Anda di halaman 1dari 15

Bab 1 Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Korupsi merupakan salah satu dari sekian istilah yang kini telah akrab di telinga masyarakat Indonesia,
hampir setiap hari media massa memberitakan berbagai kasus korupsi yang dilakukan oleh aparatur
negara baik pegawai negeri ataupun pejabat negara. Dalam kepustakaan kriminologi, korupsi merupakan
salah satu kejahatan jenis white collar crime atau kejahatan kerah putih. Akrabnya istilah korupsi
dikalangan masyarakat telah menunjukkan tumbuh suburnya perhatian masyarakat terhadap korupsi,
kejahatan kerah putih mampu menarik perhatian masyarakat karena para pelakunya adalah orang-orang
yang dipersepsikan oleh masyarakat sebagai orang-orang terkenal atau cukup terpandang namun
merekalah yang membuat kemiskinan di dalam masyarakat. Timbulnya kejahatan sejenis seperti ini
menunjukan bahwa sudah tidak hanya kemiskinan saja yang menjadi penyebab timbulnya kejahatan,
melainkan faktor kemakmuran dan kemewahan merupakan faktor pendorong orang-orang melakukan
kejahatan.
Membicarakan tentang korupsi memang akan menemukan kenyataan semacam itu karena korupsi
menyangkut segi-segi moral, sifat dan keadaan yang busuk, jabatan dalam instansi atau aparatur
pemerintah, penyelewengan kekuasaan dalam jabatan karena pemberian, faktor ekonomi dan politik,
serta penempatan keluarga atau golongan kedalam kedinasan di bawah kekuasaan jabatannya. Korupsi
digolongkan sebagai kejahatan luar biasa (ekstra ordinary crime), tidak saja karena modus dan teknik yang
sistematis, akibat yang ditimbulkan kejahatan korupsi bersifat pararel dan merusak seluruh sistem
kehidupan, baik dalam ekonomi, politik, sosial-budaya dan bahkan sampai pada kerusakan moral serta
mental masyarakat. Rusaknya sistem kehidupan ekonomi sehingga merugikan negara, yang dapat
mengganggu perekonomian negara. Definisi negara disini tidak hanya menyangkut negara dalam lingkup
Pemerintah Pusat, tetapi juga menyangkut Pemerintah Daerah, hal ini terjadi karena memang tidak dapat
dipungkiri, bahwa kekuasaan baik di pusat maupun di daerah memang cendrung lebih mudah untuk korup
(Power tends to Corup).
Korupsi tidak lain adalah menyalahgunakan jabatan, kewenangan dan kekuasaan yang dimiliki untuk
memperkaya diri sendiri atau orang lain dengan cara melawan hukum sehingga dapat merugikan
keuangan negara atau perekonomian negara. Tindak pidana korupsi ini akan menyebabkan dampak buruk
yang meluas. Selain merugikan keuangan, dan pelanggaran terhadap hak-hak sosial serta ekonomi
masyarakat juga mempengaruhi akibat buruk lainnya.

1
1.2 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian korupsi?


2. Apa peyebab korupsi?
3. Apa saja jenis-jenis korupsi?
4. Apa dampak dari korupsi?
5. Apa saja upaya untuk mengatasi korupsi?

2
BAB 2 ISI

2.1 Pengertian Korupsi


Korupsi berasal dari bahasa Latin: corruption dari kata kerja corrumpere berarti busuk, rusak,
menggoyahkan, memutar balik, menyogok. Menurut Transparency International adalah perilaku pejabat
publik, baik politikus/ politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal
memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan
publik yang dipercayakan kepada mereka. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, korupsi
secara harfiah berarti: buruk, rusak, suka memakai barang (uang) yang dipercayakan padanya, dapat
disogok (melalui kekuasaannya untuk kepentingan pribadi). Adapun arti terminologinya, korupsi adalah
penyelewengan atau penggelapan (uang negara atau perusahaan) untuk kepentingan pribadi atau orang
lain.
Sementara, disisi lain, korupsi (corrupt, corruptie, corruption) juga bisa bermakna kebusukan,
keburukan, dan kebejatan. Definisi ini didukung oleh Acham yang mengartikan korupsi sebagai suatu
tindakan yang menyimpang dari norma masyarakat dengan cara memperoleh keuntungan untuk diri
sendiri serta merugikan kepentingan umum. Intinya, korupsi adalah menyalahgunakan kepercayaan yang
diberikan publik atau pemilik untuk kepentingan pribadi. Sehingga, korupsi menunjukkan fungsi ganda
yang kontradiktif, yaitu memiliki kewenangan yang diberikan publik yang seharusnya untuk kesejahteraan
publik, namun digunakan untuk keuntungan diri sendiri.
Korupsi merupakan kejahatan yang dilakukan dengan penuh perhitungan oleh mereka yang justru
merasa sebagai kaum terdidik dan terpelajar. Korupsi juga bisa dimungkinkan terjadi pada situasi dimana
seseorang memegang suatu jabatan yang melibatkan pembagian sumber-sumber dana dan memiliki
kesempatan untuk menyalahgunakannya guna kepentingan pribadi. Nye mendefinisikan korupsi sebagai
perilaku yang menyimpang dari tugas formal sebagai pegawai publik untuk mendapatkan keuntungan
finansial atau meningkatkan status. Selain itu, juga bisa diperoleh keuntungan secara material, emosional,
atau pun simbol.

1. Syed Husein Alatas


Menurut pemakaian umum, istilah korupsi pejabat, kita menyebut korup apabila seorang
pegawai negeri menerima pemberian yang disodorkan oleh seorang swasta dengan maksud
mempengaruhinya agar memberikan perhatian istimewa pada kepentingan-kepentingan si pemberi.
Terkadang perbuatan menawarkan pemberian seperti itu atau hadiah lain yang menggoda juga tercakup

3
dalam konsep itu. Pemerasan, yakni permintaan pemberian-pemberian atau hadiah seperti itu dalam
pelaksanaan tugas-tugas publik, juga bisa dipandang sebagai korupsi. Sesungguhnyalah, istilah itu
terkadang juga dikenakan pada pejabat-pejabat yang menggunakan dana publik yang mereka urus bagi
keuntungan mereka sendiri; dengan kata lain, mereka yang bersalah melakukan penggelapan di atas
harga yang harus dibayar publik

2. David H. Bayley
Korupsi sebagai perangsang (seorang pejabat pemerintah) berdasarkan itikad buruk (seperti
misalnya, suapan) agar ia melakukan pelanggaran kewajibannya. Lalu suapan (sogokan) diberi definisi
sebagai hadiah, penghargaan, pemberian atau keistimewaan yang dianugerahkan atau dijanjikan,
dengan tujuan merusak pertimbangan atau tingkah laku, terutama seorang dari dalam kedudukan
terpercaya (sebagai pejabat pemerintah).

3. Sudomo
Sebenarnya pengertian korupsi ada tiga, pertama menguasai atau mendapatkan uang dari negara
dengan berbagai cara secara tidak sah dan dipakai untuk kepentingan sendiri, kedua, menyalahgunakan
wewenang, abuse of power. Wewenang itu disalahgunakan untuk memberikan keuntungan yang lain.
Ketiga adalah pungutan liar. Pungli ini interaksi antara duaorang, biasanya pejabat dengan warga
setempat, yang maksudnya oknum pejabat memberikan suatu fasilitas dan sebagainya, dan oknum warga
masyarakat tertentu memberi imbalan atas apa yang dilakukan oleh oknum pejabat yang bersangkutan
tersebut.

2.2 Penyebab Korupsi


Penyebab terjadinya korupsi diantaranya adalah:
1. Aspek Individu Pelaku korupsi
Apabila dilihat dari segi si pelaku korupsi, sebab-sebab dia melakukan korupsi dapat berupa dorongan dari
dalam dirinya, yang dapat pula dikatakan sebagai keinginan, niat, atau kesadarannya untuk melakukan. Sebab-
sebab seseorang terdorong untuk melakukan korupsi antara lain sebagai berikut:

a) Sifat Tamak Manusia


Kemungkinan orang yang melakukan korupsi adalah orang yang penghasilannya sudah cukup tinggi, bahkan
sudah berlebih bila dibandingkan dengan kebutuhan hidupnya. Dalam hal seperti ini, berapapun kekayaan dan
penghasilan sudah diperoleh oleh seseorang tersebut, apabila ada kesempatan untuk melakukan korupsi, maka
akan dilakukan juga.

4
b) Moral Yang Kurang Kuat Menghadapi Godaan
Seseorang yang moralnya tidak kuat cenderung lebih mudah untuk terdorong berbuat korupsi karena
adanya godaan. Godaan terhadap seorang pegawai untuk melakukan korupsi berasal dari atasannya, teman
setingkat, bawahannya, atau dari pihak luar yang dilayani.

c) Penghasilan Kurang Mencukupi Kebutuhan Hidup Yang Wajar


Apabila ternyata penghasilannya tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya yang wajar, maka mau tidak
mau harus mencari tambahan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Usaha untuk mencari tambahan
penghasilan tersebut sudah merupakan bentuk korupsi, misalnya korupsi waktu, korupsi pikiran, tenaga, dalam arti
bahwa seharusnya pada jam kerja, waktu, pikiran, dan tenaganya dicurahkan untuk keperluan dinas ternyata
dipergunakan untuk keperluan lain.

d) Kebutuhan Hidup Yang Mendesak


Kebutuhan yang mendesak seperti kebutuhan keluarga, kebutuhan untuk membayar hutang, kebutuhan
untuk membayar pengobatan yang mahal, kebutuhan untuk membiayai sekolah anaknya, merupakan bentuk-
bentuk dorongan seseorang yang berpenghasilan kecil untuk berbuat korupsi.

e) Gaya Hidup Konsumtif


Gaya hidup yang konsumtif di kota-kota besar, mendorong seseorang untuk dapat memiliki mobil mewah,
rumah mewah, pakaian yang mahal, hiburan yang mahal, dan sebagainya. Gaya hidup yang konsumtif tersebut
akan menjadikan penghasilan yang sedikit semakin tidak mencukupi. Hal tersebut juga akan mendorong seseorang
untuk melakukan korupsi bilamana kesempatan untuk melakukannya ada.

f) Malas Atau Tidak Mau Bekerja Keras


Kemungkinan lain, orang yang melakukan korupsi adalah orang yang ingin segera mendapatkan sesuatu
yang banyak, tetapi malas untuk bekerja keras guna meningkatkan penghasilannya.

g) Ajaran-Ajaran Agama Kurang Diterapkan Secara Benar


Para pelaku korupsi secara umum adalah orang-orang yang beragama. Mereka memahami ajaran-ajaran
agama yang dianutnya, yang melarang korupsi. Akan tetapi pada kenyataannya mereka juga melakukan korupsi. Ini
menunjukkan bahwa banyak ajaran-ajaran agama yang tidak diterapkan secara benar oleh pemeluknya.

2. Aspek Organisasi
Organisasi dalam hal ini adalah organisasi dalam arti yang luas, termasuk sistem pengorganisasian lingkungan
masyarakat. Organisasi yang menjadi korban korupsi atau dimana korupsi terjadi biasanya memberi andil terjadinya
korupsi karena membuka peluang atau kesempatan untuk terjadinya korupsi. Diantara penyebabnya adalah:

5
a) Kurang Adanya Teladan Dari Pemimpin
Dalam organisasi, pimpinannya baik yang formal maupun yang tidak formal (sesepuhnya) akan menjadi
panutan dari setiap anggota atau orang yang berafiliasi pada organisasi tersebut. Apabila pimpinannya
mencontohkan gaya hidup yang bersih dengan tingkat kehidupan ekonomi yang wajar, maka anggota-anggota
organisasi tersebut akan cenderung untuk bergaya hidup yang sama.

b) Tidak Adanya Kultur Organisasi Yang Benar


Kultur atau budaya organisasi biasanya akan mempunyai pengaruh yang sangat kuat kepada anggota-
anggota organisasi tersebut terutama pada kebiasaannya, cara pandangnya, dan sikap dalam menghadapi suatu
keadaan. Kebiasaan tersebut akan menular ke anggota lain dan kemudian perbuatan tersebut akan dianggap
sebagai kultur di lingkungan yang bersangkutan. Misalnya, di suatu bagian dari suatu organisasi akan dapat muncul
budaya uang pelicin, amplop, hadiah, dan lain-lain yang mengarah ke akibat yang tidak baik bagi organisasi.

c) Sistem Akuntabilitas di Instansi Pemerintah Kurang Memadai


Pada organisasi dimana setiap unit organisasinya mempunyai sasaran yang telah ditetapkan untuk dicapai
yang kemudian setiap penggunaan sumber dayanya selalu dikaitkan dengan sasaran yang harus dicapai tersebut,
maka setiap unsur kuantitas dan kualitas sumber daya yang tersedia akan selalu dimonitor dengan baik. Pada
instansi pemerintah, pada umumnya instansi belum merumuskan dengan jelas visi dan misi yang diembannya dan
juga belum merumuskan dengan tepat tujuan dan sasaran yang harus dicapai dalam periode tertentu guna
mencapai misi tersebut. Demikian pula dalam memonitor prestasi kerja unit-unit organisasinya, pada umumnya
hanya melihat tingkat penggunaan sumber daya (input factor), tanpa melihat tingkat pencapaian sasaran yang
seharusnya dirumuskan dengan tepat dan seharusnya dicapai (faktor out-put). Akibatnya, terhadap instansi
pemerintah sulit dilakukan penilaian apakah instansi tersebut berhasil mencapai sasarannya atau tidak. Keadaan
ini memunculkan situasi organisasi yang kondusif untuk terjadi korupsi.

d) Kelemahan Sistem Pengendalian Manajemen


Pada organisasi di mana pengendalian manajemennya lemah akan lebih banyak pegawai yang melakukan
korupsi dibandingkan pada organisasi yang pengendalian manajemennya kuat. Seorang pegawai yang mengetahui
bahwa sistem pengendalian manajemen pada organisasi di mana dia bekerja lemah, maka akan timbul kesempatan
atau peluang baginya untuk melakukan korupsi.

e) Manajemen Cenderung Menutupi Korupsi Di Dalam Organisasinya


Pada umumnya jajaran manajemen organisasi di mana terjadi korupsi enggan membantu mengungkapkan
korupsi tersebut walaupun korupsi tersebut sama sekali tidak melibatkan dirinya. Kemungkinan keengganan
tersebut timbul karena terungkapnya praktek korupsi di dalam organisasinya. Akibatnya, jajaran manajemen
cenderung untuk menutup-nutupi korupsi yang ada, dan berusaha menyelesaikannya dengan cara-cara sendiri
yang kemudian dapat menimbulkan praktek korupsi yang lain.
6
3. Aspek Masyarakat Tempat Individu dan Organisasi Berada

a) Nilai-Nilai Yang berlaku Di Masyarakat Ternyata Kondusif Untuk Terjadinya Korupsi


Korupsi mudah timbul karena nilai-nilai yang berlaku di masyarakat kondusif untuk terjadinya hal itu.
Misalnya, banyak anggota masyarakat yang dalam pergaulan sehari-harinya ternyata dalam menghargai seseorang
lebih didasarkan pada kekayaan yang dimiliki orang yang bersangkutan.

b) Masyarakat Kurang Menyadari Bahwa Yang Paling Dirugikan Oleh Setiap Praktik Korupsi Adalah Masyarakat
Sendiri
Masyarakat pada umumnya beranggapan bahwa apabila terjadi perbuatan korupsi, maka pihak yang akan
paling dirugikan adalah negara atau pemerintah. Masyarakat kurang menyadari bahwa apabila negara atau
pemerintah yang dirugikan, maka secara pasti hal itu juga merugikan masyarakat sendiri.

c) Masyarakat Kurang Menyadari Bahwa Masyarakat Sendiri Terlibat Dalam Setiap Praktik Korupsi
Pada umumnya masyarakat beranggapan bahwa apabila terjadi perbuatan korupsi, yang terlibat dan yang
harus bertanggung jawab adalah aparat pemerintahnya. Masyarakat kurang menyadari bahwa pada hampir setiap
perbuatan korupsi, yang terlibat dan mendapatkan keuntungan adalah termasuk anggota masyarakat tertentu. Jadi
tidak hanya aparat pemerintah saja.

d) Masyarakat Kurang Menyadari Bahwa Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Hanya Akan Berhasil Kalau
Masyarakat Ikut Aktif Melakukannya
Pada umumnya masyarakat beranggapan bahwa pihak yang bertanggung jawab untuk melakukan
pemberantasan korupsi adalah pemerintah. Pandangan seperti itu adalah keliru, dan ini terbukti bahwa selama ini
pemberantasan korupsi masih belum berhasil karena upaya pemberantasan korupsi tersebut masih lebih banyak
mengandalkan pemerintah.
Masyarakat secara nasional mempunyai berbagai potensi dan kemampuan diberbagai bidang, yang apabila
dipergunakan secara terencana dan terkoordinasi maka akan lebih memberikan hasil pada upaya pemberantasan
korupsi. Sebagai contoh, peran-serta secara aktif dari kalangan pemuka agama memiliki kemungkinan yang lebih
besar untuk berhasil mengurangi ketamakan manusia. Demikian peran-serta secara aktif dari para pendidik.
Alatas menjelaskan beberapa hal yang menjadi penyebab korupsi, antara lain, yaitu:
a) Lemahnya/ tidak adanya kepemimpinan yang berpengaruh dalam menjinakkan korupsi

b) Kurangnya pendidikan agama dan etika

c) Konsumerisme dan globalisasi

d) Kurangnya pendidikan

e) Kemiskinan

7
f) Tidak adanya tindak hukuman yang keras

g) Kelangkaan lingkungan yang subur untuk perilaku anti korupsi

h) Struktur pemerintahan

i) Perubahan radikal/ transisi demokrasi


Sementara, berdasarkan jajak pendapat yang dilakukan oleh bagian Litbang Harian Kompas
menunjukkan bahwa penyebab perilaku korupsi, yaitu:
a) Didorong oleh motif-motif ekonomi, yakni ingin memiliki banyak uang dengan cara cepat meski
memiliki etos kerja yang rendah.

b) Rendahnya moral

c) Penegakan hukum yang lemah

2.3. Jenis Jenis Korupsi


Menurut Alatas (1987) dari segi tipologi, membagi korupsi ke dalam tujuh jenis yang berlainan, yaitu:
1. Korupsi transaktif (transactive corruption), menunjuk kepada adanya kesepakatan timbal balik antara pemberi
dan penerima, demi keuntungan kedua belah pihak.

2. Korupsi yang memeras (extortive corruption), menunjuk adanya pemaksaan kepada pihak pemberi untuk
menyuap guna mencegah kerugian yang sedang mengancam dirinya, kepentingannya atau hal-hal yang
dihargainya.

3. Korupsi investif (investive corruption), adalah pemberian barang atau jasa tanpa ada pertalian langsung dengan
keuntungan tertentu, selain keuntungan yang dibayangkan akan diperoleh dimasa yang akan datang.

4. Korupsi perkerabatan (nepotistic corruption), adalah penunjukan yang tidak sah terhadap teman atau sanak
saudara untuk memegang jabatan dalam pemerintahan, atau tindakan yang memberikan perlakuan istimewa
secara bertentangan dengan norma dan peraturan yang berlaku.

5. Korupsi defensive (defensive corruption), adalah korban korupsi dengan pemerasan. Korupsinya adalah dalam
rangka mempertahankan diri.
6. Korupsi otogenik (autogenic corruption), adalah korupsi yang dilakukan oleh seseorang seorang diri.

7. Korupsi dukungan (supportive corruption), adalah korupsi yang dilakukan untuk memperkuat korupsi yang
sudah ada.

Korupsi dilihat dari proses terjadinya perilaku korupsi dapat dibedakan dalam tiga bentuk:
1. Graft, yaitu korupsi yang bersifat internal. Korupsi ini terjadi karena mereka mempunyai kedudukan dan jabatan
di kantor tersebut. Dengan wewenangnya para bawahan tidak dapat menolak permintaan atasannya.

8
2. Bribery (penyogokan, penyuapan), yaitu tindakan korupsi yang melibatkan orang lain di luar dirinya
(instansinya). Tindakan ini dilakukan dengan maksud agar dapat mempengaruhi objektivitas dalam membuat
keputusan atau membuat keputusan yang dibuat akan menguntungkan pemberi, penyuap atau penyogok.

3. Nepotism, yaitu tindakan korupsi berupa kecenderungan pengambilan keputusan yang tidak berdasar pada
pertimbangan objektif, rasional, tapi didasarkan atas pertimbangan nepotis dan kekerabatan.

Sedangkan korupsi bila dilihat dari sifat korupsinya dibedakan menjadi dua yaitu:
1. Korupsi individualis, yaitu penyimpangan yang dilakukan oleh salah satu atau beberapa orang dalam suatu
organisasi dan berkembang suatu mekanisme muncul, hilang dan jika ketahuan pelaku korupsi akan terkena
hukuman yang bisa disudutkan, dijauhi, dicela, dan bahkan diakhiri nasib karirnya.

2. Korupsi sistemik, yaitu korupsi yang dilakukan oleh sebagian besar (kebanyakan) orang dalam suatu organisasi
(melibatkan banyak orang)

2.4 Dampak Korupsi


1. Demokrasi

Korupsi menunjukan tantangan serius terhadap pembangunan. Di dalam dunia politik, korupsi
mempersulit demokrasi dan tata pemerintahan yang baik (good governance) dengan cara
menghancurkan proses formal. Korupsi di pemilihan umum dan di badan legislatif mengurangi
akuntabilitas dan perwakilan di pembentukan kebijaksanaan; korupsi di sistem pengadilan menghentikan
ketertiban hukum; dan korupsi di pemerintahan publik menghasilkan ketidak-seimbangan dalam
pelayanan masyarakat. Secara umum, korupsi mengkikis kemampuan institusi dari pemerintah, karena
pengabaian prosedur, penyedotan sumber daya, dan pejabat diangkat atau dinaikan jabatan bukan
karena prestasi. Pada saat yang bersamaan, korupsi mempersulit legitimasi pemerintahan dan nilai
demokrasi seperti kepercayaan dan toleransi.

2. Ekonomi

Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dengan membuat distorsi dan ketidak efisienan
yang tinggi. Dalam sektor private, korupsi meningkatkan ongkos niaga karena kerugian dari pembayaran
ilegal, ongkos manajemen dalam negosiasi dengan pejabat korup, dan risiko pembatalan perjanjian atau
karena penyelidikan. Walaupun ada yang menyatakan bahwa korupsi mengurangi ongkos (niaga) dengan
mempermudah birokrasi, konsensus yang baru muncul berkesimpulan bahwa ketersediaan sogokan
menyebabkan pejabat untuk membuat aturan-aturan baru dan hambatan baru. Dimana korupsi
menyebabkan inflasi ongkos niaga, korupsi juga mengacaukan "lapangan perniagaan". Perusahaan yang

9
memiliki koneksi dilindungi dari persaingan dan sebagai hasilnya mempertahankan perusahaan-
perusahaan yang tidak efisien.

Korupsi menimbulkan distorsi (kekacauan) di dalam sektor publik dengan mengalihkan investasi
publik ke proyek-proyek masyarakat yang mana sogokan dan upah tersedia lebih banyak. Pejabat mungkin
menambah kompleksitas proyek masyarakat untuk menyembunyikan praktek korupsi, yang akhirnya
menghasilkan lebih banyak kekacauan. Korupsi juga mengurangi pemenuhan syarat-syarat keamanan
bangunan, lingkungan hidup, atau aturan-aturan lain. Korupsi juga mengurangi kualitas pelayanan
pemerintahan dan infrastruktur; dan menambahkan tekanan-tekanan terhadap anggaran pemerintah.

Para pakar ekonomi memberikan pendapat bahwa salah satu faktor keterbelakangan
pembangunan ekonomi di Afrika dan Asia, terutama di Afrika, adalah korupsi yang berbentuk penagihan
sewa yang menyebabkan perpindahan penanaman modal (capital investment) ke luar negeri, bukannya
diinvestasikan ke dalam negeri (maka adanya ejekan yang sering benar bahwa ada diktator Afrika yang
memiliki rekening bank di Swiss). Berbeda sekali dengan diktator Asia, seperti Soeharto yang sering
mengambil satu potongan dari semuanya (meminta sogok), namun lebih memberikan kondisi untuk
pembangunan, melalui investasi infrastruktur, ketertiban hukum, dan lain-lain. Pakar dariUniversitas
Massachussetts memperkirakan dari tahun 1970 sampai 1996, pelarian modal dari 30 negara sub-Sahara
berjumlah US $187 triliun, melebihi dari jumlah utang luar negeri mereka sendiri. (Hasilnya, dalam artian
pembangunan (atau kurangnya pembangunan) telah dibuatkan modelnya dalam satu teori oleh ekonomis
Mancur Olson). Dalam kasus Afrika, salah satu faktornya adalah ketidak-stabilan politik, dan juga
kenyataan bahwa pemerintahan baru sering menyegel aset-aset pemerintah lama yang sering didapat
dari korupsi. Ini memberi dorongan bagi para pejabat untuk menumpuk kekayaan mereka di luar negeri,
di luar jangkauan dari ekspropriasi di masa depan.

3. Kesejahteraan umum Negara

Korupsi politis ada di banyak negara, dan memberikan ancaman besar bagi warga negaranya.
Korupsi politis berarti kebijaksanaan pemerintah sering menguntungkan pemberi sogok, bukannya rakyat
luas. Satu contoh lagi adalah bagaimana politikus membuat peraturan yang melindungi perusahaan besar,
namun merugikan perusahaan-perusahaan kecil (SME). Politikus-politikus "pro-bisnis" ini hanya
mengembalikan pertolongan kepada perusahaan besar yang memberikan sumbangan besar kepada
kampanye pemilu mereka.

4. Dampak Lingkungan

Korupsi dalam pengadaan barang dan jasa dapat mengakibatkan dampak buruk bagi lingkungan.

10
Karena proyek-proyek yang dikerjakan biasanya tidak mengikuti standarisasi lingkungan negara tersebut
(atau internasional). Akibat dari penolakan mengikuti standarisasi tersebut akan berdampak kerusakan
parah pada lingkungan dalam jangka panjang dan tentunya berimplikasi pada tingginya resiko masalah
kesehatan.

5. Dampak pada Kesehatan dan Keselamatan Manusia

Resiko kerusakan dapat terjadi pada kesehatan dan keselamatan manusia berbagai akibat kualitas
lingkungan yang buruk, penanaman modal yang anti-lingkungan atau ketidakmampuan memenuhi
standarisasi kesehatan dan lingkungan. Korupsi akan menyebabkan kualitas pembangunan buruk, yang
dapat berdampak pada kerentanan bangunan sehingga memunculkan resiko korban.

6. Dampak pada Inovasi

Korupsi membuat kurangnya kompetisi yang akhirnya mengarah kepada kurangnya daya inovasi.
Perusahaan-perusahaan yang bergantung pada hasil korupsi tak akan menggunakan sumber dayanya
untuk melakukan inovasi. Hal ini akan memicu perusahaan-perusahaan yang tidak melakukan korupsi
untuk tidak merasa harus menanamkan modal berbentuk inovasi karena korupsi telah membuat mereka
tidak mampu mengakses pasar.

7. Erosi Budaya

Ketika orang menyadari bahwa tidak jujurnya pejabat publik dan pelaku bisnis, serta lemahnya
penegakan hukum bagi pelaku-pelaku korupsi, akan menyebabkan masyarakat meninggalkan budaya
kejujuran dengan sendirinya dan membentuk kepribadian masyarakat yang tamak. Hal serupa juga terjadi
pada pelaku bisnis yang akan menyadari bahwa menawarkan harga dan kualitas yang kompetitif saja, tak
akan cukup untuk memenuhi persyaratan sebagai pemenang tender.

8. Menurunnya Tingkat Kepercayaan Kepada Pemerintah

Ketika orang menyadari bahwa pelaku korupsi dilingkungan pemerintahan tidak dijatuhi hukuman,
mereka akan menilai bahwa pemerintah tak dapat dipercaya. Kemudian secara moral, masyarakat seakan
mendapat pembenaran atas tindakannya mencurangi pemerintah karena dianggap tidak melanggar nilai-
nilai kemanusiaan.

9. Kerugian Bagi Perusahaan yang Jujur

Jika peserta tender yang melakukan korupsi tidak mendapat hukuman, hal ini akan menyebabkan
peserta yang jujur akan mengalami kerugian karena kehilangan kesempatan melakukan bisnisnya. Meski

11
sesungguhnya hasil pekerjaanya jauh lebih baik dibanding perusahaan korup yang mengandalkan korupsi
untuk mendapatkan tender dengan kualitas pekerjaan yang dapat dipastikan buruk.

10. Memperbesar kemiskinan

Jika korupsi semakin merajalela, maka kemiskinan juga akan semakin merejalela dikarenakan
rakyat-rakyat kecil yang tidak tahu apa-apa telah dirampas haknya.

3.5 Upaya Mengatasi Korupsi


Ada beberapa upaya yang dapat ditempuh dalam memberantas tindak korupsi di Indonesia, antara lain
sebagai berikut :

1. Upaya Pencegahan (Preventif)

Menanamkan semangat nasional yang positif dengan mengutamakan pengabdian pada bangsa
dan negara melalui pendidikan formal, informal dan agama.
Melakukan penerimaan pegawai berdasarkan prinsip keterampilan teknis.
Para pejabat dihimbau untuk mematuhi pola hidup sederhana dan memiliki tang-gung jawab yang
tinggi.
Para pegawai selalu diusahakan kesejahteraan yang memadai dan ada jaminan masa tua.
Menciptakan aparatur pemerintahan yang jujur dan disiplin kerja yang tinggi.
Sistem keuangan dikelola oleh para pejabat yang memiliki tanggung jawab etis tinggi dan dibarengi
sistem kontrol yang efisien.
Melakukan pencatatan ulang terhadap kekayaan pejabat yang mencolok.
Berusaha melakukan reorganisasi dan rasionalisasi organisasi pemerintahan mela-lui
penyederhanaan jumlah departemen beserta jawatan di bawahnya.

2. Upaya Penindakan (Kuratif)

Upaya penindakan, yaitu dilakukan kepada mereka yang terbukti melanggar dengan dibe-rikan
peringatan, dilakukan pemecatan tidak terhormat dan dihukum pidana. Beberapa contoh penindakan
yang dilakukan oleh KPK :

Dugaan korupsi dalam pengadaan Helikopter jenis MI-2 Merk Ple Rostov Rusia milik Pemda NAD
(2004).
Menahan Konsul Jenderal RI di Johor Baru, Malaysia, EM. Ia diduga melekukan pungutan liar dalam
pengurusan dokumen keimigrasian.
12
Dugaan korupsi dalam Proyek Program Pengadaan Busway pada Pemda DKI Jakarta (2004).
Dugaan penyalahgunaan jabatan dalam pembelian tanah yang merugikan keuang-an negara Rp 10
milyar lebih (2004).
Dugaan korupsi pada penyalahgunaan fasilitas preshipment dan placement deposito dari BI
kepada PT Texmaco Group melalui BNI (2004).
Kasus korupsi dan penyuapan anggota KPU kepada tim audit BPK (2005).
Kasus penyuapan panitera Pengadilan Tinggi Jakarta (2005).
Kasus penyuapan Hakim Agung MA dalam perkara Probosutedjo.
Menetapkan seorang bupati di Kalimantan Timur sebagai tersangka dalam kasus korupsi Bandara
Loa Kolu yang diperkirakan merugikan negara sebesar Rp 15,9 miliar (2004).
Kasus korupsi di KBRI Malaysia (2005).

3. Upaya Edukasi Masyarakat/Mahasiswa

Memiliki tanggung jawab guna melakukan partisipasi politik dan kontrol sosial terkait dengan
kepentingan publik.
Tidak bersikap apatis dan acuh tak acuh.
Melakukan kontrol sosial pada setiap kebijakan mulai dari pemerintahan desa hingga ke tingkat
pusat/nasional.
Membuka wawasan seluas-luasnya pemahaman tentang penyelenggaraan peme-rintahan negara
dan aspek-aspek hukumnya.
Mampu memposisikan diri sebagai subjek pembangunan dan berperan aktif dalam setiap
pengambilan keputusan untuk kepentingan masyarakat luas.

4. Upaya Edukasi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat)

Indonesia Corruption Watch (ICW) adalah organisasi non-pemerintah yang meng-awasi dan
melaporkan kepada publik mengenai korupsi di Indonesia dan terdiri dari sekumpulan orang yang
memiliki komitmen untuk memberantas korupsi me-lalui usaha pemberdayaan rakyat untuk terlibat
melawan praktik korupsi. ICW lahir di Jakarta pd tgl 21 Juni 1998 di tengah-tengah gerakan reformasi yang
meng-hendaki pemerintahan pasca-Soeharto yg bebas korupsi.

Transparency International (TI) adalah organisasi internasional yang bertujuan memerangi korupsi
politik dan didirikan di Jerman sebagai organisasi nirlaba sekarang menjadi organisasi non-pemerintah
yang bergerak menuju organisasi yang demokratik. Publikasi tahunan oleh TI yang terkenal adalah
Laporan Korupsi Global.

13
BAB 3 PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Korupsi adalah suatu tindak perdana yang memperkaya diri yang secara langsung merugikan negara
atau perekonomian negara. Jadi, unsur dalam perbuatan korupsi meliputi dua aspek. Aspek yang
memperkaya diri dengan menggunakan kedudukannya dan aspek penggunaan uang Negara untuk
kepentingannya. Adapun penyebabnya antara lain, ketiadaan dan kelemahan pemimpin,kelemahan
pengajaran dan etika, kolonialisme, penjajahan rendahnya pendidikan, kemiskinan, tidak adanya
hukuman yang keras, kelangkaan lingkungan yang subur untuk perilaku korupsi, rendahnya sumber daya
manusia, serta struktur ekonomi.Korupsi dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis, yaitu bentuk, sifat,dan
tujuan. Dampak korupsi dapat terjadi di berbagai bidang diantaranya, bidang demokrasi, ekonomi, dan
kesejahteraan negara. Korupsi dapat diatasi dengan upaya preventif, kuratif, edukasi
masyarakat/mahasiswa, dan edukasi LSM.

3.2 Saran
Perlu dikaji lebih dalam lagi tentang teori upaya pemberantasan korupsi di Indo-nesia agar
mendapat informasi yang lebih akurat.
Diharapkan para pembaca setelah membaca makalah ini mampu mengaplikasi-kannya di dalam
kehidupan sehari-hari.

14
DAFTAR PUSTAKA

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Korupsi

www.academia.edu/10027417/Contoh_Makalah_Korupsi

www.keceleg.com/2013/11/makalah-tentang-korupsi-dengan-judul.html?m=1

https://www.slideshare.net/mobile/marlinda3/makalah-upaya-pemberantasan-korupsi-di-indonesia-
revisi

element.esaunggul.ac.id/login/index.php

https://id.scribd.com/mobile/doc/142009895/MAKALAH-UPAYA-PEMBERANTASAN-KORUPSI-DI-
INDONESIA-docx

dokumen.tips/documents/makalah-korupsi-56852ee5cb5db.html

https://acch.kpk.go.id/id/ragam/makalah

https://id.scribd.com/mobile/doc/91705476/makalah-korupsi-kelompok-4

15

Anda mungkin juga menyukai