Anda di halaman 1dari 20

PENDIDIKAN ANTIKORUPSI

MAKALAH
Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Kewarganegaraan
Dosen Pengampu : Dr. Hj. Andi Nurlaela, M, Pd.

Disusun oleh:
Juone Zuhryan (1231030157)
Zamzam Muhamad Ramdan (1231030145)
Asep Muhammad Fauzi (1231030128)
Nazwa Alvani Rizaki (1231030139)
Meisyaroh Muth’mainah (1231030151)
Elendi Maulana (1231030160)

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR 2-D

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI

2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur diucapkan kehadirat Allah Swt. atas segala rahmat-Nya sehingga makalah
ini dapat tersusun sampai selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih terhadap
bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran
maupun materi.
Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa
pembaca praktikkan dalam kehidupan sehari-hari.
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami. Untuk itu
kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Bandung, 01 April 2024

Kelompok 5
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Korupsi merupakan ancaman global di dunia dikarenakan adanya
penyalahgunaan kekuasaan oleh pemerintah atau pihak-pihak terkait untuk
kepentingan pribadi yang sangat merugikan. Indonesia merupakan negara yang
identik dengan tindakan korupsi, hal ini disebabkan karena buruknya moral para
pemimpin bangsa yang melakukan penyimpangan terhadap kepercayaan masyarakat.
Tindakan korupsi dirasakan semakin buruk di negara kita ini, maka dari itu banyak
dilakukan upaya-upaya pemberantasan korupsi tetapi faktanya masih banyak
ditemukan para pejabat yang melakukan tindakan tersebut. Salah satu upaya yang
memang sedang gencar-gencarnya dilakukan adalah melalui pendidikan, hal ini
mengarah pada pokok pembahasan kita yaitu “Pendidikan Antikorupsi”.

Pendidikan antikorupsi ini dimaksudkan untuk membentuk moral yang lebih


baik bagi para generasi muda agar mereka tidak menjadi bibit-bibit koruptor di negara
kita. seharusnya memulai pendidikan antikorupsi sedini mungkin agar mereka
mengerti bagaimana dampak besar korupsi di Indonesia.

2. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian korupsi dan antikorupsi?
2. Apa faktor penyebab terjadinya korupsi?
3. Apa nilai dan prinsip anti korupsi?
4. Bagaimana upaya pemberantasan korupsi dan penanganannya?
5. Bagaimana tindak pidana korupsi dalam peraturan perundang-undangan di
Indonesia?
6. Bagaimana peranan mahasiswa dalam pencegahan korupsi?

3. Tujuan Penulisan
Dengan adanya rumusan masalah di atas, maka tujuan dari makalah ini untuk:

1. Mengetahui pengertian korupsi dan antikorupsi.


2. Mengetahui faktor penyebab terjadinya korupsi.
3. Mengetahui nilai dan prinsip antikorupsi.
4. Mengetahui upaya pemberantasan korupsi dan penanganannya.
5. Mengetahui tindak pidana korupsi dalam peraturan perundang-undangan di
Indonesia.
6. Mengetahui peranan mahasiswa dalam pencegahan korupsi.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Korupsi dan Antikorupsi


Kata korupsi berasal dari bahasa Latin corruptio yang kemudian dikenal istilah
corruption, corrupt (Inggris), corruption (Perancis), dan corruptie/ korruptie
(Belanda). Arti kata korupsi secara harfiah adalah kebusukan, keburukan, kebejatan,
ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian.
Pengertian lainnya, “perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang,
penerimaan uang sogok, dan sebagainya”. Dengan demikian, arti kata korupsi adalah
sesuatu yang busuk, jahat, dan merusak. Berdasarkan kenyataan tersebut, perbuatan
korupsi menyangkut sesuatu yang bersifat amoral, sifat dan keadaan yang busuk,
menyangkut jabatan instansi atau aparatur pemerintah, penyelewengan kekuasaan
dalam jabatan karena pemberian, menyangkut faktor ekonomi dan politik dan
penempatan keluarga atau golongan ke dalam kedinasan di bawah kekuasaan jabatan.
Antikorupsi merupakan kebijakan untuk mencegah dan menghilangkan
peluang bagi berkembangnya korupsi (Maheka, t.th: 31). Pencegahan yang dimaksud
adalah bagaimana meningkatkan kesadaran individu untuk tidak melakukan korupsi
dan bagaimana menyelamatkan uang dan aset negara. Menurut Maheka (t.th: 31),
peluang bagi berkembangnya korupsi dapat dihilangkan dengan cara melakukan
perbaikan sistem (hukum dan kelembagaan) dan perbaikan manusianya.
B. Faktor Penyebab Terjadinya Korupsi
1. Faktor Penyebab Internal
a. Sifat Serakah dan Tamak
Keserakahan dan tamak adalah sifat yang membuat seseorang selalu
tidak merasa cukup atas apa yang dimiliki, selalu ingin lebih. Dengan sifat
tamak, seseorang menjadi berlebihan mencintai harta. Padahal bisa jadi
hartanya sudah banyak atau jabatannya sudah tinggi. Dominannya sifat tamak
membuat seseorang tidak lagi memperhitungkan halal dan haram dalam
mencari rezeki. Sifat ini menjadikan korupsi adalah kejahatan yang dilakukan
para profesional, berjabatan tinggi, dan hidup berkecukupan.
b. Gaya Hidup Konsumtif
Sifat serakah ditambah gaya hidup yang konsumtif menjadi faktor
pendorong internal korupsi. Gaya hidup konsumtif misalnya membeli barang-
barang mewah dan mahal atau mengikuti tren kehidupan perkotaan yang serba
glamor. Korupsi bisa terjadi jika seseorang melakukan gaya hidup konsumtif
namun tidak diimbangi dengan pendapatan yang memadai.
c. Moral yang Lemah
Seseorang dengan moral yang lemah mudah tergoda untuk melakukan
korupsi. Aspek lemah moral misalnya lemahnya keimanan, kejujuran, atau
rasa malu melakukan tindakan korupsi. Jika moral seseorang lemah, maka
godaan korupsi yang datang akan sulit ditepis. Godaan korupsi bisa berasal
dari atasan, teman setingkat, bawahan, atau pihak lain yang memberi
kesempatan untuk melakukannya.
2. Faktor Penyebab Eksternal
a. Aspek Sosial
Kehidupan sosial seseorang berpengaruh dalam mendorong terjadinya
korupsi, terutama keluarga. Bukannya mengingatkan atau memberi hukuman,
keluarga malah justru mendukung seseorang korupsi untuk memenuhi
keserakahan mereka. Aspek sosial lainnya adalah nilai dan budaya di
masyarakat yang mendukung korupsi. Misalnya, masyarakat hanya
menghargai seseorang karena kekayaan yang dimilikinya atau terbiasa
memberikan gratifikasi kepada pejabat.
Dalam means-ends scheme yang diperkenalkan Robert Merton,
korupsi merupakan perilaku manusia yang diakibatkan oleh tekanan sosial,
sehingga menyebabkan pelanggaran norma-norma. Menurut teori Merton,
kondisi sosial di suatu tempat terlalu menekan sukses ekonomi tapi membatasi
kesempatan-kesempatan untuk mencapainya, menyebabkan tingkat korupsi
yang tinggi.
Teori korupsi akibat faktor sosial lainnya disampaikan oleh Edward
Banfeld. Melalui teori partikularisme, Banfeld mengaitkan korupsi dengan
tekanan keluarga. Sikap partikularisme merupakan perasaan kewajiban untuk
membantu dan membagi sumber pendapatan kepada pribadi yang dekat
dengan seseorang, seperti keluarga, sahabat, kerabat atau kelompoknya.
Akhirnya terjadilah nepotisme yang bisa berujung pada korupsi.
b. Aspek Politik
Keyakinan bahwa politik untuk memperoleh keuntungan yang besar
menjadi faktor eksternal penyebab korupsi. Tujuan politik untuk memperkaya
diri pada akhirnya menciptakan money politics. Dengan money politics,
seseorang bisa memenangkan kontestasi dengan membeli suara atau
menyogok para pemilih atau anggota-anggota partai politiknya.
Pejabat yang berkuasa dengan politik uang hanya ingin mendapatkan
harta, menggerus kewajiban utamanya yaitu mengabdi kepada rakyat. Melalui
perhitungan untung-rugi, pemimpin hasil money politics tidak akan peduli
nasib rakyat yang memilihnya, yang terpenting baginya adalah bagaimana
ongkos politiknya bisa kembali dan berlipat ganda.
Balas jasa politik seperti jual beli suara di DPR atau dukungan partai
politik juga mendorong pejabat untuk korupsi. Dukungan partai politik yang
mengharuskan imbal jasa akhirnya memunculkan upeti politik. Secara rutin,
pejabat yang terpilih membayar upeti ke partai dalam jumlah besar, memaksa
korupsi.
c. Aspek Hukum
Hukum sebagai faktor penyebab korupsi bisa dilihat dari dua sisi, sisi
perundang-undangan dan lemahnya penegakan hukum. Koruptor akan mencari
celah di perundang-undangan untuk bisa melakukan aksinya. Selain itu,
penegakan hukum yang tidak bisa menimbulkan efek jera akan membuat
koruptor semakin berani dan korupsi terus terjadi.
Hukum menjadi faktor penyebab korupsi jika banyak produk hukum
yang tidak jelas aturannya, pasal-pasalnya multitafsir, dan ada kecenderungan
hukum dibuat untuk menguntungkan pihak-pihak tertentu. Sanksi yang tidak
sebanding terhadap pelaku korupsi, terlalu ringan atau tidak tepat sasaran, juga
membuat para pelaku korupsi tidak segan-segan menilap uang negara.
d. Aspek Ekonomi
Faktor ekonomi sering dianggap sebagai penyebab utama korupsi. Di
antaranya tingkat pendapatan atau gaji yang tak cukup untuk memenuhi
kebutuhan. Fakta juga menunjukkan bahwa korupsi tidak dilakukan oleh
mereka yang gajinya pas-pasan. Korupsi dalam jumlah besar justru dilakukan
oleh orang-orang kaya dan berpendidikan tinggi.
Banyak kita lihat pemimpin daerah atau anggota DPR yang ditangkap
karena korupsi. Mereka korupsi bukan karena kekurangan harta, tapi karena
sifat serakah dan moral yang buruk.
Di negara dengan sistem ekonomi monopolistik, kekuasaan negara
dirangkai sedemikian rupa agar menciptakan kesempatan-kesempatan
ekonomi bagi pegawai pemerintah untuk meningkatkan kepentingan mereka
dan sekutunya. Kebijakan ekonomi dikembangkan dengan cara yang tidak
partisipatif, tidak transparan dan tidak akuntabel.
e. Aspek Organisasi
Faktor eksternal penyebab korupsi lainnya adalah organisasi tempat
koruptor berada. Biasanya, organisasi ini memberi andil terjadinya korupsi,
karena membuka peluang atau kesempatan. Misalnya tidak adanya teladan
integritas dari pemimpin, kultur yang benar, kurang memadainya sistem
akuntabilitas, atau lemahnya sistem pengendalian manajemen.
Mengutip buku Pendidikan Antikorupsi oleh Eko Handoyo, organisasi
bisa mendapatkan keuntungan dari korupsi para anggotanya yang menjadi
birokrat dan bermain di antara celah-celah peraturan. Partai politik misalnya,
menggunakan cara ini untuk membiayai organisasi mereka. Pencalonan
pejabat daerah juga menjadi sarana bagi partai politik untuk mencari dana bagi
kelancaran roda organisasi, pada akhirnya terjadi money politics dan lingkaran
korupsi kembali terjadi.

C. Nilai dan Prinsip Antikorupsi


Nilai-nilai anti korupsi meliputi kejujuran, kepedulian, kemandirian,
kedisiplinan, pertanggungjawaban, kerja keras, kesederhanaan, keberanian, dan
keadilan.

1. Kejujuran
Menurut Sugono kata jujur dapat didefinisikan sebagai lurus hati, tidak
berbohong, dan tidak curang. Jujur adalah salah satu sifat yang sangat penting
bagi kehidupan mahasiswa, tanpa sifat jujur mahasiswa tidak akan dipercaya
dalam kehidupan sosialnya (Sugono, 2008).
2. Kepedulian
Menurut Sugono definisi kata peduli adalah mengindahkan, memperhatikan
dan menghiraukan (Sugono, 2008).
3. Kemandirian
Kondisi mandiri bagi mahasiswa dapat diartikan sebagai proses
mendewasakan diri yaitu dengan tidak bergantung pada orang lain untuk
mengerjakan tugas dan tanggung jawabnya. Hal ini penting untuk masa depannya
dimana mahasiswa tersebut harus mengatur kehidupannya dan orang-orang yang
berada di bawah tanggungjawabnya sebab tidak mungkin orang yang tidak dapat
mandiri (mengatur dirinya sendiri) akan mampu mengatur hidup orang lain.
Dengan karakter kemandirian tersebut mahasiswa dituntut untuk mengerjakan
semua tanggung jawab dengan usahanya sendiri dan bukan orang lain (Supardi,
2004).
4. Kedisiplinan
Menurut Sugono definisi kata disiplin adalah ketaatan (kepatuhan) kepada
peraturan (Sugono, 2008). Dalam mengatur kehidupan kampus baik akademik
maupun sosial mahasiswa perlu hidup disiplin. Hidup disiplin tidak berarti harus
hidup seperti pola militer di barak militier namun hidup disiplin bagi mahasiswa
adalah dapat mengatur dan mengelola waktu yang ada untuk dipergunakan dengan
sebaik-baiknya untuk menyelesaikan tugas baik dalam lingkup akademik maupun
sosial kampus.
5. Tanggungjawab
Menurut Sugono definisi kata tanggung jawab adalah keadaan wajib
menanggung segala sesuatunya (kalau terjadi apa-apa boleh dituntut,
dipersalahkan dan diperkarakan) (Sugono, 2008).
6. Kerja Keras
Bekerja keras didasari dengan adanya kemauan. Kata “kemauan”
menimbulkan asosiasi dengan ketekadan, ketekunan, daya tahan, tujuan jelas,
daya kerja, pendirian, pengendalian diri, keberanian, ketabahan, keteguhan,
tenaga, kekuatan, kelaki-lakian dan pantang mundur.
7. Sederhana
Gaya hidup mahasiswa merupakan hal yang penting dalam interaksi dengan
masyarakat di sekitarnya. Gaya hidup sederhana sebaiknya perlu dikembangkan
sejak mahasiswa mengenyam masa pendidikannya. Dengan gaya hidup sederhana,
setiap mahasiswa dibiasakan untuk tidak hidup boros, hidup sesuai dengan
kemampuannya dan dapat memenuhi semua kebutuhannya.
8. Keberanian
Rasa percaya kepada diri sendiri adalah mutlak perlu, karena mahasiswa harus
memelihara rasa percaya kepada diri sendiri secara terus menerus, supaya bisa
memperkuat sifat-sifat lainnya. Jika mahasiswa percaya kepada diri sendiri, maka
hal ini akan terwujud dalam segala tingkah laku mahasiswa. Seorang mahasiswa
perlu mengenali perilakunya, sikap, dan sistem nilai yang membentuk
kepribadiannya. Pengetahuan mengenai kepribadian dan kemampuan sendiri perlu
dikaitkan dengan pengetahuan mengenai lingkungan karena mahasiswa senantiasa
berada dalam lingkungan kampus yang merupakan tempat berinteraksi dengan
mahasiswa lainnya. Di lingkungan tersebut mahasiswa akan mendapat sentuhan
kreativitas dan inovasi yang akan menghasilkan akan menghasilkan nilai tambah
dalam masa perkuliahannya (Sjaifudin, 2002).
9. Keadilan
Berdasarkan arti katanya, adil adalah sama berat, tidak berat sebelah, tidak
memihak. Bagi mahasiswa karakter adil ini perlu sekali dibina sejak masa
perkuliahannya agar mahasiswa dapat belajar mempertimbangkan dan mengambil
Keputusan secara adil dan benar.

D. Upaya Pemberantas Korupsi dan Penanganannya


Pemberantasan korupsi dan penanganannya melibatkan pendekatan multifaset
yang mencakup reformasi hukum, etika, dan kelembagaan. Berikut strategi
komprehensif untuk memberantas korupsi:

1. Penguatan Kerangka Hukum


Menerapkan Undang-Undang antikorupsi yang Kuat, Membuat dan
menegakkan undang-undang yang secara jelas mendefinisikan korupsi,
hukumannya, dan mekanisme pelaporan dan investigasi korupsi.
Membentuk lembaga antikorupsi yang Independen, Badan-badan ini harus
mempunyai kewenangan untuk menyelidiki kasus-kasus korupsi tanpa takut akan
campur tangan politik.
Mendorong transparansi dan akuntabilitas, memastikan pejabat dan lembaga
publik bertanggung jawab atas tindakan mereka. Hal ini dapat dicapai melalui
inisiatif pemerintahan yang terbuka, akses publik terhadap informasi, dan audit
rutin.
2. Meningkatkan Standar Etika
a. Mendidik dan Melatih Pelayanan Publik
Memberikan pelatihan tentang etika, integritas, dan pentingnya
pelayanan publik. Hal ini dapat membantu para pejabat memahami dampak
negatif korupsi dan manfaat perilaku etis.
b. Mempromosikan Pelaporan Pelanggaran
Mendorong dan melindungi pelapor yang mengungkap korupsi. Hal ini
dapat dilakukan dengan menciptakan saluran pelaporan yang aman dan
memastikan bahwa pelapor tidak menerima tindakan pembalasan.
3. Penguatan Kapasitas Kelembagaan
a. Meningkatkan Pelayanan Publik
Memastikan pelayanan publik efisien, mudah diakses, dan berkualitas
tinggi. Hal ini dapat mengurangi godaan korupsi dengan membuat pejabat
publik bertanggung jawab atas kinerjanya.
b. Mempromosikan Proses Seleksi yang Kompetitif,
Melaksanakan proses seleksi yang adil dan transparan untuk posisi-posisi
pelayanan publik untuk memastikan bahwa individu yang paling memenuhi
syarat ditunjuk.
4. Melibatkan Masyarakat
a. Libatkan Masyarakat dalam Upaya Anti-Korupsi
Melibatkan masyarakat dalam inisiatif anti-korupsi melalui kampanye
kesadaran, forum publik, dan partisipasi dalam proses pengambilan keputusan.
b. Mendorong Partisipasi dalam Pemerintahan
Mendorong partisipasi masyarakat dalam pemerintahan melalui
mekanisme seperti konsultasi publik, juri warga, dan penganggaran
partisipatif.
5. Kerja Sama Internasional
a. Berkolaborasi dengan Organisasi Internasional
Bekerja dengan badan-badan internasional seperti Perserikatan
Bangsa-Bangsa, Bank Dunia, dan Dana Moneter Internasional untuk berbagi
praktik dan sumber daya terbaik dalam memerangi korupsi.
b. Menerapkan Standar Internasional
Mengadopsi dan mematuhi standar dan konvensi anti-korupsi
internasional untuk memastikan bahwa upaya nasional selaras dengan upaya
global.
6. Pemantauan dan Evaluasi
Menetapkan kerangka pemantauan dan evaluasi, mengembangkan sistem
untuk memantau dan mengevaluasi upaya antikorupsi secara berkala untuk
menilai efektivitasnya dan melakukan penyesuaian yang diperlukan.

E. Tindak Pidana Korupsi dalam Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia


1. UU No. 3 tahun 1971 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Undang-undang ini dikeluarkan di masa Orde Baru pada kepemimpinan
Presiden Soeharto. UU No. 3 tahun 1971 mengatur pidana penjara maksimum
seumur hidup serta denda maksimal Rp 30 juta bagi semua delik yang
dikategorikan korupsi. Walau UU telah menjabarkan dengan jelas tentang definisi
korupsi, yaitu perbuatan merugikan keuangan negara dengan tujuan
menguntungkan diri sendiri atau orang lain, namun kenyataannya korupsi, kolusi,
dan nepotisme masih marak terjadi di masa itu. Sehingga pada pemerintahan-
pemerintahan berikutnya, undang-undang antikorupsi bermunculan dengan
berbagai macam perbaikan di sana-sini. UU No. 3 tahun 1971 ini dinyatakan tidak
berlaku lagi setelah digantikan oleh Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

2. Ketetapan MPR No. XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih


dan Bebas KKN
Usai rezim Orde Baru tumbang diganti masa Reformasi, muncul Tap MPR
Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas
KKN. Sejalan dengan TAP MPR tersebut, pemerintah Presiden Abdurrahman
Wahid membentuk badan-badan negara untuk mendukung upaya pemberantasan
korupsi, antara lain: Tim Gabungan Penanggulangan Tindak Pidana Korupsi,
Komisi Ombudsman Nasional, Komisi Pemeriksa Kekayaan Pejabat Negara dan
beberapa lainnya. Dalam TAP MPR itu ditekankan soal tuntutan hati nurani rakyat
agar reformasi pembangunan dapat berhasil, salah satunya dengan menjalankan
fungsi dan tugas penyelenggara negara dengan baik dan penuh tanggung jawab,
tanpa korupsi. TAP MPR itu juga memerintahkan pemeriksaan harta kekayaan
penyelenggara negara, untuk menciptakan kepercayaan publik.

3. UU No. 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas
KKN
Undang-undang ini dibentuk di era Presiden BJ Habibie pada tahun 1999
sebagai komitmen pemberantasan korupsi pasca tergulingnya rezim Orde Baru.
Dalam UU No. 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan
Bebas KKN ini dijelaskan definisi soal korupsi, kolusi dan nepotisme, yang ke
semuanya adalah tindakan tercela bagi penyelenggara negara. Dalam UU juga
diatur pembentukan Komisi Pemeriksa, lembaga independen yang bertugas
memeriksa kekayaan penyelenggara negara dan mantan penyelenggara negara
untuk mencegah praktik korupsi. Bersamaan pula ketika itu dibentuk Komisi
Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dan Ombudsman.

4. UU Nomor 20 Tahun 2001 No. UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak


Pidana Korupsi
Undang-undang di atas telah menjadi landasan hukum pemberantasan tindak
pidana korupsi di tanah air. UU ini menjelaskan bahwa korupsi adalah tindakan
melawan hukum dengan maksud memperkaya diri sendiri, orang lain, atau yang
berakibat merugikan negara atau perekonomian negara. Definisi korupsi
dijelaskan dalam 13 buah pasal dalam UU ini. Berdasarkan pasal-pasal tersebut,
korupsi dipetakan ke dalam 30 bentuk, yang dikelompokkan lagi menjadi 7 jenis,
yaitu penggelapan dalam jabatan, pemerasan, gratifikasi, suap menyuap, benturan
kepentingan dalam pengadaan, perbuatan curang, dan kerugian keuangan negara.

5. Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2000 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran
Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Melalui peraturan ini, pemerintah ingin mengajak masyarakat turut membantu
pemberantasan tindak pidana korupsi. Peran serta masyarakat yang diatur dalam
peraturan ini adalah mencari, memperoleh, memberikan data atau informasi
tentang tindak pidana korupsi. Masyarakat juga didorong untuk menyampaikan
saran dan pendapat untuk mencegah dan memberantas korupsi. Hak-hak
masyarakat tersebut dilindungi dan ditindaklanjuti dalam penyelidikan perkara
oleh penegak hukum. Atas peran sertanya, masyarakat juga akan mendapatkan
penghargaan dari pemerintah yang juga diatur dalam PP ini.

6. UU No. 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi


Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi menjadi pencetus lahirnya KPK di masa Kepresidenan Megawati
Soekarno Putri. Ketika itu, Kejaksaan dan Kepolisian dianggap tidak efektif
memberantas tindak pidana korupsi sehingga dianggap perlu adanya lembaga
khusus untuk melakukannya. Sesuai amanat UU tersebut, KPK dibentuk dengan
tujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan
tindak pidana korupsi. KPK dalam menjalankan tugas dan wewenangnya bersifat
independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan mana pun. UU ini kemudian
disempurnakan dengan revisi UU KPK pada 2019 dengan terbitnya Undang-
Undang No. 19 Tahun 2019. Dalam UU 2019 diatur soal peningkatan sinergitas
antara KPK, kepolisian dan kejaksaan untuk penanganan perkara tindak pidana
korupsi.

7. UU No. 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang


Pencucian uang menjadi salah satu cara koruptor menyembunyikan atau
menghilangkan bukti tindak pidana korupsi. Dalam UU ini diatur soal penanganan
perkara dan pelaporan pencucian uang dan transaksi keuangan yang mencurigakan
sebagai salah satu bentuk upaya pemberantasan korupsi. Dalam UU ini juga
pertama kali diperkenalkan lembaga Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi
Keuangan (PPATK) yang mengkoordinasikan pelaksanaan upaya pencegahan dan
pemberantasan tindak pidana pencucian uang di Indonesia.

8. Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2018 tentang Strategi Nasional Pencegahan


Korupsi (Stranas PK)
Perpres ini merupakan pengganti dari Perpres No. 55 Tahun 2012 tentang
Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Jangka Panjang Tahun
2012-2025 dan Jangka Menengah Tahun 2012-2014 yang dianggap sudah tidak
sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan pencegahan korupsi. Stranas PK
yang tercantum dalam Perpres ini adalah arah kebijakan nasional yang memuat
fokus dan sasaran pencegahan korupsi yang digunakan sebagai acuan
kementerian, lembaga, pemerintah daerah dan pemangku kepentingan lainnya
dalam melaksanakan aksi pencegahan korupsi di Indonesia. Sementara itu, Aksi
Pencegahan Korupsi (Aksi PK) adalah penjabaran fokus dan sasaran Stranas PK
dalam bentuk program dan kegiatan.
Ada tiga fokus dalam Stranas PK, yaitu Perizinan dan Tata Niaga, Keuangan
Negara, dan Penegakan Hukum dan Demokrasi Birokrasi.

9. Peraturan Presiden No.102/2020 tentang Pelaksanaan Supervisi Pemberantasan


Tindak Pidana Korupsi.
Diterbitkan Presiden Joko Widodo, Perpres ini mengatur supervisi KPK
terhadap instansi yang berwenang melaksanakan pemberantasan tindak pidana
korupsi, yaitu Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Kejaksaan Republik
Indonesia. Perpres ini juga mengatur wewenang KPK untuk mengambil alih
perkara tindak pidana korupsi yang sedang ditangani oleh Polri dan Kejaksaan.
Perpres ini disebut sebagai bagian dari upaya untuk memperkuat kinerja KPK
dalam pemberantasan korupsi.

10. Permenristekdikti Nomor 33 Tahun 2019 tentang Kewajiban Penyelenggaraan


Pendidikan Anti Korupsi (PAK) di Perguruan Tinggi
Pemberantasan korupsi bukan sekadar penindakan, namun juga pendidikan
dan pencegahan. Oleh karena itu Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi
mengeluarkan peraturan untuk menyelenggarakan pendidikan antikorupsi (PAK)
di perguruan tinggi. Melalui Permenristekdikti Nomor 33 Tahun 2019 tentang
Kewajiban Penyelenggaraan Pendidikan Anti Korupsi (PAK) di Perguruan Tinggi,
perguruan tinggi negeri dan swasta harus menyelenggarakan mata kuliah
pendidikan antikorupsi di setiap jenjang, baik diploma maupun sarjana. Selain
dalam bentuk mata kuliah, PAK juga bisa diwujudkan dalam bentuk kegiatan
Kemahasiswaan atau pengkajian, seperti kokurikuler, ekstrakurikuler, atau di unit
kemahasiswaan. Adapun untuk Kegiatan Pengkajian, bisa dalam bentuk Pusat
Kajian dan Pusat Studi Kegiatan pengajaran PAK ini harus dilaporkan secara
berkala ke Kementerian melalui Direktur Jenderal Pembelajaran dan
Kemahasiswaan.

F. Peranan Mahasiswa dalam Pencegahan Korupsi


Mahasiswa memiliki peran penting dalam pencegahan korupsi, baik secara
individu maupun sebagai bagian dari komunitas akademik. Berikut adalah beberapa
cara mahasiswa dapat berkontribusi dalam pencegahan korupsi:

1. Pendidikan dan Kesadaran Mahasiswa


Mahasiswa menjadi agen pendidikan dan kesadaran tentang korupsi. Mereka dapat
mengadakan kampanye pendidikan di kampus, membuat materi edukasi, dan
mengadakan seminar atau workshop untuk meningkatkan kesadaran tentang
korupsi dan bagaimana mencegahnya.
2. Pelaporan Korupsi
Mahasiswa dapat berperan aktif dalam melaporkan kasus korupsi yang mereka
temui. Mereka dapat menggunakan platform online atau menghubungi otoritas
yang berwenang untuk melaporkan kasus korupsi.
3. Pengembangan dan Implementasi Kebijakan Antikorupsi
Mahasiswa dapat terlibat dalam pengembangan dan implementasi kebijakan
anti-korupsi di kampus. Mereka dapat menjadi bagian dari tim yang
mengembangkan kebijakan dan prosedur untuk mencegah korupsi, serta
memastikan bahwa kebijakan tersebut diikuti dan dijalankan dengan baik.
4. Penggunaan Teknologi
Mahasiswa dapat menggunakan teknologi untuk mencegah korupsi. Misalnya,
mereka dapat mengembangkan aplikasi atau platform online yang membantu
dalam deteksi dan pelaporan penipuan.
5. Partisipasi dalam Organisasi Antikorupsi
Mahasiswa dapat bergabung dengan organisasi anti-korupsi dan berpartisipasi
dalam kegiatan mereka. Hal ini dapat mencakup kegiatan pendidikan, penelitian,
dan advokasi.
6. Pengembangan Karakter dan Etika
Mahasiswa dapat fokus pada pengembangan karakter dan etika diri sendiri dan
rekan-rekan mereka. Mereka dapat mengadakan program atau kelompok diskusi
untuk membahas pentingnya integritas dan etika dalam kehidupan sehari-hari.
7. Kerja sama dengan Industri
Mahasiswa dapat bekerja sama dengan industri dan organisasi untuk
mencegah korupsi. Mereka dapat menjadi bagian dari program magang atau
penelitian yang fokus pada pencegahan korupsi.
8. Pengembangan Kebijakan Antikorupsi di Kampus
Mahasiswa dapat berkontribusi dalam pengembangan kebijakan anti-korupsi
di kampus mereka. Mereka dapat menjadi bagian dari tim yang mengembangkan
kebijakan dan prosedur untuk mencegah korupsi, serta memastikan bahwa
kebijakan tersebut diikuti dan dijalankan dengan baik.

Mahasiswa mempunyai potensi besar untuk melakukan perubahan positif


dalam pencegahan korupsi. Dengan partisipasi aktif dan inisiatif, mereka dapat
membantu dalam membangun masyarakat yang lebih adil dan bebas dari korupsi.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
korupsi adalah sesuatu yang busuk, jahat, dan merusak. Berdasarkan
kenyataan tersebut, perbuatan korupsi menyangkut sesuatu yang bersifat amoral, sifat
dan keadaan yang busuk, menyangkut jabatan instansi atau aparatur pemerintah,
penyelewengan kekuasaan dalam jabatan karena pemberian, menyangkut faktor
ekonomi dan politik dan penempatan keluarga atau golongan ke dalam kedinasan di
bawah kekuasaan jabatan.
Adapun faktor penyebab terjadinya korupsi terdapat pada dua faktor, yaitu
faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal, diantaranya; sifat serakah dan
tamak, gaya hidup konsumtif, dan moral yang lemah. Faktor eksternal, diantaranya;
aspek sosial, politik, hukum, ekonomi, dan organisasi.
Nilai dan prinsip antikorupsi meliputi kejujuran, kepedulian, kemandirian,
kedisiplinan, tanggungjawab, kerja keras, sederhana, keberanian, dan keadilan.
Pemberantasan korupsi dan penanganannya melibatkan pendekatan multifaset yang
mencakup reformasi hukum, etika, dan kelembagaan.
Pemberantasan korupsi bukan sekadar penindakan, namun juga pendidikan
dan pencegahan. Oleh karena itu Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi
mengeluarkan peraturan untuk menyelenggarakan pendidikan antikorupsi (PAK) di
perguruan tinggi. Melalui Permenristekdikti Nomor 33 Tahun 2019 tentang
Kewajiban Penyelenggaraan Pendidikan Anti Korupsi (PAK) di Perguruan Tinggi,
perguruan tinggi negeri dan swasta harus menyelenggarakan mata kuliah pendidikan
antikorupsi di setiap jenjang, baik diploma maupun sarjana.
Mahasiswa mempunyai potensi besar untuk melakukan perubahan positif
dalam pencegahan korupsi. Dengan partisipasi aktif dan inisiatif, mereka dapat
membantu dalam membangun masyarakat yang lebih adil dan bebas dari korupsi.
DAFTAR PUSTAKA

Koruptif, Perilaku Anti, dan Generasi Muda. "No Title". 201 (2018): 17-25

Wati, Sri. Pentingnya Pendidikan Tentang Antikorupsi kepada Mahasiswa, no. 6, (2022):
1827-34

Handoyo, Eko. Pendidikan Anti Korupsi, Yogyakarta; Penerbit Ombak, 2015

https://aclc.kpk.go.id/aksi-informasi/Eksplorasi/20220407-kenapa-masih-banyak-yang-
korupsi-ini-penyebabnya

Anda mungkin juga menyukai