelian beras diserahkan pada
suami. Sisanya (2 persen) memutuskan sendiri beras yang akan dikonsumsi
karena belum menikah dan tinggal jauh dari orang tua.
Tabel 24 Pengambil Keputusan Pembelian Beras
Pengambil
Keputusan

Pengambil Keputusan Pembelian Beras Berdasarkan Kelas Sosial


Kelas Bawah (%) Kelas Menengah (%)
Kelas Atas (%)

Istri
Suami
Diri sendiri
Total (%)

6.5

30
1
2
33

31
2
0
33

34
0
0
34

Total
(%)
95
3
2
100

Pasca Pembelian

Setelah membeli beras yang diinginkan dan membandingkan kenyataan


atau hasilnya dengan pertimbangan awal, maka akan terbentuk sikap tertentu yang
akan mempengaruhi niat pembelian di masa yang akan datang. Sikap tersebut
tergantung pada penilaian konsumen setelah membeli dan mengkonsumsi beras
tersebut. Penilaian tersebut salah satunya dapat digambarkan dalam keluhan yang
dialami konsumen. Tabel 25 memperlihatkan bahwa responden yang memiliki
keluhan (60 persen) lebih banyak dibandingkan responden yang tidak memiliki
keluhan (40 persen) terhadap beras yang dikonsumsinya.
Tabel 25 Keluhan Responden Terhadap Beras Yang Dibelinya
Keluhan
Tidak ada keluhan
Ada keluhan
Total (%)

Keluhan Responden Terhadap Beras Yang Dibelinya


Total (%)
Berdasarkan Kelas Sosial
Kelas Bawah (%) Kelas Menengah (%)
Kelas Atas (%)
12
9
19
40
21
24
15
60
33
33
34
100

Tabel 26 meringkaskan keluhan yang disampaikan responden. Dari 60


persen responden yang mengalami keluhan, keluhan terbanyak adalah harga
mahal (12 persen). Keluhan kedua adalah kurang bersih seperti terdapat kerikil

dan gabah (11 persen). Keluhan ketiga adalah beras tercampur dengan beras lain
(9 persen). Selanjutnya adalah baunya apek (8 persen) dan berat netto tidak sesuai
ukuran (6 persen). Selain itu, terdapat terdapat keluhan lain seperti broken, tidak
tahan lama, pera, ketersediaan tidak kontinyu, dan pelayanan yang kurang
memuaskan.
Keluhan responden kelas bawah yang terbanyak adalah mahalnya harga
beras dan selanjutnya baunya apek. Keluhan kelas menengah dan kelas atas lebih
beragam dibandingkan kelas bawah. Keluhan kelas menengah yang terbanyak
adalah kurang bersih, sedangkan kelas atas adalah tercampurnya beras yang
mereka beli dengan beras jenis lain.
Tabel 26 Keluhan Dalam Pembelian Beras Yang Sering Dialami Responden
Alasan

Berat netto tidak sesuai kemasan


Kurang bersih
Broken
Tercampur dengan beras jenis atau varietas lain
Apek
Harga mahal tidak sesuai kualitas
Tidak tahan lama
Pera
Ketersediaan dan kontinyuitas
Pelayanan penjual kurang memuaskan
Total

Keluhan Dalam Pembelian Beras


Yang Sering Dialami Responden
Berdasarkan Kelas Sosial
Kelas
Kelas
Kelas
Bawah Menengah (%)
Atas
(%)
(%)
0
5
1
2
6
3
1
2
1
0
4
5
8
0
0
10
2
0
0
2
1
0
3
0
0
0
3
0
0
1
21
24
15

Total
(%)
6
11
4
9
8
12
3
3
3
1
60

Cara konsumen menanggapi keluhan tersebut berbeda-beda. Dapat


dilihat pada Tabel 27 bahwa cara terbanyak yang dilakukan konsumen adalah
menyampaikan keluhan tersebut pada penjual dan tetap membeli beras dengan
jenis yang sama di tempat yang sama (36 persen). Cara lain konsumen
menanggapi keluhan adalah dengan tidak melakukan apa-apa (32 persen).

Kelas sosial yang paling dapat menerima keluhan adalah kelas bawah.
Terbukti bahwa jumlah terbanyak dari cara menanggapi keluhan adalah tidak
melakukan apa-apa (22 persen). Sedangkan kelas menengah (7 persen) dan kelas
atas (3 persen) menanggapi keluhan dengan menyampaikan pada penjual namun
tetap membeli beras dengan jenis dan tempat yang sama.
Bagi kelas menengah dan kelas atas, tetap membeli beras dengan jenis
yang sama di tempat yang sama menandakan bahwa keluhan tersebut masih
berada dalam batas toleransi responden. Cara responden kelas bawah menghadapi
keluhan dengan tidak melakukan apa-apa disebabkan latar belakang pendidikan
yang rendah sehingga tidak terbiasa mengeluaskan pendapat atas ketidakpuasan.
Selain itu, mereka menyadari bahwa keluhan yang mereka alami terhadap kualitas
beras dikarenakan ketidakmampuan mereka untuk membeli beras dengan kualitas
lebih baik.
Tabel 27 Cara Responden Menanggapi Keluhan
Cara Menghadapi Keluhan

Menyampaikan keluhan pada penjual dan tetap


membeli beras dengan jenis dan tempat yang
sama
Membeli beras jenis sama di tempat yang
berbeda
Membeli beras yang berbeda di tempat yang
sama
Tidak melakukan apa-apa
Menukar beras sesuai yang diinginkan
Menceritakan pada orang lain tentang keluhan
tersebut
Total (%)

Cara Responden Menanggapi


Keluhan Pada Setiap Kelas
Sosial
Kelas
Kelas
Kelas
Bawah
Menengah
Atas
(%)
(%)
(%)
9
16
11

Total
(%)

36

22
0
0

7
1
4

3
6
3

32
7
7

33

33

34

100

Apabila harga beras dinaikkan, tidak ada responden yang menjawab


akan mengganti dengan pangan lain. Sebagian besar menjawab tidak terpengaruh
dan akan terus mengkonsumsi beras yang sama (70 persen). Kelas sosial yang

menjawab ini paling banyak pada kelas atas seperti yang terlihat pada Tabel 28.
Dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi kelas sosial seseorang, maka semakin
tidak terpangaruh pada perubahan harga beras. Sisanya (30 persen) akan
mengganti dengan beras yang lebih murah namun harus tetap beras. Ini
menandakan budaya memakan nasi yang sudah sangat melekat sehingga sangat
sulit diganti dengan jenis pangan pokok lainnya.
Tabel 28 Perilaku Konsumen Beras Apabila Harga Beras Naik
Niat Pembelian Berulang

Membali pangan pokok lain


Mengganti dengan beras yang
lebih murah
Tidak terpengaruh
Total (%)

Perilaku Konsumen Beras Apabila Harga Beras


Naik Pada Setiap
Kelas Sosial
Kelas Bawah
Kelas
Kelas Atas
(%)
Menengah
(%)
(%)
0
0
0
15
18
33

13
20
33

2
32
34

Total
(%)
0
30
70
100

Perlakuan responden apabila beras yang diinginkan tidak tersedia di


tempat pembelian disajikan pada Tabel 29. Sebanyak 50 persen dari responden
akan mencari beras yang diinginkan ke tempat yang lain, sedangkan 47 persen
responden akan membeli beras yang ada di tempat yang sama. Sisanya (3 persen)
akan menunda pembelian beras.
Tabel 29 Perlakuan Responden Apabila Beras Yang Diinginkan Tidak Tersedia
Perlakuan

Mencari beras yang diinginkan


ke tempat lain
Membeli beras yang ada di
tempat yang sama
Menunda pembelian beras
Total (%)

Perlakuan Responden Apabila Beras Yang


Diinginkan Tidak Tersedia Berdasarkan Kelas
Sosial
Kelas Bawah Kelas Menengah Kelas Atas
(%)
(%)
(%)

Total
(%)

23

19

50

23

15

47

2
33

1
33

0
34

3
100

Sebagian besar responden kelas bawah (23 persen) memilih membeli


beras lain yang ada di tempat yang sama. Hal ini dikarenakan range harga beras di
tempat pembelian kelas bawah tidak terlalu lebar sehingga masih terjangkau.
Selain itu, di tempat tersebut bisa membeli dengan cara berhutang sehingga dapat
dibayar kemudian. Alasan lainnya adalah kemudahan ke tempat pembelian tanpa
mengeluarkan biaya. Berbeda dengan kelas bawah, kedua kelas lainnya, terlebih
kelas atas, akan memilih mencari beras yang diinginkan di tempat yang lain. Hal
ini dikarenakan golongan ini benar-benar menginginkan beras yang mereka
harapkan sehingga mereka memperoleh manfaat dan kepuasan yang mereka cari
terlepas dari harga dan tempat membeli beras.
Masih dapat ditoleransinya keluhan-keluhan tersebut, baik oleh kelas
bawah, menengah, dan atas, menyebabkan sebagian besar responden berniat
membeli kembali (86 persen) seperti yang terlihat pada Tabel 30. Sisanya (14
persen) tidak berniat membeli lagi.
Tabel 30 Perilaku Konsumen Beras Pada Niat Pembelian Berulang
Niat Pembelian Berulang

Berniat membeli kembali


Tidak berniat membeli kembali
Total (%)

Perilaku Konsumen Beras Pada Niat Pembelian


Berulang Pada Setiap
Kelas Sosial
Kelas Bawah
Kelas
Kelas Atas
(%)
Menengah
(%)
(%)
32
28
26
1
5
8
33
33
34

Total
(%)
86
14
100

BAB VII
TINGKAT KEPENTINGAN DAN TINGKAT KINERJA
ATRIBUT BERAS

Preferensi konsumen menunjukkan pilihan suka atau tidak suka oleh


seseorang terhadap berbagai pilihan beras yang ada, sedangkan kepuasan adalah
penilaian konsumen terhadap apa yang diharapkan dengan membeli dan
mengkonsumsi beras, dimana harapan tersebut kemudian dibandingkan dengan
kinerja yang diterimanya setelah mengkonsumsi beras tersebut. Teori preferensi
digunakan untuk menganalisis tingkat kepuasan bagi konsumen. Misalnya bila
seseorang konsumen ingin mengkonsumsi produk dengan sumberdaya terbatas
maka ia harus memilih alternatif sehingga nilai guna atau utilitas yang diperoleh
mencapai optimal.
Preferensi konsumen dapat diketahui dengan mengukur perbandingan
nilai rata-rata tingkat penilaian kepentingan yang terdapat pada berbagai atribut
beras. Atribut yang mempunyai nilai tertinggi merupakan atribut yang sangat
mempengaruhi konsumen dalam memilih beras yang akan dikonsumsi.
Sebaliknya, atribut yang mempunyai nilai terendah merupakan atribut yang
kurang diperhatikan konsumen dalam pemilihan beras. Nilai rata-rata tingkat
penilaian kinerja atribut beras menggambarkan kepuasan konsumen. Atribut
dengan nilai tertinggi merupakan atribut yang dinilai paling memuaskan
konsumen, sedangkan atribut dengan nilai terendah merupakan atribut yang
dinilai paling tidak memuaskan oleh konsumen. Dalam penelitian ini, preferensi

dan kepuasan konsumen terhadap beras ditinjau dari tingkat kepentingan dan
tingkat kinerja 19 atribut beras.
Konsumen memiliki sikap berbeda-beda dalam menimbang atribut yang
dianggap penting. Mereka akan memberikan perhatian besar pada atribut yang
memberikan manfaat yang dicarinya. Pasar sebuah produk sering disegmentasikan
berdasarkan atribut yang menonjol dalam kelompok konsumen yang berbeda
(Kotler, 2000). Belakangan ini preferensi dan kepuasan konsumen mengenai beras
terus berkembang. Hal ini salah satunya disebabkan oleh tingkat pendidikan dan
pendapatan yang cenderung meningkat sehingga mempengaruhi permintaan
konsumen terhadap beras.
Berdasarkan perhitungan Customer Satisfaction Index (CSI) pada Tabel
31, kepuasan total konsumen yang telah terpenuhi oleh atribut-atribut beras yang
berada dalam penelitian ini sebesar 70,03 persen. Sisanya belum terpuaskan oleh
kinerja atribut-atribut beras yang selama ini dikonsumsi.
Tabel 31 Perhitungan CSI Total
Atribut
Yi
WF
A. Kepulenan nasi
4.19
0.063697
B. Aroma Nasi
3.78
0.057464
C. Warna beras
4.02
0.061113
D. Kebersihan Beras
4.36
0.066282
E. Keutuhan butir beras (broken)
3.69
0.056096
F. Keseragaman butir beras (tidak tercampur)
3.56
0.054120
G. Nama varietas beras
2.96
0.044998
H. Daya tahan beras untuk disimpan
3.72
0.056552
I. Kemasan beras
2.83
0.043022
J. Merek
2.45
0.037245
K. Iklan Beras
2.21
0.033597
L. Harga beras
3.82
0.058072
M. Lokasi penjual beras
3.76
0.057160
N. Keragaman varietas di tempat pembelian beras
3.10
0.047127
O. Keragaman harga di tempat pembelian beras
3.31
0.050319
P. Kenyamanan tempat pembelian
3.28
0.049863
Q. Pemberian informasi oleh pedagang
3.43
0.052144
R. Pelayanan di tempat pembelian beras
3.34
0.050775
S. Kemudahan memperoleh beras
3.97
0.060353
Total
65.78
1
CSI = (3.501280/5) x 100 % = 70.03 %

Xi
3.88
3.49
3.69
3.65
3.53
3.40
3.48
3.34
3.38
3.36
3.10
3.01
3.81
3.52
3.49
3.32
3.56
3.24
3.88
66.13

WS
0.247145
0.200550
0.225506
0.241928
0.198019
0.184007
0.156595
0.188884
0.145415
0.125144
0.104150
0.174798
0.217780
0.165886
0.175614
0.165546
0.185631
0.164512
0.234168
3.501280

Untuk mengetahui atribut yang dianggap penting dan kinerjanya belum


memuaskan, kuesioner dianalisis dengan Important and Performance Analysis
(IPA) yang mengukur tingkat kepentingan dan kinerja atribut-atribut beras
sehingga didapat hasil seperti yang terlihat pada Tabel 32.
Tabel 32 Perhitungan IPA Total
Atribut
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K
L
M
N
O
P
Q
R
S

Tingkat Kepentingan
n
Xi
Y

Yi

Tingkat Kinerja
n

419
378
402
436
369
356
296
372
283
245
221
382
376
310
331
328
343
334
397

388
349
369
365
353
340
348
334
338
336
310
301
381
352
349
332
356
324
388

100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100

Jumlah
Jumlah Atribut

100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100

4.19
3.78
4.02
4.36
3.69
3.56
2.96
3.72
2.83
2.45
2.21
3.82
3.76
3.10
3.31
3.28
3.43
3.34
3.97
65.78

19

Jumlah
Jumlah Atribut

3.462105

X
3.88
3.49
3.69
3.65
3.53
3.4
3.48
3.34
3.38
3.36
3.1
3.01
3.81
3.52
3.49
3.32
3.56
3.24
3.88
66.13

19
3.480526

Catatan : Keterangan huruf dapat dilihat pada atribut CSI Tabel 31

Setelah didapatkan perhitungan seperti Tabel 32, selanjutnya nilai-nilai


tersebut dimasukkan dalam diagram kartesius. Hasilnya dapat dilihat pada
Gambar 4. Berdasarkan gambar tersebut, diketahui bahwa ketidakpuasan
konsumen sebagian besar diakibatkan atribut yang dianggap penting oleh
konsumen seperti keseragaman butir beras (F), daya tahan beras untuk disimpan
(H), dan harga beras (L) kinerjanya belum memuaskan.

Important and Performance Analysis


3.4805

4.5

D
A
C

Tingkat Kepentingan

4.0

S
M

3.5

3.462

N
G

3.0

2.5
K

2.0
3.0

3.1

3.2

3.3

3.4

3.5

3.6

3.7

3.8

3.9

Tingkat Kinerja

Gambar 8. Important and Performance Analysis


Kelas sosial yang berbeda akan menyebabkan perilaku konsumen yang
berbeda dalam mengkonsumsi beras. Bagi kelas menengah ke atas, beras
merupakan barang inferior yang konsumsinya menurun jika konsumen mengalami
peningkatan pendapatan. Sedangkan bagi kelas menengah ke bawah, beras
merupakan barang normal yaitu barang yang konsumsinya menurun ketika
pendapatan konsumen meningkat. Selain itu, terdapat perbedaan pada atributatribut yang dianggap penting serta tingkat kepuasan yang menyertainya. Kelas
sosial yang berbeda membutuhkan rekomendasi strategi yang berbeda pula. Oleh
karena itu, untuk kelas sosial yang berbeda, selanjutnya akan dibahas secara
terrpisah.

7.1 Customer Satisfaction Index (CSI)

Customer Satisfaction Index atau Indeks Kepuasan Konsumen digunakan


untuk menanalisis tingkat kepuasan total konsumen dengan memperhitungkan

nilai rata-rata tingkat kepentingan dan kinerja atribut beras. Perhitungan CSI
terhadap atribut-atribut beras pada setiap kelas sosial dapat dilihat pada Tabel 33,
34, dan 35.
Perhitungan dalam analisis ini dimulai dengan menentukan weighted

factor yang diperoleh dari pembagian antara nilai rata-rata kepentingan setiap
atribut (Xi) dengan total keseluruhan tingkat kepentingan atribut ( Xi). Nilai

weighted factor digunakan untuk menghitung nilai weighted score dengan


mengalikan weighted factor dengan nilai rata-rata kinerja setiap atribut (Yi). CSI
diperoleh dari total nilai weighted score dibagi skala yang digunakan (lima) lalu
dikalikan 100 persen.
Tabel 33 Perhitungan Customer Satisfaction Index Atribut Beras Kelas Atas
Atribut

Yi
4.212121
4.090909
4.363636
4.545455
4.121212

Weighted
Factor
0.05732
0.05567
0.059381
0.061856
0.056082

Kepulenan nasi
Aroma Nasi
Warna beras
Kabersihan beras
Keutuhan butir beras (broken)
Keseragaman butir beras (tidak
tercampur)
Nama varietas beras
Daya tahan beras untuk disimpan
Kemasan beras
Merek
Iklan Beras
Harga beras
Lokasi penjual beras
Keragaman varietas di tempat
pembelian beras
Keragaman harga di tempat
pembelian beras
Kenyamanan tempat pembelian
Pemberian informasi oleh pedagang
Pelayanan di tempat pembelian
beras
Kemudahan memperoleh beras
Total

4.151515
3.878788
3.848485
4.424242
4.090909

Weighted
Score
0.237963
0.215933
0.228529
0.273664
0.229428

4.272727
3.757576
4.303030
3.666667
3.090909
2.363636
3.727273
3.818182

0.058144
0.051134
0.058557
0.049897
0.042062
0.032165
0.050722
0.051959

4.181818
3.878788
4.060606
3.636364
3.666667
2.818182
3.969697
3.545455

0.243149
0.198338
0.237776
0.181443
0.154227
0.090647
0.201350
0.184217

3.818182

0.051959

3.848485

0.199963

3.666667
3.939394
3.575758

0.049897
0.053608
0.04866

3.969697
3.878788
3.666667

0.198076
0.207935
0.178419

3.545455
3.515152
72.57576

0.192990
0.198588
3.852634

4.000000
0.054433
4.151515
0.056495
73.48485
1
3.852634
x 100 % = 77.05 %
CSI =
5

Xi

Berdasarkan perhitungan, diketahui bahwa CSI bagi kelas atas adalah


77,05 persen. Artinya atribut-atribut beras telah memuaskan konsumen kelas atas
sebesar 77,05 persen, sedangkan sisanya belum dapat terpuaskan oleh kinerja
atribut-atribut beras sehingga kinerja atribut-atribut beras tersebut perlu terus
ditingkatkan. Nilai tersebut berada pada selang 60 % < CSI 80 %, sehingga
dapat dikatakan bahwa secara umum indeks kepuasan konsumen untuk atribut
beras yang diuji berada pada kriteria puas. Walaupun secara keseluruhan
konsumen telah puas, namun kinerja atribut-atribut beras tersebut tetap harus
ditingkatkan agar kepuasan konsumen mendekati 100 persen atau pada taraf
sangat puas.
Tabel 34 Perhitungan Customer Satisfaction Index Atribut Beras Kelas Menengah
Atribut

Yi

Kepulenan nasi
Aroma Nasi
Warna beras
Kabersihan beras
Keutuhan butir beras (broken)
Keseragaman butir beras (tidak
tercampur)
Nama varietas beras
Daya tahan beras untuk
disimpan
Kemasan beras
Merek
Iklan Beras
Harga beras
Lokasi penjual beras
Keragaman varietas di tempat
pembelian beras
Keragaman harga di tempat
pembelian beras
Kenyamanan tempat pembelian
Pemberian informasi oleh
pedagang
Pelayanan di tempat pembelian
beras
Kemudahan memperoleh beras
Total

4.242424
3.878788
4.060606
4.454545
3.818182

Weighted
Factor
0.063723
0.058261
0.060992
0.066909
0.057351

3.727273
3.545455
3.757576
3.878788
3.333333

Weighted
Score
0.237514
0.206563
0.229183
0.259527
0.191170

3.515152
2.909091

0.052799
0.043696

2.878788
3.515152

0.151998
0.153598

4.121212
3.090909
2.212121
2.000000
3.545455
3.757576

0.061903
0.046427
0.033227
0.030041
0.053254
0.056441

2.484848
3.454545
3.424242
2.727273
3.484848
3.545455

0.153819
0.160384
0.113778
0.08193
0.185584
0.200108

3.181818

0.047792

3.393939

0.162205

3.424242
3.333333

0.051434
0.050068

3.121212
2.878788

0.160536
0.144136

3.545455

0.053254

3.69697

0.19688

3.030303
4.060606
63.93939

0.15586
0.247666
3.393624

3.424242
0.051434
4.060606
0.060992
66.57576
1
3.393624
x 100 % = 67.87 %
CSI =
5

Xi

Berdasarkan perhitungan, diketahui bahwa CSI bagi kelas menengah


adalah 67,87 persen. Artinya atribut-atribut beras telah memuaskan konsumen
kelas menengah sebesar 67,87 persen, sedangkan sisanya belum dapat terpuaskan
oleh kinerja atribut-atribut beras sehingga kinerja atribut-atribut beras tersebut
perlu terus ditingkatkan. Nilai tersebut berada pada selang 60 % < CSI 80 %,
sehingga dapat dikatakan bahwa secara umum indeks kepuasan konsumen untuk
atribut beras yang diuji berada pada kriteria puas. Walaupun secara keseluruhan
konsumen telah puas, namun kinerja atribut-atribut beras tersebut tetap harus
ditingkatkan agar kepuasan konsumen mendekati 100 persen atau pada taraf
sangat puas.
Tabel 35 Perhitungan Customer Satisfaction Index Atribut Beras Kelas Bawah
Atribut

Yi

Weighted Factor

Xi

Kepulenan nasi
Aroma Nasi
Warna beras
Kabersihan beras
Keutuhan butir beras (broken)
Keseragaman butir beras (tidak
tercampur)
Nama varietas beras
Daya tahan beras untuk
disimpan
Kemasan beras
Merek
Iklan Beras
Harga beras
Lokasi penjual beras
Keragaman varietas di tempat
pembelian beras
Keragaman harga di tempat
pembelian beras
Kenyamanan tempat pembelian
Pemberian informasi oleh
pedagang
Pelayanan di tempat pembelian
beras
Kemudahan memperoleh beras
Total

4.242424
3.484846
3.757576
4.212121
3.242424

0.071575
0.058793
0.063395
0.071063
0.054703

3.878788
3.151515
3.575758
2.757576
3.272727

Weighted
Score
0.277623
0.185288
0.226684
0.195963
0.17903

3.000000
2.303030

0.050613
0.038855

3.242424
3.151515

0.164110
0.122452

2.848485
1.818182
2.121212
2.333333
4.303030
3.818182

0.048057
0.030675
0.035787
0.039366
0.072597
0.064417

3.575758
3.151515
3.090909
3.848485
2.454545
4.151515

0.171841
0.096672
0.110615
0.151500
0.178193
0.267429

2.393939

0.040389

3.424242

0.1383

2.939394
2.666667

0.049591
0.044990

3.484848
3.303030

0.172817
0.148603

3.272727

0.055215

3.424242

0.189069

2.696970
0.045501
3.242424
3.818182
0.064417
4.181818
59.27273
1
64.36364
3.393103
x 100 % = 67.86 %
CSI kelas bawah =
5

0.147534
0.269381
3.393103

Berdasarkan perhitungan, diketahui bahwa CSI kelas bawah adalah


67,86 persen. Artinya atribut-atribut beras telah memuaskan konsumen kelas
bawah sebesar 67,86 persen, sedangkan sisanya belum dapat terpuaskan oleh
kinerja atribut-atribut beras sehingga kinerja atribut-atribut beras tersebut perlu
terus ditingkatkan. Nilai tersebut berada pada selang 60 % < CSI 80 %,
sehingga dapat dikatakan bahwa secara umum indeks kepuasan konsumen untuk
atribut beras yang diuji berada pada kriteria puas. Walaupun secara keseluruhan
konsumen telah puas, namun kinerja atribut-atribut beras tersebut tetap harus
ditingkatkan agar kepuasan konsumen mendekati 100 persen atau pada taraf
sangat puas.
Dari ketiga tabel, dapat dilihat bahwa setiap kelas dalam penelitian ini
merasa puas terhadap atribut beras yang telah dikonsumsi. Namun indeks
kepuasan konsumen setiap kelas tersebut berbeda nilainya. Kelas atas mempunyai
nilai CSI lebih tinggi dibandingkan kelas menengah, dan kelas menengah
mempunyai nilai CSI lebih tinggi dibandingkan kelas bawah. Ini menandakan
semakin tinggi kelas sosial, kepuasan terhadap atribut beras yang dikonsumsi
akan semakin tinggi.
Nilai CSI setiap kelas sosial yang berada di bawah 100 persen
menunjukkan adanya atribut-atribut beras yang dianggap belum memuaskan bagi
konsumen kelas atas, menengah, maupun bawah. Untuk mengetahui atribut apa
belum memuaskan, selanjutnya data dianalisis dengan IPA. Pembahasan awal
terkait tingkat kepentingan dan tingkat kinerja atribut-atribut beras. Selanjutnya
hasil yang diperoleh akan dimasukkan pada diagram IPA yang menentukan posisi
setiap atribut berdasarkan tingkat kepentingan dan tingkat kinerjanya.

7.2 Tingkat Kepentingan Atribut Beras

Tingkat

kepentingan

akan

mempengaruhi

kepuasan

konsumen.

Peningkatan kinerja atribut yang dianggap penting akan meningkatkan kepuasan


total lebih tinggi dibandingkan peningkatan kinerja atribut yang dianggap tidak
begitu penting oleh konsumen. Semakin tinggi nilai yang diperoleh, berarti
semakin penting atribut tersebut. Informasi mengenai tingkat kepentingan
terhadap atribut-atribut beras diperoleh melalui kuesioner yang disebarkan dengan
penentuan bobot menggunakan skala Likert. Responden diminta menggolongkan
atau memilih atribut-atribut yang ada ke dalam lima skala, dari sangat tidak
penting yang bernilai 1, tidak penting bernilai 2, biasa bernilai 3, penting bernilai
4, dan sampai sangat penting bernilai 5.

7.2.1

Tingkat Kepentingan Atribut Beras Kelas Atas

Nilai rata-rata tingkat kepentingan responden kelas atas dapat dilihat pada
Tabel 36. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa kebersihan dari benda selain
beras merupakan atribut yang dianggap paling penting dibandingkan atributatribut lainnya. Hal ini ditunjukkan dari nilai rata-rata tingkat kepentingan
tertinggi (4,55) yang dimiliki oleh atribut kebersihan beras. Iklan beras memiliki
nilai rata-rata terendah (2,36). Hal ini menunjukkan bahwa iklan beras merupakan
atribut yang dianggap paling tidak penting oleh konsumen.

Tabel 36 Tingkat Kepentingan Atribut Beras Responden Kelas Atas


No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19

7.2.2

Atribut-atribut Beras
Kepulenan nasi
Aroma nasi
Warna beras
Kebersihan beras
Keutuhan butir beras (broken)
Keseragaman butir beras (tidak tercampur)
Varietas beras
Daya tahan beras
Kemasan beras
Merek
Iklan Beras
Harga beras
Lokasi penjual beras
Keragaman varietas di tempat pembelian beras
Keragaman harga di tempat pembelian beras
Kenyamanan tempat pembelian
Informasi oleh pedagang
Pelayanan di tempat pembelian beras
Kemudahan memperoleh beras

Y
4,21
4,09
4,36
4,55
4,12
4,27
3,76
4,30
3,67
3,09
2,36
3,73
3,82
3,82
3,67
3,94
3,58
4,00
4,15

Urutan
Kepentingan
5
8
2
1
7
4
12
3
14 (1)
16
17
13
11(2)
11 (1)
14 (2)
10
15
9
6

Tingkat Kepentingan Atribut Beras Kelas Menengah

Nilai rata-rata tingkat kepentingan responden kelas menengah dapat


dilihat pada Tabel 37. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa kebersihan dari
benda selain beras merupakan atribut yang dianggap paling penting. Hal ini
ditunjukkan dari nilai rata-rata tingkat kepentingan tertinggi (4,45) dibandingkan
atribut-atribut lainnya. Iklan beras memiliki nilai rata-rata terendah (2,00). Hal ini
menunjukkan bahwa iklan beras merupakan atribut yang dianggap paling tidak
penting oleh konsumen.
Tingkat pendapatan konsumen kelas menengah yang relatif lebih tinggi
dibandingkan konsumen kelas bawah menyebabkan konsumen kelas menengah
lebih leluasa memilih beras yang mereka konsumsi sehingga dalam konsumsi
beras mereka mengutamakan kualitas beras yang dikonsumsi, salah satunya
adalah kebersihan beras.

Tabel 37 Tingkat Kepentingan Atribut Beras Responden Kelas Menengah


No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19

7.2.3

Atribut-atribut Beras
Kepulenan nasi
Aroma nasi
Warna beras
Kebersihan beras
Keutuhan butir beras (broken)
Keseragaman butir beras (tidak tercampur)
Varietas beras
Daya tahan beras
Kemasan beras
Merek
Iklan Beras
Harga beras
Lokasi penjual beras
Keragaman varietas di tempat pembelian beras
Keragaman harga di tempat pembelian beras
Kenyamanan tempat pembelian
Informasi oleh pedagang
Pelayanan di tempat pembelian beras
Kemudahan memperoleh beras

Y
4,24
3,88
4,06
4,45
3,82
3,52
2,91
4,12
3,09
2,21
2,00
3,55
3,76
3,18
3,42
3,33
3,55
3,42
4,06

Urutan
Kepentingan
2
5
4 (1)
1
6
9
14
3
13
15
16
8 (1)
7
12
10 (1)
11
8 (2)
10 (2)
4 (2)

Tingkat Kepentingan Atribut Beras Kelas Bawah

Nilai rata-rata tingkat kepentingan responden kelas bawah dapat dilihat


pada Tabel 38. Terlihat bahwa harga beras merupakan atribut yang dianggap
paling penting dibandingkan atribut-atribut lainnya. Hal ini ditunjukkan dari nilai
rata-rata tingkat kepentingan tertinggi (4,30) yang dimiliki oleh atribut harga
beras. Pendapatan yang didapat rata-rata konsumen kelas bawah sangat terbatas.
Pengeluaran untuk beras merupakan bagian pengeluaran terbesar bagi mereka
dibandingkan pengeluaran untuk kebutuhan yang lain. Pengeluaran untuk beras
tersebut tentu sangat erat hubungannya dengan harga beras. Hal ini menyebabkan
harga beras menjadi atribut yang sangat penting bagi responden kelas bawah.
Kemasan beras memiliki nilai rata-rata kepentingan terendah (1,82). Hal
ini menunjukkan bahwa kemasan beras merupakan atribut yang dianggap paling
tidak penting oleh konsumen. Responden kelas bawah menyatakan bahwa

kemasan beras dianggap tidak mempengaruhi rasa beras yang akan dikonsumsi
sehingga tidak dianggap penting.
Tabel 38 Tingkat Kepentingan Atribut Beras Responden Kelas Bawah
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19

Atribut-atribut Beras
Kepulenan nasi
Aroma nasi
Warna beras
Kebersihan beras
Keutuhan butir beras (broken)
Keseragaman butir beras (tidak tercampur)
Varietas beras
Daya tahan beras
Kemasan beras
Merek
Iklan Beras
Harga beras
Lokasi penjual beras
Keragaman varietas di tempat pembelian beras
Keragaman harga di tempat pembelian beras
Kenyamanan tempat pembelian
Informasi oleh pedagang
Pelayanan di tempat pembelian beras
Kemudahan memperoleh beras

Y
4,24
3,48
3,76
4,21
3,24
3,00
2,30
2,85
1,82
2,12
2,33
4,30
3,82
2,39
2,94
2,67
3,27
2,70
3,82

Urutan
Kepentingan
2
6
5
3
8
9
16
11
18
17
15
1
4 (1)
14
10
13
7
12
4 (2)

Apabila dibandingkan antara ketiga kelas yang ada dalam penelitian ini,
harga beras merupakan atribut terpenting bagi kelas bawah. Kelas menengah
menempatkan harga dalam urutan ke-8, sedangkan bagi kelas atas harga
menempati urutan ke-13. Terlihat bahwa semakin tinggi kelas sosial seseorang,
harga menjadi atribut yang semakin tidak dipertimbangkan dalam mengkonsumsi
beras.
Salah satu indikator keluarga sejahtera adalah pendapatan. Dapat
dikatakan bahwa semakin tinggi kelas sosial seseorang, maka semakin tinggi pula
pendapatan yang diperolehnya. Tingginya pendapatan tersebut menyebabkan
pengeluaran yang dialokasikan untuk beras merupakan sebagian kecil dari
pendapatannya. Hal ini menyebabkan harga menjadi atribut yang dianggap tidak
penting seiring meningkatnya kelas sosial seseorang.

Yang terpenting bagi kelas menengah dan kelas atas dalam penelitian ini
adalah bersih dari benda selain beras. Walaupun kelas menengah dan kelas atas
sama-sama mengutamakan kebersihan beras dalam mengkonsumsi beras, nilai
rata-rata kepentingan kelas atas (4,55) lebih tinggi dibandingkan kelas bawah
(4,45). Ini menunjukkan bahwa semakin tinggi kelas sosial seseorang, maka
kebersihan beras merupakan atribut menjadi sangat penting dalam mengkonsumsi
beras. Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, ini terkait tingkat pendidikan
dan pendapatan konsumen. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka
dia akan semakin memperhatikan kualitas beras yang dikonsumsinya, dalam hal
ini adalah kebersihan. Selain itu, semakin tinggi pendapatan, maka akan semakin
leluasa memilih beras yang tersedia di pasar.
Atribut iklan sangat tidak penting bagi kelas atas dan kelas menengah
karena mempunyai nilai rata-rata kepentingan terendah pada kelas bawah,
menengah, maupun atas. Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, iklan beras
sangat terbatas. Ini menyebabkan konsumen menjadi terbiasa mencari informasi
mengenai beras dengan bertanya langsung pada penjual beras atau bertanya pada
kenalan. Ini membuat iklan beras menjadi atribut yang dianggap tidak penting.
Bagi kelas bawah, yang paling dianggap tidak penting adalah kemasan beras
karena tidak berpengaruh pada rasa beras yang dikonsumsi.

7.3 Tingkat Kinerja Atribut Beras

Tingkat kinerja yang akan dibahas adalah tingkat kinerja setiap atribut
pada kelas sosial yang berbeda. Tingkat kinerja ini mencerminkan kepuasan
konsumen terhadap setiap atribut beras. Semakin tinggi nilai yang diperoleh,

berarti semakin puas konsumen terhadap atribut tersebut. Tingkat kinerja


diperoleh melalui kuesioner yang menanyakan mengenai kinerja beras yang
dikonsumsi oleh responden. Tingkat kinerja tersebut diukur dari penilaian masingmasing responden terhadap atribut-atribut beras dengan menggunakan skala
Likert, dari atribut yang kinerjanya sangat tidak baik bernilai 1, tidak baik bernilai
2, biasa bernilai 3, baik bernilai 4, dan sangat baik bernilai 5.

7.3.1

Penilaian Kinerja Atribut Beras Kelas Atas

Nilai rata-rata tingkat kinerja untuk setiap atribut yang didapat dari
responden kelas atas dapat dilihat pada Tabel 39. Dari tabel tersebut dapat dilihat
bahwa atribut yang memiliki tingkat kinerja terendah adalah iklan beras,
sedangkan atribut yang memiliki tingkat kinerja tertinggi adalah kebersihan beras.
Hal ini ditunjukkan dari nilai rata-rata tingkat kinerja terendah (2,82) yang
dimiliki oleh atribut iklan beras dan nilai rata-rata tingkat kinerja tertinggi (4,42)
yang dimiliki oleh atribut kebersihan beras.
Iklan beras dianggap sangat tidak memuaskan bagi konsumen kelas atas.
Konsumen pada kelas ini menganggap iklan beras sangat terbatas dan tidak
menarik. Apabila ada iklan beras, informasi yang diberikan dalam iklan sangat
sedikit. Kebersihan beras menjadi atribut yang dianggap sangat memuaskan
karena beras yang dikonsumsi oleh konsumen kelas atas dianggap sangat bersih
dari gabah, kerikil, ataupun serangga.

Tabel 39 Tingkat Kinerja Atribut Beras Responden Kelas Atas


No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19

7.2.2

Atribut-atribut Beras
Kepulenan nasi
Aroma nasi
Warna beras
Kebersihan beras
Keutuhan butir beras (broken)
Keseragaman butir beras (tidak tercampur)
Varietas beras
Daya tahan beras
Kemasan beras
Merek
Iklan Beras
Harga beras
Lokasi penjual beras
Keragaman varietas di tempat pembelian beras
Keragaman harga di tempat pembelian beras
Kenyamanan tempat pembelian
Informasi oleh pedagang
Pelayanan di tempat pembelian beras
Kemudahan memperoleh beras

X
4,15
3,88
3,85
4,42
4,09
4,18
3,88
4,06
3,64
3,67
2,82
3,18
3,85
3,85
3,97
3,88
3,67
3,55
3,51

Urutan
Kinerja
3
7 (1)
8 (1)
1
4
2
7 (2)
5
10
8 (3)
14
6
9 (1)
8 (2)
13
7 (3)
9 (2)
11
12

Penilaian Kinerja Atribut Beras Kelas Menengah

Nilai rata-rata tingkat kinerja untuk setiap atribut yang didapat dari
responden kelas menengah dapat dilihat pada Tabel 40. Dari tabel tersebut dapat
dilihat bahwa atribut yang memiliki tingkat kinerja terendah adalah daya tahan
beras untuk disimpan, sedangkan atribut yang memiliki tingkat kinerja tertinggi
adalah kemudahan memperoleh beras. Hal ini ditunjukkan dari nilai rata-rata
tingkat kinerja terendah (2,48) yang dimiliki oleh atribut daya tahan beras untuk
disimpan dan nilai rata-rata tingkat kinerja tertinggi (4,06) yang dimiliki oleh
atribut kemudahan memperoleh beras.
Daya tahan beras untuk disimpan dianggap sangat tidak memuaskan bagi
konsumen kelas menengah. Konsumen pada kelas ini menginginkan membeli
beras dalam jumlah yang banyak untuk jangka waktu yang cukup lama. Ini
dikarenakan alasan kepraktisan dan hemat biaya transportasi. Namun beras yang
mereka beli akan berwarna kekuningan dan muncul serangga jika disimpan lebih

dari satu bulan. Ini membuat daya tahan menjadi atribut yang kinerjanya dinilai
paling buruk bagi konsumen kelas menengah. Kemudahan memperoleh beras
menjadi atribut yang dianggap sangat memuaskan karena beras yang dikonsumsi
oleh konsumen kelas menengah selalu tersedia di warung atau pasar tradisional.
Tabel 40 Tingkat Kinerja Atribut Beras Responden Kelas Menengah
No
Atribut-atribut Beras
X
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19

7.2.3

Kepulenan nasi
Aroma nasi
Warna beras
Kebersihan beras
Keutuhan butir beras (broken)
Keseragaman butir beras (tidak tercampur)
Varietas beras
Daya tahan beras
Kemasan beras
Merek
Iklan Beras
Harga beras
Lokasi penjual beras
Keragaman varietas di tempat pembelian beras
Keragaman harga di tempat pembelian beras
Kenyamanan tempat pembelian
Informasi oleh pedagang
Pelayanan di tempat pembelian beras
Kemudahan memperoleh beras

3,73
3,55
3,76
3,88
3,33
2,88
3,51
2,48
3,45
3,42
2,73
3,48
3,55
3,39
3,12
2,88
3,69
3,03
4,06

Urutan
Kinerja
4
6 (1)
3
2
12
15 (1)
7
17
9
10
16
8
6 (2)
11
13
15 (2)
5
14
1

Penilaian Kinerja Atribut Beras Kelas Bawah

Nilai rata-rata tingkat kinerja untuk setiap atribut yang didapat dari
responden kelas bawah dapat dilihat pada Tabel 41. Tabel tersebut
memperlihatkan bahwa atribut yang memiliki tingkat kinerja terendah adalah
harga beras, sedangkan atribut yang memiliki tingkat kinerja tertinggi adalah
kemudahan memperoleh beras. Hal ini ditunjukkan dari nilai rata-rata tingkat
kinerja terendah (2,45) yang dimiliki oleh atribut harga beras dan nilai rata-rata
tingkat kinerja tertinggi (4,82) yang dimiliki oleh atribut kemudahan memperoleh
beras.
Tabel 41 Tingkat Kinerja Atribut Beras Responden Kelas Bawah

No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19

Atribut-atribut Beras
Kepulenan nasi
Aroma nasi
Warna beras
Kebersihan beras
Keutuhan butir beras (broken)
Keseragaman butir beras (tidak tercampur)
Varietas beras
Daya tahan beras
Kemasan beras
Merek
Iklan Beras
Harga beras
Lokasi penjual beras
Keragaman varietas di tempat pembelian beras
Keragaman harga di tempat pembelian beras
Kenyamanan tempat pembelian
Informasi oleh pedagang
Pelayanan di tempat pembelian beras
Kemudahan memperoleh beras

X
3,88
3,15
3,58
2,76
3,27
3,24
3,15
3,58
3,15
3,09
3,85
2,45
4,15
3,42
3,48
3,30
3,42
3,24
4,18

Urutan
Kinerja
3
11(1)
5 (1)
14
12
10 (1)
11 (2)
5 (2)
11 (3)
13
4
15
2
9 (2)
6
8
9 (1)
10 (2)
1

Harga beras dianggap sangat mahal bagi konsumen kelas bawah.


Konsumen kelas bawah mengalami keterbatasan dalam memilih beras yang akan
dikonsumsi karena pendapatan yang sangat terbatas. Ini mengakibatkan konsumen
kelas bawah merasa kinerja harga beras tidak memuaskan. Kemudahan
memperoleh beras menjadi atribut yang dianggap sangat memuaskan karena beras
yang dikonsumsi oleh konsumen kelas bawah selalu tersedia di warung atau pasar
tradisional.
Apabila dibandingkan antara ketiga kelas sosial yang ada dalam
penelitian ini, kelas bawah dan kelas menengah menganggap kemudahan
memperoleh beras sebagai atribut yang tingkat kinerjanya paling tinggi.
Sedangkan kelas atas menganggap tingkat kinerja terbaik berada pada atribut
kebersihan beras.
Walaupun kemudahan memperoleh beras bagi kelas bawah dan kelas
menengah sama-sama menjadi atribut yang dianggap mempunyai kinerja paling
baik, namun berdasarkan nilai rata-rata tingkat kinerja, kelas menengah (4,06)

mempunyai nilai rata-rata yang lebih rendah dibandingkan kelas bawah (4,18). Ini
dikarenakan beras yang dikonsumsi oleh kelas bawah lebih mudah didapatkan
daripada beras yang dikonsumsi kelas menengah. Kelas bawah tidak terlalu
mementingkan kualitas beras dibandingkan harga. Sedangkan bagi kelas
menengah, ada pertimbangan-pertimbangan lain yang harus dipenuhi oleh beras
yang dikonsumsi. Bagi kelas atas, beras yang dikonsumsi hanya ada di tempattempat tertentu dan terkadang tidak tersedia secara kontinyu.
Kebersihan beras pada kelas atas menjadi atribut yang paling memuaskan
dengan nilai rata-rata kinerja sebesar 4,42. Pada kelas bawah, atribut ini
menempati urutan ke-14 dan mempunyai nilai rata-rata sebesar 2,76. Sedangkan
pada kelas menengah atribut ini menempati urutan kedua dengan nilai rata-rata
sebesar 3,88. Dapat dilihat bahwa semakin tinggi kelas sosial, beras yang
dikonsumsi akan semakin bersih. Ini terkait dengan tingkat pendapatan konsumen.
Semakin tinggi kelas sosial, besar kemungkinan beras yang dikonsumsi akan
semakin mahal sehingga kebersihan beras tersebut semakin terjamin.
Atribut yang dianggap paling buruk kinerjanya bagi kelas bawah adalah
harga beras. Ini dikarenakan pandapatan yang diperoleh kelas bawah sebagian
besar dihabiskan untuk membeli beras sehingga mereka merasa harga beras masih
terlalu mahal. Kinerja harga beras dianggap lebih baik pada kelas menengah
dibandingkan kelas atas. Ini dikarenakan perbedaan harga beras yang dikonsumsi
dan perbedaan tempat pembelian beras. Beras yang dikonsumsi kelas atas relatif
lebih mahal dibandingkan beras yang dikonsumsi kelas menengah. Selain itu,
tempat pembelian beras sebagian besar konsumen kelas atas memungkinkan harga
beras yang semakin mahal.

Bagi kelas menengah, kinerja yang dianggap paling tidak memuaskan


adalah atribut daya tahan beras untuk disimpan. Bagi kelas bawah dan kelas atas
atribut ini menempati urutan kelima dalam nilai rata-rata kinerja. Kelas bawah
membeli beras tidak dalam jumlah yang banyak sehingga beras yang masih dalam
keadaan baik saat dikonsumsi. Kelas atas membeli beras dalam jumlah yang
relatif banyak dibandingkan kelas bawah. Namun rata-rata konsumen kelas atas
mempunyai alat penyimpan beras yang dapat menghindarkan beras dari kerusakan
dalam jangka waktu tertentu sehingga daya tahan beras lebih terjaga.
Bagi kelas atas, kinerja yang dianggap paling buruk adalah iklan beras.
Ini tidak jauh berbeda dengan penilaian kelas menengah dan kelas bawah. Iklan
beras dianggap terbatas dan tidak menarik.

7.4 Important and Performance Matrix

Important and Performance Matrix merupakan suatu bentuk diagram


yang dibatasi oleh dua buah garis yang berpotongan tegak lurus pada suatu titik
( X , Y ). Jika total X dibagi jumlah atribut dalam penelitian, akan didapat X ,
sedangkan total Y dibagi jumlah atribut dalam penelitian, akan didapat

Y.

Sumbu X (sumbu mendatar) akan diisi skor tingkat kinerja (performance), dan
sumbu Y (sumbu tegak) akan diisi skor untuk tingkat kepentingan (important).

Important and Performance Matrix diperlukan untuk melihat kedudukan


19 atribut beras yang diperoleh berdasarkan skor tingkat kepentingan dan skor
tingkat kinerja berdasarkan 100 responden, sehingga dapat dikaitkan antara
pentingnya atribut-atribut tersebut dengan kenyataan yang ada. Dari pengetahuan

tersebut, dapat difokuskan usaha-usaha yang harus dilaksanakan berdasarkan 4


kuadran dalam diagram IPA.
Atribut-atribut yang ada dalam kuadran I dianggap paling berpengaruh
terhadap kepuasan pelanggan, karena keberadaan atribut-atribut ini dinilai sangat
penting oleh pelanggan sedangkan tingkat kinerjanya masih belum memuaskan.
Oleh karena itu, atribut-atribut dalam kuadran ini perlu ditingkatkan kinerjanya
dan penanganannya perlu diprioritaskan.
Atribut-atribut yang terletak pada kuadran II merupakan atribut-atribut
yang

dianggap

berprestasi

oleh

konsumen

sehingga

kinerjanya

perlu

dipertahankan dan bila mampu ditingkatkan karena tingkat kinerja aktual pada
umumnya telah sesuai dengan harapan pelanggan.
Atribut-atribut yang terletak pada kuadran III merupakan atribut yang
kurang penting atau rendah pengaruhnya bagi konsumen, dan tingkat kinerja
atribut-atribut tersebut juga masih rendah. Walaupun atribut-atribut pada kuadran
ini juga perlu ditingkatkan kinerjanya, namun peningkatan kinerja tersebut
tidaklah menjadi prioritas utama, karena apabila kinerja atribut-atribut pada
kuadran III ditingkatkan, tidak akan meningkatkan kepuasan total konsumen
secara signifikan. Oleh karena itu, atribut-atribut yang paling penting untuk
ditingkatkan kinerjanya adalah atribut-atribut yang berada pada kuadran I, karena
dianggap penting oleh konsumen.
Atribut yang berada pada kuadran IV merupakan atribut yang
mempunyai tingkat kinerja yang sangat baik walaupun memiliki tingkat
kepentingan yang rendah. Kinerja atribut-atribut ini perlu dipertimbangkan
kembali karena dirasakan terlalu berlebihan dalam pelaksanaannya. Maka yang

perlu dilakukan adalah mengelola investasi yang ada sehingga dapat


dikontribusikan secara optimal dan proporsional sesuai prioritas yang telah
ditentukan, yaitu pada atribut-atribut yang dianggap penting oleh konsumen, dan
kinerjanya belum memuaskan sehingga dibutuhkan peningkatan kinerja.
Nilai rata-rata dari skor tingkat kepentingan dan skor tingkat kinerja
responden kelas atas yang diplotkan pada diagram kartesius untuk responden
kelas bawah dengan X adalah 3,79 dan Y adalah 3,87 menghasilkan diagram
sebagai berikut.
Important and Performance Analysis
3.794
4.5
S

Tingkat kepentingan

4.0

R
I

NM G

3.868

3.5
J

3.0

2.5

3.0

3.5

4.0

4.5

Tingkat kinerja

Gambar 9. Important and Performance Matrix Responden Kelas Atas

Berdasarkan Gambar 9, hasil diagram kartesius untuk responden kelas atas dapat
diringkas sebagai berikut.

Tabel 42 Hasil Important and Performance Matrix Responden Kelas Atas


Kuadran I
1. Kemudahan
mendapatkan
beras (S)
2. Pelayanan
penjual (R)

Kuadran II
1. Kepulenen (A)
2. Aroma (B)
3. Warna (C)
4. Kebersihan (D)
5. Broken (E)
6. Kesaragaman butir beras
(F)
7. Daya tahan beras (H)
8. Kenyamanan tempat
pembelian (P)

Kuadran III
Kuadran IV
1. Kemasan (I)
1. Varietas beras
2. Merek (M)
(G)
3. Iklan (K)
2. Keragaman
4. Informasi penjual
varietas (N)
(Q)
3. Keragaman
harga di tempat
5. Harga (L)
pembelian (O)
4. Lokasi penjual
beras (J)

Nilai rata-rata dari skor tingkat kepentingan dan skor tingkat kinerja
responden kelas menengah yang diplotkan pada diagram kartesius untuk
responden kelas bawah dengan X adalah 3,37dan Y adalah 3,50 menghasilkan
diagram sebagai berikut.
Impor tant and P er fermance Analy sis
3. 365

4. 5

Tingkat kepentingan (Yi)

4. 0

A
C

Kua dra n I
Prio rit a s U t a m a
F

3. 5

Ku a dra n II
P e rta h a n k a n P re s ta s i
3. 504

I
G

3. 0
Ku a dra n III
P ri o ri ta s R e n da h

Ku a dra n IV
B e rl e bi h a n

2. 5
J
K

2. 0
2. 50

2. 75

3. 00

3. 25

3. 50

3. 75

4. 00

4. 25

Tingka t kine rja (X i)

Gambar 10. Important and Performance Matrix Responden Kelas Menengah

Berdasarkan Gambar 10, hasil diagram kartesius untuk kelas menengah dapat
diringkas sebagai berikut.

Tabel 43 Hasil Important and Performance Matrix Responden Kelas Menengah


Kuadran I
1 Broken (E)
2 Keseragaman
butir (F)
3 Daya tahan
(H)

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Kuadran II
Kepulenen (A)
Aroma (B)
Warna (C)
Kebersihan (D)
Harga beras (L)
Lokasi penjual (M)
Informasi penjual (Q)
Kemudahan mendapatkan
beras (S)

Kuadran III
1. Iklan (K)
2. Keragaman harga
di tempat
pembelian (O)
3. Kenyamanan di
tempat pembelian
(P)
4. Pelayanan penjual
(R)

Kuadran IV
1. Varietas beras
(G)
2. Kemasan (I)
3. Merek (J)
4. Keragaman
varietas di
tempat
pembelian (N)

Nilai rata-rata dari skor tingkat kepentingan dan skor tingkat kinerja
responden kelas bawah yang diplotkan pada diagram kartesius untuk responden
kelas bawah dengan X adalah 3,39 dan Y adalah 3,12 menghasilkan diagram
sebagai berikut.
Important and Performance Analysis

Tingkat kepentingan (Yi)

4. 5

3. 388
L

4. 0

3. 5

Kuadran I
Prioritas Utama

Kuadran II
Pertahank an Pres tas i

B
E

3. 0

Q
O

3. 120
H

Kuadran IV
B erlebihan

R P

2. 5

Kuadran III
Prioritas Rendah

2. 0
I

2. 50

2. 75

3. 00

3. 25

3. 50

3. 75

4. 00

4. 25

Tingkat kinerja (Xi)

Gambar 11. Important and Performance Matrix Responden Kelas Bawah

Berdasarkan Gambar 11, hasil diagram kartesius untuk responden kelas bawah
dapat diringkas sebagai berikut.

Tabel 44 Hasil Important and Performance Matrix Responden Kelas Bawah


Kuadran I
1. Aroma (B)
2. Kebersihan
(D)
3. Broken (E)
4. Harga (L)

Kuadran II
1. Kepulenan (A)
2. Warna (C)
3. Lokasi Penjual
(M)
4. Informasi Penjual
(Q)
5. Kemudahan
mendapatkan
beras (S)

Kuadran III
1. Keseragaman butir (F)
2. Varietas beras (G)
3. Merek (J)
4. Kemasan (I)
5. Kenyamanan di tempat
pembelian (P)
6. Pelayanan di tempat
pembelian (R)

Kuadran IV
1. Daya tahan (H)
2. Iklan (K)
3. Keragaman harga
di tempat
pembelian (O)
4. Keragaman
varietas di tempat
pembelian (N)

Pembahasan terhadap hasil dari Important and Performance Matrix akan


dilakukan per atribut dengan dibandingkan antar kelas yang berbeda. Untuk
mempermudah tujuan tersebut, dibuat tabel penggabungan hasil IPA seluruh kelas
sehingga dapat dilihat dengan jelas perbedaan preferensi dan kepuasan
berdasarkan penilaian tingkat kepentingan dan tingkat kinerja antara ketiga kelas
sosial dalam penelitian ini. Hasil penggabungan tersebut dapat dilihat pada Tabel
45.

Tabel 45 Hasil Important and Performance Matrix Seluruh Kelas Sosial


Kuadran I
1. Kemudahan

Hasil IPA Kelas Atas


Kuadran II
Kuadran III
1. Kepulenen (A)
1. Kemasan (I)

Kuadran IV
1. Varietas beras

mendapatkan
beras (S)
2. Pelayanan
penjual (R)

2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Kuadran I
1 Broken (E)
2 Keseragaman
butir (F)
3 Daya tahan (H)

1
2
3
4
5
6
7
8

1.
2.
3.
4.

Kuadran I
Aroma (B)
Kebersihan (D)
Broken (E)
Harga (L)

1
2
3
4
5

Aroma (B)
2. Lokasi penjual
Warna (C)
beras (M)
Kebersihan (D)
3. Iklan (K)
Broken (E)
4. Informasi penjual
Kesaragaman butir
(Q)
beras (F)
5. Harga (L)
Daya tahan beras (H)
Kenyamanan tempat
pembelian (P)
Hasil IPA Kelas Menengah
Kuadran II
Kuadran III
Kepulenen (A)
1. Iklan (K)
Aroma (B)
2. Keragaman harga
Warna (C)
di tempat
Kebersihan (D)
pembelian (O)
Harga beras (L)
3. Kenyamanan di
Lokasi penjual (M)
tempat pembelian
Informasi
penjual
(P)
(Q)
4. Pelayanan penjual
Kemudahan
(R)
mendapatkan beras
(S)
Hasil IPA Kelas Bawah
Kuadran II
Kuadran III
Kepulenan (A)
1 Keseragaman butir
Warna (C)
(F)
Lokasi Penjual (M)
2 Varietas beras (G)
Informasi Penjual
3 Merek (J)
(Q)
4 Kemasan (I)
Kemudahan
5 Kenyamanan di
mendapatkan beras
tempat pembelian
(S)
(P)
6 Pelayanan di
tampat pembelian
(R)

(G)
2. Keragaman
varietas di
tempat
pembelian (N)
3. Keragaman harga
di tempat
pembelian (O)
4. Merek (J)
Kuadran IV
beras
1. Varietas
(G)
2. Kemasan (I)
3. Merek (J)
4. Keragaman
varietas di tempat
pembelian (N)

Kuadran IV
1 Daya tahan (H)
2 Iklan (K)
3 Keragaman harga
di tempat
pembelian (O)
4 Keragaman
varietas di tempat
pembelian (N)

A. Kepulenan Nasi

Kepulenan adalah atribut yang dianggap penting dan kinerjanya dinilai


telah memuaskan oleh semua kelas (kuadran II). Kepulenan sejak awal telah
menjadi pertimbangan konsumen dalam memilih beras sehingga atribut kepulenan
dari beras yang dikonsumsi responden dinilai kinerjanya baik. Ini dikarenakan
responden mayoritas suku Jawa sehingga menyukai nasi yang pulen.
B. Aroma Nasi

Aroma pada kelas bawah dianggap penting namun kinerjanya tidak


memuaskan (kuadran I). Konsumen menginginkan beras yang lebih enak

aromanya (wangi dan segar) dibandingkan aroma nasi dari beras yang selama ini
dikonsumsi. Beras yang dikonsumsi responden kelas bawah adalah beras curah
yang kurang diperhatikan penyimpanannya oleh pemasok dan penjual. Selain itu,
beras yang dikonsumsi responden kelas bawah adalah beras yang tidak diberi

essence saat pemolesan sehingga aromanya dianggap kurang memuaskan.


Aroma bagi kelas menengah dan kelas atas masuk dalam kuadran II,
yaitu atribut yang tingkat kepentingan dan tingkat kinerjanya tinggi. Ini
dikarenakan responden kelas menengah dan kelas atas mengkonsumsi beras yang
beraroma.
C. Warna Alami Beras

Warna beras bagi semua kelas sosial masuk dalam kuadran II, yaitu
atribut yang tingkat kepentingan dan tingkat kinerjanya tinggi. Warna sejak awal
telah menjadi pertimbangan konsumen dalam memilih beras sehingga atribut
warna dari beras yang dikonsumsi responden dinilai kinerjanya baik. Warna yang
putih dianggap penting karena lebih meningkatkan selera makan.
D. Kebersihan Beras

Kebersihan beras pada kelas bawah dianggap penting namun kinerjanya


tidak memuaskan (kuadran I). Beras yang dikonsumsi responden kelas bawah
adalah beras curah yang kurang dijaga kebersihannya, baik oleh pemasok maupun
oleh penjual. Masih terdapat banda lain selain beras seperti gabah dan kerikil.
Walaupun hanya sedikit, namun konsumen menginginkan beras yang lebih bersih.
Kebersihan beras bagi kelas menengah dan kelas atas masuk dalam
kuadran II, yaitu atribut yang tingkat kepentingan dan tingkat kinerjanya tinggi.
Ini dikarenakan kebersihan sejak awal telah menjadi pertimbangan konsumen
dalam memilih beras sehingga atribut kebersihan dari beras yang dikonsumsi

responden dinilai kinerjanya baik. Kebersihan dianggap penting karena lebih


meningkatkan selera makan.
E. Keutuhan Butir Beras (Broken)

Bagi kelas bawah, butir patah atau broken pada beras dianggap penting
sedangkan kinerjanya kurang memuaskan (kuadran I). Beras yang selama ini
dikonsumsi konsumen kelas bawah rata-rata kinerjanya dinilai buruk karena
masih ada konsumen yang mengkonsumsi beras dengan broken antara 15-25
persen. Keutuhan butir berhubungan dengan volume nasi saat ditanak. Beras yang
tidak banyak brokennya akan menjadi lebih banyak saat ditanak.
Bagi kelas menengah, keutuhan butir beras juga masuk pada kuadran I.
Kelas menengah merasa kinerja keutuhan butir beras masih kurang memuaskan
pada beras yang mereka konsumsi. Atribut ini penting karena keutuhan butir
menjadi suatu hal yang mempengaruhi penampakan nasi yang telah dimasak.
Keutuhan butir beras bagi kelas atas masuk dalam kuadran II, yaitu
atribut yang tingkat kepentingan dan tingkat kinerjanya tinggi. Ini dikarenakan
keutuhan butir sejak awal telah menjadi pertimbangan konsumen dalam memilih
beras sehingga beras yang terpilih adalah beras yang kinerjanya baik. Keutuhan
butir dianggap penting karena berpengaruh pada penampakan beras yang telah
dimasak.

F. Keseragaman Butir Beras

Keseragaman butir beras pada kelas bawah masuk pada kuadran III, yaitu
atribut yang tingkat kepentingan dan kinerjanya dinilai rendah. Beras yang
dikonsumsi konsumen kelas bawah adalah beras curah sehingga sering tercampur

dengan beras yang varietas atau bentuk butir atau ukuran butirnya berbeda. Ini
membuat kinerja keseragaman butir beras dinilai tidak baik oleh konsumen.
Bagi kelas menengah, keseragaman butir beras juga masuk pada kuadran
I. Kelas menengah merasa kinerja keseragaman butir beras masih kurang
memuaskan pada beras yang mereka konsumsi. Atribut ini penting karena
keseragaman butir menjadi suatu hal yang mempengaruhi penampakan nasi yang
telah dimasak. Selain itu, beras yang tercampur akan berubah rasanya.
Keseragaman butir beras bagi kelas atas masuk dalam kuadran II, yaitu
atribut yang tingkat kepentingan dan tingkat kinerjanya tinggi. Ini dikarenakan
keseragaman butir sejak awal telah menjadi pertimbangan konsumen dalam
memilih beras sehingga beras yang terpilih adalah beras yang kinerjanya baik.
Keseragaman butir dianggap penting karena berpengaruh pada penampakan dan
rasa beras yang telah dimasak.
G. Nama Varietas Beras

Varietas beras pada konsumen kelas bawah masuk pada kuadran III, yaitu
tingkat kepentingn dan kinerja yang rendah. Varietas beras dianggap tidak begitu
penting karena mereka tidak mempermasalahkan beras varietas apa yang mereka
konsumsi. Buktinya adalah kebanyakan responden kelas bawah tidak dapat
menyebutkan dengan pasti nama varietas beras yang selama ini mereka konsumsi.
Ini dikarenakan beras yang mereka beli adalah beras curah tanpa kemasan
sehingga mereka tidak mengetahui beras varietas apa yang mereka konsumsi.
Walaupun dianggap tidak penting, varietas beras dikenal konsumen kelas
menengah (kuadran IV). Konsumen kelas menengah tidak menyadari bahwa
varietas beras berhubungan dengan rasa beras yang mereka konsumsi. Varietas

beras yang dikonsumsi dikenal karena sebagian konsumen kelas menengah


membeli beras dalam jumlah besar sehingga beras yang dibeli tersebut disertai
kemasan yang mencantumkan varietas dan merek beras.
Seperti konsumen kelas menengah, konsumen kelas atas mengetahui
varietas beras yang mereka konsumsi walaupun atribut tersebut dianggap tidak
penting bagi mereka (kuadran IV). Alasan mereka agak berbeda dengan kelas
menengah. Kelas atas menyatakan bahwa beras yang terkenal varietasnya belum
tentu rasa dan penampakannya baik. Pada beras yang sama varietasnya, terkadang
berbeda kualitasnya. Kinerja varietas beras dinilai baik karena sebagian besar
konsumen kelas atas mengetahui varietas beras yang mereka konsumsi .Ini
dikarenakan konsumen kelas atas membeli beras dalam kemasan sehingga
tercantum varietasnya.
H. Daya Tahan Beras Untuk Disimpan

Bagi kelas bawah, atribut ini termasuk kuadran IV yaitu berlebihan. Daya
tahan beras dianggap tidak penting bagi konsumen kelas bawah karena konsumen
kelas bawah membeli beras dalam jumlah kecil dengan frekuensi yang tinggi.
Kinerja daya tahan beras dinilai baik karena ketika beras yang dibeli akan
dikonsumsi, beras tersebut masih dalam keadaan baik (seperti ketika beras
tersebut dibeli).
Berbeda dengan kelas bawah, kelas menengah memasukkan atribut ini
pada kuadran I. Daya tahan beras dianggap penting bagi konsumen kelas
menengah karena mereka biasa membeli beras dalam jumlah yang banyak
sehingga mengharapkan beras tersebut dapat bertahan dalam keadaan baik hingga
konsumsi terakhir. Konsumen yang membeli beras untuk keperluan konsumsi satu

bulan menyatakan bahwa beras yang mereka konsumsi keadaannya menjadi buruk
di hari-hari terakhir bulan pembelian. Terdapat serangga, warna kekuningkuningan, serta bila dimasak aromanya tidak seenak waktu pembelian pertama
kali. Ini menyebabkan kinerja daya tahan beras dinilai kurang baik dan perlu
ditingkatkan lagi.
Atribut ini dimasukkan ke kuadran II oleh responden kelas atas. Daya
tahan beras dianggap penting karena konsumen kelas atas memilih membeli beras
dengan jumlah banyak dengan alasan kepraktisan. Namun konsumen kelas atas
memiliki alat penyimpan beras yang dapat membuat beras lebih tahan lama
sehingga kinerja daya tahan beras dianggap baik.
I. Kemasan Beras

Bagi kelas bawah dan kelas atas, kemasan beras dimasukkan kuadran III,
yaitu atribut yang tingkat kepentingan dan tingkat kinerjanya rendah. Kemasan
beras dianggap tidak penting karena konsumen kelas bawah sering membeli beras
curah tanpa kemasan. Kinerja kemasan beras dinilai kurang memuaskan karena
beras yang mereka konsumsi ditempatkan dalam plastik belum tentu terjaga
kebersihannya. Bagi kelas atas, kemasan beras yang dikonsumsi dinilai tidak
memuaskan karena kemasannya tidak menarik dan informasi yang dibutuhkan
mengenai beras tidak tercantum dengan lengkap pada kemasan. Kemasan yang
menarik belum tentu rasanya sesuai dengan apa yang diharapkan konsumen.
Bagi kelas menengah, walaupun kemasan dinilai layak dan menarik
karena dilengkapi gambar dan keterangan lain mengenai beras, kemasan yang
diikutsertakan sewaktu pembelian dianggap tidak penting oleh konsumen karena
kemasan hanyalah pembungkus untuk membawa beras tersebut. Hal itu membuat

kemasan dimasukkan dalam kuadran IV oleh kelas menengah. Data-data yang


terdapat pada kemasan seperti merek dan varietas, juga berat bersih tidak terlalu
penting bagi konsumen kelas menengah karena terkadang tidak mencerminkan
beras yang sebenarnya.
J. Merek

Penilaian terhadap merek hampir sama dengan kemasan karena merek


tercantum dalam kemasan. Bagi kelas bawah, merek beras dimasukkan kuadran
III, yaitu atribut yang tingkat kepentingan dan tingkat kinerjanya rendah. Merek
beras kinerjanya dianggap tidak baik karena konsumen kelas bawah sering
membeli beras curah tanpa kemasan tempat mencantumkan merek. Merek
dianggap tidak penting bagi kelas menengah. Buktinya adalah mereka tidak
mempermasalahkan beras yang mereka konsumsi mereknya apa.
Bagi kelas menengah dan kelas atas, merek dimasukkan dalam kuadran
IV. Mereka menganggap merek beras yang dikonsumsi dinilai tidak penting
karena

merek tertentu tidak mencerminkan kualitas beras yang sebenarnya.

Merek yang terkenal belum tentu rasanya sesuai dengan apa yang diharapkan
konsumen. Kinerja merek dinilai memuaskan karena merek yang mereka
konsumsi terkenal. Mereka mengetahui merek tersebut dari kemasan beras yang
mereka beli.
K. Iklan Beras

Kinerja iklan beras dianggap memuaskan karena menurut konsumen


kelas bawah iklan beras menarik. Namun iklan beras dianggap tidak penting
dalam konsumsi beras sehari-hari sehingga kelas bawah memasukkan iklan pada
kuadran IV. Apabila ada iklan beras, iklan itu ditujukan bagi konsumen kelas

menengah dan kelas atas. Informasi dari iklan dianggap tidak penting karena
dianggap tidak sesuai dengan informasi yang dibutuhkan konsumen kelas bawah.
Bagi kelas menengah dan kelas atas, iklan dimasukkan pada kuadran III.
Iklan beras dinilai tidak penting karena tidak mampengaruhi keputusan konsumsi
beras oleh konsumen. Selain itu, kinerja iklan beras juga dianggap buruk, karena
iklan dinilai tidak menarik karena informasi dari iklan beras sangat terbatas dan
tidak intensif sehingga konsumen lebih memilih informasi dari penjual beras.
L. Harga Beras

Harga beras bagi kelas bawah dianggap sangat penting dan kinerjanya
selama ini tidak memuaskan (kuadran I). Harga beras yang selama ini dikonsumsi
konsumen kelas bawah dianggap masih terlalu mahal karena pendapatan yang
diperoleh rata-rata responden kelas bawah masih rendah dan persentase terbesar
dari pengeluaran kelas bawah adalah untuk beras.
Bagi kelas menengah, harga beras dinilai penting dan konsumen merasa
harga yang selama ini ada sudah relatif terjangkau dan sesuai dengan beras yang
mereka beli (kuadran II). Harga tersebut perlu dipertahankan dan kalau
memungkinkan diturunkan dengan tidak menurunkan kualitas beras sehingga
konsumen merasa semakin puas.
Bagi kelas atas, harga beras dimasukkan kuadran III, dimana harga
tersebut dianggap tidak penting namun memiliki kinerja tidak memuaskan.
Pendapatan kelas atas relatif lebih tinggi dibandingkan pendapatan kelas sosial
lainnya. Hal ini menyebabakan kelas atas tidak begitu peduli apabila harga beras
yang harus dibayar lebih tinggi asalkan kualitas beras ditingkatkan sesuai harapan
mereka.

M. Lokasi Penjual Beras

Bagi kelas bawah, lokasi penjual beras dimasukkan pada kuadran II.
Lokasi sangat penting karena pendapatan mereka yang kecil dan frekuensi
pembelian mereka tinggi karena setiap kali membeli dengan ukuran kecil (kiloan),
sehingga lokasi penjual beras haruslah dekat dan strategis agar mereka mudah
membeli beras tanpa mengeluarkan biaya. Lokasi penjual beras dinilai cukup
dekat dengan rumah sehingga dapat dengan mudah dijangkau tanpa mengeluarkan
biaya.
Kelas menengah memasukkan lokasi penjual beras pada kuadran II.
Lokasi penjual beras dianggap penting bagi konsumen kelas menengah karena
mereka mencari lokasi yang mudah dijangkau karena dekat, ataupun lancar
taransportasinya, baik untuk kendaraan pribadi dan kendaraan umum. Kinerja
atribut ini dinilai memuaskan karena perumahan tempat mengambil sampel dekat
dengan pasar. Walaupun ada yang membeli beras agak jauh dengan tempat tinggal
mereka, namun mereka menganggap jarak tersebut cukup dekat karena adanya
sarana transportasi pribadi.
Konsumen kelas atas memasukkan atribut ini pada kuadran III. Lokasi
penjual beras dianggap tidak penting bagi konsumen kelas atas karena mereka
mempunyai alat transportasi pribadi yang dapat mengantar mereka walaupun
tempat pembelian beras tersebut jauh. Lokasi yang dikunjungi konsumen kelas
atas untuk membeli beras dinilai jauh karena ketersediaan beras yang mereka
inginkan tidak ada di sembarang tempat pembelian.
N. Keragaman Varietas Beras Di Tempat Pembelian

Keragaman varietas di tempat pembelian pada semua kelas dinilai sangat


berlebihan (kuadran IV). Bagi kelas bawah, keragaman varietas beras di tempat
pembelian dianggap tidak penting. Walaupun di tempat pembelian tersebut
tersedia berbagai varietas beras, namun beras yang mereka konsumsi hanyalah
beras yang harganya terjangkau oleh mereka. Bagi kelas menengah, karena
varietas tidak penting, maka keragaman varietas di tempat pembelian juga
dianggap tidak penting. Bagi kelas atas, keragaman beras di tempat pembelian
tidak berpengaruh bagi mereka. Apabila beras yang biasa mereka konsumsi tidak
tersedia, mereka akan mencari beras yang sama di tempat lain, bukan mengganti
dengan beras lainnya.
O. Keragaman Harga Di Tempat Pembelian Beras

Keragaman harga di tempat pembelian pada kelas bawah dan kelas atas
dinilai sangat berlebihan (kuadran IV). Bagi kelas bawah, keragaman harga beras
di tempat pembelian dianggap tidak penting. Walaupun di tempat pembelian
tersebut tersedia berbagai harga beras, namun range harga yang terjangkau bagi
mereka sangat kecil. Sedangkan bagi kelas atas, keragaman harga bukanlah
sesuatu yang penting karena mereka mempunyai pendapatan yang relatif tinggi
sehingga beras yang mereka konsumsi tidak dinilai berdasarkan harga namun
berdasarkan kualitas.
Bagi kelas menengah, keragaman harga termasuk kuadran III.
Keragaman harga di tempat pembelian tidak penting karena harga beras yang
ingin mereka beli berada pada range yang sempit. Menurut mereka, harga
merupakan jaminan kualitas. Harga yang terlalu rendah akan mencerminkan
kualitas beras yang tidak baik, sedangkan harga yang terlalu tinggi, tidak sesuai

dengan pendapatan mereka. Walaupun kinerja atribut ini buruk, namun itu tidak
menjadi masalah bagi mereka.
P. Kenyamanan Tempat Pembelian

Atribut ini dimasukkan ke kuadran III oleh konsumen kelas bawah dan
kelas menengah. Konsumen kelas bawah menyatakan tidak butuh tempat yang
nyaman karena transaksi yang dilakukan hanya sebentar. Kinerja atribut ini
dianggap buruk oleh konsumen karena memang keadaan tempat membeli beras
yang sering mereka kunjungi kurang rapi dan bersih. Kenyamanan tempat
pembelian tidak penting bagi konsumen kelas menengah. Ini dikarenakan
interaksi dalam pembelian beras berlangsung cepat. Walaupun tempat pembelian
beras mereka tidak nyaman, itu tidak menjadi masalah berarti untuk mereka.
Kelas atas memasukkan atribut ini pada kuadran II. Sebagian besar
responden membeli beras di mall atau supermarket untuk sekalian berbelanja
keperluan lainnya sehingga kenyamanan tempat pembelian beras menjadi atribut
yang penting. Kenyamanan tempat pembelian dianggap baik oleh responden
sehingga perlu dipertahankan kinerjanya, bahkan ditingkatkan.

Q. Pemberian Informasi Oleh Pedagang

Pemberian informasi oleh penjual dimasukkan pada kuadran II oleh


konsumen kelas bawah dan menengah. Bagi kelas bawah, informasi beras yang
diperoleh dari pedagang beras dianggap penting karena hanya dari penjual beras
konsumen kelas bawah bisa mendapatkan informasi. Informasi tersebut dinilai
lengkap dan benar. Kepercayaan tersebut timbul karena hubungan antara pembeli
dan penjual beras yang baik (bertetangga) sehingga konsumen percaya mereka

mendapat informasi yang benar dan dapat dipercaya. Bagi kelas menengah,
informasi yang diberikan oleh penjual beras dianggap penting bagi konsumen
karena informasi mengenai beras sangat sulit dijumpai dalam sumber informasi
lain seperti iklan. Informasi tersebut dinilai baik kinerjanya karena sebagian besar
informasi dianggap lengkap dan benar. Kedua kelas ini memberi nilai memuaskan
pada atribut informasi penjual karena berkesempatan berhadapan langsung
sehingga bisa langsung berkomunikasi.
Bagi kelas atas, informasi dari penjual beras dimasukkan pada kuadran
III. Atribut ini dinilai tidak penting karena mereka biasa mendapatkan informasi
dari sumber lain, seperti kemasan. Kinerja atribut ini dinilai buruk karena karena
membeli beras di supermarket yang penjualnya terkadang pengetahuannya
terbatas.
R. Pelayanan Di Tempat Pembelian Beras

Bagi konsumen kelas bawah dan menengah, pelayanan di tempat


pembelian dimasukkan ke kuadran III. Bagi konsumen kelas bawah, pelayanan
penjual tidak dianggap penting karena lokasi penjual yang dekat dengan rumah
dan jumlah beras yang dibeli relatif sedikit. Kinerja pelayanan di tempat
pembelian dinilai buruk karena terkadang konsumen harus mengantri sehingga
pelayanan penjual dianggap buruk. Bagi kelas menengah, pelayanan penjual tidak
penting karena interaksi dalam pembelian beras berlangsung cepat dan tidak
merepotkan sehingga butuh pelayanan. Atribut ini dinilai buruk karena memang
pelayanan di tempat pembelian beras kelas menengah sangat terbatas. Kedua kelas
ini lebih mementingkan manfaat utilitarian seperti ketersediaan beras dan harga
beras dalam memilih tempat pembelian dibandingkan pelayanan yang baik. Hal

tersebut menyebabkan atribut ini dianggap tidak penting oleh kelas bawah
maupun kelas menengah.
Bagi kelas atas, atribut ini dimasukkan pada kuadran I. Pelayanan penjual
dinggap penting oleh konsumen kelas atas karena mereka membeli beras dalam
jumlah yang besar. Pelayanan penjual dinilai kurang memuaskan karena pembeli
yang meminta berasnya diantar kerumah terkadang terlambat datang dari waktu
yang ditentukan. Selain itu, keramahan penjual juga dinilai kurang.
S. Kemudahan Memperoleh Beras

Bagi konsumen kelas bawah dan kelas menengah, kemudahan


memperoleh beras dimasukkan pada kuadran II. Kemudahan memperoleh beras
merupakan atribut yang penting karena apabila beras yang diinginkan tidak ada,
konsumen kelas bawah akan kebingungan menentukan beras lain yang rasa dan
harganya cocok. Konsumen kelas menengah akan kehilangan lebih banyak waktu
untuk memilih beras lain sebagai pengganti atau kehilangan tenaga dan biaya
tambahan untuk mencari beras yang sama di tempat lain. Penjual beras dianggap
mampu menyediakan beras yang dibutuhkan konsumen kelas bawah dan kelas
atas dengan baik. Ini dikarenakan jenis beras yang dikonsumsi konsumen kelas
bawah kebanyakan adalah beras curah yang selalu tersedia. Kelas menengah juga
mengkonsumsi beras yang mudah dicari, selalu tersedia, dan tidak berbeda jauh
dengan beras lainnya sehingga ketersediannya baik.
Atribut ini oleh kelas atas ditempatkan pada kuadran I. Kemudahan
memperoleh beras dianggap sangat penting bagi responden kelas atas. Semakin
tinggi pendapatan seseorang, maka dia akan sangat memperhatikan kualitas suatu
produk walaupun harganya relatif mahal. Beras dengan kualitas yang baik hanya

dapat dijumpai pada tempat-tempat pembelian tertentu dan ketersediaannya pada


suatu tempat tidak kontinyu.
Secara keseluruhan, kepulenan nasi sangat penting bagi ketiga kelas
sosial. Dalam evaluasi alternatif, kepulenen menempati peringkat pertama pada
atribut-atribut yang dipertimbangkan sebelum membeli beras. Kepulenan juga
termasuk dalam kuadran II pada diagram kartesius IPA yang berarti kepulenan
nasi sangat penting bagi konsumen dan kinerjanya dianggap telah memuaskan.
Berdasarkan hasil dari proses keputusan pembelian dan Important and

Performance Analysis, maka kepulenen nasi sebaiknya dipertahankan kinerjanya


karena sangat mempengaruhi preferensi dan kepuasan konsumen pada ketiga
kelas sosial.
Harga beras adalah atribut utama yang paling dipertimbangkan konsumen
kelas bawah pada proses evaluasi alternatif. Dalam penilaian IPA, harga termasuk
dalam kuadran I yang artinya atribut ini sangat penting dan kinerjanya dianggap
belum memuaskan. Bagi kelas menengah, harga beras menempati urutan kelima,
dan bagi kelas atas, atribut ini menempati urutan keenam dalam proses evaluasi
alternatif. Sedangkan dalam penilaian IPA, harga beras termasuk dalam kuadran II
untuk kelas menengah yang berarti atribut ini penting bagi konsumen dan
kinerjanya dianggap telah memuaskan. Untuk kelas atas, harga beras termasuk
kuadran III yang artinya atribut ini dianggap tidak penting dan kinerjanya tidak
memuaskan. Semakin tinggi kelas sosial, atribut harga semakin tidak
dipertimbangkan dalam mengkonsumsi beras. Berdasarkan hasil dari proses
keputusan pembelian dan Important and Performance Analysis, harga beras
sangat mempengaruhi preferensi dan kepuasan konsumen kelas bawah. Untuk itu,

harga beras sebaiknya ditingkatkan kinerjanya untuk kelas bawah. Untuk kelas
menengah dan kelas atas, kinerjanya sebaiknya dipertahankan.
Bagi konsumen kelas atas dan kelas menengah, penampakan fisik beras
(warna, kebersihan, broken, dan keseragaman butir) merupakan atribut yang
menempati peringkat pertama dalam evaluasi alternatif sebagai atribut yang
dipertimbangkan sebelum membeli beras. Sedangkan pada penilaian IPA, yang
paling penting bagi kedua kelas tersebut adalah kebersihan beras. Atribut ini
termasuk pada kuadran II yang berarti kebersihan beras sangat penting bagi
konsumen dan kinerjanya dianggap telah memuaskan. Kelas bawah menempatkan
penampakan fisik beras pada urutan ketiga setelah harga dan kepulenan dalam
pertimbangan sebelum membeli beras. Pada diagram kartesius IPA kelas bawah,
kebersihan termasuk pada kuadran I yang berarti kebersihan beras sangat penting
dan kinerjanya dianggap belum memuaskan. Berdasarkan hasil dari proses
keputusan pembelian dan Important and Performance Analysis, kebarsihan beras
sangat mempengaruhi preferensi dan kepuasan konsumen. Untuk itu, kebersihan
beras sebaiknya dipertahankan kinerjanya untuk kelas atas dan kelas menengah.
Sedangkan bagi kelas bawah, kebersihan beras sebaiknya ditingkatkan.

7.5 Rekomendasi Bauran Pemasaran

Perbedaan atribut yang mempengaruhi kepuasan konsumen berbeda pada


setiap kelas sehingga rekomendasi bauran pemasaran juga berbeda antar kelas
sosial.

7.5.1 Strategi Produk

Kotler (2000) mendefinisikan produk sebagai segala sesuatu yang


ditawarkan ke pasar untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan konsumen.
Strategi produk merupakan strategi yang dilaksanakan perusahaan berkaitan
dengan produk yang dipasarkan.
Bagi Kelas bawah, produk yang perlu diprioritaskan peningkatan
kinerjanya adalah kebersihan beras, aroma beras, dan keutuhan butir beras
(broken). Pihak-pihak yang terkait seperti petani beras, pemilik penggilingan,
pengusahan beras, dan penjual beras harus menjaga kebersihan beras agar tidak
ada benda asing atau serangga yang mengotori beras dengan proses pasca panen
yang menjaga kebersihan dan selalu menutup wadah penyimpanan beras.
Pemberian essence aroma pada pemolesan beras dan pengaturan suhu ruang
penyimpanan beras di bawah 15 C dapat dilakukan untuk menjaga aroma.
Penjemuran gabah yang optimum (kadar air minimal 14 %) juga perlu dilakukan
untuk meningkatkan keutuhan butir beras (broken). Apabila atribut-atribut pada
kuadran I telah terpenuhi, akan lebih baik jika atribut lain seperti keseragaman
butir beras, kemasan, merek, dan varietas juga ditingkatkan kinerjanya walaupun
dianggap tidak begitu penting.
Untuk kelas menengah, atribut-atribut yang harus diprioritaskan
peningkatan kinerjanya adalah broken, keseragaman butir beras, dan daya tahan
beras. Pihak-pihak yang terkait diharapkan tidak mencampur-campurkan beras
yang berbeda varietas, bentuk maupun ukuran bulir untuk menjaga harga tetap
terjangkau. Selain itu, berat netto beras dalam kemasan juga harus diperhatikan
agar sesuai dengan berat netto yang tercantum dalam kemasan. Konsumen kelas

menengah mengharapkan keseragaman butir beras yang dikonsumsi walaupun


harga yang dibayarkan manjadi lebih mahal. Untuk menjaga daya tahan beras,
pihak yang berhubungan dengan sub sektor usahatani sebaiknya melakukan proses
pasca panen yang menjaga mutu gabah, dan pihak-pihak yang terkait dengan sub
sektor hilir harus memperhatikan keadaan penyimpanan beras baik dari segi suhu
udara dan wadah penyimpanan.
Bagi konsumen kelas atas, kinerja sebagian besar atribut beras yang
mereka konsumsi telah memuaskan. Kemasan dan merek beras perlu ditingkatkan
kinerjanya walaupun tidak dianggap penting bagi konsumen. Kemasan harus
menarik dan informatif sesuai dengan kebutuhan konsumen.
Secara keseluruhan, atribut seperti kepulenan nasi dan warna putih beras
harus dipertahankan. Atribut-atribut yang diusahakan harus sesuai dengan produk
yang diinginkan konsumen. Sebaiknya dilakukan grading dengan berpatokan
pada Standar Nasional Indonesia sehingga beras dapat disalurkan sesuai grade
pada segmen-segmen pasar yang berbeda.

7.5.2 Strategi Harga

Harga merupakan satu-satunya elemen bauran pemasaran yang


menghasilkan pendapatan. Bagi kelas bawah, harga beras dianggap masih terlalu
mahal. Strategi yang dapat dilakukan adalah menjaga agar biaya produksi beras
efisien, membeli gabah dari sentra produksi padi atau pemasok yang harganya
rendah dengan biaya pengangkutan yang rendah pula.
Bagi kelas atas, harga dinilai terlalu berlebihan. Ini menandakan tidak
menjadi masalah apabila harga beras dinaikkan asalkan kinerja atribut lain yang

belum sesuai dengan harapan konsumen bisa terpenuhi. Peningkatan harga ini
tentu harus sesuai dengan mutu beras yang dijual dan harga harus
mempertimbangkan pesaing.

7.5.3 Strategi Distribusi

Bagi kelas bawah, kemudahan mendapatkan beras sudah memuaskan.


Kenyamanan dan pelayanan di tempat penjual beras lebih baik jika ditingkatkan
kinerjanya walaupun tidak begitu dianggap penting oleh konsumen. Lokasi yang
dekat dengan tempat tinggal dan diperbolehkannya berhutang penting bagi
konsumen kelas bawah. Bagi kelas menengah, selain atribut kenyamanan dan
pelayanan, keragaman harga di tempat pembelian juga perlu ditingkatkan
walaupun dianggap tidak penting juga oleh konsumen.
Sedangkan untuk kelas atas, kemudahan mendapatkan beras dan
pelayanan di tempat pembelian sangat perlu ditingkatkan kinerjanya. Penjual
sebaiknya bermitra dengan pemasok yang menguasai teknologi penggilingan
modern yang menghasilkan beras dengan mutu penampakan SNI sehingga
tersedia adalah beras yang bermutu dan ketersediaannya kontinyu untuk
konsumen kalas atas. Pelayanan oleh penjual dapat ditingkatkan dengan
keramahan di tempat penjualan, dan menyediakan layanan pesan antar yang baik.
Untuk menjaga mutu beras agar tetap terjaga, sebaiknya penjual
menghindari persediaan yang berlebihan dan memilih lokasi pemasok yang tepat.
Pemasok yang tepat adalah pemasok yang dekat dengan lokasi penjual beras dan
atau dekat dengan sentra produksi beras.

7.5.4 Strategi Promosi

Promosi bagi kelas bawah akan lebih efektif dengan pendekatan dari sisi
penjual karena hubungan penjual dengan konsumen kelas bawah sangat dekat.
Spanduk di tempat-tempat pembelian beras (salah satunya pasar tradisional) bisa
digunakan untuk konsumen kelas menengah karena mereka biasa membeli sendiri
beras yang akan dikonsumsi sehingga spanduk tersebut dapat langsung terbaca
oleh konsumen.
Bagi kelas atas, promosi dengan iklan lebih baik lewat katalog harga
yang dikeluarkan supermarket karena konsumen kelas atas biasa mendapat
informasi mengenai produk-produk pangan lain dari katalog tersebut saat sedang
berbelanja. Promosi juga dapat dilakukan dengan menggunakan media kemasan.
Spanduk di tempat-tempat pembelian beras bisa digunakan untuk konsumen kelas
menengah karena konsumen kelas menengah. Promosi juga dapat dilakukan
dengan menggunakan media kemasan.

BAB VIII
KESIMPULAN DAN SARAN

8.1 Kesimpulan

6. Terdapat beberapa perbedaan karakteristik konsumen beras berdasarkan kelas


sosialnya. Semakin tinggi kelas sosial, tingkat pendidikan dan rata-rata
pendapatan per bulan keluarganya akan semakin tinggi. Hal ini mempengaruhi
perilaku konsumen dalam mengkonsumsi beras.
7. Perbedaan dalam proses pengambilan keputusan terdapat pada pertimbangan
utama dalam mengkonsumsi beras, frekuensi dan ukuran pembelian, serta
tempat membeli beras.
8. Konsumsi beras kelas atas mempertimbangkan kualitas, ketersediaan,
pelayanan, dan kenyamanan di tempat pembelian. Kelas menengah
mempertimbangkan kualitas yang sesuai dengan harga, ketersediaan, informasi
dan lokasi penjual beras. Kelas bawah sangat mempertimbangkan harga beras.
9. Atribut yang paling berpengaruh terhadap kepuasan konsumen namun
kinerjanya belum memuaskan adalah atribut yang berada pada kuadran I.
Semakin tinggi kelas sosial, atribut yang termasuk dalam kuadran ini semakin
sedikit. Ini menandakan semakin tinggi kelas sosial, kepuasan yang diperoleh
dari beras yang dikonsumsi semakin tinggi.
10.

Kualitas produk sebaiknya terus ditingkatkan. Kontinyuitas dan pelayanan

di tempat penjualan beras penting bagi kelas atas. Bagi kelas bawah, sangat
penting untuk menyediakan beras yang terjangkau. Promosi sebaiknya
dilakukan melalui penjual beras, spanduk, dan katalog harga supermarket.

8.2 Saran

1. Berdasarkan proses pengambilan keputusan dan analisis IPA, diketahui bahwa


konsumen kelas atas sangat memperhatikan kualitas beras yang dikonsumsi.
Sebaiknya untuk konsumen kelas atas didistribusikan beras dengan kualitas
yang baik secara kontinyu melalui penjual-penjual yang memperhatikan
pelayanan dan kenyamanan tempat penjualan.
2. Konsumen kelas bawah sangat memperhatikan harga beras dalam proses
keputusan pembelian beras dan termasuk atribut yang berada pada kuadran I
dalam analisis IPA. Itu artinya konsumen menganggap harga beras sebagai
atribut yang penting namun kinerjanya buruk karena dianggap mahal. Untuk
konsumen kelas bawah, sebaiknya didistribusikan beras yang lebih terjangkau
harganya.
3. Pemerintah sebaiknya mendukung terciptanya kualitas beras yang sesuai
keinginan konsumen dengan menyediakan input produksi yang bermutu
dengan harga terjangkau dan melakukan pendampingan pada petani dalam
proses produksi dan pasca panen.

DAFTAR PUSTAKA

Adriana, R. 2007. Penawaran Beras Dunia dan Permintaan Impor Beras Indonesia
serta Kebijakan Perberasan di Indonesia. Skripsi. Program Studi Ekonomi
Pertanian dan Sumberdaya. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Amang, S. dan M. H. Sawit. 1999. Kebijakan Beras dan Pangan Nasional. Bogor
: IPB Press.
Ambarinanti, M. 2007. Analisis Faktor-faktor yang Dapat Mempengaruhi
Produksi dan Ekspor Beras Indonesia. Skripsi. Program Studi Ekonomi
Pertanian dan Sumberdaya. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Ariani, M. 2004. Dinamika Konsumsi Beras Rumah Tangga dan Kaitannya
dengan Diversifikasi Konsumsi Pangan, Ekonomi Padi dan Beras Indonesia.
Jakarta : Badan Penelitian dan Pembangunan Pertanian, 2004, hal. 541-558.
Badan Pusat Statistik. 2005. Kinerja Produksi Padi Tahun 1970-2005. Jakarta :
Badan Pusat Statistik.
Badan Pusat Statistik. 2005. Data Konsumsi Beras di Indonesia. Jakarta : Badan
Pusat Statistik.
Badan Pusat Statistik. 2005. Rata-rata Produksi Per Hektar Padi (Padi Sawah dan
Padi Ladang) menurut Propinsi. Jakarta : Badan Pusat Statistik.
Badan Pusat Statistik. 2005. Volume Impor Beras Menurut Negara Asal Utama
Tahun 2001-2005. Jakarta : Badan Pusat Statistik.
Badan Pusat Statistik. 2006. Average Daily per Capita Consumption of Energy by
Commodity Group 2006. http://www.bps.go.id/sector/consumpexp/table45.shtml (6 April 2008)
Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. 2008. Seminar Nasional Padi.
http://bbpadi.litbang.deptan.go.id/index.php?option=com_content&task=vie
w&id=118&Itemid=46&limit=1&limitstart=2 (8 April 2008)
Bustaman, A. D. 2003. Analisis Integrasi Pasar Beras di Indonesia. Skripsi.
Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.

Damardjati., D. S. 1990. Hubungan Sosial Ekonomi Konsumen Terhadap


Preferensi Mutu dan Harga Beras serta Klasifikasi Mutu dan Gabah di
Indonesia. Prosiding Hasil Penelitian Pasca Panen. Karawang : Balai
Penelitian Tanaman Pangan.
1995. Karakterisasi Sifat dan Standardisasi Mutu Beras
sebagai Landasan Pengembangan Agribisnis dan Agroindustri Padi di
Indonesia. Bogor : Orasi Pengukuhan Ahli Peneliti Utama.
Departemen Pertanian. 1999. Rancangan Standar Nasional Indonesia : Beras
Giling. Jakarta : Departemen Pertanian.
Dillon, H.S., dkk. 1999. Rice Policy : A Framework for The Next Millenium.
BULOG. Jakarta.
Engel J. F., dkk. 1994. Perilaku Konsumen. Jilid II. Edisi keenam. Jakarta :
Binarupa Aksara.
Hidayati, P.E. 2004. Analisis Tingkat Kepuasan Pelanggan terhadap Kinerja
Pelayanan Grapari Telkomsel Jakarta Utara. Skripsi. Fakultas Ekonomi dan
Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Jufri. 2006. Analisis Perilaku Konsumen dan Strategi Pemasaran Beras Super
Ciherang Lumbung Desa Modern (LDM) Srijaya Kecamatan Tempuran
Kabupaten Karawang. Skripsi. Program Sarjana Ekstensi Manajemen
Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Kotler, P. 2000. Manajemen Pemasaran. Jilid I. Edisi Millenium. Jakarta :
Prenhallindo. Jakarta.
2005. Manajemen Pemasaran. Jilid II. Edisi Millenium. Prenhallindo.
Jakarta.
Krisnamurti, B. 2006. Difersifikasi Pangan. www.ekonomirakyat/org/edisi19/artikel-4.htm. (10 Februari 2006)
Limbong, W. H. dan P. Sitorus .1987. Tataniaga Pertanian. Edisi Kedua. Jurusan
Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Bogor.
Lipsey, R. G., dkk. 1995. Pengantar Mikroekonomi. Jakarta : Binarupa Aksara.
Manurung, S. O. dan M. Ismunadji. 1988. Morfologi dan Fisiologi Padi, Padi.
Buku 1. Bogor: Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian.
Nazir, M. 1985. Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia

Ningsih, R. 1999. Evaluasi Konsep Standar Mutu Beras Berdasarkan Preferensi


Konsumen dan Pedagang Beras di Surabaya. Skripsi. Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Nutrition
Analyser.
Rice
Compotition.
http://www.nutritionanalyser.com/food_composition/?group=Cereal+Grains+
and+Pasta&food (6 april 08)
Selamet, R. 2003. Analisis Proses Keputusan Konsumen dalam Penelitian Beras
dan Strategi Pemasaran Beras. Skripsi. Program Studi Agribisnis. Jurusan
Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Simamora, B. 2004. Panduan Riset Perilaku Konsumen. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
2005. Analisis Multivariat Pemasaran. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama.
Stratford. Stratford-on-Avon District Council Customer Satisfaction Index June
2004. http\\www.stratford.gov.uk\community\council-805.cfm.htm. (29
Januari 2007).
Subandrio, T.www.Suara merdeka.com/harian/0407/24/opi4.htm. (10 Februari
2006).
Sumarwan, U. 2004. Perilaku Konsumen : Teori dan Penerapannya dalam
Pemasaran. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Sunarto. 2006. Perilaku Konsumen. Yogyakarta : Amus.
Supranto. 2001. Pengukuran Tingkat Kepuasan Pelanggan. Jakarta : Rineka Cipta.
Suryana, A. dan A. Purwoto. 1998. Perspektif dan Dinamika Penawaran,
Permintaan dan Konsumsi Pangan. Agromika. Perhimpunan Ekonomi
Pertanian Indonesia. Jakarta
Suryana, A dkk. 2001. Bunga Rampai Ekonomi Beras. LPEM-FEUI.
Suryana, A.T. 2003. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Keputusan
Pembelian Beras Domestik dan Impor (Kasus di Kelurahan Babakan,
Kecamatan Bogor Tengah). Skripsi. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi
Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Siregar, H. 1981. Budidaya Tanaman Padi di Indonesia. Jakarta : PT. Sastra
Hudaya.

Thahir, R. dkk. 1999. Teknik Penyosohan Beras dengan Pengabut Air. Buletin
Warna. Bogor : Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Umar, H. 2000. Riset Pemasaran dan Perilaku Konsumen. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Widaningsih, D. M. 2004. Analisis Persepsi Konsumen atas Harga, Merek dan
Kualitas Minyak Goreng Tropical di Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor.
Skripsi. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas
Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Wikipedia
Indonesia.
2008.
Kandungan
http://id.wikipedia.org/wiki/Beras#Kandungan_beras (6 April 08)

Beras.

Wirartha, I. M. 2006. Metodologi Penelitian Sosial Ekonomi. Yogyakarta : Andi.


Yuniarti. 2002. Analisis Perilaku Konsumen Produk Beras Kemasan Pada Kaum
Wanita. Skripsi. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas
Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Lampiran 1 Negara-neraga Importir Beras Dunia Periode 1998-2006


Negara

1998
1999
2000
Filipina
2.185
1000
900
Nigeria
900
950
1.200
Indonesia
5.765
3.729
1.300
Saudi
775
750
992
Arabia
844
1.313
1.100
Iran
2.520
1.220
639
Total
12.289
8.962
6.130
Dunia
27.670
24.925
22.872
Sumber : USDA (2008) dalam Adriana (2007)

Impor Beras Dunia (000 Ton)


2001
2002
2003
850
1.250
1.300
1.000
1.897
1.300
1.300
3.500
1.448
950
938
1.150
1.000
964
2.750
475
313
1.112
5.575
8.862
8.060
22.205
27.813
27.575

2004
1.100
1.369
650
1.500
650
801
6.070
27.184

2005
1.890
1.777
500
1.357
500
785
6.809
29.009

2006
1.800
1.600
550
1.200
550
600
6.300
28.451

145

Lampiran 2 Kinerja Produksi Padi Tahun 1970-2005


Uraian
Luas panen
a. Rata-rata (Ha)
b. Pertumbuhan (%)
c. Koefisien variasi (%)
Produktifitas
a. Rata-rata (%)
b. Pertumbuhan (%)
c. Koefisien variasi (%)
Produksi
a. Rata-rata (Ton)
b. Pertumbuhan (%)
c. Koefisien variasi (%)

1970-1979

1980-1989

1990-1999

2000-2005

8.433.180
0,94
2,16

9.677.411
1,78
2,11

11.133.183
1,28
2,28

11.676.525
- 0,17
1,73

2,87
0,16
7,96

3,86
3,53
2,46

4,34
0,00
1,72

4,47
1,22
0,60

24.199.909
1,10
7,93

37.468.896
5,32
2,45

48.325.540
1,29
2,68

52.251.176
1,04
1,35

Sumber : BPS, 2008 (diolah)

146

Lampiran 3 Volume Impor Beras Menurut Negara Asal Utama Tahun 2001-2005.
Negara Asal
Taiwan
China
Thailand
Myanmar
Vietnam
India
Pakistan
Amerika Serikat
Lainnya
Jumlah Total

2001
(000 kg)
0
24.728
189.656
25.441
142.512
2.047
26.110
177.889
56.350
644.733

2002
(000 kg)
3.542
126.768
418.698
111.687
561.729
405.032
32.281
13.393
132.250
1.805.380

2003
(000 kg)
9.601
54.440
492.114
41.399
506.013
108.797
49.071
107.608
59.463
1.428.506

2004
(000 kg)
10.600
111
129.421
2.500
58.810
923
0
16.676
17.735
236.867

2005
(000 kg)
1
126.409
44.773
327
2.184
15.923
189.617

Sumber : BPS, 2008 (diolah)

147

Lampiran 4 Negara-neraga Produsen Beras Dunia Periode 1998-2006


Negara

1998
1999
2000
China
139.100
138.936
131.536
India
86.000
89.700
84.871
Indonesia
31.583
33.445
32.000
Bangladesh
19.524
20.551
23.875
Vietnam
20.108
20.962
20.473
Thailand
15.589
16.500
16.830
AS
5.798
6.502
5.941
Total
311.904
320.058
309.585
Dunia
394.082
408.392
396.894
Sumber : USDA (2008) dalam Adriana (2007)

Impor Beras Dunia (000 Ton)


2001
2002
2003
126.700
124.306
122.180
91.600
93.340
71.820
32.500
32.960
33.411
25.086
24.310
25.187
20.600
21.036
21.527
17.057
17.499
17.198
6.563
6.714
6.536
313.316
313.451
291.323
398.107
399.072
377.509

2004
112.462
88.530
35.024
26.152
22.082
18.011
6.420
302.261
391.626

2005
125.363
83.130
34.830
25.600
22.716
17.360
7.462
308.999
400.707

2006
126.414
91.790
34.959
28.758
22.772
18.200
7.113
322.893
418.002

148

Lampiran 5 Perkembangan Pengeluaran Pangan menurut kelompok pangan


Kelompok
pangan
Padi-padian
Umbi-umbian
Pangan hewani
Kacang-kacangan
Sayur + buah
Minyak + lemak
Makanan/minuman jadi
Tembakau + sirih
lainnya
Total pengeluaran pangan
- Rp/kapita/bulan
-%

1993
18,1
0,9
22,8
4,1
13,7
3,9
18,2
8,2
10,1

Kota
1996
1999
17,7
21,1
0,9
0,9
22,8
19,3
3,4
3,8
14,7
13,0
3,8
4,3
19,2
20,2
7,1
7,9
10,4
9,5

31.908
49,8

48.278
48,0

101.394
56,2

2002
16,4
0,9
21,6
3,3
13,0
3,4
21,2
10,7
9,5

1993
29,0
1,9
17,0
3,8
13,4
4,9
10,0
9,1
10,9

desa
1996
1999
27,6
31,5
1,5
1,5
17,4
15,3
3,5
3,6
13,7
13,3
4,7
5,3
12,2
10,6
8,8
8,9
10,6
10,0

144.352
52,8

21.228
63,6

33.345
63,3

76.854
70,2

2002
27,0
1,4
16,8
3,6
12,8
4,3
11,4
12,7
10,0
101.692
66,6

Sumber : Susenas (1993, 1996, 1999, 2002) dalam Ariani, 2004.

149

Lampiran 6 Bagan Alir Sistem Penggilingan Padi Diskontinyu

Gabah Kering Giling

Pemecahan Kulit

Pengayakan

Beras Pecah Kulit

Penyosohan

Beras Giling

Lampiran 7 Bagan Alir Sistem Penggilingan Padi Modifikasi Kontinyu

Gabah Kering Giling

Pemecahan Kulit I

Pengayakan Beras
Pecah Kulit I
Pemecah Kulit II

Pengayakan Beras
Pecah Kulit II
Beras Pecah Kulit

Penyosohan

Beras Giling

Lampiran 8 Bagan Alir Proses Pembuatan Beras Kristal

Gabah Kering Giling

Pemecahan Kulit
(2 kali)
Pengayakan Beras
(2 kali)
Beras Pecah Kulit

Penyosohan (2 kali)

Beras Giling

Pemolesan

Beras Kristal

Lampiran 9 Kadar Amilosa, Kepulenan, dan Bentuk Padi


Golongan
Cere

Cere Kadang
Berbulu

Nama Padi
PB 42
Cisadane
Dodokan
Ciliwung
Danau atas
Batur
IR-66
Walanai
Way Seputih
Sentani
Memberamo
Cibodas
Digul
Cirata
Indragiri
Pungkur
Ciherang
Margasari
Konawe
Singkil
Cimelati

PB-36
Kr. Aceh
Semeru
Sei Lilin
Cisanggarung
IR-74
Lariang
Cisokan
IR-64
IR-65
IR-70
IR-72
C-22
Lusi
Laut Tawar
Barumun
Atomita 4
Bengawan Solo
Kalimutu
Maros
Gajah Mungkur
Cilosari
Batang Anai
Lalan
Banyu Asin
Cere Indica
Jati luhur
Way Warem
Cilamaya muncul
Celebes-1 (Aromatik)
Sintanur (Aromatik)
Sumber : PT. Sang Hyang Sri (2003)

Kadar
Amilosa (%)
27
20
23
22
29
29
28
25
22
20
19
24
27
24
23,5
23
23
27
23
23
19

Tekstur Nasi

Bentuk Nasi

Pera
Pulen
Pulen
Pulen
Pera
Pera
Pera
Sedang
Pulen
Pulen
Pulen
Sedang
Pera
Sedang
Pulen
Sedang
Pulen
Sedang
Pulen
Pulen
Pulen

Ramping
Gemuk
Ramping
Ramping Sedang
Bulat Sedang
Bulat Gemuk
Gemuk
Bulat
Sedang
Ramping
Ramping
Sedang
Ramping Panjang
Bulat Sedang
Sedang
Sedang
Ramping Panjang
Ramping
Ramping Panjang
Ramping Panjang
Ramping

25
24
28
27
24
29
25
27
24,1
0
28
31
27
6
28
25-27
21,33
25
23,5
23
23,2
23
27
27
22
27,6
27
21
20
18

Sedang
Sedang
Pera
Pera
Sedang
Pera
Sedang
Pera
Sedang
Ketan
Pera
Pera
Pera
Ketan
Pera
Pera
Pulen
Sedang
Sedang
Pulen
Sedang
Pulen
Pera
Pera
Pulen
Pera
Pera
Pulen
Pulen
Pulen

Ramping Panjang
Gemuk
Ramping
Ramping
Agak Gemuk
Ramping
Sedang
Ramping Sedang
Ramping Panjang
Ramping Panjang
Ramping
Ramping
Ramping
Bulat
Ramping
Sedang
Gemuk
Sedang
Sedang
Ramping
Sedang
Bulat Besar
Ramping
Ramping Panjang
Sedang
Bulat Besar
Bulat Besar
Bulat Besar
Ramping Panjang
Ramping Panjang

Lampiran 10 Definisi Istilah SNI


1. Bekatul adalah lapisan terluar dari beras pecah kulit yang terdiri pericarp,

testa dan

aleuron.

2. Derajat sosoh adalah tingkat terlepasnya lapisan bekatul dan lembaga dari

butir beras.
3. Derajat sosoh 100% adalah tingkat terlepasnya seluruh lapisan bekatul dan

lembaga.
4. Derajat sosoh 95% adalah tingkat terlepasnya sebagian besar lapisan bekatul

dan lembaga dari butir beras sehingga sisa yang belum terlepas sebesar 5 %.
5. Derajat sosoh 85% adalah tingkat terlepasnya sebagian besar lapisan bekatul

daft lembaga dari butir beras sehingga sisa yang belum terlepas sebesar 15%.
6. Kadar air adalah jumlah kandungan air di dalam butir beras yang dinyatakan

dalam satuan persen dari berat basalt (wet basis).


7. Butir kepala adalah beras balk sehat maupun carat yang mempunyai ukuran

lebih besar atau sama dengan 0,60 bagian dari panjang rata-rata butir beras
utuh.
8. Butir utuh adalah butir-butir beras baik sehat maupun cacat, yang utuh tidak

ada yang patah sama sekali.


9. Butir patah adalah butir beras baik sehat maupun cacat yang mempunyai

ukuran lebih kecil dari 0,60 bagian tetapi lebih kecil dari 0,25 bagian panjang
rata-rata butir beras utuh.
10. Menir adalah butir beras patah, baik sehat maupun cacat yang mempunyai

ukuran lebih kecil atau sama dengan 0,25 bagian butir beras utuh.
11. Butir merah adalah butir beras utuh, beras kepala patah, maupun menir yang

berwarna merah akibat faktor genetis.


12. Beras kuning adalah butir beras utuh, kepala, patah, dan menir berwarna

kuning akibat proses fisis atau aktifitas mikroorganisme.


13. Butir mengapur adalah butir beras yang separuh bagian atau lebih berwarna

putih seperti kapur (chalky) dan bertekstur lunak disebabkan oleh faktor
fisiologis.

14. Butir rusak adalah butir beras utuh, kepala, patah dan menir benwarna

putih/bening, putih mengapur, kuning dan berwarna merah yang mempunyai


lebih dari satu bintik yang merupakan noktah. Beras yang berbintik kecil
tunggal yang tidak potensial (kemungkinan tidak menjadi rusak) tidak
termasuk butir rusak.
15. Benda using adalah benda-benda yang tidak tergolong beras, misalnya butir

tanah, pasir, ketikil, jerami, malai, biji-bijian lain dan bangkai serangga.
16. Butir gabah adalah butir beras yang sekamnya belum terkelupas atau hanya

terkelupas sebagian.
17. Campuran varietas lain adalah butir beras dari varietas lain yang tercampur

pada varietas dominan.

Lampiran 11 Indikator Tahapan Keluarga Berencana

No.
1.

TAHAPAN
KELUARGA
BERENCANA
Keluarga
Pra Sejahtara
Keluarga
Sejahtera
Tahap I (KS I)

INDIKATOR

Apabila tidak bisa memenuhi salah satu indikator atau lebih dari
lima indicator KS-I
2.
Melaksanakan ibadah menurut agamanya oleh masing-masing
anggota keluarga.
Pada umumnya seluruh anggota keluarga makan dua kali sehari
atau lebih.
Seluruh anggota keluarga memiliki pakaian yang berbeda untuk
dipakai di rumah, bekerja, sekolah, dan bepergian.
Bagian yang terluas dari lantai rumah bukan dari tanah.
Bila anak sakit dan atau PUS ingin ber-KB dibawa ke sarana
kesehatan.
3.
Keluarga
Anggota keluarga menjalankan ibadah agama secara teratur.
Sejahtera
Paling kurang sekali seminggu, keluarga makan daging, ikan,
Tahap II (KS II)
atau telur.
Seluruh anggota keluarga memperoleh paling kurang satu stel
pakaian baru pertahun.
Luas lantai rumah paling kurang 8 m2 untuk tiap penghuni
rumah.
Seluruh anggota keluarga dalam tiga bulan terakhir dalam
keadaan sehat.
Paling kurang satu anggota keluarga usia 15 tahun ke atas
berpenghasilan tetap.
Seluruh anggota keluarga yang berumur 10-60 tahun bisa baca
tulisan latin.
Seluruh anak berusia 5-15 tahun bersekolah.
Bila anak dua atau lebih keluarga yang masih PUS memakai
kontrasepsi.
4.
Keluarga
Mempunyai upaya meningkatkan pengetahuan agama.
Sejahtera
Sebagian dari penghasilan dapat disisihkan untuyk tabungan
Tahap III
keluarga.
(KS III)
Makan bersama paling kurang sekali sehari dan kesempatan itu
dapat dimanfaatkan untuk berkomunikasi antar anggota
keluarga.
Ikut serta dalam kegiatan masyarakat di lingkungan tempat
tinggalnya.
Rekreasi bersama di luar rumah paling kurang 1 kali/6 bulan.
Dapat memperoleh berita dari surat kabar/radio/TV/majalah.
Anggota keluarga mampu menggunakan sarana transportasi
sesuai kondisi daerah.
5.
Keluarga
Secara teratur atau pada waktu tertentu dengan sukarela
Sejahtera
memberikan sumbangan bagi kegiatan sosial masyarakat dalam
Tahap III Plus
bentuk materiil.
Kepala keluarga atau anggota keluarga aktif dalam
perkumpulan/yayasan/institusi masyarakat
Sumber : Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional

Lampiran 12 Perhitungan IPA Kelas Atas


Atribut
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K
L
M
N
O
P
Q
R
S

Tingkat Kepentingan
n
Xi
Y
139
135
144
150
136
141
124
142
121
102
78
123
126
126
121
130
118
132
137

33
33
33
33
33
33
33
33
33
33
33
33
33
33
33
33
33
33
33

4.212121
4.090909
4.363636
4.545455
4.121212
4.272727
3.757576
4.303030
3.666667
3.090909
2.363636
3.727273
3.818182
3.818182
3.666667
3.939394
3.575758
4.000000
4.151515

Yi

Tingkat Kinerja
n

137
128
127
146
135
138
128
134
120
121
93
105
127
127
131
128
121
117
116

33
33
33
33
33
33
33
33
33
33
33
33
33
33
33
33
33
33
33

4.151515
3.878788
3.848485
4.424242
4.090909
4.181818
3.878788
4.060606
3.636364
3.666667
2.818182
3.181818
3.848485
3.848485
3.969697
3.878788
3.666667
3.545455
3.515152

Jumlah
Jumlah Atribut

73.48485
19

Jumlah
Jumlah Atribut

72.09091
19

3.867624

3.794258

Lampiran 13 Perhitungan IPA Kelas Menengah


Atribut
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K
L
M
N
O
P
Q
R
S

Tingkat Kepentingan
n
Xi
Y
140
128
134
147
126
116
96
136
102
73
66
117
124
105
113
110
117
113
134

33
33
33
33
33
33
33
33
33
33
33
33
33
33
33
33
33
33
33

4.242424
3.878788
4.060606
4.454545
3.818182
3.515152
2.909091
4.121212
3.090909
2.212121
2.000000
3.545455
3.757576
3.181818
3.424242
3.333333
3.545455
3.424242
4.060606

Yi

Tingkat Kinerja
n

123
117
124
128
110
95
116
82
114
113
90
115
117
112
103
95
122
100
134

33
33
33
33
33
33
33
33
33
33
33
33
33
33
33
33
33
33
33

3.727273
3.545455
3.757576
3.878788
3.333333
2.878788
3.515152
2.484848
3.454545
3.424242
2.727273
3.484848
3.545455
3.393939
3.121212
2.878788
3.696970
3.030303
4.060606

Jumlah
Jumlah Atribut

66.57576
19

Jumlah
Jumlah Atribut

63.93939
19

3.503987

3.365231

Lampiran 14 Perhitungan IPA Kelas Bawah


Atribut
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K
L
M
N
O
P
Q
R
S

Tingkat Kepentingan
n
Xi
Y
140
115
124
139
107
99
76
94
60
70
77
142
126
79
97
88
108
89
126

33
33
33
33
33
33
33
33
33
33
33
33
33
33
33
33
33
33
33

4.242424
3.484848
3.757576
4.212121
3.242424
3.000000
2.30303
2.848485
1.818182
2.121212
2.333333
4.303030
3.818182
2.393939
2.939394
2.666667
3.272727
2.69697
3.818182

Yi

Tingkat Kinerja
n

128
104
118
91
108
107
104
118
104
102
127
81
137
113
115
109
113
107
138

33
33
33
33
33
33
33
33
33
33
33
33
33
33
33
33
33
33
33

3.878788
3.151515
3.575758
2.757576
3.272727
3.242424
3.151515
3.575758
3.151515
3.090909
3.848485
2.454545
4.151515
3.424242
3.484848
3.30303
3.424242
3.242424
4.181818

Jumlah
Jumlah Atribut

59.27273
19

Jumlah
Jumlah Atribut

64.36364
19

3.119617

3.38756

Lampiran 15. Kuesioner Penelitian


KUESIONER PENELITIAN
ANALISIS PREFERENSI KONSUMEN TERHADAP BERAS
DI KELURAHAN MULYOREJO
SURABAYA JAWA TIMUR

No Responden :
Responden yang terhormat,
Saya, Endang Pudji Astuti adalah Mahasiswa Manajemen Agribisnis Institut Pertanian Bogor (IPB) yang
sedang melakukan penelitian tentang Preferensi Konsumen Terhadap Beras Di Kota Surabaya. Penelitian ini
merupakan bagian dari skripsi yang saya kerjakan. Demi tercapainya hasil yang diinginkan, mohon kesediaan Anda
untuk ikut berpartisipasi dalam mengisi kuesioner ini secara lengkap dan benar. Informasi yang diterima dari kuesioner ini
bersifat rahasia dan hanya digunakan untuk kepentingan akademis. Atas bantuannya saya ucapkan terima kasih.
Identitas Responden
Beri tanda silang (X) pada jawaban yang Anda pilih.
Nama
:
Alamat
:
No. Telp
:
Usia
: ......................... tahun
Suku bangsa :
Jenis kelamin
:
(
) Laki-laki
(
) Perempuan
Status pernikahan
:
(
) Sudah Menikah
(
) Belum Menikah
Jumlah anggota keluarga (seluruh keluarga yang tinggal dalam satu rumah, termasuk pembantu) : ...............
orang
Pendidikan terakhir :
(
) Tidak Bersekolah
(
) SD
(
) SLTP
( ) SMU
(
) Diploma
(
) Sarjana
(
) Pasca Sarjana
Pekerjaan :
(
) Ibu Rumah Tangga
(
) Pegawai Negeri (PNS)
(
) Pegawai Swasta
(
) Wiraswasta
(
) Mahasiswa/ Pelajar
(
) Lainnya, ................
Pekerjaan pasangan :
(
) Ibu Rumah Tangga
(
) Pegawai Negeri (PNS)
(
)Pegawai Swasta
(
) Wiraswasta
(
) Mahasiswa/ Pelajar
(
) Lainnya, ................
Rata-rata pendapatan keluarga per bulan (Rp) :
(
) < 500.000
(
) 500.000-999.999
(
) 1.000.000-1.499.999
(
) 1.500.000-2.000.000
(
) 2.000.000-2.499.999
(
) 2.500.000-2.999.999
(
) 3.000.000-3.499.999
(
) 3.500.000-3.999.999
(
) >4.000.000
Berapa pengeluaran untuk beras perbulan : Rp.......................................
Proses Keputusan Pembelian
Beri tanda silang (X) pada jawaban yang Anda pilih.
I.
1.

Pengenalan Kebutuhan
Beras yang Anda Konsumsi :
a. Beras dalam negeri, alasannya...........................................................................................................
...........................................................................................................................................................
..........................................................................................................................................................

2.

b. Beras impor, alasannya.....................................................................................................................


...........................................................................................................................................................
...........................................................................................................................................................
Apa motivasi/alasan Anda membali beras sebagai makanan pokok dibandingkan dengan makanan pokok
jenis lain (jagung, sagu, singkong, ubi, gaplek, dll) ?
a. Faktor rasa
e. Kebiasaan
b. Mudah didapat
f. Mudah diolah
c. Harga terjangkau
g. Kandungan gizi
d. Prestise
h. Lainnya, sebutkan...............................................
e. Lebih Mengenyangkan

3.
4.

Seberapa penting mengkonsumsi nasi (beras) setiap hari bagi Anda ?


a. Sangat penting b. Penting c. Biasa d. Tidak penting e. Sangat Tidak Penting
Berapa kali rata-rata Anda mengonsumsi nasi (beras) dalam sehari ?
a. 1 kali
b. 2 kali
c. 3 kali
d. > 3 kali

II. Pencarian Informasi


5. Dari manakah Anda mendapat informasi tentang produk beras ?
a. Penjual/tempat membeli
b. Teman/Kenalan
c. Iklan media massa
d. Keluarga
e. Diri sendiri
f. Lainnya,...........................
6. Sumber informasi manakah yang paling Anda percaya dalam menentukan keputusan pembelian beras ?
a. Penjual/tempat membeli
b. Teman/Kenalan
c. Iklan media massa
d. Keluarga
e. Diri sendiri
f. Lainnya,...........................
7. Menurut Anda, informasi apa yang penting untuk anda ketahui ?
a. Atribut fisik beras (kepulenan, aroma, rasa, warna,dll)
b. Tempat penjualan beras
c. Harga beras
d. Lainnya, sebutkan.......................................................................................................
III. Evaluasi Alternatif
8. Atribut beras apa yang paling Anda pertimbangkan dalam membeli beras ? Urutkan mana yang paling
Anda pertimbangkan (nilai 1) sampai yang paling tidak Anda pertimbangkan (nilai 10)
a. Kepulenen nasi
[
]
b. Aroma nasi
[
]
c. Sifat fisik beras (warna alami, kebersihan, keutuhan butir beras/broken,
[
]
keseragaman butir)
d. Jenis/varietas beras
[
]
e. Daya tahan beras
[
]
f. Merek & kemasan beras
[
]
g. Tempat pembelian beras
[
]
h. Harga Beras
[
]
i. Kemudahan mendapatkan beras
[
]
j. Iklan beras
[
]
IV. Proses Pembelian
9. Bagaimana cara Anda memutuskan pembelian beras :
a. Terencana
`
b. Tergantung situasi
c. Mendadak
10. Siapakah yang sering membeli beras ke tempat penjualan?
a. Suami
d. Orangtua
b. Istri
e. Pembantu
c. Anak
h. Lainnya, sebutkan...........
11. Apa jenis/varietas beras yang paling sering dibeli ?
a. Ciherang
d. Cianjur
g. Beras impor (Siam, Saigon, dll)
b. Muncul
e. Setra Ramos h. Tidak tahu
c. Pandan Wangi
f. Rojolele
i. Lainnya, sebutkan...................................
12. Sebarapa sering Anda membeli beras ?
a. Setiap hari
c. Seminggu sekali
e. Sebulan sekali
b. Antara 2-6 hari
d. Dua minggu sekali
f. Lainnya, sebutkan......................
13. Berapa harga beras yang Anda beli sekarang ? Rp..................../ kg
14. Berapa banyak beras yang Anda beli setiap kali membeli ?
a. < 5 kg
b. 5 10 kg
c. > 10 kg
15. Dalam melakukan pembelian beras, yang menjadi pertimbangan dalam memilih tempat berbelanja adalah:
a. Dekat dengan tempat tinggal/kantor
d. Produk selalu tersedia
b. Pelayanan memuaskan
e. Kualitas produk relatif lebih baik
c. Suasana berbelanja nyaman
f. Lainnya,................................................
16. Dimanakah Anda biasa membeli beras ?
a. Pasar tradisional, alasannya........................................................................................................................
b. Pasar swalayan, alasannya..........................................................................................................................
c. Kios/ warung pedagang eceran, alasannya.................................................................................................
d. Penjual keliling, alasannya.........................................................................................................................
e. Lainnya, sebutkan........................................, alasannya............................................................................
17. Jarak lokasi pembelian dengan tempat tinggal Anda :
a. < 1 km
b. 1-5 km
c. > 5 km

IV. Pasca Pembelian


18. Jika beras yang Anda akan beli tidak tersedia, maka Anda akan :
a. Membeli beras jenis lain di tempat yang sama
b. Mencari beras yang sama di tempat lain
c. Tidak jadi membeli / menunda pembelian beras
19. Apabila harga beras mengalami kenaikan, apakah yang akan Anda lakukan ?
a. Membeli pangan pokok lain
b. Tetap membeli beras dengan yang harganya lebih murah
c. Tetap membeli beras yang sama (tidak terpengaruh)
20. Dalam membeli beras, apakah Anda pernah ada keluhan ?
a. Ya
B. Tidak
21. Bila jawaban no. 20 Ya, Bentuk keluhan apa yang sering Anda alami ? (jawaban boleh lebih dari satu)
Jawaban :
22. Apa yang Anda lakukan bila menghadapi keluhan ?
a. Menyampaikan keluhan ke Penjual, namun tetap membeli beras yang sama di tempat yang sama
b. Membeli beras yang sama di tempat lain
c. Membeli beras jenis lain di tempat yang sama
d. Tidak ada
e. Lainnya,............................................................................................................................................
Preferensi Konsumen Beras

Tingkat Kepentingan Atribut-atribut Beras


Petunjuk pengusian kuesioner : Berikut ini akan ditampilkan tabel yang berisi daftar atribut-atribut beras.
Anda diminta untuk menilai tingkat kepentingan setiap atribut dengan memberi tanda silang (X) pada pada
kolom yang telah disediakan.
No.
Atribut Beras
Tingkat Kepentingan
Sangat
Tidak
Biasa
Penting
Sangat
Tidak
Penting
Penting
Penting
1
Kepulenan nasi
2
Aroma Nasi
3
Warna alami beras
4
Bersih dari benda selain beras
5
Keutuhan butir beras (broken)
6
Keseragaman butir beras (tidak
tercampur)
7
Nama jenis/varietas beras
8
Daya tahan beras untuk
disimpan
9
Kemasan beras
10
Merek
11
Iklan Beras
12
Harga beras
13
Lokasi penjual beras
14
Keragaman jenis/varietas beras
di tempat pembelian
15
Keragaman harga di tempat
pembelian beras
16
Kenyamanan tempat pembelian
17
Pemberian informasi oleh
pedagang
18
Pelayanan di tempat pembelian
beras
19
Kemudahan memperoleh beras

Tingkat Kinerja Atribut-atribut Beras


Petunjuk pengusian kuesioner : Berikut ini akan ditampilkan tabel-tabel yang berisi daftar atribut beras. Anda
diminta untuk menilai tingkat kepentingan setiap atribut dengan memberi tanda silang (X) pada pada kolom
yang telah disediakan.

Atribut
(1)

Sangat Tidak
Pulen

Tidak
Pulen

Tingkat Kinerja Atribut


Biasa
Pulen

Sangat Pulen

Kepulenan nasi
Atribut
(2)
Aroma nasi

Sangat Tidak Wangi

Atribut
(3)
Warna alami
beras

Sangat Tidak Putih

Atribut
(4)

Sangat Tidak
Bersih

Tingkat Kinerja Atribut


Tidak Wangi
Biasa

Wangi

Sangat Wangi

Tingkat Kinerja Atribut


Tidak Putih
Biasa

Putih

Sangat Putih

Tingkat Kinerja Atribut


Tidak Bersih
Biasa
Bersih

Sangat Bersih

Bersih dari
benda selain
beras
Atribut
(5)

Sangat Tidak
Baik
(Broken > 35%)

Tingkat Kinerja Atribut


Tidak Baik
Biasa
(Broken
(Broken
25%-34%)
15%-24%)

Baik
(Broken
5%-14%)

Sangat Baik
(Broken
0%-4%)

Keutuhan
butir beras
(broken)
Atribut
(6)

Sangat Tidak
Seragam

Tingkat Kinerja Atribut


Tidak
Biasa
Seragam
Seragam

Sangat
Seragam

Keseragaman
butir beras (tidak
tercampur)
Atribut
(7)

Sangat Tidak
Diketahui/dikenal

Tingkat Kinerja Atribut


Tidak
Biasa
Diketahui/
Diketahui/dikenal
dikenal

Sangat
Diketahui/
dikenal

Jenis/varietas
beras
Atribut
(8)

Sangat Tidak
Lama

Tingkat Kinerja Atribut


Tidak Lama
Biasa

Lama

Sangat Lama

Daya tahan beras


untuk disimpan
Atribut
(9)

Sangat Tidak
Menarik

Tingkat Kinerja Atribut


Tidak Menarik
Biasa
Menarik

Sangat Menarik

Kemasan beras
Atribut
(10)

Sangat Tidak
Terkenal

Tingkat Kinerja Atribut


Tidak
Biasa
Terkenal
Terkenal

Sangat
Terkenal

Merek
Atribut
(11)
Iklan beras

Sangat Tidak Menarik

Tingkat Kinerja Atribut


Tidak Menarik
Biasa

Menarik

Sangat Menarik

Atribut
(12)
Harga Beras

Sangat Mahal

Atribut
(13)
Lokasi penjual
beras

Sangat Jauh

Atribut
(14)

Sangat Tidak
Beragam

Mahal

Jauh

Tingkat Kinerja Atribut


Biasa

Murah

Tingkat Kinerja Atribut


Biasa
Dekat

Tingkat Kinerja Atribut


Tidak
Biasa
Beragam
Beragam

Sangat Murah

Sangat Dekat

Sangat
Beragam

Keragaman
jenis/varietas
beras di tempat
pembelian
Atribut
(15)

Sangat Tidak
Beragam

Tingkat Kinerja Atribut


Tidak Beragam
Biasa
Beragam

Sangat
Beragam

Keragaman
harga beras di
tempat
pembelian
Atribut
(16)

Sangat Tidak
Nyaman

Tingkat Kinerja Atribut


Tidak
Biasa
Nyaman
Nyaman

Sangat
Nyaman

Kenyamanan
tempat
pembelian
Atribut
(17)

Sangat Tidak
Lengkap&benar

Tingkat Kinerja Atribut


Tidak
Biasa
Lengkap
Lengkap&benar
&benar

Sangat
Lengkap&benar

Pemberian
informasi oleh
pedagang
Atribut
(18)

Sangat Tidak
Memuaskan

Tingkat Kinerja Atribut


Tidak Memuaskan
Biasa
Memuaskan

Sangat
Memuaskan

Pelayanan di
tempat pembelian
beras
Atribut
(19)
Kemudahan
memperoleh beras

Sangat Susah

Susah

Tingkat Kinerja Atribut


Biasa
Mudah

Sangat Mudah

Lampiran 16. Gambar Beras

Beberapa Varietas Beras yang Dikonsumsi Responden

II

III

Contoh Beras Kualitas I, II, III, IV Varietas IR 64

Wawancara Penjual Beras

IV

Anda mungkin juga menyukai