Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

MONEY POLITIC MENJADI SUMBER


PERMASALAHAN DALAM PRAKTIK
DEMOKRASI INDONESIA
Mata Kuliah : Pendidikan Kewarganegaraan (PPKN)
Dosen Pengampu : Dra. Margaretha Suryaningsih, M.S.

Disusun oleh :
Nadhira Aghnia Ilminada
NIM. 25000119130198

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2019

1
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................................ i


DAFTAR ISI ................................................................................................................. ii

BAB I: PENDAHULUAN ................................................................................................ 1


A. Latar Belakang .......................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................................... 2

BAB II: PEMBAHASAN ................................................................................................. 3


A. Pengertian Money Politic dan Demokrasi ................................................................ 3
B. Bentuk-bentuk Money Politic ................................................................................... 5
C. Strategi Money Politic .............................................................................................. 6
D. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Money Politic ................................. 7
E. Dampak Negatif Money Politic terhadap Demokrasi di Indonesia .......................... 9

BAB III: PENUTUP ......................................................................................................... 16


A. Kesimpulan .............................................................................................................. 16
B. Saran ......................................................................................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

ii
1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Demokrasi merupakan salah satu sistem pemerintahan yang dianggap
modern pada saat ini di dunia. Demokrasi yang mengatasnamakan pemerintahan
dari rakyat untuk rakyat ini cenderung akan menghasilkan keseimbangan dalam
pembagaian kekuasaan. Teori Montesque dalam pembagian Trias Politika menjadi
amatlah mudah dilaksanakan dengan sistem demokrasi. Dengan runtuhnya rezim
orde baru Suharto yang otoriter pada 21 Mei 1998, Indonesia bergerak menuju
sistem politik demokratis yang dicirikan dengan penyelenggaraan pemilihan umum
yang relatif adil dan adanya ruang yang lebih terbuka bagi warga negara yang
memiliki pandangan politik yang berbeda.
Indonesia yang menganut sistem Demokrasi Pancasila menjadi negara
nomor 4 terbesar di dunia yang menganut sistem demokrasi. Indonesia telah banyak
menjadi panutan dalam sistem berdemokrasi. Akan tetapi, demokrasi sangatlah
membutuhan kekuatan finansial dalam menjalankannya, seperti sudah menjadi
rahasia umum dalam menjalankan suatu pesta demokrasi dibutuhan kekuatan
materi yang tidak sedikit, bukan hanya dari setiap peserta pesta demokrasi tersebut,
melainkan juga penyelenggara demokrasi yaitu negara. Tak jarang praktik money
politic terjadi sehingga sangat menciderai esensi dari demokrasi. Money politic kini
tidak hanya terjadi ditingkat pemerintahan pusat, tapi sudah sampai dipelosok
daerah yang jauh dari pusat pemerintahan. Sudah tidak asing lagi, bahkan
pelakunya tidak lagi sembunyi-sembunyi tapi sudah berani terang-terangan untuk
melakukan money politic. Baik lewat sumbangan sarana prasarana, perbaikan jalan,
renovasi sarana sosial, sampai masing-masing individu menerima uang “panas”,
dengan syarat memberikan suaranya pada ajang pemilihan dan pemungutan suara.
Money politic sebagian besar digunakan untuk mendapatkan keuntungan
politik, atau disebut juga dengan politik transaksional. Sulit disangkal bahwa
transisi menuju demokratisasi di Indonesia dapat terhambat oleh yang mungkin
pada awalnya kurang diperhitungkan, seperti money politic. Apabila money politic
tidak dapat dicegah, akan berpotensi menempatkan reformasi pada posisi deadlock,

1
bahkan setback. Dan pada akhirnya mereka yang punya uang saja yang akan
memegang kedaulatan dan mengontrol kekuasaan, jargon-jargon kedaulatan rakyat
akan tereliminasi pada tataran praksis. Tanpa mengurangi arti penting political
financing bagi keberhasilan sebuah partai, money politic bisa menyebabkan parpol
menjadi sebuah lembaga akumulasi modal. Partai menjadi sebuah “jembatan”
untuk mendapatkan akses politik dan kekuasaan, bukan institusi yang mewadahi
kepentingan masyarakat secara luas.
Hal ini bukanlah isapan jempol biasa, pembahasan ini sebagai salah satu
kajian ilmiah yang menerangkan money politic dalam sistem demokrasi Indonesia
beserta bagaimanakah payung hukum Indonesia menjaga marwah Demokrasi agar
tetap menjadi sarana mencetak negarawan yang bijak bagi bangsa Indonesia.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, dapat dirumuskan
masalah sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan politik uang (money politic) dan bagaimana
keterkaitannya dengan Demokrasi Pancasila di Indonesia?
2. Apa saja bentuk-bentuk politik uang (money politic) yang ada?
3. Bagaimana strategi-strategi politik uang (money politic) yang pernah
dilakukan?
4. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya politik uang (money
politic) selama ini?
5. Bagaimana dampak praktik politik uang (money politic) terhadap
demokrasi?

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Money Politic dan Demokrasi


Money Politic dalam bahasa Indonesia adalah suap, arti suap dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia adalah uang sogok. Politik uang adalah pertukaran uang
dengan maksud untuk menentukan posisi seseorang, kebijakan yang akan
dikeluarkan dan keputusan politik yang mengatasnamakan kepentingan rakyat
namun sesungguhnya hanya untuk kepentingan pribadi, kelompok maupun partai
politik. Ada yang mengartikan politik uang dengan upaya mempengaruhi
masyarakat dengan menggunakan imbalan materi atau dapat juga diartikan jual beli
suara pada proses politik dan kekuasaan serta tindakan membagikan uang baik
milik pribadi atau partai untuk mempengaruhi suara pemilih (voters).
Politik uang juga dapat diartikan sebagai upaya mempengaruhi perilaku
orang lain dengan memberikan imbalan tertentu. Ada yang mengartikan politik
uang sebagai tindakan jual beli suara pada proses politik dan kekuasaan. Politik
uang dapat terjadi dalam jangkauan yang luas, dari tingkat paling kecil yaitu
pemilihan kepala desa hingga pemilihan umum (pemilu).
Money politic dengan demikian adalah suatu bentuk pemberian ataupun
janji untuk menyuap seseorang baik agar orang itu tidak menjalankan haknya untuk
memilih maupun supaya ia menjalankan dengan cara tertentu pada saat pemilu,
pemberian biasanya dapat berupa uang dan barang.
Money politic menitikberatkan pada pemberian uang ataupun barang
dengan tujuan untuk menarik simpati para pemilih, dengan adanya beberapa
klasifikasi pemilih sehingga diperlukan untuk menentukan sasaran khalayak yang
kiranya sangat mudah untuk dipengaruhi agar calon kandidat bisa memenangkan
kampanyenya untuk mengambil kekuasaan tersebut.
Demokrasi merupakan pemusatan kekuasaan ditangan rakyat. Menurut
Cholisin demokrasi di Indonesia memegang prinsip Teo Demokratis dimana segala
keputusan dan kebijakkan diatur sepenuhnya untuk kepentingan rakyat namun tidak
melanggar peraturan Tuhan. Inilah perbedaan mendasar dari demokrasi yang khas
di Indonesia dibandingkan dengan demokrasi di negara lainnya. Prinsip Teo

3
Demokratis merupakan hasil demokrasi yang mendasarkan Pancasila terutama sila
pertama yakni Ketuhanan yang Maha Esa.
Demokrasi bukan hanya suatu sistem yang ada dalam suatu pemerintahan,
namun juga suatu proses yang dilakukan untuk menuju kepada kesejahteraan rakyat
dalam negara tersebut. Demokrasi Pancasila yang merupakan demokrasi yang khas
dari bangsa Indonesia sendiri merupakan hasil dari pendiri negara ini yang memiliki
keinginan mulia untuk melepaskan segala kesulitan masyarakat Indonesia. Proses
menuju kesejahteraan tersebutlah yang kadang dalam perjalanannya ada beberapa
negara yang mampu melaksanakannya dengan baik namun tidak jarang juga banyak
negara yang tidak mampu untuk melakukannya.
Dengan adanya demokrasi ini, maka diharapkan akan terwujud
pemerintahan yang kuat mengingat karena pemerintahan ini diciptakan oleh rakyat
itu sendiri. Pemerintahan yang kuat bukaanlah pemerintahan yang diciptakan
daalam bentuk pemerintahan otoriter yang mampu mengarahkan kehendaknya
kepada rakyat, namun pemerintahan yang kuat yang didukung sepenuhnya oleh
rakyat dan tidak ditumpangi oleh kebutuhan pihak lain.
Menurut Georg Sorensen (2003:xiii) menyatakan ada beberapa ciri
pemerintahan yang kuat yakni:
a. Memiliki birokrasi yang effisien dan tidak korup
b. Memiliki birokrasi yang berkemauan dan mampu memberikan prioritas
pada pembangunan ekonomi
c. Memiliki kebijakan yang dirancang dengan baik untuk mencapai tujuan
pembangunan.
Menurut ketiga ciri yang diutarakan Sorensen, Indonesia belum terlihat
memiliki ketiganya. Padahal negara kita merupakan salah satu negara yang
menggunakan sistem demokrasi dalam pemerintahannya.
Adapun yang dimaksud dengan pemilihan umum (pemilu) adalah salah satu
ciri yang harus ada pada negara demokrasi. Dengan demikian pemilu merupakan
sarana yang penting untuk rakyat dalam kehidupan negara, yaitu dengan jalan
memilih wakil-wakilnya yang pada gilirannya akan mengendalikan roda
pemerintahan. Hasil pemilihan umum yang diselenggarakan dalam suasana
keterbukaan dengan kebebasan berpendapat dan berserikat, dianggap

4
mencerminkan dengan agak akurat mencerminkan aspirasi dan partisipasi
masyarakat. Walaupun demikian pemilihan umum bukan satu-satunya tolak ukur
dan disamping itu harus dilengkapi juga dengan pengukuran kegiatan lainnya yang
lebih bersifat berkesinambungan, seperti kegiatan partai, lobbying dan sebagainya.
Politik uang tergolong ke dalam modus korupsi pemilu. Ada empat model
korupsi pemilu yang berhubungan dengan politik uang, yaitu beli suara (vote
buying), beli kandidat (candidacy buying), manipulasi pendanaan kampanye, dan
manipulasi administrasi dan perolehan suara (administrative electoral corruption).
Praktik semacam itu jelas bersifat ilegal dan merupakan kejahatan.

B. Bentuk-bentuk Money Politic


Bentuk-bentuk money politic, diantaranya sebagai berikut :
a. Berbentuk Uang
Dalam masyarakat, uang memang diakui sebagai senjata politik ampuh
yang sangat strategis untuk menaklukkan kekuasaan. Pada dasarnya, uang
merupakan saudara kembar kekuasaan. Uang merupakan faktor penting yang
berguna untuk mendongkrak personal seseorang, sekaligus untuk mengendalikan
wacana strategis terkait dengan sebuah kepentingan politik dan kekuasaan. Dimana
seseorang leluasa mempengaruhi dan memaksakan kepentingan pribadi dan
kelompoknya pada pihak lain melalui berbagai sarana, termasuk uang.
Dalam pemilihan Presiden, uang sangat berperan penting. Modus Money
Politic yang terjadi dan sering dilakukan, antara lain:
1) Sarana Kampanye
Caranya dengan meminta dukungan dari masyarakat melalui penyebaran
brosur, stiker, dan kaos. Setelah selesai acarapun, para pendukung diberi
pengganti uang transport dengan harga yang beragam.
2) Dalam pemilu ada beberapa praktik tindakan Money Politic misalnya:
distribusi sumbangan, baik berupa barang atau uang kepada para kader
partai, penggembira, golongan atau kelompok tertentu. Bantuan
Langsung (Sembako Politik), yaitu pemberian dari calon tertentu untuk
komunitas atau kelompok tertentu. Caranya yaitu dengan mengirimkan
proposal tertentu dengan menyebutkan jenis bantuan dan besaran yang

5
diminta, jika proposal tersebut dikabulkan maka secara otomatis calon
pemilih harus siap memberikan suaranya.
b. Berbentuk Fasilitas Umum
Politik pencitraan dan tebar pesona lazim dilakukan oleh para calon untuk
menarik simpati masyarakat di daerah pemilihannya. Hal ini tidak saja
menguntungkan rakyat secara personal, namun fasilitas dan sarana umum juga
kebagian “berkah”. Politik pencitraan dan tebar pesona melalui “jariyah politis” ini
tidak hanya dilakukan oleh calon-calon yang baru, tetapi juga oleh para calon yang
berniat maju kembali di daerah pemilihannya. Instrumen yang dijadikan alat untuk
menarik simpati masyarakat dengan menyediakan semen, pasir, besi, batu, dan
sebagainya. Fasilitas dan sarana umum yang biasa dijadikan Jariyah Politis, yaitu:
Pembangunan Masjid, Mushalla, Madrasah, jalan-jalan kecil (gang-gang), dan
sebagainya. Sedangkan yang termasuk dari bentuk money politic adalah berupa
uang dengan nominal tertentu dan berupa barang seperti sembako, dalam bentuk
lain bisa juga berupa perbaikan terhadap fasilitas umum, seperti Pembangunan
Masjid, Mushalla, Madrasah, jalan-jalan kecil (gang-gang), dan sebagainya.

C. Strategi Money Politic


Beberapa strategi money politic, diantaranya sebagai berikut :
a. Serangan Fajar
Serangan fajar adalah istilah yang digunakan untuk menyebut bentuk politik
uang dalam rangka membeli suara yang dilakukan oleh satu atau beberapa orang
untuk memenangkan calon yang bakal menduduki posisi sebagai pemimpin politik.
Serangan fajar umumnya menyasar kelompok masyarakat menengah ke bawah dan
kerap terjadi menjelang pelaksanaan pemilihan umum.
b. Mobilisasi Massa
Mobilisasi massa biasa terjadi pada saat kampanye yang melibatkan
penggalangan massa dengan iming-imingan sejumlah uang untuk meramaikan
kampanye yang diadakan oleh partai politik. Penggunaan uang biasanya untuk
biaya transportasi, uang lelah serta uang makan, dengan harapan massa yang datang
pada saat kampanye akan memilihnya kelak. Dalam memobilisasi masa disinilah
money politic ini bermain dengan cara pembelian pengaruh , dengan alat para tokoh

6
masyarakat yang dijadikan sebagai penggalang masa untuk mempengaruhi pemilih
sesuai dengan pesanan kandidat, dalam rangkaian kampanye pun sebagian
masyarakat diberi uang makan dan bayaran untuk mengikuti kampanye akbar.
Bahwasannya dalam Undang-Undang Nomor 10 tahun 2012 yaitu dalam hal
pelaksana kampanye tidak diperkenankan menjanjikan atau memberikan uang atau
materi lainnya sebagai imbalan kepada peserta kampanye secara langsung ataupun
tidak langsung.

D. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Money Politic


1) Sudah Tradisi
Money politic bukanlah nilai-nilai yang diajarkan nenek moyang kita, tapi
money politic seakan sudah mendarah daging dan jadi tradisi terutama bagi
kelompok orang-orang yang banyak uang. Jika menengok dari sejarah, budaya
money politic sudah sering ditemui sejak zaman kolonialisme dulu. Para penjajah
menyuap pejabat-pejabat pribumi untuk mendapatkan apa yang mereka mau.
Kebiasaan buruk itu ternyata ditiru. Parahnya, malah keterusan hingga saat ini.
2) Haus Kejayaan
Manusia bisa saja silau dengan kejayaan mulai dari kekayaan, kekuasaan
bahkan jabatan. Demi mendapatkannya orang-orang rela melakukan apa saja
bahkan menempuh jalan “belakang” jika perlu, yaitu dengan memberikan sesuatu
bisa berupa uang atau benda-benda lain agar niatnya dapat dilaksanakan. Hal paling
sepele dan sering kita temui adalah praktik suap dilakukan oleh para pelanggar lalu
lintas pada polisi yang menangkapnya agar kasusnya tak jatuh ke meja pengadilan.
Contoh lainnya adalah soal mendapatkan kedudukan. Tak jarang para calon kepala
daerah sampai rela mengeluarkan uang banyak untuk membeli suara rakyat. Lalu
jika terus-terusan seperti ini bagaimana demokrasi di Indonesia akan ditegakkan.
3) Lingkungan yang Mendukung
Bukan sebuah rahasia lagi jika praktik money politic mulai dari institusi
kecil sampai ke kalangan pejabat tinggi negara adalah sebuah jaringan yang
terorganisir. Lingkungan yang paling rentan terhadap kasus suap adalah pengadilan,
tentu saja yang menjadi target suap adalah para hakim. Terkadang jika terdakwa
tidak ada inisiatif untuk memberi suap, justru oknum-oknum hakim yang tidak

7
“bersih” malah menawarkan si terdakwa. Bahkan tak jarang ada terdakwa yang
justru takut hukumannya akan tambah berat jika tidak menerima tawaran tersebut.
4) Hukum yang Bisa Dibeli
Hukum di Indonesia adalah hukum yang bisa dibeli dengan uang. Bukan
berarti hukumnya yang salah, tapi oknum-oknum penegaknya yang membuat
hukum jadi tidak mempan bagi orang-orang yang banyak uang. Dengan menyuap
para hakim atau bahkan para penjaga tentara dengan iming-iming sejumlah uang,
maka para terdakwa bisa menikmati hidup mewah bahkan dipenjara sekalipun.
Lebih-lebih masa hukuman dapat dipersingkat dan segera menghirup udara bebas.
5) Kemiskinan
Sebagaimana kita ketahui, angka kemiskinan di Indonesia cukup tinggi.
Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi
kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan
kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan
dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjan. Kondisi miskin
tersebut seperti memaksa dan menekan sebagian masyarakat untuk segera
mendapat uang. Money politic pun menjadi ajang para masyarakat untuk berebut
uang. Mereka yang menerima uang terkadang tidak memikirkan konsekuensi yang
akan diterima yaitu, tindakan suap dan jual beli suara yang jelas melanggar hukum.
Yang terpenting adalah mereka mendapat uang dan dapat memenuhi kebutuhan
hidupnya.
6) Rendahnya Pengetahuan Masyarakat Tentang Politik
Tidak semua orang tahu apa itu politik, bagaimana bentuknya, serta apa
yang ditimbulkan dari politik. Itu semua bisa disebabkan karena tidak ada
pembelajaran tentang politik di sekolah-sekolah ataupun masyarakatnya sendiri
yang memang acuh terhadap politik di Indonesia. Sehingga ketika ada pesta politik,
seperti pemilu, masyarakat tersebut akan bersikap acuh dengan pemilu. Tidak
mengenal partai, tidak masalah. Tidak tahu calon anggota legislatif, tidak masalah.
Bahkan mungkin, tidak ikut pemilu pun tidak masalah. Kondisi seperti ini
menyebabkan maraknya politik uang. Masyarakat yang acuh dengan pemilu dengan
mudah menerima pemberian dari para peserta pemilu. Politik uang pun dianggap
tidak masalah bagimereka. Mereka tidak akan berpikir jauh ke depan bahwa uang

8
yang diberikan itu suatu saat akan 'ditarik' kembali oleh para calon kandidat yang
nantinya terpilih. Mereka tidak menyadari adanya permainan politik yang
sebenarnya justru merugikan diri mereka sendiri.
7) Kebudayaan
Saling memberi dan jika mendapat rejeki, tidak boleh ditolak. Begitulah
ungkapan yang nampaknya telah melekat dalam diri bangsa Indonesia. Uang dan
segala bentuk politik uang dari peserta pemilu dianggap sebagai rejeki bagi
masyarakat yang tidak boleh ditolak. Dan karena sudah diberi, secara otomatis
masyarakat harus memberi sesuatu pula untuk peserta pemilu, yaitu dengan
memilih, menjadi tim sukses, bahkan ikut menyukseskan politik uang demi
memenangkan peserta pemilu tersebut. Hal itu semata-mata dilakukan sebagai
ungkapan terimakasih dan rasa balas budi masyarakat terhadap si pemberi yang
memberi uang.
Dalam hal ini kebudayaan yang sejatinya bersifat benar, telah melenceng
dan disalah artikan oleh masyarakat. Saling memberi tidak lagi dalam hal kebenaran
melainkan untuk suatu kecurangan. Masyarakat tradisional yang masih menjunjung
tinggi budaya ini menjadi sasaran empuk untuk melakukan politik uang tanpa
dicurigai.

E. Dampak Negatif Money Politic terhadap Demokrasi di Indonesia


Situasi dan Iklim Politik menjadi Tidak Stabil
Uang dan politik ibarat makanan (nasi) dan lauk. Keduanya harus selalu
seiring dan seirama. Nasi tanpa lauk yang menyertainya hanya akan membuat
makan tidak berasa. Begitu pun terjun dalam dunia politik praktis tanpa mempunyai
uang hanya akan membuat imaginasi kekuasaan semakin menjauh.
Hal ini berarti bahwa bagi mereka yang ingin terjun dalam dunia politik
mereka harus mempunyai uang yang cukup. Sebab, uang adalah salah satu faktor
determinan untuk bisa maju dalam kancah politik. Berangkat dari dasar pemikiran
ini, pertanyaannya adalah seberapa pentingkah uang dalam politik? Dan sejauh
mana uang memberi pengaruh terhadap kehidupan politik?
Dalam ranah politik uang merupakan faktor yang sangat penting. Uang bisa
memberikan pengaruh yang sangat signifikan bagi terbentuknya keseimbangan

9
demokrasi. Namun, uang juga bisa menjadi bencana manakala pemanfaatannya
tidak didasarkan pada aturan legal formal dan cenderung untuk mendanai aktivitas-
aktivitas ilegal.
Dalam konteks yang demikian uang acap kali menjadi alat membeli suara
(money politics). Atau sebagai alat jual beli jabatan yang dilakukan oleh beberapa
oknum untuk mengejar kepentingan politik sesaat.
Pengaruh uang dalam dunia politik memberikan risiko yang sangat rawan.
Bertautan dengan Schaffer, dalam Money in Politics Handbook disebutkan
setidaknya ada 4 (empat) risiko yang berkaitan dengan uang dalam politik.
Pertama adalah "uneven playing field". Dalam konteks ini uang memberikan
dampak pada kompetisi yang tidak sehat antara satu kelompok dengan kelompok
yang lain. Asumsi yang dibangun adalah sportivitas permainan politik menjadi kian
langka manakala uang hanya dimanfaatkan oleh segelintir kelompok sehingga
kondisi tersebut berdampak pada keterbatasan ruang gerak bagi kelompok yang lain
yang tidak mempunyai cukup uang.
Kedua adalah "unequal access to the office". Kondisi ini mengisyaratkan
bahwa uang telah menciptakan kondisi diskriminatif terhadap politik representasi.
Hal ini terjadi sebab kekuasaan hanya dimonopoli oleh segelintir orang yang
mempunyai kontribusi uang sangat besar.
Ketiga adalah "co-opted politicians". Uang menciptakan relasi yang tidak
seimbang antara pemerintah (sebagai pihak yang menerima uang) dan donatur
(pihak yang memberi uang). Ironisnya, pemerintah akan berada pada posisi yang
lemah.
Keempat adalah "tainted politics". Uang berisiko terhadap lahirnya sistem
pemerintahan yang korup dan mengesampingkan eksistensi hukum. Pada konteks
ini roda pemerintahan bisa berjalan. Namun demikian wibawa pemerintah serta
supremasi hukum menjadi barang langka.
Berpijak dari fenomena tersebut untuk mengontrol merajalelanya praktek
penyelewengan uang dalam dunia politik harus ada good will dan komitmen semua
pihak untuk berusaha keras agar bisa membendung praktek terlarang tersebut.
Moralitas juga memberi andil yang cukup besar dalam rangka membendung
praktek kotor yang kerap muncul dalam dunia politik.

10
Menghilangkan Kesempatan Munculnya Pimpinan Daerah yang Berkualitas
Politik uang atau money politics sangat berbahaya bagi demokrasi di
Indonesia. Selain akan menghasilkan pemimpin dengan kualitas rendah, money
politics juga akan melemahkan politisi dan institusi demokrasi itu sendiri.
"Di antara dampak terburuk dari praktik ini adalah politisi yang terpilih
nantinya tidak lagi punya kualitas," kata ahli Perundang-undangan Fakultas Hukum
Universitas Hukum Jember, Bayu Dwi Anggono, dalam diskusi yang digelar
Jaringan Pemuda Peduli Demokrasi (JPPD) di Jakarta, Senin, 30 Juli 2018.
Menurut Bayu, politik uang dalam kontestasi pemilu di Indonesia sudah
sangat luar biasa. Setidaknya, kata dia, ada lima model politik uang yang harus
diantisipasi.
Pertama, transaksi antara elite pemilik modal dengan pasangan calon.
Kedua, transaksi pasangan calon terhadap partai politik. Ketiga, transaksi pasangan
calon terhadap penyelenggara-penyelenggara pemilu. Menurutnya, hal ini di
antaranya ditandai dengan banyaknya penyelenggara pemilu yang dipecat oleh
DKPP.
"Motif mereka bermacam-macam, mulai dari yang mengubah hasil suara,
mendiskualifikasi agar menjadi calon tunggal, atau tidak merespons banyaknya
pelanggaran atau kasus semisal money politics," ujarnya.
Kemudian, keempat, transaksi pasangan calon dengan pemilih, dan kelima,
transaksi oknum kepala daerah dengan hakim konstitusi. Pernyataan senada juga
diungkapkan Direktur Perludem Titi Anggraini. Menurutnya, yang paling bahaya
dan paling berat money politics imbasnya adalah kontribusinya yang melemahkan
terhadap politisi dan institusi demokrasi.
Titi menyarankan agar paradigmanya harus diubah, tidak boleh ada
toleransi terhadap politik uang meskipun hanya satu kasus. Dia juga menegaskan
bahwa ketentuan 50 persen plus satu untuk menjerat pelaku politik uang sebagai
kategori terstruktur sistematis dan masif (TSM) harus dievaluasi. Sebab, aturan
tersebut dapat menjadi celah bagi para politisi untuk melakukan politik uang.

11
Money Politics Mempengaruhi Partisipasi Politik Masyarakat dalam
Pemilihan Kepala Daerah dan Pemilihan Umum
Dalam pemilihan kepala daerah maupun pemilihan umum secara umum,
banyak terjadinya perbuatan politik uang (Money Politics) yang ikut mewarnai
acara pesta dan peta demokrasi yang berlangsung di negara ini. Money Politics
banyak membawa pengaruh akan peta perpolitikan Nasional serta juga dalam
proses yang terjadi dalam pesta politik. Dalam norma standar demokrasi, dukungan
politik yang diberikan oleh satu aktor terhadap aktor politik lainnya didasarkan pada
persamaan preferensi politik dalam rangka memperjuangkan kepentingan publik.
Dan juga setiap warga negara mempunyai hak dan nilai suara yang sama (satu
orang, satu suara, satu nilai). Namun, melalui Money Politics dukungan politik
diberikan atas pertimbangan uang dan sumber daya ekonomi lainnya yang diterima
oleh aktor politik tertentu.
Pada semua tingkatan yang ada. Biasanya kelompok yang kalah akan
berusaha mendapatkan bukti-bukti tentang adanya bukti praktek uang (Money
Politics) oleh kelompok yang menang guna mencari keuntungan bagi pihak-pihak
kandidat yang kalah dalam acara pesta demokrasi tersebut.
Maka dapat dijadikan bahan untuk membatalkan pelantikan kepala daerah
terpilih, bukankah peraturan pemerintah Nomor 151 tentang tata cara pemilihan
kepala daerah terpilih harus menghadapi masa uji publik selama 3 hari. Dalam masa
uji public ini senjata paling ampuh untuk menjatuhkan kandidat yang menang
adalah apabila terdapat bukti adanya praktek politik uang (Money Politics).
Bukankah politik uang (Money Politics) dapat dikategorikan sebagai suatu tindak
pidana suap.
Dalam pemilihan umum, money politic adalah sebuah hal yang tidak sesuai
dengan aturan yang ada. Adanya sebuah asas yang disebut JURDIL (Jujur dan
Adil). Dalam masalah ini ada beberapa perdebatan mengenai asas ini pada awal
akan dimasukkan asas ini dalam asas Pemilu pada awal Pemilu di Indonesia, antara
lain:
1) Perlunya atau tidak asas jurdil ini dimasukan dalam perundangundangan
sebagai asas resmi disamping asas LUBER.

12
2) Dalam pelaksanaan Pemilu perlu ditampakkan bahwa asas jurdil ini
merupakan sesuatu yang benar-benar diterapkan.
Melihat pengertian asas Jurdil ini disatu pihak dan asas Luber pihak lain,
keduanya memiliki pengertian yang berbeda, namun sangat erat kaitannya. Dalam
pembahasan ini maka sewajarnyalah sebuah Pemilu harus menggunakan asas
JURDIL dan LUBER, guna terciptanya sebuah demokrasi serta pesta demokrasi
yang sehat dan sesuai dengan amanat UUD 1945 dan juga sesuai dengan amanat
rakyat dalam penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dari praktek KKN.
Dalam pilkada yang ada maupun pemilu secara umum maka asas ini
(JURDIL serta LUBER) hanyalah sebuah slogan belaka, karena pada dasarnya
Money Politics merupakan sebuah sistem yang tidak akan pernah hilang dalam
proses demokrasi Indonesia dan hal ini akan terus menerus terjadi dan dilakukan
oleh para calon dan Jurkam serta Timses masingmasing calon dalam pilkada dan
pemilu guna mencari perhatian serta suara dari para calon pemilih untuk
memenangkan mereka dalam PILKADA (Pemilihan Kepala Daerah) dan PEMILU
(Pemilihan Umum). Walaupun adanya partai politik yang berasaskan Islam akan
tetapi praktek Money Politics ini tetap ada walau dikemas dalam agenda yang
sangat rapi. Akan tetapi juga ada juga partai politik yang memang benar-benar
mereka tidak melakukan politik uang (Money Politics). Serta merebaknya Money
Politics membawa implikasi yang sangat berbahaya bagi demokrasi dan penguatan
negara bangsa. Melalui Money Politics kedaulatan bukan ada pada tangan rakyat
akan tetapi kedaulatan berada ditangan “uang”.
Ternyata pemberian uang tidak pula selalu dilakukan oleh para kandidat
secara langsung. Akan tetapi pemberian uang tersebut dapat dilakukan melalui
perantara orang lain termasuk teman akrab, keluarga, hubungan bisnis, dan
seterusnya. Ada beberapa macam-macam bentuk pemberian yang terlibat dengan
politik uang (Money Politics), diantaranya sebagai berikut :
1) Sistem ijon.
2) Melalui tim sukses calon.
3) Melalui orang terdekat.
4) Pemberian langsung oleh kandidat.
5) Dalam bentuk cheque.

13
Akan tetapi tidak banyak juga Money Politics ini yang tidak berhasil pada
akhirnya dalam masalah pembelian suara pemilih. Ada beberapa faktor yang
membuat hal ini terjadi, yaitu :
1) Adanya hubungan keluarga dan persahabatan.
2) Bakal calon bersikap ragu-ragu.
3) Adanya anggota yang terlanjur mempunyai komitmen tersendiri.
4) Adanya anggota yang dianggap opportunis.

Merusak Demokrasi dan Merugikan Masyarakat


Politik uang dalam Pilkada salah satunya sejatinya sering ditemui. Para
calon beranggapan bahwa untuk dapat memenangkan suara dalam Pilkada mereka
harus mempunyai modal yang besar yang digunakan untuk membeli suara rakyat.
Selain itu, masih rendahnya kesejahteraan menyebabkan mayoritas masyarakat rela
untuk memilih calon yang memberikan uang lebih banyak. Namun tanpa disadari,
dengan menjamurnya praktek money politic akan menyebabkan munculnya
permasalahan kedepannya. Karena sesuatu yang tidak berjalan semestinya pasti
akan meninggalkan getah yang harus dibersihkan.
Mirisnya, berdasarkan data survei yang diperoleh Founding Father House
(FHH) menunjukkan bahwa 71 persen masyarakat menerima uang atau barang yang
diberikan dari calon kepala daerah, tim sukses atau relawan. Sementara, 29
masyarakat memilih untuk menolak. Angka tersebut terbilang cukup besar, karena
lebih dari setengah masyarakat dapat dianggap turut menyukseskan praktik money
politic. Dari 71 persen itu, 80 persen masyarakat memilih untuk diberikan uang
ketimbang barang seperti kebutuhan bahan pokok. Karena sebagian besar
masyarakat Indonesia berada pada tingkat ekonomi menengah ke bawah.Namun
apabila masyarakat suatu daerah sudah banyak yang sejahtera tentunya akan sulit
untuk memainkan politik uang.
Selain hasil survei dari FFH, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu)
menemukan 600 dugaan politik uang pada Pilkada Serentak 2017. Angka tersebut
mengalami kenaikan dari Pilkada 2015. Padahal, money politic mempunyai dampak
yang buruk bagi seluruh masyarakat.

14
Pertama, bagi pelakunya secara langsung. Dalam regulasi, seluruh pasangan
calon yang melakukan kecurangan yaitu dengan sengaja memberikan uang untuk
mempengaruhi pemilih, selain terkena sanksi pidana, juga terancam pencalonannya
akan dibatalkan.
Kedua, politik uang merupakan jebakan untuk rakyat. Seseorang yang
menggunakan politik uang untuk mencapai tujuannya, sebenarnya sedang
menyiapkan perangkap untuk menjebak rakyat. Rakyat dalam hal ini tidak diajak
untuk sama-sama memperjuangkan agenda perubahan, tetapi diarahkan untuk
memenangkan sang calon semata. Setelah calon terpilih maka tidak ada sesuatu
yang akan diperjuangkan karena sang calon akan sibuk selama 5 tahun atau periode
tertentu untuk mengembalikan semua kerugiannya yang telah dikeluarkan untuk
menyuap para pemilih. Untuk mengembalikan kerugian yang terjadi saat
kampanye, calon terpilih berpotensi melakukan korupsi. Korupsi yang marak
terjadi adalah sebuah bentuk penyelewengan APBD untuk memperkaya diri sendiri.
Ketiga, dengan semakin menjamurnya money politic merupakan tindakan
yang telah mencoreng demokrasi. Bagaimana tidak, dengan adanya money politic
persaingan dalam pemilihan umum tidak lagi berdasarkan kualitas dan kredibelitas
calon. Namun berdasarkan siapa yang mempunyai modal yang besar. Sehingga
ketika calon terpilih berdasarkan politik uang, maka pemerintahan yang dipimpin
pun juga tidak berkualitas dalam membangun dan menyejahterakan masyarakat.
Disamping itu, akan berakibat pada terciptanya produk perundangan serta
kebijakan publik yang tidak tepat sasaran karena para pembentuk kebijakan
merupakan pelaku money politics yang bukan merupakan orang tepat atau ahli di
bidangnya.
Jalan untuk menegakkan dan menjaga keberlangsungan demokrasi harus terus
dilakukan. Masyarakat memilih untuk terus membudidayakan politik uang dengan
semakin berpartisipasi dalam praktiknya. Atau bersama-sama menolak politik uang
guna masa depan yang lebih baik. Bersama-sama memberantas korupsi dengan
memberantas politik uang terlebih dahulu. Keluar dari jurang kemiskinan dengan
meloloskan diri dari jebakan politik uang. Mari bersama-sama menjadi masyarakat
yang tidak mudah dibutakan oleh uang.

15
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pembahasan yang ada maka dapat disimpulkan bahwa dampak politik
uang yang ada di Indonesia tentunya dapat berimbas dan merusak tatanan
demokrasi yang ada di Indonesia karena politik uang dibiarkan tumbuh dengan
subur dan didukung juga oleh kecenderungan masyarakat yang permisif. Selain itu
juga dengan membiarkan politik uang tidak hanya berimpilkasi melahirkan politisi
yang korup namun juga berakibat tercederainya suatu pemilu yang demokratis.
Money politic dalam perspektif demokrasi di Indonesia adalah suatu
pelanggaran karena pada esensinya money politic di Indonesia akan merusak
elektabilitas dari pemilihan umum itu sendiri. Sudah sangatlah jelas bahwasanya
money politic untuk mengendalikan hak seseorang adalah pelanggaran pidana. Hal
ini tertera dalam UU No 12 tahun 2003 pasal 139 (2) tentang pemilihan umum.
Oleh karena itu, praktik money politic dengan bentuk apapau dan tujuan apapun
adalah pelanggaran yang dikenakan sanksi Pidana yang tertera dalam Undang
Undang.
B. Saran
Politik uang harusnya menjadi perhatian bersama antara pemerintah dan
masyarakat karena dua elemen ini yang kemudian dapat mencegah politik uang
tumbuh subur. Pemerintah harusnya membuat sebuah regulasi yang benar-benar
dapat membuat para pelaku money politic itu jera dan masyarakat juga harus
menyadari bahwa money politic yang kemudian akan merusak tatanan demokrasi
dan bukan menganggap politik uang itu sebagai sebuah anugerah.
Selain itu, penyuluhan dan pencerdasan kepada masyarakat pun dibutuhkan
untuk mengurangi pelangaran money politic dikarenakan pengetahuan masyarakat
yang rendah menjadi salah satu faktor yang menyebabkan pelangaran money politic
marak terjadi di kalangan masyarakat Indonesia.

16
DAFTAR PUSTAKA

Muftie Amarru Holish, Rohmat, Iqbal Syarifudin. Money Politic dalam Praktik
Demokrasi Indonesia. Seminar Nasional Hukum Universitas Negeri
Semarang Volume 4 Nomor 2 Tahun 2018
Marthen Roy Moonti, Marten Bunga. Dampak Politik Uang Terhadap Demokrasi.
Seminar Nasional Hukum Universitas Negeri Semarang Volume 4 Nomor
3 Tahun 2018
Supriansyah Mat. Money Politic dalam Pemilu Menurut Pandangan Hukum Islam
dan Undang-undang. Skripsi Mahasiswa Fakultas Syariah Universitas Islam
Negeri Raden Intan Lampung, November 2017
Fitriyah, “Fenomena Politik Uang dalam Pilkada”
(https://ejournal.undip.ac.id/index.php/politika/article/viewFile/4824/4373,
diunduh tgl. 6 Oktober 2019)
Miriam Budirdjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,
2008, h. 461.
Kompas, 11 Februari 2005 dalam Elza Faiz, “Urgensi Calon Independen Dalam
Pemilihan Presiden dan Pemilihan Kepala Daerah”, Pusat Studi Hukum
Konstitusi FH UII Yogyakarta, t.t. Diakses tanggal 6 Oktober 2019.
News.Okezone, 26 April 2019 dalam Edy Siswanto, “12 Partai Laporkan
Dugaan Money Politic saat Masa Tenang di Waropen Papua”. Diakses
tanggal 9 Oktober 2019.

17
LAMPIRAN

18
19
20
https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/snh/article/download/26978/11959/
https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/snh/article/download/25594/11618/
http://repository.radenintan.ac.id/2449/1/Skripsi_Mat_Supriansyah_FSH_UINRIL
.pdf
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/politika/article/viewFile/4824/4373
Miriam Budirdjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,
2008, h. 461.
Kompas, 11 Februari 2005 dalam Elza Faiz, “Urgensi Calon Independen Dalam
Pemilihan Presiden dan Pemilihan Kepala Daerah”, Pusat Studi Hukum
Konstitusi FH UII Yogyakarta, t.t. Diakses tanggal 20 desember 2016.
https://news.okezone.com/read/2019/04/26/606/2048361/12-partai-laporkan-
dugaan-money-politic-saat-masa-tenang-di-waropen-papua

21

Anda mungkin juga menyukai