Anda di halaman 1dari 10

A.

Pengertian Korupsi

Kata Korupsi berasal, Corruptio-Corrumpere yang artinya busuk, rusak, menggoyahkan,


memutarbalik atau menyogok. Menurut Dr. Kartini Kartono, korupsi adalah tingkah laku individu
yang menggunakan wewenang dan jabatan guna mengeduk keuntungan, dan merugikan
kepentingan umum. Korupsi menurut Huntington (1968) adalah perilaku pejabat publik yang
menyimpang dari norma-norma yang diterima oleh masyarakat, dan perilaku menyimpang ini
ditujukan dalam rangka memenuhi kepentingan pribadi. Maka dapat disimpulkan korupsi
merupakan perbuatan curang yang merugikan Negara dan masyarakat luas dengan berbagai
macam modus.

Kata korupsi berasal dari bahasa latin corruptio (Fockema Andrea, 1951) atau corruptus (Webster
Student Dictionary, 1960). Selanjutnya, disebutkan pula bahwa corruptio berasal dari
kata corrumpere satu kata dari bahasa Latin yang lebih tua. Dari bahasa Latin tersebut kemudian
dikenal istilah “corruption, corrupt” (Inggris), “corruption” (Perancis) dan
“corruptie/korruptie” (Belanda).

Dari segi terminologi, istilah korupsi berasal dari kata “corruptio” dalam bahasa latin yang berarti
kerusakan atau kebobrokan, dan dipakai pula untuk menunjukkan keadaan atau perbuatan yang
busuk.

 Dalam Webster’s New American Dictionary, kata “corruption” diartikan sebagai “decay”
(lapuk), “contamination“ (kemasukan sesuatu yang merusak) dan “impurity” (tidak murni).
Sedangkan kata “corrupt” dijelaskan sebagai “to become rotten or putrid” (menjadi busuk,
lapuk atau buruk), juga “to induce decay in something originally clean and sound”
(memasukkan sesuatu yang busuk atau yang lapuk ke dalam sesuatu yang semula bersih dan
bagus).

 Menurut Black’s Law Dictionary, korupsi adalah perbuatan yang dilakukan dengan maksud
untuk memberikan suatu keuntungan yang tidak resmi dengan hak-hak dari pihak lain secara
salah menggunakan jabatannya atau karakternya untuk mendapatkan suatu keuntungan untuk
dirinya sendiri atau orang lain, berlawanan dengan kewajibannya dan hak-hak dari pihak
lain.
Dari bahasa Latin tersebut, kemudian dikenal istilah corruption,
corrupt (Inggris), corruption (Prancis), dan “corruptic/korruptie” (Belanda).
Indonesia kemudian memungut kata ini menjadi korupsi. Arti kata korupsi secara
harfiah adalah “sesuatu yang busuk, jahat, dan merusakkan”

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi keempat, korupsi didefinisikan lebih spesifik lagi
yaitu penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan, organisasi, yayasan, dsb.)
untuk keuntungan pribadi atau orang lain. Istilah korupsi yang telah diterima dalam
perbendaharaan kata bahasa Indonesia, adalah “kejahatan, kebusukan, dapat disuap, tidak
bermoral, kebejatan dan ketidakjujuran” (S. Wojowasito-WJS Poerwadarminta: 1978). Pengertian
lainnya, “perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok, dan
sebagainya” (WJS Poerwadarminta: 1976).

Jadi Korupsi adalah tindakan menguntungkan diri sendiri dan orang lain yang bersifat busuk,
jahat, dan merusakkan karena merugikan negara dan masyarakat luas. Pelaku korupsi dianggap
telah melakukan penyelewengan dalam hal keuangan atau kekuasaan, pengkhianatan amanat
terkait pada tanggung jawab dan wewenang yang diberikan kepadanya, serta pelanggaran hukum.

B. Jenis-jenis Korupsi

Banyak sekali bentuk dan contoh tindakan korupsi yang dilakukan oleh para pejabat, baik itu
pegawai rendah hingga pejabat tinggi. Adapun jenis jenis korupsi yakni sebagai berikut :

1. Embezzlement (Penggelapan)

Penggelapan merupakan suatu tindakan kecurangan dalam bentuk penggelapan sumber daya orang
lain maupun organisasi demi kepentingan pribadi. Bentuk penggelapan tersebut yakni seperti :

 Membuat faktur tagihan fiktif atau palsu.


 Menggunakan kas kecil demi kepentingan pribadi.
 Penggelembungan biaya perjalanan dinas.

2. Bribery (Penyuapan)

Penyuapan merupakan tindakan memberikan uang atau imbalan kepada pihak lain yang dilakukan
oleh seseorang atau sekelompok orang dengan tujuan mendapatkan apa yang diinginkan. Bentuk
penyuapan tersebut misalnya;

 Menjanjikan uang atau sejenis bentuk materi yang lain kepada hakim dengan maksud untuk
mempengaruhi putusan perkara.

3. Extortion (Pemerasan)

Pemerasan merupakan suatu tindakan korupsi dimana individu maupun kelompok melakukan
ancaman secara lalim kepada pihak lain demi mendapatkan uang, barang dan jasa, atau perilaku
yang diinginkan dari pihak yang diancam. Adapun bentuk pemerasan tersebut yakni seperti ;

 Ancaman perusakan properti bilamana tidak memberikan uang keamanan.


 Pemerasan dengan cara mengancam akan merusak reputasi seseorang.

4. Fraud (Kecurangan)

Kecurangan merupakan suatu tindakan kejahatan ekonomi yang memang dilakukan dengan
sengaja dimana seseorang melakukan penipuan, kecurangan, dan kebohongan demi mendapatkan
keuntungan pribadi. Adapun bentuk kecurangan tersebut yakni seperti ;

 Penggelapan uang kas dengan yaitu dengan cara mengundur-undur waktu pencatatan
penerimaan kas.
 Memanipulasi / mendistorsi informasi maupun fakta untuk kepentingan tertentu.

5. Favouritism (Favoritisme)

Favoritisme atau tindakan pilih kasih merupakan suatu mekanisme tindakan koruptif yang mana
seseorang atau kelompok menyalahgunakan kekuasaannya yang berimplikasi terhadap tindakan
privatisasi sumber daya.
C. Faktor Penyebab Korupsi

Korupsi merupakan tindakan yang akan merugikan banyak pihak maupun perorangan, yang mana
pelakunya dipicu oleh beberapa faktor sehingga pelaku melakukan korupsi, adapun faktor faktor
yang menyebabkan korupsi berasal dari faktor internal dan eksternal, adapun penjelasannya
sebagai berikut :

1. Faktor Internal

Faktor internal penyebab korupsi yang berasal dari diri sendiri, yakni sifat dan karakter seseorang
yang mempengaruhi segala tindakannya. Beberapa yang termasuk di dalam faktor internal ini
antara lain :

 Sifat rakus (Tamak), sifat dalam diri manusia yang menginginkan sesuatu melebihi dari
yang dibutuhkan dan selalu merasa kurang.
 Gaya hidup konsumtif, perilaku manusia yang selalu ingin memenuhi kebutuhan yang
tidak terlalu penting sehingga tidak dapat menyeimbangkan pendapatan dan
pengeluarannya.

2. Faktor Eksternal

Faktor eksternal yakni penyebab korupsi yang berasal dari lingkungan sekitar yang mempengaruhi
pemikiran dan tindakan seseorang sehingga orang tersebut melakukan korupsi. Beberapa yang
termasuk dalam faktor eksternal tersebut antara lain :

 Faktor ekonomi, kebutuhan akan ekonomi yang ingin lebih baik seringkali mempengaruhi
seseorang dalam bertindak. Misalnya seperti gaji yang tidak sesuai dengan pekerjaan, dapat
memicu seseorang melakukan korupsi.
 Faktor politik, dunia politik sangat erat kaitannya dengan persaingan dalam mendapatkan
kekuasaan. Berbagai cara dilakukan untuk menduduki suatu posisi sehingga timbul niat
untuk melakukan tindakan koruptif atau melakukan tindakan korupsi.
 Faktor organisasi, pada suatu organisasi yang terdiri dari pengurus dan anggota, tindakan
korupsi bisa saja terjadi karena perilaku tidak jujur, tidak disiplin, tidak ada kesadaran, dan
aturan yang tidak jelas, serta struktur organisasi tidak jelas, dan pemimpin yang kurang
tegas dalam mengambil suatu tindakan.
 Faktor hukum, tindakan hukum terlihat tumpul ke atas tajam ke bawah, tentunya kita
sudah sering mendengar bahasa tersebut yang mana artinya, para pejabat dan orang
dekatnya cenderung diperlakukan istimewa di mata hukum, sementara masyarakat kecil
diperlakukan tegas. Hal ini terjadi karena adanya praktik suap dan korupsi di dalam
lembaga hukum.

D. Dampak Korupsi

Dalam penjelasan peraturan pemerintah pengganti Undang- Undang no 24 tahun 1960 yang
dimksud dengan perbuatan korupsi pidana bahwa apabila terjalin unsure-unsur kejahatan atau
pelnggaran berdasarkan hal tersebut dapat dipidana dengan hukuman badan dan/atau denda yang
cukup berat disamping perampasan harta benda hasil korupsinya sedangkan perbuatan korupsi
bukan pidana.

Apabila terdapat unsur perbutan melawan hukum perbuatan korupsi ini tidak dapat diancam
dengan hukuman pidana melainkan pengadilan tinggi yang mengadilinya atas gugatan badan
koordinasi sipemilik harta dapat merampas harta benda hasil korupsi (K.Wantjik Saleh.
1983:29).

Gunnar Mudral menyatakan akibat dari korupsi sebagai berikut:

1). Korupsi memantapkan dan memperbesar masalah-masalah yang menyangkut kurangnya


hasrat untuk terjun dibidang usaha dan mengenai kurang tumbuhnya pasaran nasional.

2). Korupsi mempertajam permasalahan masyarakat plural sedang bersamaan dengan itu
kesatuan negara bertambah lemah Juga karenaturunnya martabat pemerintah tendensi-tendensi
itu membahayakan stabilitas politik.

3). Korupsi mengakibatkan turunnya disiplin sosial. Uang suap itu tidak hanya dapat
memperlancar prosedur administrasi, tetapi biasanya juga berakibat adanya kesengajaan untuk
memperlambat proses administrasi agar dengan demikian dapat menerima uang suap Disamping
itu, rancana-rencana pembangunan yang sudah diputuskan, dipersulit atau diperlambat karena
alasan-alasan yang sama. Dalam hal itu Mydral bertentangan dengan pendapat yang lazim,
bahwa korupsi itu harus dianggap sebagai semir pelicin (Robet Klitgaard 2001:51).

E. Tokoh Korupsi di Indonesia

a. Biodata

Nama Lengkap : Gayus Halomoan Partahanan Tambunan


Agama : Islam
Tempat Lahir : Jakarta
Tanggal Lahir : Rabu, 9 Mei 1979
Warga Negara: Indonesia
Istri: Milana Anggraeni

F. Analisis Kasus Gayus Tambunan

Gayus Tambunan melanggar nilai-nilai kejujuran karena ditemukan juga adanya aliran dana senilai
Rp.370 juta di rekening lainnya di bank BCA milik Gayus. Uang itu diketahui berasal dari dua transaksi
dari PT.Mega Cipta Jaya Garmindo. PT. Mega Cipta Jaya Garmindo dimiliki oleh pengusaha Korea, Mr.
Son dan bergerak di bidang garmen.

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Inilah Kronologi Kasus Gayus Versi
Kejaksaan, https://www.tribunnews.com/nasional/2010/03/22/inilah-kronologi-kasus-gayus-versi-
kejaksaan.

Editor: Anita K Wardhani

pada awalnya dalam berkas yang dikirimkan penyidik Polri kepada kejaksaan, Gayus H.
Tambunan dijerat dengan tiga pasal berlapis yakni pasal korupsi, pencucian uang, dan
penggelapan. Hal ini karena Gayus H. Tambunan adalah seorang pegawai negeri dan memiliki
dana Rp. 25 miliar di Bank Panin. Gayus Tambunan yang diproses oleh Pengadilan Negeri
Tangerang tidak terbukti melakukan salah satu tindak pidana yang disangkakan, yaitu: korupsi,
Menurut anggota Komisi III DPR, Andi Anzhar Cakra Wijaya, kasus penggelapan pajak masih
belum manjur jika hanya dijerat dengan Undang – Undang Tindak Pidana Korupsi.

Undang – Undang Money Laundering (pencucian uang) dinilai lebih sakti menindak mafia pajak.
Para penegak hukum bisa menggunakan Undang – Undang tersebut untuk membuktikan
perbuatan penggelapan pajak kasus Gayus Tambunan. Ia menyebutkan, penggelapan pajak itu
berasal dari perbuatan Gayus yang menerima suap dari perusahaan-perusahaan yang dibantunya.
Akibat suap itulah terjadi penggelapan pajak yang jumlahnya sangat besar dan merugikan negara.
“Kalau ada indikasi penggelapan perpajakan ,harus digunakan Undang-Undang Pencucian Uang.

Proses penyidikan bisa dimulai dari pencucian uang itu,” tutur Andi. Setuju dengan pendapat Andi
Anzhar Cakra Wijaya, penulis berpendapat bahwa sudah seharusnya Gayus dijerat dengan
Undang-Undang Tindak Pidana Khusus, yaitu korupsi, pencucian uang dan penggelapan. Kalau
kita baca kembali kasus Gayus tersebut, jelas bahwa pada awalnya dalam berkas yang dikirimkan
penyidik Polri kepada kejaksaan, Gayus H. Tambunan dijerat dengan tiga pasal berlapis yakni
pasal korupsi, pencucian uang, dan penggelapan. Hal ini karena Gayus H. Tambunan adalah
seorang pegawai negeri dan memiliki dana Rp. 25 miliar di Bank Panin. Sebenarnya dengan
melihat besarnya dana yang dimiliki oleh seorang pegawai negeri sudah cukup menimbulkan
banyak pertanyaan darimana uang sebanyak itu mengingat Gayus hanyalah seorang pegawai
negeri dan orang tuanya juga bukan pengusaha kaya raya. Sangat mustahil dia bisa mempunyai
uang sebanyak itu di rekening banknya. Keberadaan uang dua puluh lima milyar di rekening
Gayus sudah cukup menjadi bukti permulaan untuk menelusuri darimana uang tersebut,
bagaimana cara Gayus memperolehnya, apakah ada hubungannya dengan pekerjaannya sebagai
seorang pegawai pajak dan lain-lain.

Berdasarkan Pasal 43 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan yang menetapkan bahwa selain dilakukan oleh pembayar pajak
(plagenataudader), tindak pidana pajak dapat melibatkan Penyerta (deelderming) seperti wakil,
kuasa atau pegawai pembayar pajak atau pihak lain yang menyuruh melakukan (doen plegen
ataumiddelijke), yang turut serta melakukan (medeplegenataumededader), yang menganjurkan
(uitlokker), atau yang membantu melakukan tindak pidana perpajakan (medeplichtige), Gayus
mungkin saja berperan sebagai medeplegen, uitlokker atau medeplichtige. Hal ini didasarkan
pada keterangan Gayus pada Satgas pemberantasan mafia hukum bahwa dalam melakukan
aksinya tersebut Gayus melibatkan sekurang-kurangnya sepuluh rekannya. Namun apa yang
terjadi? Indikasi tindak pidana perpajakan berupa penggelapan yang dilakukan oleh Gayus terkait
uang dua puluh lima milyar di rekening banknya tidak terbukti. Hal ini sebagaimana
hasil penelitian jaksa yang menyebutkan bahwa hanya terdapat satu pasal yang terbukti terindikasi
kejahatan dan dapat dilimpahkan ke Pengadilan, yaitu penggelapan namun hal ini tidak terkait
dengan uang senilai Rp. 25 milliar yang diributkan PPATK dan Polri. Penggelapan yang dimaksud
yaitu adanya aliran dana senilai Rp 370 juta di rekening Bank BCA milik Gayus H. Tambunan.
Uang tersebut diketahui berasal dari dua transaksi yaitu dari PT. Mega Cipta Jaya Garmindo. Pada
tanggal 1 September 2007 sebesar Rp. 170 juta dan 2 Agustus 2008 sebesar Rp. 200 juta. Uang
tersebut dimaksudkan untuk membantu pengurusan pajak pendirian pabrik garmen di Sukabumi.
Namun setelah dicek, pemiliknya Mr Son, warga Korea, tidak diketahui berada di mana. Uang
tersebut masuk ke rekening Gayus H. Tambunan tetapi ternyata Gayus tidak urus pajaknya. Uang
tersebut tidak digunakan oleh Gayus dan tidak dikembalikan kepada Mr. Son sehingga hanya diam
di rekening Gayus. Berdasarkan penelitian dan penyidikan, uang senilai Rp. 370 juta tersebut
diketahui bukan merupakan korupsi dan money laundring tetapi penggelapan pajak murni. Oleh
karena itu, kebocoran APBN di sana sini hampir dipastikan semakin besar ketimbang tahun-tahun
sebelumnya. Sebab, semua sektor rawan dikorupsi. Hanya, peluang beberapa pos anggaran lebih
terbuka. Di antaranya, pos penganggaran untuk bantuan sosial dan belanja modal seperti untuk
pembangunan infrastruktur. Mengacu pada sejumlah kasus korupsi yang bisa dibongkar, jika
ditotal, kerugian negara memang cukup besar. Sebut saja kasus Nazaruddin di wisma atlet yang
merugikan negara sekitar Rp25 miliar. Selain itu, kasus mafia pajak Gayus Tambunan yang
merugikan keuangan negara Rp25 miliar. Jadi, kejahatan anggaran yang belum terungkap itu
sebenarnya masih sangat banyak

a. Dari kasus diatas juga terdapat Faktornya

 Greeds (keserakahan): berkaitan dengan adanya perilaku serakah yang secara


potensial ada di dalam diri setiap orang. keserakahan dan kerakusan para pelaku
korupsi. Koruptor adalah orang yang tidak puas akan keadaan dirinya.

b. Dari kasus diatas juga terdapat jenis –jenisnya

 Mercenery corruption, yakni jenis tindak pidana korupsi yang dimaksud untuk
memperoleh keuntungan pribadi melalui penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan.
https://m.merdeka.com/gayus-tambunan/profil/
https://kliklegal.com/ini-tujuh-kelompok-jenis-tindak-pidana-korupsi/
https://www.tribunnews.com/nasional/2010/03/22/inilah-kronologi-kasus-gayus-versi-
kejaksaan

Anda mungkin juga menyukai