Anda di halaman 1dari 14

Larangan Korupsi dan Kolusi

Dea
Jurusan Ilmu Hadits Fakultas Ushuluddin dan Adab Universitas Islam Negeri Sultan
Maulana Hasanuddin Banten
dea13102001@gmail.com

Abstract
Corruption and Collusion in recent years have been rampant in our country. Therefore, it is
necessary to study the characteristics of corruption and collusion, especially from the
viewpoint of the Koran. Corruption and collusion reflect behavior, whether done alone or
jointly in connection with the world of government which is detrimental to the people, nation
and state. Corruption and collusion in the perspective of the Koran are part of the act of
"eating other people's property without rights," so that it is unlawful to commit corruption
and collusion, because it is against the teachings of the Koran, Hadith and Maqashid al-Shari
'ah (the purpose of shari'ah), as well as against the sense of humanity, justice, and harming
others, society and the country.
Keywords: corruption, and collusion of Islamic law
Abstrak
Korupsi, dan Kolusi beberapa tahun terakhir ini marak terjadi di negara kita. Karena itu perlu
dikaji karakteristik korupsi, dan kolusi tersebut khususnya menurut pandangan al-Qur’an.
korupsi, dan kolusi adalah mencerminkan tingkah laku, baik dilakukan sendiri atau bersama-
sama yang berhubungan dengan dunia pemerintahan yang merugikan rakyat, bangsa dan
negara. Korupsi dan kolusi dalam perspektif al-Qur’an termasuk salah satu bagian dari
tindakan “memakan harta orang lain tanpa hak,” sehingga haram hukumnya melakukan
korupsi, dan kolusi, karena bertentangan dengan ajaran al-Qur’an, Hadis dan Maqashid al-
Syari’ah (tujuan syari’ah), serta bertentangan dengan rasa kemanusiaan, keadilan, dan
merugikan orang lain, masyarakat serta negara.
Kata kunci: korupsi, dan kolusi hukum Islam

1
I PENDAHULUAN
Berbicara tentang Korupsi dan Kolusi di negeri kita saat ini sangat tidak
asing lagi dan bahkan sering disorot oleh media masa, seakan korupsi dan kolusi
menjadi makanan yang empuk bagi para pejabat baik tingkat daerah maupun
nasional. kendati sudah ada institusi negara yang sangat besar yang khusus mengatasi
korupsi, namun masih banyak mereka masih tetap tenang untuk makan uang haram
ini. Adapun menurut hukum Islam sudah jelas itu hukumnya haram dan banyak
hadis-hadis Nabi yang menerangkan tentang hal itu.
Terdapat banyak ungkapan yang dapat di pakai untuk menggambarkan pengertian
korupsi, meskipun tidak seutuhnya benar. Akan tetapi tidak terlalu menjauh dari
hakikat dan pengertian korupsi itu sendiri. Ada sebagian yang menggunakan istilah
“ikhtilas” untuk menyebutkan prilaku koruptor, meskipun dalam kamus di temukan
arti aslinya yaitu mencopet atau merampas harta orang lain. Sementara itu terdapat
pengungkapan “Ghulul” dan mengistilahkan “Akhdul Amwal Bil Bathil”,
sebagaimana disebutkan oleh al-Qur’an
dalam surat al-baqarah : 188
َ ‫اس ِباأْل ِْث ِم َوأَ ْن ُت ْم َت ْعلَ ُم‬
‫ون‬ ِ ‫ِن أَ ْم َو‬
َّ ‫ال‬
ِ ‫الن‬ ْ ‫ام لِ َت ْأ ُكلُوا َف ِريقاً م‬ ِ ‫َوال َت ْأ ُكلُوا أَ ْم َوالَ ُك ْم َب ْي َن ُك ْم ِبا ْل َب‬
ِ ‫اط ِل َو ُت ْدلُوا ِب َها إِلَى ا ْل ُح َّك‬
Artinya:
“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara
kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu
kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda
orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui”

2
II PEMBAHASAN
A. Pengertian Korupsi dan Kolusi
1. Pengertian Korupsi
Istilah korupsi berasal dari bahasa latin Corruplio atau Corruplus yang artinya :
busuk, buruk, bejad, dapat disuap, menyimpang dari kesucian, perkataan yang
menghtna atau memfitnah.1 Sedangkan dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah
Corruption, artinya : Korupsi, kecurangan.2 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,
korupsi diartikan sebagai penyelewengan atau penggelapan (uang negara atau
perusahaan dsb) untuk keuntungan pribadi atau orang lain. 3 Selanjutnya dalam
literatur keislaman, istilah Korupsi identik dengan Risywah atau Rasywah yang
berarti suap atau pemberian sesuatu kepada seseorang karena ada maksud menyuap.4
Oleh karena itu, Semuel P. Huntington dalam bukunya Political Order in Changing
Societies, menyatakan bahwa dari segi tipologi korupsi dapat dibagi dalam tujuh jenis
yaitu:
 Korupsi transaksional (Tansactive Corruption), yaitu korupsi yang
melibatkan dua pihak. Keduanya sama-sama mendapat keuntungan dan
karenanya sama-sama mengupayakan secara katif terjadinya korupsi.
 Korupsi yang bersifat memeras (Etortive Corruption), yaitu apabila pihak
pertama harus melakukan penyuapan terhadap pihak kedua guna
menghindari hambatan usaha dari pihak kedua itu.
 Korupsi yang bersifat ontogenik (Autogenic Corruption), yaitu hanya
melibatkan orang yang bersangkutan. Misalnya seorang anggota perlemen
mendukung golnya sebuah rancangan undang-undang, semata kerena
undang-undang tersebut akan membawa keuntungan baginya.
 Korupsi defensif (Defensive Corruption), yaitu ketika seseorang
menawarkan uang suap untuk membela dirinya.
 Korupsi yang bersifat investasi (Invenstif Corruption), misalnya
11 Andi Hamzah, (Ed), Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana, ( Cet. I : Jakarta : Ghalia Indonesia, 1986 ), h.
197
2 Jhon. M. Echlos, Hassan Sadily, Kamus Inggris Indonesia, ( Cet. XXIII : Jakarta : PT. Gremesia Pustaka Utama
1996 ), h.149
3 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Cet. III, Jakarta : Balai Pustaka , 1994 ),
h. 527
4 M. Abdul Mujieb, et. Al, Kamus Istilah Figh ( Cet. I, Jakarta : PT. Pustaka Firdaus, 1994 ), h.294

3
memberikan palayanan barang atau jasa dengan sebaik-baiknya agar nanti
mendapat uang ‘terima kasih’ atas pelayan yang baik tersebut.
 Korupsi yang bersifat nepotisme (Nepotistic Corruption), yaitu
menunjukkan ‘orang-orang saya’ untuk jabatan-jabatan umum
kemasyarakatamn, atau bahwa ‘keluarga’ sendiri mendapat perlakuan
khusus dalam banyak hal.
 Korupsi suportif (Supportive Corruption), yaitu korupsi yang tidak secara
langsung melibatkan jasa, uang, atau pemberian apapun. Misalnya,
membiarkan berjalannya sebuah tindakan korupsi dan bersikap masa
bodoh terhadap lingkungan dan situasi yang korup.5

Husaein Alatas menyatakan dalam bukunya bahwa terdapat ciri-ciri dari korupsi
yaitu:

1. Suatu pengkhianatan terhadap kepercayaan;


2. Penipuan terhadap badan pemerintah, lembaga swasta atau masyarakat
umum;
3. Dengan sengaja melalaikan kepentingan umum untuk kepentingan khusus;
4. Dilakukan dengan rahasia, kecuali dalam keadaan di mana orang-orang
yang berkuasa atau bahwasanya menganggapnya tidak perlu;
5. Melibatkan lebih dari satu orang atau pihak;
6. Adanya kewajiban dan keuntungan bersama, dalam bentuk kenyataan
yang lain;
7. Adanya usaha untu menutupi perbuatan kurop dalam bentuk-bentuk
pengesahan hukum;
8. Menunjukkan fungsi ganda yang kontradiktif pada mereka yang melakukan
korupsi.6

5 Semuel P. Huntington, Political Order in Changing Societies, (New Haven: Yale


University Press, 1977), h. 37-39.
6 Husaein Alatas, The Sociology of Corruption, (Singapore, Times Indonesia, 1993), h.
49-50.

4
Berdasarkan definisi diatas, dipahami bahwa Korupsi adalah salah satu bentuk
pelanggaran hukum, yaitu perbuatan penyalahgunaan wewenang, penyalahgunaan
kekuasaan dan menggunakan kesempatan untuk kepentingan pribadi atau oranglain.

2. Pengertian Kolusi
Kolusi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, berarti: Kerjasama rahasi untuk
maksud terpuji, persekongkolan.7 Dalam Bahasa Inggris disebut artimya
persekongkolan, kongkalingkong.8 Dalam istilah al-Qur'an kolusi termasuk Ta'awun
'ala al-Itsini wa al-Udwan9 yaitu suatu bentuk kerja sama dalam melakukan kejahatan.
Dapat dipahami bahwa, Kolusi ialah persekongkolan antara dua pihak untuk suatu
perbuatan melanggar hukum dan merugikan orang lain. Umpamanya seorang pejabat
yang berwenang memutuskan pemenang sebuah tender bersepakat dengan salah
seorang pengaju tender agar tendernya yang dimenangkan, maka kesepakatan itu
disebut “kolusi”. Begitu juga hakim di pengadilan yang berkolusi dengan pihak-pihak
yang berperkara, agar perkaranya dimenangkan.
Berdasarkan uraian diatas, bahwa korupsi dan kolusi, merupakan istilah yang
dipakai untuk menunjukan pada suatu bentuk pelanggaran hukum dan dapat disebut
sebagai penyakit dalam pembangunan bangsa dan negara.
Terdapat tujuh butir yang perlu untuk memberantas korupsi dan kolusi:
1. Kemauan politik (political will) yang kuat pemerintah harus terlebih
dahulu menyatakan tekad kuat untuk memberantas korupsi sampai ke
akarnya.
2. Hukum yang tajam. Perangkat hukum yang ada di Indonesia relatif
memadai. Hanya saja tampaknya perlu pematangan dan peninjauan ulang
terhadap sejumlah aturan yang kurang relevan.
3. Pencatatan kekayaan pejabat sebelum dan sesudah menjabat.
4. Dorongan kuat dari masyarakat dalam memberantas korupsi. Untuk
memperkuat kontrol masytarakat diperlukan sebuah pers yang bebas. Pers
bebas akan membeberkan secara terbuka setiap kasus korupsi. Dengan

7 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Op.Cit., h.514


8 Jhon. M. Echlos, Op.cit., h. 125
9 QS.AI-Maidah / 5 : 2

5
begitu, pers dapat menjadi pressure power untuk menekan sikap tegas dari
aparat.
5. Aparat khusus dalam suatu badan ekstra-struktural. Pembentukan badan
independen untuk memberantas korupsi dan kolusi.
6. Aparat penegak hukum yang tegas dan lugas. Untuk mewujudkan butir ini
diperlukan integritas yang tinggi.
7. Sistem pengawasan dalam negara yang betul-betul mantap.10
Dalam Al-qur’an  surat al-baqarah ayat 188 Allah SWT. Berfirman:
“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di
antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan)
harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta
benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, Padahal kamu mengetahui”.(al-
baqarah:188)
1. Larangan Menyuap (RISYWAH)

‫ه‬HH‫ لَ َعن رسول اهللِ صلى اهلل علي‬: ‫ض َقال‬.‫ير َة ر‬


َ ‫حدثنا قتيبة حدثنا ابوا عوانة عن عمربن ابي سلمة عن ابيه َع ْن اَِبى ُه َر‬
)‫ (رواه ابو داود) (نيل االوطار‬.‫الح ْك ِم‬
ُ ‫فِى‬ ‫اشىى ال ُم ْر َت ِشى‬
ِ ‫الر‬
َّ  ‫االسلم‬
“Menceritakan kepada kami quthaibah, menceritakan kepada kami abu ‘uwanah dari
umar bin abi salamah dari bapaknya dari abi hurairah berkata: melaknat Rasullah akan
orang yang menyuap dan orang yang di suap dalam urusan hokum”.
{riwayat: Abu Daud (Nailul Authar 8:276)

ْ ‫ِش َي ْعنِى اَلَّذ‬


 ‫ِي َي ْم ِش ْي َب ْي َن ُه َما‬ َّ ‫اش َي َوالْ ُم ْر َت ِش َي َو‬
َ ‫الرائ‬ ِ ‫صلَّى اهللُ َعلَ ْي ُه َو َسلَّ َم اَلْ َّر‬
َ ِ‫ لَ َع َن َر ُس ْو ُل اهلل‬:‫ال‬
َ ‫ان َق‬
َ ‫َع ْن َث ْو َب‬
“Dari tsaubana berkata: rasulullah melaknat orang-orang yang menyuap dan orang-
orang yang disuap, dan juga orang yang menjadi perantara diantara keduanya.”
[HR. Ahmad] [Nailul Authar 4: 276]

.‫ول‬ َ ‫اس َت ْع َملْنَا ُه َعلَى َع َم ٍل َف َر َز ْقنَا ُه ِر ْز ًقا َف َما أَ َخ َذ َب ْع َد َذل‬


ٌ ُ‫ِك َف ُه َو ُغل‬ َ ‫ُر ْي َد َة َع ْن أَِبي ِه َع ْن النَّ ِب ِّي‬
َ ‫صلَّى اهللُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َق‬
ْ ‫ال َم ْن‬ َ ‫َع ْن ب‬
]‫[رواه أبو داود‬  
Artinya: “Diriwayatkan dari Abdullah Ibn Buraidah dari ayahnya dari Nabi saw, beliau
bersabda: Barangsiapa yang telah kami angkat sebagai pegawai dalam suatu jabatan

10 Munawar Fuad Noeh, Islam dan Gerakan Moral Antikorupsi, (Jakarta: Zikru’l-Hakim, 1997), h. 137-140

6
kemudian kami berikan gaji, maka sesuatu yang diterima di luar gaji itu adalah
korupsi.” [HR. Abu Daud] [Nailul Author 4: 232].11
Kata suap yang dalam bahasa Arab disebut “Rishwah” atau “Rasyi”, secara bahasa
bermakna “memasang tali, mengambil hati”.Penerima suap, yaitu orang yang menerima
sesuatu dari orang lain baik berupa harta atau uang maupun jasa supaya mereka
melaksanakan permintaan penyuap, padahal tidak dibenarkan oleh syara’, baik berupa
perbuatan atau justru tidak berbuat apa-apa. Pemberi suap, yaitu orang yang
menyerahkan harta atau uang atau jasa untuk mencapai tujuannya. Suapan, yaitu harta
atau uang/barang atau jasa yang diberikan sebagai sarana untuk mendapatkan benda dan
atau sesuatu yang didambakan, diharapkan, atau diterima. Banyak yang memberikan
definisi tentang suap ini sehingga menurut istilah dikenal beberapa pengertian suap,
seperti uraian berikut:
1. Suap adalah sesuatu yang diberikan kepada seseorang dengan syarat orang yang diberi
tersebut dapat menolong orang yang memberi. Maksudnya, sesuatu yang dapat berupa
uang ataupun harta benda yang diberikan kepada seseorang dengan tujuan meraih
sesuatu yang diinginkan, berkat bantuan orang yang diberi tersebut.
2. Suap adalah sesuatu yang diberikan untuk mengeksploitasi barang yang hak menjadi
batil dan sebaliknya. Artinya sesuatu ini diserahkan kepada orang lain supaya ia
ditolong walaupun dalam urusan yang tidak dibenarkan oleh syara’.
3. Suap adalah sesuatu yang diberikan oleh seseorang kepada hakim atau lainnya supaya
orang itu mendapatkan kepastian hukum atau memperoleh keinginannya.
4. Suap adalah sesuatu yang di berikan kepada seseorang agar orang yang diberi itu
memberikan hukuman dengan cara yang batil atau memberi suatu kedudukan atau
suapaya berbuat dzalim.
Penjelasan Hadis
Menyuap dalam masalah hukum adalah memberikan sesuatu, baik berupa uang
maupun lainnya kepada penegak hukum agar terlepas dari ancaman hukum atau
mendapat hukuman ringan.

11 Sohari,  Hadits Tematik, (Jakarta: Diadit Media, 2006), hal. 132

7
Perbuatan seperti itu sangat dilarang dalam islam dan disepakati oleh para ulama
sebagai perbuatan haram. Harta yang diterima dari hasil menyuap tersebut tergolong
dalam harta yang diperoleh dengan jalan batil.
Suap menyuap sangat berbahaya bagi kehidupan bermasyarakat karena akan
merusak berbagai tatanan atas sistem yang berada di masyarakat dan menyebabkan
terjadinya kecerobohan dan kesalahan dalam menetapkan ketetapan hukum sehingga
hukum dapat dipermainkan dengan uang. Akibatnya, terjadi kekacauan dan ketidak
adilan. Dengan suap, banyak para pelanggar yang seharusnya diberi hukuman berat justru
mendapat hukuman ringan, bahkan lolos dari jeratan hukum. Sebaliknya banyak
pelanggar hukum kecil, yang dilakukan oleh orang kecil mendapat hukuman yang sangat
berat karena tidak memiliki uang untuk menyuap para hakim.
Bagaimana pun juga, seorang hakim yang telah mendapatkan uang suap tidak
mungkin dapat berbuat adil. Ia akan membolak-balikkan hukum. Apalagi kalau
perundang-undangan yang digunakannya merupakan hasil buatan manusia, mudah sekali
baginya untuk mengutak atiknya sesuai dengan kehendaknya. Lama kelamaan
masyarakat terutama golongan kecil tidak akan percaya lagi kepada para penegak hukum
karena selalu menjadi pihak yang dirugikan. Dengan demikian, hukum rimba yang
berlaku, yaitu siapa yang kuat dialah yang menang.
Unsur-Unsur Hadits
 Penerima suap, yaitu orang yang menrima sesuatu orang lain baik berupa harta atau
uang maupun jasa supaya mereka melaksanakan permintaan penyuap, padahal tidak
dibenarkan oleh syara’.
 Pemberi suap, yaitu orang yang menyerahkan harta atau uang maupun jasa untuk
mencapai tujuannya.
Macam-Macam Suap
a) Suap untuk membatilkan yang haq atau membenarkan yang batil. Halal itu jelas,
haram itu jelas. Hak itu kekal dan batil itu sirna. Syariat Allah merupakan cahaya
yang menerangi kegelapan yang menyebabkan orang-orang mukmin terpedaya dan
para pelaku kejahatan tertutupi dan terlindungi. Maka, setiap yang dijadikan sarana
untuk menolong kebatilan atas kebenaran itu haram hukumnya.

8
b) Suap untuk mempertahankan kebenaran dan mencegah kebatilan serta kedzaliman.
Secara naluri, manusia memiliki keinginan untuk berintraksi sosial, berusaha berbuat
baik. Akan tetapi, terkadang manusia khilaf sehingga terjerumus ke dalam
kemaksiatan dan berbuat dzalim terhadap sesamanya, menghalangi jalan hidup orang
lain sehingga orang itu tidak memperoleh hak-haknya. Akhirnya, untuk
menyingkirkan rintangan dan meraih hak-haknya terpaksai harus menyuap. Suap-
menyuap dalam hal ini (dilakukan secara terpaksa), menurut Abdullah bin Abd.
Muhsin suap menyuap dalam kasus tersebut bisa ditolerir (dibolehkan). Namun ia
harus bersabar terlebih dahulu sampai Allah membuka jalan baginya.
1. Larangan Bagi Pejabat Untuk Menerima Hadiah

‫ول‬HH‫ا رس‬H‫ ي‬:‫ال‬H‫ه فق‬HH‫رغ من عمل‬HH‫ل حين ف‬H‫حديث أبي حميد الساعدي أن رسول اهلل صل اهلل عليه و سلم استعمل عامال فجاءه العام‬
‫ه‬HH‫ أفال قعدت في بيت أبيك و أميك فنظرت أيهدى لك أ م ال ؟ ثم قام رسول اهلل صل اهلل علي‬:‫ فقال له‬.‫ هذا لكم و هذا أهدي لي‬،‫اهلل‬
‫ذا من عملكم‬HH‫ ه‬:‫ فمابال العامل نستعمله فيأتينا فيقول‬،‫ أم بعد‬:‫ ثم قال‬،‫و سلم عشية بعد الصالة فتشهد و أثنى على اهلل بما هو أهله‬
‫ه‬HH‫اء ب‬H‫يأ إال ج‬HH‫و هذا أهدي لي أفال قعد في بيت أبيه و أمه فنظر هل يهدى له أ م ال؟ فوالذي نفس محمد بيده ال يغل أحدكم منها ش‬
‫د بلغت‬HH‫يوم القيامة يحمله على عنقه إن كان بعيرا جاء به له رغاء و إن كانت بقرة جاء بها خوار وإن كانت شاة جاء بها تيعر فق‬
.‫ ثم رفع رسةل اهلل صلى اهلل عليه وسلم يده حتى إنا لننظر إلى عفرة إبطيه‬H:‫فقال أبو حميد‬
“Abu Humasaid r.a. berkata, ‘Rasulullah SAW.‘Rasulullah SAW. mengangkat seorang
pegawai unatuk menerima sedekah / zakat’ kemudian setelah selesai ia datang kepada
Nabi SAW.  dan berkata “Ini untukmu dan yang ini untuk hadiah yang diberikan orang
kepadaku”. Maka Nabi SAW. bersabda kepadanya “Mengapakah anda tidak duduk saja
di rumah ayah atau ibu anda untuk melihat apakah diberi hadiah atau tidak (oleh
orang)?”. Kemudian sesudah shalat, Nabi SAW berdiri, setelah tasyahut memuji Allah
selayaknya, lalu bersabda, “Amma ba’du, mengapakah seorang pegawai yang diserahi
amal, kemudian ia datang lalu berkata,  hasil untuk kamu dan ini aku beri hadiah,
mengapa ia tidak duduk saja di rumah ayah dan ibunya untuk melihat apakah di beri
hadiah atau tidak. Demi Allah! Yang jiwa Muhammad di tangan-Nya, tiada orang yang
menyembunyikan sesuatu (korupsi), melainkan ia akan menghadap di hari kiamat
memikul di atas lehernya, jika berupa onta bersuara, antau lembu yang menguak atau
kambing yang mengembik, maka sungguh aku telah menyampaikan. Abu Humaid

9
berkata, ‘kemudian nabi SAW. Menganngkat kedua tangannya sehingga aku dapat
melihat putih ketiaknya.12

Penjelasan Hadits

Hadits diatas menjadi dalil tentang haramnya memberi hadiah dan menerimanya
terhadap seorang pejabat. Hal itu merupakan penghianatan, karena ia berkhianat terhadap
jabatan dan kekuasaannya.

Dalam islam, hadiah dianggap salah satu cara untuk merekatkan persaudaraan dan
persahabatan, sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh imam
malik dalam kitab muwatha dari Al-khurasany:

ّ ‫تصا فحوايذهب‬
)‫الغل و اتهادوا تحابوا وتذهب الشحناء (رواه اإلمام ملك‬
“saling bersalamlah kamu semua, niscaya akan menghilangkan kedengkian, saling
memberi hadialah kamu semua, niscaya akan saling mencintai, dan menghilangkan
percekcokan.”(H.R. Imam Malik)
            Bagi orang yang diberi hadiah, disunahkan untuk menerimanya meskipun hadiah
tersebut kelihatannya hina dan tidak berguna. Nabi bersabda:
)‫ لو أهدي إلي كراع لقبلت(روه الترمذى‬:‫ قال رسول اهلل صلى عليه و سلم‬:‫عن أنس قال‬
“ Dari Anas r.a. bahwa nabi SAW. Bersabda, “kalau saya diberi hadiah keledai, pasti
akan saya terima” (H.R.Turmudzi)

Hal ini dinyatakan dalam pula dalam hadis lain dari khalid bin adi:
‫رده‬HH‫ه وال ي‬HH‫ألة فليقبل‬HH‫راف وال مس‬HH‫ير إس‬HH‫ من جاءه من أخيه معروف من غ‬:‫عن خالد بن عدي أن النبي صلى اهلل عليه و سلم قال‬
‫فإنما هو رزق ساقة اهلل إليه‬
“ Dari khalid bin adi bahwa Nabi SAW. Bersabda, “ siapa yang mendapatkan dari
saudaranya suatu kebaikan (hadiah) tanpa belebih-lebihan dan (tanpa mendatangkan)
masalah, maka hendaklah ia menerimanya dan tidak boleh menolaknya. Hal merupakan
rezeki yang diturunkan allah kepadanya.”

12 Rahcmat syafe’i, Al-Hadis Aqidah Akhlaq Sosial dan Hukum,  (Bandung: CV, PUSTAKA SETIA, 2003)

10
Dari keterangan di atas, jelaslah bahwa pada dasarnya memberikan hadiah kepada
orang lain sangat baik dan di anjurkan untuk lebih meningkatkan rasa saling mencintai.
Begitu pula bagi yang diberi hadiah di sunahkan untuk menerimanya.
Akan tetapi, Islam pun memberi rambu-rambu tertentu dalam masalah hadiah,
baik yang berkaitan dengan pemberi hadiah maupun penerimanya. Dengan kata lain,
tidak semua orang diperbolehkan menerima hadiah, misalnya bagi seorang pejabat dan
pemegang kekuasaan.  Hal itu ditunjukan untuk kemashlahatan dalam kehidupan
manusia.
Oleh karena itu, Islam melarang seorang pejabat atau petugas negara dalam posisi
apapun untuk menerima atau memeperoleh hadiah dari siapapun karena hal itu tidaklah
layak dan dapat menimbulkan fitnah.
Dengan demikian, hadiah diberikan kepada pejabat atau yang berwenang kecil
ataupun besar wewenang nya apabila sebelumnya tidak biasa diterimanya, itu dinilai
sebagai sogokan terselubung. Selain itu, seorang pejabat yang menerima hadiah berarti
dia mendekatkan dirinya pada perbuatan kolusi, nepotisme, di dalam pelaksanaan
kewajiban khususnya, misalnya dalam pengaturan tender, penempatan pegawai, dan lain-
lain, bukan lagi didasarkan peraturan yang ada, namun di dasarkann pada apa yang
diberikan orang kepadanya dan seberapa dekat hubungan nya dengan orang tersebut.

11
III PENUTUP

Kesimpulan
Korupsi merupakan salah satu bentuk perbuatan yang dilarang, karena korupsi merusak
mental atau akhlak suatu bangsa yang bisa dikenakan tindak pidana sebagaimana
hukumannnya. Untuk menanggulanginya, harus memahami dan kemudian merealisasikannya
dalam perbuatan.
Kolusi ialah persekongkolan antara dua pihak untuk suatu perbuatan melanggar hukum
dan merugikan orang lain. Umpamanya seorang pejabat yang berwenang memutuskan
pemenang sebuah tender bersepakat dengan salah seorang pengaju tender agar tendernya
yang dimenangkan, maka kesepakatan itu disebut “kolusi”. Begitu juga hakim di pengadilan
yang berkolusi dengan pihak-pihak yang berperkara, agar perkaranya dimenangkan.
Dapat diuraikan bahwa korupsi dan kolusi, merupakan istilah yang dipakai untuk
menunjukan pada suatu bentuk pelanggaran hukum dan dapat disebut sebagai penyakit dalam
pembangunan bangsa dan negara.
Kata suap yang dalam bahasa Arab disebut “Rishwah” atau “Rasyi”, secara bahasa
bermakna “memasang tali, ngemong, mengambil hati”
Adapun macam-macam suap adalah :
 Suap untuk membatilkan yang haq atau membenarkan yang batil.
 Suap untuk mempertahankan kebenaran dan mencegah kebatilan serta kedzalima.
Hadis Nabi menerangkan bahwa haram hukumnya bahwa memberi hadiah dan
menerimanya terhadap seorang pejabat. Hal itu merupakan pengkhianatan, karena ia
berkhianat terhadap jabatan atau kekuasaannya.
Penimbun barang yang berdosa adalah orang yang keluar masuk pasar untuk
memborong kebutuhan pokok kaum muslimin dengan cara monopoli dan menimbunnya.
Menimbun harta maksudnya membekukannya, menahannya dan menjauhkannya dari
peredaran. Padahal, jika harta itu disertakan dalam usaha-usaha produktif seperti dalam
perencanaan produksi, maka akan tercipta banyak kesempatan kerja yang baru dan
mengurangi pengangguran. Kesempatan-kesempatan baru bagi pekerjaan ini bisa menambah
pendapatan dan daya beli masyarakat sehingga bisa mendorong meningkatnya produksi, baik
itu dengan membuat rencana-rencana baru maupun dengan memperluas rencana yang telah

12
ada. Dengan demikian, akan tercipta situasi pertumbuhan dan perkembangan ekonomi dalam
masyarakat.

13
DAFTAR PUSTAKA

Andi Hamzah, (Ed), Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana, ( Cet. I : Jakarta : Ghalia
Indonesia, 1986 ), h. 197
Jhon. M. Echlos, Hassan Sadily, Kamus Inggris Indonesia, ( Cet. XXIII : Jakarta : PT. Gremesia
Pustaka Utama 1996 ), h.149
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Cet. III, Jakarta :
Balai Pustaka , 1994 ), h. 527
M. Abdul Mujieb, et. Al, Kamus Istilah Figh ( Cet. I, Jakarta : PT. Pustaka Firdaus, 1994 ), h.294
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Op.Cit., h.514
Jhon. M. Echlos, Op.cit., h. 125
QS.AI-Maidah / 5 : 2
Semuel P. Huntington, Political Order in Changing Societies, (New Haven: Yale
University Press, 1977), h. 37-39.
Hadits Turmudzi, bab hukum
Sohari,  Hadits Tematik, (Jakarta: Diadit Media, 2006), hal. 132
Sohari, dkk ,(Jakarta: Diadit Media, 2006), h. 131-135
http://www. jebidal. Com/web/macam-macam-suap/#ixzz2SWZtlc2d
Hadits sunan Darimi
ibid, Sohari, h. 138
Husaein Alatas, The Sociology of Corruption, (Singapore, Times Indonesia, 1993), h.
49-50.
Munawar Fuad Noeh, Islam dan Gerakan Moral Antikorupsi, (Jakarta: Zikru’l-Hakim,
1997), h. 137-140.
Rahcmat syafe’i,  Al-Hadis Aqidah Akhlaq Sosial dan Hukum, (Bandung: CV,
PUSTAKA SETIA, 2003)

14

Anda mungkin juga menyukai