Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Korupsi adalah hal yang sering dibicarakan publik, terutama dalam media
massa baik lokal maupun nasional. Banyak para ahli mengemukakan pendapatnya
tentang masalah korupsi ini. Korupsi sangat merugikan negara dan dapat merusak
generasi bangsa. Pada hakekatnya, korupsi adalah “benalu sosial” yang dapat merusak
struktur pemerintahan dan pembangunan.

Dalam praktiknya, korupsi sangat sukar bahkan tidak mungkin dapat


diberantas, dikarenakan sulitnya mencari bukti-bukti yang mendukung terjadinya
korupsi tersebut. Selain itu, korupsi sangat sulit untuk dideteksi oleh para aparat yang
bertugas. Padahal perbuatan korupsi merupakan bahaya besar yang harus diwaspadai
baik oleh pemerintah maupun masyarakat itu sendiri.

Saat ini korupsi sudah seperti budaya yang mendarah daging. Semua golongan
masyarakat melakukan korupsi baik secara sadar maupun tidak sadar. Demi
tercapainya pemerintahan dan pembangunan yang bersih, maka sudah seharusnya
budaya korupsi harus diberantas meskipun harus dengan berbagai cara.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah pengertian dari korupsi?

2. Apa yang melatarbelakangi terjadinya korupsi?

3. Apakah macam-macam dari korupsi?

4. Apakah dampak dari korupsi?

5. Apa yang dapat dilakukan untuk memberantas korupsi?


1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian korupsi.
2. Untuk mengetahui penyebab atau latar belakang terjadinya korupsi.
3. Untuk mengetahui macam-macam dari korupsi.
4. Untuk mengetahui dampak adanya korupsi.
5.Untuk mengetahui langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk
memberantas korupsi.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Korupsi

Korupsi berasal dari bahasa latin, Corruptio-Corrumpere yang artinya busuk,

rusak, menggoyahkan, memutarbalik atau menyogok. Korupsi menurut Huntington

(1968) adalah perilaku pejabat publik yang menyimpang dari norma-norma yang

diterima oleh masyarakat, dan perilaku menyimpang ini ditujukan dalam rangka

memenuhi kepentingan pribadi. Menurut Dr. Kartini Kartono, korupsi adalah

tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan jabatan guna mengeduk

keuntungan pribadi, merugikan kepentingan umum. Selanjutnya, dengan merujuk

definisi Huntington diatas, Heddy Shri Ahimsha-Putra (2002) menyatakan bahwa

persoalan korupsi adalah persoalan politik pemaknaan.

Maka dapat disimpulkan korupsi merupakan perbuatan curang yang merugikan

Negara dan masyarakat luas dengan berbagai macam modus.

Seorang sosiolog Malaysia Syed Hussein Alatas secara implisit menyebutkan

tiga bentuk korupsi yaitu sogokan (bribery), pemerasan (extortion), dan nepotisme.

Alatas mendefinisikan nepotisme sebagai pengangkatan kerabat, teman, atau

sekutu politik untuk menduduki jabatan-jabatan publik, terlepas dari kemampuan

yang dimilikinya dan dampaknya bagi kemaslahatan umum (Alatas 1999:6).

Inti ketiga bentuk korupsi menurut kategori Alatas ini adalah subordinasi

kepentingan umum dibawah tujuan-tujuan pribadi yang mencakup pelanggaran-


pelanggaran norma-norma, tugas, dan kesejahteraan umum, yang dibarengi dengan

kerahasiaan, pengkhianatan, penipuan, dan sikap masa bodoh terhadap akibat yang

ditimbulkannya terhadap masyarakat.

Istilah korupsi dapat pula mengacu pada pemakaian dana pemerintah untuk

tujuan pribadi. Definisi ini tidak hanya menyangkut korupsi moneter yang

konvensional, akan tetapi menyangkut pula korupsi politik dan administratif.

Seorang administrator yang memanfaatkan kedudukannya untuk menguras

pembayaran tidak resmi dari para investor (domestik maupun asing), memakai

sumber pemerintah, kedudukan, martabat, status, atau kewenangannnya yang

resmi, untuk keuntungan pribadi dapat pula dikategorikan melakukan tindak

korupsi.

Mengutip Robert Redfield, korupsi dilihat dari pusat budaya, pusat budaya

dibagi menjadi dua, yakni budaya kraton (great culture) dan budaya wong cilik

(little culture). Dikotomi budaya selalu ada, dan dikotomi tersebut lebih banyak

dengan subyektifitas pada budaya besar yang berpusat di kraton. Kraton dianggap

sebagai pusat budaya. Bila terdapat pusat budaya lain di luar kraton, tentu

dianggap lebih rendah dari pada budaya kraton. Meski pada hakikatnya dua

budaya tersebut berdiri sendiri-sendiri namun tetap ada bocoran budaya.


2.2 Sebab-Sebab Yang Melatarbelakangi Terjadinya Korupsi

Korupsi dapat terjadi karena beberapa factor yang mempengaruhi pelaku

korupsi itu sendiri atau yang biasa kita sebut koruptor. Adapun sebab-sebabnya,

antara lain:

a) Ketiadaan dan kelemahan pemimpin. Ketidakmampuan pemimpin untuk

menjalankan tugas dan tanggung jawabnya, merupakan peluang bawahan

melakukan korupsi. Pemimpin yang bodoh tidak mungkin mampu melakukan

kontrol manajemen lembaganya.kelemahan pemimpin ini juga termasuk ke-

leadership-an, artinya, seorang pemimpin yang tidak memiliki karisma, akan

mudah dipermainkan anak buahnya. Leadership dibutuhkan untuk menumbuhkan

rasa takut, ewuh poakewuh di kalangan staf untuk melakukan penyimpangan.

b) Kelemahan pengajaran dan etika. Hal ini terkait dengan sistem pendidikan

dan substansi pengajaran yang diberikan. Pola pengajaran etika dan moral lebih

ditekankan pada pemahaman teoritis, tanpa disertai dengan bentuk-bentuk

pengimplementasiannya.

c) Kolonialisme dan penjajahan. Penjajah telah menjadikan bangsa ini menjadi

bangsa yang tergantung, lebih memilih pasrah daripada berusaha dan senantiasa

menempatkan diri sebagai bawahan. Sementara, dalam pengembangan usaha,

mereka lebih cenderung berlindung di balik kekuasaan (penjajah) dengan

melakukan kolusi dan nepotisme. Sifat dan kepribadian inilah yang menyebabkan

munculnya kecenderungan sebagian orang melakukan korupsi.

d) Rendahnya pendidikan. Masalah ini sering pula sebagai penyebab timbulnya

korupsi. Minimnya ketrampilan, skill, dan kemampuan membuka peluang usaha


adalah wujud rendahnya pendidikan. Dengan berbagai keterbatasan itulah mereka

berupaya mencsri peluang dengan menggunakan kedudukannya untuk

memperoleh keuntungan yang besar. Yang dimaksud rendahnya pendidikan di sini

adalah komitmen terhadap pendidikan yang dimiliki. Karena pada kenyataannya,

para koruptor rata-rata memiliki tingkat pendidikan yang memadai, kemampuan,

dan skill.

e) Kemiskinan. Keinginan yang berlebihan tanpa disertai instropeksi diri atas

kemampuan dan modal yang dimiliki mengantarkan seseorang cenderung

melakukan apa saja yang dapat mengangkat derajatnya. Atas keinginannya yang

berlebihan ini, orang akan menggunakan kesempatan untuk mengeruk keuntungan

yang sebesar-besarnya.

f) Tidak adanya hukuman yang keras, seperti hukuman mati, seumur hidup atau

di buang ke Pulau Nusakambangan. Hukuman seperti itulah yang diperlukan untuk

menuntaskan tindak korupsi.

g) Kelangkaan lingkungan yang subur untuk perilaku korupsi.

2.3 Macam-Macam Korupsi

1. Korupsi transaktif
Korupsi jenis ini ditandai adanya kesepakatan timbal balik antara pihak yang
memberi dan menerima demi keuntungan bersama, dan kedua pihak sama-
sama aktif menjalankan perbuatan tersebut.
Contohnya :
a. Penunjukan langsung pproyek yang seharusnya melalui tender
b. Penjualan aset pemerintah dengan harga murah
2. Korupsi Investif
korupsi investif adalah korupsi yang melibatkan suatu penawaran barang atau
jasa tanpa adanya pertalian langsung dengan keuangan tertentubagi pemberi,
selain keuntungan yang diharapkan akan diperoleh di masa datang.
Contohnya :
Pejabat meminta balas budi pengusaha yang mendapatkan proyek . Kebiasaaan
ini membuat pengusaha selalu menyisihkan sebagian dana proyek dengan
mengurangi kualitas proyek untuk biaya “entertainment (hiburan)” ini.

3. Korupsi Ekstroktif
korupsi kategori ini menyatakan bentuk-bentuk koersi (paksaan)
tertentu di mana pihak pemberi dipaksa untuk guna mencegah kerugian yang
mengancam dirinya, kepentingan, kelompok , atau hal-hal berharga miliknya.
Contohnya :
Seorang pemimpin proyek secara langsung maupun tidak mendapat tekanan
untuk menyetor sejumlah uang kepada pejabat di atasnya. Jika tidak, ia bisa
kehilangan kesempatan untuk menjadi pimpinan pada proyek-proyek
berikutnya.

4. Korupsi Nepotistik
Korupsi nepotistik berupa pemberian perlakuan khusus kepada teman atau
mereka yang mempunyai kedekatan hubungan dalam rangkamenduduki jabatan
republik.
Contohnya :
Anak atau keluarga pejabat mendapat jatah proyek paling banyak , juga
memiliki peran besar dalam mengatur siapa yang layak melaksanakan proyek-
proyek pemerintah.
5. Korupsi Autogenetik
Korupsi autogenetik adalah korupsi yang di lakukan individu karena memiliki
kesempatan untuk mendapat keuntungan dari pengetahuan dan pemahamnya
atas sesuatu yang hanya diketahui seorang diri.
Contohnya :
seorang penjabat penting melakukan klaim biaya perjalanan dinas tahunan
dengan jumlah hari melebihi jumlah hari dalam setahun.

2.4 Dampak yang Diakibatkan Oleh Tindak Pidana Korupsi

1. Bidang Demokrasi

Korupsi menunjukan tantangan serius terhadap pembangunan. Di dalam dunia

politik, korupsi mempersulit demokrasi dan tata pemerintahan yang baik (good

governance) dengan cara menghancurkan proses formal. Korupsi di pemilihan

umum dan di badan legislatif mengurangi akuntabilitas dan perwakilan di

pembentukan kebijaksanaan; korupsi di sistem pengadilan menghentikan

ketertiban hukum; dan korupsi di pemerintahan publik menghasilkan ketidak-

seimbangan dalam pelayanan masyarakat. Secara umum, korupsi mengkikis

kemampuan institusi dari pemerintah, karena pengabaian prosedur, penyedotan

sumber daya, dan pejabat diangkat atau dinaikan jabatan bukan karena prestasi.

Pada saat yang bersamaan, korupsi mempersulit legitimasi pemerintahan dan nilai

demokrasi seperti kepercayaan dan toleransi.

2.Bidang Ekonomi
Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dan mengurangi kualitas
pelayanan pemerintahan. Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dengan
membuat distorsi dan ketidak efisienan yang tinggi. Dalam sektor privat, korupsi
meningkatkan ongkos niaga karena kerugian dari pembayaran ilegal, ongkos
manajemen dalam negosiasi dengan pejabat korup, dan risiko pembatalan perjanjian
atau karena penyelidikan. Korupsi juga mengurangi pemenuhan syarat-syarat
keamanan bangunan, lingkungan hidup, atau aturan-aturan lain. Korupsi juga
mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan dan infrastruktur, dan menambahkan
tekanan-tekanan terhadap anggaran pemerintah.

3. Bidang Kesejahteraan Negara

Korupsi politis ada dibanyak negara, dan memberikan ancaman besar bagi

warga negaranya. Korupsi politis berarti kebijaksanaan pemerintah sering

menguntungkan pemberi sogok, bukannya rakyat luas. Satu contoh lagi adalah

bagaimana politikus membuat peraturan yang melindungi perusahaan besar,

namun merugikan perusahaan-perusahaan kecil (SME). Politikus-politikus "pro-

bisnis" ini hanya mengembalikan pertolongan kepada perusahaan besar yang

memberikan sumbangan besar kepada kampanye pemilu mereka.

2.5 Cara Memberantas Tindak Pidana Korupsi

A. Strategi Preventif
Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan dengan diarahkan pada hal-hal yang
menjadi penyebab timbulnya korupsi. Setiap penyebab yang terindikasi harus dibuat
upaya preventifnya, sehingga dapat meminimalkan penyebab korupsi. Disamping itu
perlu dibuat upaya yang dapat meminimalkan peluang untuk melakukan korupsi dan
upaya ini melibatkan banyak pihak dalam pelaksanaanya agar dapat berhasil
danmampu mencegah adanya korupsi.
B. Strategi Deduktif
Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan terutama dengan diarahkan agar
apabila suatu perbuatan korupsi terlanjur terjadi, maka perbuatan tersebutakan dapat
diketahui dalam waktu yang sesingkat-singkatnya dan seakurat-akuratnya, sehingga
dapat ditindaklanjuti dengan tepat. Dengan dasar pemikiran ini banyak sistem yang
harus dibenahi, sehingga sistem-sistem tersebut akan dapat berfungsi sebagai aturan
yang cukup tepat memberikan sinyal apabila terjadi suatu perbuatan korupsi. Hal ini
sangat membutuhkan adanya berbagai disiplin ilmu baik itu ilmu hukum, ekonomi
maupun ilmu politik dan sosial.

C. Strategi Represif

Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan terutama dengan diarahkan untuk
memberikan sanksi hukum yang setimpal secara cepat dan tepat kepada pihak-pihak
yang terlibat dalam korupsi. Dengan dasar pemikiran ini proses penanganan korupsi
sejak dari tahap penyelidikan, penyidikan dan penuntutan sampai dengan peradilan
perlu dikaji untuk dapat disempurnakan di segala aspeknya, sehingga proses
penanganan tersebut dapat dilakukan secara cepat dan tepat. Namun implementasinya
harus dilakukan secara terintregasi. Bagi pemerintah banyak pilihan yang dapat
dilakukan sesuai dengan strategiyang hendak dilaksanakan. Bahkan dari masyarakat
dan para pemerhati / pengamat masalah korupsi banyak memberikan sumbangan
pemikiran dan opini strategi pemberantasan korupsi secara preventif maupun secara
represif antara lain :
1. Konsep “carrot and stick” yaitu konsep pemberantasan korupsi yang sederhana

yang keberhasilannya sudah dibuktikan di Negara RRC dan Singapura. Carrot

adalah pendapatan netto pegawai negeri, TNI dan Polri yang cukup untuk

hidup dengan standar sesuai pendidikan, pengetahuan, kepemimpinan, pangkat

dan martabatnya, sehingga dapat hidup layak bahkan cukup untuk hidup

dengan “gaya” dan “gagah”. Sedangkan Stick adalah bila semua sudah

dicukupi dan masih ada yang berani korupsi, maka hukumannya tidak
tanggung-tanggung, karena tidak ada alasan sedikitpun untuk melakukan

korupsi, bilamana perlu dijatuhi hukuman mati.

2. Gerakan “Masyarakat Anti Korupsi” yaitu pemberantasan korupsi di Indonesia

saat ini perlu adanya tekanan kuat dari masyarakat luas dengan mengefektifkan

gerakan rakyat anti korupsi, LSM, ICW, Ulama NU dan Muhammadiyah

ataupun ormas yang lain perlu bekerjasama dalam upaya memberantas korupsi,

serta kemungkinan dibentuknya koalisi dari partai politik untuk melawan

korupsi. Selama ini pemberantasan korupsi hanya dijadikan sebagai bahan

kampanye untuk mencari dukungan saja tanpa ada realisasinya dari partai

politik yang bersangkutan. Gerakan rakyat ini diperlukan untuk menekan

pemerintah dan sekaligus memberikan dukungan moral agar pemerintah

bangkit memberantas korupsi.

3. Gerakan “Pembersihan” yaitu menciptakan semua aparat hukum (Kepolisian,


Kejaksaan, Pengadilan) yang bersih, jujur, disiplin, dan bertanggungjawab serta
memiliki komitmen yang tinggi dan beranimelakukan pemberantasan korupsi
tanpa memandang status sosial untuk menegakkan hukum dan keadilan. Hal ini
dapat dilakukan dengan membenahi sistem organisasi yang ada dengan
menekankan prosedur structure follows strategy yaitu dengan menggambar
struktur organisasiyang sudah ada terlebih dahulu kemudian menempatkan
orang-orangsesuai posisinya masing-masing dalam struktur organisasi tersebut.

4. Gerakan “Moral” yang secara terus menerus mensosialisasikan bahwa korupsi

adalah kejahatan besar bagi kemanusiaan yang melanggar harkat dan martabat

manusia. Melalui gerakan moral diharapkan tercipta kondisi lingkungan sosial

masyarakat yang sangat menolak, menentang, dan menghukum perbuatan

korupsi dan akan menerima, mendukung, dan menghargai perilaku anti


korupsi. Langkah ini antara lain dapat dilakukan melalui lembaga pendidikan,

sehingga dapat terjangkau seluruh lapisan masyarakat terutama generasi muda

sebagai langlah yang efektif membangun peradaban bangsa yang bersih dari

moral korup.

5. Gerakan “Pengefektifan Birokrasi” yaitu dengan menyusutkan jumlah pegawai

dalam pemerintahan agar didapat hasil kerja yang optimal dengan jalan

menempatkan orang yang sesuai dengan kemampuan dan keahliannya. Dan

apabila masih ada pegawai yang melakukan korupsi, dilakukan tindakan tegas

dan keras kepada mereka yang telah terbukti bersalah dan bilamana perlu

dihukum mati karena korupsi adalah kejahatan terbesar bagi kemanusiaan dan

siapa saja yang melakukan korupsi berarti melanggar harkat dan martabat

kehidupan. Pemerintah setiap negara pada umumnya pasti telah melakukan

langkah-langkah untuk memberantas korupsi dengan membuat undang-undang.

Indonesia juga membuat undang-undang tentang pemberantasan tindak pidana

korupsi (undang-undang terlampir dihalaman belakang).


BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Korupsi adalah suatu tindak pidana yang memperkaya diri yang secara
langsung merugikan negara atau perekonomian negara. Jadi, unsur dalam perbuatan
korupsi meliputi dua aspek. Aspek yang memperkaya diri dengan menggunakan
kedudukannya dan aspek penggunaan uang negara untuk kepentingannya. Adapun
penyebabnya antara lain, ketiadaan dan kelemahan pemimpin, kelemahan pengajaran
dan etika, kolonialisme penjajahan, rendahnya pendidikan, kemiskinan, tidak adanya
hukuman yang keras. Korupsi dapat diklasifikasikan menjadi 5 macam, korupsi
transaktif, korupsi investif, korupsi ekstroktif, korupsi nepotistik, dan korupsi
autogenetik. Dampak korupsi dapat terjadi di berbagai bidang diantaranya, bidang
demokrasi, ekonomi, dan kesejahteraan negara.

3.2. Saran

Sikap untuk menghindari korupsi seharusnya ditanamkan sejak dini. Dan


pencegahan korupsi dapat dimulai dari hal yang kecil. Sehingga dapat tercipta
generasi yang bertanggung jawab dan bebas dari tindakan korupsi.

Anda mungkin juga menyukai