Anda di halaman 1dari 12

Pandangan Islam Tentang Korupsi

Dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Bahasa Indonesia

Dosen pengampu : Ernawati ST

Dibuat oleh :

1. M. Hizaz Badruzaman (10222121)


2. Hasan Zainury (10222095)
3. Adzril Fauzi (10222093)
4. M. Sulthon K. H (10222096)
5. Ganang aji pratama (10222xxx)
6. M. Husni syakir (10222xxx)

TEKNIK INFORMATIKA

SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI CIPASUNG

2022
DAFTAR ISI (ganang)
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kata korupsi berasal dari bahasa latin corruptio atau corruptus. Corruptio memiliki arti
beragam yakni tindakan merusak atau menghancurkan. Corruptio juga diartikan kebusukan,
keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian,
kata-kata atau ucapan yang menghina atau memfitnah.
Kata corruptio masuk dalam bahasa Inggris menjadi kata corruption atau dalam bahasa
Belanda menjadi corruptie. Kata corruptie dalam bahasa Belanda masuk ke dalam
perbendaharaan Indonesia menjadi korupsi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),
korupsi adalah penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan, organisasi,
yayasan, dan sebagainya) untuk keuntungan pribadi atau orang lain.
Definisi lainnya dari korupsi disampaikan World Bank pada tahun 2000, yaitu “korupsi
adalah penyalahgunaan kekuasaan publik untuk keuntungan pribadi". Definisi World Bank ini
menjadi standar internasional dalam merumuskan korupsi.
Pengertian korupsi juga disampaikan oleh Asian Development Bank (ADB), yaitu kegiatan
yang melibatkan perilaku tidak pantas dan melawan hukum dari pegawai sektor publik dan
swasta untuk memperkaya diri sendiri dan orang-orang terdekat mereka. Orang-orang ini, lanjut
pengertian ADB, juga membujuk orang lain untuk melakukan hal-hal tersebut dengan
menyalahgunakan jabatan.
Dari berbagai pengertian di atas, korupsi pada dasarnya memiliki lima komponen, yaitu:
1. Korupsi adalah suatu perilaku.
2. Ada penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan.
3. Dilakukan untuk mendapatkan keuntungan pribadi atau kelompok.
4. Melanggar hukum atau menyimpang dari norma dan moral.
5. Terjadi atau dilakukan di lembaga pemerintah atau swasta.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang kita mendapatkan sebuah rumusan masalah :
1. Pengertian korupsi
2. Korupsi menurut pandangan islam
3. Faktor-Faktor pendorong korupsi
4. Kasus korupsi walikota Tasikmalaya

C. Tujuan
Menjawab rumusan masalah dan ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Bahasa
Indonesia. Dan melatih serta meningkatkan skill dalam pembuatan karya ilmiah.
BAB II
ISI
1. Pengertian Korupsi (Adzril Fauzi)
Korupsi merupakan masalah klasik yang dihadapi bangsa Indonesia. Banyak buku
dan artikel membahas topik ini, tetapi sangat sedikit yang membahasnya dari perspektif
alkitabiah. Korupsi sudah ada sejak zaman Mesir kuno, dan praktik korupsi sangat erat
kaitannya dengan penyembahan berhala yang sedang.
Korupsi merupakan masalah lama yang sudah ada sejak zaman dulu. Melihat
hubungan antara korupsi dan praktik keagamaan, keduanya sangat erat kaitannya.
Gambar-gambar mitologi kuno menawarkan tempat untuk interpretasi korupsi bagi
orang-orang musyrik saat itu. Orang-orang Israel tidak bebas dari praktik korupsi. Oleh
karena itu, teks-teks Perjanjian Lama menawarkan banyak kritik dan kritik dari
penulisnya. Para nabi Perjanjian Lama tanpa lelah memproklamasikan kebenaran dan
menegur praktik korupsi di antara para pemimpin politik dan agama. Oleh karena itu,
gereja Indonesia harus merefleksikan peran profetisnya untuk menghadapi kebenaran di
tengah budaya korupsi yang merajalela (2019). Korupsi adalah kejahatan luar biasa
sekaligus masalah yang dihadapinya dari seluruh negara di dunia. Korupsi memiliki
dampak negatif yang multidimensi menghancurkan berbagai aspek kehidupan suatu
bangsa, terutama kesejahteraan rakyat, melalui korupsi merugikan perekonomian negara
yang sulit diberantas, karena sulit dibuktikan dan selalu bersama-sama dan sistematis.
Dan bahkan yang paling disajikan dari pejabat pemerintah, mereka yang berkuasa dan
juga dari orang-orang dengan ekonomi yang kuat (2022).
2. Sudut Pandang Islam Tentang Korupsi (Hasan Zainury)
“Bersumber dari Samurah bin Jundab, ia berkata: Dan Rasulullah Saw bersabda:
“Barang siapa yang menutupi (kesalahan) para koruptor, maka ia sama dengannya
(koruptor).” (HR. Abu Daud). Sudut pandang Islam mengenai korupsi merupakan hal
yang menyimpang dari sistem yang disepakati bersama. Tidak hanya soal pencurian
harta, namun berdampak pada persoalan ekonomi yang holistic. Dalam surat Al-
Baqarah Ayat 188: Artinya: "Dan janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan
jalan yang batil, dan (janganlah) kamu menyuap dengan harta itu kepada para hakim,
dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan
dosa, padahal kamu mengetahui." orang-orang alim dan pendetapendeta mereka tidak
melarang mereka mengucapkan perkataan bohong dan memakan yang haram?
Sesungguhnya amat buruk apa yang telah mereka kerjakan itu.
Dalam kosa kata Islam, korupsi memiliki banyak istilah. Ungkapan populer lainnya
terkait korupsi adalah Al-Riswah, Al-Suht dan Al-Ghul. Namun, ketiga istilah tersebut
merupakan istilah teknis yang digunakan untuk menggambarkan potensi penipuan Pria
Bahwa Islam adalah agama keadilan, maka Islam sangat militant Ketidakadilan Al-Suht
adalah situasi atau keadaan psikologis tentang cara bekerja dan dengan cara sembrono
dan ceroboh untuk mencari nafkah. Pekerjaan yang luar biasa Fokus saja pada hasil dan
jangan khawatir tentang kemurnian sumbernya Pendapatan juga disebut sebagai korupsi.
Al-Ghul juga menjadi focus penganggaran yang salah. Al-Ghul adalah egoisme structural
yang merampas hak orang lain dengan mengeksploitasi posisi atau kekuasaan melalui
politisasi anggaran. Anggaran tersebut digunakan dengan sangat baik menguntungkan
posisi pelaku, sekalipun harus dibayar mahal tertarik dengan kehidupan orang lain
(2022). Korupsi dalam syariat islam diatur dalam fikih jinayah yaitu sebuah tindakan atau
perbbuatan seseorang yang mengancam keselamatan fisikk dan tubuh manusia serta
berpotensi menimbulkan kerugian pada harga diri dan harta kekayaan manusia sehingga
tindakan atau perbuatan itu dianggap haram untuk dilakukan, bahkan pelakunya harus
dikenai sanksi hokum baik di dunia maupun di akhirat.
3. Faktor-faktor pendorong korupsi (M. Hizaz Badruzaman)
3.1 Faktor Penyebab Internal
 Sifat serakah/tamak/rakus manusia
Keserakahan dan tamak adalah sifat yang membuat seseorang selalu tidak merasa cukup
atas apa yang dimiliki, selalu ingin lebih. Dengan sifat tamak, seseorang menjadi
berlebihan mencintai harta. Padahal bisa jadi hartanya sudah banyak atau jabatannya
sudah tinggi. Dominannya sifat tamak membuat seseorang tidak lagi memperhitungkan
halal dan haram dalam mencari rezeki. Sifat ini menjadikan korupsi adalah kejahatan
yang dilakukan para profesional, berjabatan tinggi, dan hidup berkecukupan.
 Gaya hidup konsumtif
Sifat serakah ditambah gaya hidup yang konsumtif menjadi faktor pendorong internal
korupsi. Gaya hidup konsumtif misalnya membeli barang-barang mewah dan mahal atau
mengikuti tren kehidupan perkotaan yang serba glamor. Korupsi bisa terjadi jika
seseorang melakukan gaya hidup konsumtif namun tidak diimbangi dengan pendapatan
yang memadai.
 Moral yang lemah
Seseorang dengan moral yang lemah mudah tergoda untuk melakukan korupsi. Aspek
lemah moral misalnya lemahnya keimanan, kejujuran, atau rasa malu melakukan
tindakan korupsi. Jika moral seseorang lemah, maka godaan korupsi yang datang akan
sulit ditepis. Godaan korupsi bisa berasal dari atasan, teman setingkat, bawahan, atau
pihak lain yang memberi kesempatan untuk melakukannya.
3.2 Faktor Penyebab Eksternal
1. Aspek Sosial
Kehidupan sosial seseorang berpengaruh dalam mendorong terjadinya korupsi,
terutama keluarga. Bukannya mengingatkan atau memberi hukuman, keluarga malah
justru mendukung seseorang korupsi untuk memenuhi keserakahan mereka. Aspek sosial
lainnya adalah nilai dan budaya di masyarakat yang mendukung korupsi. Misalnya,
masyarakat hanya menghargai seseorang karena kekayaan yang dimilikinya atau terbiasa
memberikan gratifikasi kepada pejabat.
Dalam means-ends scheme yang diperkenalkan Robert Merton, korupsi
merupakan perilaku manusia yang diakibatkan oleh tekanan sosial, sehingga
menyebabkan pelanggaran norma-norma. Menurut teori Merton, kondisi sosial di suatu
tempat terlalu menekan sukses ekonomi tapi membatasi kesempatan-kesempatan untuk
mencapainya, menyebabkan tingkat korupsi yang tinggi.
Teori korupsi akibat faktor sosial lainnya disampaikan oleh Edward Banfeld.
Melalui teori partikularisme, Banfeld mengaitkan korupsi dengan tekanan keluarga.
Sikap partikularisme merupakan perasaan kewajiban untuk membantu dan membagi
sumber pendapatan kepada pribadi yang dekat dengan seseorang, seperti keluarga,
sahabat, kerabat atau kelompoknya. Akhirnya terjadilah nepotisme yang bisa berujung
pada korupsi.
2. Aspek Politik
Keyakinan bahwa politik untuk memperoleh keuntungan yang besar menjadi
faktor eksternal penyebab korupsi. Tujuan politik untuk memperkaya diri pada akhirnya
menciptakan money politics. Dengan money politics, seseorang bisa memenangkan
kontestasi dengan membeli suara atau menyogok para pemilih atau anggota-anggota
partai politiknya.Pejabat yang berkuasa dengan politik uang hanya ingin mendapatkan
harta, menggerus kewajiban utamanya yaitu mengabdi kepada rakyat. Melalui
perhitungan untung-rugi, pemimpin hasil money politics tidak akan peduli nasib rakyat
yang memilihnya, yang terpenting baginya adalah bagaimana ongkos politiknya bisa
kembali dan berlipat ganda. Balas jasa politik seperti jual beli suara di DPR atau
dukungan partai politik juga mendorong pejabat untuk korupsi. Dukungan partai politik
yang mengharuskan imbal jasa akhirnya memunculkan upeti politik. Secara rutin, pejabat
yang terpilih membayar upeti ke partai dalam jumlah besar, memaksa korupsi.
3. Aspek Hukum

Hukum sebagai faktor penyebab korupsi bisa dilihat dari dua sisi, sisi perundang-
undangan dan lemahnya penegakan hukum. Koruptor akan mencari celah di perundang-
undangan untuk bisa melakukan aksinya. Selain itu, penegakan hukum yang tidak bisa
menimbulkan efek jera akan membuat koruptor semakin berani dan korupsi terus
terjadi. Hukum menjadi faktor penyebab korupsi jika banyak produk hukum yang tidak
jelas aturannya, pasal-pasalnya multitafsir, dan ada kecenderungan hukum dibuat
untuk menguntungkan pihak-pihak tertentu. Sanksi yang tidak sebanding terhadap pelaku
korupsi, terlalu ringan atau tidak tepat sasaran, juga membuat para pelaku korupsi tidak
segan-segan menilap uang negara.
4. Aspek Ekonomi
Faktor ekonomi sering dianggap sebagai penyebab utama korupsi. Di antaranya
tingkat pendapatan atau gaji yang tak cukup untuk memenuhi kebutuhan. Fakta juga
menunjukkan bahwa korupsi tidak dilakukan oleh mereka yang gajinya pas-
pasan. Korupsi dalam jumlah besar justru dilakukan oleh orang-orang kaya dan
berpendidikan tinggi. Banyak kita lihat pemimpin daerah atau anggota DPR yang
ditangkap karena korupsi. Mereka korupsi bukan karena kekurangan harta, tapi karena
sifat serakah dan moral yang buruk.
Di negara dengan sistem ekonomi monopolistik, kekuasaan negara dirangkai
sedemikian rupa agar menciptakan kesempatan-kesempatan ekonomi bagi pegawai
pemerintah untuk meningkatkan kepentingan mereka dan sekutunya. Kebijakan ekonomi
dikembangkan dengan cara yang tidak partisipatif, tidak transparan dan tidak akuntabel.
5. Aspek Organisasi
Faktor eksternal penyebab korupsi lainnya adalah organisasi tempat koruptor
berada. Biasanya, organisasi ini memberi andil terjadinya korupsi, karena membuka
peluang atau kesempatan. Misalnya tidak adanya teladan integritas dari pemimpin, kultur
yang benar, kurang memadainya sistem akuntabilitas, atau lemahnya sistem pengendalian
manajemen.
Mengutip buku Pendidikan Antikorupsi oleh Eko Handoyo, organisasi bisa
mendapatkan keuntungan dari korupsi para anggotanya yang menjadi birokrat dan
bermain di antara celah-celah peraturan. Partai politik misalnya, menggunakan cara ini
untuk membiayai organisasi mereka. Pencalonan pejabat daerah juga menjadi sarana bagi
partai politik untuk mencari dana bagi kelancaran roda organisasi, pada akhirnya terjadi
money politics dan lingkaran korupsi kembali terjadi.
Sedangkan menurut Tunakota tentang faktpr pendorong korupsi ada 3 yaitu:
 Tekanan (pressure) adalah dorongan dari individu atau eksternal karyawan seperti
tekanan dari organisasi, tekanan dari keluarga, tekanan dari kreditur dan
sebagainya untuk bertindak fraud, adapun tekanan lain semisal tekanan keuangan
dan psikologis.
 Peluang (opportunity) ialah faktor pendorong berupa kesempatan, biasanya terjadi
karena lemah nya kontrol dan hilangnya integritas.
 Rasonalisasi (rationalization) merupakan alasan berupa pencarian pebenaran dari
pelaku fraud (2022)

4. Kasus Korupsi Walikota Tasikmalaya (M. Sulthon Kurnia Hadi)


Menurut informasi dari sumber yang terpecaya bahwa korupsi yang dilakukan oleh
walikota Tasikmalaya beliau melakukan manipulasi dana pembangunan yang
dialokasikan kepada hal lain. Padahal beliau tidak mencuri dana tersebut. Karena tidak
mempunyai kepentingan politik.
BAB III
PENUTUP (M. Husni Syakir)
DAFTAR PUSTAKA (M. Hizaz & Hasan)

Handayani, D. M. (2019). KORUPSI: STUDI PERBANDINGAN BERDASARKAN DUNIA TIMUR TENGAH KUNO
DAN PERJANJIAN LAMA. Jurnal Teologi Kristen.

ismail, k., & asliani. (2022). Kajian Hukum Terhadap Perlindungan Whistleblower Dalam Perkara Tindak.
Jurnal studia kajian hukum.

Muhammad Petra Albany, Muhammad Al Qodri Revanda Purnama, & dkk. (2022). Pandangan Islam
Dalam Menyikapi Korupsi. Jurnal Kajian Pendidikan Islam dan Keagamaan.

Satria, w., & umar, H. (2022). FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENCEGAHAN FRAUD. JURNAL
RISET PERBANKAN MANAJEMEN DAN AKUNTANSI .

https://aclc.kpk.go.id/action-information/lorem-ipsum/20220407-null

Anda mungkin juga menyukai