OLEH
M. FAHREZA
H14101011
OLEH
M. FAHREZA
H 14101011
Dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian
Bogor.
Menyetujui, Dosen
Pembimbing
Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu Ekonomi
Tanggal Kelulusan:
PERNYATAAN
M. FAHREZA
H14101011
RIWAYAT HIDUP
sebagai anak ketiga dari lima bersaudara, dari pasangan Marzuki dan Nurhayati.
dasar pada SD Negeri 5 Bireun pada tahun 1995 dan melanjutkan ke SLTP Negeri
1 Bireun dan lulus tahun 1998. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMU
Seleksi Masuk IPB (USMI), penulis berhasil diterima di Institut Pertanian Bogor
dan Manajemen.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada ALLAH SWT atas segala Rahmat
dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini.
Judul skripsi ini adalah Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat
Permintaan Tepung Terigu di Indonesia (Periode 1982-2003). Industri
tepung terigu merupakan topik yang sangat menarik untuk diteliti, karena tepung
terigu merupakan komoditi pangan yang semakin penting di Indonesia, sehingga
untuk mengurangi ketergantungan pada beras yang pada saat itu produksinya
sudah tidak dapat mencukupi kebutuhan dalam negeri. Oleh karena itu penulis
tertarik untuk melakukan penelitian dengan topik ini.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada semua
pihak, terutama kepada:
1. Bapak Muhammad Findi A, S.E., M.E. yang telah memberikan bimbingan
baik secara teknis maupun teoritis dalam proses pembuatan skripsi ini
sehingga dapat diselesaikan dengan baik.
2. Bapak Dr. M. P. Hutagaol selaku penguji utama yang telah memberikan kritik
dan saran demi perbaikan skripsi ini.
3. Ibu Fifi D. Thamrin, M.Si. selaku komisi pendidikan yang telah memberikan
kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini.
4. Kedua orang tua penulis yaitu Bapak Marzuki H Budiman dan Ibu Nurhayati
serta kakak-kakak dan adik-adik penulis yang telah memberikan dorongan dan
doa untuk kesehatan, kelancaran dan keselamatan dari awal hingga akhir
penyusunan skripsi ini.
5. Esi Dewi Tirtayasi, SE yang telah memberikan motivasi dan perhatiannya
dalam penyelesaian skripsi ini.
6. Le Granson T.L., SE. sebagai teman curhat terutama dalam pengolahan data
skripsi ini.
7. Ruth S, SE., Devi, SE. dan Kokom, Amd. yang telah membantu penulis dalam
mempersiapkan konsumsi dan yang sabar menunggu selama penulis ujian
sidang.
8. Teman-teman IE38 dan IE39 yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
9. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini
yang tidak bisa disebutkan semuanya.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan.
Kelemahan serta kekurangan yang terdapat dalam skripsi ini, namun demikian
semoga dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan.
M. Fahreza
H14101011
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xiii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xiv
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang .............................................................................. 1
1.2. Perumusan Masalah ...................................................................... 4
1.3. Tujuan Penelitian ........................................................................... 7
1.4. Manfaat Penelitian ................................................................. ....... 8
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI
2.1. Tinjauan Umum Ekonomi Industri ................................................ 9
2.2. Kerangka Pemikiran Teoritis ........................................................ 10
2.2.1. Teori Permintaan ................................................................ 10
2.2.2. Elastisitas ............................................................................ 17
2.3. Kerangka Pemikiran Konseptual .................................................. 24
2.4. Tinjauan Penelitian Terdahulu ...................................................... 27
2.5. Hipotesis Penelitian ...................................................................... 29
III. METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Dan Sumber Data ................................................................. 30
3.2. Metode Analisis Data ................................................................... 30
3.3. Model Dasar Penelitian ................................................................. 31
3.4. Uji Ekonometrika ......................................................................... 31
3.5. Uji Statistik Model ......................................................................... 33
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Industri Tepung Terigu di Indonesia ............................................. 37
4.2. Hasil Estimasi Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Tingkat Permintaan Tepung Terigu di Indonesia ........................ 42
xi
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
2.1. Kombinasi Harga dan Jumlah Barang ..................................................... 10
4.1. Perkembangan Permintaan dan Harga Tepung Terigu di Indonesia
Tahun 1982-2003..................................................................................... 39
4.2. Uji Multikolinieritas ................................................................................. 43
4.3. Uji Autokolerasi ....................................................................................... 43
4.4. Uji Heteroskedastisitas.............................................................................. 44
4.5. Uji Normalitas .......................................................................................... 45
4.6. Hasil Estimasi Regresi ............................................................................. 46
13
13
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1.1. Perkembangan Harga Tepung Terigu Tingkat Konsumen di Indonesia ... 3
1.2. Penggunaan Tepung Terigu di Indonesia Tahun 2003 ............................. 5
1.3. Perkembangan Impor Gandum di Indonesia Tahun 1985-2002 .............. 6
2.1. Kurva Permintaan Individu ...................................................................... 11
2.2. Kurva Permintaan Pasar ............................................................................ 12
2.3. Perubahan Permintaan .............................................................................. 14
2.4. Bentuk-bentuk Kurva Permintaan (Berkaitan Dengan Elastisitas Harga) 22
2.5. Permintaan Tepung Terigu di Indonesia Tahun 1982:2003 ...................... 25
2.6. Bagan Kerangka Pemikiran Konseptual .................................................... 26
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Data Variabel penelitian .............................................................................. 55
2. Data Variabel penelitian Dalam Logaritma ................................................ 56
3. Perhitungan Harga Tepung Beras ............................................................... 57
4. Hasil Estimasi ............................................................................................. 58
5. Uji Multikolinearitas ................................................................................... 58
6. Uji Heteroskedastisitas ................................................................................ 58
7. Uji Autokolerasi .......................................................................................... 58
8. Uji Normalitas ............................................................................................. 59
I. PENDAHULUAN
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam arti tingkat hidup yang lebih maju
maupun taraf hidup yang lebih bermutu. Pembangunan industri bertujuan pokok
mandiri untuk hanya sekedar mencapai kemapanan fisik saja. Hal ini disebabkan
produk-produk industrial selalu memiliki dasar tukar (term of trade) yang tinggi
atau lebih menguntungkan serta menciptakan nilai tambah yang lebih besar
peranan sebagai leader sector (sektor pemimpin). Sektor pemimpin ini adalah
seperti, sektor pertanian, sektor jasa, dan lain-lain. Pertumbuhan industri yang
industri pangan. Sasaran utamanya adalah tersedianya pangan yang cukup bagi
seluruh lapisan masyarakat, terjangkau secara fisik dan ekonomis setiap saat untuk
meningkatkan status gizinya, guna meningkatkan kualitas sumber daya dan taraf
upaya antara lain pengadaan bahan pangan pokok (program ketahanan pangan),
telah menjadi bahan pangan penting di Indonesia telah diakui sejak lama. Hal ini
tidak terlepas dari peran pemerintah melalui program ketahanan pangan tersebut.
mengurangi ketergantungan pada beras yang pada saat itu produksinya sudah
tidak dapat mencukupi kebutuhan dalam negeri, dan juga pasokan beras di pasar
dunia sangat terbatas. Sementara itu pasokan tepung terigu dan gandum di pasar
dunia cukup berlimpah bahkan bantuan luar negeri pun diberikan dalam bentuk
tepung terigu yang telah dilakukan sejak tahun 1966 tersebut terbukti dapat
ditingkat konsumen relatif stabil meskipun dalam jangka panjang mulai terlihat
cenderung meningkat (Gambar 1.1). Data biro analisis harga dan pasar bulog
tahun 2003 selama kurun waktu 11 tahun (1993-2003) menunjukkan bahwa harga
3000
2500
2000
HARGA
1500
1000
500
TAHUN
makanan yang berasal dari gandum, terutama mie instan dan roti, telah
terjadi adalah laju peningkatan permintaan terigu dan tingginya tingkat konsumsi
terigu per kapita untuk kelompok berpendapatan tinggi. Seperti yang terjadi di
banyak negara Asia seperti Jepang, Korea Selatan, Taiwan dan Malaysia.
Pada saat sekarang, tingkat konsumsi terigu dan makanan berasal dari
saja tepung terigu, tetapi juga mie instan, mie lainnya, roti tawar atau roti manis.
Indonesia telah mencapai 8,9 milyar bungkus per tahun. Dibandingkan dengan
Thailand dan Filipina, masing-masing hanya 1,5 dan 1,4 milyar bungkus per
tahun. Penelitian di 4 kota di Jawa terungkap bahwa mie instan telah menjadi
makanan siap saji yang populer. Enam puluh empat persen responden mengaku
persen sebagai makanan pokok sehari-hari. Sebagian besar mie instan dihasilkan
oleh industri besar, yang terbesar adalah Indofood Sukses Makmur yang
menguasai 85-90 persen dari total produksi mi instan dalam negeri, dan dominan
menguasai pasar dalam negeri. Diperkirakan ada 50 merek dagang mie instan,
mampu berproduksi 8,2 milyar bungkus pada tahun 2000 (Majalah Asian Week,
25 Mei 2001).
pokok kedua setelah beras. Konsumsi tepung terigu hampir selalu meningkat dari
tahun ke tahun. Hal ini disebabkan karena kegunaan tepung terigu yang semakin
berkembang. Selain untuk membuat mie, roti, dan biskuit, tepung terigu juga
digunakan untuk pembuatan berbagai macam kue dan pangan lainnya. Dengan
ragam.
Menurut data yang dikeluarkan oleh Asosiasi Produsen Tepung Terigu
antara lain untuk bahan dasar pembuatan mie basah dan mie kering sebesar 30
persen, pembuatan roti sebesar 25 persen, mie instan sebesar 20 persen, makanan
kecil dan biskuit sebesar 15 persen, industri kecil pembuatan gorengan sebesar 5
persen dan untuk kebutuhan rumah tangga sebesar 5 persen (lihat Gambar 1.2.).
karena tepung terigu banyak diperlukan oleh masyarakat. Secara umum diketahui
bahwa tepung terigu merupakan bahan dasar bagi mie, roti dan berbagai jenis kue
yang dikonsumsi hampir di setiap rumah tangga dan meliputi segala lapisan
tahun 1985 impor gandum sebesar 1,3 juta ton, kemudian dari tahun 1986 sampai
tahun 1996, impor gandum mengalami peningkatan. Sedangkan dari tahun 1996-
Peningkatan permintaan yang berbahan baku tepung terigu akan berdampak pada
4500000
4000000
3500000
3000000
2500000
TON
2000000
1500000
1000000
500000
TAHUN
terhadap devisa. Pada saat sebelum krisis peningkatan permintaan devisa untuk
beberapa faktor seperti harga barang itu sendiri, harga barang subtitusi, letak
geografis, selera, pendapatan masyrakat, dan lain-lain. Permintaan barang yang
subtitusinya meningkat.
Hasil dari penelitian ini tidak hanya dapat dipergunakan untuk penulis,
tetapi juga dapat dipergunakan oleh pihak lain yang terkait, seperti pemerintah.
dimana penelitian ini dapat dijadikan dasar, evaluasi, dan arah kebijakan industri
bagi pihak lain yang berkepentingan, penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan
Pengertian industri sangat luas, baik dalam lingkup mikro maupun dalam
saling mengganti yang sangat erat, misalnya industri sepatu, walaupun sepatu
yang lain tidak sama tetapi kita tetap menyebutnya sebagai industri sepatu.
bersifat makro, industri adalah kegiatan ekonomi yang menciptakan nilai tambah
(Hasibuan, 1993).
bahwa industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan
baku, barang setengah jadi atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang
Barang ekonomi dapat berupa bahan atau barang, misalnya tekstil, mobil,
hasil pertanian atau dapat pula berupa jasa seperti perbankan. Jadi pengertian
industri secara luas merupakan suatu unit usaha yang melakukan kegiatan
ekonomi dimana barang dan jasa tersebut mempunyai tujuan untuk menghasilkan
barang dan jasa. Dimana unit usaha tersebut terletak pada suatu bangunan atau
10
dan struktur biaya. Selain itu, ada seseorang atau yang lebih bertanggung jawab
Ekonomi industri menelaah struktur pasar dan perusahaan yang secara relatif lebih
pasar, perilaku dan kinerja pasar. Koch dalam Jaya (2001) mendefinisikan
ekonomi industri sebagai studi teoritis dan empiris tentang bagaimana struktur
ekonomi.
dan jumlah barang yang diminta atau berbagai kemungkinan harga per satuan
waktu tertentu, misalnya per hari, per bulan, atau per dekade. Sebagaimana
RP
A
45
B
E
41
JUMLAH (UNIT)
20 40 60 80 100
berbagai tingkat harga selama periode waktu tertentu. Permintaan juga merupakan
pokok bahasan dalam ekonomi mikro. Meskipun ekonomi mikro yang analisisnya
bersifat individual, akan tetapi bukan hal yang sederhana dan mudah untuk
d1 A
B
d2 C
E
H G F
d2
DD
0 X1 X2 X 0 INDIVIDU2 X3 X 0 PASAR X4 X
Gambar 2.1 yaitu titik A didapat dari titik B pada permintaan individu 1, karena
pada harga tersebut belum ada jumlah yang diminta baik oleh individu 1 maupun
oleh individu 2. Titik C didapat dengan menjumlah barang X yang diminta oleh
belum meminta barang X. Titik F didapat dari titik H dan G dimana pada harga itu
Hukum permintaan berbunyi pada tingkat harga yang lebih tinggi, jumlah
barang yang diminta akan semakin berkurang, atau sebaliknya pada harga yang
lebih rendah, jumlah barang yang diminta akan semakin bertambah, dengan
asumsi cateris paribus atau hal-hal lain yang mempengaruhi dianggap konstan
jumlah barang yang diminta. Akan tetapi kalau harga konstan dan parameter non-
price juga konstan maka dapat ditentukan arah perubahan jumlah barang yang
diminta.
diantaranya yaitu harga barang sendiri, pendapatan konsumen, harga terkait baik
barang yang diminta dengan asumsi cateris paribus. Ini dicerminkan oleh
pergerakkan pada satu kurva permintaan. Pada Gambar 2.2 nampak adanya
perubahan jumlah barang yang diminta jika ada perubahan harga. Perubahan dari
Ini berarti bahwa setiap kurva permintaan, jumlah barang yang diminta berubah
sebagai akibat dari perubahan harga barang itu sendiri. Semakin tinggi harga suatu
barang, semakin sedikit jumlah barang yang diminta, dan semakin rendah harga
suatu barang semakin banyak jumlah barang yang diminta. Pernyataan ini sering
disebut sebagai hukum permintaan yang berlaku dengan asumsi cateris paribus.
Hal yang perlu diingat bahwa perubahan harga akan menyebabkan pergerakan
2. Pendapatan Konsumen
Adanya perubahan faktor lain selain harga barang itu sendiri akan
D1
HARGA
RP
D
D2
D2 D D1
0 JUMLAH (UNIT)
adalah DD, kemudian berubah menjadi D1D1 dan D2D2. Perubahan ini yang
D2 D2 .
yang diminta lebih besar pada setiap harga. Sehingga kenaikan pendapatan akan
harga barang itu sendiri yang berpengaruh terhadap jumlah barang yang diminta
Ada dua macam barang terkait yaitu barang substitusi dan barang
barang. Misalnya, ada 2 (dua) barang X dan Y. Jika barang X dan barang Y
substitusi, maka jika harga barang Y turun dan harga barang X tetap, kurva
Contohnya: beras dan jagung. Dengan perkataan lain hubungannya positif artinya
negatif. Ini berarti bahwa jika harga barang Y naik cenderung akan menurunkan
permintaan akan barang dan sebaliknya. Contohnya raket tenis dengan bola tenis.
Ini berarti bahwa kalau harga raket tenis meningkat maka permintaan akan bola
tenis menurun dan sebaliknya kalau harga raket tenis menurun maka permintaan
Misalnya, selera wanita berubah, tidak menyukai rok mini lagi, ini akan berakibat
bergesernya kurva permintaan rok mini kekiri dalam. Dan sebaliknya kalau selera
wanita terhadap rok mini meningkat maka kurva permintaan rok mini akan
permintaan. Hal ini disebabkan karena para ekonom tidak mampu mendefinisikan
dan memberi tolak ukur terhadap selera serta tidak menjelaskan faktor-faktor apa
yang menentukan selera. Ringkasnya, karena ada kesulitan dalam pengukuran dan
teori tentang perubahan selera maka dianggap bahwa selera konstan, walaupun
5. Jumlah Penduduk
banyak jumalah penduduk maka pangan yang dibutuhkan untuk bertahan hidup
persediaan pangan relatif meningkat secara perlahan. Kelemahan teori ini kurang
dikemukakan olh Lucas dalam The economics of Money, Banking, and Financial
mengantisi kondisi yang akan terjadi di masa mendatang. Artinya adalah kejadian
yang diperkirakan terjadi pada masa yang akan datang akan mempengaruhi situasi
saat ini.
Sebagai contoh harga suatu barang yang diperkirakan akan naik di masa
yang akan datang yang disebabkan oleh berbagai faktor seperti kondisi
makroekonomi dan politik yang kurang stabil maka masyarakat akan menambah
stok sebagai persediaan di masa yang akan datang. Keadaaan ini mendorong
masyarakat untuk membeli lebih banyak saat ini guna menghemat belanja di masa
Apabila kita memperkiraan bahwa harga suatu barang akan naik, adalah
lebih baik membeli barang itu sekarang. Keadaaan ini mendorong orang untuk
membeli lebih banyak saat ini guna menghemat belanja di masa mendatang.
2.2.2. Elastisitas
mengetahui hal tersebut adalah kedua unsur tersebut tidak menggunakan ukuran
yang sama. Misalnya perubahan dalam suatu variabel adalah A, sementara efek
yang ditimbulkannya adalah B. Padahal A dan B tidak diukur dalam ukuran yang
diukur dalam rupiah. Naiknya harga tepung terigu Rp 50.000,- per ton
per minggu. Turunnya harga beras Rp 10.000,- per ton menyebabkan naiknya
permintaan akan beras tersebut sebanyak 3 ton per minggu. Dalam hal ini tidaklah
mudah untuk menjawab mana yang lebih responsif antara tepung terigu dan beras
tersebut. Hal ini disebabkan karena tepung terigu dan beras tidak diukur dalam
sebuah konsep yang dikenal dengan konsep elastisitas. Anggap suatu variabel B
tergantung pada variabel lain (A). Hal ini bisa ditulis sebagai:
B = f(A...),
dimana titik dalam tanda kurung menunjukkan bahwa B juga tergantung dari
BB B A (2.1)
= = .
A A B
A
perubahan dalam peubah A. Dari contoh tepung terigu dan beras diatas, misalkan
terigu lebih besar (20 persen) daripada respons perubahan harga beras (15 persen)
(Nicholson, 2001).
Elastisitas merupakan berapa persen suatu variabel akan berubah, bila satu
variabel lain berubah satu persen. Angka elastisitas adalah bilangan yang
menunjukkan berapa persen satu variabel tak bebas akan berubah, sebagai reaksi
karena satu variabel lain (variabel bebas) berubah satu persen. Elastisitas
permintaan mengukur perubahan relatif dalam jumlah unit barang yang dibeli
paribus). Pada uraian diatas telah dibahas bahwa ada tiga faktor penting yang
mempengaruhi permintaan terhadap suatu barang, yaitu barang itu sendiri disebut
elastisitas harga, harga barang lain disebut elastisitas silang, dan pendapatan
1. Elastisitas Harga
menyebabkan perubahan jumlah barang yang diminta. Konsep ini disebut juga
perubahan jumlah barang yang diminta sebagai akibat perubahan harga. Elastisitas
merupakan angka murni (pure number), sehingga tidak ada satuannya. Adapun
atau
q x
qx qx Px (2.2)
Ep = = .
Px Px q x
Px
dimana:
Ep = elastisitas harga,
qx = perubahan jumlah barang x yang diminta,
Px = perubahan harga barang x,
P = harga barang x,
q = kuantitas barang x.
antara harga dengan jumlah barang yang diminta. Ini berakibat bahwa elastisitas
harga bertanda negatif artinya kenaikan harga suatu barang ceteris paribus, akan
barang, asumsi ceteris paribus, akan menaikkan jumlah barang yang diminta.
dalam harga menyebabkan perubahan jumlah barang yang diminta dalam arah
yang berlawanan.
harga, yaitu:
a) Inelastis (Ep < 1)
harga. Jika harga naik sebesar 10 persen menyebabkan permintaan turun sebesar 6
harga turun 10 persen menyebabkan permintaan naik 20 persen. Karena itu nilai
Ep lebih besar daripada satu. Barang mewah seperti mobil umumnya permintaan
elastis.
10 persen juga.
Berapapun harga suatu barang, orang akan tetap membeli jumlah yang
besarnya.
Secara grafis tingkat elastisitas harga terlihat dari slope (kemiringan) kurva
permintaan yang terlihat pada gambar 2.4. Bila kurva permintaan tegak lurus,
permintaan inelastis sempurna. Artinya perubahan harga tidak mempengaruhi
jumlah barang yang diminta. Bila kurva sejajar sumbu datar, permintaan elastis
jumlah barang yang diminta tak terhingga besarnya. Permintaan dikatakan elastis
unitari, bila slope kurvanya minus satu (kurvanya membentuk sudut 45). Artinya
bahwa semakin datar kurva maka semakin elastis permintaan akan suatu barang.
Ep = 0
Harga
Ep =
Makin Elastis
Ep = 1
0 Kuantitas
harga barang lain diukur dengan elastisitas harga silang yang menunjukkan derajat
kepekaan perubahan jumlah barang yang diminta sebagai akibat perubahan harga
barang lain. Adanya perubahan harga barang lain, misalnya penurunan harga
barang lain, akan menyebabkan pergeseran kekiri atas atau kekanan bawah kurva
antara suatu barang dengan barang lainnya, apakah substitusi (saling mengganti)
atau komplementer (sama-sama dipakai bersama). Rumus Umum yang digunakan
atau
Qx
Qx Q x Py (2.3)
Ec = = .
Py Py Qx
Py
dimana:
Ec = elastisitas harga silang,
qx = perubahan jumlah barang x yang diminta,
Py = perubahan harga barang y,
P = harga barang y,
q = kuantitas barang x.
X dan Y adalah substitusi (Ec > 0), artinya kenaikan harga barang Y
meningkat. Misalkan, bila harga daging ayam naik, maka permintaan terhadap
daging sapi akan meningkat (cateris paribus), karena harga daging sapi relatif
menjadi lebih murah dibandingkan harga daging ayam. Dan sebaliknya jika
adalah komplementer (Ec < 0), artinya X hanya bisa digunakan bersama-sama Y.
harga BBM naik (cateris paribus), maka dapat diduga permintaan terhadap mobil
berkurang.
3. Elastisitas dan Total Pendapatan
atau
Q
Q Q I (2.4)
Ei = = .
I I I Q
dimana:
Ei = elastisitas pendapatan,
q = perubahan jumlah barang x yang diminta,
i = perubahan pendapatan,
besar. Barang dengan Ei > 0 merupakan barang normal. Bila nilai Ei antara 0
sampai 1, barang tersebut merupakan kebutuhan pokok. Barang dengan nilai Ei >
tersebut justru menurun pada saat pendapatan nyata meningkat, sehingga barang
di Indonesia mempunyi tren yang meningkat dari tahun 1982 hingga tahun 1997,
namun pada tahun 1998 seiring dengan terjadi krisis ekonomi permintaan tepung
terigu di Indonesia turun pada tahun 1998 dan tahun 1999, tetapi pada akhirnya
4000
3500
3000
2500
ribu ton
2000
1500
1000
500
0
1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002
2003
tahun
dipengaruhi oleh harga barang tersebut, harga barang substitusi, dan tingkat
pendapatan. Oleh karena itu, dalam penelitian ini penulis melihat apakah
Regresi
(OLS)
Interpretasi
Keimpulan dan Saran
Dari Gambar 2.5 dapat dijelaskan bahwa penawaran tepung terigu (AS)
terigu dipengaruhi oleh beberapa faktor yang diantaranya dalam penelitian ini
adalah harga tepung terigu itu sendiri, harga tepung beras sebagai subtitusi dari
ekonomi yang melanda Indonesia sejak tahun 1997. Untuk meramalkan faktor-
faktor yang telah disebutkan diatas terhadap jumlah permintaan tepung terigu di
indonesia maka digunakan analis regresi. Dari hasil output regresi dengan
statistik dan ekonomi yang akan didapatkan kesimpulan. Dari hasil kesimpulan
terigu yang dipergunakan untuk memperkirakan harga tepung terigu lima tahun ke
depan untuk menekan laju konsumsi (1983-1987). Variabel dummy dan selera
tidak dimasukkan dalam model karena dianggap tidak berpengaruh. Data yang
digunakan adalah data time series tahun 1971-1980. Dari analisis tersebut
elastisitas harga permintaan terigu adalah -0.2593, dan elastisitas silang terhadap
harga beras adalah 2.495. Dengan demikian pada periode tahun 1971-1980 tepung
elastisitas harga permintaan terigu adalah -0.9296, dan elastisitas silang terhadap
harga beras adalah 0.6435. Dengan demikian pada periode tahun 1967-1986
tepung terigu masih tergolong barang mewah, kurang inelastis permintaannya dan
terjadinya autokorelasi.
terigu adalah 5.0169, elastisitas harga permintaan terigu adalah -1.3836, dan
tepung terigu telah mengalami perubahan pola yaitu dari pola konsumsi langsung
mie, roti).
karena eratnya substitusi antara tepung terigu dan beras. Semakin efektifnya
penerapan bea masuk beras akan membuat harga beras dalam negeri menjadi
diberlakukan juga, paling tidak setengah dari tingkat bea masuk ditetapkan untuk
beras. Apabila bea masuk beras ditetapkan Rp 400/kg, mungkin tepat bila bea
masuk gandum atau tepung terigu sekitar Rp 200/kg. Dengan cara ini diharapkan
tepung terigu, dan masyarakat akan beralih ke pangan produksi dalam negeri yang
Indonesia.
Indonesia.
Indonesia.
III. METODE PENELITIAN
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu
data yang didapat dari hasil penelitian lain atau organisasi yang sudah jadi dan
dipublikasikan. Sedangkan jenis data yang digunakan adalah data Time Series
Sumber data berasal dari Badan Urusan Logistik (BULOG) dan Badan
Pusat Statistik (BPS). Data diperoleh juga dari referensi studi kepustakaan yang
APTINDO, perpustakaan LSI IPB, dan internet. Data-data yang digunakan adalah
data jumlah permintaan tepung terigu (Q), harga tepung terigu (PT), harga tepung
beras sebagai harga barang substitusi (PB), dan pendapatan masyarakat perkapita
(Y).
views 4.1. Menurut Gujarati (1995), metode OLS biasa dapat digunakan jika
1. Variasi unsur sisa menyebar normal, dimana OLS cenderung akan mendekati
distribusi normal apabila sampel semakin besar, yaitu n mendekati tak hingga
().
2. Nilai rata-rata dari unsur sisa sama dengan nol. Maksudnya adalah kesalahan
Dimana :
LQ = Logaritma Jumlah Permintaan Tepung Terigu di Indonesia
LPT = Logaritma Harga Tepung Terigu
LPB = Logaritma Harga Tepung Beras
LY = Logaritma Pendapatan per Kapita
Dummy = Dummy Krisis Ekonomi ( 0 untuk sebelum krisis ekonomi, 1
untuk setelah krisis ekonomi)
et = error term
ai = Parameter dugaan
beberapa atau semua variabel bebas dalam sebuah model regresi. Asumsi bahwa
suatu model terbebas dari masalah multikoliniearitas yaitu kondisi dimana
terdapat hubungan yang linier sempurna diantara beberapa atau semua variabel
terjadi korelasi yang sangat kuat antara variabel-variabel bebas. Hal ini akan
semakin erat atau multikoliniearitas yang terjadi akan semakin tinggi. Demikian
juga sebaliknya jika nilai correlation matrix semakin kecil atau kurang dari
2. Heteroskedastisitas
estimate) tidak tercapai atau pengujiannya tidak valid. Selain itu, jika digunakan
penelitian ini dilakukan dengan menghitung nilai probabilitas yang terdapat pada
Autokolerasi terjadi jika nilai error tidak bersifat bebas antara yang satu
dengan yang lainnya. Artinya terjadi kolerasi antar error sehingga model yang
baik menghasilkan error yang acak, tidak lagi berpola. Akibatnya varians yang
dengan E-views. Jika nilai probabilitasnya lebih besar dari taraf nyata () terbesar
yang dipakai pada model maka hasil regresi tidak mengandung autokolerasi.
keragaman yang dapat diterangkan oleh variabel bebas yang terpilih terhadap
variabel tidak bebas (Q). Koefisien determinan dapat dirumuskan sebagai berikut:
2 SSE SSR (3 .1)
R =1- =
SST SST
Dimana:
SST = jumlah kuadrat total
SSE = jumlah kuadrat galat
SSR = jumlah kuadrat regresi
2
Koefisien determinasi (R ) memiliki dua sifat (Gujarati, 1995). Pertama,
2 2 2
R merupakan besaran non negatif, dan kedua besarnya nilai R adalah 0 R 1,
2
dimana bila R semakin mendekati 1 berarti model tersebut dapat dikatakan
semakin baik karena semakin dekat hubungan antar variabel bebas terhadap
regresi dari masing-masing variabel bebas yang digunakan yaitu harga tepung
terigu (PT), harga beras (PB), dan pendapatan masyarakat (Y) yang dipakai secara
terpisah berpengaruh nyata atau tidak terhadap variabel tidak bebas yaitu jumlah
permintaan tepung terigu perkapita (Q). Pengujian secara statistik sebagai berikut:
Hipotesis:
t-tabel = t/2(n-k)
Dimana:
bi = nilai koefisien dan
bi* = nilai koefisien regresi dugaan
S(bi*) = simpangan baku koefisien dugaan
(n) = jumlah sampel
k = jumlah koefisien regresi dugaan (termasuk konstan)
Kriteria uji :
Jika nilai mutlak t-hitung lebih besar dari t-tabel (tolak H0) maka variabel
terigu). Sebaliknya jika nilai t-hitung lebih kecil dari t-tabel (terima H0) berarti
variabel bebas yang diuji tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas.
Uji ini juga dapat dilakukan dengan membandingkan probabilitas t-
statistiknya dengan taraf nyata yang digunakan. Jika probabilitas t-statistik > taraf
nyata yang digunakan maka dapat disimpulkan bahwa variabel bebas tersebut
3. Uji F-Statistik
variabel tidak bebasnya dalam suatu persamaan. Kemudian dari hasil regresi juga
diperoleh nilai F yang akan memberikan informasi apakah semua variabel bebas
Hipotesis :
H0 : = = 0
H1 : 0
Kriteria uji :
Apabila nilai mutlak F-hitung lebih besar dari F-tabel (tolak H0) berarti
secara bersama-sama variabel bebas (PT, PB, Y, dan Dummy) dalam jumlah
permintaan tepung terigu mempunyai pengaruh yang nyata terhadap variabel tidak
bebas(Q). Sebaliknya jika nilai F-hitung lebih kecil dari F-tabel (terima H0) berarti
secara bersama-sama variabel bebas tidak berpengaruh nyata terhadap variabel
tidak bebas.
statistiknya dengan taraf nyata yang digunakan. Jika probabilitas F-statistik > taraf
nyata yang digunakan maka dapat disimpulkan bahwa keabsahan suatu model
dapat diterima atau dengan kata lain paling tidak ada satu variabel bebas
merupakan satu alasan bagi pokok untuk pemerintah untuk terlibat dalam industri
di Indonesia dimulai sejak tahun 1966 dengan tujuan untuk menjaga kontuinitas
Secara garis besar kondisi industri tepung terigu Indonesia dapat dibagi
dalam dua periode yang berbeda yakni: masa monopoli Bulog (sebelum tahun
1998) dan masa liberalisasi perdagangan (sejak tahun 1998). Industri tepung
terigu di Indonesia pada masa sebelum liberalisasi tahun 1998, gandum dan
tepung terigu sepenuhnya dikuasai atau diatur oleh Bulog. Bulog merupakan satu-
satunya yang berhak melakukan pembelian gandum dan atau tepung terigu di
Indonesia atau dengan kata lain bahwa Bulog mengatur semua tata niaga industri
buruk dari monopoli yang ditetapkan oleh pemerintah terhadap industri tepung
monopoli oleh Bulog (Bogasari) pada tepung terigu dan bahan dasarnya di
38
dan penyaluran tepung terigu di dalam negeri dilakukan secara bebas dan tanpa
campur tangan pemerintah. Pasar tepung terigu yang tadinya merupakan monopoli
yang dikuasai oleh Bulog secara teori berubah menjadi pasar persaingan
sempurna, dimana setiap pihak menpunyai hak yang sama untuk impor gandum
dan tepung terigu dari luar negeri (pengadaan dan penyediaan tepung terigu di
berbeda bagi industri tepung terigu di Indonesia. Pasar yang sebelumnya kaku
menjadi pasar yang sangat terbuka dan kompetitif. Hal ini dikarenakan masuknya
pelaku-pelaku baru dalam pasar tepung terigu, sehingga mendorong inovasi pada
produk, kualitas, merek, promosi, pelayanan dan efisiensi pada produsen. Menurut
data pada APTINDO, 2003 empat perusahaan terbesar yang mengusai pangsa
pasar adalah Bogasari dengan 71.1 persen, Berdikari sebesar 8.2 persen, Sriboga
dengan 6 persen, Panganmas sebesar 4.2 persen. Jumlah total empat perusahaan
yang menguasai pangsa pasar tersebut adalah sebesar 89.5 persen. Pangsa pasar.
lainnya sebesar 9.9 persen tepung terigu Impor dan sisanya oleh perusahaan
lainnya.
meningkat. Dari tahun 1982 sampai tahun 1997 permintaan tepung terigu
meningkat pesat. Tercatat bahwa pada tahun tahun 1982 permintaan tepung terigu
di Indonesia hanya sebesar 746.891 ton, dan dari tahun ketahun cenderung
meningkat hingga pada tahun 1997 permintaan tepung terigu pada puncaknya
Krisis ekonomi yang melanda Asia Tenggara pada tahun 1997 berdampak
makroekonomi dan situasi politik yang kurang kondusif berdampak pula pada
permintaan tepung terigu di Indonesia. Permintaan tepung terigu turun menjadi
2.534.380 ton pada tahun 1998 dan 2.409.238 pada tahun 1999. Namun seiring
meningkat tajam pada tahun berikutnya dan mencapai 4.560.856 ton pada tahun
2003.
Harga tepung terigu di Indonesia dari tahun 1982 sampai dengan tahun
1997 meningkat perlahan dan relatif stabil pada level ratusan Rupiah. Tetapi
setelah krisis ekonomi yang berdampak pada terjadinya krisis moneter yang
(terdepresiasi) terhadap mata uang asing terutama mata uang Dollar Amerika
meningkat tajam tak terkecuali harga tepung terigu. Harga tepung terigu
meningkat sangat tajam dari tahun sebelumnya yakni pada tahun 1997 sebesar Rp
992 perkilogram menjadi Rp 2464 perkilogram pada tahun 1998. Demikian tahun
berikutnya harga tepung terigu meningkat pada level yang tinggi. Namun perlu di
ketahui bahwa peningkatan harga yang sangat tinggi ini tidak hanya semata-mata
disebabkan oleh krisis ekonomi tetapi juga di pengaruhi oleh dicabutnya subsidi
yang diberikan oleh pemerintah pada gandum dan tepung terigu di Indonesia sejak
tahun 1998.
Gandum sebagai bahan dasar tepung terigu tidak terlepas dari industri
dengan pangsa pasar 3.76 persen, setelah Uni Eropa 7.18 sebesar persen, Brazil
sebesar 6.33 persen, Mesir sebesar 6.60 persen, Jepang sebesar 5.50 persen,
pecahan Uni Soviet sebesar 5.24 persen, dan Algeria sebesar 4.67 persen .(data
rata-rata dari tahun 1998/1999 sampai tahun 2004/2005 sumber USDA, 2005).
4500000
4000000
3500000
3000000
2500000
TON
2000000
1500000
1000000
500000
TAHUN
Sebelum puncak krisis pada tahun 1998 impor gandum di Indonesia tiap
turun. Pada tahun 1996/1997 impor gandum Indonesia mencapai 4.2 juta ton,
namun memasuki periode krisis ekonomi yakni yang dimulai pada tahun 1997
kwartal III dan puncaknya tahun 1998 impor gandum Indonesia turun menjadi 3.7
juta ton pada tahun 1997/1998, dan 3.1 juta ton pada tahun 1998/1999.
dua variabel bebas yang berkorelasi sempurna atau mendekati sempurna atau
dapat dideteksi dengan melihat correlation matrix, jika korelasi antar variabel
matrix > rule of thumbs dapat diabaikan jika koefisien determinasi > dari
koefisien matrixnya. Dari Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa ada coeficient matrix
antara variabel bebas yaitu variabel pendapatan per kapita masyarakat dengan
dummy krisis yang lebih besar dari rule of thumbs yakni sebesar 0.843634, tetapi
masalah multikolinearitas.
Tabel 4.2. Uji Multikolinearitas
LPB LPT LQ LYper kapita DUMMY
LPB 1.000000 0.250305 0.295948 0.390709 0.399885
LPT 0.250305 1.000000 0.655271 0.721710 0.609223
LQ 0.295948 0.655271 1.000000 0.927444 0.716751
LYper kapita 0.390709 0.721710 0.927444 1.000000 0.843634
DUMMY 0.399885 0.609223 0.716751 0.843634 1.000000
Sumber: data diolah
dapat diketahui melalui serial correlation LM Test, dimana jika nilai probability
obs* R-Squared pada model lebih besar dari taraf nyata ( = 5%) yang digunakan
dan sebaliknya jika probability obs* R-Squared lebih kecil dari taraf nyata yang
Squared adalah sebesar 0.286541, lebih besar dari taraf nyata yang digunakan
yaitu sebesar lima persen ( = 5%). Oleh karena itu model yang digunakan tidak
dalam sebuah model regresi berganda terjadi ketidaksamaan varians residual dari
suatu pengamatan ke pengamatan yang lain atau dapat juga dikatakan untuk
probabilitas Obs* R-squared lebih besar dari taraf nyata yang digunakan yaitu 5
Dari uji yang dilakukan dimana nilai dari probabilitas Obs* R-squared
adalah sebesar 0.098999, maka disimpulkan bahwa model tidak memiliki masalah
heteroskedastisitas.
Uji normalitas perlu dilakukan jika data time series n < 30. Pengujian ini
bertujuan untuk menguji apakh error term terdistribusi secara normal Uji ini
disebut uji Jarque Bera-Test, dimana jika nilai probability Jarque-Bera pada
model lebih besar dari taraf nyata ( = 5%) yang digunakan maka disimpulkan
bahwa model memiliki error term terdistribusi normal, dan sebaliknya jika
probability Jarque-Bera lebih kecil dari taraf nyata yang digunakan ( = 5%)
J a rq u e -B e ra 0 .6 7 7 6 1 6
1
P r o b a b ility 0 .7 1 2 6 1 9
0
-0 .2 - 0 .1 0 .0 0 .1 0 .2 0 .3
Dari Tabel 4.4 diperoleh bahwa probability Jarque-Bera > taraf nyata yang
normal.
tepung terigu yang diolah dengan metode Ordinary Least Squares (OLS) untuk
model penelitian permintaan tepung terigu diduga dipengaruhi oleh variabel harga
tepung terigu (PT), harga tepung beras (PB) sebagai barang substitusi, pendapatan
per kapita, dan krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak tahun 1997.
Tabel 4.6. Hasil Estimasi Regresi Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Tingkat Permintaan Tepung Terigu Di Indonesia
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
LPT -0.046581 0.045247 -1.029490 0.0317*
LPB -0.030972 0.025637 -1.208132 0.2435
LYper kapita 0.681460 0.060048 11.34856 0.0000*
DUMMY -0.359569 0.120298 -2.988978 0.0082*
C 6.789589 0.680714 9.974219 0.0000*
R-squared 0.952167 Akaike info criterion 0.902355
Adjusted R-squared 0.940912 F-statistic 84.60009
Sum squared resid 0.331630 Prob(F-statistic) 0.000000
Durbin-Watson stat 1.620681
Keterangan : * Signifikan pada taraf nyata 5 persen ( = 5%)
Sumber: data diolah
Dari Tabel 4.2 dapat disusun persamaan regresi berganda sebagai berikut:
3. Uji Statistik
dan untuk mengetahui apakah model tersebut baik untuk digunakan pada
penelitian. Pengujian statistik ini dilakukan dengan tiga metode pengujian yaitu
2
uji koefisien determinasi (R ), uji t-statistik dan uji F-statistik.
2
a). Uji Koefisien Determinasi (R )
Berdasarkan hasil estimasi model penelitian pada Tabel 4.5 diperoleh nilai
tak bebas (permintaan tepung terigu) dapat dijelaskan oleh variasi variabel-
masyarakat per kapita dan dummy krisis) sebesar 95.22 persen, sedangkan
sisanya, yakni sebesar 4.78 persen dijelaskan oleh variabel lain diluar model. Jadi
dapat dikatakan bahwa uji ketepatan perkiraan (goodness of fit) dari model
masing variabel bebas, dimana jika nilai probabilitas variabel bebas < taraf nyata
variabel tak bebasnya, demikian sebaliknya jika probabilitas variabel bebas > taraf
berpengaruh terhadap variabel tak bebasnya pada taraf nyata yang digunakan..
Dari hasil estimasi penelitian seperti pada Tabel 4.5 dapat dilihat bahwa
pendapatan perkapita masyarakat, harga tepung terigu, dan dummy krisis ekonomi
memiliki probabilitas yang lebih kecil dari taraf nyata 5 persen, sehingga
pada taraf nyata 5 persen ( = 5%). Sedangkan variabel harga tepung beras
memiliki tingkat probabilitas > taraf nyata yang digunakan sehingga disimpulkan
terikatnya.
Nilai Probabilitas F-hitung yang diperoleh dari hasil regresi seperti terlihat
dalam Tabel 4.5 adalah sebesar 0.000000. Ini menunjukkan hasil yang baik karena
pada tingkat signifikansi 5 persen ( = 5%), nilai probabilitas F-hitung lebih kecil
dari taraf nyata yang digunakan yakni 5 persen. Hal ini menunjukkan bahwa
keabsahan model yang dibentuk dapat diterima, dimana minimal ada satu variabel
bebas yang terdapat dalam model penelitian mempengaruhi variabel tak bebasnya
taraf nyata lima persen ( = 5%) terhadap jumlah permintaan terigu di Indonesia
dengan koefisien sebesar 0.68. artinya adalah bahwa peningkatan sebesar satu
turun sebesar satu persen maka jumlah permintaan tepung terigu akan turun
sebesar 0.68 persen, asumsi cateris paribus. Temuan ini sesuai dengan hipotesis
dalam bahasan ini adalah tepung terigu dimana dapat disimpulkan dari tanda
taraf nyata lima persen ( = 5%) terhadap jumlah permintaan terigu di Indonesia
dengan koefisien sebesar -0.05. artinya adalah bahwa peningkatan sebesar satu
persen harga tepung terigu akan menurunkan sebesar 0.05 persen permintaan
tepung terigu di Indonesia, dan sebaliknya jika harga tepung terigu turun sebesar
satu persen maka jumlah permintaan tepung terigu akan naik sebesar 0.05 persen
cateris paribus. Dilihat dari nilai koefisien variabel harga tepung terigu yang
Ep = - 0.05
1
pada taraf nyata lima persen ( = 5%) terhadap jumlah permintaan terigu di
Indonesia. Temuan empiris ini tidak sesuai dengan hipotesis yaitu tepung terigu
dan beras bersubsidi. Hasil estimasi yang diperoleh koefisien elastisitas silang
menunjukkan bahwa hubungan tepung beras dan tepung terigu tidak bersifat
substitusi. Jadi tepung beras bukan merupakan alternatif bahan substitusi tepung
terigu untuk menekan laju impor gandum, sehingga perlu dicari alternatif bahan
artinya adalah bahwa setelah terjadinya krisis ekonomi yang melanda Indonesia
sejak tahun 1997 menurunkan permintaan akan tepung terigu di Indonesia, asumsi
cateris paribus. Temuan ini sesuai dengan hipotesis bahwa krisis ekonomi akan
berdampak negatif terhadap permintaan tepung terigu. Hal ini disebabkan situasi
politik dan makroekonomi yang semakin tidak menentu setelah terjadinya krisis
berakibat pada konsumsi. Kondisi ini dapat dijelaskan dimana produksi (supply)
akan menurun yang dapat diakibatkan faktor ekonomi maupun non ekonomi
keamanan yang kurang kondusif, sedangkan dari faktor ekonomi adalah fluktuasi
makroekonomi pada level yang tinggi seperti nilai tukar dan inflasi yang akan
cateris paribus. Harga-harga yang meningkat yang akan mengurangi daya beli
terigu.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
kapita berpengaruh positif, harga tepung terigu berpengaruh negatif, dan dummy
berpengaruh negatif namun secara statistik tidak signifikan pada taraf nyata lima
persen, hal ini menjelaskan bahwa tepung beras bukan merupakan barang subtitusi
5.2. Saran
gandum dari negara-negara lain. Hal ini tentunya akan memberatkan terhadap
sehingga masyarakat tidak tergantung pada tepung terigu dan permintaan impor
gandum akan menurun. Dari hasil penelitian menyimpulkan bahwa tepung beras
bukan merupakan barang substitusi tepung terigu sehingga perlu dicari alternatif
Badan Pusat Statistik. 2003. Statistik Industri Besar dan Sedang. Badan Pusat
Statistik, Jakarta.
Badan Urusan Logistik. 2003. Statistik Analisis Harga dan Pasar Tepung Terigu.
Badan Urusan Logistik, Jakarta.
Rahardja, Prathama dan Mandala Manurung. 2002. Teori Ekonomi Mikro, Suatu
Pengantar (Edisi Revisi). Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia,
Jakarta.
Keterangan:
Q = Jumlah Permintaan Tepung Terigu (ton)
PT = Harga tepung terigu (Rp/kg)
PB = Harga tepung Beras (Rp/Kg)
Y = Pendapatan per Kapita (Rupiah)
Dummy = Dummy Krisis Ekonomi
Lampiran 2. Data Variabel Penelitian Dalam Logaritma
LPB LPT LQ LYper kapita
10.7258631311 10.219538399 13.5236745365 11.1639777319
10.9202026372 10.3646080937 13.5856570451 11.2077309408
10.943340146 10.5451835315 13.608054561 11.3742953818
10.9829510001 10.6737577981 13.7667676927 11.4586910075
11.0139625337 10.7381776972 13.9611084813 11.4702580187
11.0975766738 10.8839354829 13.9977846136 11.6484960271
11.2881931522 8.70051424854 14.0570282658 11.8643215
11.3144501357 11.1480311198 14.1050042385 12.0268562627
11.3869539954 11.2598509172 14.0763898743 12.183811699
11.4557305799 11.2846563001 14.3583649408 12.334685713
11.5298219126 11.29922469 14.3115863356 12.4679945045
6.89871453433 11.3292069329 14.5231536631 12.7061689151
11.6531655539 11.3338944883 14.7169970458 12.853751638
11.8350741794 11.3766703664 14.9654513737 13.0269839952
11.9029181569 11.4124972101 14.934895265 13.190522835
9.70631628249 11.5055483206 14.9825005512 13.3498096587
12.6677668469 12.4148089085 14.7454595892 13.7702547904
12.8925098646 12.5451308214 14.6948210729 13.9105770717
12.7898094542 10.1394683527 15.0982150571 14.0505186465
12.8449616144 12.5795275157 15.1477456978 14.1991764469
13.017989042 12.6516971287 15.2081964497 14.2920956071
10.7277287828 12.7459579179 15.3330208832 14.3958758637
Sumber: lampiran 1 (diolah)
Keterangan:
LQ = Logaritma Jumlah Permintaan Tepung Terigu
LPT = Logaritma Harga tepung terigu
LPb = Logaritma Harga tepung Beras
LY = Logaritma Pendapatan per Kapita
Lampiran 3. Perhitungan Harga Tepung Beras
Harga Tepung Beras
Tahun Index Perubahan Index
(Rp/Kg)
1980 140,82
1981 154,31 9,58% 478,54
1982 146,78 -4,88% 455,20
1983 178,26 21,45% 552,83
1984 182,44 2,34% 565,77
1985 189,81 4,04% 588,62
1986 195,79 3,15% 607,16
1987 212,87 8,72% 660,11
1988 257,58 21% 798,73
264,42 /
1989 2,66% 819,98
99,75
1990 107,25 7,52% 881,64
1991 114,89 7,12% 944,41
1992 123,73 7,69% 1017,04
1993 120,56 -2,56% 991,00
1994 139,97 16,10% 1150,55
1995 167,89 19,95% 1380,09
1996 179,67 7,02% 1476,97
199,75 /
1997 11,18% 1642,10
117,72
1998 227,51 93,26% 3173,52
1999 284,85 25,20% 3973,24
2000 257,05 -9,76% 3585,46
2001 271,63 5,67% 3788,75
2002 322,93 18,89% 4504,45
326,93 /
2003 1,24% 4560,30
99,75
2004 102,69 2,95% 4694,80
2005 120,3 17,15% 5500,00
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2005 (Diolah)
Keterangan:
Perubahan Index Tahun t = Index Tahun t Index Tahun t-1 x 100%
Index t-1
Harga Tepung Beras Tahun t-1 = Harga Tepung Beras Tahun t x 100%
(Perubahan Index Tahun t + 100)
Lampiran 4. Hasil Estimasi Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat
Permintaan Tepung Terigu di Di Indonesia
Dependent Variable: LQ
Method: Least Squares
Date: 09/19/06 Time: 09:42
Sample: 1982 2003
Included observations: 22
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
LPT -0.046581 0.045247 -1.029490 0.0317
LPB -0.030972 0.025637 -1.208132 0.2435
LYper kapita 0.681460 0.060048 11.34856 0.0000
DUMMY -0.359569 0.120298 -2.988978 0.0082
C 6.789589 0.680714 9.974219 0.0000
R-squared 0.952167 Mean dependent var 14.44099
Adjusted R-squared 0.940912 S.D. dependent var 0.574582
S.E. of regression 0.139670 Akaike info criterion -0.902355
Sum squared resid 0.331630 Schwarz criterion -0.654391
Log likelihood 14.92590 F-statistic 84.60009
Durbin-Watson stat 1.620681 Prob(F-statistic) 0.000000