Anda di halaman 1dari 12

Peranan Generasi Muda Dalam Mencegah Terjadinya

Tindak Korupsi

Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan


KELOMPOK 5 :
1. Abdurrahman Haqiqy Mokoginta (0102515030)
2. Rayza Al Khensha Kacita Ananda (0102515019)
3. Yuli Rahmawaty ( 0102515028)

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI


UNIVERSITAS AL-AZHAR INDONESIA
2016

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1

LATAR BELAKANG

Korupsi kata ini mungkin sudah tak asing lagi di telinga kita, kata ini sering kita baca
di media masa dan bahkan kerap kali menghiasi layar kaca televisi kita. Dimana pelaku korupsi
biasanya berasal dari kalangan pejabat yang telah mendapat kepercayaan dari masyarakat.
Namun, dengan mudahnya mereka mengkhianati kepercayaan rakyat. Dengan rasa tidak bersalah
mereka menggelapkan uang Negara dan berhura-hura dengan uang tersebut sementara itu
Negaralah yang menjadi korban ulah mereka dan harus menanggung kerugian yang mereka
sebabkan.
Korupsi di negeri ini sekarang sedang merajalela bahkan telah menjadi suatu
kebiasaan bahkan bisa dikatakan sudah menjamur hingga sulit untuk dihilangkan. Berbagai
upaya telah dilakukan oleh pemerintah dalam menangani korupsi. Namun, tetap saja korupsi
masih terdapat di negeri ini. Salah satu mengapa orang berani melakukan tindak pidana korupsi
yaitu karena kurangnya kesadaran pribadi tentang bahaya korupsi. Tentu saja kita tidak bisa
menyadarkan para koruptor karena mereka sudah terlanjur terbiasa dengan tindakan tersebut.
Salah satu upaya jangka panjang yang terbaik untuk mengatasi korupsi adalah dengan
memberikan pendidikan anti korupsi dini kepada kalangan generasi muda sekarang. Karena
generasi muda adalah generasi penerus yang akan menggantikan kedudukan para penjabat
terdahulu. Selain itu, generasi muda juga sangat mudah terpengaruh dengan lingkungan di
sekitarnya. Melalui penerapan pendidikan anti korupsi di sekolah diharapkan bisa lebih mudah
mendidik dan memengaruhi generasi muda supaya tidak melakukan tindak pidana korupsi
sebelum mereka lebih dulu dipengaruhi oleh budaya korupsi dari generasi pendahulunya.
1.2

RUMUSAN MASALAH
1. Mengapa perilaku korupsi marak di Indonesia ?
2. Apakah dampak dari perilaku korupsi ?
3. Bagaimanakah peran serta generasi muda dalam memberantas korupsi ?

1.3

TUJUAN
1. Mengetahui penyebab dan faktor-faktor terjadinya perilaku korupsi di Indonesia
2. Mengetahui dampak yang terjadi akibat dari perilaku korupsi
3. Mengetahui peran serta generasi muda dalam memberantas korupsi

BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI KORUPSI


Korupsi berasal dari bahasa latin corruptio atau corruptus. Corruption berasal dari kata
corrumpere, suatu kata latin yang lebih tua. Dari bahasa latin itulah turun ke banyak bahasa
Eropa seperti Inggris yaitu corruption, corrupt; Perancis yaitu corruption; dan Belanda yaitu
corruptie, korruptie. Dari bahasa Belanda inilah kata tersebut diserap ke bahasa Indonesia yaitu
korupsi.
Dalam UU No. 20 Tahun 2001 terdapat pengertian bahwa korupsi adalah tindakan
melawan hukum dengan maksud memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi yang
berakibat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Ada sembilan tindakan
kategori korupsi dalam UU tersebut, yaitu: suap, illegal profit, secret transaction, hadiah, hibah
(pemberian), penggelapan, kolusi, nepotisme, dan penyalahgunaan jabatan dan wewenang serta
fasilitas Negara. Dalam ilmu politik, korupsi didefinisikan sebagai penyalahgunaan jabatan dan
administrasi, ekonomi atau politik, baik yang disebabkan oleh diri sendiri maupun orang lain,
yang ditujukan untuk memperoleh keuntungan pribadi, sehingga meninmbulkan kerugian bagi
masyarakat umum, perusahaan, atau pribadi lainnya.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Korupsi adalah menyalahgunakan
kewenangan, jabatan atau amanah secara melawan hukum untuk memperoleh keuntungan atau
manfaat pribadi dan atau kelompok tertentu yang dapat merugikan kepentingan umum.

2.2 FENOMENA KORUPSI DI INDONESIA


Banyak kejadian perilaku korupsi di berbagai negara. Biasanya, perilaku korupsi banyak
terjadi di Negara berkembang, tak bisa dipungkiri negara kita sendiri pun mengalami kasus ini.
Korupsi di Indonsia dimulai sejak era Orde Lama sekitar tahun 1960-an bahkan sangat
mungkin pada tahun-tahun sebelumnya. Pemerintah melalui Undang- Undang Nomor 24 PP
1960 yang diikuti dengan dilaksanakannya Operasi Budhi dan Pembentukan Tim
Pemberantasan Korupsi berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 228 Tahun 1967 yang dipimpin
langsung oleh Jaksa Agung, belum membuahkan hasil nyata. Pada era Orde Baru, muncul
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 dengan Operasi Tertib yang dilakukan Komando
Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib), namun dengan kemajuan iptek,
modus operasi korupsi semakin canggih dan rumit sehingga Undang-Undang tersebut gagal
dilaksanakan. Selanjutnya dikeluarkan kembali Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999. Upayaupaya hukum yang telah dilakukan pemerintah sebenarnya sudah cukup banyak dan sistematis.

Namun korupsi di Indonesia semakin banyak sejak akhir 1997 saat negara mengalami krisis
politik, sosial, kepemimpinan, dan kepercayaan yang pada akhirnya menjadi krisis
multidimensi.Gerakan reformasi yang menumbangkan rezim Orde Baru menuntut antara lain
ditegakkannya supremasi hukum dan pemberantasan Korupsi, Kolusi & Nepotisme (KKN).
Tuntutan tersebut akhirnya dituangkan di dalam Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1999 &
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penye-lenggaraan Negara yang Bersih & Bebas
dari KKN.
Dimulai dari gambaran kejadian tersebut, muncul beberapa fenomena Korupsi di
Indonesia
a. Proses modernisasi belum ditunjang oleh kemampuan sumber daya manusia pada
lembaga-lembaga politik yang ada.
b. Institusi-institusi politik yang ada masih lemah disebabkan oleh mudahnya ok-num
lembaga tersebut dipengaruhi oleh kekuatan bisnis/ekonomi, sosial, keaga-maan,
kedaerahan, kesukuan, dan profesi serta kekuatan asing lainnya.
c. Selalu muncul kelompok sosial baru yang ingin berpolitik, namun sebenarnya banyak
di antara mereka yang tidak mampu.
d. Mereka hanya ingin memuaskan ambisi dan kepentingan pribadinya dengan dalih
kepentingan rakyat.
Sebagai akibatnya, terjadilah runtutan peristiwa sebagai berikut :

2.3 FAKTOR PENYEBAB PERILAKU KORUPSI DI INDONESIA


2.3.1 Faktor Internal Penyebab Korupsi
a. Aspek Individu Pelaku Korupsi
Korupsi yang disebabkan oleh individu, yaitu sifat tamak, moral
kurang kuat menghadapi godaan, penghasilan kurang mencukupi untuk
kebutuhan yang wajar, kebutuhan yang mendesak, gaya hidup konsumtif,
malas atau tidak mau bekerja keras, serta ajaran-ajaran agama kurang
diterapkan secara benar.
Aspek-aspek individu tersebut perlu mendapatkan perhatian
bersama. Sangatlah ironis, bangsa kita yang mengakui dan memberikan
ruang yang leluasa untuk menjalankan ibadat menurut agamanya masingmasing, ternyata tidak banyak membawa implikasi positif terhadap upaya
pemberantasan korupsi. Demikian pula dengan hidup konsumtif dan sikap
malas. Perilaku konsumtif tidak saja mendorong untuk melakukan
tindakan kurupsi, tetapi menggambarkan rendahnya sikap solidaritas
sosial, karena terdapat pemandangan yang kontradiktif antara gaya hidup
mewah di satu sisi dan kondisi kesulitan untuk memenuhi kebutuhan
pokok bagi masyarakat miskin pada sisi lainnya.

Sifat tamak manusia


Kemungkinan orang melakukan korupsi bukan
disebabkan karena orangnya miskin atau penghasilannya
tidak cukup. Kemungkinan orang tersebut sudah cukup
kaya tetapi masih mempunyai hasrat yang begitu besar
untuk memperkaya diri, penyebab korupsi pada pelaku
semacam ini datang dari dalam diri sendiri yakni sifat
tamak dan rakus;

Moral yang Kurang Kuat


Seorang yang moralnya tidak kuat cenderung
mudah tergoda untuk melakukan korupsi. Godaan itu bisa
berasal dari atasan, teman setingkat, bawahanya, atau pihak
yang lain yang memberi kesempatan untuk itu

Gaya Hidup yang Konsumtif


Kehidupan di kota-kota besar acapkali mendorong
gaya hidup seseong konsumtif. Perilaku konsumtif
semacam ini bila tidak diimbangi dengan pendapatan yang
memadai akan membuka peluang seseorang untuk
melakukan berbagai tindakan untuk memenuhi hajatnya.
Salah satu kemungkinan tindakan itu adalah dengan
korupsi.

Malas atau Tidak Mau Bekerja


Sebagian orang ingin mendapatkan hasil dari
sebuah pekerjaan tanpa keluar keringat alias malas bekerja.
Sifat semacam ini akan potensial melakukan tindakan
apapun dengan cara-cara mudah dan cepat, diantaranya
melakukan korupsi.
b. Kelemahan pendidikan dan etika
Masalah ini sering pula sebagai penyebab timbulnya korupsi.
Minimnya ketrampilan, skill, dan kemampuan membuka peluang usaha
adalah wujud rendahnya pendidikan. Pola pengajaran etika dan moral
lebih ditekankan pada pemahaman teoritis, tanpa disertai dengan bentukbentuk pengimplementasiannya. Dengan berbagai keterbatasan itulah
mereka berupaya mendasari peluang dengan menggunakan kedudukannya
untuk memperoleh keuntungan yang besar. Yang dimaksud rendahnya
pendidikan di sini adalah komitmen terhadap pendidikan yang dimiliki.
Karena pada kenyataannya, para koruptor rata-rata memiliki tingkat
pendidikan yang memadai, kemampuan, dan skill.
c. Aspek Sosial
Perilaku korup dapat terjadi karena dorongan keluarga. Kaum
behavioris mengatakan bahwa lingkungan keluargalah yang secara kuat

memberikan dorongan bagi orang untuk korupsi dan mengalahkan sifat


baik seseorang yang sudah menjadi traits pribadinya. Lingkungan dalam
hal ini malah memberikan dorongan dan bukan memberikan hukuman
pada orang ketika ia menyalahgunakan kekuasaannya
d. Budaya
Di bidang sosial, budaya, dan agama terjadi pendewaan materi dan
konsumtif. Hidup diarahkan semata-mata untuk memperoleh kekayaan
dan kenikmatan hidup tanpa memedulikan moral. Hal itu terwujud dalam
tindakan korupsi.
Krisis ekonomi membalikan situasi yang semula
penduduk miskin sudah dapat dikurangi dan pendapatan
perkapita dapat ditingkatkan.
Kondisi kehidupan social ekonomi rakyat
memprihatinkan
Jati diri bangsa yang disiplin, jujur, beretos kerja tinggi
serta berakhlak mulia belum dapat diwujudkan, bahkan
cenderung menurun.
Kelimpangan, kecemburuan, ketegangan dan penyakit
sosial lainnya makin menggejala, disamping
berkurangnya rasa kepedulian dan kesetiakawanan
masyarakat.

2.3.2 Faktor Eksternal Penyebab Korupsi


a. Aspek sikap masyarakat terhadap korupsi (lingkungan)
Pada umumnya jajaran manajemen selalu menutupi tindak korupsi
yang dilakukan oleh segelintir oknum dalam organisasi. Akibat sifat
tertutup ini pelanggaran korupsi justru terus berjalan dengan berbagai
bentuk. Oleh karena itu sikap masyarakat yang berpotensi menyuburkan
tindak korupsi terjadi karena :
Nilai-nilai di masyarakat kondusif untuk terjadinya korupsi.
Korupsi biasa ditimbulkan oleh budaya masyarakat. Misalnya,
masyarakat menghargai seseorang karena kekayaan yang
dimilikinya.Sikap ini seringkali membuat masyarakat tidak
kritis pada kondisi, misalnya dari mana kekayaan itu
didapatkan.
Masyarakat kurang menyadari bahwa korban utama korupsi
adalah masyarakat sendiri. Anggapan masyarakat umum
terhadap peristiwa korupsi, sosok yang paling dirugikan adalah
negara. Padahal bila negara merugi, esensinya yang paling rugi
adalah masyarakat juga, karena proses anggaran pembangunan
bisa berkurang sebagai akibat dari perbuatan korupsi.
Masyarakat kurang menyadari bila dirinya terlibat korupsi.
Setiap perbuatan korupsi pasti melibatkan anggota masyarakat.

Hal ini kurang disadari oleh masyarakat. Bahkan seringkali


masyarakat sudah terbiasa terlibat pada kegiatan korupsi
sehari-hari dengan cara-cara terbuka namun tidak disadari.
Masyarakat kurang menyadari bahwa korupsi akan bisa
dicegah dan diberantas bila masyarakat ikut aktif dalam agenda
pencegahan dan pemberantasan. Pada umumnya masyarakat
berpandangan bahwa masalah korupsi adalah tanggung jawab
pemerintah semata. Masyarakat kurang menyadari bahwa
korupsi itu bisa diberantas hanya bila masyarakat ikut
melakukannya.
b. Aspek peraturan perundang-undangan
Peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan seringkali
menimbulkan banyak celah sehingga mudah dimanfaatkan oleh pihakpihak yang ingin melakukan korupsi. Perumusan perundang-undangan
seringkali tidak disertai dengan telaah akademik, kalaupun ada itu pun
hanya sekedar formalitas saja. Begitu pula kurang efektifnya judical
reviuw yang dilakukan oleh Mahkamah Agung terhadap penyimpanganpenyimpangan yang terdapat dalam suatu produk hukum, misalnya
Keppres. Faktor lain yang turut mempengaruhi adalah peraturan yang
kurang disosialisasi kepada masyarakat, sehingga masyarakat awam tidak
mengetahuinya. Padahal ketika disosialisasi atau disebarluaskan kepada
masyarakat akan menyebabkan deteren efect yaitu kurangnya korupsi
karena calon karuptor merasa takut terhadap hukuman yang terdapat
dalam perundang-undangan tersebut, dan tentunya ia akan malu ketika
masyarakat mengetahui bahwa perbuatan yang dilakukannya adalah
korupsi. Belum lagi penerapan sanksi yang terlalu ringan dan pandang
bulu. Menyebabkan lemahnya pemberantasan korupsi karena tidak
menimbulkan efek jerah kepada pelaku.
c. Aspek Pengawasan
Pengawasan yang dilakukan instansi terkait (BPKP, Itwil, Irjen,
Bawasda) kurang efektif karena beberapa faktor, diantaranya :
Adanya tumpang tindih pengawasan pada berbagai instansi
Kurangnya profesionalisme pengawas
Kurang adanya koordinasi antar pengawas
Kurangnya kepatuhan terhadap etika hukum maupun
pemerintahan oleh pengawas sendiri.
Sering kali para pengawas tersebut terlibat dalam praktik korupsi.
Belum lagi berkaitan dengan pengawasan eksternal yang dilakukan
masyarakat dan media juga lemah, dengan demikian menambah dereran
citra buruk pengawasan APBD yang sarat dengan korupsi. Secara umum
pengawasan terbagi menjadi dua, yaitu pengawasan internal (pengawasan
fungsional dan pengawasan langsung oleh pemimpin) serta pengawasan
bersifat eksternal (pengawasan dari legislatif dan masyarakat).

d. Kolonialisme dan penjajahan


Penjajah telah menjadikan bangsa ini menjadi bangsa yang
tergantung, lebih memilih pasrah dari pada berusaha dan senantiasa
menempatkan diri sebagai bawahan. Sementara, dalam pengembangan
usaha, mereka lebih cenderung berlindung di balik kekuasaan (penjajah)
dengan melakukan kolusi dan nepotisme. Sifat dan kepribadian inilah
yang menyebabkan munculnya kecenderungan sebagian orang melakukan
korupsi.
e. Adanya Kesempatan dan Sistem yang Rapuh
Seseorang melakukan tindak pidana korupsi salah satunya adalah
disebabkan adanya kesempatan dan peluang serta didukung oleh sistem
yang sangat kondusif untuk berbuat korupsi. Adanya kesempatan dan
peluang itu antara lain adalah dalam bentuk terbukanya kesempatan dan
peluang untuk berbuat korupsi karena tidak adanya pengawasan melekat
dari atasannya dan terkadang justru atasannya mengharuskan seseorang
untuk berbuat korupsi. Atau bisa dalam bentuk sistem penganggaran yang
memang mengharuskan seseorang berbuat korupsi seperti diperlukannya
uang pelicin untuk menggolkan anggaran kegiatan, atau dalam bentuk lain
diperlukannya uang setoran kepada atasan di akhir pelaksanaan kegiatan.

2.4 DAMPAK PERILAKU KORUPSI DI INDONESIA


Korupsi mengurangi kemampuan pemerintah untuk melakukan perbaikan dalam bentuk
peraturan dan kontrol akibat kegagalan pasar (market failure). Ketika kebijakan dilakukan dalam
pengaruh korupsi yang kuat maka pengenaan peraturan dan kebijakan, misalnya, pada
perbankan, pendidikan, distribusi makanan dan sebagainya, malah akan mendorong terjadinya
inefisiensi.
2.4.1 Dampak Korupsi Terhadap Sosial dan Kemiskinan
Ada beberapa dampak buruk yang akan diterima oleh kaum miskin akibat
korupsi, diantaranya. Pertama, Membuat mereka (kaum miskin) cenderung
menerima pelayanan sosial lebih sedikit. Instansi akan lebih mudah ketika
melayani para pejabat dan konglemerat dengan harapan akan memiliki gengsi
sendiri dan imbalam materi tentunya, peristiwa seperti ini masih sering kita temui
ditengahtengah masyarakat. Kedua, Investasi dalam prasarana cenderung
mengabaikan proyekproyek yang menolong kaum miskin, yang sering terjadi
biasanya para penguasa akan membangun prasarana yang mercusuar namun
minim manfaatnya untuk masyarakat, atau kalau toh ada biasanya momen
menjelang kampanye dengan niat mendapatkan simpatik dan dukungan dari
masyarakat.

2.4.2 Bahaya korupsi terhadap generasi muda.

Salah satu efek negatif yang paling berbahaya dari korupsi pada jangka
panjang adalah rusaknya generasi muda. Dalam masyarakat yang korupsi telah
menjadi makanan sehari-harinya, anak tumbuh dengan pribadi antisosial,
selanjutnya generasi muda akan menganggap bahwa korupsi sebagai hal biasa (atau
bahkan budayanya), sehingga perkembangan pribadinya menjadi terbiasa dengan
sifat tidak jujur dan tidak bertanggungjawab. Jika generasi muda suatu bangsa
keadaannya seperti itu, bisa dibayangkan betapa suramnya masa depan bangsa
tersebut.

2.5 PERAN SERTA GENERASI MUDA DALAM MEMBERANTAS


KORUPSI
Pemuda adalah aset zaman yang paling menentukan kondisi zaman tersebut dimasa
depan. Dalam skala yang lebih kecil, pemuda adalah aset bangsa yang akan menentukan mati
atau hidup, maju atau mundur, jaya atau hancur, sejahtera atau sengsaranya suatu bangsa.
Belajar dari masa lalu, sejarah telah membuktikan bahwa perjalanan bangsa ini tidak lepas dari
peran kaum muda yang menjadi bagian kekuatan perubahan. Hal ini membuktikan bahwa
pemuda memiliki kekuatan yang luar biasa. Tokoh-tokoh sumpah pemuda 1928 telah
memberikan semangat nasionalisme bahasa, bangsa dan tanah air yang satu yaitu Indonesia.
Peristiwa sumpah pemuda memberikan inspirasi tanpa batas terhadap gerakan-gerakan
perjuangan kemerdekaan di Indonesia. Semangat sumpah pemuda telah menggetarkan relungrelung kesadaran generasi muda untuk bangkit, berjuang dan berperang melawan penjajah
Belanda.
Untuk konteks sekarang dan mungkin masa-masa yang akan datang yang menjadi musuh
bersama masyarakat adalah praktek bernama Korupsi. Fakta bahwa korupsi sudah sedemikian
sistemik dan kian terstruktur sudah tidak terbantahkan lagi. Ada cukup banyak bukti yang bisa
diajukan untuk memperlihatkan bahwa korupsi terjadi dari pagi hingga tengah malam, dari mulai
soal pengurusan akta kelahiran hingga kelak nanti pengurusan tanah kuburan, dari sektor yang
berkaitan dengan kesehatan hingga masalah pendidikan, dari mulai pedagang kaki lima hingga
promosi jabatan untuk menduduki posisi tertentu di pemerintahan.
Oleh karena itulah, peran kaum muda sekarang adalah mengikis korupsi sedikit demi sedikit,
yang mudah-mudahan pada waktunya nanti, perbuatan korupsi dapat diberantas dari negara ini
atau sekurang-kurangnya dapat ditekan sampai tingkat serendah mungkin.
2.5.1 Peranan Pendidikan Anti Korupsi Dini Dikalangan Generasi Muda Dalam
Mencegah Terjadinya Tindak Korupsi

Pendidikan adalah salah satu penuntun generasi muda untuk ke jalan yang
benar. Jadi, sistem pendidikan sangat memengaruhi perilaku generasi muda ke
depannya. Termasuk juga pendidikan anti korupsi dini. Pendidikan, sebagai awal
pencetak pemikir besar, termasuk koruptor sebenarnya merupakan aspek awal
yang dapat merubah seseorang menjadi koruptor atau tidak. Salah satu yang bisa
menjadi gagasan baik dalam kasus korupsi ini adalah penerapan anti korupsi
dalam pendidikan karakter bangsa di Indonesia.
Pendidikan anti korupsi sesungguhnya sangat penting guna mencegah
tindak pidana korupsi. Jika KPK dan beberapa instansi anti korupsi lainnya
menangkapi para koruptor, maka pendidikan anti korupsi juga penting guna
mencegah adanya koruptor. Seperti pentingnya pelajaran akhlak dan moral.
Pelajaran akhlak penting guna mencegah terjadinya kriminalitas. Begitu halnya
pendidikan anti korupsi memiliki nilai penting guna mencegah aksi korupsi. Satu
hal yang pasti, korupsi bukanlah selalu terkait dengan korupsi uang. Namun sisi
korupsi dapat merambah dalam segala hal bidang kehidupan.

BAB 3
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Korupsi di Indonesia telah menjadi suatu kebiasaan bahkan sudah menjamur hingga
sulit untuk dihilangkan, dimana korupsi biasanya berasal dari kalangan pejabat yang telah
mendapatkan kepercayaan dari masyarakat namun dengan mudahnya mereka mengkhianatinya
untuk memperoleh keuntungan pribadi atau kelompok tertentu, sehingga negaralah yang menjadi
korban ulah mereka dan harus menanggung kerugian yang mereka sebabkan. Perilaku korupsi
banyak terjadi di Negara berkembang, tak bisa dipungkiri negara kita sendiri pun mengalami
kasus ini. Institusi-institusi politik yang ada masih lemah disebabkan oleh mudahnya ok-num
lembaga tersebut dipengaruhi oleh kekuatan bisnis/ekonomi, sosial, keaga-maan, kedaerahan,
kesukuan, dan profesi serta kekuatan asing lainnya.
Terdapat dua faktor yang memicu terjadinya korupsi di Indonesia, yaitu faktor internal
dan faktor eksternal. Faktor internal datang nya langsung dari pelaku korupsi tersebut seperti
sifat tamak manusia, moral yang kurang kuat, gaya hidup yang konsumtif, dan rasa malas.
Sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang datang dari luar, yang mempengaruhi seorang
individu untuk melakukan tindakan korupsi, salah satunya adalah adanya kesempatan dan
peluang serta didukung oleh sistem yang sangat kondusif untuk melakukan tindakan korupsi.

Terdapat dampak buruk terhadap sosial dan kemiskinan yang akan diterima oleh
masyarakat kurang mampu akibat korupsi, diantaranya membuat mereka cenderung menerima
pelayanan sosial lebih sedikit.
Salah satu efek negatif yang paling berbahaya dari korupsi pada jangka panjang adalah
rusaknya generasi muda. Dalam masyarakat yang korupsi telah menjadi makanan sehari-harinya,
anak tumbuh dengan pribadi antisosial, selanjutnya generasi muda akan menganggap bahwa
korupsi sebagai hal biasa (atau bahkan budayanya), sehingga perkembangan pribadinya menjadi
terbiasa dengan sifat tidak jujur dan tidak bertanggungjawab.
Pendidikan adalah salah satu penuntun generasi muda untuk ke jalan yang benar. Jadi,
sistem pendidikan sangat memengaruhi perilaku generasi muda ke depannya. Termasuk juga
pendidikan anti korupsi dini. Pendidikan anti korupsi sesungguhnya sangat penting guna
mencegah tindak pidana korupsi. Seperti pentingnya pelajaran akhlak dan moral. Pelajaran
akhlak penting guna mencegah terjadinya kriminalitas. Begitu halnya pendidikan anti korupsi
memiliki nilai penting guna mencegah aksi korupsi. Satu hal yang pasti, korupsi bukanlah selalu
terkait dengan korupsi uang. Namun sisi korupsi dapat merambah dalam segala hal bidang
kehidupan.

3.2 SARAN
Menurut kami, korupsi dapat dicegah jika di tangani sejak dini. Dilihat dari faktor-faktor
yang menjadikan bangsa kita sendiri melakukan perilaku korupsi, perlunya bantuan pemerintah
dalam menangani kasus ini. Seperti membuat pendidikan anti korupsi di lembaga-lembaga
pendidikan dan pengawasan lebih untuk generasi muda karena generasi muda lah yang akan
meneruskan bangsa ini, jika di beri pendidikan dan pengawasan lebih lanjut maka bibit muda
akan meneruskan perilaku anti korupsi untuk bangsa ini.
Selain itu perlunya kesadaran pada setiap individu untuk mimilih sikap yang tanggung
jawab pada setiap perbuatan, dan menghilangkan sifat yang tamak. Dengan cara mendekatkan
individu kepada nilai religious, dan saling mengingatkan kepada sesama.

DAFTAR PUSAKA
http://journal.unpar.ac.id/index.php/projustitia/article/viewFile/1108/1075 (diakses 30 September
2016)
http://e-journal.uajy.ac.id/5934/1/JURNAL%20.pdf (diakses 1 Oktober 2016)
http://journal.ui.ac.id/index.php/jki/article/viewFile/1180/1087 (diakses 1 Oktober 2016)

http://library.unej.ac.id/client/search/asset/804 (diakses 5 Oktober 2016)


http://dinamikahukum.fh.unsoed.ac.id/index.php/JDH/article/viewFile/126/72 (diakses 7 Oktober
2016)

Anda mungkin juga menyukai