Anda di halaman 1dari 28

RINGKASAN PENGANTAR ILMU POLI

BAB I

SIFAT, ARTI, DAN HUBUNGAN ILMU POLITIK DENGAN ILMU PENGETAHUAN


1. Perkembangan dan Definisi Ilmu Politik

Di Yunani Kuno pemikiran mengenai negara sudah mulai ada sejak tahun 450 S.M. di India dan
China ± 350-500 S.M telah banyak tulisan politik yang bermutu. Di Indonesia pun ± abad ke 13-15
Masehi sudah ada karya tulis mengenai sejarah dan kenegaraan. Sayangnya pemikiran tentang politik di
negara-negara Asia mengalami kemunduran karena terdesak pemikiran Barat. Di negara Eropa bahasan
mengenai politik banyak dipengaruhi ilmu hukum. Di Inggris ilmu poltik dianggap termasuk filsafat. Pada
tahun 1904 Amerika Serikat mendirikan American Political Science Assosiation (APSA).

Setelah Perang Dunia II selesai, perkembangan ilmu politik semakin cepat. Di Amsterdam,
Belanda didirikan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik sejak tahun 1947. Di Indonesia pun didirikan
fakultas serupa.

UNESCO mengadakan survei di 30 negara mengenai kedudukan ilmu politik. UNESCO bersama
Internasional Political Science Association (IPSA) mengadakan penelitian di 10 negara barat kemudian
membahas laporannya pada tahun 1952. Hal 5-7

2. Ilmu Politik Sebagai Ilmu Pengetahuan (Science)

Karakteristik ilmu pengetahuan adalah tantangan untuk menguji hipotesis melalui eksperimen
yang dapat dilakukan alam keadaan terkontrol. Jika definisi ini dipakai sebagai patokan, ilmu politik dan
ilmu sosial lainya tidak memenuhi syarat. Karena ilmu politik dan ilmu sosial lainnya yang diteliti adalah
manusia dan manusia itu sendiri perilakunya tidak dapat diamati dalam keadaan terkontrol.

Sarjana ilmu politik di Paris (1948) mengatakan bahwa ilmu pengetahuan adalah keseluruhan dari
pengetahuan yang terkoordinasi mengenai pokok pemikiran tertentu. Pendekatan perilaku (behavioral
approach) muncul dalam dekade 1950-an. Namun 10 tahun kemudia banyak pula yang megkritik
pendekatan tersebut. Dan muncullah kelompok pasca-perilaku. Dalam perkembangan selanjutnya
muncul pendapat bahwa pendapat behavioralis, dalam usaha meneliti perilaku manusia, terlalu
meremehkan negara beserta lembaga-lembaganya padahal pentingnya lembaga-lembaga itu tidak
dapat dinafikan.

Berkat timbulnya pendekatan perilaku, berkembang beberapa analisis yang mengajukan


rumusan-rumusan baru tentang kedudukan nilai-nilai dalam penelitian politik serta satuan-satuan
kehendak yang diamati.

Perbedaan Antara Kaum Tradisionalis dan Behavioralis

Tradisionalis menekankan Behavioralis menekankan

Nilai dan norma Fakta

Ilmu terapan Penelitian empiris


Historis-yuridis Sosiologis-psikologis

Tidak kuantitatif Kuantitatif

Reaksi pasca-behavioralis terutama ditujukan pada usaha untuk mengubah penelitian dan pendidikan
ilmu politik menjadi ilmu pengetahuan yang murni, sesuai pola ilmu eksak. Hal 8-13

3. Definisi Ilmu Politik

Ilmu politik adalah ilmu yang mempelajari politik atau kepolitikan. Politik adalah usaha mencapai
kehidupan yang baik. Politik menjadi sangat penting karena sejak dahulu kala masyarakat mengatur
kehidupan kolektf dengan baik mengingat masyarakat sering menghadapi terbatasnya summber daya
alam, atau perlu dicari satu cara distribusi sumber agar semua warga merasa bahagia dan puas. Usaha
itu dpat dilakukan dengan berbagai cara meskipun bertentangan satu dengan yang lainnya.
Kesimpulannya, bahwa politik dalam suatu negara berkaitan dengan masalah kekuasaan, pengambilan
keputusan, kebijakan publik, dan alokasi atau distribusi. Konsep- konsep pokok politik: negara,
kekuasaan, pengambian keputusan, kebijakan, pembagian atau alokasi. Hal 8-17

 Negara

Negara adalah suatu organisasi dalam suatu wilayah yang memiliki kekuasaan tertinggi yang sah dan
ditaati oleh rakyatnya.

 Kekuasaan

Kekuasaan adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi suatu kelompok untuk mempengaruhi
perilaku seseorang atau kelomppok lain, sesuai dengan keinginan para pelaku.

 Pengambilan Keputusan

Keputusan adalah hasi dari membuat pilihan di antara beberapa alternatif, sedangan istilah
pengambilan keputusan menunjuk pada proses yang terjad sampa keputusan itu tercapai.

 Kebijakan Umum

Kebijakan adalah suatu kumpulan keputusan yang diambil olehseorang pelaku atau kelompok politik,
dalam usaha memilih tujuan dan cara untuk mencapai tujuan itu. Tujuan yang dicapai melalui usaha
bersama, dan perlu rencana-rencana yang mengikat, yang dituang dalam kebijakan oleh pihak yang
berwenang, dalam hal ini pemerintah.

 Pembagian atau Alokasi

Pembagian dan alokasi ialah pembagian dan penjatahan nilai-niai dalam masyarakat. Sarjana
menekankan bahwa pilitik adalah membagikan dan mengalokasikan nilai-nilai secara mengikat. Nilai ini
dapat bersifat abstrak atau bisa juga bersifat konkret. Hal 13-21

4. Bidang-Bidang Ilmu Politik

1) Teori politik
a. Teori politik
b. Sejarah perkembangan de-ide politik
2) Lembaga-lembaga politk
a. Undang-undang dasar
b. Pemerintah nasional
c. Pemerintah daerah dan lokal
d. Fungsi ekonomi dan sosial dari pemerintah
e. Perbandingan lembaga-lembaga poitik
3) Partai-partai, golongan-golongan, dan pendapat umum
a. Partai-partai politik
b. Golongan-golongan dan asosiasi-asosiasi
c. Partisipasi warga negara dalam pemerintah dan administrasi
d. Pendapat umum
4) Hubungan internasional
a. Politik internasional
b. Organisasi-organisasi dan adminstrasi internasional
c. Hukum internasional
Hal 22-25

5. Hubungan Ilmu Politik dengan Ilmu Pengetahuan Lain

 Sejarah

Sejarah merupakan alat penting bagi ilmu politik, oleh karena penyumbang bahan, yaitu data dan fakta
dari masa lampau untuk diolah lebih lanjut. Untuk kita di Indonesia mempelajari sejarah dunia dan
sejarah Indonesia khususnya merupakan suatu keharusan. Sejarah dipelajari untuk diambil pelajarannya
agar kita tidak terjebak dalam masalah-masalah yang sama.

 Filsafat

Filsafat adalah usaha untuk secara rasional dan sistematis mencari pemecahan atau jawaban atas
persoalan-persoalan yang menyangkut alam semesta dan kehidupan manusia. Filsafat menyagkut
kehidupan politik terutama mengenai sifat hakiki, asal mula, dan nilai dari negara. Dalam pandangan
filsuf Yunani Kuno, filsafat poitik juga mencakup dan erat hubungannya dengan moral filosofis atau
etika. Filsafat politik juga membahas masalah politik dengan berpedoman pada suatu sistem nilai dan
norma tertentu.

 Hubungan ilmu politik denan ilmu-ilmu sosial lain

 Sosiologi
Sosiologi membantu sarjana politik dalam memahami latar belakang, susunan dan pola kehidupan sosial
dari berbagai golongan dan kelompok masyarakat. Mengenai masalah perubahan dan pembaruan,
sosiologi menyumbang pengertian akan adanya perubahan dan pembaruan dalam masyarakat. Baik
politik ataupun sosiologi mempelajari negara. Sosiologi menganggap negara sebagai salah satu lembaga
pengendalian sosial. Sedangkan ilmu politik menganggap negara merupakan objek penelitian pokok.

 Antropologi
Antropologi menyumbang pengertian dan teori tetang kedudukan serta peran berbagai satuan sosial-
budaya yang lebih kecil dan sederhana. Antropologi juga mempengaruhi dalam bidang metodelogi
penelitian ilmu politik.
 Ilmu Ekonomi
Ilmu ekonomi dikenal sebagai ilmu sosila yang sangat planning-oriented, pengaruhnya meluas pada
politik. Dengan pesatnya perkembangan ilmu ekonomi modern, khususya ekonomi internasional,
kerjasama antar ilmu politik dengan ilmu ekonomi makin dibutuhkan untuk menganalisis siasat-siasat
pembangunan sosial.

 Psikologi sosial
Psikologi sosial adalah pengkhususan psikologi yang mempelajari hbungan timbal balik antara manusia
dengan masyarakat, khususnya faktor yang mendorong manusia untuk berperan dalam ikatan kelompok
atau golongan. Bidang psikologi umumnya memusatkan perhatian pada kehidupan perorangan. Analisis
sosial politik secara makro dapat diisi dan diperkuat dengan analisis bersifat mikro.

 Geografi
Faktor-faktor yang berdasarkan geografi, seperti perbatasan strategis, desakan penduduk, daerah
pengaruh juga mempengaruhi politik. Geografi mempengaruhi karakter dan kehidupan nasional dari
rakyat.

 Ilmu hukum
Mengatur dan melaksanakan undang-undang adalah kewajiban negara. Jika ahli hukum melihat negara
semata-mata sebagai lembaga atau organisasi hukum, maka seorang ahli ilmu politik memandang
negara sebagai asosiasi atau sekelompok manusia yang bertindak untuk mencapai tujuan bersama.
Mengenai perbedaan antara impu politik dan ilmu negara, Herman Heller teah menyimpulkan beberapa
pendapat dalam Encyclopaedia of the Social Science.
Hal 25-38
BAB II

KONSEP-KONSEP POLITIK

1. Teori Politik

Teori adalah generalisasi yang abstrak mengenai beberapa fenomena. Dalam menyusun generalisasi,
teori selalu menggunakan konsep-konsep. Konsep aalah abstrak dari atau mencerminkan ppersepsi-
persepsi mengenai realitas, atas dasar kosep atau seperangkat konsep dapat disusun atau dirumuskan
generalisasi. Generalisasi adalah proses melalui mana suatu observasi mengenai satu fenomena tertentu
berkembang menjadi suatu observasi mengenai lebih dari satu fenomena. Teori politik adalah bahasan
dan generalisasi dari fenomena yang bersifat politik. Ada teori non-valutional adapula teori
valuanational. Berikut beberapa teori-teori politik:

a) Filsafat politik
Pokok pikiran dari filsafat politik adalah bahwa menyangkut alam semesta, seperti metafisika
dan epistemologi harus dipecahkan dulu sebelum persoalan-persoalan politik yang kita alami
sehari-hari dapat ditanggulangi.
b) Teori politik sistematis
c) Teori politik sistematis tidak menjelaskan asal usul atau caralahirnya norma-norma, tetapi hanya
mencoba untuk merealisasikan norma-norma itu dalam suatu program politik.
d) Ideologi politik
Adalah himpunan nilai-nilai, ide-ide atau norma-norma,kepercayaan atau keyakinan yang dimiliki
seseorang atau sekelompok orang atas dasar mana ia menentukan sikapknya terhadap kejadian dan
problematika politik yang dihadapinya dan menentukan peerilaku politiknya. Ideologi, berbeda dengan
filsafat yang sifatnya meranung-renung, mempunyai tujuan untuk menggerakkan kegiatan dan aksi. Hal
43-45

2. Masyarakat

Masyaarakat adalah keseluruhan antara hubungan-hubungan antar manusia. Manusia


mempunyai naluri untuk hidup sebagai anggota kelompok. Di dalam kehidupan beerkelompok dan
falam hubungannya dengan manusia lainya, pada dasarnya manusia menginginkan beberapa nilai.
Dengan adanya nilai dan kebutuhan yang harus dilayani itu, maka manusia menjadi beberapa anggota
dari beberapa keompok. Hal 46-47

3. Negara

Negara adalah aorganisasi yang dalam suatu wilayah dapat memaksakan kekuasaanya secara sah
terhadap semua golongan kekuasaan lainya dan menetapkan tujuan dai kehidupan bersama itu. Dalam
rangka ini ada 2 tugas pokok yaitu: mengendalikan dan mengatur gejala gejala sosial yang asosial serta
mengorganisir dan mengintegrasikan kegiatan manusia dan golongan-golongan kearah tercapainya
tujuan dari masyarakat keseluruhannya.

 Definisi Mengenai Negara


Negara adalah suatu daerah teritorial yang rakyatnya diperintah oleh sejumlah pejabat yang berhasil
menuntut dari warga negaranya ketaatan pada peraturan perundang-undangannya melalui penguasaan
monopolis terhadap kekuasaan yang sah.
 Sifat-Sifat Negara
Setiap negara umumnya mempunyai sifat-sifat berikut:
a) Sifat memaksa. Dalam arti mempunyai kekuasaan untuk memakai kekerasan fisik secara legal.
b) Sifat memonopoli. Negara mempunyai monopoli dalam menetapkan tujuan bersama dari
masyarakat.
c) Sifat mencakup semua. Semua peraturan perundang-undangan berlaku untuk semua orang tanp
terkecuali.

 Unsur-Unsur Negara
a) Wilayah. Kekuasaan negara mencakup seluruh wilayah, tidak hanya tanah tetapi juga laut di
sekelilingnya dan angkasa di atasnya.
b) Penduduk. Semua negara pasti memiliki penduduk dan kekuasaan negara menjangkau semua
penduduk di dalam wilayahnya.
c) Pemerintah. Setiap negara mempunyai organisasi yang berwenang untuk memutuskan dan
merumuskan dan melaksanakan keputusan-keputusan yang mengikat bagi seluruh penduduk di
dalamnya.
d) Kedaulatan. Adalah kekuasaan tertinggi untuk membuat undang-undang dan melaksanakannya
dengan segala cara yang tersedia.

 Tujuan dan Fungsi Negara


Tujuan negara Republik Indonesia tencantum dalam Undang-Undang Dasar 1945.
Beberapa fungsi mutlak negara:
 Melaksanakan penertiban
 Mengusahakan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat
 Pertahanan
 Menegakkan keadilan

 Istilah Negara dan Istilah Sistem Politik


Pada dasarnya konsep sistem politik dipakai untuk keperluan analisa, dimana suatu sistem bersifat
abstrak pula. Umumnya dalam sistem politik terdaat 4 variabel:
 Kekuasaan
 Kepentingan
 Kebijaksanaan
 Budaya politik

4. Konsep Kekuasaan
Kekuasaan adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi suatu kelompok untuk mempengaruhi
perilaku seseorang atau kelomppok lain, sesuai dengan keinginan para pelaku. Sumber kekuasaan dapat
berupa kedudukan, kekayaan, atau kepercayaan. Ada beberapa istilah mengenai kekuasaan. Seperti
legitimasi dan otoritas atau wewenang. Wewenang adalah kekuasaan yang bersifat formal. Legitimasi
seiring juga disebut keabsahan, yakni keyakinan anggota-anggota masyarakat bahwa wewenang yang
ada pada seseorang, kelompok atau penguasa adalah wajar dan patut dihormati. Konsep yang selalu
dibahas dengan kekuasaan adalah pengaruh. Ada yang mengatakan bahwa kekuasaan dan pengaruh
adalah dua konsep yang berbeda.
BAB III

BERBAGAI PENDEKATAN DALAM ILMU POLITIK

1. Pengantar

Mengamati kegiatan poitik dapat dilakukan dengan berbagai cara, tergantung perspektif atau kerangka
acuan yang kita pakai. Istilah pendekatan mencakup standar atau tolak ukur yang dipakai untuk memilih
masaah, menentukan data mana yang akan diteiti dan data mana yang akan dikesampingkan. H. 71

2. Pendekatan

a) Pendekatan Legal/Institusional

Disebut juga pendekatan tradiional yang berkembang pada abad 19 sebelum perang dunia II.
Pendekatan tradisional ni mencakup unsur legal maupun unsur institusional. Peneliti tradisional tidak
mengkaji apakah lembaga itu memang terbetuk dan berfungsi seperti yang dirumuskan didalam naskah
resmi dsb. Pendekatan tradisional lebih sering bersifat normatif dengan mengasumsikan norma
demokrasi barat. Pendekatan ini cenderung untuk mendesak konsep kekuasaan dari kedudukan sebagai
suatu faktor penentu.

b) Pendekatan Perilaku

Salah satu pemikirannya adalah tidak ada gunanya membahas lembaga formal, karena tidak banyak
memberi informasi tentang proses politik sebenarnya. Mereka pada umumnya meneliti tidak hanya
pada perilaku dan kegiatan manusia, melainkan juga orientasnya terhadap kegiatan tertentu.
Pendekatan perilaku menampilkan ciri khas revousioner yaitu suatu orientasi kuat untuk lebih
mengilmiahkan politik. Ada lagi cirinya, pandangan bahwa masyarakat dapat dilihat sebagai suatu sistem
sosial dan negara sebagai suatu sistem politik yang menjadi subsistem dari sistem nasional.

Perbedaan istilah “state” dan “negara”

Political system State Negara

Function power Kekuasaan, kewibawaan

Roles office Jabatan

Structure institution Institusi (lembaga)

Political culture Public opinion Budaya politik, opini publik

Poitical socialization Citizenship structure Sosialisasi politik

Ada yang mengkritik pendekatan perilaku tidak mempunyai relevansi dengan realitas politik dan terlalu
banyak memusatkan perhatian pada masalah yang kurang penting. Pada tahun 1960 juga ada
pertentangan dari kaum behavioralis sendiri.

c) pendekatan Neo-Marxis
kebanyakan kalangan Neo-marxis berasal dari kalangan borjuis yang cendikiawan. Disatu pihak mereka
menolak komunisme dari Uni Soviet, tetapi mereka juga tidak setuju dengan aspek dari masyarakat
kapitalis di mana mereka berada. Salah satu kelemahan pemikiran Neo-Marxis adalah bahwa mereka
mempelajari Marx dalam keadaan dunia yang sudah banyak berubah. Fokus analisis Neo-Marxis adalah
kekuasaan serta konflik yang terjadi dalam negara. Bagi mereka, konflik antarkelas merupakan proses
dialektis paling penting dalam mendorong perkembangan masyarakat dan semua gejala politik harus
dilihat dalam rangka koflik antar kelas ini.

d) Teori Ketergantungan (Dependency Theory)

Adalah kelompok yang mengkhususkan penelitiannya pada hubungan antara negara Dunia Pertama dan
Dunia Ketiga. Kelompok ini berpendapat bahwa imperialisme masih hidup tetapi dalam bentuk lain yaitu
dominasi ekonomi dari negara kaya terhadap negara yang kurang maju.

e) Pendekatan Pilihan Rasional (Ratonal Choice)

Pengikut ini mencanangkan bahwa mereka telah meningkatkan ilmu politik menjadi ilmu yang benar-
benar science. Inti dari politik menurut mereka adalah individu sebagai aktor terpenting dalam dunia
politik. Optimalisasi kepentingan dan efisiensi merupakan inti dari rational choice. Pendekatan ini sangat
berjasa untuk mendorong usaha kuantifikasi dalam ilmu politik dan mengembangkan sifat empiris yang
dapat dibuktikan kebenarannya.

f) Pendekatan Institusionalisme Baru

Pendekatan institusionalisme muncul karena penyimpangan dari institusionalisme lama. Inti dari
institusionalisme baru dirumuskan oleh Robert E. Goodin. Pendekatan ini menjadi sangat penting bagi
negara yang baru membebaskan diri dari cengkraman suatu reim yang otoriter. Bagi penganutnya, inti
masalahnya adalah bagaimana membentuk istitusi yang dapat menghimpun secara efektif sebanyak
mungkin preferensi dari para aktor untuk menentukan kepentingan kolektif. Perbedaan dengan
istitusionalisme yang lama adalah perhatian institusionalisme yang baru lebih tertuju pada analisis
ekonomi, kebijakan fisikal dan moneter. H. 72-100.
BAB IV
DEMOKRASI

1. Beberapa Konsep Mengenai Demokrasi


Ada banyak konsep mengenai demokrasi, seperti; demokrasi konstitusional demokraasi parlementer
dan lain-lain. Demokrasi yang dianut Indonesia adalah Demokrasi berdasarkan pancasila.

2. Demokrasi Konstitusional

Ciri khasnya adalah gagasan bahwa pemerintah yang demokrats ialah pemerintah yang terbatas
kekuasaannya dan tidak dibenarkan bertindak sewenang-wenangterhadap warga negaranya. Pada
waktu demokrasi konstitusional muncul pada abad ke-19 dianggap bahwa pembatasan atas kekuasaan
negara sebaiknya diselenggarakan dengan satu konstitusi tertulis yang dengan tegas menjamin hak asasi
dari warga negara. Perumusa yuridis ini terkenal dengan istilah Negara Hukum (Rechtsstaat) dan Rule of
law.

Jaminan terhadap hak-hak asasi manusia dianggap paling penting. Negara hanya dapat dilihat
manfaatnya sebagai Penjaga Malam (Nacthwachtersstaat). Tetapi demokrasi tidak merupakan sesuatu
yag statis, setelah perang dunia II, negara teah melepaskan pandangan bahwa peran negara hanya
mengurus kepentingan bersama. H. 107-108.

3. Sejarah Perkembangan

Sistem demokrasi yang ada di negara-kota (city-state) Yunani Kuno merupakan demokrasi langsung.
Dalam negara modern demokrasi tidak berjalan langsung, tetapi demokrasi berdasarkan perwakian.
Dilihat dari sudut pandang Abad Pertengahan (600-1400) menghasilkan suatu dokumen yang penting,
yaitu Magna Charta (Piagam Besar) 1215. Magna Charta merupakan semi koontrak antara beberapa
bangsawan dan Raja John dari Inggris di mana untuk pertama kali seorang raja yang berkkuasa mengikat
diri untuk mengakui dan menamin beberapa hak dan privileges dari bawahannya sebagai imbalan untuk
penyerahan dana bagi keperluan perang dan sebagainya.

Reinassance adalah aliran yang dihidupkan kembali minat kepada kesusastraan dan kebudayaan
Yunani Kuno yang selamaa Abad Pertengahan telah disisihkan.timbul pula gagasan mengenai perlu
adanya kebebasan beragama serta ada garis pemisah yang tegas antara soal agama dan soal
keduniawian khususnya di bidang pemerintahan. Ini dinamakan “pemisah antara gereja dan negara”.
Monarki-monarki absolut ini telah muncul pada masa 1500-1700. Raja absolut mengangga dirinya
berhak atas takhtanya berdasarkan konsep Hak Suci Raja (Divine Right of Kings). Pendobrakan terhadap
kedudukan raja-raja absolut ini didasarkan atas suatu teori rasionalistis yang umumnya dikenal sebagai
social contract. Paada hakikatnya teori-teori kontrak sosial merupakan usaha untuk mendobrak dasar
dari pemerintahan absolut dan menetapkan hak-hak politik rakyat. Montesquieu menyusun sistem uang
dapat menjamn hak-hak politik, yang kemudian dikenal dengan Trias Politika. H. 108-111

4. Demokrasi Konstitusional Abad ke-19 Negara Hukum Klasik

Akibat dari keinginan untuk menyelenggarakan hak-hak politik secara efektif maka timbulah cara untuk
membatasi kekuasaan pemerintah dengan suatu konstitusi. Dalam gagasan konstitusionalisme undang-
undang dasar dipandang sebagai suatu lembaga yag mempunyai fungsi khusus, yaitu menentukan dan
membatasi kekuasaan pemerintah di satu pihak, dan di pihak lain menjamin hak asasi warga negaranya.
Negara dianggap penjaga malam yang sempit ruang geraknya, tidak hany di bidang politik tetapi di
bidang ekonomi. H. 11-114
5. Demokrasi Konstitusional Abad ke-20: Rule of Law yang Dinamis

Gagasan bahwa pemerintah hanya sebagai penjaga malam lambat laun berubah menjadi gagasan bahwa
pemerintah bertanggung jawab atas kesejahteraan rakyat dan karenanya harus mengatur kehidupan
ekonomi dan sosial. International Commission of Jurists dalam konferensinya memperluas konsep
mengenai Rule of Law yag dinamakan the dynamic aspectscof the rule of law in the modern age. Konsep
dinamis mengenai rule of law dibanding rule of law abad ke-19 sudah jauh berbeda. Untuk
melaksanakan nilai-nilai demokrasi perlu diselenggarakan beberapa lembaga sebagai berikut:

1. Pemerintah yang bertanggung jawab


2. Suatu dewan perwakilan rakyat yang mewakili golongan dan kepentingan masyarakat dan yang
dipilih dengan pemilihan umum yang bebas dan rahasia dan atas dasar sekurangnya dua calon untuk
setiap kursi.
3. Suatu organisasi politik yang mencakup satu atau lebih partai politik.
4. Pers dan media massa yang bebas untuk menyatakan pendapat.
5. Sistem peradilan yang bebas untuk menjamn hak-hak asasi dan mempertahankan keadilan. H. 114-
120

6. Perkembangan Demokrasi di Asia: Pakistan dan Indonesia

1) Pakistan

Pada tahun 1947 Pakistan terdiri atas dua bagian, Pakistan Barat dan Pakistan Timur. Pakistan Timur
lebih banyak penduduknya, tetapi mayoritas pegawai negeri. Pakistan Barat lebih pesat lebih maju
ekonominya. Presiden Ayub Khan berpendapat bahwa sistem parlementer kurang cocok untuk Pakistan
yang 80% rakyatnay masih buta huruf. Pada bulan juni 1962 mulai berlaku Demokrasi Dasar di Pakistan.
Selanjutnya dalam undang-undang dasar ditetapkan adanya seorang presiden sebagai Kepala Eksekutif
yang tidak dapat dijatuhkan oleh dewan perwakilan rakyat selama masa jabatan tahun. Ada yang
berpendapat bahwa sistem pemerintahan yang kemudian dianut oleh Pakistan adalah sistem semi-
presidensial. Uud pakistan mengatur bahwa presiden memegang apa yang dinamakan sebagai reserve
power. Sejak tahun 1990 terjadi ketidakstabilan politik di Pakistan di mana presiden dan perdana
menteri berkonflik.

2) Indonesia
 Masa Republik Indonesia I (1945-1959): Masa Demokrasi Konstitusional

Sistem parlementer yang berlaku sebulan sesudah kemerdekaan diproklamirkan dan kemudia
diperkuat dalam Undang-Undang Dasar 1949 dan 1950, ternyata kurang cocok untuk indonesia
meskipun dapat berjalan secara memuaskan dalam beberapa negara Asia lain. Persatuan yang dapat
digalang untuk selalu menghadapi musuh bersama menjadi kendor dan tidak dapat dibina menjadi
kekuatan-kekuatan konstruktif sesudah kemerdekaan tercapai. Karena lemahnya benih-benih demokrasi
sistem parlementer memberi peluang untuk dominasi partai-partai politik dan Dewan Perwakilan
Rakyat.

Faktor-faktor semacam ini ditambah dengan tidak adanya anggota-anggota partai-partai yang
tergabung dalam konstituante untuk mencapai konsensus mengenai dasar negara untuk undang-undang
dasar baru, mendorong Ir.Soekarno sebagai presiden untuk mengeluarkan dekrit Presiden 5 Juli yang
menentukan berlakunya kembali Undang-Undang Dasar 1945. Dengan demikian masa demokrasi
berdasarkan sistem parlementer berakhir.
 Masa Republik Indonesia II (1959-1965): Masa Demokrasi Terpimpin

Ciri-ciri periode ini ialah dominasi dari presiden, terbatasnya peranan partai politik, berkembangnya
pengaruh komunis, dan meluasnya peranan ABRI sebagai unsur sosial politik.

 Masa Republik Indonesia III (1965-1998): Masa Demokrasi Pancasila

Landasan formal dari periode ini ialah Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, serta Ketetapan-
Ketetapan MPRS. Di bidang politik, dominasi Presiden Soeharto telah membuat presiden menjadi
penguasa mutlak karena tidak ada satu institusi/lembaga pun yang dapat menjadi pengawas presiden
dan mencegah melakukan penyelewengan kekuasaan.

 Masa Republik Indonesia IV (1998-Sekarang): Masa Reformasi

Tumbangnya Orde Baru membuka peluang terjadinya reformasi politik dan demokratisasi di
Indonesia. Pengalaman Orde Baru mengajarkan kepada bangsa Indonesia bahwa pelanggaran terhadap
demokrasi membawa kehancuran bagi negara dan penderitaan rakyat. Oleh karena itu bangsa Indonesia
bersepakat untuk sekali lagi melakukan demokratisasi, yakni proses pendemokrasian sistem politik
Indonesia sehingga kebebasan rakyat terbentuk,kedaulatan rakyat dapat ditegakkan, dan pengawasan
terhadap lembaga eksekutif dapat dilakukan oleh lembaga wakil rakyat (DPR). H. 127-135
BAB V

KOMUNISME, DEMOKRASI MENURUT TERMINOLOGI KOMUNISME, DAN PERKEMBANGAN POST-


KOMUNISME

1. Ajaran Karl Marx

Karl Marx (1818-1883) dari Jerman berpendapat bahwa masyarakat tidak dapat diperbaiki secara
timbal sulam dan harus diubah secara radikal melalui pendobrakan sendi-sendinya. Menurut Karl max
“semua filsafat hanya menganalisa masyarakat tetapi masalah sebenarnya adalah bagaimana
mengubahnya”. Dari ajaran Hegel, Marx mengambil dau unsur yaitu gagasan mengenai terjadinya
pertentangan antar segi-segi yang berlawanan dan gagasan bahwa semua berkembang terus. Pokok
materialisme dialektis dipakai oleh Marx untuk menganalisa masyarakat mulai dari permuaan zaman
sampai masyarakat di mana Marx berada. Masyarakat komunis yang dicita-citakan Marx merupakan
masyarakat di mana tidak ada kelas sosial, d mana unsur manusia dibedakan dari keterkaitannya kepada
milik pribadi, dan di mana tidak ada eksploitasi, penindasan serta paksaan. H. 139-145

2. Perkembangan Marxisme-Leninisme di Uni Soviet

Beberapa gagasan Lennin ialah: pertama, melihat pentingnya peranan kaum petani dalam
menyelenggarakan revolusi (marx hanya kaum buruh); kedua, melihat peranan suatu partai politik yang
militant untuk memimpin kaum proletar (marx berpendapat kaum proletar akan bangkit sendiri) dan
merumuskan cara-cara merebut kekuasaan; ketiga, melihat imprealisme sebagai gejala yang
memperpanjang hidup kapitalisme (marx berpendapat bahwa kapitalisme pada puncak
perkembangannya akan menemui ajalnya dan diganti oleh komunisme), sehingga kapitalisme sampai
saat ini belum mati. Karangan-karangan Stalin ynag terkenal adalah Dasar-Dasar Leninisme (Foundations
of Leninism, 1924) dan Problema-Problema Leninisme (Problems of Leninism, 1926). Menurut
Khruschev, perang dapat dihindari dan bukan lagi tak terelakkan. Lalu, membuka kemungkinan untuk
hidup berdampingan dengan negara yang berlainana sistem sosialnya. Khruschev digantikan Leonid
Brezhnev pada tahun 1964. Dan brezhnev digantikan oleh Mikhail Gorbachev sejak tahun 1985. Vladimir
Putin terpilih menggantikan Boris Yeltsin sebagai pejabat Presiden sejak tanggal 1 Januari 2000. H. 146-
152

3. Pandangan mengenai Negara dan Demokrasi

Golongan komunis selalu bersikap ambivale terhadap negara. Negara dianggapnya sebagai suatu alat
pemaksa yang akan melenyap sendiri dengan munculnya masyarakat komunis. Dan dikatakan bahwa
negara hanya merupakan suatu lembaga transisi yang dipakai dalam perjuangan untuk menindas lawan-
lawan dengan kekerasan. Demokrasi menurut Lennin: “demokrasi untuk mayoritas dari rakyat dan
penindasan dengan kekerasan terhadap kaum pengisap dan penindas, dengan jalan menyingkirkan
mereka dari demokrasi. Komunisme tidak hanya merupakan sistem politik tetapi juga mencerminkan
suatu gaya hidup yang berdasarkan nilai-nilai tertentu. Yaitu, gagasan monoisme (sebagai lawan dari
pluralisme), kekerasan dipandang sebagai alat yang sah dan harus dipakai untuk mencapai komunisme,
negara merupakan alat untuk mencapai komunisme. H. 152-156

4. Demokrasi Rakyat

Menurut peristilahan komunis, demokrasi rakyat adalah bentuk khusus demokrasi yang memenuhi
fungsi diktator proletar. Menurut Geologi Dimitrov, demokrasi rakyat merupakan arah dalam masa
transisi yang bertugas untuk menjamin peran negara kearah sosalisme.di negara-negara Eropa Timur
secara resmi dapat terdapat sistem multi-partai dengan kedudukan serta peranan partai komunis yang
dominan. Ciri-ciri demokrasi rakyat berbentuk dua: a. Suatu wadah front persatuan yang merupakan
landasan kerja sama dari partai komunis dengan golongan-golongan lainnya dalam penguasa; b.
Penggunaan beberapa lembaga pemerintahan di negara yang lama. Yang menarik untuk dipelajari
adalah mengapa ada negara komunis yang bisa bertahan dan mengapa lebih banyak yang runtuh. H.
157-161

5. Demokrasi Nasional

Pada tahun 1960, dalam pertemuan ke-81 partai komunis di Moskow gagasan Khruscev dirumuskan
secara lebih terperinci dan dicetuskan suatu pola baru yaitu demokrasi nasional yang dianggap suatu
tahapan dalam perkembangan negara demokrasi borjuis menjadi demokrasi rakyat sebagai suatu
dictator proletariat. Pada tahun 1964 disadari bahwa konsep Demokrasi Nasional tidak realistis , karena
beberapa negara yang tadinya dianggap sudah matang terbentuknya Demokrasi Nasional ada yang tidak
memperlihatkan kemajuan ke arah demokrasi rakyat. Stratei Uni Soviet yang menyandarkan diri pada
konsep demokrasi nasional yang dapat disesuaikan menurut keadaan rupanya berhasil. H. 161-164.

6. Kritik terhadap Komunisme dan Runtuhnya Kekuasan Komunis

Kecaman terhadap komunisme dating baik dari kalangan non komunis dan anti komunis maupun dari
dunia komunis itu sendiri. Dari dunia komunis terutama ditujukan kepada unsur pemaksaan dan
kekerasan, kepada pembatasan atas kebebasan-kebebasan politik, seperti menyatakan pendapat, dan
kepada diabaikannya martabat perorangan untuk “kepentingan umum” yang pada hakikatnya
ditentukan dan dirumuskan suatu elit yang kecil. Dari dalam Uni Soviet sendiri terdengar pula suara
kritik dan perbedaan pendapat dari kelompok kecil cendikiawan yang bergerak bidang kesusastraan dan
ilmiah. H. 164-165
BAB VI

UNDANG-UNDANG DASAR

1. Pengantar

Terjemahan dari kata conctituantion dengan kata UUD memang sesuai dengan kebiasaan Orang
Belanda dan Jerman. Sebenarnya ada kesukaran atau kekurangan dengan pemakaian istilah UUD, yakni
kita langsung membayangkan suatu naskah tertulis. Padahal istilah constitution bagi banyak sarjana ilmu
politik merupakan sesuatu yang lebih luas, yaitu keseluruhan dari peraturan-peraturan baik yang
tertulis,maupun yang tidak yang mengatur secara mengikat cara-cara pemerintahan diselenggarakan
dalam suatu masyarakat. H. 169

2. Sifat dan Fungsi Undang-Undang Dasar

Menurut sarjana hukum E.C.S. Wade dalam buku Constitutional Law, UUD adalah: “Naskah yang
memaparkan rangka dan tugas-tugas pokok dari badan-badan pemerintah suatu negara dan
menentukan pokok-pokok cara kerja badan-badan tersebut”. Jadi, pada pokoknya dasar dari setiap
sistem pemerintah diatur dalam suatu UUD. Definisi UUD dari sudut pandang filsafat diberikan oleh
Richard S. Kay seorang ahli yang lebih kontemporer. H. 169-171

3. Konstitusionalisme

Ide pokok dari konstitusionalisme adalah bahwa pemerintah perlu dibatasi kekuasaannya, agar
penyelenggaraannya tidak bersifat sewenang-wenang. Dianggap bahwa suatu UUD adalah jaminan
utama untuk melindungi warga dari perlakuan yang semena-mena. Konsep Rule of Law dan Rechsstaat
merupakan ini dari demokrasi konstitusional. Menurut Walter F. Murphy konstitusionalisme sangat
menjujung tinggi kehormatan dan harga diri manusia sebagai prinsip utamanya. Dalam perkembangan
selanjutnya ketentuan yang ada dalam Magna Charta dirasa perlu dipertegas dan diperluas. Pada tahun
1679 parllemen menerima habeas corpus Act . pada tahun 1689 parlemen menerima Bill of Rights yang
menjamin Habeas Corpus dan menetapkan beberapa hak bagi rakyat. Bill of right diproklamirkan paada
tahun 1778. Di Amerika pada tahun 1776 disumuskan pula Declaration of Independence yang
merupakan tulang punggung hak kebebasan individu. H. 171-177

4. Ciri-ciri Undang-Undang Dasar

Walaupun UUD satu Negara berbeda dengan negara lain, kalau diperhatikan secara cermat ada
ciri-ciri yang sama, yaitu biasanya memuat ketentuan-ketentuan mengenai soal-soal sebagai berikut:

 Organisasi Negara
 Hak-hak asasi manusia
 Prosedur mengubah UUD (amandemen)
 Adakalanya memuat larangan untuk mengubah sifat tertentu dari UUD.
 Merupakan aturan hukum yang tertinggi yang mengikat semua warga negara dan lembaga
negara tanpa terkecuali. Mukadimah undang-undang dasar sering memuat cita-cita rakyat dan
asas-asas ideologi negara. H. 177-179

5. Undang-Undang Dasar dan Konvensi


Konvensi adalah aturan perilaku kenegaraan yang didasarkan tidak pada undang-undang
melainkan pada kebiasaan-kebiasaan ketatanegaraan dan presiden. Konvensi hanya bisa dipakai jika
sebelumnya ada sejarah praktiknya. Untuk dapat mengerti sungguh-sungguh mengenai arti dan maksud
UUD suatu negara, perlu dipelajari juga bagaimana terjadinya naskah itu, dan dalam suasana apakah
naskah UUD itu dibuat. Dengan demikian dapatlah kita lebih mengerti maksud suatu UUD serta aliran
pikiran yang mendasarinya. H. 179-180

6. Pergantian Undang-Undang Dasar

pergantian undang-undang terjadi jika undang-undang yang ada dianggap tidak lagi
mencerminkan konstelasi politik atau tidak lagi memenuhi harapan dan aspirasi rakyat. Di negara-
negara komunis pergantian UUD mencerrminkan tercapainya tahap tertentu dalam perjuangan
mencapai masyarakat komunis. Lazimnya memang setiap pergantian UUD mencerminkan anggapan
bahwa perubahan konstitusional yang dihadapi begitu fundamental, sehingga mengadakan amandemen
saja terhadap UUD yang sedang berlaku dianggap tidak memadai. H. 181-182

7. Perubahan Undang-Undang Dasar (Amandemen)

Selain pergantian secara menyeluruh, tidak jarang pula negara mengadakan perubahan
sebagian dari UUD-nya. Perubahan ini dinamakan amandemen. UUD biasanya memuat prosedur untuk
menampung hasrat melakukan perubahan parsial tersebut. Pada umumnya dianggap bahwa suatu UUD
tidak boleh terlalu mudah diubah, oleh karena hal itu akan merendahkan arti simbolis UUD itu sendiri. Di
lain pihak hendaknya jangan pula terlalu sukar untuk mengadakan amandemen, supaya mencegah
generasi mendatang merasa terlalu terkekang dan karenanya bertindak di luar UUD. Umumnya
prosedur amandemen disetiap negara yaitu: 1. Melalui sidang badan legislatif; 2. Referendum atau
plebisit; 3. Negara-negara bagian dalam negara federasi; 4. Musyawarah khusus. H. 182-183

8. Supremasi Undang-Undang Dasar

Karena dibuat secara istimewa, maka UUD dapat dianggap sesuatu yang luhur. Ditinjau dari
sudut politis, dapat dikatakan bahwa undang-undang dasar sifatnya lebih sempurna dan lebih tinggi
daripada undang-undang biasa. H. 184-185

9. Undang-Undang Dasar Tidak Tertulis dan Undang-Undang Dasar Tertulis

 Undang-Undang Dasar Tidak Tertulis

Salah satu UUD yang dewasa ini dianggap tak tertulis ialah UUD inggris. UUD ini disebut tak
tertulis karena tidak merupakan satu naskah, tetapi jika diselidiki benar-benar, ternyata bahwa sebagian
terbesar UUD inggris itu terdiri atas berbagai bahan tertulis berupa dokumen-dokumen resmi.

 Undang-Undang Dasar Tertulis

Amerika Serikat: UUD Amerika Serikat yang disusun pada tahun 1787 dan diresmikan pada
tahun 1789, merupakan naskah yang tertua di dunia. Hak asasi warga negara tercantum dalam suatu
naskah tersendiri yang dinamakan Bill Of Rights. Di samping itu ada beberapa ketentuan ketatanegraan
yang tidak termuat dalam UUD. Ketentuan-ketentuan konstitusional Amerika Serikat terdapat ppada :
naskah UUD, sejumlah undang-udang, sejumlah keputusan MA berdasarkan hak menguji. H. 186-192

10. Undang-Undang Dasar yang Fleksibel dan Undang-undang Dasar yang Kaku
 Undang-Undang Dasar yang Fleksibel

Selandia Baru: Di Selandia Baru perubahan dari negara federal menjadi negara kesatuan dalam tahun
1876, dilakukan dengan undang-undang biasa; begiyu pula pembubaran Majelis Tinggi dalam tahun
1951. Dalam ketentuang-ketentuan konstitusional Selandia Baru yang berupa naskah dikatakan secara
eksplisit bahwa Parlemen boleh bertindak dengan leluasa termasuk mengubah UUD. Inggris: gaasan
mengenai UUD yang fleksibel berdasarkan konsep supremasi parlemen.

 Undang-Undang Dasar yang Kaku

Kebanyakan UUD menentukan perlunya partisipasi dari beberapa badan lain di samping
Parlemen untuk mengambil keputusan semacam ini. H. 193-194

11. Undang-Undang Dasar Indonesia

Dari sejarah ketatatnegaraan Indonesia diketahui bahwa UUD yang berlaku telah beberapa kali
berganti, yaitu dari UUD 1945, kemudian diganti UUD RIS 1949, lalu berganti lagi dengan UUD
Sementara 1950, dan akhirnya kembali ke UUD 1945. UUD yang kini berlaku itu juga telah mengalami
beberapa amandemen. Rumusan UUD cukup memberikan kerangka konstitusional untuk dipakai dalam
menghadapi masa depan. H. 194-207
BAB VII

HAK-HAK ASASI MANUSIA

1. Pengantar

Seperti diketahui masalah hak asasi manusia serta perlindungan terhadapnya merupakan bagian
penting dari demokrasi. Dengan meluasnya konsep dalam konteks golbalisasi dewasa ini, masalah hak
asasi manusia menjadi isu yang hangat dibicarakan di hampir semua belahan dunia. Sekarang ini kita
membedakan tiga generasi hak asasi.

1) Hak sipil yang sudah lama dikenal dan selalu diasiosiasikan dengan pemikiran di negara-negara Barat
2) Hak ekonomi, sosial, budaya, yang gigih diperjuangkan oleh negara komunis
3) Hak atas perdamaian dan hak atas pembangunan. H. 211-213

2. Perkembangan Hak Asasi Manusia di Eropa


Di Eropa Barat pemikiran mengenai hak asasi berawal dari abad ke-17 dengan timbulnya konsep
Hukum Alam serta hak-hak alam. Akan tetapi, sebenarnya beberapa abad sebelumnya, yaitu pada
Zaman Pertengahan, masalah hak manusia sudah mulai mencuat di Inggris. pada abad ke-17 dan ke-18
pemikiran mengenai hak asasi manusia maju dengan pesat. John Locke mengatakan bahwa “life, liberty
and property” serta “goverment by consent”. H. 213-215

3. Hak Asasi Manusia pada Abad ke-20 dan Awal Abad ke-21

Dalam perkembangan berikutnya terjadi perubahan dalam pemikiran mengenai hak asasi,
antara lain terjadinya depresi besar sekita tahun 1929 hingga 1934, yang melanda sebagian besar dunia.
Presiden Amerika Serikat, Roosevelt pada 1941 mermuskan Emapt Kebebasan, yaitu kebebasan
berbicara dan menyatakan pendapat, kebebasan beragama, kebebasan dari ketakutan, dan kebebasan
dari kemiskinan. Kebetulan sistem ekonomi kapitalis yang berlaku, terutama sesudah Perang Dunia II,
berhasil meningkatkan produksi sehingga membawa kemakmuran bagi rakyat. Di Rusia pada tahun 1917
telah terjadi revolusi menentang kekuasan Tsar.

 Dekalarasi Universal Hak Asasi Manusia (1948)

Deklarasi Universal dimaksud dengan pedoman sekaligus standar minimum yang dicita-citakan
oleh seluruh umat manusia. Maka dari itu berbagai hak dan kebebasan dirumuskan secara sangat luas,
seolah-olah bebas tanpa batas. Pada 1948 Universal Declaration of Human Rghts diterima 48 negara.

 Dua Kovenan Internasional

Ditentukan pula bahwa setiap hak akan dijabarkan, dan prosedur serta aparatur pelaksanaan
dan pengawasan dirumuskan secra rinci. Juga diputuskan untuk menyusun dua perjanjian (kovenan)
yakni, yang pertama mencakup hak politik dan sipil, dan yang kedua meliputi hak ekonomi, sosial, dan
budaya. Dengan demikian, setiap negara memperoleh kesempatan memilih salah satu atau kedua-
duanya.

 Perdebatan dalam Forum PBB

Salah satu kesukaran adalah perbedaan sifat antara hak politik dan hak ekonomi, yang kadang-
kadang menuju ke suatu ‘ketegangan’ antara dua jenis hak asasi ini. Perbedaan lain ialah, jika pelaksaan
hak politik memerlukan dibatasinya peran pemerintah, maka untuk melaksanakan hak ekonomi tidak
cuckup hanya melalui perundang-undangan saja. Pada hakikatnya, konvenan hanya merumuskan
kewajiban bagi negara masing-masing untuk mengikat kesejahteraan rakyatnya, dan tidak dimaksudkan
untuk mengadakan sanksi.

 Pembatasan dan Konsep Non-Derogable

Pelaksanaan beberapa hak politik secara khusus diberi pembatasan yaitu perundang-undangan
yang menyangkut ketertiban dan keamanan nasional dalam negara masing-masing. Hak atas kebebasan
mempunyai dan mengeluarkan pendapat dinyatakan terbatas oleh undang-undang nasional yang
berlaku untuk a) menghormati hak dan nama baik orang lain, dan b) untuk menjaga keamanan nasional
atau ketertiban umum atau kesehatan atau kesusilaan umum (pasal 19).

 Masalah Ratifikasi

Meratifikasi suatu perjanjian berarti bahwa negara yang bersangkutan mengikat diri untuk
melaksanakan ketentuan-ketentuan perjanjian dan bahwa ketentuan0ketentuan itu menjadi bagian dari
hukum nasionalnya.

 Hak dan Kewajiban

Dalam bagian sebelumnya mengenai hak asasi, telah diuraikan bahwa dalam pasal 29 dan
Deklarasi Hak Asasi Manusia maupun dalam beberapa pasal Kovenan Hak Sipil dan Politik, mengenai hak
mengeluarkan pendapat telah juga disebutkan bahwa di samping hak juga ada kewajiban terhadap
masyarakat, terutama untuk mematuhi undang-undang yang mengatur keamanan dan kesusilaan
masyarakat. H. 213-232

4. Peran Negara-Negara Dunia Ketiga

Pada dasawarsa 1980-an, berkat usaha Dunia Krtiga dicanangkan “generasi ketiga hak asasi”,
yaitu hak atas perdamaian dan hak atas pembangunan.

 African (Banjul) Charter on Human and People


 Cairo declaration on Human Right in Islam

Berisi hak untuk hidup, hak untuk memperoleh keadilan, hak persamaan, kewajiban untuk
memenuhi apa yang sesuai dengan hukum serta hak untuk tidak patuh kepada apa yang tidak sesuai
dengan hukum, hak kebebasan, hak kebebasan kepercayaan, hak untuk menyatakan kebenaran, hak
mendapatkan perlindungan terhadap penindasan karna perbedaan agama, hak mendapatkan
kehormatan dan nama baik, hak ekonomi, dan hak untuk memiliki.

 Singapore White Paper on Shared Values (1991)


 Bangkok Declaration
 Vienna Declaration and programer of Action (1993)

5. Hak Asasi pada Awal Abad ke-21

Pada awal abad ke-21 suasana yang melatarbelakangi kampanye internasional untuk
memajukan hak asasi secara global, kadang-kadang dinamakan Revolusi Hak Asasi, telah mengalami
pukulan berat, terutama sesudah Peristiwa 11 September 2011 di New York, perang terhadap
Afganistan, dan invasi tentara koalisi Amerika Serikat dan Inggis terhadap Irak. H. 245-246
6. Hak Asasi Manusia di Indonesia

Hak asasi manusia di Indonesia dibagi beberapa masa: masa demokrasi parlementer; masa
demokrasi terpimpin; masa demokrasi pancasila; masa reformasi. Ada pula hak asasi perempuan serta
amandemen II UUD 1945. Hak asasi manusia di Indonesia telah mengalami pasang surut. Sesudah dua
periode represi (rezim Soekarno dan Soeharto), reformasi berusaha memajukan hak asasi. Akan tetapi
dalam kenyataannya harus menghadapi tidak hanya pelanggaran hak secara vertikal, tetapi juga
horisontal. Pelaksanaan hak politik mengalami kemajuan, tetapi pelaksanaan hak ekonomi masih belum
dilaksanakan secara memuaskan. H. 246-243
BAB VIII

PEMBAGIAN KEKUASAAN NEGARA SECARA VERTIKAL DAN HORIZONTAL

1. Pengantar

a) Secara vertikal : yaitu pembagian kekuasaan menurut tingkatnya dan dalam hal ini yang
dimaksud ialah pembagian kekuasaan antara beberapa tingkat pemerintahan
b) Secara horizintal : yaitu pembagian kekuasaan menurut fungsinya secara horizontal. Pembagian
ini menunjukkan pembedaan antara fungsi-fungsi pemerintahan yang bersifta legislatif,
eksekutif, dan yudikatif yang lebih dikenal sebagai Trias Politika atau pembagian kekuasaan. H.
267
2. Perbandingan Konfederasi, Negara Kesatuan, dan Negara Federal
 Konfederasi (L.Oppenheim) : Konfederasi terdiri dari beberapa negara yang berdaulat penuh
yang untuk memperthankan kemerdekaan ekstern dan intern, bersatu atas dasar perjanjian
internasional yang diakui dengan menyelenggarakan beberapa alat perlengkapan tersendiri
yang mempunyai kekuasaan tertentu terhadap anggota konfederasi, tetapi tidak terhadap
warga negara negara-negara itu.
 Negara Kesatuan (C.F.Strong) : Negara kesatuan ialah bentuk negara di mana wewenang
legislatif tertinggi dipusatkan dalam satu badan legislatif nasional/pusat. Kekuasaan terletak
pada pemerintah pusat dan tidak pada pemerintah daerah.
 Negara Federal (C.F.Strong) : Salah satu ciri negara federal ialah bahwa ia mencoba
menyesuaikan dua konsep yang sebenarnya bertentangan, yaitu kedaulatan negara federal
dalam keseluruhannya dan kedaulatan negara bagian. Penyelenggaraan kedaulatan ke luar dari
negara-negara bagian diserahkan sama sekali kepada pemerintah federal, sedangkan kedaulatan
ke dalam dibatasi. H. 267- 275

3. Beberapa Contoh Integrasi dalam Sejarah

Amerika : Dalam abad ke-18 ada 13 negara yang berdaulat; kemudian bersekutu dalam perang
melawan inggris, dan dalam tahun 1781-1789 mengadakan konfederasi; mulai tahun 1789 merupakan
negara federal. H. 276

4. Beberapa Macam Negara Federal

Boleh dikatakan bahwa tidak ada dua negara federal yang sama. Menurut C.F.Strong,
perbedaan-perbedaan itu terdapat dalam dua hal:

 Cara bagaimana kekuasaan dibagi antara pemerintah federal dan pemerintah negara-negara
bagian.
 Badan mana yang mempunyai wewenang untuk menyelesaikan perselisihan yang timbul antara
pemerintah federal dan pemerintah negara-negara bagian. Negara federal seperti Amerika
Serikat dan Uni Soviet. H. 276-80

5. Perkembangan Konsep Trias Politika: Pemisahan Kekuasaan Menjadi Pembagian Kekuasaan


Trias Politika adalah anggapan bahwa kekuasaan negara terdiri atas tiga macam kekuasaan.
Trias Politika adalah suatu prinsip normatif bahwa kekuasaan-kekuasaan ini sebaiknya tidak diserahkan
kepada orang yang sama untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan oleh pihak yang berkuasa.
Pemerintah juga berkecimpung di bidang yudikatif ( misalnya di Indonesia dalam sengketa
perumahan, dalam konflik-konflik pajak). Begitu pula dalam menfsirkan undang-undang, pemerintah
juga “membuat” undang-undang. Oleh karena keadaan yang tersebut di atas, maka ada kecenderungan
untuk menfasirkan Trias Politika tidak lagi sebagai “pemisahan kekuasaan”, tetapi sebagai “Pembagian
Kekuasaan”.
Di Indonesia tidak menganut paham separation of power tetapi division of power. H. 281-291
BAB IX

BADAN EKSEKUTIF, LEGISLATIF, DAN YUDIKATIF

1. Badan Eksekutif

Kekuasaan eksekutif biasanya dipegang oleh badan eksekutif. Di negara-negara demokratis


badan eksekutif biasanya terdiri atas kepala negara seperti raja atau presiden, beserta menteri-
menterinya. Badan eksekutif dalam arti yang luas juga mencakup para pegawai negeri sipil dan militer.
Jumlah anggota badan eksekutif jauh lebih kecil daripada jumlah anggota legislatif, biasanya berjumlah
20 atau 30 orang.

Wewenang Badan Eksekutif :

1) Administratif : kekuasaan untuk melaksanakan undang-undang dan peraturan perundangan


lainnya dan menyelenggrakan administrasi negara.

2) Legislatif : membuat rancangan undang-undang dan membimbingnya dalam badan


perwakilan rakyat sampai menjadi undang-undang.
Adapun beberapa macam badan eksekutif
 Sistem parlementer dengan parliementary executive
 Sistem presidensial dengan fixed executive atau non-parliemantary executive.H. 295-315

2. Badan Legislatif

Badan Legislatif atau Legislature mencerminkan salah satu fungsi badan itu, yaitu legislate, atau
membuat undang-undang. C.F.Strong : Demokrasi adalah suatu sistem pemerintahan yang mayoritas
anggota dewasa dari sutu komunitas politik berpartisipasi atas dasar sistem perwakilan yang menjamin
bahwa pemerintah akhirnya mempertanggungjawabkan tindakan-tindakannya kepada mayoritas
itu.Dengan berkembangnya gagasan bahwa kedaulatan ada di tangan rakyat, maka badan legislatif
menjadi badan yang berhak menyelenggarakan kedaulatan itu dengan jalan menentukan kebijakan
umum dan menuangkannya dalam undang-undang.

Fungsi Badan Legislatif :

Fungsi Legislasi
Funsgi Kontrol
Fungsi Lainnya

3. Badan Yudikatif
Suatu studi mengenai kekuasaan yudikatif sebenarnya lebih bersifat teknis yuridis dan termasuk
bidang ilmu hukum daripada bidang ilmu politik, kecuali di beberapa negara di mana Mahkamah Agung
memainkan peranan politik berdasarkan konsep “judicial review”.

Akan tetapi dari perkembangannya telah kita ketahui bahwa doktrin pemisahan kekuasaan yang
mutlak dan murni tersebut tidak mungkin dipraktikkan di zaman modern karena tugas negara dalam
abad ini sudah demikian kompleksnya, sehingga doktrin itu diartikan sebagai pembagian kekuasaan;
artinya hanya fungsi pokoknya yang dipisahkan, sedangkan selebihnya letiga cabang kekuasaan itu
terjalin satu sama lain.
BAB X

PARTISIPASI POLITIK

1. Sifat dan Definisi Partipasi Politik

Sebagai definisi umum dapat dikatakan bahwa partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau
kelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, antara lain dengan jalan memilih
pimpinan negara, dan secara langsung atau tidak langsung, memengaruhi kebijakan pemerintah.

2. Partsipasi Politik di Negara Demokrasi

Biasanya diadakan pembedaan jenis partisipasi menurut frekuensi dan intensitasnya. Orang
yang mengikuti kegiatan secara tidak intensif, yaitu kegiatan yang tidak banyak menyita waktu dan yang
biasanya tidak berdasarkan prakarsa sendiri ( seperti memberikan suara dalam pemilihan umum) besar
sekali jumlahnya. Sebaliknya, kecil sekali jumlahnya orang yang secara aktif dan sepenuh waktu
melibatkan diri dalam politik.

3. Partisipasi Politik di Negara Otoriter

Di negara-negara otoriter seperti komunis pada masa lampau, partisipasi massa umumnya
diakui keajarannya, karena secara formal kekuasaan ada di tangan rakyat. Akan tetapi tujuan utama
partisipasi massa dalam masa pendek masyarakat adalah merombak masyarakat yang terbelakang
menjadi masyarakat modern, produktif, kuat, dan berideologi kuat.

4. Partisipasi Poliik di Negara Berkembang

Negara-negara berkembang yang non-komunis menunjukkan pengalaman yang berbeda-beda.


Kebanyakan negara baru ini ingin cepat mengadakan pembangunan untuk mengejar
keterbelakangannya, karena dianggap bahwa berhasil-tidaknya pembangunan banyak bergantung pada
partisipasi rakyat.

5. Partisipasi Politik Melalui New Social Movements (NSM) dan Kelompok-Kelompok Kepentingan

Salah satu sebab adalah bahwa orang mulai menyadari bahwa suara satu orang (misalnya dalam
pemilihan umum) sangat kecil pengaruhnya, terutama di negara-negara yang penduduknya berjumlah
besar. Melalui kegiatan menggabungkan diri dengan orang lain menjadi suatu kelompok, diharapkan
tuntutan mereka akan lebih didengar oleh pemerintah.

6. Beberapa Jenis Kelompok

 Kelompok Anomi : Kelompok-kelompok ini tidak mempunyai organisasi, tetapi


individu-individu yang terlibat merasa mempunyai perasaan frustrasi dan ketidakpuasan
yang sama.
 Kelompok Nonasosional : Kelompok kepentingan ini tumbuh berdasarkan rasa solidaritas
pada sanak saudara, kerabat, agama, wilayah, kelompok etnis, dan pekerjaaan.
 Kelompok Institusional : Kelompok-kelompok formal yang berada dalam atau bekerja
sama secara erat dengan pemerintah seperti birokrasi dan kelompok militer.
 Kelompok Asosiasional : Terdiri atas serikat buruh, kamar dagang, asosiasi etnis dan
agama.
 Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di Indonesia : Di indonesia LSM sepada dengan NSM
serta kelompok kepentingannya, dan dalam banyak hal terinspirasi oleh koleganya dari luar
negeri. Ideologi serta cara kerjanya pun banyak miripnya. Umumnya LSM lahir sebqagai
cerminan dari kebangkitan kesadaran golongan masyarakat menengah terhadap kemiskinan
dan ketidakadilan sosial.
BAB XI

PARTAI POLITIK

1. Pengantar

Partai politik merupakan sarana bagi warga negara untuk turut serta atau berpartisipasi dalam
proses pengelolaan negara. Dewasa ini partai politik sudah sangat akrab di lingkungan kita.

2. Sejarah Perkembangan Partai Politik

Partai politik pertama-tama lahir di negara-negara Eropa Barat. Pada awal perkembangannya,
pada akhir dekade 18-an di negara-negara Barat seperti Inggris dan Prancis, kegiatan politik dipusatkan
pada kelompok-kelompok politik dalam parlemen. Kegiatan ini mula-mula bersifat elitis dan aristokratis,
mempertahankan kepentingan kaum bangsawan terhadap tuntutan-tuntutan raja.

Dengan meluasnya gagasan bahwa rakyat merupakan faktor yang perlu diperhitungkan serta
diikutsertakan dalam proses politik, maka partai politik telah lahir secara spontan dan berkembang
menjadi penghubung antara rakyat di satu pihak dan pemerintah di lain pihak.

3. Definisi Partai Politik

Carl J.Friedrich : Partai politik adalah sekelompok manusia yang terorganisir secara stabil dengan
tujuan merebut atau mempertahankan penguasaan terhadap pemerintah bagi pimpinan partainya
berdasarkan penguasaan ini, memberikan kepada anggota partainya kemanfaatan yang bersifat idiil
serta materiil.

4. Fungsi Partai Politik

Di negara demokrasi partai relatif dapat menjalankan fungsinya sesuai harkatnya pada saat
kelahirannya, yakni menjadi wahana bagia warga negara untuk berpartisipasi dalam pengelolaan
kehidupan bernegara dan memperjuangkan kepentingannya di hadapan penguasa. Sebaliknya di negara
otoriter partai tidak dapat menunjukkan harkatnya, tetapi lebih banyak menjalankan kehendak
penguasa.

5. Klasifikasi Sistem kepartaian

Di atas telah dibahas bermacam-macam jenis partai. Akan tetapi beberapa sarjana menganggap
perlu analisis ini ditambah dengan meneliti perilaku partai-partai sebagai bagian dari suatu sistem, yaitu
bagaimana partai politik berinteraksi satu sama lain dan berinteraksi dengan unsur-unsur lai dari sistem
itu.

Analisis semacam ini dinamakan “sistem kepartaian” pertama kali dibentangkan oleh Maurice
Duverger dalam bukunya Political Parties. Duverger mengadakan klasifikasi menurut tiga kategori, yaitu
sistem partai-tunggal, sistem dwi-partai, dan sistem multi-partai.

6. Benarkah Pengaruh Partai Politik Turun?

Mengapa kemunduran ini terjadi? Ada beberapa sebab yang dapat dikemukakan, anatara lain
partai dan parlemen dianggap tidak lagi mewakili rakyat banyak. Hal itu disebabkan karena kehidupan
politik modern telah menjadi begitu kompleks dengan bertumbuhnya golabalisasi di bidang ekonomi
dan bidang-bidang lainnya, baik nasional maupun internasional. Akibatnya, baik partai maupun
parlemen tidak mampu menyelesaikan beragam masalah.

7. Partai Politik di Indonesia

Di indonesia kita terutama mengenal sistem multi-partai, sekalipun gejala partai-tunggal dan
dwi-partai tidak asing dalam sejarah kita. Sistem yang kemudian berlaku berdasarkan sustem tiga
orsospol dapat dikategorikan sebagai sistem multi-partai dengan dominasi satu partai. Tahun 1998
mulai masa Reformasi, Indonesia kembali ke sistem multi-partai (tanpa dominasi satu partai).

Periode pemerintahan Sistem pemerintahan Sistem partai

1908-1942 Zaman kolonial Sistem multi-partai

1942-1945 Zaman pendudukan Jepang Partai politik dilarang

17 Agustus- 14 Nopember 1945 Sist. Presidensial; UUD 1945 Satu partai PNI

14 Nopember 1945- Agustus Sist. Parlementer; UUD 1945 Sist. Multi-partai


1949

1949-1950 Sist. Parlementer; UUD RIS Sist. Multi-partai

1950-1959 Sist. Parlementer; UUD 1950 Sist. Multi-partai

1959-1965 Demokrasi terpimpin; UUD 1945 10 partai yang diakui

1965-1998 Demokrasi pancasia; UUD 1945 Sist. Multi-partai

21 Mei 1998- sekarang Reformasi ; UUD 1945 yang Sist. Multi-partai


diamandemen
BAB XII

SISTEM PEMILIHAN UMUM

1. Sistem Pemilihan Umum

Dalam ilmu politik dikenal bermacam-macam sistem pemilihan umum dengan berbagai variasinya,
akan tetapi umumnya berkisar pada dua prinsip pokok, yaitu:

a) Single-member Constituency ( satu daerah pemilihan memilih satu wakil; biasanya disebut
Sistem Distrik).
b) Multi-member Constituency ( satu daerah pemilihan memilih beberapa wakil; dinamakan Sistem
Perwakilan Berimbang atau Sistem Proporsional.
Disamping itu ada beberapa varian seperti Block Vote, Alternative Vote, sistem Dua Putaran atau Two-
Round System, Sistem Paralel, Limited Vote, Single Non-Transferable Vote,Mixed member proportional,
dan Single Transferable Vote.
2. Keuntungan dan Kelemahan Kedua Sistem

Keuntungan Sistem Distrik :

1. Sistem ini lebih mendorong ke arah integrasi partai-partai politik karena kursi yang diperebutkan
dalam setiap distrik pemilihan hanya satu.
2. Fragmentasi partai dan kecenderungan membentuk partai baru dapat dibendung.
3. Karena kecilnya distrik, maka wakil yang terpilih dapat dikenal pleh komunitasnya, sehingga
hubungan dengan konstituen lebih erat.
4. Bagi partai besar sistem ini menguntungkan karena melalui distortion effect dapat meraih suara
pemilih lain.
5. Lebih mudah bagi suatu partai untuk mencapai kedudukan mayoritas dalam parlemen.
6. Sistem ini sederhana dan murah untuk diselenggrakan.

Kelemahan Sistem Distrik :

1. Sistem ini kurang memperhatikan kepentingan partai-partai kecil dan golongan minoritas.
2. Sistem ini kurang representatif dalam arti bahwa partai yang calonnya kalah dalam suatu distrik
kehilangan suara yang telah mendukungnya.
3. Sistem distrik dianggap kurang efektif dalam masyarakat yang plural.
4. Ada kemungkiinan si wakil cenderung untuk lebih memperhatikan kepentingan distrik serta
warga distriknya, daripada kepentingan nasional.

Keuntungan Sistem Proporsional :

1. Sistem proporsional dianggap representatif.


2. Sistem proporsioanal dianggap lebih demokratis dalam arti lebih egalitarian karena praktis tanpa
ada distorsi.

Kelemahan sistem Proporsioanal :


1. Sistem ini kurang mendorong partai-partai untuk berintegrasi atau bekerja sama satu sama lain.
2. Sistem ini mempermudah fragmentasi partai.
3. Memberikan kedudukan yang kuat pada pimpinan partai.
4. Wakil yang terpilih kemungkinan renggang ikatannya dengan konstituennya.
5. Karena banyaknya partai yang bersaing, sulit bagi suatu partai untuk meraih mayoritas dalam
parlemen.
3. Gabungan Sistem Distrik dan Sistem Proporsional
Dewasa ini Jerman menggabung kedua sistem dalam pemilihan umumnya. Setengah dari
parlemen dipilih melalui dengan sistem distrik dan setengah lagi dpilih dengan sistem proporsional.
Setiap pemilih mempunyai dua suara; pemilih memilih calon atas dasar sistem distrik ( sebagai suara
pertama ) dan pemilih itu memilih partai atas dasar sistem proporsional ( sebagai suara kedua ). Negara
yang melakukan sistem gabungan adalah swedia, Italia dan Indonesia. H. 472-473

4. Sistem Pemilihan umum di Indonesia

Sejak kemerdekaan hingga tahun 2004 bangsa indonesia telah menyelenggarakan sembilan kali
pemilihan umum, yaitu pemilihan umum : 1955,1971,1977,1982,1987,1992,1997,1999, dan 2004.
Dalam pengalaman sebanyak itu, pemilihan umum 1955 dan 2004 mempunyai kekhususan atau
keistimewaan dibanding dengan yang lain. Semua pemilihan umum tersebut tidak diselenggarakan
dalam situasi yang vacuum, melainkan berlangsung dalam lingkungan yang turut menentukan hasil
pemilihan umum itu sendiri. Dari pemilihan umum-pemilihan umum tersebut juga dapat diketahui
adanya upaya untuk mencari sistem pemilihan umum yang cocok untuk indonesia.

1955 Sistem proporsional.

1971- Sistem propoprsional dengan stelsel daftar tertutup


1999

2004 Unuk pemilu DPD dengan sistem distrik. Untuk pemilu DPR dan DPRD dengan sistem
proporsional dengan stelsel daftar terbuka

Anda mungkin juga menyukai